BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan uraian-uraian di atas maka tesis ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
A. Kesimpulan
1. Penentuan kriminalitas lembaga penyiaran di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang penyiaran telah mengklasifikasi menyangkut isi siaran dan
lembaga penyiaran. Menyangkut isi siaran Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 menentukan bahwa lembaga penyiaran tidak dibenarkan untuk
menyelenggarakan isi siaran yang bersifat menghasut, mempertentangkan, meredahkan martabat manusia dan budaya bangsa. Sedangkan menyangkut
lembaga penyiaran Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 telah mengklasifikasi beberapa jenis lembaga penyiaran yakni lembaga penyiaran publik, lembaga
penyiaran swasta, lembaga penyiaran swasta dan lembaga penyiaran berlangganan. Ketentuan pidana terhadap lembaga penyiaran mensyaratkan
bahwa lembaga penyiaran yang menyiarkan isi siaran harus terlebih dahulu memperoleh izin penyiaran baik yang menggunakan satelit, kabel maupun
pemancaran telestrial. Klasifikasi ini tidak dapat dipisahkan dari prinsip yang secara melekat embedded menyokongnya, yakni prinsip diversity of ownership
keberagaman kepemilikan dan diversity of content keberagaman isi dari lembaga penyiaran.
Universitas Sumatera Utara
2. Pertanggungjawaban terhadap lembaga penyiaran baik yang berkenaan dengan isi siaran maupun lembaga penyiaran sebagaimana diklasifikasi oleh Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2002 secara tegas mengklasifikasi bahwa perbuatan pidana yang dilakukan oleh lembaga penyiaran berupa isi siaran maupun
penyiaran yang tidak memiliki izin sebagai perbuatan yang dapat dimintakan pertanggungjawaban secara pidana. Hal ini dapat dilihat dalam rumusan Pasal 57
dan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran beserta ketentuan pasal-pasal lainnya pada Bab yang menyangkut tentang ketentuan
pidana. Setiap rumusan ketentuan pidana di dalam Undang-Undang ini merumuskan ketentuan barang siapa yang menyiarkan siaran berisikan isi siaran
yang mengandung fitnah dan lembaga penyiaran yang menyelenggarakan siaran tanpa izin dapat diminta pertanggungjawaban pidana. Ketentuan ini tentunya
apabila dihadapkan pada sistem pertanggungjawaban korporasi di bidang penyiaran menjadi jelas.
3. Upaya penegakan hukum terhadap penyiaran adalah melakukan serangkain tindakan penanggulangan melaui represif dengan menggunakan sarana hukum
pidana agar dapat berjalan secara efektif dengan pendekatan asas ultimum remidium
diterapkan terhadap lembaga penyiaran dengan syarat apabila bersinerginya hubungan fungsional antara lembaga yang mempunyai kewenangan
di bidang penyiaran sehingga tujuan dari penyiaran dapat terwujud, di samping pendekatan lainnya yang bisa dikenakan dalam menyelesaikan perkara pidana,
Universitas Sumatera Utara
contohnya Nota Kesepahaman yang dibuat antara Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan Komisi Penyiaran Indonesia.
B. Saran