Perspektif hukum Islam tentang ekspose berita kriminal di media massa dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG EKSPOSE BERITA
KRIMINAL DI MEDIA MASSA DALAM UNDANG UNDANG
NOMOR
32
TAHUN
2002
TENTANG PENYIARAN
SKRIPSI
Oleh :
RIZKY DWI PRADANA
NIM : 107043203085
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM
KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
(2)
PRESPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG EKSPOSE BERITA
KRIMINAL DI MEDIA MASSA DALAM UNDANG-UNDANG
NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar
Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
Rizky Dwi Pradana
NIM: 107043203085Di Bawah Bimbingan Pembimbing
Dr. M. Asrorun Ni’am, MA
NIP. 19760531200001001
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM
KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
(3)
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul PRESPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP EKSPOSE
BERITA KRIMINAL DI MEDIA MASSA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 24 Agustus 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum.
Jakarta, 24 Agustus 2011 Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof.DR.H. Muhammad Amin Suma, SH, MH, MM NIP. 195505051982031012
PANITIA UJIAN
1. Ketua : Dr. H. Muhammad Taufiki, M.A.
NIP. 196511191993031002
2. Sekretaris : Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si.
NIP. 197412132003121002
3. Pembimbing I : Dr. M. Asrorun Ni’am Sholeh, MA.
NIP. 19760531200001001
4. Penguji I : Dr. Jaenal Aripin, M.Ag.
NIP. 197210161998031004
5. Penguji II : Dr. KH. A. Juaini Syukri, Lc., MA.
(4)
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta..
Ciputat, 25 Sya’ban 1432 H
26 Juli 2011 M
(5)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, saya panjatkan puji serta syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga segala proses penulisan menjadi mudah dan skripsi ini dapat saya selesaikan.
Shalawat serta salam penulis haturkan kepada suri tauladan umat Islam, pemimpin revolusi umat Islam, baginda Nabi Muhammad SAW, beserta para keluarganya, sahabat, para pengikutnya yang telah memberikan tuntunan menuju jalan yang terang (ilmu pengetahuan) dengan akhlak yang mulia.
Suksesnya penulisan skripsi ini, penulis menyadari dengan segala kerendahan hati bahwa banyak pihak yang telah memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi penulis baik moril maupun materiil. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang terdalam kepada :
1. Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MH, MM selaku Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan pembantu Dekan I, II dan III yang telah membimbing dan memberikan ilmu kepada penulis.
2. Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag., selaku Ketua Program Studi Perbandingan
Mazhab dan Hukum (PMH) telah memberikan pengarahan serta waktu kepada penulis disela-sela kesibukan beliau. Dan, Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si., selaku Sekretaris Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum
(6)
(PMH) yang juga membimbing, meluangkan waktu dan mengarahkan segenap aktivitas yang berkenaan dengan jurusan.
3. Dr. M Asrorun Ni’am Sholeh, MA selaku pembimbing penulis dalam
mengerjakan skripsi ini.
4. Dr. Jaenal Aripin, M.Ag, selaku penguji I dan Dr. KH. A. Juaini Syukri, Lc.,
MA, selaku penguji II yang telah berbaik hati mengarahkan penulis.
5. Seluruh Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
serta kepada karyawan dan staf perpustakaan yang telah memfasilitasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Yang sangat penulis cintai, hormati dan begitu banggakan Ibunda (Tati
Iryanti, S.Pd) dan Ayahanda (Djoko Suparto), Kakak (Irmal Darmawan dan al-Qoyatus Saaqinah), Adik (Singgih Pramono dan Ummu Hani Saputri), Paman (Ir. Muhammad Erwin, SY) yang selalu memberikan dorongan motivasi serta doa yang tiada henti kepada Allah SWT. Dan seluruh keluarga besar penulis.
7. Ucapan terima kasih ini khusus penulis berikan kepada nenek (Hj. Syamsiah
Rogayah) yang telah membina penulis tentang sebuah arti kehidupan dalam berjuang, dan yang telah memperkenalkan penulis dengan huruf-huruf hijaiyyah pertama kali.
8. Kepada kawan-kawan seperjuangan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim
Indonesia (KAMMI) Komisariat UIN Syarif Hidayatullah dan Pengurus
(7)
tetap mengalir dalam raga ini. Salam Perjuangan, Hidup Mahasiswa, Hidup Rakyat Indonesia, Allahu Akbar.
9. Seluruh kawan-kawan seperjuangan di Jurusan Perbandingan Mazhab dan
Hukum (PMH) Konsenterasi Perbandingan Hukum (PH), angkatan 2007 yang
penulis cintai dan hormati. Thank’s For All, You All The Best
10.Kepada seluruh Kakak-kakak seperjuangan pengurus di LBH Pusat Advokasi
Hukum dan Hak Asasi Manusia (PAHAM) Indonesia dan Jakarta, terkhusus
untuk Nasrulloh Nasution, SH (Bang Acun) yang banyak membimbing penulis dalam memberikan arti hukum dalam kehidupan, kemudian : bang
Heri, SH, bang Harry Kurniawan, SH, bang Iwan SHI, kak Syah Fitri Hani
Harahap, SH, kak Liza Elfitri, SH, Mas Rozak, SH., MH dan yang lainnya.
11.Kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Kepala Subbag Pengaduan
Ibu Dra. Sinar Ria Bellawati dan juga Assisten Ibu Sri Lilih Harjanti, atas kerjasamanya untuk membantu penulis dalam memberikan informasi dan data untuk sempurnanya skripsi ini.
Dan akhirnya, penulis dengan segala kerendahan hati, terhadap jasa dan bantuan segala pihak atas kebaikan dan pengorbanan yang telah diberikan kepada penulis. Semoga mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT.
Tangerang Selatan : 8 Ramadhan 1432 H 8 Agustus 2011 M
(8)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...…... ii
DAFTAR ISI ...……… v
DAFTAR TABEL ... vi
BAB I PENDAHULUAN .... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9
D. Tinjauan Kajian Terdahulu ... 10
E. Metode Penelitian ... 13
1. Jenis Penelitian ... 13
2. Jenis Data ... 14
3. Teknik Pengumpulan Data ... 14
4. Teknik Analisis Data ... 15
5. Teknik Penulisan ... 15
F. Sistematika Penulisan ... 15
BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP EKSPOSE BERITA KRIMINAL DI MEDIA MASSA ... 17
A. Pengertian dan Fungsi Media Massa ... 17
1. Berita ... 18
a. Pengertian Berita ... 18
(9)
c. Nilai Berita Dalam Media Massa ... 24
d. Kategori Berita dan Unsur-Unsur Layak Berita dalam Media Massa ... 26
e. Karakteristik Ekspose Berita Kriminal ... 29
f. Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Kriminal ... 32
2. Media Massa ... 34
a. Cetak ... 34
b. Elektronik ... 34
c. Online ... 34
B. Pengaruh Tayangan Berita Kriminal di Media Massa ... 35
BAB III PEDOMAN PERILAKU DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DAN HUKUM ISLAM ... 37
A. Pedoman Perilaku Penyiaran dalam Undang-Undang Penyiaran 37 B. Pemberitaan Pers dan Kebebasan Pers Menurut Undang- Undang Penyiaran ………... 40
C. Pedoman Perilaku Penyiaran dalam Hukum Islam ... 46
D. Pemberitaan Pers dan Kebebasan Pers Menurut Hukum Islam . 60 BAB IV PUBLIKASI KASUS KRIMINAL OLEH MEDIA MASSA ... 80
A. Perspektif Hukum Islam ... 80
Pandangan Hukum Islam Mengenai Bingkai Etika Komunikasi Massa ... 80
(10)
C. Analisis Kaidah Sadd al-Dzari’ah dalam Etika Penyiaran ... 125
BAB V PENUTUP ... 131
A. Kesimpulan ... 131
B. Saran-Saran ... 133
DAFTAR PUSTAKA ... 135 LAMPIRAN
I Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang PERS
II Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran
III Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02/P/KPI/12/2009 Tentang
Pedoman Perilaku Penyiaran (P3)
IV Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 03/P/KPI/12/2009 Standar
(11)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia dianugrahi oleh Tuhan Yang Maha Esa akal budi dan nurani yang memberikan kepadanya kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang buruk yang akan membimbing dan mengarahkan sikap dan perilaku dalam menjalani kehidupannya. Dengan akal budi dan nuraninya itu maka manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perilaku atau perbuatannya. Di samping itu, untuk mengimbangi kebebasan tersebut manusia memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.
Kebebasan dasar dan hak-hak dasar itulah yang disebut dengan hak asasi manusia yang melekat pada manusia secara kodrati sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak-hak ini tidak dapat diingkari. Pengingkaran terhadap hak tersebut berarti mengingkari martabat manusia. Oleh karena itu, negara, pemerintah, atau organisasi apa pun mengemban kewajiban untuk mengakui dan melindungi hak asasi manusia tanpa terkecuali.
Kewajiban menghormati hak asasi manusia tersebut, tercermin dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjiwai keseluruhan pasal dalam batang tubuhnya, terutama berkaitan dengan persamaan kedudukan dan warga negara dalam hukum dan pemerintahan, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, kemerdekaan berserikat dan berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan
(12)
lisan dan tulisan, kebebasan memeluk agama dan untuk beribadat sesuai agama dan
kepercayaannya itu, hak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran.1
Dalam penjelasan di atas tersirat tentang penegasan atas pemberian kebebasan hak asasi manusia di Indonesia tidak terkecuali dengan “Kebebasan PERS” yang telah di jamin dalam pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi :
“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”.
Dan pasal 19 Deklarasi Hak Asasi Manusia PBB yang berbunyi :
“Setiap orang berhak atas kebebasan memiliki dan mengeluarkan pendapat; dalam hal ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan dan untuk mencari, menerima serta menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dengan tidak memandang batas.”
Maka, dalam era reformasi sekarang ini, teknologi informasi dan penyiaran berkembang sedemikian pesatnya. Berbagai temuan dan perkembangan Informasi dan
Teknologi (IT) yang tidak pernah terbayangkan oleh generasi manusia sebelumnya
kini berada di depan mata. Kemajuan teknologi jarak jauh seperti televisi, telepon seluler, komputer, dan kamera yang semuannya telah dapat memanfaatkan teknologi internet membuat kehidupan manusia menjadi lebih mudah sehingga, tak ada lagi jarak pembatas di bumi ini. Semuanya dapat dijangkau tanpa harus berada di tempat yang dikehendaki.
