Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Vital Paru pada Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014
Skripsi
Oleh
NOVANDANY DWIANTORO PUTRA 109101000068
PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2014
(2)
Dengan ini saya menyatakan batrwa:
1.
Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh getar stratal'di
Fakulta! Kedokteran dan llmu Kesehatan Universitas lslam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.2.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkansesuai dengan ketentuan yang berlaku
di
Fakultas Kedokteran dan llmuKesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Jika dikemudian hariterbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli dari sayaatau merupakan plagiarisme, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan llmu Kesehatan Universitas lslam Negeri
(UlN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
N ovandany Dwiantoro Putra Jakarta, Juni 2014
(3)
ii
Novandany Dwiantoro Putra, NIM: 109101000068
Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Vital Paru pada Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014
(xvi + 102 halaman, 9 tabel, 4 grafik, 5 gambar, 4 lampiran)
ABSTRAK
Penurunan kapasitas vital paru pada pekerja las dapat terjadi karena pengelasan menghasilkan polutan yang berupa gas dan partikulat yang terhirup ke dalam paru-paru. Industri pengelasan merupakan industri informal yang dikelola oleh perorangan dengan teknologi yang sederhana. Perlindungan kesehatan terhadap tenaga kerja kurang mendapat perhatian. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan kapasitas vital paru.
Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi analitik dengan desain
crosss sectional, yang dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2014. Populasi dalam penelitian ini adalah pekerja bengkel las di Kelurahan Cirendeu sebanyak 58 orang, dengan sampel minimum 38 orang dan responden sebanyak 42 orang. Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan instrumen: kuesioner, timbangan injak,
microtoice, EPAM 5000, dan Spirometer.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kapasitas Vital Paru (KVP) pekerja las mengalami penurunan sebanyak 61,9%. Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa variabel yang berhubungan dengan KVP adalah variabel paparan kadar debu total (Pvalue = 0.029), umur (Pvalue = 0.000), masa kerja (Pvalue = 0.014), jumlah jam kerja per minggu (Pvalue = 0.012), dan kebiasaan merokok (Pvalue = 0.000). Sedangkan kebiasaan olahraga, status gizi (IMT), riwayat penyakit dan riwayat pekerjaan tidak berhubungan dengan kapasitas vital paru.
Untuk menurunkan risiko penurunan KVP pada pekerja las, disarankan agar lingkungan kerja menggunakan exthaust, melarang merokok di tempat kerja serta berhenti merokok, menggunakan masker ketika bekerja, dan rajin olahraga aerobik minimal 3 kali seminggu selama 30 menit.
Daftar bacaan : 42 (1973 – 2013)
(4)
iii
NOVANDANY DWIANTORO PUTRA, NIM : 109101000068
FACTORS ASSOSIATED WITH THE FORCE VITAL CAPACITY OF WELDERS AT WELD WORKSHOP IN CIRENDEU VILLAGE, YEAR 2014 (xvi + 99 pages, 9 tables, 4 graphic, 5 pictures, 4 attachments)
ABSTRACT
The decrease of force vital capacity in welders may occur due to welding produces gaseous pollutants and particulates are inhaled into the lungs. Welding industry is informal industrial who is managed by individuals with simple technology. Health protection to workers received less attention. Therefore, this study was conducted to determine the factors associated force vital capacity.
This study is an analytic epidemiologic study with crosss sectional design, which was conducted in February-March 2014. Population in this study is a welding shop workers in the Village Cirendeu were 58 people, with a minimum sample of 38 people and a total of 42 respondents. Data were collected using instruments: questionnaires, scales underfoot, microtoice, EPAM 5000, and spirometer.
The results showed that the Force Vital Capacity (FVC) welders decreased by 61.9%. Based on the results of statistical tests known that the variables associated with FVC is variable levels of total dust exposure (Pvalue = 0.029), age (Pvalue = 0.000), working period (Pvalue = 0.014), total of hours worked per week (Pvalue = 0.012), and smoking habits (Pvalue = 0.000). While exercise habits, nutritional status (BMI), disease history and employment history was not associated with force vital capacity.
To lower the risk of the decrease a FVC in weldkers, it is suggested that the working environment using exthaust, prohibits smoking in the workplace and stop smoking, using a mask when working, and do aerobic exercise at least 3 times a week for 30 minutes.
References : 42 (1973 – 2013)
(5)
Slaipsi
Ditjrdrar kc@a F*rrltas K&ktcran dan Ilmu Kesetratah untuk Mernenuhi
Pasyarcm lv{efirpeiloldr Crelar Smjuu Kcs&dan l,Ias}arakat (SKM) Oleh:
Nwrr&w
llrientoro
Putra NIM:10910100m68Pembimbing
I
RaiIam Nadra Allmtr, M.MA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATA}I
I,JNTYERSITAS ISIAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAIL{II'TA
2014
Pembimbing
II
(6)
Slaipsr dengan judul
Fffi
YANG BERIIUBIINGAN DENGAITIKAPASITAS
VITAT
PARU PADA
PEKERJA
BENGKEL
LAS
DIKELITRAHAN CIRENDEU TAIIUN 2014 telah
diojik;
dalam sidang ujian slcipsi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Symif Hida,,a$llah Jalwta@
mggel
19 Mei 2014. Slripsi ini telah diterima sebagaisalah sanr syarat me,mp€ml€h gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada
Prograrr Studi Kes*atan Masyarakat
Jalcrta, Juni 2014
Anggota I
(7)
vi Nama : Novandany Dwiantoro Putra
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 09 November 1990
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Pernikahan : Belum menikah
Nomor Handphone : 085769111990
Email : novandany_dwiantoro@yahoo.com.sg
Riwayat Pendidikan
2009- sekarang S1- Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2006- 2009 SMA Negeri 86 Jakarta
2003- 2006 SMP Islam Al-Azhar 3 Bintaro
1997- 2003 SD Islam Al-Azhar 17 Bintaro
Pengalaman Pelatihan dan Seminar
2012 Pelatihan OSHAS 18001
(8)
vii
Segala puji bagi Allah SWT Yang Maha Segalanya, syukur penulis ucapkan
karena tanpa pertolongan-Mu penulis tidak akan mampu menyelesaikan skripsi ini.
Tidak lupa penulis haturkan shalawat serta salam kepada junjungan kita, Nabi besar
baginda Rasulallah SAW yang membawa umatnya dari zaman kegelapan ke zaman
yang terang benderang. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
penulisan Skripsi Tentang “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Vital
Paru pada Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014”. Penyelesaian
skripsi ini semata-mata bukanlah hasil usaha penulis, melainkan banyak pihak yang
memberikan bantuan baik moril maupun materil, sekiranya patutlah bagi penyusun
untuk berterima kasih yang tak hingga kepada :
1. Ayahanda dan Ibunda penulis yang memberikan do’a dan ketulusan serta rasa
sayang yang tak terbatas terhadap diri penulis.
2. Kakak kandung penulis beserta istri “Andhika Prasetyo V.P. dan Indah
Setyowati” yang telah membantu atas kelancaran penelitian penulis.
3. Eyang terkasih, Pakde serta Bude tersayang dan semua keluarga besar tercinta
yang juga turut mendukung dan memotivasi serta memberikan nasehat kepada
(9)
viii
5. Ibu Febrianti, SP, M. Si, selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat
yang selalu berusaha dengan keikhlasannya memajukan jurusan kesmas agar
bisa berdiri di atas dari jurusan-jurusan lain
6. Ibu Iting Shofwati, ST, MKKK selaku Pembimbing Skripsi I dan Ibu Raihana
Nadra Alkaff, M. MA, selaku Pembimbing II yang selalu memberikan waktu,
ilmu, dan kesabarannya untuk membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini.
7. Ibu Yuli Amran, MKM dan Ibu Minsarnawati T, SKM, M.Kes selaku penguji
sidang skripsi, terima kasih atas kehadirannya pada sidang skripsi penulis.
8. Bapak Ajib, Bapak Ghozali, Kak Ami, Kak Ida, dan Kak Septi. Terimakasih
untuk semangat yang diberikan kepada penulis.
9. My bestfriend forever, Selisca Luthfiana Fadhillah, sungguh besar kebaikan
dan semangat yang kamu berikan sehingga tulisan ini menjadi satu-kesatuan
yang membuat aku menjadi sarjana.
10.Teman-teman di Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, khususnya K3 2009. Semoga keberkahan selalu menyertai langkah
(10)
ix pembaca umumnya.
