Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Kapasitas Vital Paru pada Operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014

(1)

PENGISIAN BAHAN BAKAR UMUM (SPBU) DI KECAMATAN CIPUTAT TAHUN 2014

Skripsi

Disusun Oleh: Pikih Pratama 109101000060

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2014


(2)

(3)

ii

PEMINATAAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA Skripsi, 19 Agustus 2014

Pikih Pratama, NIM: 109101000060

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Kapasitas Vital Paru pada Operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014

(Xvii + 100 halaman, 12 tabel, 3 gambar, 2 lampiran)

ABSTRAK

Dengan adanya urbanisasi dan peningkatan jumlah kendaraan yang terjadi begitu pesat terutama di kota-kota besar dapat menimbulkan polusi udara di lingkungan. Dilihat dari sumbernya pencemaran udara terbesar berasal dari asap buang kendaraan. Efek dari emisi kendaraan bermotor dapat menyebabkan masalah kesehatan yang mengurangi kemampuan paru-paru, salah satunya terhadap operator SPBU. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan KVP. Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi analitik yang bertujuan melihat hubungan antara variabel dependent dan independent dengan menggunakan desain cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Juli 2014. Sampel pada penelitian ini adalah semua operator SPBU di wilayah Kecamatan Ciputat yang bersedia menjadi sampel, yakni 42 orang. Instrument dalam penelitian ini adalah kuesioner, timbangan, microtoise, EPAM 505, dan Spirometer.

Hasil penelitian ini menunjukan operator SPBU yang mengalami penurunan KVP sebanyak 30 dengan persentase (71, 4%). Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa variabel yang berhubungan dengan KVP adalah variabel debu total (P-value

0,000), jenis kelamin (P-value 0,008), kebiasaan merokok (P-value 0,035), dan masa kerja (P-value 0,019). Sedangkan untuk variabel umur, kebiasaan olahraga, status gizi, riwayat penyakit tidak berhubungan dengan KVP.

Untuk mencegah terjadinya penurunan KVP pada operator SPBU disarankan agar perusahaan mewajibkan dan menyediakan masker kepada pekerja, pekerja mulai membiasakan diri rutin berolahraga, dan pekerja membiasakan diri untuk tidak merokok. Daftar bacaan: 62 (1990-2013)


(4)

iii

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES PUBLIC HEALTH PROGRAM

OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH Undergraduate Thesis, 19th August 2014 Pikih Pratama, NIM: 109101000060

Factors Associated With Genesis Vital Lung Capacity Of Gas Station Operator in the District Of Ciputat 2014

(Xvii + 100 pages, 12 tables, 3 images, 2 attachments)

ABSTRACT

Both the urbanization and increasing the number of vehicles that occur so rapidly, especially in big cities can cause air pollution in the environment. The largest source of air pollution is from vehicle emission. The effect of motor vehicle emissions can cause health problems that reduce the ability of the lungs, one of them is to the operator of gas stations. Therefore, this study was conducted to determine the factors associated with Vital Lung Capacity.

This study was an analytic epidemiologic study aimed to see the relationship between the dependent and independent variables using a cross sectional design. It was conducted in March-July 2014. Samples in this study were all operator stations in the District of Ciputat who were willing to become sample, they are 42 operators. The instrument in this study was a questionnaire, scales, microtoise, EPAM 505, and spirometer.

These results indicated that gas station operators had decreased 30 percentage Vital Lung Capacity (71, 4%). Based on the results of statistical tests known that variables related to Vital Lung Capacity was total dust (P-value 0.000), gender (P-value 0.008), smoking (P-value 0.035), and tenure (P-value 0.019). As for the variables of age, exercise habits, nutritional status, disease history were not associated with Vital Lung Capacity.

To prevent a decrease in Vital Lung Caapacity gas station operators it is recommended that the company obliged and provides masks to the workers. They alsonshould start to do regular exercise and stop smoking.

Reading list: 62 (1990-2013)


(5)

(6)

(7)

vi Tempat, tanggal lahit : 17 Oktober 1991 Jenis Kelamin : Laki-laki

Status Pernikahan : Belum menikah Nomor Handphone : 085717202324

Email : pikihpratama_k3@yahoo.com Riwayat Pendidikan : - 1996-1997 TK Al-Istiqomah

- 1997-2003 SDN Cempaka Baru I

- 2003-2006 Madrasah Tsanawiyah Negeri 3 Jakarta - 2006-2009 Madrasa Aliyah Negeri 4 Model Jakarta - 2009-sekarang S1 – Jurusan Kesehatan Masyarakat, peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pengalaman Organisasi dan Pelatihan : 1. OSIS Periode 2004-2006 (Mts N 3 Jakarta) 2. OSIS Periode 2006-2008 (MAN 4 Model Jakarta

3. BEM Jurusan Anggota Kesenian dan Olahraga 2009-2010 (UIN SH Jakarta) 4. BEM Jurusan Staff Ahli Kesenian dan Olahraga 2010-2011 (UIN SH Jakarta) 5. Pelatihan OHSAS 18001 Manajemen Risiko


(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah, seluruh puji serta syukur selalu dilantunkan ke hadirat Allah SWT, Sang Pemilik Pengetahuan, yang dengan rahmat dan inayah-NYA jualah maka penulis mampu merampungkan laporan skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian KVP pada Operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014”. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad Rasulullah

SAW, yang atas perkenan ALLAH, telah menghantarkan umat manusia ke pintu gerbang pengetahuan Allah yang Maha Luas.

Selama penulisan skripsi ini semata-mata bukanlah hasil usaha penulis sendiri, banyak orang-orang disekitar yang telah membantu baik moril ataupun materil. Sekiranya patut saya ucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada:

1. Bapak dan Ibu tercinta, yang selalu memberikan kasih sayang begitu tak terhingga, tak mengenal waktu bekerja demi anakmu ini. Do’a yang selalu tercurah disepanjang waktu, dan dorongan semangat demi kelak bisa menjadi anak yang berbakti serta membanggakan Bapak dan Ibu. Adik kandung penulis Muhammad Hady Fahlefy semoga sukses di bidang pendidikan. Kepada alm. Farhan Fadjrin yang telah tenang di surga nya Allah SWT bersama Rasulullah SAW dan para Nabi. Aamiin.

2. Buat nyai tersayang terimakasih buat do’a-do’anya. Mudah-mudahan dipelihara kesehatannya, semakin taat ibadahnya. Aamiin.


(9)

viii

Iting Shofwati, ST., MKKK. Makasih teruntuk semangat dan ilmunya kepada kami. Awal pertama ketemu mudah-mudah2n akan membuat saya selalu ingat ibu. Dipelihara kesehatan bersama keluarga dan anak-anakknya yang saleh dan shaleha.

4. Buat ibu Dewi Utami Iriani, Ph. D selaku dosen pembimbing terimakasih untuk kemudahan, arahan dan bimbingan selama penyusunan skripsi. Mudah-mudahan ibu beserta keluarga sehat selalu.

5. Fazar Ariyanti, SKM, M.Kes, Ph.D selaku ketua program studi Kesehatan Masyarakat yang selalu berusaha dengan ikhlas untuk memajukan Kesmas 6. Bapak Ir. Bambang, SP, MKKK terimakasih untuk ilmu dan kebaikannya

bersama keluarga kepada kami. Bapak Ir. Rulyenzi Rasyid, MKKK terimakasih juga untuk ilmu dan kebaikannya.

7. Ibu DR. Ela Laelasari, M. Kes selaku dosen penguji, terimakasih untuk pengertiannya dan perhatiannya kepada kami yang sedang berjuang mengerjakan skripsi. Mudah-mudah ibu sehat beserta keluarga.

8. Bapak dr. Yuli P Satar, MARS selaku dosen penguji terimakasih buat masukan2 dalam penulisan ini. Mudah2n bapak dan keluarga sehat selalu. Aamiin.

9. Bapak dr. Gatot Sudiro, H, Sp. P selaku dosen penguji dari luar. Makasih buat masukan-masukan terkait penulisan, semoga menjadikan bekal yang berilmu di massa depan. Mudah2 bapak dr. sehat selalu.


(10)

ix

10. Buat Om Yono dan Cing Ela terimakasih untuk bantuannya selama saya kuliah. Keluargaku semua terimakasih buat bantuannya.

11. Untuk teman-teman K3 makasih buat semuanya, ALLAH SWT luar biasa mempertemukan kita dalam 1 kelas. Sukses buat kita semua. aamiin

12. Buat sahabatku Zainul fadillah, SKM terimakasih banyak untuk semuanya. Buat sahabatku Ersa Anugraha Putra yang selalu sabar dan rendah hati.

13. Buat guru-guruku di TK, SD, MTs N 3, MAN 4 Model Jakarta, di perkuliahan yang masih ingat sama saya. Ikatan batin ini yang akan memperkuat tali silaturahmi murid kepada guru-gurunya.

14. Buat ka Nur Najmi Laila selaku PJ Lab K3 ataupun kaka senior di Kesmas makasih untuk bantuannya dan kesediannya selama turun lapangan, mendampingi dan memberikan masukan serta arahan terhadap penulisan ini. Buat Agung Raharjo kesediaannya membantu dalam proses komunikasi bimbingan dengan dosen

15. Buat kamu semesta, tempat dimana aku dilahirkan, tumbuh hidup dan berkembang menjadi pribadi yang matang, lebih baik di depan. I love you semesta!

Dengan memanjatkan doa kepada ALLAH SWT, penyusunan berharap kebaikan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari ALLAH SWT, aamiin. Terakhir sekiranya semoga hasil ini dapat bermanfaat bagi peneliti dan pembaca umumnya.

