Faktor-faktor yang berhubungan dengan kapasitas vital paru pada pekerja bengkel las di Pisangan Ciputat tahun 2010

(1)

SKRIPSI

Oleh:

Dian Rawar Prasetyo 106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010 M

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Oleh:

Dian Rawar Prasetyo 106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010 M

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

vi Skripsi, 30 November 2010

Dian Rawar Prasetyo, NIM : 106101003313

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kapasitas Vital Paru Pada Pekerja Bengkel Las Di Pisangan, Ciputat Tahun 2010

xii+ 79 halaman, 9 tabel, 2 gambar, 1 lampiran Abstrak

Penurunan kapasitas vital paru dapat diakibatkan oleh pencemaran partikel debu, hal ini dapat dialami oleh para pekerja bengkel las dengan pola restriksi, terutama pada bengkel las di sektor informal yang masih belum memiliki pengendalian bahaya untuk menurunkan resiko penurunan KVP. Adapun berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 pekerja bengkel las di Pisangan Ciputat, diketahui bahwa pekerja las yang mengalami restriksi sebanyak 6 orang.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November 2010 pada bengkel las yang ada di Pisangan, Ciputat, Tangerang Selatan. Sampel Penelitian sebanyak 37 orang dari total populasi 50 orang pekerja las. Faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan KVP adalah (Umur, masa kerja, penggunaan APD (masker), kebiasaan merokok, kebiasaan olah raga, status gizi (IMT), dan riwayat penyakit). Pengumpulan data menggunakan instrument penelitian berupa Spirometer, timbangan injak, microtoise dan kuesioner. Data yang diperoleh kemudian dilakukan uji statistik dengan rumus chi square dan t independent.

Hasil penelitian menunjukan bahwa pekerja yang mengalami restriksi KVP sebanyak 14 pekerja (37,8 %). Berdasarkan hasil analisis uji statistik diketahui bahwa penggunaan APD memiliki Pvalue sebesar (0,001), kebiasaan merokok memiliki Pvalue sebesar (0.001), umur memiliki Pvalue sebesar 0,001 dan masa kerja memiliki Pvalue sebesar (0,000) KVP.

Untuk menurunkan resiko restriksi KVP pada pekerja las, karena itu disarankan agar penggunaan dan perawatan APD dengan benar. Bagi para pekerja yang memiliki kebiasaan merokok, sebaiknya berhenti merokok.

Daftar bacaan : 41 (1985 – 2007)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(4)

vii Undergraduated Thesis, December 16 2010 Dian Rawar Prasetyo, NIM: 106101003313

Factors Associated With Force Vital Capacity of welder’s At Weld Workshop In Pisangan, Ciputat Year 2010

xxi 79 pages, 9 tables, 2 images, 1 attachment Abstract .

Decrease in force vital capacity(FVC) can be caused by dust particles pollution, this can be experienced by welder with the pattern of restriction, especially in the welding workshop in the informal sector, which no hazards control implemented to reduce the risk of decreasing FVC. Based on the results of preliminary studies conducted on 10 welder’s at Pisangan Ciputat, it is known that 60% welder’s who experience restriction.

This research is quantitative, with cross sectional approach. That was conducted in July-November 2010 on informal welding workshop in Pisangan, Ciputat, South Tangerang. There the amount of sample in this research are 37 welder’s from total population 50 welder’s. Factors associated with KVP is suspected (age, periode of work, using of PPE (mask), smoking habits, exercise habits, nutritional status (BMI), and disease history). The instrument to Collect data using a spirometer, the pair of scale, microtoise and questionare. The data obtained was then performed statistical tests using the formula chi square and t independent.

The results show that 37,8% welder’s who experienced FVC restriction. Based on the results of statistical analysis known that the using of PPE, smoking habits, and age has a pvalue of (0.001) and periode of work has a pvalue of (0.000) KVP.

To reduce the risk of KVP restrictions on welder’s, suggested to use and maintenance of PPE correctly. For welder’s who have the habit of smoking, you should to stop smoking.

Reference: 41 (1985 - 2007)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(5)

iii

هت اك رب و ه ا ةمحرو كي ع اسل ا

Segala puji bagi Allah SWT yang maha segalanya, syukur penulis ucapkan padamu ya Rabb, karena akhirnya penyusunan laporan magang ini selesai. Tak lupa penulis haturkan Shalawat dan salam kepada baginda Rasulallah SAW yang membawa umatnya dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang. Dengan penuh kesadaran penyusun yakin bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan Skripsi Tentang “Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Kapasitas Vital Paru Pada Pekerja Bengkel Las Di Pisangan Ciputat, Tahun 2010”

Penyelesaian skripsi ini semata-mata bukanlah hasil usaha penyusun, melainkan banyak pihak yang memberikan bantuan baik moril maupun materil, sekiranya patutlah bagi penyusun untuk berterima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Allah SWT, Tuhan semesta alam yang kasih sayangnya tak pernah habis-habis dalam memberikan nikmatnya kepada manusia.

2. Nabi tercinta, Muhammad SAW yang selalu berjuang tak pernah henti membela kebenaran islam walaupun banyak rintangan dan halangan yang selalu menghalangi. 3. Kepada Bapak, Mama dan Adikku Tercinta yang memberikan doa dan ketulusan serta

rasa sayang yang tak terbatas terhadap diriku .

4. Om Nurul Huda, Tante Fitri, Tante Endar, Tante Nina, Om Gunung, Om Bodi, Om Siswo dan semua keluarga besar yang juga turut mendukung dan memotivasi serta memberikan nasehat kepada penulis.

5. Kepala Jurusan Kesmas dr. Yuli Satar Prapanca, MARS yang selalu berusaha dengan keikhlasannya memajukan jurusan kesmas agar bisa berdiri diatas dari jurusan-jurusan lain

6. Dosen Pembimbing Skripsi Ibu Iting Shofwati, ST, MKKK dan Ibu Yuli Amran, SKM, MKM yang selalu memberikan motivasi karena pada hakikatnya motivasi adalah awal dari pembentukan sebuah mimpi yang pasti.

7. Dosen Penguji dr. Rachmania Diandini, M.K.K yang telah menguji skripsi saya dengan penuh kebijaksanaan.

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(6)

iv

9. Kawan-kawan di Istana Kertamukti; Kang Surma Adnan, Mas Fajar Iqbal, Mas Ahmad Dharif, Mas Purwanto, Aa Iwang, Bang Masda Hilmi, Kakak Rizwan dan Kakak Bagol.

10.Segenap Insan Pergerakan dan Sahabat-sahabat PMII Komisariat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, terima kasih atas semangatmu dan selalu „Yakin Usaha Sampai’.

11.Sahabat-sahabat tercinta di Kesehatan Masyarakat 3G FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, semoga keberkahan selalu menyertai langkah kita.

12.Khushushon ilaa Jam’iyyat el quusn, Blows Band Marawis and The Crazy Wheels of zero sixs (Aditya Pratama & Prayudi, Ahmad Fauzi, Defriyan, Dian Rawar, Dauly, Halsariki, Lutfi Fauji, Nouval, Ali Imron, Zaenal Arifin, Yunus, Musthafa Iban, Said Muchsin, Trimunggara, My junior brother Ersa).

Selalu bergerak dalam kreatifias..!

Dengan memanjatkan do’a kepada Allah SWT, penyusun berharap semua kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Amin.

Terakhir kiranya penyusun berharap semoga laporan Magang bermanfaat bagi penyusun dan pembaca umumnya.

هت اك رب و ه ا ةمحرو كي ع اسل ا و

Jakarta, Maret 2011

Penulis

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(7)

vii

Halaman LEMBAR PERSETUJUAN

LEMBAR PENGUJI

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... i

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Pertanyaan Penelitian ... 7

D. Tujuan ... 8

1. Tujuan Umum ... 8

2. Tujuan Khusus ... 9

E. ManfaatPenelitian ... 10

1.Manfaat Bagi Pengelola bengkel las ... 10

2.Manfaat Bagi Peneliti ... 11

F. Ruang Lingkup... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kapasitas Vital Paru ... 12

B. Sistem Pernapasan Manusia…. ... 14

1. Anatomi ... 14

2. Fisiologi… ... 18

3. Penyakit Paru ... 18

4. Cara Ukur Kapasitas Vital Paru ... 20

C. Kapasitas Paru ... 20

PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(8)