Jakarta, Juni 2014
(11)
x
LEMBAR PERNYATAAN MAHASISWA i
ABSTRAK ii
LEMBAR PERSETUJUAN iv
LEMBAR PENGESAHAN v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP vi
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI x
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GRAFIK xiv
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 6
1.3 Pertanyaan Peneltian 7
1.4 Tujuan Penelitian 7
1.4.1 Tujuan Umum 7
1.4.2 Tujuan Khusus 7
1.5 Manfaat Penelitian 8
1.5.1 Bagi Pengelola Bengkel Las 8
1.5.2 Bagi Peneliti 9
1.6 Ruang Lingkup 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Pernapasan Manusia 10
2.2 Volume dan Kapasitas Vital Paru 12
2.3 Debu Industri 18
(12)
xi HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep 36
3.2 Definisi Operasional 40
3.3 Hipotesis 44
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian 45
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 45
4.3 Populasi dan Sampel 45
4.4 Pengumpulan Data 48
4.5 Instrumen Penelitian 52
4.6 Pengolahan Data 53
4.7 Teknik Analisis Data 55
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Profil Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu 57
5.2 Analisis Univariat 58
5.2.1 Gambaran Kapasitas Vital Paru pada Pekerja Bengkel Las di
Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014 58
5.2.2 Gambaran Kadar Debu Total pada Lingkungan Bengkel Las di
Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014 59
5.2.3 Gambaran Variabel Independen Pekerja Bengkel Las di Kelurahan
Cirendeu, Tahun 2014 61
5.3 Analisis Bivariat 67
5.3.1 Hubungan Antara Paparan Kadar Debu Total, Umur, Masa Kerja, dan Jumlah Jam Kerja Per Minggu dengan Kapasitas Vital Paru Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014 67 5.3.2 Hubungan Antara Paparan Kebiasaan Merokok, Kebiasaan
Olahraga, Status Gizi (IMT), Riwayat Penyakit, dan Riwayat Pekerjaan dengan Kapasitas Vital Paru Pekerja Bengkel Las di
(13)
xii
6.3 Hubungan antara Paparan Kadar Debu Total dengan Kapasitas Vital Paru pada Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014 80 6.4 Hubungan antara Umur dengan Kapasitas Vital Paru pada Pekerja
Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014 82 6.5 Hubungan antara Masa Kerja dengan Kapasitas Vital Paru pada Pekerja
Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014 84 6.6 Hubungan antara Jumlah Jam Kerja Per Minggu dengan Kapasitas Vital
Paru pada Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014 86 6.7 Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Kapasitas Vital Paru pada
Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014 88 6.8 Hubungan antara Kebiasaan Olahraga dengan Kapasitas Vital Paru pada
Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014 92 6.9 Hubungan antara Status Gizi (IMT) dengan Kapasitas Vital Paru pada
Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014 94 6.10 Hubungan antara Riwayat Penyakit dengan Kapasitas Vital Paru pada
Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014 95 6.11 Hubungan antara Riwayat Pekerjaan dengan Kapasitas Vital Paru pada
Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014 97 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan 99
7.2 Saran 101
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(14)
xiii
Tabel 2.1 Kategori IMT 29
Tabel 3.1 Definisi Operasional 40
Tabel 4.1 Perhitungan Sampel 47
Tabel 5.1 Gambaran Kapasitas Vital Paru Pekerja Bengkel Las di Kelurahan
Cirendeu, Tahun 2014 58
Tabel 5.2 Gambaran Frekuensi Kadar Debu Total pada Lingkungan Kerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014 60 Tabel 5.3 Gambaran Frekuensi Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu
Berdasarkan Umur, Masa Kerja, dan Jumlah Kerja Per Minggu, Tahun
2014 62
Tabel 5.4 Gambaran Frekuensi Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu Berdasarkan Kebiasaan Merokok, Kebiasaan Olahraga, Status Gizi, Riwayat Penyakit dan Riwayat Pekerjaan, Tahun 2014 62 Tabel 5.5 Analisis Hubungan Paparan Kadar Debu Total, Umur, Masa Kerja,
dan Jumlah Jam Kerja Per Minggu dengan Kapasitas Vital Paru pada Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014 68 Tabel 5.6 Analisis Hubungan antara Kebiasaan Merokok, Kebiasaan
Olahraga,Status Gizi (IMT), Riwayat Penyakit, dan Riwayat Pekerjaan dengan Kapasitas Vital Paru pada Pekerja Bengkel Las di Kelurahan
(15)
xiv
Grafik 5.1 Distribusi Frekuensi Kapasitas Vital Paru Pekerja Bengkel Las di
Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014 59
Grafik 5.2 Gambaran Frekuensi Kadar Debu Total pada Lingkungan Kerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014 61 Grafik 5.3 Gambaran Frekuensi Masa Kerja di Kelurahan Cirendeu Berdasarkan
10 Tahun Bekerja, Tahun 2014 64
Grafik 5.4 Gambaran Frekuensi Klasifikasi Merokok Pekerja Bengkel Las di
(16)
xv
Gambar 2.1 Sistem Pernapasan 11
Gambar 2.2 Kerangka Teori Penelitian 35
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian 39
Gambar 4.1 Spirometer Minato Autospiro AS-505 dan EPAM 5000 53 Gambar 6.1 Welding fumes respiratory dan dust respiratory 82
(17)
xvi
Lampiaran 1 Pemberian Izin Penelitian dari Kelurahan Lampiaran 2 Foto Pengambilan Data
Lampiaran 3 Output Analisis Univariat dan Bivariat Lampiaran 4 Kuesioner Penelitian
(18)
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Dalam memasuki Era Globalisasi, upaya keselamatan dan kesehatan
kerja harus mendapatkan perhatian yang serius bagi dunia industri, hal ini
dikarenakan dengan adanya kecelakaan kerja termasuk penyakit akibat kerja,
peledakan dan kebakaran serta pencemaran lingkungan kerja, akan menurunkan
kredibilitas dari suatu perusahaan tersebut di mata pembeli atau pemakai
produknya. Mengenai upaya keselamatan dan kesehatan kerja yang dimaksudkan
untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan
para pekerja atau buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat
kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan
rehabilitasi. Selanjutnya dengan perkembangan dunia industri maka dirasa perlu
melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja, yang pada dasarnya ialah
bagaimana cara melaksanakan industri atau berproduksi dengan aman, nyaman,
tidak ada gangguan kecelakaan kerja termasuk peledakan, kebakaran, penyakit
akibat kerja dan pencemaran lingkungan kerja (Rahayu, 2008).
Riset yang dilakukan badan dunia ILO pada tahun 2003 menghasilkan
(19)
orang setiap 15 detik, atau 2,2 juta orang per tahun akibat sakit atau kecelakaan
yang berakibatkan dengan pekerjaan mereka. Jumlah pria yang meninggal dua
kali lebih banyak ketimbang wanita, karena mereka lebih mungkin melakukan
pekerjaan berbahaya. Secara keseluruhan, kecelakaan di tempat kerja telah
menewaskan 350.000 orang. Sisanya meninggal karena sakit yang diderita dalam
pekerjaan seperti membongkar zat kimia beracun (Rahayu, 2008).
Industri pengelasan pada umumnya merupakan industri informal. Industri
informal biasanya dikelola oleh perorangan dengan teknologi yang masih
sederhana, tanpa banyak tersentuh oleh peraturan perundangan, sehingga segala
peraturan yang berkaitan dengan perlindungan kesehatan dan keselamatan
terhadap tenaga kerja serta masyarakat sekitarnya kurang mendapat perhatian
(Yulaekah, 2007). Industri pengelasan menghasilkan polutan hasil dari kegiatan
industri yang berupa gas dan partikulat yang berisiko terhadap kesehatan
manusia. Efek terhadap kesehatan dipengaruhi oleh intensitas dan lamanya
keterpajanan. Polutan tersebut merupakan hasil dari proses pengelasan. Asap
yang terbentuk saat proses pengelasan terdiri dari berbagai campuran logam
seperti besi (Fe), mangan (Mn), kromium (Cr), dan nikel (Ni). Dalam konsentrasi
yang besar, partikulat dari asap pengelasan dapat menimbulkan paparan pada
pekerja secara intensif. Efek pernapasan pada pekerja pengelasan yang di
antaranya adalah bronkhitis, iritasi saluran napas, demam asap logam, dan
(20)
Partikulat dalam asap pengelasan besarnya berkisar antara 0,2 μm sampai dengan 3 μm. Butir asap pengelasan yang besarnya 0,5 μm atau lebih bila terhisap akan tertahan oleh bulu hidung dan bulu pipa pernapasan, sedangkan
yang lebih halus akan terbawa masuk ke paru-paru, dimana sebagian akan
dihembuskan keluar kembali dan sebagian menempel pada paru paru yang dapat
menimbulkan beberapa penyakit pernapasan (Deviandhoko, 2012).
Berbagai studi tentang partikulat dalam asap pengelasan yang
berhubungan dengan gangguan pernapasan antara lain menurut penelitian Amelia
(2010) bahwa efek pernapasan terlihat pada pekerja pengelasan yang bekerja
penuh di antaranya bronkhitis, iritasi saluran napas, demam asap logam,
perubahan fungsi paru, dan meningkatkan kemungkinan timbulnya kanker paru.
Begitu juga hasil penelitian yang dilakukan oleh Muliarta (2008), menjelaskan
bahwa pada proses pengelasan menghasilkan gas, fumes dan bahan kimia toksik
seperti partikel logam yang dilepaskan ke dalam atmosfer. Baik nitrogen
dioksida, ozon, dan beberapa fumes dari logam bersifat sebagai oksidan atau
radikal bebas sehingga dihasilkan berbagai jenis Reactive Oxygen Species (ROS)
dan Reactive Nitrogen Species (RNS). ROS dan RNS dapat mempengaruhi
fungsi paru secara akut. Paparan berbagai hazard yang menghasilkan ROS/RNS
dapat mempengaruhi fungsi paru secara akut. ROS/RNS dapat secara langsung
(21)
Dari beberapa teori diketahui bahwa, gangguan fungsi paru pada pekerja
pengelasan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang dapat dikelompokan dalam
tiga kelompok yaitu karakteristik individu, pekerjaan dan lingkungan.
Karakteristk individu diantaranya adalah umur, jenis kelamin, status gizi,
kebiasaan olahraga, kebiasaan merokok, riwayat penyakit, riwayat pekerjaan.
Faktor pekerjaan diantaranya adalah masa kerja, lama kerja per minggu,
penggunaan masker, dan dari faktor lingkungan adalah paparan kadar debu total.
Dengan demikian, pekerjaan pengelasan mempunyai resiko terjadinya gangguan
fungsi paru bagi pekerjanya (Budiono, 2007).
Terdapat beberapa penelitian mengenai kapasitas vital paru pada pekerja
las diantaranya dilakukan oleh Deviandhoko (2012) yang menyatakan sebanyak
24,4% dari 78 orang pekerja mengalami gangguan fungsi paru yang diukur
melalui kapasitas vital paru. Prasetyo (2010) dalam penelitiannya juga diketahui
sebanyak 37,8% dari 37 pekerja bengkel las di kelurahan Pisangan mengalami
restriksi paru.
Pekerja bengkel las di Kelurahan Cirendeu merupakan pekerjaan yang
berisiko terjadinya penurunan kapasitas vital paru. Pekerja bengkel las
melakukan pengelasan dengan jenis las listrik berdiameter elektroda besar (2,6
mm), pemotongan, penghalusan besi, pengepoksian, dan pengecatan. Sehingga
proses pekerjaan yang dilakukan menghasilkan partikulat yang dapat
(22)
bengkel las hingga saat ini belum pernah dilakukan suatu penelitian terhadap
pekerja bengkel las yang berhubungan dengan kapasitas vital paru. Selain itu
belum pernah dilakukannya pemeriksaan kapasitas vital paru pekerja bengkel las
dan belum pernah dilakukannya pengukuran lingkungan kerja berupa kadar debu
total di udara di bengkel las tersebut.
Peneliti juga melakukan studi pendahuluan terhadap 15 pekerja bengkel
las di Kelurahan Cirendeu bulan Desember 2013, sebanyak 11 (73,3%) pekerja
bengkel las mengalami gangguan fungsi paru yang diukur menggunakan
spirometri. Berdasarkan data tersebut, peneliti perlu mengetahui faktor-faktor apa
sajakah yang dapat mempengaruhi kapasitas vital paru pekerja bengkel las.
Sehingga diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat dilakukan tindakan
pencegahan seperti sosialisasi pada pekerja las terkait faktor-faktor yang dapat
memicu terjadinya gangguan kapasitas vital paru ketika bekerja sehingga pekerja
dapat menggunakan peralatan serta memakai alat pelindung yang terbaik untuk
menjaga kesehatan pekerja tersebut. Dengan demikian penulis bermaksud
melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan kapasitas vital
(23)
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan yang sudah diutarakan pada latar belakang diketahui dari
studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Desember 2013, sebanyak 11
(73,3%) dari 15 pekerja bengkel las di Kelurahan Cirendeu mengalami gangguan
fungsi paru yang diukur dengan menggunakan spirometri. Hal tersebut dapat
berdampak tubuh kekurangan volume oksigen sehingga metabolisme tubuh
terganggu serta dapat terjadi kerusakan paru akibat uap logam pengelasan.