Jakarta, September 2014


(11)

x

LEMBAR PERNYATAAN MAHASISWA………i

ABSTRAK……….ii

LEMBAR PERSETUJUAN………...iv

LEMBAR PENGESAHAN………..v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP………vi

KATA PENGANTAR………vii

DAFTAR ISI………..x

DAFTAR TABEL………xv

DAFTAR GAMBAR………xvi

DAFTAR LAMPIRAN………xvii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang……….1

1.2 Rumusan Masalah………5

1.3 Pernyataan Penelitian………...6

1.4 Tujuan Penelitian………..7

1.4.1 Tujuan Umum………...7

1.4.2 Tujuan Khusus………..7

1.5 Manfaat Penelitian………....8

1.5.1 Bagi Manajemen Perusahaan………....8

1.5.2 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat……….8

1.5.3 Bagi Peneliti………..9

1.6 Ruang Lingkup Penelitian……….9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pernafasan manusia..………10

2.1.1 Anatomi Pernafasan……….10


(12)

xi

2.1.3 Mekanisme Pernafasan………13

2.2 Kapasitas Paru-paru……….14

2.2.1 Kapasitas vital paru……….15 2.2.2 Alat ukur KVP………18

2.3 Debu………21

2.3.1 Pengertian Debu………..21

2.3.2 Sifat-sifat debu………23

2.3.3 Ukuran debu………24

2.4 Bidang Penyakit Paru……….24

2.5 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi KVP Operator SPBU…………....25

2.6 Kerangka Teori………43

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep………44

3.2 Definisi Operasional………46

3.3 Hipotesis……….48

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian………....49

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian………....49

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian……….49

4.3.1 Populasi………..49

4.3.2 Sampel………....49

4.4 Instrumen Penelitian………..51

4.5 Pengumpulan Data……….51


(13)

xii

4.6.2 Menyunting Data (data editing)………56

4.6.3 Memasukan Data (entry data)………...56

4.6.4 Membersihkan Data (cleaning)……….57

4.7 Teknik Analisa Data……….57

4.7.1 Univariat………...57

4.7.2 Bivariat……….57

BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran SPBU wilayah Kecamatan Ciputat Tahun 2014…………..58

5.2 Analisa Univariat 5.2.1 Gambaran KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat tahun 2014………..61

5.2.2 Gambaran debu total pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat tahun 2014………61

5.2.3 Gambaran karakteristik individu (umur dan jenis kelamin) pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat tahun 2014………62

5.2.4 Gambaran karakteristik gaya hidup (kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, status gizi, riwayat penyakit pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat tahun 2014……….64

5.2.5 Gambaran massa kerja pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat tahun 2014……….66


(14)

xiii 5.3 Analisa Bivariat

5.3.1 Hubungan antara debu total dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat tahun 2014……….67 5.3.2 Hubungan antara karakteristik individu (umur dan jenis kelamin) dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat tahun

2014………..68

5.3.3 Hubungan antara karakteristik gaya hidup (kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, status gizi dan riwayat penyakit) dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat tahun 2014………..70 5.3.4 Hubungan antara massa kerja dengan KVP pada operator SPBU di

Kecamatan Ciputat tahun 2014……….73 BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan penelitian………75 6.2 Kejadian KVP………..76 6.3 Faktor-faktor yang berhubungan dengan KVP………78

6.3.1 Hubungan antara debu total dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat tahun 2014………78 6.3.2 Hubungan antara karakteristik individu (umur dan jenis kelamin)

dengan KVP pada operator SPBU tahun 2014……….82 6.3.3 Hubungan antara karakteristik gaya hidup (kebiasaan merokok,

kebiasaan olahraga, status gizi dan riwayat penyakit) dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat tahun 2014………84 6.3.4 Hubungan antara massa kerja dengan KVP pada operator SPBU di


(15)

xiv

7.2 Saran………..99

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(16)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional………46 Tabel 4.1 Perhitungan sampel……….50 Tabel 5.1 Gambaran profil SPBU wilayah Kecamatan Ciputat………..59 Tabel 5.2 Gambaran frekuensi KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat

Tahun 2014………..61

Tabel 5.3 Gambaran frekuensi debu total pada operator SPBU di Kecamatan

Ciputat Tahun 2014……….62

Tabel 5.4 Gambaran frekuensi karakteristik individu (umur dan jenis kelamin) pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014……….63 Tabel 5.5 Gambaran frekuensi karakteristik gaya hidup (kebiasaan merokok,

kebiasaan olahraga, status gizi dan riwayat penyakit) pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014………..64 Tabel 5.6 Gambaran massa kerja pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun

2014……….66

Tabel 5.7 Hubungan antara debu total dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014……….67 Tabel 5.8 Hubungan antara karakteristik individu dengan KVP pada operator SPBU

di Kecamatan Ciputat Tahun 2014……….69 Tabel 5.9 Hubungan antara karakteristik gaya hidup dengan KVP pada operator

SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014………..71 Tabel 5.10 Hubungan antara massa kerja dengan KVP pada operator SPBU di


(17)

xvi

Gambar 2.1 Kerangka teori ………....43 Gambar 2.2 Kerangka konsep ………....45 Gambar 5.1 Peta jalan SPBU Kecamatan Ciputat………..60


(18)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner penelitian


(19)

1 1.1 Latar Belakang

Dengan adanya urbanisasi dan peningkatan pesat jumlah mobil di sebagian kota-kota besar, maka akan adanya peningkatan polusi udara. Untuk memenuhi kebutuhan masa kini, semakin banyak stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang mendapatkan izin untuk didirikan. Disamping itu pula dengan meningkatnya pendirian SPBU, perekrutan pekerja ikut meningkat. Itu dikarenakan penggunaan bensin sebagai bahan bakar utama pada kendaraan bermotor. Efek dari emisi kendaraan bermotor adalah merupakan masalah yang besar. Pajanan dari bensin (minyak bumi) dan knalpot yang menyebabkan masalah kesehatan yang dapat mengurangi kemampuan paru-paru (Begum dan Rathna, 2012).

Dilihat dari sumbernya, pencemaran udara terbesar berasal dari asap buangan kendaraan bermotor (Riyadina, 1997). Kendaraan bermotor menyumbang hampir 100 persen timbal, 70,50 persen carbon monoksida, 8,89 persen oksida nitrogen, 18,34 persen hidro karbon, serta 1,33 persen partikel. Berbagai pencemaran udara tersebut akan memberikan efek yang sangat buruk terutama terhadap sistem pernafasan (Wardana, 1995).

Studi yang dilakukan di New Delhi tahun 1996 menunjukan 7.500 orang meninggal dan 2,5 juta orang harus dirawat karena tingkat populasi udara yang tinggi (Emitec, 2002). Penelitian di Australia juga menunjukan bahwa kendaraan memiliki kontribusi sampai 60% terhadap pencemaran udara terutama pada musim panas. (EPA, 2003).


(20)

2

Pada dasarnya kontribusi gas buang kendaraan terhadap pencemaran udara dan kesehatan pekerja sangat tergantung pada kondisi dan spesifikasi teknis kendaraannya. Banyak pengembangan yang telah dilakukan agar kendaraan memiliki tingkat emisi rendah terutama agar sistem pembakaran lebih baik, bahan bakar terbakar sempurna, penggunaan material yang lebih ringan, kuat dan tahan korosi, serta penggunaan bahan bakar gas buang yang tidak beracun dan tidak membahayakan bagi manusia.

Maka dari itu peraturan tentang emisi gas buang dan penggunaan bahan bakar sudah diimplementasikan di USA, Jepang, Eropa dan akan meluas keseluruh dunia. Untuk mencapai emisi gas buang yang diperbolehkan, emisi gas buang kendaraan bermotor harus dikurangi dari 90% sampai 99%. Hal ini disebabkan semakin nyata dan besarnya dampak emisi gas buang khususnya hidrokarbon (HC) dan karbon monoksida (CO) terhadap kesehatan manusia dan secara langsung juga berdampak kepada kualitas pencemaran udara ambien dan pencemaran global.Dampak HC dan CO sudah sampai tahap yang membahayakan (Nadapdap, 2003).

Paparan CO terhadap manusia apabila terhisap ke dalam paru-paru akan ikut peredaran darah dan akan secara langsung menghalangi masuknya oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh. Gas CO bersifat racun metabolis, bereaksi secara metabolis dengan darah. Gas CO mengganggu saluran pernafasan, terus masuk ke paru-paru dan bereaksi dengan hemoglobin dan membentuk carboxihemoglobin (CO-HO) yang menghambat fungsi hemoglobin dalam darah untuk membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh. Akibatnya tubuh akan kekurangan oksigen sehingga terjadi gangguan berapa jaringan tubuh dan otak, seperti fungsi panca indera


(21)

menjadi berkurang, kemampuan berfikir berkurang dan sebagainya bahkan sampai kematian. Sedangkan, efek dari paparan HC terhadap manusia akan mengakibatkan pusing, lemah, pandangan kabur setelah 8 jam, gangguan syaraf dan terjadinya kematian (Wardana A.W, 1995).

Bensin lebih mudah untuk menguap pada kondisi udara yang panas, dibandingkan dengan negara-negara yang memiliki udara dingin. Dari hasil penelitian yang dilakukan pada operator SPBU di kota Bhopal, didapatkan hasil bahwa terjadi pengurangan yang signifikan terlihat pada FEV1 (volume ekspirasi paksa dalam 1 detik), FVC (kapasitas vital paksa) dalam pekerja pompa bensin yang terkena lebih dari 5 tahun, laju aliran yaitu FEF (forced expiratory flow) 25-75%, PEFR dan PIFR juga menurun secara signifikan di pekerja yang terpapar lebih dari 10 tahun (Hulke et.al. 2011).

Menurut penelitian yang dilakukan di kota Mysore (India) di dapatkan hasil ada statistik penurunan yang signifikan dalam FVC (forced vital capacity) yaitu volume udara maksimum yang dapat diekspirasikan dengan paksa setelah inspirasi minimum, FEV1 (forced expired volume) yaitu volume udara yang diekspirasikan selama detik pertama maneuver FVC dan dalam kelompok studi jika dibandingkan dengan kelompok kontrol (Begum, 2012).

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan ternyata terbukti bahwa hubungan paparan efek bergantung pada lamanya paparan (Suma’mur, 1996). Kondisi kerja tertentu yaitu dengan tingkat paparan tinggi, maka penyakit akibat kerja akan timbul di tahun-tahun yang akan datang. Pekerja SPBU rata-rata memiliki waktu kerja sehari 8 jam. Pekerja SPBU memiliki risiko yang tinggi untuk terpapar bahan kimia


(22)

4

berbahaya khususnya dari pembakaran yang tidak sempurna dari kendaraan bermotor yang sedang menunggu antrian pengisian bahan bakar, ataupun kendaraan berangkat setelah mengisi bensin (Mukono, 2005). Kejadian tersebut berlangsung secara terus-menerus akan berdampak pada pengendapan gas emisi kendaraan bermotor dalam paru-paru karena terhirup oleh operator SPBU sehingga menyebabkan penurunan KVP.

Operator SPBU adalah seseorang yang bekerja 8 jam sehari di dalam lingkungan SPBU sebagai petugas pengisi bensin terhadap kendaraan bermotor. Operator SPBU merupakan pekerjaan yang berisiko terjadinya penurunan KVP (kapasitas vital paru). Operator SPBU yang tepat berada di pinggir jalan raya dapat tercemar polusi udara dari gas buang kendaraan bermotor seperti CO, NO, HO dan uap bensin (benzene). Namun pada dasarnya nilai KVP seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh konsentrasi paparan debu yang diterima saja, hal itu juga dipengaruhi oleh karakteristik yang terdapat pada individu pekerja seperti usia, alat pelindung diri, jenis kelamin, status gizi, masa kerja, riwayat merokok dan riwayat penyakit (Sirait, 2010).

Peneliti juga telah melakukan studi pendahuluan dengan melakukan pemeriksaan KVP dengan alat uji spirometer terhadap 10 operator SPBU di wilayah Kecamatan Ciputat pada bulan Maret-April 2014. Didapatkan hasil bahwa sebanyak 5 (50%) responden mengalami penurunan fungsi paru. Berdasarkan data tersebut, peneliti perlu mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi kapasitas vital paru pada operator SPBU, sehingga diharapkan dengan penelitian ini dapat dilakukan tindakan pencegahan bagi manajemen terhadap pekerja dan unsur terkait.