viii

1. Kapasitas Inspirasi ... 20

2. Kapasitas Residu Fungsi ... 21

3. Kapasitas Paru Total ... 21

D. Debu ... 21

1.Padat (solid)... 21

2.Cair (liquid) ... 22

3.Ukuran Partikel Debu ... 23

E. Faktor yang mempengruhi kapasitas paru ... 24

1. Umur ... 24

2. Jenis Kelamin ... 25

3. Riwayat Penyakit ... 25

4. Riwayat pekerjaan ... 26

5. Kebiasaan Merokok ... 26

6. Kebiasaan Olahraga ... 27

7. Status Gizi ... 28

8. APD (Masker) ... 30

9. Masa Kerja ... 33

10. Pengelasan ... 34

F. Kerangka Teori ... 42

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep ... 43

B. Definisi Operasional ... 44

C. Hipotesis ... 46

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. DesainPenelitian ... 47

B. Tempat Dan WaktuPenelitian ... 47

C. Populasi Dan SampelPenelitian ... 47

D. InstrumenPenelitian ... 48

1. Pengumpulan Data ... 49

a. Pengukuran Kapasitas Vital Paru ... 49

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(9)

ix

b. Perhitungan IMT ... 50

c. Data Berat Badan ... 51

d, Data Tinggi Badan ... 51

e. Kuesioner Pnelitian ... 51

2. Pengolahan Data ... 51

3. Teknik Analisis data ... 53

a. Analisis Univariat ... 53

b. Analisis Bivariat ... 53

BAB V HASIL A. Analisis Univariat ... 55

1. Gambaran Kapasitas Vital Paru Pekerja Las di Pisangan ... 55

2. Gambaran Karakteristik Pekerja Las di Pisangan ... 55

a. Gambaran Penggunaan APD Pekerja Las di Pisangan ... 56

b. Gambaran Status Gizi (IMT) Pekerja Las di Pisangan ... 57

c. Gambaran Riwayat Penyakit Pekerja Las di Pisangan ... 57

3. Gambaran Umur Pekerja Las di Pisangan ... 57

4. Gambaran Masa Kerja pekerja Las di Pisangan ... 58

5. Gambaran Gaya Hidup Pekerja Las di Pisangan ... 59

a. Gambaran Kebiasaan Merokok Pekerja Las di Pisangan ... 59

b. Gambaran Kebiasaan Olahraga Pekerja Las di Pisangan ... 60

B. Analisis Bivariat ... 61

1. Hubungan Antara Karakteristik Pekerja dengan Kapasitas Vital Paru Pekerja Las di Pisangan ... 61

a. Hubungan Antara Penggunaan APD dengan KVP Pekerja Las di Pisangan ... 61

b. Hubungan Antara Status Gizi (IMT) dengan KVP Pekerja Las di Pisangan ... 62

c. Hubungan Antara Riwayat Penyakit dengan KVP Pekerja Las di Pisangan ... 62

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(10)

x

2. Hubungan Antara Umur dengan Kapasitas Vital Paru Pekerja Las

di Pisangan... 63

3. Hubungan Antara Masa Kerja dengan Kapasitas Vital Paru Pekerja Las di Pisangan ... 63

4. Hubungan Antara Gaya Hidup dengan Kapasitas Vital Paru Pekerja Las di Pisangan ... 64

a. Hubungan Antara Kebiasaan Merokok dengan KVP Pekerja Las di Pisangan ... 64

b. Hubungan Antara Kebiasaan Olahraga dengan KVP Pekerja Las di Pisangan ... 65

BAB VI PEMBAHASAN A. Keterbatasan Penelitian ... 66

B. Kapasitas Vital Paru ... 67

C. Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan KVP... 68

1. Hubungan Antara Penggunaan APD dengan KVP ... 68

2. Hubungan Antara Umur dengan KVP ... 70

3. Hubungan Antara Kebiasaan Olahraga dengan KVP ... 71

4. Hubungan Antara Kebiasaan Merokok dengan KVP ... 73

5. Hubungan Antara Status Gizi (IMT) dengan KVP ... 74

6. Hubungan Antara Riwayat Penyakit dengan KVP ... 75

7. Hubungan Antara Masa Kerja dengan KVP... 76

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 77

B.Saran ... 78 Daftar Pustaka

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(11)

1

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kapasitas vital paru adalah jumlah udara maksimum pada seseorang yang berpindah pada satu tarikan nafas (Corwin, 2001). Menurut Guyton (1997) kapasitas vital paru sama dengan volume cadangan inspirasi ditambah volume alun napas dan volume cadangan ekspirasi. Sedangkan menurut Tambayong (2001) kapasitas vital paru adalah jumlah udara maksimal yang dapat dikeluarkan dari paru, setelah udara dipenuhi secara maksimal. Menurut ATS (American Thoracis Society) ada beberapa kategori gangguan fungsi paru; dikatakan berat bila KVP (Kapasitas Vital Paru) ≤ 50%, dikatakan sedang jika KVP antara 51 – 59%, dan dikatakan ringan jika KVP antara 60 – 79 %. Gangguan fungsi paru akibat paparan pencemaran partikel debu dapat berupa restriksi dan obstruksi atau keduanya, restriksi dan obstruksi berarti penyempitan jalur pernafasan sehingga mengurangi KVP seseorang. Gejala-gejala antara lain batuk kering, sesak nafas, kelelahan umum, banyak dahak dan lain-lain. Pemaparan debu mineral di ketahui dapat menimbulkan perubahan khas dalam mekanik pernafasan dan volume paru dengan pola restriksik. (Warpaji, 1994).

Pearce (1991) mengatakan bahwa Kapasitas paru berkurang pada penyakit paru-paru, penyakit jantung (yang menimbulkan kongesti paru) dan pada kelemahan otot pernapasan. Gill (2005) menyatakan fungsi paru berubah-ubah akibat sejumlah faktor

PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(12)

non-pekerjaan diantaranya adalah oleh usia, jenis kelamin, ukuran paru, etnik, tinggi badan, kebiasaan merokok, toleransi latihan, kekeliruan pengamat, kekeliruan alat.

Perhatian atas dampak pajanan bahan-bahan berbahaya di tempat kerja dan lingkungan terhadap kesehatan sejak beberapa dekade terakhir tampak makin meningkat karena peranannya terhadap gangguan fungsi paru. Penyakit paru kerja penting dikenali karena dapat dicegah dan diobati. Pajanan bahan berbahaya di tempat kerja dapat menyebabkan atau memperburuk penyakit seperti asma, kanker, dermatitis atau tuberculosis (Cullen, 1990). Diperkirakan jumlah kasus baru penyakit akibat kerja di Amerika Serikat 125.000 sampai 350.000 kasus pertahun dan terjadi 5,3 juta kecelakaan kerja pertahun. Biaya yang dikeluarkan lebih dari 60 trilyun dolar pertahun (Rosenstock, 1991). Penyakit akibat kerja dapat dijumpai di tempat industri dan pertanian (Yeung, 1995). Kejadian penyakit yang disebabkan oleh debu mineral menurun di negara-negara pasca industri dan asma muncul sebagai penyakit paru kerja yang utama (Becket, 2000). Asma kerja merupakan penyakit paru kerja yang sering dijumpai di Negara berkembang, prevalensinya bervariasi antara 2-20 % (McDonald, 2000).

Industri las yang kini banyak ada termasuk industri sektor informal. Industri sektor informal adalah sektor kegiatan ekonomi marginal atau kecil-kecilan. Ciri-ciri kegiatan ekonomi marginal yang dikategorikan ke dalam sektor informal antara lain sebagai berikut: 1) Pola kegiatannya tidak teratur, baik dalam arti waktu, permodalan, maupun penerimaan. 2) Pada umumnya tidak tersentuh oleh peraturan dan ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah. 3) Modal, peralatan, dan perlengkapan maupun omzetnya biasanya kecil dan diusahakan atas dasar hitungan harian. 4) Pada umumnya

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(13)

tidak mempunyai tempat usaha yang permanen dan terpisah dari tempat tinggal. 5) Tidak mempunyai keterikatan dengan usaha lain yang besar. 6) Pada umumnya dilakukan oleh dan melayani golongan masyarakat yang berpendapatan rendah. 7) Tidak membutuhkan keahlian dan keterampilan khusus, sehingga secara luwes dapat menyerap tenaga kerja dengan bermacam-macam tingkat pendidikan. 8) Umumnya tiap-tiap satuan usaha memperkerjakan tenaga dari lingkungan keluarga, kenalan, atau berasal dari daerah yang sama (Direktorat Bina Peran Serta Masyarakat, 1990).

