Pengelolaan Persalinan Prematur Persalinan Prematur

lebih, kadar fibronektin janin 50ngml atau lebih mengindikasikan risiko persalianan prematur. b. Corticotropin Releasing Hormone CRH: peningkatan CRH dini atau pada trimester 2 merupakan indikator kuat untyk terjadinya persalinan premature. c. Sitokin inflamasi : pada keadaan normal tidak hamil kadar isoferitin sebanyak 10 Uml. Kadarnya meningkat secara bermakna selama kehamilan dan mencapai puncak pada trimester akhir yaitu 54,8±53 Uml. Penurunan kadar dalam serum akan berisiko terjadinya persalinan prematur. d. Feritin : Rendahnya kadar feritin merupakan indikator yang sensitive untuk keadaan kurang zat besi. Peningkatan ekspresi feritin berkaitan dengan berbagai keadaan fase akut termasuk kondisi inflamasi. Beberapa peneliti menyatakan ada hubungan antara peningkatan kadar feritin dan kejadian penyulit kehamilan, termasuk persalinan prematur.

2.1.6. Pengelolaan Persalinan Prematur

Tujuan utama pengelolaan persalinan prematur adalah sebagai berikut: a. Menghambat atau mengurangi kekuatan dan kontraksi uterus untuk menunda proses persalinan. b. Untuk meningkatkan kualitas janin sebelum dilahirkan c. Menurunkan morbiditas dan mortalitas perinatal Goldenberg, 2002 Prinsip pengelolaan persalinan prematur bergantung pada: a. Keadaan selaput ketuban. Pada umumnya persalinan tidak dihambat bilamana selaput ketuban sudah pecah. b. Pembukaan serviks. Persalinan akan sulit dicegah bila pembukaan mencapai 4 cm. c. Umur kehamilan. Makin muda usia kehamilan, upaya mencegah persalinan makin perlu dilakukan. Persalinan dapat dipertimbangkan berlangsung bila TBJ 2.000 atau kehamilan 34 minggu. d. Penyebabkomplikasi persalinan prematur Universitas Sumatera Utara e. Kemampuan neonatal intensive care facilities. f. Ada atau tidaknya gejala klinis dari infeksi intrauterin g. Ada atau tidaknya pertanda-pertanda yang meramalkan persalinan dalam waktu yang singkat ini Prawirohardjo, 2001 Pengelolaan pada kasus persalinan prematur dengan ketuban yang masih intak dimana tidak didapatkan bahaya pada ibu dan janin maka pengelolaannya adalah konservatif, yang meliputi: a. Menunda persalinan prematur dengan tirah baring dan pemberian obat-obat tokolitik. b. Memberikan obat-obat untuk pematangan paru janin. c. Memberikan obat-obat antibiotik untuk mencegah risiko infeksi perinatal. d. Merencanakan cara persalinan prematur yang aman dan dengan trauma yang minimal. e. Mempersiapkan perawatan neonatal dini yang intensif untuk bayi-bayi prematur Fadlun dan Feryanto, 2013. Menurut Goldenberg 2002, pengelolaan persalinan prematur dapat mencakup: 1. Tirah Baring Tirah baring adalah salah satu intervensi yang digunakan sebagai pencegahan atau pengobatan pada persalinan prematur yang mengancam. 2. HidrasiSedasi Alasan diberikannya hidrasi adalah karena wanita dengan risiko persalinan prematur memiliki volume plasma di bawah normal. Namun, pemberian hidrasi ataupun sedasi masih belum memilki data yang mendukung. Hidrasi ataupun sedasi belum memperlihatkan efek menurunkan kejadian persalinan prematur. 3. Progesteron Adanya hipotesis persalinan prematur karena progesterone withdrawal, maka salah satu pencegahan ataupun pengobatan persalinan prematur adalah dengan Universitas Sumatera Utara pemberian progesteron. Namun, penggunaan progersteron ini belum berhasil menghentikan persalinan prematur. 