(23)

Maka dari itu penulis bermaksud melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas vital paru pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014.

1.2 Rumusan Masalah

Salah satu titik area dengan pencemaran udara tinggi adalah di SPBU. Petugas ini juga memiliki risiko tinggi terpapar bahan kimia berbahaya dari pembakaran yang tidak sempurna kendaraan bermotor yang sedang menunggu antrian pengisian bahan bakar, ataupun kendaraan yang berangkat setelah mengisi bensin. Posisi SPBU di Kecamatan Ciputat, Tangerang Selatan semuanya berada di pinggir jalan raya yang memudahkan petugas pengisian operator SPBU terpapar emisi dari kendaraan. Kejadian tersebut berlangsung terus menerus akan berdampak pada pengendapan gas emisi kendaraan bermotor dalam paru-paru karena terhirup oleh operator SPBU sehingga menyebabkan penurunan KVP.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Maret-April tahun 2014, sebanyak 5 dari 10 pekerja pengisian pompa bensin di Kecamatan Ciputat atau sebanyak 50% mengalami gangguan fungsi paru. Diantaranya 3 orang mengalami restriksi berat, 1 orang mengalami restriksi ringan dan 1 orang mengalami restriksi dan obstruksi (mixed). Sebagian dari operator SPBU yang telah dilakukan pengujian merasakan hal seperti sesak nafas, pusing, serta diikuti dengan mual ketika mereka sedang bekerja karena pengaruh dari uap bensin dan emisi gas buang kendaraan.


(24)

6

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014?

2. Bagaimana gambaran debu total pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014?

3. Bagaimana gambaran karakteristik individu (umur, jenis kelamin) pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014?

4. Bagaimana gambaran karakteristik gaya hidup (aktivitas olahraga, aktivitas merokok, status gizi, riwayat penyakit) pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014?

5. Bagaimana gambaran masa kerja pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014?

6. Apakah debu total berhubungan terhadap KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014?

7. Apakah karakteristik individu (umur, jenis kelamin) berhubungan terhadap KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014?

8. Apakah karakteristik gaya hidup (aktivitas olahraga, aktivitas merokok, status gizi, riwayat penyakit) berhubungan terhadap KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014?

9. Apakah masa kerja berhubungan terhadap KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014?


(25)

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan penurunan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran KVP operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014

2. Diketahuinya gambaran debu total pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014

3. Diketahuinya gambaran karakteristik individu (umur, jenis kelamin) pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014

4. Diketahuinya gambaran karakteristik gaya hidup (aktivitas olahraga, aktivitas merokok, status gizi, riwayat penyakit) pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014

5. Diketahuinya bagaimana gambaran masa kerja pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014

6. Diketahuinya hubungan debu terhadap KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014

7. Diketahuinya hubungan karakteristik individu (umur, jenis kelamin) terhadap KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014


(26)

8

8. Diketahuinya hubungan karakteristik gaya hidup (aktivitas olahraga, aktivitas merokok, status gizi, riwayat penyakit) terhadap KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014

9. Diketahuinya hubungan masa kerja terhadap KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi perusahaan

Hasil penelitian ini dimaksudkan untuk menambah wawasan, pengetahuan, pemahaman serta informasi kepada manajemen perusahaan dan operator SPBU mengenai penurunan nilai dari fungsi paru yang disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja yang tidak memenuhi standar kriteria aman dalam bekerja, sehingga menimbulkan kondisi kerja yang tidak nyaman. Agar pimpinan perusahaan dapat melakukan upaya-upaya pencegahan serta perlindungan untuk menghilangkan atau pun mengurangi potensi bahaya bagi para operator SPBU. Pekerja dapat terhindar dari penyakit akibat kerja.

1.5.2 Bagi program studi Kesehatan Masyarakat

Memberikan manfaat bagi program kesehatan sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut pada operator SPBU yang berada pada area ditempat atau pun daerah penelitian yang lainnya.


(27)

1.5.3 Bagi peneliti

Melatih pola pikir yang sistematis dalam menghadapi masalah-masalah khususnya dalam bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Menjadikan referensi bagi peneliti selanjutnya.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Juni tahun 2014. Adapun lokasinya operator SPBU di Kecamatan Ciputat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat tahun 2014. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan desain cross sectional (potong lintang). Sasaran peneliti adalah operator SPBU. Data-data yang akan diperoleh yaitu berasal dari Data-data primer. Data primer dikumpulkan dan diperoleh dari objek penelitian ataupun responden selama penelitian. Data tersebut disajikan dalam tabel distribusi frekuensi, kemudian dilakukan uji statistik dengan rumus chi-square untuk melihat hubungan antara variable dependen dengan variable independen.


(28)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Pernafasan Manusia 2.1.1 Anatomi Pernafasan

a. Pengertian saluran pernafasan

Saluran pernafasan (Rab, 1996) adalah yang mengangkut udara antara atmosfer dan alveolus, yaitu tempat terakhir yang merupakan satu-satunya tempat pertukaran gas-gas antara udara dan darah dapat berlangsung.

b. Fungsi pernafasan

Fungsi utama pernafasan adalah untuk pertukaran gas yakini untuk memperoleh oksigen agar dapat digunakan oleh sel-sel tubuh dan mengeliminasi karbondioksida yang dihasilkan oleh sel.

c. Jalur pernafasan

Saluran pernafasan berawal dari saluran hidung (nasal). Dari hidung berjalan ke faring (tenggorokan) yang berfungsi sebagai saluran bersama bagi sistem pernafasan maupun sistem pencernaan. Dari faring kemudian laring atau kotak suara yang dapat menghasilkan berbagai macam bunyi. Dari laring menuju ke trakea yang terbagi menjadi dua cabang utama bronkus kanan dan kiri. Dalam setiap paru bronkus terus bercabang menjadi saluran nafas yang makin sempit. Cabang terkecil dikenal


(29)

sebagai bronkiolus, tempat terkumpulnya alveolus kantung udara terkecil tempat terjadinya pertukaran gas-gas antar udara dan darah.

d. Pertahanan paru

Paru-paru mempunyai pertahanan yang khusus dalam mengatasi berbagai kemungkinan terjadi kontak dengan allergen dalam mempertahankan tubuh, sebagaimana mekanisme tubuh pada umumnya, maka paru-paru mempunyai pertahanan seluler dan humoral. Mekanisme pertahanan tubuh yang penting pada paru-paru terbagi atas (Price, 1995): 1) Filtrasi udara pernafasan

Hembusan udara yang melalui rongga hidung mempunyai berbagai ukuran. Partikel berdiameter 5-7 mikron akan bertahan di orofaring, diameter 0,5-5 mikron akan masuk sampai ke paru-paru dan diameter 0,5 mikron dapat masuk sampai ke alveoli tetapi dapat keluar bersama sekresi.

2) Pembersihan melalui mukosilia 3) Sekresi oleh humoral lokal 4) Fagositosis

2.1.2 Fisiologi Paru-paru

Paru-paru terdiri dari 2 bagian , kiri dan kanan, yang terletak hampir di tengah rongga dada, diantara kedua paru-paru, dengan posisi yang lebih ke kiri sedikit. Di depannya terdapat batang tenggorokan dan saluran pernafasan (bronchi). Oleh sebab jantung mengambil tempat ke kiri, bagian paru-paru sebelah kiri lebih kecil sedikit dari paru-paru kanan. Dengan


(30)

12

demikian dapat dimengerti paru-paru kiri hanya terdiri dari 2 bagian (lobus), sedangkan paru-paru kanan 3 bagian.

Pada bagian dada, batang tenggorokan menyediakan 3 saluran pernafasan untuk paru-paru kanan (satu saluran pernafasan untuk setiap bagian) dan dua untuk paru-paru kiri. Ketiga saluran pernafasan ini segera terbagi atas saluran yang lebih kecil, saluran yang lebih kecil dan seterusnya, hingga sampai saluran yang terkecil dari “pohon saluran pernafasan” (bronchial tree), yang jumlahnya, sekitar 1 miliar unit. Ujung percabangan pernafasan ini disebut “kantung udara” dimana terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida,

Paru-paru memiliki 2 sumber darah yaitu arteri paru-paru yang membawa darah dari sebelah kanan jantung, dan arteri saluran pernafasan yang menemani saluran pernafasan dalam berbagai cabang saluran pernafasan. Diperlukan 2 sumber untuk penyalur darah. Ternyata arteri paru-paru yang datang dari sebelah kanan jantung membawa darah dengan oksigen yang telah dipindahkan dari jaringan yang telah dilaluinya. Darah ini tidak dapat menyegarkan jaringan paru-paru. Sebab itu saluran pernafasan dan paru-paru harus memiliki penyalur darah segarnya sendiri melalui arteri saluran pernafasan yang datang dari sebelah kiri jantung melalui jalan aorta.

Seperti semua arteri yang lain, arteri yang membawa darah dari sebelah kanan jantung ke paru-paru bercabang sampai menjadi pembuluh darah kapiler. Di dalam paru-paru, kantong oksigen dan pembuluh darah kapiler ini terletak berdampingan sedemikian rupa hingga hanya satu lapis dari sel


(31)

yang tipis yang memisahkan udara dan darah. Lapisan sel ini demikian tipis sehingga oksigen dapat melewati dengan bebas dari udara ke darah, dan karbon dioksida dari darah ke udara (Kuantraf et. al, 1992).

2.1.3 Mekanisme Pernafasan

Mekanisme udara mempunyai caranya untuk dapat masuk ke paru-paru. Paru-paru tidak mempunyai jalan untuk menarik udara melalui hidung. Tetapi udara dapat dibawa masuk ke dalam paru-paru melalui kegiatan otot tertentu. Otot-otot ini menambah ukuran dada setiap seseorang bernafas. Sementara ukuran dada seseorang bertambah, paru-paru bertambah luas dan udara akan segera mengisi ruangan yang telah tersedia. Dengan demikian saat otot menjadi rileks, dada kembali kepada ukurannya yang semula, dan udara dipaksakan untuk keluar melalui jalan masuknya.

Otot yang menambah ukuran dada (otot pernafasan) adalah diafragma, Otot yang terletak diantara tulang iga dan otot tertentu di leher. Otot-otot inilah yang digunakan pada saat memasukan udara ke dalam paru-paru. Diafragma adalah otot yang berbentuk kubah (dome) terletak pada tingkatan bawah dari tulang iga, yang memisahkan dada dari abdomen (perut). Jantung dan paru-paru terletak diatas diafragma, sedangkan hati, perut, dan limpa kecil dan organ abdomen lainnya terletak dibawah diafragma. Bila diafragma berkontraksi, ia akan menarik ke bawah menentang organ yang ada di abdomen. Ini akan menyebabkan paru-paru menjadi lebih luas. Otot antara tulang iga juga akan berkontraksi diafragma, sebab itu menolong untuk lebih memperluas paru-paru.