Penelitian terkait faktor-faktor yang berhubungan dengan kapasitas vital paru
pekerja bengkel las belum pernah dilakukan di Kelurahan Cirendeu, sehingga
perlu dilakukan penelitian untuk faktor-faktor yang berhubungan dengan
kapasitas vital paru pada pekerja bengkel las di Kelurahan Cirendeu tahun 2014
dengan tujuan mengetahui gambaran dan hubungan antara umur, kebiasaan
merokok, kebiasaan olahraga, status gizi, riwayat penyakit, riwayat pekerjaan,
masa kerja, lama kerja per minggu pekerja, dan paparan kadar debu total dengan
(24)
1.3.Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran kapasitas vital paru pekerja bengkel las di Kelurahan
Cirendeu tahun 2014?
2. Bagaimana gambaran umur, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, status
gizi, riwayat penyakit, riwayat pekerjaan, masa kerja, dan lama kerja per
minggu pekerja bengkel las di Kelurahan Cirendeu tahun 2014?
3. Bagaimana gambaran paparan kadar debu total bengkel las di Kelurahan
Cirendeu tahun 2014?
4. Apakah ada hubungan antara umur, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga,
status gizi, riwayat penyakit, riwayat pekerjaan, masa kerja, lama kerja per
minggu pekerja, dan paparan kadar debu total dengan kapasitas vital paru
pekerja bengkel las di Kelurahan Cirendeu tahun 2014?
1.4.Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kapasitas
vital paru pada pekerja bengkel las di Kelurahan Cirendeu tahun 2014.
1.4.2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran kapasitas vital paru pekerja bengkel las di
(25)
b. Mengetahui gambaran umur, kebiasaan merokok, kebiasaan
olahraga, status gizi, riwayat penyakit, riwayat pekerjaan, masa
kerja, dan lama kerja per minggu pekerja bengkel las di
Kelurahan Cirendeu tahun 2014.
c. Mengetahui gambaran paparan kadar debu total bengkel las di
Kelurahan Cirendeu tahun 2014.
d. Mengetahui hubungan antara umur, kebiasaan merokok,
kebiasaan olahraga, status gizi, riwayat penyakit, riwayat
pekerjaan, masa kerja, lama kerja per minggu pekerja, dan
paparan kadar debu total dengan kapasitas vital paru pekerja
bengkel las di Kelurahan Cirendeu tahun 2014.
1.5.Manfaat penelitian
1.5.1. Bagi Pengelola Bengkel Las
Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menambah
pengetahuan pekerja dan pengelola bengkel las mengenai penurunan
kapasitas vital paru dampak dari pekerjaan dan kondisi lingkungan
kerja yang kurang baik. Dengan demikian pekerja dan pengelola
bengkel las dapat melakukan upaya pencegahan dan perlindungan dari
(26)
1.5.2. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
serta dijadikan sebagai bahan referensi bagi peneliti, untuk melakukan
penelitian lebih mendalam mengenai faktor-faktor yang berhubungan
dengan kapasitas vital paru.
1.6.Ruang Lingkup
Penelitian ini dilaksanakan oleh mahasiswa semester X program studi
Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta di
bengkel las kelurahan Cirendeu yang dilakukan pada bulan Februari 2014 –
Maret 2014. Penelitian membahas mengenai faktor-faktor yang berhubungan
dengan kapasitas vital paru pada pekerja bengkel las di Kelurahan Cirendeu,
dengan menggunakan desain studi cross sectional. Data penelitian diperoleh
dengan cara pengambilan data primer. Sasaran penelitian adalah pekerja bengkel
las yang berada sekitar Kelurahan Cirendeu berjumlah 58 orang dengan sampel
(27)
10 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sistem Pernapasan Manusia
1. Pengertian saluran pernafasan
Saluran pernafasan adalah saluran yang mengangkut udara
antara atmosfer dan alveolus, yaitu tempat terakhir yang merupakan
satu-satunya tempat pertukaran gas-gas antara udara dan darah dapat
berlangsung (Rab, 1996).
2. Fungsi pernafasan
Fungsi utama pernafasan adalah untuk pertukaran gas yakni
untuk memperoleh oksigen agar dapat digunakan oleh sel-sel tubuh
dan mengeleminasi karbondioksida yang dihasilkan oleh sel (Rab,
1996).
3. Jalur pernafasan
Saluran pernafasan berawal dari saluran hidung (nasal). Dari
hidung berjalan ke faring (tenggorokan) yang berfungsi sebagai
saluran bersama bagi sistem pernafasan maupun sistem pencernaan.
Dari faring kemudian laring atau kotak suara yang dapat menghasilkan
(28)
menjadi dua cabang utama bronkus kanan dan kiri. Dalam setiap paru
bronkus terus bercabang menjadi slauran nafas yang makin sempit.
Cabang terkecil dikenal sebagai bronkiolus, tempat terkumpulnya
alveolus kantung udara kecil tempat terjadinya pertukaran gas-gas
antar udara dan darah (Rab, 1996).
Gambar 2.1. Sistem Pernapasan Sumber : Ayres dalam Yulaekah (2007)
4. Pertahanan paru
Paru-paru mempunyai pertahanan yang khusus dalam
mengatasi berbagai kemungkinan tarjadi kontak dengan alergen dalam
(29)
umumnya, maka paru-paru mempunyai pertahanan seluler dan
humoral. Mekanisme pertahanan tubuh yang penting pada paru-paru
terbagi atas (Rab, 1996):
a. Filtrasi udara pernafasan
Hembusan udara yang melalui rongga hidung
mempunyai berbagai ukuran. Partikel berdiameter 5 – 7 µm
akan bertahan di orofaring, diameter 0,5 – 5 µm akan masuk
sampai ke paru-paru dan diameter 0,5 µm dapat masuk sampai
ke alveoli tetapi dapat keluar bersama sekresi.
b. Pembersihan melalui mukosilia
c. Sekresi oleh humoral lokal
d. Fagositosis
2.2. Volume dan Kapasitas Vital Paru
Volume paru dan kapasitas fungsi paru merupakan gambaran fungsi
ventilasi sistem pernapasan. Dengan mengetahui besarnya volume dan
kapasitas fungsi paru dapat diketahui besarnya kapasitas ventilasi maupun ada
tidaknya kelainan fungsi paru (Mengkidi, 2006).
Fungsi paru yang utama adalah untuk respirasi, yaitu pengambilan
oksigen dari udara luar masuk ke dalam saluran napas dan terus ke dalam
(30)
yang terbentuk pada proses metabolisme tersebut dikeluarkan dari dalam darah
ke udara luar (Wahab, 2001).
Paru-paru memiliki empat volume paru utama dan empat kapasitas paru
utama yang dapat diukur dengan pemeriksaan spirometer, yang akan
dijabarkan di bawah ini (Wahab, 2001) :
1. Volume Paru
Volume paru akan berubah-ubah saat pernapasan berlangsung.
Saat inspirasi akan mengembang dan saat ekspirasi akan mengempis.
Pada keadaan normal, pernapasan terjadi secara pasif dan berlangsung
tanpa disadari (Mengkidi, 2006).
Beberapa parameter volume paru dapat digambarkan sebagai
berikut:
a. Volume tidal (Tidal Volume = TV), adalah volume udara paru
yang masuk dan keluar paru pada pernapasan biasa. Besarnya
TV pada orang dewasa sekitar 500 ml.
b. Volume Cadangan Inspirasi (Inspiratory Reserve Volume =
IRV), volume udara yang masih dapat dihirup kedalam paru
sesudah inpirasi biasa, besarnya IRV pada orang dewasa adalah
sekitar 3100 ml.
c. Volume Cadangan Ekspirasi (Expiratory Reserve Volume =
(31)
paru sesudah ekspirasi biasa, besarnya ERV pada orang dewasa
sekitar 1000-1200 ml.
d. Volume Residu (Residual Volume = RV), udara yang masih
tersisa didalam paru sesudah ekspirasi maksimal sekitar
1100ml. TV, IRV, ERV dapat langsung diukur dengan
spirometer, sedangkan RV = TLC – VC
2. Kapasitas Vital Paru
Kapasitas paru merupakan jumlah oksigen yang dapat
dimasukkan kedalam tubuh atau paru-paru seseorang secara maksimal.
Jumlah oksigen yang dapat dimasukkan ke dalam paru ditentukan oleh
kemampuan kembang kempisnya sistem pernapasan. Semakin baik
kerja sistem pernapasan berarti volume oksigen yang diperoleh
semakin banyak. Yang termasuk pemeriksaan kapasitas fungsi paru
adalah (Mengkidi, 2006) :
a. Kapasitas Inspirasi (Inspiratory Capacity = IC), adalah volume
udara yang masuk paru setelah inspirasi maksimal atau sama
dengan volume cadangan inspirasi ditambah volume tidal (IC =
IRV + TV).
b. Kapasitas Vital (Vital Capacity = VC), volume udara yang
dapat dikeluarkan melalui ekspirasi maksimal setelah
(32)
Kapasitas vital besarnya sama dengan volume inspirasi
cadangan ditambah volume tidal (VC = IRV + ERV + TV).
c. Kapasitas Paru Total (Total Lung Capasity = TLC), adalah
kapasitas vital ditambah volume sisa (TLC = VC + RV atau
TLC = IC + ERV + RV).
d. Kapasitas Residu Fungsional (Functional Residual Capasity =
FRC ), adalah volume ekspirasi cadangan ditambah volume sisa
(FRC = ERV + RV).
3. Pengukuran Faal Paru
Pemeriksaan faal paru sangat dianjurkan bagi tenaga kerja,
yaitu menggunakan spirometer, karena pertimbangan biaya yang
murah, ringan, praktis dibawa kemana-mana, akurasinya tinggi, cukup
sensitif, tidak invasif dan cukup dapat memberi sejumlah informasi
yang handal. Dengan pemeriksaan spirometri dapat diketahui semua
volume paru kecuali volume residu, semua kapasitas paru kecuali
kapasitas paru yang mengandung kompenen volume residu. Dengan
demikian dapat diketahui gangguan fungsional ventilasi paru dengan
jenis gangguan digolongkan menjadi 2 bagian, yaitu (Mengkidi,
2006):
a. Gangguan faal paru obstruktif, yaitu hambatan pada aliran udara
(33)
b. Gangguan faal paru restriktif, adalah hambatan pada
pengembangan paru yang ditandai dengan penurunan pada VC,
RV dan TLC.
Dari berbagai pemeriksaan faal paru, yang sering dilakukan adalah
(Mengkidi, 2006) :
a. Vital Capasity (VC)
Adalah volume udara maksimal yang dapat
dihembuskan setelah inspirasi maksimal. Ada dua macam vital
capasity berdasarkan cara pengukurannya, yaitu : pertama, Vital
Capasity (VC), subjek tidak perlu melakukan aktifitas
pernapasan dengan kekuatan penuh, kedua Forced Vital
Capasity (FVC), dimana subjek melakukan aktifitas pernapasan
dengan kekuatan maksimal. Berdasarkan fase yang diukur VC
dibedakan menjadi dua macam, yaitu : VC inspirasi, dimana VC
hanya diukur pada fase inspirasi dan VC ekspirasi, diukur hanya
pada fase ekspirasi.