Dalam komunikasi, ada lima jenis media massa yang biasa dikenal sebagai “The big of media massa”, yaitu : televisi, film, radio, majalah dan koran2. Dalam hal
1
Republik Indonesia, Penjelasan Umum atas Undang-undang, Nomor 39 Tahun 1999, Tentang Hak Asasi Manusia.
(13)
ini media informasi yang paling berpengaruh di masyarakat dan memiliki peran besar
dalam memberikan informasi tiada lain adalah : Televisi yang merupakan Icon
pemberitaan informasi yang paling sering dijadikan oleh masyarakat selaku pemirsa untuk menghabiskan waktu yang lama baik bersama keluarga maupun sendiri menikmati tontonan televisi yang disajikan oleh statiun televisi swasta. Pengaruh dari berbagai tayangan informasi yang dihadirkan tersebut tidak semuanya membawa manfaat bagi para pemirsanya. Seperti stasiun Indosiar dengan menyajikan produk
berita khusus kriminal dengan judul acara Patroli yang ditayangkan setiap
senin-jum’at pukul 11.30 WIB.
Pengemasan tayangan kekerasan ini dibuat dengan sangat detail mengenai penyebab suatu peristiwa yang divisualisasikan dalam bentuk gambar-gambar adegan kejadian yang diperankan oleh para tersangka dan orang yang terlibat di dalam
peristiwa kriminal tersebut.3
Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Surabaya. Hasil penelitian itu menyebutkan bahwa pelaku kejahatan seperti pencurian, pembunuhan dan pemerkosaan mencontek kejahatan yang dilakukan sebelumnya. Salah satunya, melalui referensi dari tayangan tindak kriminalitas di televisi yang akhirnya membuat pola imitasi di masyarakat.
2
Sasa Djuarsa Sendjaja, Pengantar komunikasi, (Jakarta : Universitas Terbuka Press, 1999), h.32.
3
Sumber dari “Penelitian Dampak Tayangan Pornografi dan Kekerasan di Televisi”, Pusat
(14)
Menurut salah satu peneliti, Catur Suratnoaji, penelitian itu dilakukan pada 13 orang narapidana yang ada di Sidoarjo dan Malang. Ke-13 narapidana itu mendapat ilham melakukan tindak pidana dari tayangan di televisi. Mereka memodel dari apa yang ditayangkan televisi, sebut Catur dalam pemaparannya. Sebagian narapidana itu mengaku mendapat cara menghapus jejak atau melakukan penipuan berdasarkan apa yang mereka lihat di televisi. Dalam pemaparannya lebih lanjut, ia juga menemukan bahwa berita kriminal justru menimbulkan rasa khawatir yang berlebihan pada masyarakat. Karena itu, ia menyebut perlunya upaya untuk memperbaiki berita kriminalitas yang ada saat ini.
Penelitian yang dilakukan ini memang belum mewakili sebagian besar masalah pertelevisian. Perlu kajian lebih jauh apakah efek buruk itu semata karena pengaruh televisi, atau juga hal lain, seperti lingkungan? Yang jelas, apapun tayangannya, kita sendirilah yang berkemampuan untuk menyaring, mana yang baik
dan buruk.4
Kemudian juga, sebuah survei yang pernah dilakukan salah satu harian di negara bagian Amerika Serikat menyebutkan, empat dari lima orang Amerika menganggap kekerasan di televisi mirip dengan dunia nyata. Oleh sebab itu sangat berbahaya kalau anak-anak sering menonton tayangan televisi yang mengandung unsur kekerasan. Kekerasan di televisi membuat anak menganggap kekerasan adalah jalan untuk menyelesaikan masalah.
4
http://www.andriewongso.com/awartikel-460-AW_CornerDampak_Negatif_Tayangan Televisi.Diakses pada tanggal 21 Juni 2011.
(15)
Sementara itu sebuah penelitian di Texas, Amerika Serikat yang dilakukan selama lebih dari tiga tahun terhadap 200 anak usia 2-7 tahun, menemukan bahwa anak-anak yang banyak menonton program hiburan dan kartun terbukti memperoleh nilai lebih rendah dibanding anak yang sedikit menghabiskan waktunya menonton tayangan yang sama. Dua survei itu sebenarnya bisa menjadi pelajaran.
Di Indonesia suguhan tayangan kekerasan dan kriminal seperti Patroli, Buser, TKP dan sebagainya, tetap saja dengan mudah bisa ditonton oleh anak-anak. Bahkan tayangan program yang berbau kriminal itu terkesan sengaja diblow-up untuk menggambarkan pada masyarakat dan atasan seakan-akan aparat betul-betul bekerja dan berhasil mengungkap suatu kasus. Dan bukan rahasia lagi kalau ada kasus yang berhasil diungkap oleh aparat, direkayasa ulang lagi seakan-akan penangkapan yang ditayangkan murni bukan rekayasa. Padahal kalau saja mau jujur, kameramen televisi tidak akan mau mempublikasikan tetapi daripada tidak dapat berita liputan, rekayasa
pun bolehlah.5
Dengan melihat aksi kejahatan yang sudah merupakan suatu fenomena yang kompleks. Banyak aksi kejahatan yang sering kita lihat dalam kehidupan zaman sekarang ini. Oleh sebab itu dampak dari suatu peristiwa kejahatan yang berbeda-beda, mulai dari kejahatan yang sangat kecil sekali sampai yang besar.
Akhir-akhir ini kasus pembunuhan dengan cara di mutilasi di Indonesia seolah terus meningkat. Bagian penelitian dan pengembangan (Litbang) koran Kompas
5
http://www.indojaya.com/teknologi/gadget/1016-dampak-negatif-tayangan-televisi.html. Diakses pada tanggal 23 Juli 2011.
(16)
mencatat bahwa sejak Januari hingga November 2008 ada 13 peristiwa pembunuhan dengan mutilasi di Indonesia.
“Saya memutilasi Pak Hendra karena meniru Ryan, terutama dari tayangan televisi selain dari koran yang saya beli di angkutan kota”. (Sri Rumiyati, 48 tahun).
Itulah kata-kata yang diucapkan Sri ketika diintrogasi oleh polisi berkenaan dengan kasus pembunuhan suaminya Hendra dengan cara dipotong-potong tubuhnya (mutilasi). Pelaku tanpa ragu menyebutkan bahwa perbuatannya mencontoh kasus pembunuhan yang dilakukan oleh Ryan sang algojo dari Jombang yang ditayangkan televisi. Pengakuan Sri diatas seolah memperingatkan masyarakat tentang adanya hubungan antara tayangan kekerasan di televisi dengan prilaku kekerasan di masyarakat.
Perbuatan kekerasan yang terinspirasi oleh tayangan televisi dibenarkan baik oleh polisi maupun dokter yang memeriksa tersangka. Komisaris Jarius Saragih, dari kepolisian Jakarta, misalkan mengakui bahwa selama memeriksa pelaku mutilasi mereka mengaku terinspirasi dan mencontoh tayangan televisi. Dokter ahli forensik Mun’im Idris juga sepakat bahwa kasus mutilasi sudah ada sejak tahun 1970-an, namun tahun ini meningkat tajam karena seringnya peristiwa ini ditayangkan televisi.6
Fenomena acara televisi yang akhir-akhir ini amat sangat meresahkan dan membahayakan moral generasi bangsa ini ternyata memang haruslah diperingatkan
6
http://alinur.wordpress.com/2008/12/17/tayangan-televisi-dan-kekerasan. Diakses pada tanggal 4 april 2011.
(17)
agar tidak kebablasan dalam menyusun program yang menyesatkan seperti pada tayangan kekerasan yang berbau kriminalitas. Belakangan ini tayangan berita kriminal di televisi mendapatkan perhatian khusus dari masyarakat dan sebagainya, menyajikan tayangan-tayangan seaktual mungkin, tanpa disadari yang menyaksikan adalah masyarakat luas dari berbagai usia mulai dari anak-anak sampai orang kalangan orang dewasa. Apabila dicermati tayangan berita kriminal yang ditayangkan langsung melalui layar kaca tersebut dikemas secara rapi dan dapat menjadi salah satu rangsangan anak untuk bersikap kasar atau nakal, seperti kemungkinan ditirunya adegan-adegan yang tidak baik dalam tayangan berita kriminal tersebut. Adanya pengaruh tayangan berita kriminal di televisi terhadap kenakalan remaja, karena sekarang ini banyak stasiun-stasiun televisi yang menayangkan tayangan berita kriminal seperti : Patroli (Indosiar), Sergap (RCTI), Buser (SCTV), TKP, dan lain sebagainya.
Paul De Massenner dalam buku Here‟s the Unesco Assosiate menyatakan
News atau berita adalah sebuah informasi yang penting dan menarik perhatian serta
minat khalayak atau pedengar. Charnley & James M. Neal menuturkan berita adalah
laporan tentang situasi, kondisi, interprestasi yang penting, menarik, masih baru, dan
kasus yang penting disampaikan kepada khalayak.7
Maraknya pengetahuan dan penemuan baru ilmu teknologi telah menimbulkan kesesatan, kebimbangan, kegelisahan dan bahkan membahayakan
7
AS Haris Sumadirian, Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature : Panduan Praktis Jurnalistik Profesional, (Bandung, Simbioasa Rekatama Media, 2006), h. 64.
(18)
kehidupan manusia bila tidak dapat diimbangai dengan agama yang menuntun manusia. Kemajuan teknologi yang rumit pada abad ini merupakan aktifitas intelektual manusia. Ketakjuban paling baru dalam peradaban manusia abad ini muncul ketika globalisasi teknologi informasi merusak keseluruhan aspek kehidupan
manusia bisa disaksikan lewat siaran televisi.8
Dari latar belakang inilah penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan ini
menjadi skripsi yang kemudian diberi judul “Perspektif Hukum Islam Tentang
Ekspose Berita Kriminal di Media Massa Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran”, yang kemudian disebut dengan Undang-undang Penyiaran.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Dalam penulisan skripsi ini, penulis membatasi masalah kedalam tinjauan hukum Islam, yang dimaksud ialah fiqh sebagai usaha para fuqaha dalam menetapkan syari’at atas kebutuhan masyarakat, kemudian terhadap ekspose berita kriminal di media masa, yaitu televisi dalam Pasal 48 Ayat 2 dan 4 poin d didalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran.
Objek yang akan di teliti adalah tayangan berita kriminal Patroli yang
ditayangkan setiap hari senin-jum’at pukul. 12.30 WIB, stasiun televisi Indosiar.
Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam pembahasan skripsi ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
8
Wawan Kusnadi, komunikasi Masa Sebuah Analisis Media Televisi, (Jakarta : PT. Rineka Cipta), h. 9.
(19)
1. Bagaimanakah perspektif tentang hukum Islam dan Undang-undang Penyiaran terhadap ekspose berita kriminal di media massa?
2. Bagaimanakah persamaan dan perbedaan antara hukum Islam dan
Undang-undang Penyiaran terhadap ekspose berita kriminal di media massa?
3. Adakah pengaruhnya tayangan berita kriminal terhadap pelaku tindak
kriminalitas di masyarakat? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
A. Adapun tujuan yang ingin yang dicapai penulis dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pandangan hukum Islam dan Undang-undang
Penyiaran tentang ekspose berita kriminal di media massa.
2. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan pandangan antara
hukum Islam dan Undang-undang Penyiaran terhadap ekspose berita kriminal di media massa.
3. Untuk mengetahui pengaruh berita kriminal terhadap kriminalitas
yang terjadi di masyarakat.
B. Manfaat Penelitian
1. Secara Akademis
Dilihat dari akademis manfaat penulisan ini adalah dapat memberikan tambahan khazanah keilmuan dalam bidang perbandingan hukum antara Undang-undang dan Hukum Islam.
(20)
Dilihat dari segi praktis, penulisan skripsi ini dapat memberikan penjelasan kepada masyarakat luas tentang pemberitaan kriminal di media massa dalam perbadingan hukum antara Undang-undang dan Hukum Islam.
D. Tinjauan Kajian Terdahulu
Sejauh penulis melakukan tinjauan terhadap kajian terdahulu belum ditemukan kajian-kajian yang pembahasannya memiliki kesamaan fokus dalam ringkasan pembahasan dengan skripsi yang akan penulis buat. Kajian-kajian yang telah ada hanya memiliki kesamaan tema yaitu tentang Pengaruh atau Dampak dari Tayangan Berita Kriminal di Televisi dan Kebebasan Pers dalam kajian yang berbeda dengan penulis. Seperti yang berjudul :
“Pengaruh Tayangan Berita Kriminal di Televisi terhadap Kenakalan Remaja Pada
Usia 14 – 15 Tahun (Studi Kasus Pada Siswa Kelas III SMP PUSPITA BANGSA Ciputat Tangerang).” Skripsi tersebut membahas, perbedaan yang signifikan antara siswa yang suka dan siswa yang tidak suka menyaksikan tayangan berita kriminal terhadap kenakalan remaja. Artinya tayangan berita kriminal di televisi cukup berpengaruh secara nyata terhadap kenakalan remaja dalam kehidupan sehari-hari. Sikap kenakalan remaja pada diri remaja tersebut memang tidak sepenuhnya diakibatkan dari tontonan tayangan berita kriminal sehari-hari, namun besar kemungkinan kenakalan yang ada dalam tayangan berita tersebut dapat menjadi salah
satu rangsangan siswa untuk bersikap kasar/nakal.9
9Kurniawati. “
Pengaruh Tayangan Berita Kriminal di Televisi terhadap Kenakalan Remaja Pada Usia 14 – 15 Tahun (Studi Kasus Pada Siswa Kelas III SMP PUSPITA BANGSA Ciputat
(21)
Selain itu terdapat juga skripsi yang berjudul “Pencemaran Nama Baik Oleh
Media Massa (Pers) Kajian Hukum Pidana dan Perdata.” Pembahasan tentang Seorang wartawan atau jurnalis media cetak dalam melaksanakan pemberitaan harus
mentaati ketentuan-ketentuan dan yang telah diatur oleh KUHP, KUHPer, dan
ditambah UU No. 40 Tahun 1999 Tentang PERS. Pers kita pada era reformasi ini
adakalanya terlalu cepat melemparkan tuduhan, tanpa melakukan upaya serius untuk
tegaknya prinsip check and balanced. Hanya Karena seorang Jenderal berada di Bali
pada saat bom Bali meledak, sejumlah penerbit pers serta-merta menurunkan berita yang menggiring pembaca untuk mengaitkan kedua peristiwa ini. Jelas, ini sebuah
berita yang ngawur dan wartawan yang meramunya boleh dikatakan telah
menyelewengkan makna kebebasan pers yang sesungguhnya.10
Kemudian skripsi yang membahas tentang “Kebebasan Berekspresi Dalam
Dunia Pres Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif (Kontroversi Akibat Pemuatan
Karikatur Nabi Muhammad SAW).” Dalam pembahasan tersebut mengenai,
Pemuatan karikatur Nabi Saw di surat kabar Jyllands-Posten, Denmark edisi 30
September 2005 yang pada mulanya dimaksudkan untuk mengilustrasikan secara
satir artikel yang membahas penyensoran diri (self-censorship) dan kebebasan
berpendapat (freedom of speech) merupakan penghinaan (liberal) bagi umat Islam.
Karena Islam melarang penggambaran Nabi Muhammad Saw untuk mencegah
Tangerang).” Skripsi S1 Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006. 10
Muhammad Handrio Akbarullah. “Pencemaran Nama Baik Oleh Media Massa (Pers)
Kajian Hukum Pidana dan Perdata.” Skripsi S1 Program Studi Pidana Islam, Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007.
(22)
pemujaan berhala. Persamaan pandangan hukum positif dengan hukum Islam tentang kebebasan berekspresi dalam dunia pers adalah tuntutan profesionalisme yang bertanggungjawab. Di dalam hukum Islam kebebasan pers tidak secara gamblang,
tetapi lebih kepada etika individu-individu sendiri.11
Kemudian dengan judul skripsi, “Pengaruh Tayangan Berita di Televisi
Terhadap Kenakalan Remaja (Studi Kasus di SMP DARUN NURJATI Bekasi
Utara).” Skripsi ini mengkaji Tayangan berita kriminal di televisi mempunyai pengaruh yang sedang atau cukup terhadap kenakalan remaja contohnya seperti tawuran antara pelajar, memakai obat-obatan terlarang. Kenakalan yang ada pada diri remaja tersebut memang tidak hanya diakibatkan dari tontonan tayangan berita kriminal sehari-hari, namun besar kemungkinan kenakalan yang ada dalam tayangan tersebut dapat menjadi salah satu rangsangan siswa untuk bersikap kasar atau nakal. Itu terbukti dengan semakin banyaknya kasus-kasus kenakalan remaja dilingkungan
sekolah ada tindakan kriminalitas di dalam sekolah.12
Kemudian yang terakhir ialah dengan judul “Analisis isi berita kriminal pada Koran Lampu Hijau (dulu Koran Lampu Merah) edisi Februari 2009” Dalam
kesimpulan skripsi tersebut tergambarkan bahwa Koran Lampu Hijau dalam menyajikan berita-berita yang murni kriminal. Namun, dalam penulisan tersebut
11
Zaenal Muttaqin. “Kebebasan Berekspresi Dalam Dunia Pres Tinjauan Hukum Islam dan
Hukum Positif (Kontroversi Akibat Pemuatan Karikatur Nabi Muhammad SAW).” Skripsi S1 Program
Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum, Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.
12
Eka Rianti. “Pengaruh Tayangan Berita di Televisi Terhadap Kenakalan Remaja (Studi
Kasus di SMP DARUN NURJATI Bekasi Utara).” Skripsi S1 Program Studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.
(23)
masih banyak menggunakan kata-kata yang seronok, bombastis dan sensasional yang juga dapat menimbulkan pengaruh negatif terhadap para pembacanya. Dalam penulisan berita di Koran Lampu Hijau belum memenuhi syarat-syarat penulisan yang baik dan benar yang sesuai dengan tatanan bahasa Indonesia dan kaidah tata cara penulisan berita di media cetak, seperti yang dijelaskan dalam buku-buku ilmu jurnalistik.13
Sedangkan pada skripsi ini, penulis membedakan pembahasan penelitian dari skripsi yang sudah ada di atas dengan titik singgung yang berbeda, yaitu terkait dampak yang ditimbulkan oleh pemberitaan media massa mengenai berita-berita kriminal yang sering di beritakan oleh media massa setiap hari dengan menganalisis perbandingan hukum dalam Undang-undang Penyiaran dan Hukum Islam sebagai perbandingan yang relevan dengan kondisi sekarang dari aspek hukum.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Pada prinsipnya penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (Library
research), yaitu penelitian yang kajiannya dilaksanakan dengan menelaah dan
menelusuri berbagai literatur, karena memang pada dasarnya sumber data yang hendak digali lebih terfokus pada studi pustaka.
Penelitian ini menggunakan metode “deskriptif kualitatif”, dalam bentuk
desain deskriktif dan metode pengumpulan datanya dengan cara observasi. Deskriftif
13
Irma Fauziah. “Analisis isi berita kriminal pada Koran lampu hijau edisi februari 2009” Skripsi S1 Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2009.
(24)
menurut pengertiannya merupakan pencarian fakta dengan interprestasi yang tepat14. Kualitatif adalah penelitian yang berupa kata-kata atau gambar bukan angka-angka, kalaupun ada angka-angka sifatnya hanya sebagai penunjang.
Penelitian deskriktif kualitatif adalah suatu penelitian yang berdasarkan fakta-fakta atau kejadian yang tidak direkayasa dan penelitian menggunakan kata-kata atau tulisan-tulisan ataupun gambar-gambar yang sesuai dengan fakta dan bukan
penelitian yang menggunakan angka sebagai penjelasannya.15
2. Jenis Data
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan dua jenis data, yaitu :
a. Data Primer
Data yang diperoleh bersumber dari studi dokumentasi dengan penelitian kepustakaan, yakni penelitian terhadap dokumen-dokumen atau referensi dari
berbagai literatur yang dipandang mewakili (representatif) dan berkaitan (relevant)
dengan objek penelitian.
b. Data Sekunder
Merupakan sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data. Data yang diperoleh bersumber dari literatur-literatur kepustakaan, seperti buku-buku, majalah, internet, artikel lepas, serta sumber-sumber data lainnya yang mempunyai relevansi dengan penulisan skripsi ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
14
Moh Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2003), cet ke 5,h. 54. 15
(25)
Sesuai dengan permasalahan yang diangkat, dalam pengumpulan data skripsi
ini, penulis menggunakan penelitian Kepustakaan (Library research), yaitu :
penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mempelajari data-data dan bahan-bahan dari berbagai literatur, misalnya : buku-buku, sumber dokumen perusahaan, majalah, surat kabar, internet, artikel dan kepustakaan lainnya yang berkaitan dengan pembahasan skripsi ini.
4. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan jenis penelitian kualitatif yang bersifat deskriktif-analisis, yaitu metode untuk memberikan pemecahan masalah dengan mengumpulkan data, menyusun atau mengklasifikasikan, menganalisis dan menginterprestasikan data dengan tujuan memberikan gambaran yang sistematis, akurat, faktual dan aktual mengenai “Ekspose Berita Kriminal di Media Massa Perspektif Hukum Islam dalam Undang-Undang Penyiaran”.
5. Teknik Penulisan
Adapun dalam teknik dan penyusunan penulisan skripsi ini penulis berpedoman pada “Pedoman Penulisan Skripsi” yang disusun oleh Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
F. Sistematika Penulisan
Sebagai bahan pertimbangan untuk mempermudah dalam penulisan skripsi ini penulisan skripsi ini, penulis menyusun melalui sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab, yaitu :
(26)
Bab I Merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan kajian terdahulu, metode penelitian, teknik penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II Merupakan tinjauan umum terhadap ekspose berita kriminal di
media massa, pengertian dan fungsi media massa, pengertian berita, media massa, pengaruh tayangan berita kriminal di media massa.
Bab III Merupakan pedoman perilaku penyiaran perspektif undang-
undang penyiaran dan hukum Islam, pedoman perilaku
penyiaran dalam undang-undang penyiaran, pemberitaan pers dan kebebasan pers menurut undang-undang penyiaran,
pedoman perilaku penyiaran dalam hukum Islam, pemberitaan pers dan kebebasan pers menurut hukum Islam.
Bab IV Merupakan publikasi kasus kriminal oleh media massa,
perspektif hukum Islam, dan perspektif undang-undang penyiaran.
Bab V Merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dan
(27)
BAB II
TINJAUAN UMUM TERHADAP EKSPOSE BERITA KRIMINAL DI MEDIA MASSA
A. Pengertian dan Fungsi Media Massa
Secara harfiah kata media memiliki arti “perantara” atau “pengantar”.
Association for Education and Communication Tecnology (AECT) mendefinisikan
media yaitu segala bentuk yang dipergunakan untuk suatu proses penyaluran
informasi. Sedangkan National Education Association (NEA) mendefinisikan sebagai
benda yang dapat dimanipulasikan, dilihat, didengar, dibaca, atau dibicarakan, beserta instrumen yang dipergunakan, dengan baik dalam kegiatan belajar mengajar, dapat
dipengaruhi efektifitas program instruksional.1
Media adalah semua bentuk perantara yang dipakai orang penyebar ide,
sehingga ide atau gagasan itu sampai pada penerima.2 Pengertian lain menyebutkan
bahwasannya media adalah medium yang digunakan untuk membawa atau menyampaikan sesuatu pesan dimana medium ini merupakan jalan atau alat dengan
suatu pesan berjalan antara komunikator dengan komunikan.3
Media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan
dari komunikator kepada khalayak.4
1
Asnawir, dan Usman, M Basyarudin. Media Pembelajaran. (Jakarta : Ciputat Pers. 2002). Cet ke-1,hal. 11.
2
Santoso S. Hamijaya. Pengertian Media. www.google.com 3
Blake and Haralsen. Pengertian Media.www.google.com 4
(28)
Media massa secara sempit diartikan sejak awal historisnya, yaitu ketika ditemukan mesin cetak abad 15. Pengertian media massa jadi hanya terbatas pada media cetak saja (pers). Terutama Koran dan majalah. Secara luas, media massa kini sudah diartikan sebagai segala bentuk saluran komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi kepada orang banyak atau khalayak, baik media cetak seperti surat kabar, majalah dan buku, maupun media elektronik seperti radio, televisi, film, dan komputer.
Komunikasi massa media televisi adalah proses komunikasi antara komunikator dengan komunikan (massa) melalui sebuah sarana yaitu televisi.
Komunikasi massa media televisi bersifat periodik.5
1. Berita a. Pengertian Berita
Istilah “berita” berasal dari bahasa sansekerta, yakni Vrit yang kemudian
masuk dalam bahasa Inggris menjadi Write, yang memiliki arti “ada” atau “terjadi”.
Sebagian ada yang menyebutnya Vritta artinya “kejadian” atau “yang telah terjadi”.
Vrittamasuk dalam bahasa Indonesia menjadi “berita” atau “warta”6
Menurut buku Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, seperti
ungkapan Edward Jay Friedlander dkk dalam bukunya Excelence in Reporting
menyatakan :
5
Wawan Kuswandi. Komunikasi Massa Media Televisi. (Jakarta : Rineka Cipta. 1996). 6
Totol Djuroto, Manajemen Penerbitan Pers, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2000),h. 46.
(29)
“News is what you should know that you don‟t know. News is what has
happened recently that is important to you in tour daily life. News is what fascinates
you, what excites you enough to say to afriend, “hey”, did you hear about…? News is
what local, national, and international shaker and movers are doing to affect your
life. News is the unexpected event that, fortunately or unfortunately, did happened”.7
Sedangkan menurut Micthel V. Charnley dalam bukunya Reporting edisi III
(Holt-Reinhart & Winston, New York, 1975 halaman 44) menyebutkan :
“Berita adalah laporan yang tepat waktu mengenai fakta atau opini yang
memiliki daya tarik atau hal penting atau kedua-duanya bagi masyarakat luas”.8
Williard C. Bleyer dalam Newspaper Writing and Editing menulis, berita
adalah sesuatu yang termasuk yang dipilih oleh wartawan untuk dimuat dalam surat kabar karena menarik minat atau mempunyai makna bagi pembaca surat kabar atau
karena dapat menarik para pembaca untuk membaca berita tersebut.9
Banyak juga para ahli lainnya yang mendefinisikan sebuah berita dengan beragam pendapat. Dari sekian macam pengertian itu, belum ada satupun definisi berita yang dapat dijadikan patokan secara mutlak. Namun, sebagai pegangan, pengertian berita dapat dikemukakan seperti berikut :
7
Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik Teori dan Praktek, (Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 2005) h. 39.
“Berita adalah apa yang harus anda ketahui. Berita adalah apa yang terjadi belakangan ini yang penting
bagi anda dalam kehidupan anda sehari-hari. Berita adalah apa yang menarik bagi anda, apa yang
cukup menggairahkan anda untuk mengatakan kepada seorang teman, “hey, apakah kamu sudah mendengar…?” Berita adalah apa yang dilakukan oleh pengguncang tingkat lokal, nasional, dan
internasional untuk mempengaruhi kehidupan anda. Berita adalah kejadian yang tidak disangka-sangka
yang untungnya atau sayangnya telah terjadi”.
8
Deddy Iskandar Muda, Jurnalistik Televisi Menjadi Reporter Profesional (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2008), h. 2.
9
A.S. Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia : Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis Profesional (Bandung : PT Simbiosa Rekatama Media, 2006),h. 64.
(30)
Berita ialah laporan yang terkini tentang fakta atau pendapat atau ide terbaru yang aktual, benar, penting atau menarik bagi khalayak dan disebarluaskan melalui media massa periodik seperti : Surat kabar, Televisi, Radio, maupun Media online atau Internet. Kemudian menurut Djaffar H. Assegaff, “Berita adalah laporan tentang fakta atau ide terkini yang dipilih oleh staf redaksi suatu harian untuk disiarkan yang dapat menarik perhatian pembaca entah karena ia luar biasa atau karena ia mencakup
segi-segi human interest seperti humor dan ketegangan”.10
Berita adalah laporan tercepat mengenai fakta atau ide terbaru yang benar, menarik dan atau penting bagi sebagian besar khalayak, melalui media berkala seperti
surat kabar, radio, televisi, atau media online internet.11
Berita adalah informasi aktual tentang fakta-fakta dan opini yang menarik perhatian orang. Ketentuan yang ditetapkan oleh kode etik jurnalistik pasal 5 berbunyi : “Wartawan Indonesia menyajikan berita secara berimbang dan adil, mengutamakan kecermatan dan ketetapan, serta tidak mencampurkan fakta dan opini sendiri. Tulisan berisi interprestasi dan opini wartawan agar disajikan dengan menggunakan nama jelas penulisnya”.
Dengan demikian berita pertama-tama harus cermat dan tepat atau dalam
bahasa jurnalistik harus akurat. Selain cermat dan tepat berita juga harus lengkap
10
Djaffar Assegaff, Jurnalistik Masa Kini Pengantar ke Praktek Kewartawanan (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1991),h. 24.
11
AS Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature (Bandung : Simbiosa Rekatama Media, 2005),h. 64.
(31)
(complate), adil (fair), dan berimbang (balanced). Kemudian beritapun tidak boleh
mencampurkan antara fakta dan opini atau dalam bahasa akademis di sebut objektif.12
Berita dapat dibagi ke dalam beberapa macam, tergantung dari segi
melihatnya, seperti : 1. Sifat kejadian
2. Cakupan isi berita, dan 3. Bentuk penyajian berita
Dilihat dari segi bentuk kejadiannya berita dibedakan antara berita yang terduga, seperti perayaan hari nasional, dan berita yang tak terduga, seperti ledakan bom, kebakaran, kecelakaan lalu lintas, pembunuhan, dan sebagainya.
Berita juga dapat dibedakan dari bentuk penyajiannya, seperti berita langsung (Sportnews), berita komprehensif (Comprehensive news), dan Feature.13
b. Jenis-Jenis Berita
Berita pada umumnya dapat dikategorikan menjadi tiga bagian yaitu Hard
news (berita berat), Soft news (berita ringan), Investigative reports (laporan
penyelidikan). Ketiga kategori berita tersebut didasarkan pada jenis peristiwa.
1). Hard News (berita berat) artinya berita tentang peristiwa yang dianggap
penting bagi masyarakat baik sebagai individu, kelompok, maupun organisasi. Berita tersebut misalnya mengenai mulai diberlakukannya suatu kebijakan atau peraturan
12
Hikmat Kusumaningrat, Jurnalistik Teori dan Praktik (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya),h. 47.
13
(32)
baru pemerintah. Ini tentu saja akan menyangkut hajat orang banyak sehingga orang ingin mengetahuinya. Karena itu harus segera diberitakan.