(32)

14

Otot yang berada di dinding abdomen bila berkontraksi akan menghasilkan akibat yang berlawanan dari apa yang dilakukan oleh diafragma dan otot diantara tulang iga. Bila otot dinding abdomen berkontraksi, organ-organ abdomen dan diafragma akan merapat ke atas. Ini akan menyebabkan udara terdorong ke atas untuk meninggalkan paru-paru dengan cepat. Bila ini tidak terjadi akan mengakibatkan timbulnya suatu tekanan di dalam dada.

Sama seperti seluruh otot dalam tubuh manusia, aksi dari otot pernafasan dikontrol oleh urat syaraf. Sebagaimana anda ketahui, anda dapat bernafas lebih cepat, lebih dalam atau menahan untuk sementara. Hal ini disebabkan oleh saraf pengontrol sadar yang dimiliki dan otot yang berhubungan dengan pernafasan. Akan tetapi umumnya proses pernafasan dikontrol secara otomatis oleh saraf pusat yang berada disebelah bawah dari otak. Saraf pusat ini mengirimkan getaran saraf ke otot-otot pernafasan hingga dapat berkontraksi dan mengendorkan secara bergantian. Pusat saraf tersebut bahkan dapat mengontrol seberapa cepat dan dalam anda bernafas, jikalau anda berolahraga, saraf pusat pernafasan mengirimkan getarannya dengan irama yang lebih cepat dari pada saat beristirahat (Kuantraf et. al, 1992). 2.2 Kapasitas Paru-Paru

Untuk menguraikan peristiwa-peristiwa dalam sirkulasi paru, kadang-kadang perlu menyatukan dua volume atau lebih. Kombinasi seperti ini disebut sebagai kapasitas paru (Guyton, 2008 dan Graber et.al, 2006):


(33)

1. FRC (fungsional residual capacity)/ kapasitas residu fungsional sama dengan volume cadangan ekspirasi ditambah volume residu. Ini adalah cadangan jumlah udara yang tersisa dalam paru pada akhir respirasi normal (kira-kira 2300 mililiter).

2. IC (inspiration capacity)/ kapasitas inspirasi sama dengan volume tidal ditambah volume cadangan inspirasi. Ini adalah jumlah udara (kira-kira 3500 mililiter) yang dapat dihirup seseorang, dimulai pada tingkat ekspirasi normal dan pengembangan paru sampai jumlah maksimum.

3. VC (vital capacity)/ kapasitas vital sama dengan volume cadangan inspirasi ditambah volume tidal dan volume cadangan ekspirasi. Ini adalah jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan seseorang dari paru, setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimum dan kemudian mengeluarkan sebanyak-banyaknya (kira-kira 4600 mililiter)

4. TLC (total lung capacity) kapasitas total paru adalah volume maksimum yang dapat mengembangkan paru sebesar mungkin dengan inspirasi sekuat mungkin (kira-kira 5800 mililiter). Jumlah ini sama dengan kapasitas vital ditambah volume residu.

2.2.1 Kapasitas Vital Paru

Kapasitas paru merupakan kesanggupan atau kemampuan paru dalam menampung udara di dalamnya (Tulaekha, 2000). Nilai KVP dapat diartikan sama dengan volume cadangan inspirasi (IRV) ditambah volume tidal (VT) dan volume cadangan ekspirasi (ERV). Ini adalah jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan seseorang dari paru, setelah terlebih dahulu mengisi


(34)

16

paru secara maksimum dan dikeluarkan sebanyak-banyaknya (kira-kira 4600 mL) (Guyton, 1997).

Kapasitas vital paru juga dapat diartikan jumlah udara maksimal yang dapat dikeluarkan dari paru, setelah udara dipenuhi secara maksimal (Tambayong, 2001). Ada pun nilainya diukur dengan cara seorang individu melakukan inspirasi secara maksimum, kemudian menghembuskan sebanyak mungkin udara di dalam parunya ke alat pengukur (Crowin, 2001).

Ada dua macam kapasitas vital jika dilihat berdasarkan cara pengukurannya:

1. VC (vital capacity): pada pengukuran jenis ini penderita tidak perlu melakukan aktivitas pernafasan dengan kekuatan penuh.

2. FVC (forced vital capacity) : pada pengukuran ini pemeriksaan dilakukan dengan kekuatan penuh atau maksimal

Pengukuran KVP seringkali digunakan di klinik sebagai indeks fungsi paru khususnya ventilasi paru-paru dan dinding dada. Nilai tersebut bermanfaat dalam memberikan informasi mengenai kekuatan otot-otot pernafasan serta beberapa aspek fungsi pernafasan lain. Hasil dari tes fungsi paru tidak dapat untuk mendiagnosis suatu penyakit paru-paru tapi hanya memberikan gambaran KVP dibawah normal yang dapat dibedakan atas: 1. Normal

Nilai volume dan kapasitas paru pada orang normal sekitar 20% dari yang diramalkan. Nilai akan berubah sesuai posisi, usia, jenis kelamin,


(35)

tinggi badan dan pekerjaan (Graber et. Al, 2006). Nilai FVC atau FEV1 sebesar 80% atau melebihi nilai yang diperkirakan biasanya dianggap normal. Rasio normal FEV1 terhadap FVC yakini antara 70-75% (Jeyaratman dan Koh, 2009).

2. Obstruksi (kelainan pada ekspirasi)

Pada orang yang mengalami obstrukstif pernafasan, jalan nafas yang menyempit akan mengurangi volume udara yang dapat di hembuskan pada satu detik pertama ekspirasi. FVC hanya dapat dicapai setelah ekshalasi yang panjang. Rasio FEV1/FVC berkurang secara nyata. Ekspirasi dengan peningkatan perlahan pada kurva, dan plateau tidak tercapai sampai waktu 15 detik (Ikawati, 2009). FVC pada orang yang mengalami obstruksi, lebih kecil dibandingkan VC (Djojobroto, 2009). Penyakit obstruksi pernafasan antara lain, emfisema, bronchitis kronik, dan asma (Graber et. Al, 2006). Kelainan obstruksi merupakan setiap keadaan hambatan aliran udara karena adanya sumbatan atau penyempitan saluran nafas. Kelainan obstruksi akan mempengaruhi ekspirasi (Price, 1995).

3. Restriktif (kelainan pada inspirasi)

FEV1 dan FVC menurun, karena jalan nafas tetap terbuka. Ekspirasi bisa cepat dan selesai dalam waktu 2-3 detik. Rasio FEV1/FVC tetap normal atau malah meningkat, tetapi volume data yang terhirup dan terhembus lebih kecil dibandingkan normal (Ikawati, 2009). Restriktif merupakan gangguan pada paru yang menyebabkan kekakuan paru


(36)

18

sehingga membatasi pengembangan paru-paru. Gangguan restriktif mempengaruhi kemampuan inspirasi (Price, 1995). Penyakit restriktif antara lain asites, pleuritis, pneumonia interstisial, efusi pleura, dll (Graber et.al, 2006).

Adapun kriteria gangguan fungsi paru yang dibagi ke dalam 4 kriteria, yaitu:

KVP (%) Kategori

80% Normal

60-79% Restriksi ringan

51-59% Restriksi sedang

Kurang dari 50% Restriksi berat

2.2.2 Alat ukur KVP

Uji fungsi paru atau lung function test atau disebut juga pulmonary function test, digunakan untuk mengevaluasi kemampuan paru. Pemeriksaan fungsi paru berguna untuk menentukan adanya gangguan dan derajat gangguan fungsi paru. Adapun alat yang dapat digunakan untuk mengukur derajat nilai KVP seseorang adalah spirometer. Pemeriksaan dilakukan dengan sederhana, tidak rumit, tidak bersifat invasive, dan dilakukan dengan indikatif : pemeriksaan berkala (occupational health, penyakit paru obstruksi, penyakit paru restriktif, follow up penyakit, pada perokok, mengevaluasi disability, evaluasi pra bedah, penyakit paru pekerja, dan


(37)

mengevaluasi respon saluran pernafasan terhadap bronkodilator dan kortikosteroid) (Djojobroto, 2009).

Pada dewasa muda yang sehat nilai normalnya adalah 80% tetapi nilai ini dapat menurun sampai 60% pada orang tua. Nilai normal juga bervariasi bergantung pada jenis kelamin (Muttaqin, 2008)

Ada beberapa macam spirometer, antara lain water sealed spirometer, bellow spirometer, dan electronic spirometer. Hasil pemeriksaan berupa gambar langsung dari pena pada kymograph disebut spirogram, sedangkan gambar diperoleh dari office-spirometer sebagai hasil dari pneumotach

disebut diagram. Hasil dari nilai spirogram dan diagram ekspiratori tergantung upaya pasien yang diperiksa (effort dependent) sehingga diperlukan latihan yang benar bagi pasien agar didapat hasil yang akurat. Hasilnya harus dapat diulang (repeatable) dengan akurasi tidak kurang dari 3%. Ventilatory performance untuk setiap individu sangat bervariasi tergantung pada ukuran tubuh (tinggi dan berat badan), umur serta jenis kelamin (Djojobroto, 2009).

Spirometer merupakan alat dengan metode sederhana yang dapat mengukur volume paru utama yang nantinya akan dijumlahkan tergantung kebutuhan untuk mendapatkan nilai kapasitas paru utama. Untuk nilai volume paru utama yang diperoleh dibagi atas volume statis paru dan volume dinamis paru yang terdiri dari (Guyton, 2008 dan Graber et.al, 2006):


(38)

20

1) Volume statis paru

a. TV (volume tidal) adalah volume udara yang diinspirasi atau di ekspirasi setiap kali bernafas normal. Besarnya kira-kira 500 mililiter pada laki-laki dewasa.

b. IRV (inspiratory reserve volume) volume cadangan inspirasi adalah volume tambahan yang dapat diinspirasikan dengan usaha maksimum setelah inspirasi normal. Biasanya mencapai 3000 mililiter (kapasitas inspirasi-volume tidal).

c. IC (inspiratory capacity) adalah volume udara ekstra maksimal yang dapat di ekspirasi melalui ekspirasi kuat pada akhir ekspirasi tidal normalnya adalah sekitar 1100 mililiter (IRV+TV).

d. RV (residual volume) adalah volume yang tertinggal dalam paru-paru setelah ekspirasi maksimal. Volume ini besarnya kira-kira sekitar 1200 mililiter.

2) Volume dinamis paru

a. FVC (forced vital capacity) adalah volume udara maksimum yang dapat di ekspirasikan dengan paksa setelah inspirasi maksimum. Umumnya dicapai dalam 3 detik dengan volume 4 liter.

b. FEV1 (forced expired volume) adalah volume udara yang di ekspirasikan selama detik pertama maneuver FVC, volume normalnya adalah 3,2 liter.

c. FEF 25%-75% (forced expiratory flow) aliran ekspirasi paksa kurang tergantung pada usaha. Lebih tergantung pada daya kembang jalan


(39)

nafas. Normal = 2 sampai 4 L/detik. FEF lebih cepat menjadi abnormal pada penyakit destruktif dibanding FEV1.