Pada orang normal tidak ada perbedaan antara FVC dan
VC, sedangkan pada kelainan obstruksi terdapat perbedaan
antara VC dan FVC. VC merupakan refleksi dari kemampuan
elastisitas atau jaringan paru atau kekakuan pergerakan dinding
(34)
atau dinding toraks, sehingga dapat dikatakan pemenuhan
(compliance) paru atau dinding toraks mempunyai korelasi
dengan penurunan VC. Pada kelainan obstruksi ringan VC
hanya mengalami penurunan sedikit atau mungkin normal.
b. Forced Expiratory Volume in 1 Second (FEV1)
Yaitu besarnya volume udara yang dikeluarkan dalam
satu detik pertama. Lama ekspirasi pertama pada orang normal
berkisar antara 4-5 detik dan pada detik pertama orang normal
dapat mengeluarkan udara pernapasan sebesar 80% dari nilai
VC. Fase detik pertama ini dikatakan lebih penting dari
fase-fase selanjutnya. Adanya obstruksi pernapasan didasarkan atas
besarnya volume pada detik pertama tersebut. Interpretasi tidak
didasarkan nilai absolutnya tetapi pada perbandingan dengan
FCVnya. Bila FEV1/FCV kurang dari 75% berarti abnormal.
Pada penyakit obstruktif seperti bronkitis kronik atau
emfisema terjadi pengurangan FEV1 yang lebih besar
dibandingkan kapasitas vital (kapasitas vital mungkin normal)
sehingga rasio FEV1/FEV kurang dari 75%.
c. Peak Expiratory Flow Rate (PEFR)
PEFR adalah aliran udara maksimal yang dihasilkan
(35)
keadaan saluran pernapasan, apabila PEFR berarti ada
hambatan aliran udara pada saluran pernapasan. Pengukuran
dapat dilakukan dengan Mini Peak Flow Meter atau
Pneumotachograf.
2.3. Debu Industri
Debu adalah partikel yang dihasilkan oleh proses mekanisme seperti
penghancuran batu, pengeboran, peledakan yang dilakukan pada tambang
timah putih, tambang besi, batu bara, pengecatan mobil, dan lain-lain (Ahmadi,
1990).
1. Golongan debu terdiri atas dua yaitu:
a. Padat (solid)
1) Dust
Terdiri atas berbagai ukuran mulai dari yang sub
mikroskopik sampai yang besar. Debu yang berbahaya
adalah ukuran yang bisa terhisap ke dalam sistem
pernapasan (<100 mikron) bersifat dapat terhisap ke dalam
tubuh.
2) Fumes
Fumes atau uap logam adalah partikel padat yang terbentuk
(36)
logam menghasilkan uap logam yang kemudian
berkondensasi menjadi partikel-partikel metal fumes
contoh: Cadmium (Cd) dan Timbal (Pb).
3) Smoke
Smoke atau asap adalah produk dari pembakaran bahan
organik yang tidak sempurna dan berukuran 0,5 mikron.
b. Cair (Liquid)
Partikel cair biasanya disebut mist atau fog (awan) yang
dihasilkan melalui proses kondensasi atau atomizing. Contoh:
hair spray atau obat nyamuk semprot.
2. Debu industri yang terdapat di udara terbagi dua yaitu (Ahmadi, 1990) :
a. Particulate matter
Adalah partikel debu yang hanya berada sementara di udara dan
segera mengendap karena daya tarik bumi.
b. Suspended particulate matter
Adalah debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah
(37)
3. Sifat-sifat debu dapat dikelompokkan dalam beberapa golongan sebagai
berikut (Muchtler, 1973) :
a. Sifat pengendapan (setting rate)
Sifat debu cenderung selalu mengendap karena adanya gaya
gravitasi Bumi. Namun karena terkadang debu ini relatif tetap
berada di udara, debu yang mengendap mempunyai proporsi
partikel lebih besar daripada yang terdapat di udara.
b. Sifat permukaan basah (wetting)
Sifat permukaan debu cenderung selalu basah karena dilapisi
oleh lapisan air yang sangat tipis.
c. Sifat penggumpalan (floculation)
Permukaan debu dapat menempel satu dengan yang lain dan
dapat menggumpal. Turbulensi udara meningkatkan
pembentukan penggumpalan.
d. Sifat optis (optical properties)
Debu atau partikel basah atau lembab lainnya dapat
memancarkan sinar yang bisa terlihat dalam kamar gelap.
e. Sifat listrik (electrical)
Sifat memiliki kutub positif dan negatif yang dapat menarik
partikel lain yang berlawanan, ini mempercepat penggumpalan
(38)
4. Macam-macam debu
Pembagian debu berdasarkan sifat dan efeknya secara garis besar ada
tiga macam debu, yaitu (Ferdiaz, 1992):
a. Debu organik, seperti debu kapas, debu daun-daunan tembakau
dan sebagainya.
b. Debu mineral yang mempunyai senyawa komplek seperti SiO3,
arang batu dan sebagainya
c. Debu metal, seperti timah hitam, merkuri, cadmium, arsen, dan
lain-lain.
5. Ukuran partikel debu (Kepmenkes, 2008)
a. Ukuran diameter >5µm akan mengendap di hidung, nasofaring,
trakea, dan percabangan bronkus.
b. Ukuran diameter <2µm akan berhenti di bronkiolus
respiratorius dan alveolus.
c. Ukuran diameter <0,5µm tidak mengendap pada saluran
pernapasan namun akan dikeluarkan kembali.
2.4. Dampak Inhalasi Uap Logam
Uap seng atau uap-uap logam lainya, yang terjadi pada pengelasan,
pemotongan, pelelehan dan peleburan logam dapat mengakibatkan demam uap
(39)
sakit kepala dan demam. Terjadinya secara mendadak, terasa demam,
menggigil, enek, muntah, sakit pada otot-otot dan merasa lemah. Penyebab
dari gejala tersebut adalah oksida uap logam (Suma’mur, 1996).
Partikulat logam dari pengelasan biasanya mudah terlihat karena seperti
percikan, namun uap logam akibat pengelasan tidak terlihat. Efek kesehatan
dari paparan uap logam dapat mengakibatkan iritasi pada saluran pernapasan
bagian atas (hidung dan tenggorokan), sesak di dada, mengi, demam uap
logam, kerusakan paru-paru, bronkitis, pneumonia atau emfisema (BOC,
2006).
2.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kapasitas Vital Paru pada Pekerja Bengkel Las
a. Umur
Umur merupakan variabel yang sangat penting terkait
terjadinya gangguan fungsi paru. Semakin bertambahnya umur serta
kondisi lingkungan yang kurang baik atau kemungkinan terkena suatu
penyakit, maka kemungkinan terjadinya penurunan fungsi paru
semakin besar. Seiring bertambahnya umur seseorang, kapasitas paru
akan berkurang. Kapasitas paru orang dengan umur 30 tahun ke atas
(40)
berumur 50 tahunan kapasitas paru kurang dari 3.000 ml (Guyton,
1994).
Semakin lanjut usia seseorang otot-otot pernafasan akan
semakin lemah, melemahnya otot-otot pernafasan mulai sekitar usia
55 tahun (Mawi, 2005).
b. Jenis Kelamin
Volume paru pria dan wanita terdapat perbedaan bahwa
kapasitas paru total (kapasitas inspirasi dan kapasitas residu
fungsional), pria adalah 6,0 liter dan wanita 4,2 liter (Lorriane, 1995).
Sedangkan kapasitas vital rata – rata pria dewasa muda lebih kurang
4,6 liter dan perempuan muda kurang lebih 3,1 liter (Yulaekah, 2007).
c. Kebiasaan Merokok
Indonesia merupakan negara terbesar ke-7 di dunia yang
memproduksi tembakau. Dari segi konsumsi, Indonesia merupakan
negara ke-5 di dunia setelah Cina, Amerika Serikat, Jepang dan Rusia,
dengan 31,5% prevalensi merokok, 80% diantaranya mengkonsumsi
rokok kretek, dan lebih dari 60% berada di daerah pedesaan. Pada
tahun 2002, jumlah rokok yang dihisap penduduk Indonesia mencapai
lebih 200 miliar batang (Kepmenkes, 2008).
Merokok merupakan faktor risiko timbulnya penyakit obstruksi
(41)
dengan atau tanpa pembentukan mukus dalam saluran pernapasan,
peningkatan sel polymorfonuklear dan terjadi penghambatan elastase
inhibitor yang dapat merusak jaringan elastin, akibatnya fungsi paru
menurun (Mawi, 2005).
Hubungan antara rokok dengan PPOK menunjukkan hubungan
dose response. Hubungan dose response tersebut dapat dilihat pada
IndexBrigman, yaitu jumlah konsumsi batang rokok perhari dikalikan
jumlah hari lamanya merokok (tahun), misalnya bronkhitis 10
bungkus tahun artinya kalau seseorang itu merokok sehari sebungkus,
dia menderita bronkhitis kronik minimal setelah 10 tahun merokok.
Kanker paru minimal 20 bungkus tahun artinya kalau sehari
mengkonsumsi sebungkus rokok berarti setelah 20 tahun merokok ia
bisa terkena kanker paru (Kepmenkes, 2008).
Asap rokok yang dihisap ke dalam paru oleh perokoknya
disebut asap rokok utama (main stream smoke), sedang asap yang
berasal dari ujung rokok yang terbakar disebut asap rokok sampingan
(side stream smoke). Polusi udara yang ditimbulkan oleh asap rokok
utama yang dihembuskan lagi oleh prokok dan asap rokok sampingan
disebut asap rokok lingkungan (ARL) atau Environmenttal Tobacco
(42)
Kandungan bahan kimia pada asap rokok sampingan ternyata
lebih tigggi dibanding asap rokok utama, antara lain karena tembakau
terbakar pada temperatur lebih rendah ketika rokok sedang tidak
dihisap, membuat pembakaran menjadi kurang lengkap dan
mengeluarkan lebih banyak bahan kimia. Oleh karena itu asap rokok
lingkungan (ARL) berbahaya bagi kesehatan dan tidak ada kadar
pajanan minimal ARL yang aman. Terdapat sekitar 4.000 zat kimia
berbahaya keluar melalui asap rokok tersebut, antara lain terdiri dari
aseton (bahan cat), amonia (pembersih lantai), arsen (racun), butane
(bahan bakar ringan), kadmium (aki kendaraan), karbon monoksida
(asap knalpot), DDT (insektisida), hidrogen sianida (gas beracun),
methanol (bensin roket), naftalen (kamper), toluene (pelarut industri),
dan vinil klorida (plastik) (Kepmenkes, 2008).
Menurut Amin (2000), kebiasaan merokok dapat dibagi
menjadi 3 kategori perokok, yaitu:
1) Perokok ringan, bila jumlah rokok yang dihisap antara 1-6
batang/hari.
2) Perkokok sedang, bila jumlah rokok yang dihisap antara 7-12
batang/hari.