Menurut Rahma Iryanti (2010), Direktur Tenaga Kerja dan Penciptaan Kesempatan Kerja Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, bahwa timbulnya sektor informal ini adalah akibat dari rendahnya peluang kerja di sektor formal sehingga pertumbuhan angkatan kerja tidak sebanding dengan ketersediaan lapangan kerja. Akibatnya, banyak pencari kerja yang mengadu nasib di sektor informal, saat ini ada sekitar 70 % pekerja Indonesia yang bekerja di sektor informal. Akan tetapi, kelompok masyarakat pekerja sektor informal masih belum memperoleh perhatian dalam hal kesehatan kerjanya. Selama ini mereka hanya memperoleh pelayanan kesehatan secara umum, namun belum dikaitkan dengan pekerjaannya. Seperti tindakan pencegahan dan pengendalian yang ada belum di sesuaikan dengan potensi bahaya yang ada di tempat kerja. Pada umumnya fasilitas pelayanan keselamatan dan kesehatan kerja lebih banyak dinikmati oleh tenaga kerja yang bekerja pada industri berskala besar (jumlah pekerja lebih dari 500 orang). Pada industri berskala kecil dan menengah, fasilitas pelayanan keselamatan dan kesehatan kerja masih bersifat parsial dan mungkin tidak ada sama sekali (Nur, 2005).

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(14)

Pada industri las, kondisi lingkungan kerja yang berpotensi menimbulkan dampak terhadap pekerja diantaranya adalah paparan debu padat, asap pembakaran dan paparan panas, debu dapat menyebabkan kerusakan paru dan fibrosis apabila terinhalasi selama bekerja terus menerus. Bila alveoli mengeras, akibatnya mengurangi elastisitas dalam menampung volume udara sehingga kemampuan mengikat oksigen menurun (Depkes RI, 2003). Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut (Suma’mur, 1996).

Lingkungan kerja yang sering penuh oleh debu, uap, gas dan lainnya yang disatu pihak mengganggu produktivitas dan mengganggu kesehatan di pihak lain. Hal ini sering menyebabkan gangguan pernapasan ataupun dapat mengganggu kapasitas vital paru (Suma’mur, 1996). Dalam kondisi tertentu, debu merupakan bahaya yang dapat menyebabkan pengurangan kenyamanan kerja, gangguan penglihatan, gangguan fungsi faal paru bahkan dapat menimbulkan keracunan umum (Depkes RI, 2003).

Menurut Mila (2006), kapasitas vital paru dipengaruhi oleh beberapa hal. Yaitu: umur, jenis kelamin, kondisi kesehatan, riwayat penyakit dan pekerjaan, kebiasaan merokok dan olahraga, serta status gizi dapat mempengaruhi kapasitas vital paru. Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwasanya ada beberapa faktor yang berhubungan dengan kapasitas vital paru. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mila (2006), menunjukkan ada hubungan antara masa kerja, pemakaian APD dengan KVP pada tenaga kerja pengamplasan PT. Ascent House Pecangaan Jepara. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Adi (2007) didapatkan bahwa ada hubungan antara penggunaan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(15)

masker dan kebiasaan olah raga dengan kapasitas vital paru karyawan perusahaan genteng Malindo Sokka Kebumen. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati (2007) diperoleh bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok, dan riwayat penyakit paru dengan kapasitas vital paru.

Adapun berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 pekerja bengkel las di Pisangan Ciputat, diketahui bahwa pekerja las yang mengalami restriksi kapasitas vital paru ringan sebanyak 5 orang atau sebesar 50% dan restriksi kapasitas vital paru sedang sebanyak 1 orang atau sebesar 10 % dan sebanyak 4 orang atau 40% memiliki kapasitas vital paru normal. Artinya dari 10 pekerja las diketahui ada beberapa pekerja las yang mengalami restriksi kapasitas vital paru. Penurunan kapasitas vital paru merupakan salah satu gejala terjadinya gangguan fungsi paru bila dibiarkan terus menerus tanpa adanya tindakan preventif yang dilakukan, hal tersebut bisa menjadi potensi penyakit akibat kerja seperti pneumoconiosis akibat penumpukan debu pada paru.

Berdasarkan hal di atas perlu dibuktikan apa saja faktor-faktor yang berhubungan terhadap kapasitas vital paru di dalam suatu penelitian. Untuk itu penulis bermaksud melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan terhadap kapasitas vital paru pekerja bengkel las. Sehingga diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat dilakukan tindakan preventif seperti pelatihan atau penyuluhan pada pekerja las untuk mencegah terjadinya penyakit akibat kerja dan akibat hubungan kerja pada pekerja di bengkel las.

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(16)

B. Rumusan Masalah

Pada bengkel las, kondisi lingkungan kerja yang berpotensi menimbulkan dampak kesehatan terhadap pekerja diantaranya adalah paparan debu padat, asap pembakaran dan paparan panas. Menurut (Depkes RI, 2003) debu dapat menyebabkan kerusakan paru dan fibrosis bila terinhalasi selama bekerja terus menerus. Bila alveoli mengeras, akibatnya mengurangi elastisitas dalam menampung volume udara sehingga kemampuan mengikat oksigen menurun.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 pekerja bengkel las di Pisangan, diketahui pekerja las yang mengalami restriksi kapasitas vital paru ringan sebanyak 5 orang atau sebesar 50% dan restriksi kapasitas vital paru sedang sebanyak 1 orang atau sebesar 10 % dan sebanyak 4 orang atau 40% memiliki kapasitas vital paru normal. Artinya dari 10 pekerja las diketahui ada beberapa pekerja las yang mengalami restriksi kapasitas vital paru.

Berdasarkan latar belakang dan penelitian di atas disinyalir ada faktor-faktor yang berhubungan dengan kapasitas vital paru. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kapasitas vital paru antara lain adalah : umur, jenis kelamin, penggunaan APD, riwayat penyakit dan pekerjaan, kebiasaan merokok dan olahraga, serta status gizi. Dengan demikian diperlukan adanya suatu penelitian yang membuktikan adanya faktor-faktor yang berhubungan dengan kapasitas vital paru.

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(17)

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran kapasitas vital paru pekerja bengkel las di Pisangan Tahun 2010?

2. Bagaimana gambaran penggunaan APD (Masker) pekerja bengkel las di Pisangan Tahun 2010?

3. Bagaimana gambaran umur pekerja bengkel las di Pisangan Tahun 2010?

4. Bagaimana gambaran kebiasaan merokok pekerja bengkel las di Pisangan Tahun 2010?

5. Bagaimana gambaran kebiasaan olahraga pekerja bengkel las di Pisangan Tahun 2010?

6. Bagaimana gambaran IMT (Indeks Masa Tubuh) pekerja bengkel las di Pisangan Tahun 2010?

7. Bagaimana gambaran riwayat penyakit pekerja bengkel las di Pisangan Tahun 2010?

8. Bagaimana gambaran masa kerja pekerja bengkel las di Pisangan Tahun 2010 ? 9. Apakah ada hubungan antara umur pekerja dengan kapasitas vital paru pekerja

bengkel las di Pisangan Tahun 2010?

10. Apakah ada hubungan antara penggunaan APD (Masker) dengan kapasitas vital paru pekerja bengkel las di Pisangan Tahun 2010?

11. Apakah ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kapasitas vital paru pekerja bengkel di Pisangan Tahun 2010?

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(18)

12. Apakah ada hubungan antara kebiasaan olahraga dengan kapasitas vital paru pekerja bengkel las di Pisangan Tahun 2010?

13. Apakah ada hubungan antara IMT (Indeks Masa Tubuh) dengan kapasitas vital paru pekerja bengkel las di Pisangan Tahun 2010?

14. Apakah ada hubungan antara riwayat penyakit dengan kapasitas vital paru pekerja bengkel las di Pisangan Tahun 2010?

15. Apakah ada hubungan antara masa kerja dengan kapasitas vital paru pekerja bengkel las di Pisangan Tahun 2010?

D.Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kapasitas vital paru pada pekerja bengkel las di Pisangan tahun 2010

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran kapasitas vital paru pekerja bengkel las di Pisangan Tahun 2010

b. Diketahuinya gambaran penggunaan APD (Masker) pekerja bengkel las di Pisangan Tahun 2010

c. Diketahuinya gambaran umur pekerja bengkel las di Pisangan Tahun 2010 d. Diketahuinya gambaran kebiasaan merorok pekerja bengkel las di Pisangan

Tahun 2010

e. Diketahuinya gambaran kebiasaan olahraga pekerja bengkel las di Pisangan Tahun 2010

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(19)

f. Diketahuinya gambaran IMT (Indeks Masa Tubuh) pekerja bengkel las di Pisangan Tahun 2010

g. Diketahuinya gambaran riwayat penyakit pekerja bengkel las di Pisangan Tahun 2010

h. Diketahuinya gambaran masa kerja pekerja bengkel las di Pisangan Tahun 2010

i. Diketahuinya hubungan antara umur pekerja dengan kapasitas vital paru pekerja bengkel las di Pisangan Tahun 2010

j. Diketahuinya hubungan antara penggunaan APD (Masker) dengan kapasitas vital paru pekerja bengkel las di Pisangan Tahun 2010

k. Diketahuinya hubungan antara kebiasaan merokok dengan kapasitas vital paru pekerja bengkel di Pisangan Tahun 2010

l. Diketahuinya hubungan antara kebiasaan olahraga dengan kapasitas vital paru pekerja bengkel las di Pisangan Tahun 2010

m. Diketahuinya hubungan antara IMT (Indeks Masa Tubuh) dengan kapasitas vital paru pekerja bengkel las di Pisangan Tahun 2010

n. Diketahuinya hubungan riwayat penyakit dengan kapasitas vital paru pekerja bengkel las di Pisangan Tahun 2010

o. Diketahuinya hubungan antara masa kerja dengan kapasitas vital paru pekerja bengkel las di Pisangan Tahun 2010

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(20)

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Bagi Pengelola bengkel las

Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan serta pemahaman pengelola bengkel las mengenai penurunan kapasitas vital paru yang disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja yang tidak nyaman. Sehingga pekerja secara mandiri dapat melakukan upaya-upaya perlindungan terhadap kesehatan kerja dan terhindar dari penyakit akibat kerja.