2.3 Debu

2.3.1 Pengertian debu

Debu adalah partikel yang dihasilkan oleh proses mekanisme seperti penghancuran batu, pengeboran, peledakan yang dilakukan pada timah putih, tambang besi, batu bara, pengecatan mobil, dan lain-lain (Ahmadi, 1990). Menurut Suma’mur (1998), debu adalah partikel-partikel zat padat yang ditimbulkan oleh kekuatan-kekuatan alami atau mekanis seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan dan lain lain-lain dari bahan organic ataupun anorganik. Golongan debu juga terbagi menjadi 2, yaitu:

a. Padat 1) Dust

Terdiri atas berbagai ukuran mulai dari yang sub mikroskopik sampai yang besar. Yang paling berbahaya dilihat dari segi ukurannya adalah bisa terhisap ke dalam system pernafasan <100 mikron atau ke dalam paru-paru manusia.

2) Fumes

Fumes adalah partikel-partikel zat padat yang terjadi oleh karena kondensasi dari bentuk gas, biasanya sesudah penguapan benda padat yang di pijarkan dan lain-lain dan biasanya disertai dengan oksidasi


(40)

22

kimiawi sehingga terjadi zat-zat seperti logam (Cadmium) dan Timbal (Plumbum)

3) Smoke

Smoke adalah produk dari pembakaran bahan organic yang tidak sempurna dan berukuran 0,5 mikron

b. Cair (Liquid)

Partikel cair biasanya disebut mist atau fog (awan) yang dihasilkan melalui proses kondensasi atau atomizing. Contoh: hair spray atau obat nyamuk semprot.

Debu merupakan salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel yang melayang di udara (suspended particulate matter / SPM) dengan ukuran 1 mikron sampai dengan 500 mikron. Dalam kasus pencemaran udara baik dalam maupun di ruang gedung (indoor atau outdoor pollution) debu sering dijadikan salah satu indikator pencemaran yang digunakan untuk menunjukan tingkat bahaya baik terhadap lingkungan maupun terhadap keselamatan dan kesehatan kerja. Debu industri terbagi menjadi 2 yaitu:

a. Particulate matter

Adalah partikel debu yang hanya berada sementara di udara dan segera mengendap karena daya tarik bumi.

b. Suspended particulate matter

Adalah debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah mengendap (Pudjiastuti, 2002).


(41)

2.3.2 Sifat-sifat debu

Sifat-sifat debu tidak berflokulasi, kecuali oleh gaya tarikan elektris, tidak ber difusi, dan turun karena tarikan gaya tarik bumi. Debu di atmosfer lingkungan kerja biasanya berasal dari bahan baku dan hasil produksi. Jika dikelompokkan, debu menurut sifatnya dibagi atas beberapa golongan: a. Sifat pengendapan (setting rate)

Sifat debu cenderung selalu mengendap karena adanya gaya gravitasi bumi. Namun, terkadang debu ini relative tetap berada di udara, debu yang mengendap mempunyai proporsi partikel lebih banyak dari pada yang ada di udara.

b. Sifat permukaan basah (wetting)

Sifat permukaan debu cenderung selalu basah karena dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis.

c. Sifat penggumpalan (floculation)

Permukaan debu dapat menempel satu dengan yang lain dan dapat menggumpal. Turbulensi udara meningkatkan pembentukan penggumpalan.

d. Sifat optis (opticalproperties)

Debu atau partikel basah atau lembab lainnya dapat memancarkan sinar yang bisa terlihat dalam kamar gelap.


(42)

24

Debu mempunyai sifat listrik statis yang dapat menarik partikel lain yang berlawanan dengan demikian partikel dalam larutan debu mempercepat terjadinya penggumpalan.

2.3.3 Ukuran debu

Dengan menarik nafas, udara yang mengandung debu masuk ke dalam paru-paru. Apa yang terjadi dengan debu itu, sangat tergantung dari pada besarnya ukuran debu. Debu-debu berukuran diantaranya 5-10 mikron akan ditahan oleh jalur pernafasan bagian atas, sedangkan yang berukuran 3-5 mikron akan ditahan oleh jalur tengah pernafasan.

Partikel-partikel yang besarnya diantara 1 dan 3 mikron akan ditempatkan langsung ke permukaan alveoli paru-paru. Partikel-partikel yang berukuran 0,1-1 mikron tidak begitu gampang mengendap hinggap dipermukaan alveoli, oleh karena debu-debu ukuran demikian tidak mengendap. Debu-debu yang partikelnya berukuran kurang dari 0,1 mikron bermassa terlalu kecil, sehingga tidak hinggap di selaput lendir atau alveoli, oleh karena gerakan Brown, yang menyebabkan debu demikian bergerak keluar masuk alveoli (Suma’mur, 1998)

2.4 Bidang Penyakit Paru

Penyakit paru akibat kerja adalah penyakit atau kelainan paru yang disebabkan oleh faktor-faktor risiko ditempat kerja antara lain berupa: debu, gas dan uap. Kelainan yang terjadi dapat berupa: kelainan akut, kelainan kronik. Adapun penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh debu, gas uap (Djojobroto, 1999):


(43)

a. Penyakit paru interstial: asbes, batubara, silica, beryllium, jamur, antigen burung b. Udema paru: asap, nitrogen SO2, fosgen

c. Penyakit Pluera: asbes, bronchitis, debu tepung, debu berat

d. Asma : bulu binatang, toluene di isosianat, garam platina tepung dan debu kapas e. Karsinoma bronchus: uranium, asbes, kromnikel, metal eter

f. Penyakit infeksi: anthrax, coccodiomycosis, psittacosis

Penilaian cacat pada penyakit paru akibat kerja didasarkan kepada hasil penentuan pemeriksaan spirometer dan derajat sesak sebagai berikut:

Derajat sesak VEP1 Prosentase cacat fungsi (fungsional disability

0. – 1. Ringan 2. Sedang 3. Berat 4. Sangat berat

>2,5L 1,6-2,5 L 1,1-1,5 L 0,5-1 L

<0,1 L

- 25% 50% 75% 100%

Penentuan ganti rugi didasarkan kepada persentase cacat fungsi 100% sama dengan 70% dari upah sehari (Djojobroto, 1999).

2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas vital paru pada operator SPBU tahun 2014

Nilai KVP merupakan suatu gambaran dari fungsi sistem pernafasan. Penurunan fungsi paru dapat terjadi secara bertahap dan bersifat kronis sehingga frekuensi lama seseorang bekerja pada lingkungan tempat kerja yang berdebu dan faktor-faktor internal yang terdapat pada diri pekerja (karakteristik pekerja) merupakan hal utama yang berhubungan dengan KVP (Widodo, 2007). Adapun faktor-faktor tersebut adalah:


(44)

26

1) Debu total

Berdasarkan pasal 1 Undang-Undang Kesehatan Nomor 1 Tahun 1970 dikatakan bahwa tempat kerja merupakan tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau sering dimasuki pekerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber-sumber bahaya. Adapun sumber bahaya debu dalam bentuk gas yang berhubungan dengan nilai KVP pada operator SPBU adalah

a. Karbon monoksida

Pembakaran yang tidak sempurna dari C atau senyawa yang mengandung C menimbulkan CO, Proses kimiawi dan fisis selama proses pembakaran berlangsung secara kompleks, karena tidak hanya tergantung pada jenis senyawa C yang bereaksi dengan O2, tetapi juga dipengaruhi oleh berbagai kondisi di rung terbakar. Ruangan yang tercemar gas CO tidak dapat dilihat oleh mata karena karbon monoksida (CO) adalah gas yang tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna, sifat lain gas ini mudah terbakar, mudah meledak dan lebih ringan dari pada udara. Di daerah perparkiran Kota, kandungan CO akibat emisi gas buang kendaraan berkisaran antara 10-15 ppm dan sudah sejak lama diketahui pada konsentrasi tinggi tersebut berdampak langsung pada kesehatan (Nadapdap. 2003; Perkins H.C, 1994).


(45)

b. Nitrogen oksida (NOx)

Gas Nitrogen oksida (NOx) terdiri dari dua macam; NO dan NO2, keseimbangannya tergantung dari flame temperature, tekanan, konsentrasi masing-masing gas, waktu retensi di dalam berbagai temperature dan laju pendinginan. Keseimbangan berbagai konsentrasi campuran NOx merupakan fungsi dari variable-variabel yang dihadapi selama proses pembakaran dan ekstrasi panas. Kedua macam gas ini mempunyai sifat yang sangat berbeda dan keduanya sangat berbahaya bagi kesehatan. Gas NO yang mencemari udara secara fisis umum sulit diamati karena tidak berbau dan tidak berwarna. Sementara gas NO2 bila mencemari udara mudah diamati dari baunya yang menyengat dan warnanya cokelat kemerahan (Nadapdap. 2003; Perkins H.C, 1994, Shaw J.T, 1985)

c. Hidrokarbon (HC)

Pencemaran hidrokarbon (HC) pada umumnya berasal dari pembakaran yang tidak efisien, terutama dari bahan bakar yang lebih

volatile seperti gasoline dari aktivitas manusia, hidrokarbon juga dihasilkan dari proses-proses biologis yang terjadi pada tumbuhan. HC terdiri dari senyawa alifatik, aromatic, dan alisiklik. Pada suku rendah HC dapat berupa gas pada suku sedang berupa cairan serta berupa padatan pada suku tinggi. HC yang berupa gas akan tercampur dengan zat atau senyawa pencemar lainnya, dalam bentuk cairan maka hc akan membentuk kabut minyak (droplet) sedangkan dalam bentuk padatan


(46)

28

akan tampak seperti asap hitam, ketiganya sering timbul dalam pencemaran udara serta sangat mengganggu kesehatan-lingkungan (Nadapdap. 2003, Ahlvik P., 2001).

d. Oksidan fotokimia

Parameter fisik dan kimiawi yang menyebabkan pembentukan oksidan fotokimia sukar untuk diketahui dengan pasti karena kompleksnya masalah. Namun para ahli pada umumnya sepakat bahwa jika CO2, NOx, SO2 dan HC yang di emisikan ke atmosfir melalui proses pembakaran dapat bereaksi secara kimiawi menghasilkan kontaminan lain yang sifatnya berbeda.

2) Karakteristik individu a. Umur

Faal paru seseorang dipengaruhi oleh umur. Meningkatnya umur seseorang maka ketahanan terhadap penyakit akan bertambah, salah satunya yaitu fungsi paru (Mengkidi, 2006). Faal paru pada tenaga kerja sangat dipengaruhi oleh usia tenaga kerja itu sendiri. Meningkatnya umur seseorang maka kerentanan terhadap penyakit akan bertambah, khususnya gangguan saluran pernafasan pada tenaga kerja (Yunus, 2006).

Pernyataan tersebut sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Lestari (2001) yang menyatakan ada hubungan yang signifikan antara usia dengan kelainan faal paru pada tenaga kerja. Umur berhubungan dengan siklus jaringan yang ada di tubuh manusia.


(47)

Semakin bertambahnya umur akan terjadi yang dinamakan sebagai proses penuaan. Semakin tua umur manusia maka akan semakin besar pula kemungkinan terjadinya penurunan pada fungsi paru (Suyono, 2001).

Penurunan KVP dapat terjadi setelah usia 30 tahun, tetapi penurunan KVP akan cepat setelah usia 40 tahun. Faal paru sejak masa kanak-kanak bertambah volumenya dan akan mencapai nilai maksimum pada usia 19 sampai 21 tahun. Setelah usia tersebut nilai faal paru akan terus menurun sesuai dengan pertambahan usia (Budiono, 2007).

b. Jenis kelamin

Pada umumnya, laki-laki banyak membutuhkan energi lebih besar. Oleh karena itu, laki-laki memerlukan oksigen yang lebih banyak dari pada perempuan (Aryulina, dkk., 2006). Pada seorang laki-laki, kebutuhan oksigen normal sebesar 4-5 liter dan pada perempuan, 3-4 liter (Pearce, 2009). Arus ekspirasi lebih besar pada laki-laki dan sebanding dengan kapasitas total paru-parunya (Hibbert, dkk., 1995 dalam Marpaung, 2012).

3) Karakteristik gaya hidup a. Aktivitas olahraga

Aktivitas olahraga akan mempengaruhi kapasitas vital paru. Latihan fisik sangat berpengaruh terhadap sistem kembang pernafasan. Aktivitas olahraga yang rutin akan memberikan manfaat dalam meningkatkan kerja organ khususnya paru-paru, jantung dan pembuluh


(48)

30

darah ditandai dengan denyut nadi istirahat menurun, kapasitas vital paru bertambah, penumpukan asam laktat berkurang, meningkatkan HDL kolesterol dan mengurangi aterosklerosis. Secara umum semua cabang olahraga, permainan dan aktifitas fisik membantu meningkatkan kebugaran fisik, namun tergantung dari jenis olahraga yang dilakukan (Mengkidi, 2006)

Kapasitas vital paru sangat dapat dipengaruhi oleh kebiasaan seseorang dalam melakukan aktivitas olahraga. Olahraga dapat meningkatkan aliran darah melalui paru-paru sehingga menyebabkan oksigen dapat ber difusi ke dalam kapiler paru dengan volume yang lebih besar atau maksimum. Menurut penelitian (Adriskanda, dkk 1997), nilai kapasitas vital paru orang Indonesia yang tidak olahraga adalah sebesar + 3,6 liter, sedangkan orang Indonesia yang olahraga adalah + 4,2 liter. Kapasitas vital paru pada seorang atlet akan lebih besar dari pada yang tidak pernah berolahraga (Guyton, 1997).

Aktivitas olahraga akan meningkatkan kapasitas vital paru sebesar 30% - 40% (Guyton, 1997). Itu juga ditunjang oleh penelitian yang dilakukan oleh (Adi, 2007) terdapat hubungan antara kebiasaan olahraga dan KVP.

Latihan fisik yang teratur atau olahraga yang rutin sesuai dengan anjuran yang diperbolehkan sesuai kemampuan fisik dapat meningkatkan faal paru. Olahraga yang teratur akan terjadi peningkatan kesegaran dan ketahanan fisik yang optimal, pada saat latihan terjadi


(49)

kerjasama berbagai otot, kelenturan otot, kecepatan reaksi, ketangkasan koordinasi gerakan dan daya tahan system kardiorespirasi. KVP dan olahraga mempuyai hubungan yang timbal balik, gangguan KVP dapat mempengaruhi kemampuan olahraga (Hadi, 2003).

b. Aktivitas merokok

Merokok diketahui mengganggu efektifitas sebagian mekanisme pertahanan respirasi. Produk asap rokok diketahui merangsang produksi mucus dan menurunkan pergerakan silia. Dengan demikian terjadi akumulasi ukus yang kental dan terperangkapnya partikel atau mikroorganisme di jalan nafas, yang menurunkan pergerakan udara dan meningkatkan risiko pertumbuhan mikroorganisme. Batuk-batuk yang terjadi pada para perokok (smoker’s cough) adalah usaha untuk mengeluarkan ukus kental yang sulit didorong keluar dari saluran nafas. Infeksi saluran nafas bawah lebih sering terjadi pada perokok aktif dan pasif (Corwin, 2009).

Beberapa hal lain yang mempengaruhi kebiasaan merokok dengan fungsi paru adalah:

a) Durasi merokok (dalam tahun) tidak sama kontribusinya dengan jumlah batang per hari, akan lebih berat risiko yang diderita oleh seseorang jika merokok dalam usia yang lama dibanding dengan jumlah rokok yang dihisap setiap harinya. Sebagai contoh, akan lebih berisiko orang yang merokok dengan usia lama walaupun per harinya hanya menghisap


(50)

32

rokok yang sedikit dibanding orang yang baru saja merokok dengan jumlah batang rokok yang dikonsumsi perharinya banyak.

b) Seseorang yang memulai merokok di waktu remaja lebih berisiko dibandingkan merokok ketika di usia tua. Semakin muda rokok atau terpajan asap rokok, maka akan meningkatkan risiko penyakit paru. Di Indonesia terjadi peningkatan pada perokok remaja, pada tahun 1995 diketahui terdapat 7 % perokok remaja, kemudian di tahun 2010 meningkat menjadi 19%

c) Seberapa dalam menghisap rokok dan jenis rokok yang digunakan (kretek atau filter) merupakan sub faktor lain terkait rokok sebagai factor risiko gangguan fungsi paru. Ketika menghisap rokok dalam-dalam atau menghisap secara biasa saja sebenarnya tidak terlalu jauh berbeda sebagai faktor penyumbang dalam gangguan fungsi paru. Namun kedalaman hisap rokok ini berhubungan dengan jenis kanker paru yang diderita. Menghisap lebih dalam berhubungan dengan kanker paru jenis adenokarsinoma sedangkan menghisap secara biasa saja hubungannya dengan karsinoma sel skuamosa.

Bahaya merokok bagi kesehatan telah diakui dan dibicarakan secara luas. Penelitian yang dilakukan para ahli memberikan bukti nyata adanya bahaya merokok bagi kesehatan si perokok dan bahkan pada


(51)

orang di sekitarnya. Para ahli dari WHO menyatakan bahwa Negara dengan kebiasaan merokok yang telah meluas, maka kebiasaan itu mengakibatkan terjadinya 80%-90% kematian akibat kanker paru di seluruh negara tersebut, 75% dari kematian akibat bronchitis, 40% kematian akibat kanker kandung kencing dan 25% kematian akibat penyakit jantung iskemik serta 18% kematian pada stroke (Aditama, 1997).

Kanker paru di Amerika Serikat pada sekitar 1996 menjadi penyebab utama kematian akibat kanker dan termasuk jenis tumor yang umum ditemukan diseluruh dunia. Menurut data American Cancer Society, lebih dari 419.000 orang mati akibat kanker paru, dan 85-90 persennya berhubungan dengan merokok (kumpulan artikel kompas, 2004).

Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran pernafasan dan jaringan paru. Kebiasaan merokok akan mempercepat penurunan faal paru. Penurunan volume ekspirasi paksa per tahun adalah 28,7 mL untuk non perokok, 38,4 mL untuk bekas perokok dan 41,7 mL untuk perokok aktif (Anshar, 2005).

Kebiasaan merokok telah terbukti berhubungan dengan sedikitnya 25 jenis penyakit dari berbagai alat tubuh manusia, seperti kanker paru, bronchitis kronik, emfisema dan berbagai penyakit paru lainnya. Selain itu ada kanker mulut, tenggorok, pankreas dan kandung kencing, penyakit pembuluh darah ulkus peptikum dan lain-lain. Satu-satunya


(52)

34

penyakit yang menunjukan asosiasi negative dengan kebiasaan merokok adalah kematian akibat penyakit Parkinson. Seorang ahli kesehatan dari inggris telah melakukan penelitian tentang akibat lanjut rokok. Dari 1000 orang pemuda yang merokok setidaknya satu bungkus sehari, maka 1 orang akan meninggal karena dibunuh, 6 orang akan meninggal karena kecelakaan lalu lintas dan 250 orang diantara mereka akan meninggal akibat berbagai penyakit yang diakibatkan merokok. Rokok pada dasarnya merupakan pabrik bahan kimia. Sekali satu batang rokok dibakar maka ia akan mengeluarkan sekitar 4000 bahan kimia seperti

nikotin, gas karbon monoksida, nitrogen oksida, hydrogen cyanide, ammonia, acrolein, acetilen, benzaldehyde, urethane, benzene, methanol, coumarin, 4-ethylcatechol, ortocresol, perylene dan lain-lain

(Aditama, 1997).

Inhalasi asap tembakau baik premier maupun sekunder dapat menyebabkan penyakit saluran pernafasan pada orang dewasa. Asap rokok mengiritasi paru-paru dan masuk ke dalam aliran darah. Merokok lebih merendahkan kapasitas vital paru dibandingkan beberapa bahaya kesehatan akibat kerja (Suyono, 2001).

Adapun untuk mengukur derajat berat merokok biasanya dilakukan dengan menghitung indeks Brinkman, yaitu perkalian antara jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap setiap hari kemudian dikalikan dengan lama merokok dalam tahun. Nilai yang dihasilkan dari


(53)

perhitungan tersebut akan dimasukkan ke dalam tiga kategori yaitu: ringan (0-200), sedang (200-600), dan berat (> 600).

c. Status gizi

Kesehatan dan daya kerja sangat erat kaitannya dengan tingkat gizi seseorang. Tubuh memerlukan zat-zat makanan untuk pemeliharaan tubuh, perbaikan kerusakan sel dan jaringan. Zat makanan tersebut diperlukan juga untuk bekerja dan meningkat sepadan dengan lebih beratnya pekerjaan. Tingkat gizi, terutama bagi pekerja kasar dan berat adalah faktor penentu derajat produktivitas kerjanya. Beban kerja yang terlalu berat sering disertai penurunan berat badan (Suma’mur,1996).