3) Perokok berat, bila jumlah rokok yang dihisap lebih dari 12
(43)
d. Kebiasaan Olahraga
Berolahraga merupakan cara yang sangat baik untuk
meningkatkan vitalitas fungsi baru. Olahraga merangsang pernapasan
yang dalam dan menyebabkan paru berkembang, oksigen banyak
masuk dan disalurkan ke dalam darah, karbondioksida lebih banyak
dikeluarkan. Seorang sehat berusia 50-an yang berolahraga teratur
mempunyai volume oksigen 20-30% lebih besar dari orang muda
yang tidak berolahraga (Stull, 1980).
Bila seseorang mempunyai volume oksigen yang lebih banyak
maka peredaran darahnya lebih baik, sehingga otot-otot mendapatkan
oksigen lebih banyak dan dapat melakukan berbagai aktivitas tanpa
rasa letih. Sudah diketahui banyak faktor yang dapat mengganggu
kesehatan paru. Bahaya yang ditimbulkan berupa rusaknya bulu getar
di saluran napas, sehingga fungsi pembersihan saluran napas
terganggu. Bahan kimia tersebut juga dapat merusak sel-sel tertentu di
alveola yang sangat penting dalam pertahanan paru dan mengubah
tatanan normal sel-sel di paru, sehingga dapat menjurus menjadi
kanker paru, serta menurunkan kemampuan atau fungsi paru,
sehingga menimbulkan gejala sesak napas atau napas pendek (Stull,
(44)
Menurut Yunus (1997), Berolahraga secara rutin dapat
meningkatkan aliran darah melalui paru yang akan menyebabkan
kapiler paru mendapatkan perfusi maksimum, sehingga O2 dapat
berdifusi ke dalam kapiler paru dengan volume lebih besar atau
maksimum. Olahraga sebaiknya dilakukan minimal seminggu tiga
kali.
e. Status Gizi
Peran dari status gizi adalah secara tidak langsung seperti pada
penyakit cystic fibrosis. Namun demikian, penelitian epidemiologis
saat ini menunjukkan peran penting gizi terhadap fungsi paru,
terutama yang berkaitan dengan konsumsi zat gizi yang merupakan
sumber antioksidan. Peran penting antioksidan sebagai pencegah
radikal bebas yang banyak terdapat pada debu dan polusi, hasil
penelitian menunjukkan bahwa gizi kurang ternyata berhubungan
dengan penyakit paru (Sridhar, 1999 dalam Budiono, 2007).
Penelitian Benedict tahun 1919 pada orang yang dalam
keadaan starvation (lapar) ternyata mengalami perubahan fisiologis
yaitu berupa penurunan resting energy expenditure sebesar 20% dan
penurunan konsumsi O2 sebesar 18%. Efek negatif dari penurunan
status gizi terhadap fungsi ventilasi paru ini juga dikonfirmasi dalam
(45)
paru menurun rata-rata 390 ml pada keadaan kelaparan. Penurunan
tersebut akan kembali normal dalam 12 minggu setelah seseorang
kembali pada keadaan diet normal. Penelitian yang lainnya
menunjukkan peningkatan risiko kematian pada penyakit tuberculosis
dan pneumonia apabila disertai keadaan kurang gizi tingkat berat
(Budiono, 2007).
Salah satu penilaian status gizi seseorang yaitu dengan
menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT). Hasil penelitian tentang
kegemukan dan angka kematian, dijelaskan bahwa kegemukan dapat
mengurangi umur seseorang. Bahkan orang gemuk yang tidak
merokok berarti hidupnya lebih sehat, memiliki risiko kematian dini
yang lebih tinggi dibanding orang yang lebih kurus (Almatsier, 2009).
Untuk memantau berat badan dapat digunakan IMT, dengan
IMT akan diketahui apakah berat badan seseorang dinyatakan normal,
kurus atau gemuk. Penggunaan IMT hanya untuk orang dewasa
berumur lebih dari 18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada bayi,
anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan. Untuk mengetahui nilai
IMT dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Almatsier, 2009):
IMT = Berat Badan (kg) [Tinggi Badan (m)]2
(46)
Tabel 2.1 Kategori IMT
Kategori Keterangan IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0 Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0-18,5
Normal - 18,5-25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan > 25,0-27,0 Kelebihan berat badan tingkat berat > 27,0
Sumber: Almatsier (2009)
f. Riwayat Penyakit
Dari hasil penelitian Sudjono dan Nugraheni dalam Budiono
(2007) diperoleh hasil bahwa pekerja yang mempunyai riwayat
penyakit paru mempunyai risiko 2 kali lebih besar untuk mengalami
gangguan fungsi paru. Dari beberapa penelitian juga diperoleh hasil
bahwa seseorang yang mempunyai riwayat menderita penyakit paru
berhubungan secara bermakna dengan terjadinya gangguan fungsi
paru.
Seseorang yang pernah mengidap penyakit paru cenderung
akan mengurangi ventilasi perfusi sehingga alveolus akan terlalu
sedikit mengalami pertukaran udara. Akibatnya akan menurunkan
kadar oksigen dalam darah. Banyak ahli berkeyakinan bahwa
(47)
sianosis akan memperberat kejadian gangguan fungsi paru pada
pekerja yang terpapar oleh debu organik dan anorganik (Price, 1995
dalam Budiono, 2007).
g. Riwayat Pekerjaan
Riwayat pekerjaan dapat digunakan sebagai cara menegakkan
diagnosa penyakit akibat kerja. Pekerjaan sebelumnya mempunyai
kemungkinan bahwa penyakit yang sekarang diderita merupakan
akibat dari faktor-faktor penyebab penyakit yang ada pada lingkungan
kerja sebelumnya (Suma’mur, 1996).
Pekerja yang memiliki riwayat kerja yang menghadapi debu
berbahaya atau yang dapat menyebabkan pneumokoniosis, misalnya
pernah bekerja di pertambangan, pabrik keramik, dan lainnya serta
makin banyaknya penimbunan debu dalam paru-paru maka memiliki
kemungkinan terjadi gangguan fungsi paru yang lebih tinggi
(Suma’mur, 1996).
h. Masa Kerja
Penelitian Heri Sumanto pada tahun 1999 dalam Budiono
(2007) menunjukkan bahwa semakin lama seseoang bekerja pada
lingkungan berdebu, maka akan semakin menurunkan kapasitas vital
paru. Dimana setiap penambahan masa kerja dalam satu tahun akan
(48)
i. Jumlah Jam Kerja Per Minggu
Menurut Anggoro (1999), semakin lama pekerja terpapar oleh
paparan akan semakin memperbesar risiko terjadinya gangguan fungsi
paru. Jumlah jam kerja per minggu seseorang mengakibatkan
berbedanya intensitas pajanan dan banyaknya debu yang terhirup oleh
masing-masing pekerja las, sehingga pekerja las yang cukup lama
terlibat dalam aktivitas pekerjaannya, berpotensi menghirup debu
lebih banyak jika dibandingkan dengan pekerja las yang tidak lama
terlibat dalam aktivitas pekerjaannya.
Data jumlah jam kerja per minggu pada aktivitas pekerja
terpapar debu dapat digunakan untuk memperkirakan kumulatif
paparan yang diterima oleh seorang pekerja. Timbulnya gangguan
fungsi paru pada pekerja dapat sangat tergantung pada lamanya
paparan serta dosis paparan yang diterima. Paparan dengan kadar
rendah dalam waktu lama mungkin tidak akan segera menunjukkan
adanya gangguan fungsi paru (Budiono, 2007).
j. Penggunaan Masker
Masker merupakan salah satu bagian dari alat pelindung diri
yang penting. Untuk meminimalkan risiko paparan debu yang dapat
terinhalasi ke paru-paru, maka disarankan penggunaan masker bagi
(49)
penelitian yang dilakukan Adi (2007) dalam Prasetyo (2010)
menunjukan ada hubungan antara penggunaan APD (masker) dengan
kapasitas vital paru.
APD yang tepat bagi tenaga kerja yang berada pada
lingkungan kerja dengan paparan debu berkonsentrasi tinggi adalah
(Yulaekah, 2007):
1. Masker untuk melindungi debu atau partikel - partikel yang
lebih kasar masuk ke dalam saluran pernapasan, terbuat dari
bahan kain dengan ukuran pori - pori tertentu.
2. Respirator pemurni udara, membersihkan udara dengan cara
menyaring atau menyerap kontaminan toksinitas rendah
sebelum memasuki sistem pernapasan.
k. Paparan Kadar Debu Total
Paparan debu terhirup yang melebihi nilai ambang batas akan
meningkatkan risiko terjadinya gangguan fungsi paru. Namun
demikian, perlu diketahui bahwa kadar debu yang rendah namun lama
keterpaparan terjadi dalam waktu yang lama akan dapat menimbulkan
efek kumulatif sehingga pada akhirnya pekerja dapat mengalami
gangguan fungsi paru. Temuan dari penelitian terdahulu didukung
oleh penelitian ini bahwa lama keterpaparan seorang pekerja
(50)
gangguan fungsi paru (Deviandhoko, 2012). Nilai ambang batas debu
yang diperkenankan menurut Permenaker No. 13 Tahun 2011 adalah
sebesar 10 mg/m3.
Mekanisme paparan debu las terhirup terhadap terjadinya
gangguan fungsi paru tersebut perlu dicermati. Debu yang masuk
saluran nafas menyebabkan timbulnya reaksi mekanisme pertahanan
non-spesifik berupa batuk, bersin, gangguan transport mukosilier dan
fagositosis oleh makrofag. Otot polos di sekitar jalan nafas dapat
terangsang sehingga menimbulkan penyempitan. Keadaan ini
biasanya terjadi bila kadar debu melebihi nilai ambang batas
(Deviandhoko, 2012).
2.6. Kerangka Teori
Kapasitas vital paru dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
adalah yang diungkapkan oleh Mawi (2005) yaitu umur dan kebiasaan
merokok. Yulaekah (2007) juga mengatakan jenis kelamin dan penggunaan
masker (APD) juga dapat mempengaruhi kapasitas paru. Kemudian Budiono
(2007) mendeskripsikan bahwa status gizi, riwayat penyakit, masa kerja dan
lama kerja per minggu dapat mempengaruhi kapasitas vital paru seseorang.
Faktor kebiasaan olahraga dapat mempengaruhi kapasitas vital paru
(51)
gangguan kapasitas vital paru seperti yang diungkapkan oleh Stull (1980).
Kemudian riwayat pekerjaan yang diutarakan oleh Suma’mur (1996) juga
dapat mempengaruhi penyakit yang sekarang dialami, karena faktor pajanan
pada pekerjaan sebelumnya. Dan Deviandhoko (2012) meyatakan bahwa
paparan kadar debu total menjadi faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
kapasitas vital paru pekerja karena apabila paparan debu yang terhirup
melebihi nilai ambang batas akan meningkatkan risiko meningkatkan
gangguan fungsi paru.
Teori-teori tersebut yang mendukung dari rancangan penelitian ini
(52)
Gambar 2.2 Kerangka Teori Penelitian
Sumber :Mawi, 2005; Yulaekah, 2007; Stull, 1980; Budiono, 2007; Suma’mur, 1996; Deviandhoko, 2012.