2. Manfaat Bagi Peneliti

Melatih pola pikir sistematis dalam menghadapi masalah-masalah khusunya dalam bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Dan menjadi referensi bagi penelitian yang selanjutnya.

F. Ruang Lingkup

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai November 2010. Adapun lokasinya bengkel las yang ada di sekitar kelurahan Pisangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kapasitas vital paru pekerja bengkel las di Pisangan Tahun 2010. Penelitian ini bersifat kuantitaif dengan desain cross sectional (potong lintang). Sasaran penelitian adalah pekerja bengkel las yang ada di sekitar Pisangan dengan jumlah sampel 37 orang.

Hal tersebut dilakukan karena berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 pekerja bengkel las di sekitar Pisangan, diketahui ada 4 pekerja mengalami restriksi kapasitas vital paru ringan. Data-data yang diperoleh berasal

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(21)

dari data primer. Data primer diperoleh dan dikumpulkan dari objek penelitian ataupun responden selama penelitian. Data tersebut disajikan dalam tabel distribusi frekuensi, kemudian dilakukan uji statistik dengan rumus chisquare untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(22)

12 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Kapasitas vital paru

Kapasitas vital paru (KVP) sama dengan volume cadangan inspirasi ditambah volume alun napas dan volume cadangan ekspirasi. Ini adalah jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan seseorang dari paru, setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimum dan dikeluarkan sebanyak-banyaknya (kira-kira 4600 mL) (Guyton, 1997).

Kapasitas vital paru adalah jumlah udara maksimum pada seseorang yang berpindah pada satu tarikan napas. Kapasitas ini mencakup volume cadangan inspirasi, volume tidal dan cadangan ekspirasi. Nilainya diukur dengan menyuruh individu melakukan inspirasi maksimum, kemudian menghembuskan sebanyak mungkin udara di dalam parunya ke alat pengukur (Corwin, 2001).

Kapasitas vital paru adalah jumlah udara maksimal yang dapat dikeluarkan dari paru, setelah udara dipenuhi secara maksimal (Tambayong, 2001).

Tabel 2.1

(Sumber: ATS American Thoracis Society)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(23)

Tabel 2.2

(Sumber: Koesyanto & Eram TP, 2005)

Menurut Saptari dalam Simaela (2000) mengatakan bahwa KVP dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu:

1. Normal: KVP > 75% 2. Restriksi : KVP< 75%

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(24)

Berdasarkan hasil penelitian Rini (1998) di mojokerto menunjukan bahwa penurunan kapasitas vital paru pada pekerja pemecah batu, dengan gangguan restriksi sebesar 67%, ia menyimpulakn bahwa penurunan kapasitas vital paru terjadi karena penurunan elastisitas paru yang di sebabkan oleh fibrosis akibat pajanan debu yang diduga mengandung silica. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Adi (2007) pada pabrik pembuatan genteng, diketahui 35 (85%) pekerja mengalami restriksi dari 41 orang pekerja.

B. Sistem pernapasan manusia 1. Anatomi

Menurut Syaifudin (1997) anatomi pernapasan terdiri dari : a. Rongga hidung

Hidung merupakan saluran pernapasan udara yang pertama, mempunyai 2 lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Rongga hidung ini dilapisi oleh selaput lendir yang sangat kaya akanpembuluh darah dan bersambung dengan faring dan dengan semua selaput lendir semua sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung. Rongga hidung mempunyai fungsi sebagai panyaring udara pernapasan oleh bulu hidung dan menghangatkan udara pernapasan oleh mukosa (Syaifudin,1997).

b. Faring/tekak

Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan. Faring atau tekak terdapat dibawah dasar

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(25)

tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut setelah depan ruas tulang leher (Syaifudin, 1997). Dalam faring terdapat tuba eustachii yang bermuara pada nasofarings. Tuba ini berfungsi menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membran timpani, dengan cara menelan. Pada daerah laringo farings bertemu sistem pernapasan dan pencernaan.Udara melalui bagian anterior ke dalam laring, dan makanan lewat posterior ke dalam esofagus melalui epiglotis yang fleksibel (Tambayong, 2001). Faring mempunyai fungsi sebagai saluran bersama bagi sistem pernapasan maupun pencernaan.

c. Laring

Laring merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara yang terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea dibawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorok yang disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsi pada waktu kitamenelan makanan menutupi laring (Syaifudin, 1997). Dalam laring terdapat pita suara yang berfungsi dalam pembentukan suara.Suara dibentuk dari getaran pita suara.Tinggi rendah suara dipengaruhi panjang dan tebalnya pita suara. Dan hasil akhir suara ditentukan oleh perubahan posisi bibir, lidah dan platum mole (Tambayong, 2001).

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(26)

d. Batang tenggorok

Batang tenggorok atau trakea merupakan lapisan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai dengan 20 cincin terdiri dari tulang rawan yang berbentuk seperti kaki kuda (huruf C). Trakea dilapisi epitel bertingkat dengan silia dan sel goblet.Sel goblet menghasilkan mukus dan silia berfungsi menyapu pertikel yang berhasil lolos dari saringan di hidung, ke arah faring untuk kemudian ditelan / diludahkan / dibatukkan. Panjang trakea 9-10 cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos (Syaifudin, 1997; Tambayong, 2001). Batang tenggorok dapat berfungsi dalam mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama udara pernapasan yang dilakukan oleh sel-sel bersilia.

e. Cabang tenggorok

Cabang tenggorok merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis ke 4 dan ke 5. Bronkus mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama (Syaifudin, 1997). Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dan terdiri dari 6-8 cincin, punya 3 cabang.Bronkus kiri lebih panjang dan ramping, dan terdiri dari 9-12 cincin punya 2 cabang.Bronkus bercabang-cabang yang lebih kecil disebut bronchiolus dan terdapat gelembung paru atau gelembung hawa / alveoli (Syaifudin, 1997; Tambayong, 2001).

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(27)

f. Paru

Paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung (gelembung hawa / alveoli). Gelembung ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Pada lapisan inilah terjadi pertukaran udara, oksigen masuk kedalam darah dan karbondioksida dikeluarkan dari darah. Pembagian paru ada 2, yaitu : paru kanan terdiri dari 3 lobus (belah paru), lobus pulma dekstra superior, lobus media dan lobus superior. Tiap lobus tersusun oleh labulus. Tiap lobus terdiri dari belahan-belahan yang lebih kecil bernama segmen (Syaifudin,1997). Paru terletak pada rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada atau kavum mediastinum. Pada bagian tengah itu terdapat tumpuk paru / hilus. Pada media stinum depan terletak jantung. Paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi 2, yaitu :

1) Pleura viseral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru.

2) Pleura parietal, yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum pleura). (Syaifudin,1997) Dalam paru terdapat alveoli yang berfungsi dalam pertukaran gas O2 dengan CO2 dalam darah (Tambayong, 2001).

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(28)

2. Fisiologi

Pernapasan paru merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi pada paru. Fungsi paru adalah tempat pertukaran gas oksigen dan karbondioksida pada pernapasan melalui paru / pernapasan eksterna.Oksigen dipungut melalui hidung dan mulut. Saat bernafas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli, dan dapat erat berhubungan dengan darah di dalam kapiler pulmonalis (Syaifudin, 1997).

Proses pernapasan dibagi empat peristiwa, yaitu :

a. Ventilasi pulmonal yaitu masuk keluarnya udara dari atmosfer ke bagian alveoli dari paru.

b. Difusi oksigen dan karbondioksida di udara masuk ke pembuluh darah disekitar alveoli.

c. Transpor oksigen dan karbondioksida di darah ke sel d. Pengaturan ventilasi (Guyton, 1997).

3. Penyakit Paru

Menurut Guyton, (1997) menyatakan bahwa penyakit yang dapat mempengaruhi kapasitas paru meliputi :

a. Emfisema paru kronik

Merupakan kelainan paru dengan patofisiologi berupa infeksi kronik, kelebihan mukus dan edema pada epitel bronkiolus yang mengakibatkan terjadinya obstruktif dan dekstruktif paru yang kompleks sebagai akibat mengkonsumsi rokok.