2) Soft News (berita ringan) seringkali di sebut dengan feature, yaitu berita yang
tidak terkait dengan aktualitas namun memiliki daya tarik bagi pemirsanya. Berita-berita semacam ini seringkali menitikberatkan pada hal-hal yang dapat menakjubkan dan mengherankan pemirsa. Ia juga dapat menimbulkan kekhawatiran bahkan ketakutan pada manusia, hewan, benda, tempat, atau apa saja yang dapat menarik perhatian pemirsa.
3) Investigative Reports (Laporan penyelidikan) adalah jenis berita yang ekslusif.
Datanya tidak bisa diperoleh dipermukaan, tetapi harus dilakukan penyelidikan. Sehingga penyajian berita seperti ini harus membutuhkan waktu yang lama.
Berita penyelidikan untuk media televisi akan lebih sulit dilakukan dibandingkan dengan berita yang sama untuk media cetak. Televisi membutuhkan gambar bahkan wajah orang yang diwawancarai. Namun teknologi elektronika kini memungkinkan untuk mengaburkan wajah orang yang diwawancarai agar dapat terhindar dari kemungkinan bahaya atas apa yang ia sampaikan dalam wawancara televisi.14
Salah satu persoalan kriminal yang sering muncul ke permukaan dalam kehidupan masyarakat adalah kejahatan pada umumnya, terutama mengenai kejahatan dengan kekerasan. Masalah kejahatan merupakan masalah abadi dalam
14
Deddy Iskandar Muda, Jurnalistik Televisi “Menjadi Reporter Profesional” (Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 2008), Cet ke-3,h. 40.
(33)
kehidupan umat manusia. Karena ia berkembang sejalan dengan perkembangan masyarakat sebelumnya selama dan sesudah abad pertengahan. Berkaitan dengan masalah kejahatan, maka kekerasan sering merupakan perlengkapan dari bentuk
kejahatan itu sendiri.15
Di zaman sekarang ini kejahatan sudah merupakan suatu fenomena yang kompleks yang dapat dipahami dari berbagai isi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar tentang suatu peristiwa kejahatan yang berbeda satu dengan yang lain. Kriminal ataupun kriminal adalah kegiatan berkaitan dengan kejahatan (pelanggaran hukum) yang dapat di hukum menurut undang-undang atau pidana. Kriminalitas adalah hal-hal yang bersifat
kriminal, perbuatan yang melanggar hukum kejahatan.16
Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang memperlajari tentang kejahatan. Nama kriminologi ditemukan oleh P.Topi Hard (1830-1911) seorang ahli
Antropologi Perancis. Menurut etimologi kriminal berasal dari kata “Crimen” yang
berarti kejahatan atau penjahat dan “Logos” yang berarti ilmu pengetahuan, maka
kriminologi dapat diartikan ilmu tentang kejahatan atau penjahat.17
Bonger memberikan definisi kriminologi sebagai bagian ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki sebab-sebab dan gejala kejahatan seluas-luasnya., yang dimaksud dengan mempelajari gejala-gejala kejahatan seluas-luasnya yaitu
15
Romli Atmasasmita, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, (Bandung : PT Rafika Adimata, 2007), Cet ke-2,h. 63.
16
Topo Santoso, dan Eva Achjani, Kriminologi, (Jakarta : PT Raja Grafindo, 2006), Cet ke-1,h. 1.
17
(34)
mempelajari penyakit sosial seperti pelacuran, gelandangan, dan alkoholisme. Sedangkan Sutherland merumuskan kriminologi sebagai seluruhan ilmu pengetahuan
yang berkaitan dengan perbuatan kejahatan sebagai gejala sosial (a body of
knowledge regarding crime as a social phenomenon). Menurut Sutherland
kriminologi mencakup proses-proses pembuatan hukum dan anarkis atas pelanggaran
hukum.18
Kriminologi dalam arti sempit adalah mempelajari kejahatan. Sedangkan dalam arti luas, kriminologi mempelajari penologi (ilmu tentang tumbuh dan berkembangnya hukuman) dan metode-metode yang berkaitan dengan kejahatan dan masalah prevensi dengan kejahatan dengan tindakan-tindakan yang bersifat non-punitif. Secara tegas dapat dikatakan bahwa batasan kejahatan dalam arti yuridis
adalah : tingkah laku manusia yang dapat dihukum berdasarkan hukum pidana.19
c. Nilai Berita dalam Media Massa
Dalam berita ada beberapa karakteristik instrinsik yang dikenal sebagai nilai
berita (News value). Nilai berita ini menjadi ukuran yang berguna, atau yang biasa
diterapkan, untuk menentukan layak berita (News worthy).20
Suatu peristiwa dikatakan memiliki nilai berita jika peristiwa tersebut mengandung konflik, bencana dan kemajuan, dampak, kemasyhuran, segar dan
kedekatan, keganjilan, human interst, seks, dan aneka nilai lainnya.21
18
Romli Atmasasmita, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, …, h. 19. 19
, Bunga Rampai Kriminologi, (Bandung : CV Rajawali, 1984), Cet ke-1,h. 5. 20
Luwi Iswara, Catatan-catatan Jurnalisme Dasar, (Jakarta : Kompas, 2007), cet. Ke III,h. 53.
(35)
Nilai berita merupakan salah satu produk dari konstruksi yang dibuat oleh wartawan. Setiap hari ada jutaan peristiwa, jutaan peristiwa tersebut potensial untuk membentuk berita. Ada sebuah pertanyaan, kenapa hanya peristiwa yang diberitakan? dan kenapa dari sisi tertentu saja ditulis oleh wartawan? semua proses itu ditentukan
oleh apa yang disebut sebagai nilai berita.22
Table 1 Nilai Berita23
Immediacy Immediacy disebut juga timeless (waktu). Terkait dengan kesegaran peristiwa yang dilaporkan. Sebuah berita sering dinyatakan sebagai laporan dari apa yang baru saja terjadi.
Proximity Peristiwa yang terjadi dekat lokasinya dengan khalayak pembaca, dalam kehidupan sehari-hari mereka. Orang-orang yang tertarik dengan berita-berita yang menyangkut kehidupan mereka, tempat tinggal mereka, dan sahabat.
Consequence Berita yang mengubah kehidupan pembaca adalah berita yang mengandung nilai konsekuensi.
Conflik Peristiwa-peristiwa perang, demonstrasi, kriminal, bentrokan antar kelompok dan konflik antar negara, merupakan contoh elemen konflik dalam pemberitaan.
Oddity Peristiwa yang tidak biasa terjadi ialah sesuatu yang akan diperhatikan segera oleh masyarakat.
Sex Seks kerap dijadikan sutu elemen utama dari sebuah
pemberitaan. Tapi, seks juga bisa sebagai elemen tambahan dalam sebuah berita. Misalnya, skandal seks anggota dewan rakyat, dan skandal seks seleberitis.
Emotion Elemen ini disebut juga human interst. Elemen ini menyangkut nilai kesedihan, kemarahan, simpati, ambisi, cinta, kebencian, kebahagiaan, humor dan tragedi.
Prominence Menyangkut hal-hal yang terkenal atau sangat dikenal oleh pembaca. Seperti nama-nama tokoh, pemimpin politik, petuah, hidup dan hari raya.
Suspense Elemen ini merupakan sesuatu yang ditunggu-tunggu, terhadap sebuah peristiwa. Misalnya, masyarakat menunggu
21
Luwi Iswara, Catatan-catatan Jurnalisme Dasar, ….. h. 53. 22
Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Idiologi dan Politik Media, (Yogyakarta, LKIS, 2002),h. 106.
23
Septiawan Santana, Jurnalisme Kontemporer, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2005), ed. 1,h. 18.
(36)
pecahnya perang (invansi) AS ke Irak.
Progress Elemen ini merupakan elemen “Perkembangan” peristiwa
yang ditunggu-tunggu masyarakat. Misalnya, setelah
terjadinya invansi AS ke Irak, masyarakat tetap menunggu bagaimana pemerintahan selanjutnya yang akan dijalankan. d. Kategori Berita dan Unsur Layak Berita dalam Media Massa
Prinsip lain dalam proses produksi berita adalah kategori berita. Proses produksi berita adalah sebuah konstruksi. Sebagai sebuah konstruksi, ia menentukan mana yang penting dan mana yang tidak penting. Artinya, peristiwa itu penting dan
bernilai berita, bukan karena secara inheren peristiwa itu penting.24
Media dan wartawanlah yang mengkonstruksi sedemikian rupa sehingga peristiwa penting dinilai penting. Kategori berita diantaranya :
Tabel 2 Kategori Berita25
Hard news Desain utama dari sebuah pemberitaan. Isinya menyangkut hal-hal penting yang langsung terkait dengan kehidupan pembaca, pendengar, atau pemirsa.
Feature news Berita feature adalah peristiwa atau situasi yang menimbulkan kegemparan (pencitraan). Peristiwanya bisa jadi bukan teramat penting harus diketahui oleh masyarakat, bahkan mungkin hal-hal yang terjadi beberapa waktu lalu. Berita ini didesain untuk menghibur, namun tetap terkait dengan hal-hal yang menjadi perhatian pembaca. Subjek utamanya beritanya mungkin hanya mengisahkan kegemaran orang-orang, tempat bersejarah.
Sport news Berita seputar olah raga bisa masuk dalam hard news dan
feature. Memberitakan hasil pertandingan, tokoh olah ragawan dengan kehidupan pribadinya.
Social news Kisah-kisah kehidupan sosial, bisa masuk ke dalam hard news
dan feature, seperti perkawinan.
Interpretive Wartawan berupaya untuk memberikan kedalaman analisis, dan melakukan survey terhadap berbagai hal yang terkait dengan
24
Erisyasnto, Analisis Framing, Kontruksi Idiologi dan Politik Media, ….. h. 108.
(37)
peristiwa yang hendak dilaporkan.
Science Wartawan memberitakan seputar ilmu pengetahuan dan teknologi.
Consumer Para penulis adalah a consumer story, para pembantu khalayak untuk menginformasikan seputar barang-barang kebutuhan sehari-hari.
Financial Wartawan memberikan fokus perhatiannya pada bidang bisnis, komersial atau investasi.
Selain kategori berita, juga dikenal adanya unsur layak dalam sebuah berita. Tidak semua peristiwa dapat dijadikan berita oleh seorang wartawan, oleh karena itu diperlukan unsur-unsur tertentu, peristiwa apa yang layak untuk dimuat dalam sebuah surat kabar, diantara unsur-unsur tersebut adalah :
1. Berita harus akurat
Wartawan harus hati-hati dalam melakukan pekerjaannya mengingat dampak yang luas yang ditimbulkan oleh berita yang dibuatnya. Mulai dari kecermatan dalam
menuliskan ejaan, baik nama, angka, tanggal, dan selalu melakukan chek and recheck
sebelum berita tersebut dipublikasikan. Akurasi berarti benar dalam memberikan kesan umum, benar dalam sudut pandang pemberitaan yang dicapai oleh penyajian detail-detail fakta dan oleh tekanan yang diberikan oleh fakta-faktanya.