Kebiasaan Merokok Umur
Jenis Kelamin
Status Gizi
Riwayat Pekerjaan
Masa Kerja Riwayat Penyakit Kebiasaan Olahraga
Lama Kerja Per Minggu
Penggunaan Masker
Paparan Kadar Dabu Total
(53)
36 BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
3.1.Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan kerangka teori, untuk penelitian ini dibuat kerangka konsep
penelitian yang dibatasi hanya pada beberapa faktor seperti tampak pada
gambar 3.1 di bawah. Adapun variabel yang tidak diteliti adalah jenis kelamin,
karena seluruh pekerja bengkel las adalah laki-laki, sehingga akan bersifat
homogen. Kebiasaan menggunakan APD juga tidak diteliti karena saat studi
pendahuluan pekerja tidak ada yang menggunakan APD seperti masker,
sehingga jika diteliti tidak ada variasinya.
Variabel yang diteliti dalam penelitian ini meliputi umur, kebiasaan
merokok, kebiasaan olahraga, status gizi, riwayat penyakit, riwayat pekerjaan,
masa kerja, lama kerja per minggu dan paparan kadar debu total.
Variabel-variabel tersebut akan dihubungkan dengan kapasitas vital paru (KVP) pekerja
bengkel las sehingga dapat mengetahui faktor-faktor yang dapat mengakibatkan
gangguan kapasitas vital paru (KVP) pekerja tersebut.
Faktor risiko yang dapat mempengaruhi kapasitas vital paru berdasarkan
pengelompokkan yaitu faktor individu pekerja antara lain yaitu umur, semakin
(54)
menurun, sehingga menyebabkan kapasitas vital paru menurun dan dapat
mengakibatkan suplai oksigen dalam tubuh berkurang.
Kebiasaan merokok, ribuan zat kimia yang terdapat pada rokok
menimbulkan reaksi inflamasi dengan atau tanpa pembentukan mukus dalam
saluran pernapasan sehingga dapat merusak jaringan elastin yang berasal dari
polutan hasil pembakaran tembakau, akibatnya fungsi paru menurun.
Kebiasaan olahraga merupakan cara yang sangat baik untuk
meningkatkan vitalitas fungsi baru. Olahraga merangsang pernapasan yang
dalam dan menyebabkan paru berkembang, oksigen banyak masuk dan
disalurkan ke dalam darah, karbondioksida lebih banyak dikeluarkan. Bila
seseorang mempunyai volume oksigen yang lebih banyak maka peredaran
darahnya lebih baik, sehingga otot-otot mendapatkan oksigen lebih banyak dan
dapat melakukan berbagai aktivitas tanpa rasa letih.
Status gizi memiliki peran penting terhadap fungsi paru, terutama
berkaitan dengan konsumsi zat gizi yang merupakan sumber antioksidan. Selain
itu ketika keadaan lapar kapasitas vital paru menurun rata-rata 390 ml.
Penurunan tersebut akan kembali normal dalam 12 minggu setelah seseorang
kembali pada keadaan diet normal.
Riwayat penyakit paru pada seseorang mempunyai risiko 2 kali lebih
besar untuk mengalami gangguan fungsi paru. Seseorang yang pernah
(55)
alveolus akan terlalu sedikit mengalami pertukaran udara. Akibatnya akan
menurunkan kadar olsigen dalam darah. Banyak ahli berkeyakinan bahwa
emfisema kronik, pneumonia, asma bronkiale, tuberculosis dan sianosis akan
memperberat kejadian gangguan fungsi paru pada pekerja yang terpapar oleh
debu organik dan anorganik.
Riwayat pekerjaan sebelumnya mempunyai kemungkinan bahwa penyakit
yang sekarang diderita merupakan akibat dari faktor-faktor penyebab penyakit
yang ada pada lingkungan kerja sebelumnya. Pekerja yang memiliki riwayat
kerja yang menghadapi debu berbahaya atau yang dapat menyebabkan
pneumokoniosis, misalnya pernah bekerja di pertambangan, pabrik keramik,
dan lainnya memungkinkan terjadinya gangguan fungsi paru yag lebih tinggi.
Semakin lama seseoang bekerja pada lingkungan berdebu, maka akan
semakin menurunkan kapasitas vital paru. Dimana setiap penambahan masa
kerja dalam satu tahun akan terjadi penurunan kapasitas paru sebesar 35,3907
ml. Dengan demikian masa kerja sangat mempengaruhi kapasitas vital paru
seseorang.
Lama kerja per minggu yang melebihi 40 jam serta memiliki paparan
debu yang melebihi nilai ambang batas, maka dapat mempengaruhi kapasitas
paru pekerja akibat kumulatif paparan debu yang diterima. Namun, kadar
paparan yang rendah dalam waktu yang lama mungkin tidak akan segera
(56)
Paparan debu terhirup yang melebihi ambang batas (NAB=10 mg/m3)
akan meningkatkan risiko terjadinya gangguan fungsi paru. Namun demikian,
perlu diketahui bahwa kadar debu yang rendah namun lama keterpaparan
terjadi dalam waktu yang lama akan dapat menimbulkan efek kumulatif
sehingga pada akhirnya pekerja dapat mengalami gangguan fungsi paru.
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian KebiasaanMerokok
Umur
KebiasaanOlahraga
StatusGizi
RiwayatPenyakit
RiawayatPekerjaan
MasaKerja
PaparanKadarDebuTotal Jumlah JamKerjaPer
(57)
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Variabel Independen Kapasitas Vital
Paru
Hasil pengukuran ventilasi
paru yang dinilai dengan
menggunakan parameter
KVP ≥ 80% dan tidak normal jika KVP < 80%.
Pengukuran
menggunakan
alat spirometer
Sprirometer Persen (%) Ratio
Variabel Depeden Umur Usia responden yang terhitung
sejak tanggal lahir sampai ulang
tahun terakhir pada saat
penelitian.
Pengisian
kuesioner oleh
peneliti dengan
wawancara
Kuesioner dan
pengecekan
KTP.
(58)
Merokok kegiatan menghisap rokok. kuesioner oleh peneliti dengan wawancara 1. Merokok Kebiasaan Oaharaga
Latihan fisik aerobik seperti
berjalan, berlari, bersepeda,
bulu tangkis dan lainnya secara
teratur.
Pengisian
kuesioner oleh
peneliti dengan
wawancara
Kuesioner 0. ≥ 3 kali seminggu 1. < 3 kali seminggu
(Yunus, 1997)
Ordinal
Status Gizi Hasil penimbangan berat badan
dan pengukuran tinggi badan,
dimana datanya digunakan
sebagai pengukuran indeks
masa tubuh. Pengukuran perhitungan IMT IMT= Berat badan/Tinggi badan2 Timbangan
injak, Microtoice
dan lembar isian.
0. Berisiko
(IMT < 18,5 dan > 25)
1. Tidak Berisiko
(IMT 18,5-25)
(Almatsier, 2009)
(59)
Penyakit pernapasan responden yang
dapat mengganggu atau
mempengaruhi hasil
pmeriksaan fungsi paru, seperti
asma, TBC, bronkitis, flu alergi
seperti akibat debu, cuaca
dingin, dan mikroorganisme.
kuesioner oleh
peneliti dengan
wawancara
1. Pernah
Riwayat
Pekerjaan
Responden memiliki riwayat
pekerjaan sejenis (pekerja las)
atau pekerjaan yang memiliki
pajanan debu bagi pekerja.
Pengisian
kuesioner oleh
peneliti dengan
wawancara
Kuesioner 0. Tidak Pernah
1. Pernah
(60)
bengkel las dari mulai bekerja
sampai waktu wawancara
dilakukan dalam hitungan
tahun. kuesioner oleh peneliti dengan wawancara Jumlah Jam Kerja Per Minggu
Jumlah jam kerja per minggu
pekerja dalam satu minggu
penuh (Senin – Minggu)
Pengisian
kuesioner oleh
peneliti dengan
wawancara
Kuesioner Jam Ratio
Paparan Kadar
Debu Total
Hasil pengukuran kadar debu
total menggunakan metode
grafimetri selama 1 jam
Haz Dust Model
EPAM 5000
Melihat hasil
dari pengukurat
alat Haz Dust
Model EPAM
5000
(61)
3.3.Hipotesis
1. Ada hubungan antara umur terhadap kapasitas vital paru pada pekerja
bengkel las di wilayah Kelurahan Cirendeu tahun 2014.
2. Ada hubungan antara kebiasaan merokok terhadap kapasitas vital paru pada
pekerja bengkel las di wilayah Kelurahan Cirendeu tahun 2014.
3. Ada hubungan antara kebiasaan olahraga terhadap kapasitas vital paru pada
pekerja bengkel las di wilayah Kelurahan Cirendeu tahun 2014.
4. Ada hubungan antara status gizi terhadap kapasitas vital paru pada pekerja
bengkel las di wilayah Kelurahan Cirendeu tahun 2014.
5. Ada hubungan antara riwayat penyakit terhadap kapasitas vital paru pada
pekerja bengkel las di wilayah Kelurahan Cirendeu tahun 2014.
6. Ada hubungan antara riwayat pekerjaan terhadap kapasitas vital paru pada
pekerja bengkel las di wilayah Kelurahan Cirendeu tahun 2014.
7. Ada hubungan antara masa kerja terhadap kapasitas vital paru pada pekerja
bengkel las di wilayah Kelurahan Cirendeu tahun 2014.
8. Ada hubungan antara lama kerja per minggu terhadap kapasitas vital paru
pada pekerja bengkel las di wilayah Kelurahan Cirendeu tahun 2014.
9. Ada hubungan antara paparan kadar debu total terhadap kapasitas vital paru
(62)
45 BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi
Cross Sectional (potong lintang) karena penelitian ini melakukan pengamatan
variabel independen dan dependen pada waktu atau periode yang sama.
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2014 – Maret 2014 di
bengkel las yang berada di Kelurahan Cirendeu, Tangerang Selatan.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pekerja di bengkel las yang
berada di Kelurahan Cirendeu, Tangerang Selatan sebanyak 58 Orang dari 15
bengkel las. Sedangkan Sampel ditentukan berdasarkan metode probability
sampling dengan simple random sampling, yaitu pengambilan sample secara
acak bahwa setiap anggota atau unit dari populasi mempunyai kesempatan
(63)
Dalam perhitungan jumlah sampel dilakukan secara uji beda dua
proporsi dengan rumus sebagai berikut :
n =
{Z1−α/2�2P(1−P)+Z1−β�P1(1−P1)+P2 (1−P2)}2 (P1−P2)2Keterangan :
N : Jumlah sampel minimal yang diperlukan
P1: Proporsi kejadian gangguan kapasitas vital paru pada kelompok yang
memiliki riwayat penyakit.
P2: Proporsi kejadian gangguan kapasitas vital paru pada kelompok yang
tidak memiliki riwayat penyakit.