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(29)

b. Pneumonia

Pneumonia ini mengakibatkan dua kelainan utama paru, yaitu: 1) penurunan luas permukaan membran napas, 2) menurunnya rasio ventilasi perfusi Kedua efek ini mengakibatkan menurunnya kapasitas paru.

c. Atelektasi

Atelaktasi berarti avleoli paru mengempis atau kolaps. Akibatnya terjadi penyumbatan pada alveoli sehingga aliran darah meningkat dan terjadi penekanan dan pelipatan pembuluh darah sehingga volume paru berkurang.

d. Asma

Pada penderita asma akan terjadi penurunan kecepatan ekspirasi dan volume inspirasi.

e. Tuberkulosis

Pada penderita tuberkulosis stadium lanjut banyak timbul daerah fibrosis di seluruh paru, dan mengurangi jumlah paru fungsional sehingga mengurangi kapasitas paru.

f. Alvelitis yang disebabkan oleh faktor luar sebagai akibat dari penghirupan debu organik (Ikhsan, 2001).

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(30)

Beberapa penyakit pada jalan pernapasan antara lain adalah: asma, bronkitis akut, bronkitis kronik, karsinoma bronkogenik dan bisinosis (Ikhsan, 2001)

4. Cara Ukur Kapasitas Vital Paru

Cara pengukuran kapasitas vital paru pekerja las adalah menggunakan alat spirometer Autospiro Minato AS 505.

Adapun cara pengukuran kapasitas paru pekerja las, sebagai berikut : a. Tekan tombol power ON pada spirometer

b. Lakukan kalibrasi, untuk menjamin validitas hasil pengukuran

c. Pilih tombol FVC pada spirometer d. Lakukan inspirasi maksimal

e. Kemudian lakukan ekspirasi maksimal ke dalam spirometer

f. Hasil pengukuran dapat dilihat pada spirogram yang telah dicetak (Minato Medical Science., Ltd).

C. Kapasitas paru

Menurut Guyton (1997), kapasitas paru dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Kapasitas inspirasi

Adalah jumlah udara yang dapat dihirup oleh seseorang, dimulai pada tingkat ekspirasi normal dan pengembangan paru sampai jumlah maksimum (kira-kira 3500 mL)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(31)

2. Kapasitas residu fungsional

Adalah jumlah udara yang tersisa dalam paru pada akhir ekspirasi normal (kira-kira 2300 mL).

3. Kapasitas paru total

Adalah volume maksimum dimana paru dapat dikembangkan sebesar mungkin dengan inspirasi paksa (kira-kira 5800 mL).

D. Debu

Paparan debu dalam bengkel las ada beberapa macam, antara lain asap pembakaran, uap logam, paparan panas. Uap itu sendiri berasal dari sisa pengelasan, grinding, dan cutting. Menurut Fardiaz (1999), debu adalah partikel yang dihasilkan oleh proses mekanisme seperti penghancuran batu, pengeboran, peledakan pada tambang timah putih, batu bara dan lain sebagainya.

1. Padat (solid) a. Dust

Terdiri ukuran submikroskopik sampai yang besar. Yang berbahaya adalah ukuran yang bisa terhisap ke dalam sistem pernafasan (< 100 mikron ) dapat terhisap ke dalam tubuh (Fardiaz, 1999).

b. Smoke

Adalah produk dari pembakaran bahan organik yang tidak sempurna dan berukuran 0,5 mikron (Fardiaz, 1999).

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(32)

c. Fumes

Adalah partikel padat yang terbentuk dari proses evaporasi atau kondensasi. Pemanasan berbagai logam menghasilkan uap logam yang kemudian berkondensasi menjadi partikel-partikel metal fumes (Fardiaz, 1999).

2. Cair (liquid)

Partikel cair biasanya disebut mist atau fog (awan) yang dihasilkan melalui proses kondensasi atau atomizing. Contoh: hair spray dan atau obat nyamuk semprot (Fardiaz, 1999). Debu industri yang ada di udara:

a. Particulatte matter

Adalah partikel debu yang hanya berada sementara di udara dan segera mengendap karena daya tarik bumi.

b. Suspended particulatte matter

Adalah debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah mengendap (Fardiaz, 1999).

3. Ukuran partikel debu

Ukuran debu sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit pada saluran pernapasan. Dari hasil penelitian ukuran tersebut dapat mencapai target organ sebagai berikut :

a. 5 – 10 mikro, akan tertahan olah cilia pada saluran pernapasan bagian atas

b. 3 – 5 mikron, akan tertahan oleh saluran pernapasan bagian tengah

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(33)

c. 1 – 3 mikron, sampai di permukaan alveoli

d. 0,5 – 1 mikron, hinggap di permukaan alveoli, selaput lendir sehingga menyebabkan fibrosis paru

e. 0,1 – 0,5 mikron, melayang di permukaan alveoli

Debu, aerosol dan gas iritan kuat menyebabkan refleks batuk atau spasme laring (penghentian pernapasan). Kalau zat-zat ini menembus ke dalam paru-paru dapat terjadi bronkhitis toksik, edema paru atau pneumonitis (WHO, 1993). Menurut WHO 1996, ukuran debu partikel yang membahayakan adalah ukuran 0,1 – 5 atau 10 mikron. Depkes mengisyaratkan bahwa ukuran debu yang membahayakan berkisar 0,1 sampai 10 mikron (Pudjiastuti, 2003). Berdasarkan Kepmenkes RI NO. 1405/MENKES/SK/XI/2002, tanggal 19 November 2002 tentang persyaratan kesehatan lingkungan kerja di perkantoran yaitu meliputi semua ruangan, halaman, dan area sekelilingnya yang merupakanbagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja untuk perkantoran. Kandungan debu maksimal didalam udara ruangan dalam pengukuran rata-rata 8 jam adalah sebesar 0,15 mg/m3untuk debu total dengan suhu 18-28oC. Sedangkan untuk persyaratan kesehatan lingkungan di industri yang meliputi semua ruangan dan area sekelilingnya yang merupakan bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja untuk memproduksi barang hasil industri adalah sebesar 10 mg/m3 untuk debu total dengan suhu 18-300 0C (Depkes RI, 2002).

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(34)

E. Faktor yang Mempengaruhi Kapasitas Vital Paru Pekerja Bengkel Las Penurunan fungsi paru dapat terjadi secara bertahap dan bersifat kronis sehingga frekuensi lama seseorang bekerja pada lingkungan yang berdebu dan faktor-faktor internal yang terdapat pada diri pekerja yang antara lain :

1. Umur

Dikatakan bahwa fungsi pernapasan dan sirkulasi darah akan meningkat pada masa anak anak dan mencapai maksimal pada usia 20-30 tahun, kemudian akan menurun lagi sesuai dengan pertambahan umur. Kapasitas difusi paru, ventilasi paru, ambilan oksigen kapasitas vital dan semua parameter faal paru yang lain akan menurun sesuai dengan pertambahan umur, setelah mencapai titik maksimal pada usia dewasa muda (Pollock ML, 1971)

Usia berhubungan dengan proses penuaan atau bertambahnya umur. Semakin tua usia seseorang maka semakin besar kemungkinan terjadi penurunan fungsi paru (Suyono, 2001). Kekuatan otot maksimal pada usia 20-40 tahun dan akan berkurang sebanyak 20 % setelah usia 40 tahun (Pusparini, 2003). Kebutuhan zat tenaga terus meningkat sampai akhirnya menurun setelah usia 40 tahun berkurangnya kebutuhan tenaga tersebut dikarenakan telah menurunnya kekuatan fisik.

Dalam keadaan normal, usia juga mempengaruhi frekuensi pernapasan dan kapasitas paru. Frekuensi pernapasan pada orang dewasa antara 16-18 kali per menit, pada anak-anak sekitar 24 kali permenit sedangkan pada bayi sekitar 30 kali permenit. Walaupun pada orang dewasa pernapasan frekuensi pernapasan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(35)

lebih kecil dibandingkan dengan anak-anak dan bayi, akan tetapi KVP pada orang dewasa lebih besar dibanding anak-anak dan bayi. Dalam kondisi tertentu hal tersebut akan berubah misalnya akibat dari suatu penyakit, pernapasan bisa bertambah cepat dan sebaliknya (Syaifudin, 1997). Dalam penelitian Siti M (2006), semakin bertambah usia maka akan dapat menurunkan kapasitas vital paru seseorang. Begitupun hasil penelitian yang dilakukan Adi (2007) pada pabrik genteng menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna antara umur seseorang dengan kapasitas vital paru.