2. Berita harus lengkap, adil dan berimbang.
Keakuratan fakta tidak selalu menjamin keakuratan arti. Fakta-fakta yang akurat dipilih atau disusun secara longgar atau tidak adil sama menyesatkannya dengan kesalahan yang sama sekali palsu. Dengan terlalu banyak atau terlalu sedikit memberikan tekanan, dengan menyisipkan fakta-fakta yang tidak relevan atau dengan
(38)
menghilangkan yang seharusnya ada, pembaca mungkin mendapatkan kesan yang palsu. Yang dimaksud dengan sikap adil dan berimbang adalah bahwa wartawan harus melaporkan apa yang sesungguhnya yang terjadi.
3. Berita harus objektif
Seorang wartawan dituntut untuk bersikap objektif dalam menulis berita. Dengan sikap objektifnya, berita yang ia muat pun akan objektif, artinya berita yang dibuat itu selaras dengan kenyataan, tidak berat sebelah, bebas dari prasangka. Lawan objektif adalah subjektif, yaitu sikap yang diwarnai prasangka pribadi, dalam pengertian objektif ini, termasuk pula keharusan wartawan menulis dalam konteks peristiwa secara keseluruhan, tidak dipotong-potong oleh kecenderungan objektif. 4. Berita harus jelas dan ringkas
Berita yang disajikan haruslah dapat dicerna dengan cepat. Ini artinya suatu tulisan yang ringkas, jelas dan sederhana. Tulisan berita harus tidak banyak menggunakan kata-kata, harus padu dan langsung. Penulisan berita yang efektif memberikan efek mengalir, ia memiliki warna alami tanpa berkelok-kelok atau tanpa kepandaian bertutur yang berlebihan. Bahasa berita, ringkas, terarah dan menggugah. 5. Berita harus hangat
Peristiwa-peristiwa bersifat tidak kekal, dan apa yang nampak benar pada hari ini belum tentu benar esok hari. Karenanya konsumen berita menginginkan informasi
(39)
yang segar, informasi hangat dan terbaru. Media bercerita sangat spesifik tentang
fakta waktu ini.26
e. Karakteristik Ekspose Berita Kriminal
Sekitar tahun 2001 acara kriminal yang dikemas menjadi sebuah acara yang
berisi tantang berita peristiwa-peristiwa kriminal dari berbagai penjuru tempat di
negeri ini menjadi mata acara yang hampir diproduksi oleh tv swasta di Indonesia.
Pada awalnya berita kriminal hanya menjadi salah satu isi berita dari tayangan
berbagai berita lain, namun pada perkembangannya seluruh stasiun televisi merasa
perlu untuk menyediakan tempat tersendiri untuk menayangkan berita-berita khusus
kriminal. Mengemas peristiwa kriminal menjadi sebuah berita yang disebar luaskan
melalui media memang bukan hal baru. Sebelum industri televisi marak seperti
belakangan ini, media massa cetak sudah lebih dahulu berkembang dan ada beberapa
di antaranya yang mengkhususkan diri dengan memuat berbagai berita kriminal yang
terjadi. Sebut saja misalnya Pos Kota, sebuah surat kabar harian yang terbit di Jakarta
ini merupakan media cetak yang sudah sejak tahun 70an memuat berita-berita
kriminal, dan masih banyak media harian lokal yang serupa seperti Koran Merapi,
dan Meteor. Berita kriminal yang dikemas dalam media messa cetak umumnya
menampilkan foto pelaku atau korban serta dicetak dengan halaman berwarna di
halaman pertama dan halaman terakhir. Selain berita kriminal umumnya juga disertai
dengan rubrik yang berisi tentang persoalan seksual, hal-hal ghaib, serta penuh
26
(40)
dengan iklan-iklan obat penambah daya kekuatan seksual, serta pengobatan
alternatif.27
Menurut Totok Djuroto, berita kriminal adalah berita atau laporan yang
diperoleh dari pihak kepolisian.28 Sedangkan menurut W.A. Bonger mengenai
kejahatan maka yang di sebut berita kejahatan ialah berita yang bersangkutan. Dalam hal ini yang termasuk berita kejahatan ialah hal yang aktual dan menarik perhatian khalayak tentang perbuatan dan tingkah laku anti sosial yang memiliki kelemahan
organik dan sentimen-sentimen moral dasar.29
Dari kejahatan berupa ketidakjujuran dan kepatuhan dan sangat merugikan, baik bagi si penderita maupun masyarakat. Hilangnya keseimbangan, ketentraman, dan ketertiban. Perbuatan ini secara sadar akan mendapat reaksi dari negara berupa pemberian hukuman, seperti : pembunuhan, penodongan, perampokan, pencurian, perkosaan, dan sebagainya yang melanggar undang-undang negara.
Pada dasarnya, secara sosiologis, kejahatan merupakan suatu perilaku manusia yang diciptakan oleh masyarakat dalam setiap kali kesempatan dan keinginan, karena kejahatan tersebut belum tentu datang dari orang berbuat jahat, bisa jadi karena masyarakat yang memancing (memicu) seseorang untuk berbuat jahat. Misalnya saja wanita yang memakai perhiasaan yang berlebih-lebihan hanya untuk pergi ke pasar, tidaklah mudah untuk menahan keinginan yang dimiliki apalagi dalam
27
http://etnojurnal.blogspot.com/2010/04/tayangan-berita-kriminal-di-televisi.html. Diakses pada tanggal 26 Juli 2011.
28
Totok Djuroto, Teknik Mencari dan Meliput Berita (Semarang : Dahara Prize, 2003),h. 6. 29
W.A Bonger diterjemahkan oleh RA Koesnoen, Pengetahuan Tentang Kriminologi (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1977).
(41)
keadaan mendesak. Kejahatan dilakukan oleh penjahat memiliki motif yang beraneka ragam. Entah itu kebiasaan yang sulit dihilangkan, seperti sekedar kecanduan untuk berbuat kriminal meskipun dalam segi ekonomi yang dimiliki lebih dari cukup. Ada juga karena tuntutan hidup, orang yang serba kekurangan dalam segi ekonomi dan tidak mempunyai pekerjaan dapat melakukan tindakan kriminal.
Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa berita kriminal adalah laporan berupa fakta terkini mengenai tindakan maupun perbuatan kriminal atau yang melanggar hukum, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan, tingkah laku yang merugikan masyarakat dan dapat menarik perhatian umum.
Dari sisi bentuknya, berita kejahatan itu ada yang merupakan berita pemerkosaan, berita perampokan, berita pembunuhan dan lain sebagainya. Termasuk dalam bentuk pelanggaran peraturan dan perundang-undangan negara. Karena itu sumber beritanya pun akan terpusat pada lembaga-lembaga hukum yang fungsinya
menyelesaikan setiap bentuk kejahatan.30
Ada beberapa penggolongan terhadap tindakan kriminal antara lain :
1. Tindak kriminal terhadap ketertiban umum diantaranya : pemerasan,
pencurian, tawuran / perkelahian dan merusak barang orang.
2. Tindak kriminal terhadap nyawa orang atau badan orang. Yang termasuk kategori ini adalah pembunuhan dan penganiayaan.
30
(42)
3. Tindak kriminal atau kejahatan asusila yakni mengenai hal-hal yang
menyangkut Exses sexual seperti perzinahan, pelacuran, pemerkosaan dan
sebagainya termasuk adalah kesopanan, dan pornografi.31
kejahatan bukanlah terletak pada tingkah lakunya, melainkan pada reaksi yang muncul terhadapnya, karena kejahatan tersebut belum tentu datang dari orang yang berbuat jahat, bisa jadi karena masyarakat yang memancing (memicu) seseorang
untuk berbuat jahat.32 Contohnya seorang bapak yang tidak mempunyai pekerjaan
sedangkan ia harus memenuhi kebutuhan keluarga seperti memberi makan anak dan isterinya, dengan kondisi seperti itu akhirnya bapak tersebut mencuri. Tidaklah mudah untuk menahan dengan kondisi tersebut dalam keadaan yang mendesak. Reaksi terhadap penjahat akan menghasilkan cap sebagai penjahat. Seseorang yang di cap sebagai penjahat dengan sendirinya akan termasuk kelompok penjahat. Kejahatan dilakukan oleh penjahat memiliki motif yang beraneka ragam entah itu kebiasaan yang sulit dihilangkan, seperti kecanduan untuk berbuat jahat atau berbuat kriminal meskipun dalam segi ekonomi yang dimiliki lebih dari cukup ada juga karena tuntutan hidup orang yang serba kekurangan dalam segi ekonomi dan tidak mempunyai pekerjaan dapat melakukan tindakan kriminal.
f. Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Kriminal
Faktor timbulnya kejahatan yang ada di masyarakat di karenakan faktor biologis, psikologis, dan sosiologis.
31
Gerson WB, Hukum Pidana dalam Teori dan Praktek (Jakarta : Pradya Paramitha, 1983), h. 138-160.
32
(43)
1. Faktor Biologis : Para tokoh genetika berargumen bahwa kecendrungan untuk melakukan tindakan kriminal pada situasi tertentu kemungkinan dapat diwariskan, karena terpengaruh oleh lingkungan, kerusakan otak dan sebagainya, terhadap tingkah laku kriminal. Misalkan cendrung ingin melakukan kekerasan tanpa
sebab, senang mengumpulkan barang orang lain (koleksi) tanpa izin (klepto).33
2. Faktor Psikologis (kejiwaan) : Para psikologis mempertimbangkan suatu variasi dari kemungkinan cacat kesadaran, ketidak matangan emosi, sosialisasi, yang tidak memadai di masa kecil, kehilangan hubungan dengan ibu, perkembangan moral
yang lemah.34
3. Faktor Sosiologis : Secara sosiologis kejahatan merupakan suatu prilaku manusia yang diciptakan oleh masyarakat. Walaupun masyarakat memiliki berbagai macam prilaku yang berbeda-beda, akan tetapi ada di dalamnya bagian-bagian tertentu yang memiliki pola yang sama. Keadaan ini dimungkinkan oleh karena adanya sistem kaidah dalam masyarakat. Gejala yang dinamakan kejahatan pada dasarnya terjadi di dalam proses dimana ada interaksi sosial antara bagian-bagian dalam masyrakat yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perumusan tentang
kejahatan dengan pihak-pihak yang memang melakukan kejahatan.35
4. Ada juga tindak kriminal yang didorong oleh konflik batinnya sendiri. Jadi mereka mempraktekkan konflik untuk mengurangi beban tekanan jiwa sendiri lewat tingkah laku agresifnya, karena itu kejahatan mereka pada umumnya erat berkaitan
33
Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Kriminologi, …, h. 26. 34
Ibid. h. 26. 35
(44)
dengan konstitusi jiwa yang galau semerawut, konflik batin dan frustasi yang
akhirnya ditampilkan secara spontan keluar begitu saja.36
2. Media Massa
Media massa pada masyarakat luas pada saat ini dapat dibedakan atas tiga kelompok, meliputi media cetak, media elektronik, dan media online.