Status gizi ini dapat dihitung salah satunya adalah dengan menghitung IMT dengan rumus:

Berat Badan IMT =

Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)

Kategori berat badan menurut IMT:

1) Kekurangan berat badan tingkat berat : < 17,0 2) Kekurangan berat badan tingkat ringan : 17,0-18,5

3) Normal : > 18,5-25,0

4) Kelebihan berat badan tingkat ringan : > 25,0-27,0 5) Kelebihan berat badan tingkat berat : > 27,0


(54)

36

Table 2.6

Kerugian Berat Badan yang Kurang Ideal

Berat Badan (BB) Kerugian

(1) (2)

Kurang (kurus) Penampilan cenderung kurang baik, mudah lelah, risiko penyakit tinggi, wanita kurus yang hamil mempunyai risiko tinggi melahirkan bayi dengan BBLR, kurang mampu bekerja keras Kelebihan (Gemuk) Penampilan kurang menarik, gerakan

tidak gesit dan lamban, risiko penyakit jantung, pada wanita dapat menyebabkan gangguan haid

Sumber: I Dewa Nyoman Supariasa (2001)

Berat badan yang kurang ideal baik itu kurang ataupun kelebihan dapat menimbulkan kerugian. Masalah kekurangan atau kelebihan gizi pada orang dewasa (usia 18 tahun ke atas) merupakan masalah penting, karena selain mempunyai risiko penyakit tertentu, juga dapat mempengaruhi produktivitas kerja. Akibat kekurangan zat gizi, maka simpanan zat gizi pada tubuh akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan.

Bila hal ini berlangsung secara lama, maka simpanan zat gizi akan habis dan terjadi kemerosotan jaringan, dengan meningkatnya defisiensi zat gizi maka muncul perubahan biokimia dan rendahnya zat-zat gizi


(55)

dalam darah, berupa rendahnya tingkat Hb, serum vitamin A dan karoten.

Dapat pula terjadi peningkatan beberapa hasil metabolism seperti asam laktat dan piruvat pada kekurangan tiamin. Bila keadaan ini berlangsung lama, akan mengakibatkan terjadinya fungsi tubuh dan tanda-tandanya, yaitu kelemahan, pusing, kelelahan, nafas pendek dan lain-lainnya (Supariasa, 2001). Selain itu, tinggi badan seseorang juga mempengaruhi kapasitas paru, semakin tinggi badan seseorang maka ia memiliki volume paru yang besar dan luas, sehingga kapasitas parunya baik (Mengkidi, 2006).

d. Riwayat penyakit

Seseorang yang pernah mengalami penyakit gangguan pada fungsi paru cenderung akan mengurangi ventilasi perfusi sehingga alveolus akan terlalu sedikit mengalami pertukaran udara dan mengakibatkan menurunnya kadar oksigen dalam darah. Emfisema diketahui merupakan penyakit utama yang mempengaruhi volume paru karena dapat merusak jaringan paru sehingga mempengaruhi kekenyalan jaringan paru (Mengkidi, 2006; Budiono, 2007).

Kondisi kesehatan saluran pernafasan dapat mempengaruhi KVP seseorang. Kekuatan otot-otot pernafasan dapat berkurang akibat sakit (Ganong, 2002). Nilai kapasitas paru otomatis akan berkurang pada penyakit paru-paru, penyakit jantung (yang menimbulkan kongesti paru)


(56)

38

dan pada kelemahan otot pernafasan (Price, 1995). Selain itu juga, adanya riwayat pekerjaan yang menghadapi debu akan mengakibatkan pneumunokiosis dan salah satu pencegahannya dapat dilakukan dengan menghindari diri dari debu dengan cara memakai masker saat bekerja (Suma’mur 1996).

Menurut Guyton (1997) menyatakan bahwa penyakit yang dapat mempengaruhi KVP adalah:

1. Emfisema paru kronik

Merupakan kelainan paru dengan patofisiologi berupa infeksi kronik, kelebihan mucus, dan edema pada epitel bronchioles yang mengakibatkan terjadinya obstruksi paru yang kompleks sebagai akibat mengkonsumsi rokok.

2. Pneumonia

Peneumonia ini mengakibatkan dua kelainan utama paru yaitu: penurunan luas permukaan membrane pernafasan, serta menurunnya rasio ventilasi perfusi. Kedua efek ini mengakibatkan menurunnya KVP.

3. Atelektasi

Atelektasi berarti alveoli paru yang mengempis atau colaps. Akibatnya terjadi penyumbatan pada alveoli sehingga tahanan aliran darah meningkat dan terjadi penekanan dan pelipatan pembuluh darah sehingga volume paru berkurang.


(57)

Pada penderita asma akan terjadi penurunan kecepatan ekspirasi dan volume inspirasi.

5. Tuberkolosis (TBC)

Pada penderita TBC stadium lanjut banyak timbul daerah fibrosis di seluruh paru, dan mengurangi jumlah paru fungsional, sehingga mengurangi kapasitas paru.

4) Karakteristik latar belakang pekerjaan a. Massa kerja

Gangguan fungsi paru yang mengakibatkan terjadinya penurunan pada nilai kapasitas vital paru yang timbul pada pekerja sangat bergantung pada lamanya pajanan dan banyaknya debu yang terhirup. Hal ini bergantung pada tiga hal yakini, kadar debu di dalam udara, jumlah kadar di udara dengan lamanya paparan berlangsung/dosis kumulatif, dan waktu tinggal (retensi) lamanya debu dalam paru-paru (WHO, 1995, dalam Marpaung, 2012). Di Denmark, pajanan jangka panjang pada partikulat terhadap pekerja cat dapat mempercepat penurunan fungsi paru terkait usia seseorang (Cristensen, 2008).

Di Indonesia sendiri melalui penelitian yang dilakukan oleh (Setiawan, 2011) mengenai hubungan masa kerja dengan KVP pada pekerja stasiun pengisian bahan bakar di kota Yogyakarta diperoleh nilai signifikan (p) sebesar 0,018 dengan p = 0,018 < alfa =0,05. Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan KVP. Penelitian ini dilakukan di empat stasiun bahan


(58)

40

bakar minyak di kota Yogyakarta dengan total sample sebanyak 43 responden.

b. Jam kerja

Data jumlah jam kerja per minggu pada aktivitas pekerja yang terpapar debu dapat digunakan sebagai perkiraan kumulatif paparan yang diterima oleh seorang pekerja. Rendahnya KVP pada pekerja tergantung pada lamanya paparan serta konsentrasi debu lingkungan kerja. Paparan dengan konsentrasi rendah dalam waktu lama mungkin tidak akan segera menunjukkan adanya penurunan nilai KVP dibandingkan dengan paparan tinggi dalam waktu yang singkat (Budiono, 2007).

c. APD masker

Gangguan fungsi paru yang mengakibatkan terjadinya penurunan pada nilai kapasitas vital paru yang timbul pada pekerja sangat bergantung pada lamanya pajanan dan banyaknya debu yang terhirup. Hal ini bergantung pada tiga hal yakini, kadar debu di dalam udara, jumlah kadar di udara dengan lamanya paparan berlangsung/dosis kumulatif, dan waktu tinggal (retensi) lamanya debu dalam paru-paru (WHO, 1995, dalam Marpaung, 2012). Di Denmark, pajanan jangka panjang pada partikulat terhadap pekerja cat dapat mempercepat penurunan fungsi paru terkait usia seseorang (Cristensen, 2008).

Di Indonesia sendiri melalui penelitian yang dilakukan oleh (Setiawan, 2011) mengenai hubungan masa kerja dengan KVP pada


(59)

pekerja stasiun pengisian bahan bakar di kota Yogyakarta diperoleh nilai signifikan (p) sebesar 0,018 dengan p = 0,018 < alfa =0,05. Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan KVP. Penelitian ini dilakukan di empat stasiun bahan bakar minyak di kota Yogyakarta dengan total sampel sebanyak 43 responden.

d. Riwayat pekerjaan

Riwayat pekerjaan dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit akibat kerja. Riwayat pekerjaan yang menghadapi debu berbahaya dapat menyebabkan gangguan paru (Suma’mur, 1996). Hubungan antara penyakit dan pekerjaan dapat diduga dengan adanya riwayat perbaikan keluhan pada akhir minggu atau hari libur diikuti peningkatan keluhan untuk kembali bekerja, setelah bekerja di tempat yang baru atau setelah digunakan bahan baru di tempat kerja.

Riwayat pekerjaan dapat menggambarkan apakah pekerja pernah terpapar dengan pekerjaan berdebu, hobi, pekerjaan pertama, pekerjaan pada musim-musim tertentu, dan lain-lain (Ikhsan, 2002).

e. Beban kerja

Tubuh manusia dirancang untuk dapat melakukan aktivitas pekerjaan sehari-hari. Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya, beban-beban tersebut tergantung bagaimana orang tersebut bekerja sehingga disebut beban kerja, sehingga beban kerja merupakan


(60)

42

kemampuan tubuh pekerja dalam menerima pekerjaan. Beban kerja dapat berupa beban fisik dapat mempengaruhi nilai dari KVP seseorang.

Kebutuhan oksigen dan karbon dioksida terus berubah sesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolisme seseorang, tapi pernapasan harus tetap dapat memelihara kandungan oksigen dan karbondioksida tersebut (Guyton & Hall, 1996).

2.6 Kerangka Teori

Kerangka teori (gambar 2.1) diperoleh dari hasil modifikasi berbagai sumber. Budiono (2007) bahwa usia mempengaruhi penurunan KVP setelah usia 30 tahun, tetapi penurunan akan cepat terjadi setelah usia 40 tahun. Jenis kelamin (Pearce, 2009), massa kerja (WHO, 1995), aktivitas merokok (Anshar, 2005), aktivitas olahraga, IMT (Mengkidi, 2006), riwayat penyakit (Guyton, 1997), riwayat pekerjaan (suma’mur, 1996), penggunaan APD masker (Mengkidi, 2006), jam kerja per minggu (Budiono, 2007) dan beban kerja (Guyton dan Hall, 1997). Berdasarkan hasil dari modifikasi tersebut dapat digambarkan kerangka teori sebagai berikut:


(61)

Modifikasi dari sumber : (Budiono, 2007; Pearce, 2009; WHO, 1995; Anshar; 2005; Mengkidi, 2006; Guyton, 1997; Suma’mur, 1996; Mengkidi, 2006; Budiono, 2007; Hall, 1997).

Gambar 2.1 Kerangka teori Debu total

Kapasitas Vital Paru Karakteristik Individu:

Umur

Jenis kelamin

Karakteristik gaya hidup: Aktivitas olahraga

Aktivitas merokok Status gizi

Riwayat penyakit

Karakteristik latar belakang pekerjaan: Massa kerja

Jam kerja APD masker Riwayat pekerjaan Beban kerja


(62)

44 BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Pada penelitian ini yang menjadi variable bebas (independent) untuk diteliti adalah debu total, karakteristik individu (jenis kelamin, umur), gaya hidup (aktivitas olahraga, aktivitas merokok, status gizi, riwayat penyakit), masa kerja. Sedangkan variabel terikatnya (dependent) adalah kapasitas vital paru pada pekerja operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014. Sedangkan variabel yang tidak diteliti ialah jam kerja (karena semua memiliki waktu jam kerja yang sama yaitu 8 jam dalam sehari), beban kerja (karena pekerjaan memiliki beban yang sama dan tidak ada perbedaan aktivitas di dalam bekerja), penggunaan masker (dikarenakan hampir semua populasi tidak memakai masker di saat melakukan aktivitas pekerjaan), dan riwayat pekerjaan (semua pekerja tidak memiliki riwayat pekerjaan terpapar debu sebelumnya). Kerangka konsep pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.1.


