Bio-ekonomi Fekunditas dan Diameter Telur
Analisis covarian terhadap nilai b = 2,914 dan b =2,604 menunjukkan ada perbedaan pada taraf nyata 5 , berarti ada pertambahan panjang dan berat antara
ikan jantan dan betina berbeda nyata. Selanjutnya, karena nilai a intersep garis regresi ikan jantan lebih besar dari pada betina 1,5806 1,0025, maka ikan
jantan lebih berat dari pada ikan betina pada ukuran panjang yang sama.
Kedua hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa pola pertumbuhan panjang dan berat ikan cakalang baik jantan maupun betina di kawasan Teluk
Pelabuhanratu memiliki pola berbeda. Bila dibandingkan dengan penelitian terdahulu hasil penelitian pada ikan cakalang yang tertangkap di Teluk Bone,
Sulawesi Selatan Jamal, 2008 dan ikan cakalang yang tertangkap di sebelah Barat Sulawesi Tengah memiliki pola pertumbuhan isometrik Telusa 1985.
Berbeda pula dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Manik 2007, pada ikan cakalang yang tertangkap di sekitar pulau Seram dan Nusa Laut dan
hasil penelitian pada sampel ikan cakalang yang dikumpulkan dari TPI Bungus Padang yang dilakukan oleh Merta 1989, yang memperoleh nilai b 3 atau
allometrik positif, artinya bahwa pertambahan panjang tidak secepat perrtambahan berat. Perbedaan hasil analisis tersebut mungkin karena diferensiasi kisaran
panjang ikan yang dianalisis cukup besar, selain karena pengaruh faktor-faktor biologis dan ekologis dari masing-masing perairan di mana ikan itu hidup.
Sedangkan Sumadhiharga 1991, menyatakan perbedaan nilai b dipengaruhi oleh perbedaan musim dan tingkat kematangan gonad serta aktivitas penangkapan,
karena aktivitas penangkapan yang cukup tinggi pada suatu daerah cukup mempengaruhi kehidupan dan pertumbuhan populasi ikan.
Merta 1992 in Manik 2007, menyatakan karena kondisi lingkungan sering berubah dan atau kondisi ikannya berubah, maka hubungan panjang berat
sedikit menyimpang dari hukum kubik b = 3. Sedangkan menurut Ricker 1973 diacu in Kalayci et al. 2007, menyatakan bahwa perbedaan tersebut dapat juga
diakibatkan oleh faktor ekologi seperti temperatur, ketersediaan makanan, kondisi pemijahan atau faktor-faktor lain seperti kelamin, umur, daerah dan waktu
penangkapan serta kapal penangkapan yang digunakan. Selanjutnya Matsumoto et al. 1984, melaporkan bahwa nilai b ikan cakalang berbeda-beda pada setiap
lokasi penangkapan. Nilai terbesar b=3,67 diperoleh dari lokasi Bonin island, West Pacific dan terkecil b=1,70 diperoleh dari Filipina.
Tabel 13. Pola pertumbuhan ikan cakalang dari beberapa penelitian
Sumber Lokasi
Pola Pertumbuhan
Uktoselja 1987 Perairan Timur Indonesia
Allometrik positif Merta 1989
Bungus, Padang Allometrik positif
Mayangsoka 2010 Samudera Hindia Barat Barat
Sumatera Isometrik
Jamal 2008 Teluk Bone, Sulawesi Selatan
Allometrik positif
Berdasarkan Tabel 13, dapat dilihat bahwa pola pertumbuhan ikan cakalang yang berlokasi di Perairan Timur Indonesia dengan di Teluk Palabuhanratu dan
sekitarnya memiliki perbedaan pola pertumbuhan. Perbedaan pola pertumbuhan
diduga karena perbedaan lokasi penangkapan berkaitan dengan kondisi perairan, waktu penelitian, kepadatan populasi, dan genetik dari ikan cakalang itu sendiri.
Selain itu perbedaanpola pertumbuhan dapat disebabkan oleh perbedaan jumlah dan variasi ukuran ikan yang diamati. Menurut Effendie 1997 faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan dibagi menjadi dua bagian besar yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam seperti keturunan, sex, umur, parasit, dan penyakit.
Sedangkan faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan antara lain jumlah dan ukuran makanan yang tersedia, suhu, oksigen terlarut, dan faktor kualitas air.