1. Media Cetak
Media cetak merupakan media tertua yang ada di muka bumi. Media cetak
berawal dari media yang disebut dengan Acta Diurna dan Acta Senatus di
kerajaan Romawi, kemudian berkembang pesat setelah Johannes Guttenberg menemukan mesin cetak, hingga kini sudah beragam bentuknya, seperti Surat kabar (koran), Tabloid, dan Majalah.
2. Media Elektronik
Media elektronik muncul karena perkembangan teknologi modern yang berhasil memadukan konsep media cetak, berupa penulisan naskah dengan suara (radio), bahkan kemudian dengan gambar, melalui layar televisi. Maka kemudian, yang disebut dengan media massa elektronik adalah Radio dan Televisi.
3. Media Online
Media online merupakan media yang menggunakan internet. Sepintas lalu orang akan menilai media online merupakan media elektronik, tetapi para pakar memisahkannya dalam kelompok tersendiri. Alasannya, media online
36
(45)
menggunakan gabungan proses media cetak dengan menulis infromasi yang disalurkan melalui sarana elektronik, tetapi juga berhubungan dengan
komunikasi personal yang terkesan perorangan.37
B. Pengaruh Tayangan Berita Kriminal di Media Massa
Televisi merupakan audio visual yang mempunyai kelebihan dibandingkan media informasi lainnya. Seperti tayangan berita krminal yang didalamnya terdapat kekerasan seperti pemerkosaan, pergaulan bebas, pemakai obat-obatan terlarang dan pembunuhan yang menjamur di televisi kita. Semua ini sangat mempengaruhi terhadap kehidupan di masyarakat. Misal tawuran antar pelajar, penodongan hamil pranikah, pelecehan seksual, pembunuhan, pergaulan bebas, perampokan, dan lain sebagainya adalah fakta yang tak terbantahkan lagi.
Yang menjadi masalah, mengapa kekerasan menjadi menu pilihan yang di tayangkan di TV? Tak bisa dipungkiri, persaingan penyelenggara siaran di layar kaca dalam memperebutkan kue iklan yang makin terbatas sangatlah ketat. Demikian pula dengan pengiklanan suatu acara. Dengan durasi terbatas, kail yang dilemparkan ke pemirsa harus bisa menohok langsung kebenak.
Kalau kita rajin memperhatikan berita yang ditayangkan di televisi, seperti patroli, buser, fakta, sergap, dan berita-berita kriminal lainnya, tentu unsur seks dan kekerasannya itu lebih besar porsinya. Tayangan berita ini membuat semenarik mungkin dalam berbagai macam cara dalam mempromosikannya, sampai-sampai
37
Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2008), Cet ke-1,h. 10.
(46)
dalam menggambarkan korban kekerasan, misalnya dengan ceceran darah atau
meng-close korban.
Kekerasan dalam program televisi dapat menimbulkan perilaku agresif pada masyarakat/pemirsa yang ditontonnya. Karena pada dasarnya setiap manusia itu mempunyai sifat agresif sejak lahir, sifat ini berguna dalam bertahan hidup. Ada yang melihat, proses dari sekedar tontonan sampai menjadi perilaku perlu waktu yang cukup panjang. Namun, merepotkan bila tontonan kekerasan sudah menjadi suguhan sehari-hari, sehingga sudah menjadi hal yang biasa, apalagi lingkungan sekitar juga mendukung.
Bayangkan, bila dalam sehari disuguhkan 100 adegan kekerasan berapa yang diterima dalam seminggu, sebulan, atau setahun? Mungkinkah akhirnya menjadi keseharian yang biasa di masyarakat. Oleh karena itu dampak atau pengaruh yang timbul dari tayangan berita kriminal di televisi sangatlah besar.
(47)
BAB III
PEDOMAN PERILAKU PENYIARAN DALAM PRESPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DAN HUKUM
ISLAM
A. Pedoman Perilaku Penyiaran dalam Undang-Undang Penyiaran
Media massa secara teoritis memiliki fungsi sebagai saluran informasi, saluran pendidikan dan saluran hiburan, namun kenyataannya media massa memberi efek lain di luar fungsinya itu. Efek media massa tidak saja memengaruhi perilaku, bahkan pada tataran yang lebih jauh efek media massa cepat dapat memengaruhi sistem-sistem sosial maupun sistem budaya masyarakat.
Efek media massa dapat pula memengaruhi seseorang dalam waktu pendek sehingga dengan cepat memengaruhi mereka, namun juga memberi efek dalam waktu yang lama, sehingga memberi dampak pada perubahan-perubahan dalam waktu yang lama. Hal tersebut karena efek media massa terjadi secara disengaja, namun juga ada
efek media yang diterima masyarakat tanpa disengaja.1
Maraknya tayangan kekerasan melalui media televisi, baik dengan berita kriminal maupun dari sinetron-sinetron yang tidak mendidik, dianggap telah memberi dampak negatif kepada pemirsanya. Berbagai berita kriminal, dianggap justru menginspirasi dan mendorong makin maraknya tindakan kriminal lain di masyarakat. Sementara, tontonan yang mengandung unsur kekerasan, juga ditengarai mendorong orang berbuat yang sama.
1
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi “ Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
(48)
Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima
siaran (Pasal 1 Ayat 4).2
Peraturan pedoman perilaku penyiaran yang mengatur segala sesuatu yang menyangkut penyiaran dan regulasinya siaran sudah tercantum dalam Undang-Undang Penyiaran di Pasal 48 Ayat 1 sampai dengan 5, namun secara spesifik terdapat dalam Ayat 2 dan 4. Seperti :
(2) Pedoman perilaku penyiaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun
dan bersumber pada :
a. nilai-nilai norma agama, moral, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
b. norma-norma lain yang berlaku dan diterima oleh masyarakat umum dan lembaga penyiaran.
(4) Pedoman perilaku penyiaran menentukan standar isi siaran yang
sekurang-kurangnya berkaitan dengan :
a. rasa hormat terahadap pendangan keagamaan; b. rasa hormat terhadap hal pribadi;
c. kesopan dan kesusilaan;
d. pembatasan adegan seks, kekerasan, dan sadisme;
e. perlindungan terhadap anak-anak, remaja, dan perempuan; f. penggolongan program dilakukan menurut usia khalayak; g. penyiaran program dalam bahasa asing;
h. ketepatan dan kenetralan program berita; i. siaran langsung; dan
j. siaran iklan.3
2
Undang-undang Penyiaran, nomor. 32 tahun 2002. 3
(49)
Begitu juga yang di atur dalam peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagaimana yang di amanatkan dalam undang-undang penyiaran pasal 48 ayat 1. Bahwa “pedoman perilaku penyiaran bagi penyeleggaraan siaran ditetapkan oleh KPI”.
Dalam pasal 1 ayat 13 peraturan KPI yang berbunyi :
“Yang dimaksud dengan program yang mengandung muatan kekerasan adalah program yang dalam penyajiannya memunculkan efek suara berupa hujatan, kemarahan yang berlebihan, pertengkaran dengan suara seolah orang membanting atau memukul sesuatu, dan atau visualisasi gambar yang nyata-nyata menampilkan tindakan seperti pemukulan, pengerusakan secara ekplisit dan vulgar”.
Dalam pasal 5 ayat poin d peraturan KPI yang berbunyi : “Pelarangan dan pembatasan adegan seks, kekerasan, dan sadisme”;
Dalam pasal 10 ayat 1 sampai 5 peraturan KPI yang berbunyi :
(1) Program dikatakan mengandung muatan kekerasan secara dominan apabila sepanjang tayangan sejak awal sampai akhir, unsur kekerasan muncul mendominasi program dibandingkan unsur-unsur yang lain, antara lain yang menampilkan secara terus-menerus sepanjang acara adegan tembak-menembak, perkelahian dengan menggunakan senjata tajam, darah, korban dalam kondisi mengenaskan, penganiayaan, pemukulan, baik untuk tujuan hiburan maupun kepentingan pemberitaan (informasi).
(2) Lembaga penyiaran televisi dilarang menyajikan program dan promo program yang mengandung adegan di luar prikemanusiaan atau sadistis.
(50)
(3) Lembaga penyiaran dilarang menyajikan program yang dapat dipersepsikan sebagai mengagung-agungkan kekerasan atau menjustifikasi kekerasan sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari.
(4) Lembaga penyiaran dilarang menyajikan lagu-lagu atau klip video musik yang mengandung muatan pesan menggelorakan atau mendorong kekerasan.
(5) Program atau promo program yang mengandung mautan kekerasan secara
dominan dan jelas, dibatasi waktu penayangannya.4
B. Pemberitaan Pers dan Kebebasan Pers Menurut Undang-Undang Penyiaran. Pers yang meliputi media cetak, media elektronik dan media lainnya merupakan salah satu sarana untuk mengeluarkan pendapat (berekspresi) dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28. Dimana keberadaan pers dijamin oleh pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 (amademen kedua) bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Pada masa Orde Baru kita mengenal Undang-Undang No. 11 tahun 1966 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers, yang di ubah dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 1967 tentang Penambahan Undang-Undang No. 11 tahun 1966 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers, dimana setiap media cetak harus memiliki Surat Izin Terbit (SIT) yang dikeluarkan oleh Departemen Penerangan dan harus pula
4
Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Nomor 02 Tahun 2007 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran.