(63)

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Debu total

Karakteristik Individu: - Umur

- Jenis kelamin

Kapasitas Vital Paru Gaya Hidup:

- Aktivitas merokok - Aktivitas olahraga - Status gizi

- Riwayat penyakit Masa kerja


(64)

46

3.2 Definisi Operasional

No. Variabel Deskripsi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

1. Kapasitas Vital Paru

volume cadangan inspirasi + volume alun nafas + volume cadangan ekspirasi. Atau jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan seorang dari paru, setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimum dan dikeluarkan sebanyak-banyaknya.

Pengukuran menggunakan alat spirometer

Spirometer 1. Ada gangguan (Restriksi, campuran dan Obstruksi) 2. Tidak ada gangguan

(Normal)

Untuk kepentingan analisis, maka variable gangguan fungsi paru di kelompokan menjadi :

- Normal, bila % FVC

> 80 dan %

FEV1/FVC > 75

- Ada gangguan

(R,C,O), bila nilai % FVC < 79 dan % FEV1/FVC < 74

Ordinal

2. Kadar debu total Hasil pengukuran kadar debu total menggunakan metode gravimetri selama 2 jam pada 3 titik lokasi sebanyak 1 kali pengukuran

Melakukan pengukuran dengan

menggunakan alat Haz Dust Model EPAM 5000 dengan metode gravimetric

Haz Dust Model EPAM 5000

1. Tidak memenuhi syarat bila diatas NAB (kadar debu > 0,035 mg/m3)

2. Memenuhi syarat bila dibawah NAB (kadar debu < 0,035 mg/m3 )

Ordinal

3. Umur Jumlah tahun yang dihitung mulai dari responden lahir hinhha saat penelitian berlangsung.

Pengisian kuesioner oleh peneliti dengan wawancara

Kuesioner dan pengecekan KTP

1. > 30 tahun (berisiko KVP)

2. < 30 tahun (tidak berisiko KVP)


(65)

No. Variabel Deskripsi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala 4. Jenis kelamin Perbedaan biologis dan

fisiologis yang dibawa sejak lahir dan tidak dapat diubah

Pengisian kuesioner oleh peneliti dengan wawancara

Kuesioner dan pengecekan KTP

1. Perempuan 2. Laki-laki

Ordinal

5. Aktivitas Rokok Aktivitas merokok yang dilakukan secara teratur atau rutin dalam setiap harinya

Pengisian kuesioner oleh peneliti dengan wawancara

Kuesioner 1. Merokok 2. Tidak Merokok

Ordinal

6. Aktivitas Olahraga Latihan fisik teratur yang dapat meningkatkan kemampuan kapasitas pernafasan pekerja.

Pengisian kuesioner oleh peneliti dengan wawancara

Kuesioner 1. Tidak melakukan olahraga (Tidak) 2. Melakukan olahraga

(Ya)

Ordinal

7. Status Gizi (IMT) Suatu kondisi yang menggambarkan keadaan gizi pada orang dewasa dengan memperhitungkan indeks masa tubuh (IMT)

Kuesioner, melihat jarum ukur pada timbangan dan microtoise

Kuesioner Timbangan injak Microtoise

1. Berisiko (kurus < 18,5 dan gemuk >25)

2. Normal

Ordinal

8. Riwayat Penyakit Keadaan dimana karyawan pernah atau tidak mengalami penyakit saluran pernafasan akut, kronis (asma, tuberculosis, batuk berdahak, peneumia atau paru-paru basah).

Melakukan wawancara, kemudian mendeskripsikan gejala-gejala yang pernah dirasakan seperti : sesak, pusing, batuk, dll)

Kuesioner 1. Pernah 2. tidak pernah

Ordinal

9. Masa Kerja Panjangnya waktu terhitung mulai pertama kali pekerja masuk kerja hingga saat penelitian berlangsung

Pengisian kuesioner oleh peneliti dengan wawancara

Kuesioner 1. lama (> 5 tahun) 2. baru (< 5 tahun)


(66)

48

3.3 Hipotesis

1. Ada hubungan antara debu total dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014

2. Ada hubungan antara karakteristik individu (umur, jenis kelamin) dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014

3. Ada hubungan antara karakteristik gaya hidup (aktivitas merokok, aktivitas olahraga, status gizi, riwayat penyakit) dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014

4. Ada hubungan antara masa kerja dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014


(67)

49 4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan bersifat analitik yang bertujuan untuk melihat hubungan antara dua variabel yaitu dependen dan independen. Dengan menggunakan desain studi cross-sectional yaitu mencari faktor-faktor yang berhubungan dengan variabel dependen (informasi atau gambaran situasi yang ada) dalam waktu bersamaan. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-Juli dan bertempat di SPBU yang berada di wilayah Kecamatan Ciputat tahun 2014.

4.3 Populasi dan Sample Penelitian 4.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh operator SPBU yang ada di wilayah kecamatan Ciputat pada tahun 2014.

4.3.2 Sample

Untuk menghitung besar sampel dipilih dengan menggunakan metode uji hipotesis beda proporsi (2-tailed). Berikut adalah rumus uji hipotesis beda 2 proporsi:

Keterangan:

n : Jumlah besar sampel


(68)

50

variabel tidak menggunakan masker (Budiono, 2007) P2 : Proporsi orang yang mengalami gangguan fungsi paru pada

variabel penggunaan masker (Budiono, 2007) P : Rata-rata proporsi (P1 + P2 /2)

Z 1-α/2 : Nilai Z pada derajat kepercayaan Z1-α/2 atau derajat kemaknaan α pada two tail yaitu sebesar 5 % = 1,96

Z 1-β : Nilai Z pada kekuatan uji 1-β yaitu sebesar 80% = 0,84 Tabel 4.1

Perhitungan Besar Sampel Tabel Minimal Penelitian

No. Topik P1 P2 OR Jumlah

Sampel (n)

Penulis, Tahun 1. Umur 0,617 0,302 2,041 39 Budiono,

2007 2. Aktifitas

merokok

0,649 0,340 1,910 53 Budiono, 2007 3. Lama Kerja 0,516 0,346 1,490 177 Budiono,

2007 4. Masa Kerja 0,923 0,39 2,369 9 Budiono,

2007 5. Penggunaan

Masker

0,806 0,184 4,382 12 Budiono, 2007

Total jumlah sampel minimal dalam penelitian adalah 12. Karena untuk 2 proporsi maka dikalikan 2 menjadi 24. Untuk mengantisipasi drop out ditambah 15 jadi 39. Adapun sampel pada penelitian ini adalah semua operator SPBU di wilayah Kecamatan Ciputat yang bersedia menjadi sampel, yakni sebanyak 42 orang.


(1)

Hubungan Aktivitas Olahraga*KVP

OLAHRAGA * KVP_KATEGORIK Crosstabulation

KVP_KATEGORIK

Total ADA

GANGGUAN

TIDAK ADA GANGGUAN OLAHRAGA TIDAK

MELAKUKAN OLAHRAGA

Count 13 4 17

Expected Count 12.1 4.9 17.0 % within OLAHRAGA 76.5% 23.5% 100.0%

OLAHRAGA Count 17 8 25

Expected Count 17.9 7.1 25.0 % within OLAHRAGA 68.0% 32.0% 100.0%

Total Count 30 12 42

Expected Count 30.0 12.0 42.0 % within OLAHRAGA 71.4% 28.6% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square .356a 1 .551

Continuity Correctionb .062 1 .804

Likelihood Ratio .361 1 .548

Fisher's Exact Test .731 .406

Linear-by-Linear Association .347 1 .556 N of Valid Casesb 42


(2)

Gambaran Frekuensi Status GizI

STATUS GIZI_KATEGORIK

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Berisiko 18 42.9 42.9 42.9

Normal 24 57.1 57.1 100.0

Total 42 100.0 100.0

Hubungan Status Gizi*KVP

IMT_KATEGORIK * KVP_KATEGORIK Crosstabulation

KVP_KATEGORIK

Total ADA

GANGGUAN

TIDAK ADA GANGGUAN

IMT_KATEGORIK TIDAK NORMAL Count 12 6 18

Expected Count 12.9 5.1 18.0

% within IMT_KATEGORIK 66.7% 33.3% 100.0%

NORMAL Count 18 6 24

Expected Count 17.1 6.9 24.0

% within IMT_KATEGORIK 75.0% 25.0% 100.0%

Total Count 30 12 42

Expected Count 30.0 12.0 42.0


(3)

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square .350a 1 .554

Continuity Correctionb .061 1 .805

Likelihood Ratio .348 1 .555

Fisher's Exact Test .732 .400

Linear-by-Linear Association .342 1 .559 N of Valid Casesb 42

Gambaran Frekuensi Riwayat PenyakiT

RIWAYAT_PENYAKIT

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid PERNAH 6 14.3 14.3 14.3

TIDAK PERNAH 36 85.7 85.7 100.0


(4)

Hubungan Riwayat Penyakit*KVP

RIWAYAT_PENYAKIT * KVP_KATEGORIK Crosstabulation

KVP_KATEGORIK

Total ADA

GANGGUAN

TIDAK ADA GANGGUAN

RIWAYAT_PENYAKIT PERNAH Count 5 1 6

Expected Count 4.3 1.7 6.0

% within

RIWAYAT_PENYAKIT 83.3% 16.7% 100.0%

TIDAK PERNAH Count 25 11 36

Expected Count 25.7 10.3 36.0

% within

RIWAYAT_PENYAKIT 69.4% 30.6% 100.0%

Total Count 30 12 42

Expected Count 30.0 12.0 42.0

% within

RIWAYAT_PENYAKIT 71.4% 28.6% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square .486a 1 .486

Continuity Correctionb .044 1 .834

Likelihood Ratio .532 1 .466

Fisher's Exact Test .655 .439

Linear-by-Linear Association .475 1 .491 N of Valid Casesb 42


(5)

Gambaran Frekuensi Massa Kerja

LAMA_KERJA

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid

LAMA (> 5 TH) 19 45.2 45.2 45.2 BARU (< 5 TH) 23 54.8 54.8 100.0

Total 42 100.0 100.0

LAMA_KERJA * KVP_KATEGORIK Crosstabulation

KVP_KATEGORIK

Total ADA

GANGGUAN

TIDAK ADA GANGGUAN

LAMA_KERJA LAMA Count 17 2 19

Expected Count 13.6 5.4 19.0

% within LAMA_KERJA 89.5% 10.5% 100.0%

BARU Count 13 10 23

Expected Count 16.4 6.6 23.0

% within LAMA_KERJA 56.5% 43.5% 100.0%

Total Count 30 12 42

Expected Count 30.0 12.0 42.0 % within LAMA_KERJA 71.4% 28.6% 100.0%


(6)

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 5.536a 1 .019

Continuity Correctionb 4.039 1 .044

Likelihood Ratio 5.975 1 .015

Fisher's Exact Test .037 .020

Linear-by-Linear Association 5.404 1 .020 N of Valid Casesb 42