2. Jenis kelamin

Menurut Guyton (1997) volume dan kapasitas seluruh paru pada wanita kira-kira 20 sampai 25 persen lebih kecil dari pada pria, dan lebih besar lagi pada atletis dan orang yang bertubuh besar daripada orang yang bertubuh kecil dan astenis. Menurut Tambayong (2001) disebutkan bahwa kapasitas paru pada pria lebih besar yaitu 4,8 L dibandingkan pada wanita yaitu 3,1 L.

3. Riwayat penyakit

Kondisi kesehatan dapat mempengaruhi kapasitas vital paru seseorang. Kekuatan otot-otot pernapasan dapat berkurang akibat sakit (Ganong, 2002). Seperti asma, pasca Tb, PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik), penyakit sistemik. Terdapat riwayat pekerjaan yang menghadapi debu akan mengakibatkan pneumunokiosis dan salah satu pencegahannya dapat dilakukan dengan menghindari diri dari debu dengan cara memakai masker saat bekerja (Suma’mur, 1996). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Adi (2007) pada

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(36)

pabrik genteng, menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara riwayat penyakit pernafasan dengan kapasitas vital paru.

4. Riwayat pekerjaan

Riwayat pekerjaan dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit akibat kerja. Riwayat pekerjaan yang menghadapi debu berbahaya dapat menyebabkan gangguan paru (Suma’mur, 1996) seperti debu hasil penggerindaan, pemotongan, dan pengampelasan pada proses pengelasan. Hubungan antara penyakit dengan pekerjaan dapat diduga dengan adanya riwayat perbaikan keluhan pada akhir minggu atau hari libur diikuti peningkatan keluhan untuk kembali bekerja, setelah bekerja di tempat yang baru atau setelah digunakan bahan baru di tempat kerja. Riwayat pekerjaan dapat menggambarkan apakah pekerja pernah terpapar dengan pekerjaan berdebu, hobi, pekerjaan pertama, pekerjaan pada musim-musim tertentu, dan lain-lain (Ikhsan, 2002).

5. Kebiasaan merokok

Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran pernapasan dan jaringan paru. Kebiasaan merokok akan mempercepat penurunan faal paru. Penurunan volume ekspirasi paksa pertahun adalah 28,7 mL untuk non perokok, 38,4 mL untuk bekas perokok dan 41,7 mL untuk perokok aktif. Pengaruh asap rokok dapat lebih besar dari pada pengaruh debu hanya sekitar sepertiga dari pengaruh buruk rokok (Depkes RI, 2003).

Inhalasi asap tembakau baik primer maupun sekunder dapat menyebabkan penyakit saluran pernapasan pada orang dewasa. Asap rokok

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(37)

mengiritasi paru-paru dan masuk ke dalam aliran darah. Merokok lebih merendahkan kapasitas vital paru dibandingkan beberapa bahaya kesehatan akibat kerja (Suyono, 2001). Seseorang dapat dikatakan perokok ringan apabila merokok kurang dari 10 batang perhari, dikatakan perokok sedang apabila merokok 10-20 batang perhari dan dikatakan perokok berat apabila merokok lebih dari 20 batang perhari. Dr. M.N. Bustan (2000)

6. Kebiasaan Olah raga

Faal paru dan olahraga mempunyai hubungan yang timbal balik, gangguan faal paru dapat mempengaruhi kemampuan olahraga. Sebaliknya, latihan fisik yang teratur atau olahraga dapat meningkatkan faal paru. Seseorang yang aktif dalam latihan akan mempunyai kapasitas aerobik yang lebih besar dan kebugaran yang lebih tinggi serta kapasitas paru yang meningkat (Sahab, 1997).

Kapasitas vital paru dapat dipengaruhi oleh kebiasaan seseorang melakukan olahraga. Olah raga dapat meningkatkan aliran darah melalui paru-paru sehingga menyebabkan oksigen dapat berdifusi ke dalam kapiler paru-paru dengan volume yang lebih besar atau maksimum. Menurut penelitian (Adriskanda, dkk 1997), nilai kapasitas vital paru orang Indonesia yang tidak olahraga adalah ± 3,6 liter, sedangkan orang Indonesia yang olahraga adalah ± 4,2 liter. Pengaruh olahraga adalah melatih otot pernapasan, meningkatkan kekuatan dan efisiensi otot (Cooper, 1977). Kapasitas vital pada seorang atlet akan lebih besar daripada orang yang tidak pernah berolahraga (Guyton, 1997). Menurut Guyton (1997), kebiasaan olah raga akan meningkatkan kapasitas vital

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(38)

paru 30 – 40 %. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Adi (2007) terdapat hubungan antara kebiasaan olahraga dengan kapasitas vital paru.

7. Status gizi

Kesehatan dan daya kerja sangat erat kaitannya dengan tingkat gizi seseorang. Tubuh memerlukan zat-zat dari makanan untuk pemeliharaan tubuh, perbaikan kerusakan sel dan jaringan. Zat makanan tersebut diperlukan juga untuk bekerja dan meningkat sepadan dengan lebih beratnya pekerjaan (Suma’mur P.K, 1996). Tanpa makan dan minum yang cukup kebutuhan energi untuk bekerja akan diambil dari cadangan sel tubuh. Kekurangan makanan yang terus menerus akan menyebabkan susunan fisiologis terganggu (Depkes RI, 1990).

Masalah kekurangan atau kelebihan gizi pada orang dewasa (usia 18 tahun ke atas) merupakan masalah penting, karena selain mempunyai resiko penyakit tertentu, juga dapat mempengaruhi produktivitas kerja. Akibat kekurangan zat gizi, maka simpanan zat gizi pada tubuh akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Bila hal ini berlangsung lama, maka simpanan zat gizi akan habis dan terjadi kemerosotan jaringan, dengan meningkatnya defisiensi zat gizi maka muncul perubahan biokimia dan rendahnya zat–zat gizi dalam darah, berupa rendahnya tingkat Hb, serum vitamin A dan karoten. Dapat pula terjadi peningkatan beberapa hasil metabolisme seperti asam laktat dan piruvat pada kekurangan tiamin. Bila keadaan ini berlangsung lama, akan mengakibatkan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(39)

terjadinya perubahan fungsi tubuh yang tanda-tandanya, yaitu kelemahan, pusing, kelelahan, nafas pendek dan lain-lain (Nyoman, 2001).

Status gizi seseorang dapat mempengaruhi kapasitas vital paru. Orang kurus tinggi biasanya memiliki kapasitasnya lebih dari orang gemuk pendek (Nyoman, 2001), status gizi yang berlebihan dengan adanya timbunan lemak dapat menurunkan compliance dinding dada dan paru sehingga ventilasi paru akan terganggu akibatnya kapasitas vital paru akan menurun (Nyoman, 2001). Status gizi diukur menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT)

Tabel 2.3

Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia

Kategori IMT IMT

Kurus Kekurangan BB tk Berat Kekurangan BB tk Ringan

< 17 17,0 – 18,5

Normal > 18,5 – 25,00

Gemuk Kelebihan BB tk Ringan Kelebihan BB tk Berat

25,00 – 27,0 > 27,0 Sumber: (Nyoman, 2001)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(40)

8. Alat Pelindung Diri (Masker)

Harry dalam Amin (1985) menyatakan pemakaian APD sangat penting sebagai garis pertahanan untkuk melindungi pemakai sebagai akibat dari kelalaian atau kondisi yang tidak diperkirakan. Alat pelindung diri adalah seperangkat alat yang digunakan tenaga kerja untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari adanya potensi bahaya atau kecelakaan. Alat ini digunakan seseorang dalam melakukan pekerjaannya, yang dimaksud untuk melindungi dirinya dari sumber bahaya tertentu baik yang berasal dari pekerjaan maupun dari lingkungan kerja. Alat pelindung diri ini tidaklah secara sempurna dapat melindungi tubuhnya tetapi akan dapat mengurangi tingkat keparahan yang mungkin terjadi (Budiono, 2003).

Perlindungan tenaga kerja melalui usaha-usaha teknis pengamanan tempat, peralatan dan lingkungan kerja adalah sangat perlu diutamakan. Namun, kadang-kadang keadaan bahaya masih belum dapat dikendalikan sepenuhnya, sehingga digunakan alat-alat pelindung diri. Alat pelindung diri haruslah enak dipakai, tidak mengganggu kerja dan memberikan perlindungan yang efektif (Suma’mur, 1996).