(51)
dilengkapi dengan Surat Izin Cetak (SIC) dari Kodam. Diubah dengan Undang-Undang No. 21 tahun 1982 tentang Perubahan atas Undang-Undang-Undang-Undang No. 11 tahun 1966 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang No. 4 tahun 1967. Dalam Undang-Undang tersebut dikeluarkan Peraturan Menteri Penerangan tahun 1984 tentang Perizinan. Izin tersebut berupa Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Didalam Pasal 33 dinyatakan bahwa SIUPP dapat dibatalkan jika oleh pemerintah yang bersangkutan dianggap telah
melakukan pelanggaran.5
Memasuki era reformasi, Undang tersebut diganti menjadi Undang-Undang Nomor : 40 tahun 1999 tentang Pers. Dalam Undang-Undang-Undang-Undang Nomor : 40 tahun 1999 tentang Pers, kemerdekaan pers diakui sebagai salah satu wujud kedaulatan rakyat, yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan
supremasi hukum6 (Pasal 2). Kemerdekaan pers dijamin sebagai Hak Asasi warga
negara (Pasal 4 ayat (1)). Dimana pers nasional tidak lagi dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran (Pasal 4 ayat (2)). Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi (Pasal 4 ayat (3)). Dalam mempertanggung jawabkan pemberitaan didepan hukum, wartawan mempunyai hak tolak agar wartawan dapat melindungi sumber-sumber informasi, dengan cara menolak
5
www.dewankehormatanpwi.com.Diakses pada tanggal 7 Februari 2003. 6
Kemerdekaan pers adalah kemerdekaan yang disertai kesadaran akan pentingnya penegakan supremasi hukum yang dilaksanakan oleh pengadilan, dan tanggung jawab profesi yang dijabarkan dalam kode etik jurnalistik serta sesuai dengan hati nurani insan pers. Penjelasan Atas Undang-Undang Nomor : 40 tahun 1999 tentang Pers.
(52)
menyebutkan identitas sumber informasi7 (Pasal 4 ayat (4)). Di lain pihak, pers wajib melayani hak jawab (Pasal 5 ayat (2)), dan wajib pula melayani hak koreksi (Pasal 5 (3)).
Disamping itu, penjelasan Undang-Undang Pers pada bagian umum, mempertegas posisi Undang-Undang Pers. Untuk menghindari pengaturan yang tumpang tindih, Undang-Undang ini tidak mengatur ketentuan yang sudah diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Delik pers hanyalah diatur
dalam pasal-pasal KUH Pidana.8 Delik pers adalah buah pikiran atau perasaan yang
isinya mengandung suatu tindakan yang diancam dengan pidana. Delik pers bukanlah
tindak pidana khusus tetapi merupakan kejahatan biasa.9 Dengan demikian
pemidanaan terhadap pelanggaran Undang-Undang Pers berpegang ketentuan KUHP. Adapun bila terjadi delik pers, sistem pertanggungjawaban pidana menurut
Pasal 12 Undang-Undang Pers berserta penjelasannya menganut Stair System (sistem
bertangga), sebagai lawannya adalah Waterfall System (sistem air terjuan). Stair
System biasa pula disebut fiksi pertanggungjawaban redaksi. Artinya,
pertanggungjawaban yang dipikul oleh pimpinan redaksi (pemred) adalah fiktif
karena yang melakukan perbuatan (delik pers) bukan dia, melainkan orang lain (wartawan), tetapi ia harus bertanggungjawab. Implikasi atau konsekuensinya adalah,
7
Hak tolak dapat digunakan jika wartawan dimintai keterangan oleh pejabat penyidik dan atau diminta menjadi saksi di pengadilan. Hak tolak dapat dibatalkan demi kepentingan dan keselamatan negara atau ketertiban umum yang dinyatakan oleh pengadilan. Penjelasan Atas Undang-Undang Nomor : 40 tahun 1999 tentang Pers.
8
Andi Muis, Pencemaran Nama Baik dan Komunikasi Massa, dalam DICTUM, Jurnal Kajian Putusan Pengadilan, edisi 3, 2004 (Jakarta : LeIP, 2004),h. 79.
9
S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1996),h. 376.
(53)
wartawan bawahan bisa bebas dari posisi sebagai terdakwa, sehingga Pasal 55-56
KUH Pidana (tentang penyertaan dalam perbuatan pidana) tidak berlaku.10
Sebaliknya, dalam sistem Waterfall system, pemred dapat mengalihkan
tanggung jawab hukum kepada anggota redaksi yang lain dan seterusnya hingga kepada wartawan yang mungkin memang adalah pelaku delik pers (penulis yang sebenarnya). Tetapi sistem air terjun bisa pula menjadi sistem bertangga apabila pemred merangkap penanggung jawab atau ia tidak mau menyorongkan tanggung jawab kepada angota redaksi lain atau wartawan yang menulis berita yang melanggar delik pidana tersebut. Jadi dalam sistem air terjun dapat pula berlaku fiksi
pertanggungjwaban redaksi (Responsible editor). Ketentuan inilah yang bisa
merupakan Lex Specialis terhadap Pasal 55-56 KUH Pidana.11
Sistem air terjun dapat menyebabkan wartawan bawahan lebih berhati-hati dalam melaksanakan tugasnya agar tidak mudah terjebak dalam delik pers. Sebaliknya sistem bertangga dapat menyebabkan wartawan bawahan kurang berhati-hati dalam menjalankan tugas karena apabila ia melakukan delik pers, maka bukan dia yang wajib bertanggung jawab. Sistem ini juga mengecualikan pemberlakuaan
Pasal 55-56 KUH Pidana (Lex generalis). Tetapi, secara umum Lex specialis ini tidak
ada manfaatnya bagi Undang-Undang Pers untuk dijadikan Pasal-pasal delik pers.
Baik Stair system maupun Waterfall system memerlukan dewan redaksi atau
10
Andi Muis, Pencemaran Nama Baik dan Komunikasi Massa, dalam DICTUM, Jurnal Kajian Putusan Pengadilan,….. h. 82.
11
(1)
f. idak diberi perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran; g. pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran.
Pasal 68
(1) Seiap pelanggaran yang terbuki dilakukan oleh lembaga penyiaran akan
tercatat secara administraif dan akan mempengaruhi keputusan KPI
berikutnya, termasuk dalam hal perpanjangan izin lembaga penyiaran yang bersangkutan.
(2) Bila KPI menemukan bahwa terjadi pelanggaran oleh lembaga penyiaran, KPI akan mengumumkan pelanggaran itu kepada publik.
Pasal 69
(1) Bila terjadi dugaan pelanggaran atas Standar Program Siaran, maka yang bertanggungjawab adalah lembaga penyiaran yang menyiarkan program yang mengandung dugaan pelanggaran tersebut.
(2) Ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) di atas berlaku untuk seluruh jenis program, baik program yang diproduksi sendiri, yang dibeli dari pihak lain, yang merupakan kerjasama produksi, maupun yang disponsori.
(2)
78 | K o m i s i P e n y i a r a n I n d on e s i a
2009 | Standar Program Siaran (SPS)
BAB XXVII SANKSI ADMINISTRATIF
Bagian Pertama Teguran Tertulis
Pasal 70
(1) Lembaga penyiaran yang melanggar sebagaimana diatur pada ketentuan Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17 huruf a, c, g, i, j, l, o, p, dan q, Pasal 18, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24 ayat (2), Pasal 25, Pasal 26 ayat (1), (2), dan (3) huruf f, Pasal 27 ayat (2), (4) huruf a, c dan d, (5 ) huruf b, dan (6) huruf b dan c, Pasal 28 ayat (2), Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 33 ayat (2), Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) huruf a, b, c, d, e, dan g, Pasal 35, Pasal 36 ayat (2) dan (3), Pasal 37, Pasal 38 ayat (4), Pasal 39 ayat (4) dan (5), Pasal 40 ayat (1), Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46 ayat (1) dan (2), Pasal 47 ayat (2), Pasal 48, Pasal 49 ayat (3) huruf f, g, dan h, Pasal 50, Pasal 51, Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 56 huruf a dan c, Pasal 57, Pasal 58, Pasal 59, Pasal 66 ayat (1) dikenai sanksi
administraif berupa teguran tertulis oleh KPI.
(2) Jangka waktu pengenaan sanksi administraif berupa teguran tertulis pertama dan kedua untuk lembaga penyiaran minimal selama 7 (tujuh) hari kalender.
(3) Apabila lembaga penyiaran idak memperhaikan teguran pertama dan
kedua, KPI akan meningkatkan sanksi administraif sebagaimana diatur
pada ketentuan Pasal 67 ayat (2). Bagian Kedua Penghenian Sementara
Pasal 71
(1) Lembaga penyiaran yang melanggar sebagaimana diatur pada ketentuan Pasal 17 huruf b, d, e, f, h, k, m, dan n, Pasal 19, Pasal 26 ayat (3) huruf a, b, c, d dan e, Pasal 27 ayat (1), (4) huruf b, (5) huruf a, dan (6) huruf a,
(3)
Pasal 34 ayat (2) huruf f, Pasal 49 ayat (3) huruf a, b, dan c, Pasal 56 huruf
b, d dan e, Pasal 60, dikenai sanksi administraif berupa penghenian
sementara mata acara yang bermasalah setelah melalui tahap tertentu. (2) Tahap tertentu dalam penghenian sementara mata acara yang
bermasalah sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai
berikut:
a. tahap pemeriksaan buki pelanggaran; b. tahap peneliian dan penilaian pelanggaran; c. tahap klariikasi;
d. tahap pemutusan sanksi adminstraif.
Bagian Keiga Hak Jawab
Pasal 72
(1) Lembaga penyiaran mempunyai hak untuk melakukan klariikasi berupa hak jawab baik dalam bentuk tulisan maupun lisan atas pelanggaran Standar Program Siaran yang dilakukan sebelum maupun sesudah keputusan sanksi administrasi ditetapkan.
(2) Lembaga penyiaran dapat menunjuk seorang kuasa untuk melaksanakan hak jawab sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1).
BAB XXVIII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 73
Standar Program Siaran secara berkala dinilai kembali oleh KPI sesuai dengan perubahan peraturan perundang-undangan dan perkembangan norma-norma yang berlaku, serta pandangan dari masyarakat.
(4)
80 | K o m i s i P e n y i a r a n I n d on e s i a
2009 | Standar Program Siaran (SPS)
Pasal 74
Pada saat Peraturan KPI ini mulai berlaku, maka Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 03 Tahun 2007 tentang Standar Program Siaran dinyatakan
idak berlaku.
Pasal 75
Peraturan KPI ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta,
Pada tanggal 10 Desember 2009
Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Pusat,
(5)
(6)