4. Tokolisis Pemberian tokolisis untuk menghambat persalinan masih belum efektif. Namun, pemberian tokolisis masih perlu dipertimbangkan bila dijumpai kontraksi uterus yang regular dengan perubahan serviks. Alasan pemberian tokolisis dalam pengelolaan persalinan prematur adalah:  Mencegah mortalitas dan morbiditas bayi prematur  Memberi kesempatan bagi terapi kortikosteroid untuk menstimulir surfaktan paru janin  Memberi kesempatan transfer intrauterine pada fasilitas yang lebih lengap Beberapa jenis obat yang dapat digunakan sebagai tokolisis adalah: a. Obat -mimetik Ada tiga reseptor mimetik di tubuh manusia. 1 di jantung, usus halas, dan jaringan adiposit, 2 di uterus, 3 di jaringan lemak coklat. Stimulasi di reseptor 2 menyebabkan relaksasi otot polos uterus. Contoh obat 2 selektif adalah ritrodin dan terbutalin. b. Sulfas magnesikus Sulfas magnesikus belum efektif dalam menghentikan persalinan prematur. Kontraindikasi absolut dalam pemberian sulfas magnesikus adalah miastenia gravis dan blokade jantung. Kontraindikasi relatif adalah penyakit ginjal dan infark miokardial. Walaupun terdapat efek samping pada ibu dan janin, sulfas magnesikus masih kurang berbahaya dibandingkan obat -mimetik. Oleh karena itu, banyak tim medis yang menggunakan obat ini sebagai obat tokolisis utama. c. Prostaglandin Synthetase Inhibitors Contoh obatnya adalah indometasin. Namun, penggunaan ini tidak bnayak dilakukan karena efek samping pada ibu dan janin. d. Calcium Channel Blockers Calcium Channel Blockers adalah obat untuk mengurangi masuknya kalsium sehingga dapat mengontrol kontraktilitas otot dan aktivitas pacemaker di jantung Universitas Sumatera Utara dan jaringan uterus. Obat yang digunakan adalah nifedipin. Nifedipin dilaporkan dapat memperpanjang usia kehamilan dibandingkan ritrodin atau plasebo. Nifedipin juga sama efektifnya dengan sulfas magnesikus dalam menunda persalinan. Kontraindikasi dalam menggunakan Nifedipin adalah hipotensi, gagal jantung, dan stenosis aorta. Efek samping pada ibu dalam penggunaan Nifedipin adalah sebagai hasil vasodilatasi pembuluh darah yaitu sakit kepala dan edema perifer. Efek samping untuk janin masih perlu diteliti lebih lanjut. Penggunaan Nifedipin sebagai tokolisis yang lebih baik daripada sulfas magnesikus masih memilki bukti yang sedikit. 5. Kortikosteroid Penggunaan kortikosteroid dapat menurunkan kejadian Respiratory Distress Syndrome RDS sehingga dapat menurunkan morbiditas perinatal pada nonatus yang lahir sebelum usia 34 minggu. Efek ini diperolah hanya pada persalinan yang terjadi lebih dari 24 jam setelah pemberian dosis pertama dan sebelum 7 hari. Ibu hamil yang berada pada usia kehamilan antara 23 dan 34 minggu yang berisiko mengalami persalinan prematur sebaiknya diberikan kortikosteroid. Pada pasien yang megalami ketuban pecah dini, kortikosteroid direkomendasikan untuk diberi pada kehamilan 30-32 minggu. Kortikosterid yang paling sering digunakan adalah:  Betametason : 2 x 12 mg intramuskular dengan jarak pemberian 24 jam  Deksametason : 4 x 6 mg intravena dengan jarak pemberian 6 jam Betametason dilaporkan lebih efektif dalam menurunkan perdarahan intraventrikular dibandingkan dengan deksametason. 6. Antibiotika Antibiotika diberikan hanya diberikan bilamana kehamilan mengandung risiko terjadinya infeksi, seperti ketuban pecah dini. Obat diberikan per oral, yang dianjurkan adalah eritromisin 3 x 500 mg selama 3 hari. Obat pilihan lain adalah ampisilin 3 x 500 mg selama tiga hari atau antibiotka lain klinsdamisin Universitas Sumatera Utara 5. Proses persalinan Pada kasus yang melahirkan di usia 24 minggu, sebaiknya melakukan operasi sesar. 2.2 Hemoglobin 2.2.1. Pengertian