Pilihan peralatan di bidang ini amat luas, mulai dari masker debu sekali pakai biasa sampai ke alat pernapasan isi sendiri dan banyak kebingungan kapan alat itu dipakai dan untuk bahaya apa. Jika pilihan keliru, dapat membahayakan pemakai dan dapat menyebabkan apiksia. Pelatihan pemakian juga diperlukan, tak tergantung pada alat apa yang dipakai, demikian juga harus tersedia fasilitas

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(41)

pemeliharaan dan pembersihan (Gill, 2005). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Adi (2007) menunjukan ada hubungan antara penggunaan APD (masker) dengan kapasitas vital paru.

a. Jenis Alat Pelindung Diri (Masker) 1) Masker

Masker berguna untuk melindungi masuknya debu atau partikel-partikel yang lebih besar ke dalam saluran pernafasan, dapat terbuat dari kain dengan ukuran pori-pori tertentu.

a) Masker penyaring debu

Masker ini berguna untuk melindungi pernafasan dari asap pembakaran, dan debu.

b) Masker berhidung

Masker ini dapat menyaring debu atau benda sampai ukuran 0,5 mikron.

c) Masker bertabung

Masker ini punya filter yang lebih baik daripada masker barhidung. Masker ini tepat digunakan untuk melindungi pernafasan dari gas tertentu.

2) Respirator

a) Respirator sekali pakai, dari bahan filter cocok bagi debu pernapasan. Bagian muka alat bertekanan negatif karena paru menjadi penggeraknya.

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(42)

b) Respirator separuh masker, yang dibuat dari karet atau plastik dan dirancang menutupi hidung dan mulut. Alat ini memiliki cartridge yang sesuai, alat ini cocok untuk debu, gas serta uap.Bagian muka bertekanan negatif, karena hisapan dari paru. c) Respirator seluruh muka, dibuat dari karet atau plastik dan

dirancanguntuk menutupi mulut, hidung dan mata. Medium filter dipasang didalam kanister yang langsung disambung dengan sambungan lentur.Dengan kanister yang sesuai, alat ini cocok untuk debu, gas dan uap.Bagian muka mempunyai tekanan negatif, karena paru menghisap disana.

d) Respirator berdaya, dengan separuh masker atau seluruh muka, dibuat dari karet atau plastik yang dipertahankan dalam tekanan positif dengan jalan mengalirkan udara melalui filter, dengan bantuan kipas baterai. Kipas itu, filter dan baterainya biasa dipasang disabuk pinggang, dengan pipa lentuk yang disambung untuk membersihkan udara sampai ke muka.

e) Respirator topeng muka berdaya mempunyai kipas dan filter yang dipasang pada helm, dengan udara ditiupkan ke arah bawah, diatas muka pekerja di dalam topeng yang menggantung. Topeng dapat dipasang bersama tameng-tameng pinggir, yang dapat diukur untuk mencocokkan dengan muka

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(43)

pekerja.Baterai biasanya dipasang pada sabuk. Sedangkan filter dan adsorbent tersedia dan jenis untuk pengelas juga tersedia (Gill, 2005).

9. Masa Kerja

Masa kerja adalah jangka waktu orang sudah bekerja pada suatu kantor, badan dan sebagainya (KBBI, 2001). Menurut Mila (2006), masa kerja adalah lamanya seorang tenaga kerja bekerja dalam (tahun) dalam satu lingkungan perusahaan, dihitung mulai saat bekerja sampai penelitian berlangsung. Dalam peneiltian Setiyani (2005), dalam lingkungan kerja yang berdebu, masa kerja dapat mempengaruhi dan menurunkan kapasitas fungsi paru pada karyawan. Menurut Fahmi (1990) yang dikutip oleh Solech (2001), menyebutkan bahwa masa kerja dapat dikategorikan menjadi dua yaitu:

1. Masa kerja baru (< 5 tahun ) 2. Masa kerja lama (≥ 5 tahun )

Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut (Suma’mur, 1996). Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Ulinta (1998) di bandung, mengatakan bahwa masa kerja di suatu perusahaan yang mengandung banyak debu mempunyai resiko tinggi untuk timbulnya pneumkoniosis.

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(44)

10.Pengelasan

Las adalah suatu cara untuk menyambung benda padat dengan jalan mencairkannya melalui pemanasan. Untuk berhasilnya penyambungan diperlukan bebebrapa persyaratan yang harus dipenuhi, yakni (Sriwidharto, 1987):

a. Bahwa benda padat tersebut dapat cair/lebur oleh panas

b. Bahwa antar benda-benda padat yang disambung tersebut terdapat kesuaian sifat lasnya sehingga tidak melemahkan atau menggagalkan sambungan tersebut

c. Bahwa cara-cara penyambungan sesuai dengan sifat benda padat dan tujuan penyambungan

1. Klasifikasi proses pengelasan

Dewasa ini teknologi pengelasan telah berkembang begitu pesat, lebih dari 40 jenis pengelasan telah dikenal orang dan digunakan dalam praktek penyambungan logam. Karena begitu banyaknya jenis-jenis pengelasan maka dibuatlah klasifikasi. Menurut cara pelaksanaan sambungannya, proses pengelasan diklasifikasikan menjadi las cair (las gas), las listrik, dan solder atau brazing (sriwidharto, 1987)

a. Las Gas

Las gas adalah cara pengelasan dimana panas yang digunakan untuk pengelasan diperoleh dari nyala api pembakaran bahan bakar gas dengan oksigen (zat asam). Bahan bakar gas yang biasa digunakan pada

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(45)

pengelasan gas adalah gas asetilen (gas karbit). Untuk pekerjaan yang tidak memerlukan suhu terlalu tinggi digunakan jenis gas lain, misalnya propan, gas alam (methan) dan LPG (liquid petroleum gas). Gas-gas tersebut mempunyai nilai panas yang rendah dari gas asetilen. Bahan bakar gas yang paling banyak digunakan dalam proses pengelasan adalah gas asetilen, sehingga las gas pada umumnya diartikan sebagai las oksiasetilen.

b. Las Listrik

Las listrik atau las busur adalh cara pengelasan dengan menggunakan tenaga listrik sebagai sumber panasnya . beberapa macam proses las yang termasuk pada kelompok las listrik adalah las listrik terak, las listrik gas, las resisitansi listrik, las resistansi titik.

c. Solder atau Brazing

Penyolderan adalah cara penyambungan logam dibawah pengaruh penyaluran panas dengan bantuan logam menyambung (solder) yang mempunyai titik lebur rendah dari pada logam yang akan disambungkan. Pada proses solder atau brazing, hanya bahan penyambungannya saja yang dicairkan , sedangkan bahan dasrnya dipanaskan sampai suhu cair bhan penyambung tersebut.

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(46)

d. Spot Welding

Las titik atau spot welding biasanya banyak digunakan dalam pembuatan mobil. Kurang lebih 4000 las titik terdapat dalam pengelasan satu kendaraan utuh. Spot welding merupakan salah satu jenis dari las tahanan listrik. Las tahanan listrik adalah suatu cara pengelasan dimana permukaan pelat yang disambung ditekankan satu sama lain dan pada sat yang sama arus listrik dialirkan sehingga permukaan tersebut menjadi panas dan mencair karena adanya resistansi listrik

2. Potensi Bahaya Pengelasan

Potensi bahaya pengelasan yang dapat ditimbulkan dari proses pengelasan antara lain meliputi (National Safety Council, 2002) :

a. Bahaya cahaya dan sinar berbahaya

Selama proses pengelasan akan timbul cahaya dan sinar yang dapat membahayakan juru las dan pekerja lain yang ada di sekitar pengelasan. Cahaya tersebut meliputi cahaya yang dapat dilihat atau cahaya tampak, sinar ultraviolet dan sinar infra merah. Karena hal ini maka pencegahan terhadap bahaya dari cahaya harus dipersyaratkan.

1) Sinar ultra violet

Sinar ultra violet sebenarnya adalah pancaran yang mudah terserap, tetapi sinar ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap reaksi kimia yang terjadi dalam tubuh. Bila sinar ultraviolet yang

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(47)

terserap oleh lensa dan kornea mata melebihi jumlah tertentu maka pada mata akan terasa seakan-akan ada benda asing didalamnya. Dalam waktu antar 6 sampai 12 jam kemudian mata menjadi sakit selama 6 sampai 24 jam. Pada umumnya rasa sakit ini akan hilang setelah 48 jam.

2) Cahaya tampak

Semua cahaya tampak yang masuk ke mata akan diteruskan oleh lensa dan kornea ke retina. Bila cahaya ini terlalu kuat maka mata akan segera menjadi lelah dan kalau terlalu lama mungkin akan menjadi sakit. Rasa lelah dan sakit ini sifatnya juga sementara.

3) Sinar infra merah

Adanya sinar infra merah tidak segera terasa oleh mata, karena itu sinar ini lebih berbahaya sebab tidak diketahui, tidak terlihat dan tidak terasa. Pengaruh sinar infra merah terhadap mata sama dengan pengaruh panas, yaiutu menyebabkan pembengkakan mata pada kelopak mata, terjadinya penyakit kornea, presbiopia yang terlalu dini dan terjadinya kerabunan. Jelas disini bahwa akibat dari pada sinar inframerah jauh lebih berbahaya dari pada kedua cahaya yang lainnya.