P : Rata-rata proporsi ((P1+P2)/2))
Z1-α/2: Derajat kemaknaan α pada dua sisi (two tail) yaitu sebesar 5%=1,96
(64)
Adapun hasil proporsi variabel penelitian sebelumya adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1 Perhitungan Sampel
Variabel Diketahui Total Sampel
Lama Paparan P1 : 80% = 0.8 P2 : 12,50% = 0,125 Pv : 0.032
(Yulaekah, 2007)
8 x 2 = 16
Kebiasaan Olahraga P1: 87,5% = 0,875 P2: 38,9% = 0,389 Pv:0,001
(Prasetyo, 2010)
15 x 2 = 30
Riwayat Penyakit P1: 100% = 1 P2: 66,1% = 0,661 Pv:0,027
(Rasyid, 2013)
19 x 2 = 38
Kadar Debu Total P1: 82,5% = 0,825 P2: 56,7% = 0,567 Pv:0,036
(Rasyid, 2013)
49 x 2 = 98
Kebiasaan Merokok P1: 87,5% = 0,875 P2: 38,9% = 0,389 Pv:0,001
(Prasetyo, 2010)
15 x 2 = 30
Kebiasaan Olahraga P1: 83,3% = 0,833 P2: 31,2% = 0,312 Pv:0,000
(Prasetyo, 2010)
(65)
Berdasarkan hasil perhitungan sampel di atas, didapatkan bahwa
variabel dengan perhitungan total sampel tertinggi yaitu riwayat penyakit
sebesar 38 orang. Untuk menghindari drop out atau missing jawaban dari
responden maka sampel yang diambil sebanyak 42 orang.
4.4. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan berupa data primer, yang diambil oleh peneliti
sendiri dibantu oleh rekan dan laboran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Data primer diperoleh langsung dari responden, melalui :
1. Uji Fungsi Paru
Metode ini dilakukan dengan cara pengukuran paru pekerja
bengkel las menggunakan alat spirometer Autospiro Minato AS-505.
Pengukuran dilakukan oleh peneliti didampingi laboran di Laboratorium
Fisiologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Adapun cara pengukuran fungsi paru pekerja bengkel las, sebagai
berikut :
a. Siapkan alat spirometer, dan kalibrasi harus dilakukan sebelum
(66)
b. Pasien harus dalam keadaan sehat, tidak ada flu atau infeksi
saluran nafas bagian atas, dan berhati-hati pada penderita asma
karena dapat memicu serangan asma.
c. Masukkan data yang diperlukan, yaitu suhu, kelembaban udara dan
tekanan udara sekitar. Kemudian masukkan data responden yaitu
umur, tinggi badan, berat badan untuk mengetahui nilai prediksi.
d. Beri petunjuk dan demonstrasikan manuver pada tenaga kerja,
yaitu pernapasan melalui mulut, tanpa ada udara lewat hidung dan
celah bibir yang mengatup mouth piece tube.
e. Pekerja dalam posisi berdiri, lakukan pernapasan biasa, tiga kali
berturut-turut, kemudian saat membuang napas pada pernapasan
biasa yang ketiga, semua udara didorong keluar dari paru-paru
secara perlahan tanpa tekanan kemudian langsung menghisap
udara dengan cepat dan kuat sebanyak mungkin ke dalam
paru-paru, dan kemudian dengan cepat dan sekuat-kuatnya udara
dihembuskan melalui mouth piece tube.
f. Pengambilan data dilakukan sebanyak tiga kali untuk mengetahui
FVC dan FEV1.
g. Hasil masing-masing pengambilan data dapat dilihat pada print
(67)
2. Umur
Umur pekerja dapat diperoleh melalui wawancara kepada pekerja
dengan menggunakan instrumen berupa kuesioner.
3. MasaKerja
Data mengenai masa kerja diperoleh melalui wawancara kepada
pekerja dengan menggunakan instrumen berupa kuesioner.
4. Kebiasaan Merokok
Data mengenai kebiasaan merokok diperoleh melalui wawancara
kepada pekerja dengan menggunakan instrumen berupa kuesioner.
Selanjutnya dikategorikan menjadi perokok ringan, sedang, dan berat
sesuai dengan jumlah yang dikonsumi per harinya (Bustan, 2007).
a. Ringan : Merokok kurang dari 10 batang per hari.
b. Sedang : Merokok 10-20 batang per hari.
c. Berat : Merokok lebih dari 20 batang per hari.
5. Kebiasaan Olahraga
Data mengenai kebiasaan berolahraga diperoleh melalui
wawancara dan mengisi kuesioner kepada responden.
6. Status Gizi
Data mengenai status gizi dapat diperoleh melalui pengukuran
Indeks Massa Tubuh (IMT), yang selanjutnya dikategorikan sebagai
(68)
a. Berisiko (IMT < 18,5 dan > 25)
b. Tidak beresiko (IMT 18,5-25)
Langkah pengukurannya adalah sebagai berikut:
a. Mengukur berat badan dengan timbangan berat badan.
b. Mengukur tinggi badan dengan microtoise.
c. Setelah didapatkannya data berat dan tinggi badan responden,
maka data tersebut dimasukkan ke dalam rumus IMT untuk
diketahuinya status gizi responden.
7. Riwayat Penyakit
Data mengenai riwayat penyakit diperoleh melalui kuesioner
kepada pekerja. Dari berbagai macam penyakit khususnya yang
menyerang pernapasan seperti asma, bronkitis, pneumonia, TBC, dan flu
alergi.
8. Kadar Debu Total
Melakukan pengukuran kadar debu total di lingkungan tempat
kerja pada pertengahan waktu kerja (siang hari) dengan menggunakan alat
Haz Dust Model EPAM 5000. Pengukuran dilakukan oleh peneliti
didampingi oleh laboran. Titik sampel yang diukur adalah titik terdekat di
(69)
Adapun cara pengukuran kadar debu total di lingkungan tempat
kerja, sebagai berikut :
a. Siapakan alat Haz Dust Model EPAM 5000 dengan baterai terisi
penuh.
b. Hidupkan alat dengan menggunakan tombol ON/OFF
c. Setting tanggal dan waktu jika belum tepat.
d. Memilih besar partikel pada lingkungan kerja yang diteliti ( PM 10.0 μm ).
e. Lakukan kalibrasi pada alat Haz Dust Model EPAM 5000 dengan
flow rate 4 liter per menit.
f. Menetapkan waktu pengambilan data setiap 1 menit selama 60
menit.
g. Melakukan sampling dengan menekan tombol Run.
h. Mengecek kembali data yang telah dimasukkan.
4.5. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner dengan teknik wawancara. Adapun isi dalam kuesioner tersebut
untuk mendapatkan data pribadi pekerja bengkel las berupa nama, umur,
riwayat penyakit, kebiasaan olahraga, serta masa kerja. Di dalam penelitian
(70)
berat badan dengan menggunakan timbangan injak, pengukuran tinggi badan
dengan microtoise, pengukuran spirometri untuk mengetahui kapasitas vital
paru responden dengan Minato Autospiro AS-505 dan pengukuran kadar debu
total di lingkungan kerja dengan menggunakan Haz Dust Model EPAM 5000.
Hasil dari pengukuran-pengukuran tersebut dicatat pada lembar kuesioner
dengan jenis form atau isian.
Gambar 4.1 Spirometer Minato Autospiro AS-505 (kiri) dan EPAM
5000 (kanan)
4.6. Pengolahan Data
Seluruh data yang terkumpul akan diolah melalui tahap-tahp sebagai
berikut:
1. Mengkode data (data coding)
Proses pengklasifikasian data dan pemberian kode jawaban
responden, dilakukan pada pembuatan kuesioner untuk mempermudah
(71)
jika nilai hasil pengukuran kapasitas vital paru ada gangguan (restriksi,
campuran dan obstruksi) pengkodean = 0, bila tidak ada gangguan
(normal) = 1. Semua variabel independen pun dikodekan. Yaitu :
a. Kebiasaan merokok; 0 = merokok, 1 = tidak merokok.
b. Kebiasaan olahraga; 0 = < 3 kali seminggu, 1 = ≥ 3 kali seminggu c. Status gizi; berisiko bila IMT < 18,5 dan > 25 = 0, tidak berisiko bila
IMT 18,5-25 = 1.
d. Riwayat penyakit; 0 = pernah mengalami, 1 = tidak pernah mengalami
e. Riwayat pekerjaan; 0 = ya, 1 = tidak.
2. Menyunting data (data editing)
Dilakukan untuk memeriksa kelengkapan dan kebenaran data
seperti kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian, konsistensi pengisian
setiap jawaban kuesioner. Data ini merupakan data input utama untuk
penelitian ini.
3. Memasukkan data (data entry)
Memasukkan data dari hasil kuesioner dan hasil pengukuran yang
telah diberikan kode pada masing-masing variabel, kemudian dilakukan
analisis data dengan memasukan data-data tersebut dengan program SPSS
untuk dilakukan analisis univariat (untuk mengetahui gambaran secara
(72)
4. Membersihkan data (data cleaning)
Pengecekan kembali data yang telah dimasukkan untuk
memastikan data tersebut tidak ada yang salah, sehingga dengan demikian
data tersebut telah siap diolah dan dianalisis.
4.7. Teknik Analisis Data 1. Analisa Univariat
Analisa univariat adalah analisa yang digunakan terhadap tiap
variabel dari hasil penelitian. Pada umumnya dalam analisa ini
menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel.
2. Analisa Bivariat
Analisis bivariat menggunakan uji statistik untuk menguji
hipotesis penelitian. Analisis bivariat menggunakan uji t-test independent
dan korelasi Pearson. Untuk pengujian t-test independent dan korelasi
Pearson jika Pvalue≤ 0,05 maka perhitungan secara statistik menunjukan bahwa adanya hubungan antara variabel dependen dengan variabel
independen. Kemudian tabulasi silang dilakukan pada semua variabel
yang akan dianalisis. Adapun analisis uji t-test independent ini antara
variabel kapasitas vital paru dengan variabel kebiasaan merokok,
kebiasaan olahraga, status gizi (IMT), riwayat penyakit, dan riwayat
(73)
paru dengan variabel paparan kadar debu total, umur, masa kerja, dan
jumlah jam kerja per minggu pada pekerja bengkel las di wilayah
(74)
57 BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1. Profil Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu
Bengkel las yang berada di Kelurahan Cirendeu merupakan industri
informal di mana dikelola oleh perseorangan. Jumlah bengkel las di Kelurahan
Cirendeu berjumlah 15 bengkel dengan pekerja sekitar 58 orang. Bengkel las
di Kelurahan Cirendeu pada umumnya tidak besar, bertempat semi terbuka dan
memiliki 2 (dua) hingga 3 (tiga) unit alat las listrik.
Lingkungan kerja bengkel las kebanyakan hanya berukuran 20m2
bahkan ada yang lebih sempit. Proses pekerjaan yang terdapat di bengkel las
meliputi pemotongan besi, pengelasan, penghalusan dan pengecatan. Semua
proses kerja ini rata-rata dilakukan di dalam ruangan bengkel sehingga
semakin sempit ruangannya maka sangat mempengaruhi kadar debu total yang
dihirup oleh pekerja. Kemudian bengkel las juga terdapat di pinggir jalan,
sehingga debu jalan dan polusi kendaraan bermotor juga mempengaruhi kadar
(75)
5.2. Analisis Univariat
5.2.1. Gambaran Kapasitas Vital Paru pada Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014
Hasil Penelitian mengenai gambaran Kapasitas Vital Paru (KVP)
pada pekerja bengkel las di Kelurahan Cirendeu tahun 2014 dapat dilihat
pada tabel di bawah ini:
Tabel 5.1
Gambaran Kapasitas Vital Paru Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014
Variabel Mean SD Min-Maks
Kapasitas Vital Paru
74,12 10,666 51-92 %
Dari tabel 5.1 di atas, diketahui gambaran kapasitas vital paru
pekerja bengkel las menjukkan rata-rata 74,12%, dengan standar deviasi
10,666. Kapasitas vital paru minimum pekerja adalah 51% dan
Kapasitas vital paru maksimum pekerja adalah 92%.
Dilihat berdasarkan kategori, kapasitas vital paru dapat dibagi
menjadi 2, yaitu normal jika KVP ≥ 80% dan tidak normal jika KVP < 80%. Frekuensi tersebut dapat dilihat pada grafik di bawah:
(76)
Grafik 5.1
Distribusi Frekuensi Kapasitas Vital Paru Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014
Berdasarkan Grafik 5.1 diketahui kapasitas vital paru pekerja
bengkel lasdi Kelurahan Cirendeu yang tidak normal lebih banyak dari
pada yang normal yaitu 61,9% (26 orang).
5.2.2. Gambaran Kadar Debu Total pada Lingkungan Kerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014
Hasil Penelitian mengenai gambaran Kadar Debu Total pada
Lingkungan pekerja bengkel las di Kelurahan Cirendeu tahun 2014
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
38.1%
61.9%
Kapasitas Vital Paru
Normal Tidak Normal
(77)
Tabel 5.2
Gambaran Frekuensi Kadar Debu Total pada Lingkungan Kerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014
Variabel Mean SD Min-Maks
Paparan Kadar Debu Total
6,222 3,675 0,454-11,142 mg/m3
Berdasarkan tabel 5.2, diketahui gambaran kadar debu total di
lingkungan kerja bengkel las menjukkan rata-rata 6,222 mg/m3, dengan
standar deviasi 3,675. Kadar debu minimum adalah 0,454 mg/m3 dan
kadar debu maksimum adalah 11,142 mg/m3.
Dilihat berdasarkan standar nilai ambang batas (NAB) 10 mg/m3,
paparan kadar debu total dibagi menjadi 2, yaitu tidak melebihi NAB
jika ≤ 10mg/m3 dan melebihi NAB jika > 10mg/m3. Frekuensi tersebut dapat dilihat pada grafik di bawah:
(78)
Grafik 5.2
Gambaran Frekuensi Kadar Debu Total pada Lingkungan Kerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014
Berdasarkan grafik 5.2, diketahui gambaran paparan kadar debu
total pada lingkungan bengkel las di Kelurahan Cirendeu yang tidak
melebihi NAB lebih banyak dari pada yang melebihi NAB yaitu 73,8%.
5.2.3. Gambaran Variabel Independen Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014
Karakteristik pekerja dalam penelitian ini meliputi umur, masa
kerja, jumlah jam kerja per minggu, kebiasaan merokok, kebiasaan
olahraga, status gizi (IMT), riwayat penyakit, dan riwayat pekerjaan.
Distribusi karkteristik pekerja bengkel las di Kelurahan Cirendeu dapat
terlihat pada tabel di bawah ini:
26.2%
73.8%
Paparan Kadar Debu Total
(10mg/m³)
Melebihi NAB Tidak Melebihi NAB
(79)
Tabel 5.3
Gambaran Frekuensi Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu Berdasarkan Umur, Masa Kerja, dan Jumlah
Kerja Per Minggu, Tahun 2014
No Variabel Mean SD Min-Maks
1 Umur 40 9,194 22-63 tahun
2 Masa Kerja 6 3,490 1-14 tahun
3 Jumlah Jam Kerja
per Minggu 42 2,586 40-48 jam
Tabel 5.4
Gambaran Frekuensi Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu Berdasarkan Kebiasaan Merokok, Kebiasaan Olahraga, Status
Gizi, Riwayat Penyakit dan Riwayat Pekerjaan, Tahun 2014
No Variabel Kategori Jumlah Persentase (%)
1 Kebiasaan Merokok Tidak merokok 5 11,9
Merokok 37 88,1
2 Kebiasaan Olahraga ≥ 3 kali seminggu 16 38,1 <3 kali semiggu 26 61,9
3 Status Gizi (IMT) Tidak berisiko 36 85,7
Berisiko 6 14,3
4 Riwayat Penyakit Tidak pernah 39 92,9
Pernah 3 7,1
5 Riwayat Pekerjaan Tidak pernah 35 83,3
(80)
a. Gambaran Umur Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu Tahun 2014
Berdasarkan tabel 5.3, diketahui gambaran umur pekerja
bengkel las menunjukkan rata-rata 40 tahun, dengan standar
deviasi 9,194. Umur pekerja termuda adalah 22 tahun dan tertua
adalah 63 tahun.
b. Gambaran Masa Kerja Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu Tahun 2014
Berdasarkan tabel 5.3, diketahui gambaran masa kerja
pekerja bengkel las menunjukkan rata-rata 6 tahun, dengan standar
deviasi 3,490. Masa kerja minimum adalah 1 tahun dan masa kerja
maksimum adalah 14 tahun.
Dilihat berdasarkan risiko, masa kerjanya dibagi menjadi 2,
yaitu < 10 tahun dan ≥ 10 tahun. Frekuensi tersebut dapat dilihat pada grafik di bawah:
(81)
Grafik 5.3
Gambaran Frekuensi Masa Kerja di Kelurahan Cirendeu Berdasarkan 10 Tahun Bekerja, Tahun 2014
Pada Grafik 5.3 terlihat pekerja dengan masa kerja kurang
dari 10 tahun memiliki jumlah lebih banyak dari pada pekerja yang
bekerja lebih dari sama dengan 10 tahun yaitu sebesar 85,7%.
c. Gambaran Jumlah Jam Kerja Per Minggu Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu Tahun 2014
Berdasarkan tabel 5.3, diketahui gambaran jumlah jam
kerja pekerja bengkel las menunjukkan rata-rata 42 jam, dengan
standar deviasi 2,586. Jumlah kerja per minggu minimum adalah
40 jam dan jumlah kerja per minggu maksimum adalah 48 jam.
85.7%
14.3%
Masa Kerja
< 10 Tahun
(1)
KVP – Riwayat Pekerjaan
Group Statistics
Riwayat_Pekerjaa
n N Mean Std. Deviation Std. Error Mean KVP_Numerik Tidak Pernah 35 74.83 9.727 1.644
Pernah 7 70.57 14.954 5.652
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper KVP_Numerik Equal variances assumed 5.383 .026 .963 40 .341 4.257 4.420 -4.676 13.190
Equal variances not
(2)
Lampiran 4
Kuesioner Penelitian
“Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Vital Paru pada Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu Tahun 2014”
Kepada Yth. Bapak/Ibu/Saudara/i...
Assalamualaikum Wr. Wb Dengan hormat,
Sehubungan dengan tugas akhir yang saya tempuh, maka bersama ini saya: Nama : Novandany Dwiantoro Putra
NIM : 109101000068
Peminatan : Kesehatan dan Keselamatan Kerja Jurusan : Kesehatan Masyarakat
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bermaksud meyampaikan kuesioner penelitian yang berkaitan dengan topik yang saya teliti, yaitu “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Vital Paru pada Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu Tahun 2014”. Sehubungan dengan hal tersebut, saya minta kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/I untuk mengisi kuesioner tersebut dengan objektif. Semua informasi yang diberikan hanya digunakan untuk kepentingan akademik dan dijamin kerahasiannya. Atas bantuan Bapak/Ibu/Saudara/I, saya ucapkan terimakasih.
(3)
KUESIONER PENELITIAN
“Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Vital Paru pada Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu Tahun 2014”
Identitas Responden
Nama
Tanggal Lahir
Status Gizi Tinggi Badan :
Berat Badan : IMT :
Pertanyaan Penelitian
No. Pertanyaan
A Masa Kerja dan Riwayat Pekerjaan
1 Sejak kapan anda bekerja di industri pengelasan ini? ...
2 Berapa jam Anda bekerja dalam satu hari? ...jam/hari
3 Berapa hari Anda bekerja dalam satu minggu? ...hari/minggu
No. Responden:
Petunjuk Pengisian Kuesioner:
1. Isilah pertanyaan pada kolom yang tersedia.
2. Isilah pertanyaan yang memiliki pilihan jawaban dengan melingkari salah satu jawaban.
(4)
4 Sebelum bekerja di sini, apakah Anda sebelumnya pernah bekerja di tempat lain yang terdapat paparan debu seperti pekerja bangunan, mabel, las atau lainnya? (Jika tidak, lanjut ke pertanyaan C-1)
a. Ya b. Tidak
Sebutkan...
5 Berapa lama Anda bekerja pada pekerjaan sebelumnya tersebut? ... Tahun
C Perilaku Merokok
1 Apakah Anda perokok? (Jika tidak, lanjut ke pertanyaan C-4) a. Ya
b. Tidak
2 Sejak kapan Anda merokok? Tahun...
3 Berapa jumlah batang rokok yang dikonsumsi dalam satu hari? ... Batang/hari
4 Apakah sebelumnya Anda pernah menjadi perokok aktif? (Lanjut ke pertanyaan C-7)
a. Ya b. Tidak
5 Sejak kapan Anda pernah menjadi perokok aktif? Tahun...
6 Kapan Anda berhenti merokok? Tahun...
7 Jenis rokok apa yang Anda konsumsi? a. Kretek
(5)
D Kebiasaan Olahraga
1 Apakah Anda selalu berolahraga secara rutin? (Jika tidak, lanjut ke pertanyaan E-1)
a. Ya b. Tidak
2 Jenis olahraga apa yang sering Anda lakukan? a. Lari
b. Bersepeda c. Bulu tangkis
d. Lainnya...
3 Seberapa sering Anda melakukan olahraga tersebut dalam satu minggu? ...Kali/minggu
4 Berapa lama waktu Anda melakukan olahraga tersebut? ...Menit
E Status Kesehatan dan Riwayat Penyakit
1 Apakah Anda merasakan keluhan gangguan kesehatan khususnya pada paru-paru?
a. Ya b. Tidak Sebutkan...
2 Apakah Anda memiliki riwayat penyakit seperti asma, TBC, bronkitis, flu alergi seperti akibat debu, cuaca dingin, atau mikroorganisme?
a. Ya b. Tidak
(6)
3 Apakah Anda pernah menjalani pengobatan khusus pada penyakit tersebut? a. Ya
b. Tidak Sebutkan...
F Pemeriksaan Kapasitas Vital Paru (Diisi oleh peneliti)
1 FEV1/FVC : 1.
2. 3.
Rata-rata :
E Pemeriksaan Kadar Debu Total (Diisi oleh peneliti)
1 Kadar debu: Max :
Min :