30 asidifikasi tidak berjalan maksimal sehingga sabun pada crude gliserol tidak
terurai yang mengakibatkan gliserol tidak dapat dipisahkan dari garam dan asam lemaknya [34]. Pada dasarnya, jika kadar asam semakin tinggi, maka akan
semakin baik karena proses asidifikasi emulsi menjadi asam lemak akan semakin tinggi, sehingga kadar kemurnian gliserol pun akan semakin baik. Namun, dapat
juga terjadi asdifikasi berlebih. Dimana akan terjadi stratum antara asam lemak dan lapisan gliserol yang mengandung garam, sehingga garam menjadi tidak bisa
lagi mengendap. Yang mengakibatkan menurunnya kadar kemurnian gliserol akibat tidak terpisahnya lapisan garam [35].
4.4 PENGARUH RASIO VOLUM PELARUT
� �
⁄ DAN WAKTU EKSTRAKSI TERHADAP KEMURNIAN GLISEROL
Hubungan jumlah rasio volume pelarut v v
⁄ dengan lamanya waktu ekstraksi terhadap kemurnian gliserol yang dihasilkan dapat dilihat dalam grafik
4.6 berikut ini. Ekstraksi dilakukan pada kondisi suhu 70
o
C dan pengadukan 200 rpm dengan variasi waktu dan juga rasio volume pelarut v
v ⁄ yang digunakan.
Gambar 4.6 Hubungan Rasio Volume pelarut v v
⁄ dan Waktu Ekstraksi Terhadap Kemurnian Gliserol
Dari gambar 4.5 dapat dilihat bahwa, untuk perbandingan volume pelarut 1:1, kadar gliserol saat waktu ekstraksi 20 menit adalah 59,8585, kemudian
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
20 40
60 Rasio Pelarut 1:1
Rasio Pelarut 1:1,5 Rasio Pelarut 1:2
Waktu Ekstraksi K
adar G
li se
ro l
Universitas Sumatera Utara
31 meningkat pada 40 menit menjadi 65,43 dan meningkat lagi pada 60 menit
menjadi 90,9082 . Untuk perbandingan volum pelarut 1:1,5, kadar gliserol saat waktu ekstraksi 20 menit adalah 90,646 kemudian menurun pada 40 menit
menjadi 56,64 dan menurun lagi pada 60 menit menjadi 53,14 . Untuk perbandingan volum pelarut 1:2, kadar gliserol saat waktu ekstraksi 20 menit
adalah 64,48 kemudian menurun pada 40 menit menjadi 59,85 dan menurun lagi pada 60 menit menjadi 43,6129 .
Untuk meningkatkan kadar gliserol, maka perlu dilakukan ekstraksi pelarut setelah dilakukan tahap asidifikasi [18]. Dari penelitian ini, diperoleh
bahwa untuk rasio volume pelarut v v
⁄ 1:1, kadar gliserol semakin meningkat seiring bertambahnya waktu ekstraksi, sebaliknya untuk rasio volume pelarut
v v
⁄ 1;1,5 dan 1:2, kadar gliserol semakin menurun seiring dengan bertambahnya waktu ekstraksi. Kondisi terbaik dengan kadar gliserol yang tertinggi adalah pada
rasio rasio volume pelarut v v
⁄ 1:1 dan waktu ekstraksi 60 menit yaitu 90,9082 dan pada rasio volume pelarut v
v ⁄ 1:1,5 dengan waktu ekstraksi 20 menit. Maka
dapat disimpulkan bahwa penggunaan kloroform sebagai pelarut dalam ekstraksi gliserol, dengan rasio pelarut yang rendah, dibutuhkan waktu yang lebih lama
untuk mendapatkan kadar gliserol yang terbaik. Dan dengan rasio pelarut yang lebih tinggi, hanya dibutuhkan waktu ekstraksi yang singkat. Namun, dengan
rasio volume pelarut v v
⁄ 1:2, ekstraksi gliserol dengan pelarut kloroform tidak efektif lagi karena menyebabkan penurunan kadar gliserol. Dapat dilihat dari
rendahnya kadar gliserol yang didapat dengan rasio volume pelarut v v
⁄ 1:2 untuk berbagai kondisi waktu reaksi. Penggunaan pelarut non polar menyebabkan
tidak adanya kehilangan kandungan gliserol dibandingkan dengan penggunaan pelarut polar. Namun menimbulkan adanya kandungan air dalam ekstrak gliserol
[17]. Pada penggunaan pelarut polar, yaitu metanol, didapat bahwa kondisi terbaik untuk ekstraksi adalah dengan rasio volume pelarut v
v ⁄ 1:2 dengan waktu
ekstraksi yang sama [31]. Hunsom, dkk 2013 dalam penelitiannya memperoleh bahwa dengan menggunakan pelarut heksana dan dietil eter, terjadi peningkatan
kadar gliserol seiring bertambahnya rasio pelarut, walapun hanya terjadi sedikit peningkatan. Perbedaan rasio terbaik yang didapatkan ini dikarenakan kondisi
perlakuan dan jenis pelarut yang berbeda dengan yang digunakan oleh peneliti
Universitas Sumatera Utara
32 karena jenis dan rasio pelarut yang digunakan sangat berpengaruh dalam
pemurnian gliserol untuk meningkatkan kadar gliserol [14].
4.5 KARAKTERISTIK GLISEROL YANG TELAH DIMURNIKAN