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(1)

78

B. Saran

1. Saran Bagi Pekerja

a. Sebaiknya pekerja selalu menggunakan APD ketika bekerja, agar mengurangi resiko terjadinya KVP.

b. Sebaiknya semua pekerja baik yang tua maupun yang muda dapat

menggunakan APD secara disiplin, mengurangi/menghilangkan

kebiasaan merokok dan meningkatkan olahraga.

c. Sebaiknya para pekerja yang merokok agar berhenti merokok, sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya restriksi KVP.

d. Sebaiknya para pekerja yang memiliki masa kerja baik baru atau lama dapat menggunakan APD secara disiplin.

2. Saran Bagi Pemilik Bengkel Las

a. Sebaiknya pemilik bengkel las memberikan pendidikan dan pelatihan penggunaan APD yang benar, serta penyediaan jenis masker yang sesuai dengan potensi bahaya yang ada

3. Saran Untuk Penelitian Selanjutnya

a. Untuk Penelitian selanjutnya sebaiknya dapat melanjutkan analisis sampai multivariat, sehingga diketahui faktor yang paling berhubungan dengan KVP.

b. Dalam penelitian selanjutnya, sebaiknya melakukan kalibrasi alat disetiap akan melakukan pengukuran, sehingga tidak menimbulkan bias pada hasil pengukuran.

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh:

Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

79

c. Perlu diadakan penelitian lanjutan terhadap variabel yang belum diteliti pada penelitian ini, seperti paparan debu.

d. Sebaiknya untuk variabel riwayat menggunakan bahasa yang mudah dimengerti atau dapat menanyakan gejala-gejala penyakit.

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh:

Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Adriskanda, B. Yunus, F. Setiawan, B. 1997. Perbandingan nilai kapasitas Difusi paru antara orang yang terlatih dan tidak terlatih. Jurnal Respirologi Indonesia, 17, 76 – 83. American thoracic society. 1987. Standardization Of Spirometry Up Date, am rev respire dis, 36:

1285-1297

Amin Muhammad. 1985 Pengaruh Polusi Udara Terhadap Fungsi Paru. Bagian Pulmonologi Fakultas Kedokteran Unair, RS Dr sutomo, Surabaya, paru 14: 6-14

Barbara . A. Plog. 2002. Fundamental of industrial Hygiene. National of safety council

Becket WS. 2000. Occupational Respiratory Diseases. N Engl J Med; 342:406-12. Cermin Dunia Kedokteran No. 138

Bhismamurti. 2002. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Budiono. AM Sugeng dkk.2002. Bunga Rampai Hiperkes dan Kesehatan. Semarang: Badan Penerbit UNDIP

Chang-Yeung M, Malo JL. 1995. Occupational asthma. N Engl J Med; 97:93-104. Cermin Dunia Kedokteran No. 138

Corwin J, Elizabeth. 2000. Buku Saku Patofisologi. Jakarta: EGC

Cullen MR, Cherniack MG. 1990. Rosenstock L. Occupational Medicine. N Engl J Med; 322:594-601,675-83. Cermin Dunia Kedokteran No. 138

Dahlan. M. Sopiyudin. 2004. Statistika untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: PT Arkans Depkes RI. 1990. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Tenaga Kerja. Jakarta:

Depkes.

Depkes RI. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan RI dan Keputusan Dirjen PPM&PLP tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja. Jakarta: Depkes RI

Dr. M.N. Bustan. 2000. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : PT. RINEKA CIPTA Guyton. Arthur C et all. 1997. Fisiologi Kedokteran. Terjemahan Irawati Setiawan. Jakarta: EGC Harrington. Gill . 2005. Buku Saku Kesehatan Kerja. Jakarta : EGC

Ikhsan. Mukhtar. 2002. Penatalaksanaan Penyakit Paru Akibat Kerja. Jakarta: UI Press

Koesyanto. Herry et all .2005. Panduan Praktikum Laboratorium Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Semarang: UPT UNNES Press

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh:

Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(4)

McDonald JC, Keynes HL, Meredith SK. 2000. Reported incidence of occupational asthma in The United Kingdom, 1989-97. Occup Environ Med; 57:823-9. Cermin Dunia Kedokteran No. 138

Mila. Siti Muslikatul. 2006. Hubungan Antara Masa Kerja, Pemakaian APD Pernafasan (Masker) Pada Tenaga Kerja Pengamplasan Dengan Kapasitas Fungsi Paru PT Ascent House Pecangaan Jepara. Skripsi. UNNES

Nur. Kartika Wijayanti. 2005. Pengaruh Pemakaian Kacamata Las Terhadap Ketajaman Penglihatan Pada Pekerja Las Karbit Di Wilayah Pinggir D.I. Panjaitan Kota Semarang. Skripsi. Semarang. UNNES

Pearce, Evelyn C. 1991 . Anatomi Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta : PT Gramedia Pusat Utama

Pollock, M.L Wimroe jh. 1987. Exercise In Health Disease. Wb Saunder.Co, Philadelpia: 131-152

Pudjiastuti. Wiwiek. 2003. Modul Pelatihan bagi Fasilitator Kesehatan Kerja. Jakarta : Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan RI

Rini Ae. 1998. Hubungan Pemaparan Debu Terhadap Gangguan Fungsi Paru Pekerja

Pemecah Batu Mojokerto. Tesis , PSIKM UNAIR, Surabaya.

Rosenstock L, et all. 1991. Occupational and environmental Medicine: meeting the growing need for clinical services. N Engl J Med; 326:924-7. Cermin Dunia Kedokteran No. 138 Simaela. Steven L. 2000. Faktor- Faktor yang Berhubungan Dengan Kapasitas Maksimal Paru

Pekerja Perushaan Pemecah Batu Pada PT. P BOGOR JAWA BARAT . Tesis. Depok: UI

Solech. Muhammad. 2001. Hubungan Lama Pemaparan Debu Kapur Tulis dengan Kapasitas Vital Fungsi Paru (FVC & FEV1) Guru SLTPN 1Grobogan Juni 2001. Skripsi. Semarang: UNDIP

Sonawan. Herry et all. 2004. Pengantar untuk Memahami Proses Pengelasan Logam. Bandung: ALFA BETA

Srikandi Fardiaz. 1999. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta: Kanisius

Sriwidharto. 1987. Petunjuk Kerja Las, Cetakan Ketiga. PT PRADNYA PARAMITA, Jakarta.

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh:

Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(5)

Suma’mur PK. 1996. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT Gunung Agung

Supariasa. I Dewa Nyoman, dkk. 2001. Penentuan Status Gizi. Jakarta: EGC Suyono. Joko. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. Jakarta : EGC

Syaifudin. 1997. Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat. Jakarta: EGC

Tambayong. Jan. 2001. Anatomi Fisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: Rineka Cipta

Trisnawati, Hanida. 2007. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kapasitas Vital Paru Tukang Ojek di Alun-Alun ungaran. Skripsi. UNNES

Ulinta B. 1998. Analisis Epidemiologi Pneumoconiosis Pada Pekerja Tambang Batu Di Bandung Berdasarkan X Ray Paru Klasifikasi Dan Faktor-Faktor Yang Berhubungan. Tesis, PSIKM UI , Jakarta.

Warpaji. Suparman. 1994. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :FK UI

Widodo Adi, Tri. 2007. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kapasitas Vital Paru Pada Pekerja Pembuatan Genteng. Skripsi. UNNES

Zaenal. Yuli Setiyani. 2004. Hubungan antara Amsa Kerja dengan Kapasitas Fungsi Paru pada Pengemudi Bus DAMRI Unit Kota Semarang Jalur Terboyo-Mangkang 2004. Skripsi. UNNES

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh:

Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(6)

iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Dian Rawar Prasetyo

TTL : Jakarta, 09 mei 1989

Alamat : Jl. Batang Blok. G1 No.34 02/08 Kel. Gembor, Kec. Periuk Tangerang 15133

Agama : Islam

Gol.darah : O

No. Telp. : (021)5921109 /085693398270

RIWAYAT PENDIDIKAN

Tahun Riwayat Pendidikan

1994 --2000 2000 – 2003 2003 – 2006 2006 – sekarang

SD Negeri Periuk 5

SMP Negeri 15 Tangerang.

SMA Pesantren Terpadu Hayatan Thayyibah Sukabumi

S1 – Kesehatan Masyarakat Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

PENGALAMAN ORGANISASI Tahun

2008 – sekarang 2008 – 2009

Pengalaman Organisasi

Staff Departemen Seni dan Olahraga BEM Jurusan Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ketua dewan pimpinan wilayah PPM Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2006 – 2007

Staff Departemen Riset dan Data BEM Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh:

Dian Rawar Prasetyo

106101003313

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA