Hubungan Menonton Televisi Terhadap Hasil Belajar IPS (Studi Korelasional di MTs Hidayatul Umam Cinere)

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh ABDUL AZIZ NIM: 109015000142

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF

HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014


(2)

(Studi Korelasional Pada MTs Hidayatul (Jmam Cinere Depok

)

<.-_

Diajukan

/

(

SKRIPSI

kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah danKeguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Disusun Oleh:

ABDUL AZIZ NIM: 109015000142

Yang Mengesahkan,

Pembimbing

NIP. 19670828 199303 2 006

JURUSAN

PENDIDIKAN

ILMU

PENGETAIIUAN SOSIAL

FAKULTAS

ILMU

TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS

ISLAM

NEGERI (UIN) SYARIF

HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi dengan.iudul "Hubungan Menonton Terevisi rerhadap Hasil

Berajar

IPS" (Studi Korelasional di MTs Hidayatul Umam cinere, Depok). Disusun

oleh

Abdul Aziz NIM r09015000r 42, diajukan kepada Fakultas irmu Tarbiyarr dan

Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarla. Telah dinyatakan lulus

dalam

Ujian Munaqasah pada tanggar 6 Februari 2014 dihadapan

dewan penguji. Karena

itu penulis berhak memperolah Gelar Sarjana pendidlkan (S.pd.) dalam bidang

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.

Panitia Ujian Munaqasah Tanggal

Ketua Sidang (Ketua Jurusan pendidikan IpS)

Jakarla, 6 Februari 201 4

Tanda Tangan

1

-3

-

7!t+

I

+---

jtP

Dr.Iwan Purwanto. M.pd

NIP. 1 9730424 2008 01 1 012

Sekretaris Sidang (Skretaris Jurusan penrlirlikan IpS)

Drs. H. Syaripulloh. M.pd

NIP.19670909 2007 0t 1033

Penguji

I

Dr. Muhamad Arif, M.pd NrP. 1 97006 061997021002 Penguji

II

Tri Hariawati. M.Sc

/:7

:?:i7

tl:7:?!q

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1-3.

eAh

/""""""""'

Nurlena Rifa'i MA, ph.D NIP.19520520 198103 1001


(4)

SURAT PERNYATAAN KARYA

ILMIYAH

Saya yan! bertanda tangan di bawah ini: Nama

Nim

Jurusan Fakultas

Abdul Aziz

10901 s000t42

Pendidikan IPS (Geografi) Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1.

Skripsi

ini

yang berjudul "Hubungan Menonton Televisi Terhadap

Hasil Belajar IPS" merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana strata satu (SI) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2.

Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan

ini

telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku

di

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah J akarta.

3.

Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku

di

Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta,T Januai2}l4


(5)

iii

Abdul Aziz, Hubungan Meononton Televisi Terhadap Hasil Belajar IPS. Skripsi program studi Geografi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui hubungan menonton televisi terhadap hasil belajar IPS. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode korelasi dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini dilakukan di MTs Hidayatul Umam Cinere, Depok. Teknik memperoleh data dalam penelitian ini menggunakan teknik library research dan field research untuk pemilihan sampel. Adapun pengambilan sampel 40 siswa. Instrument penelitian yang diberikan berupa kuesioner untuk menoton televisi (X) dan hasil belajar IPS (Y).

Kemudian setelah mendapat hasil angket dengan memeriksa tabel nilai “r” product moment ternyata dengan df sebesar 38, pada taraf signifikan 5% diperoleh “r” tabel = 0,312, jika dilihat dari pada harga r tabel tersebut , rxy lebih besar dari pada r tabel, pada taraf signifikan 5% (0,411>0,312). Dengan demikian hipotesa alternatif (Ha) diterima dan hipotesa nol (Ho) ditolak. Artinya ada hubungan positif yang cukup signifikan antara menonton televisi dengan hasil belajar IPS di MTs Hidayatul Umam Cinere, Depok.


(6)

iv

Abdul Aziz, Relationship of Watching Television with the Result IPS Learning.

Thesis courses Geography, Department of Social Sciences Education (IPS), Tarbiyah and Teaching Faculty, State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta.

The research objective is to examine the relationship between watching television with the result IPS learning. In this study the method used is the method of correlation with a quantitative approach. This study was conducted in Hidayatul Umam MTs Cinere, Depok. Sampling technique in this study using library research and field research for sample selection. The sampling of 40 students. Research instrument in the form of a questionnaire given to the watching televison (X) and result IPSlearning (Y).

Then after getting the results of a questionnaire by checking the table of values "r" product moment turns with df of 38, a significant level of 5% was obtained "r" table = 0.312, when seen from the table at a price r, r xy is greater than r table, at the 5% significance level (0.411> 0.312). Thus the alternative hypothesis (Ha) is accepted and the null hypothesis (Ho) is rejected. This means that there is a significant positive relationship between watching television with the the result IPS learning in junior Hidayatul Umam Cinere, Depok.


(7)

v

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis persembahkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat, taufik, hidayah, nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian pendidikan ini dengan baik. Salawat beserta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Beserta keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya.

Penelitian ini dilakukan guna memenuhi persyaratan kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidkan di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan IPS Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam penulisan penelitian pendidikan ini, penulis menyadari sepenuhnya masih terdapat banyak kekurangan dan keterbatasan ilmu pengetahuan yang penulis miliki.Namun berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak akhirnya penelitian pendidikan ini dapat terselesaikan.Oleh karena itu, sudah sepantasnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyusun penelitian pendidikan ini. Ucapan terima kasih tersebut penulis sampaikan kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak. Dr. Iwan Purwanto, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan IPS juga sebagai dosen Pembimbing Akademik, beserta seluruh staf Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

3. Ibu. Dr. Ulfah Fajarini, M.Si, sebagai pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan ilmu dan waktunya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian pendidikan ini.

4. Kepada seluruh dosen yang mengajar di fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta penulis mengucapkan banyak terima kasih.


(8)

vi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta penulis mengucapkan banyak terima kasih.

6. Bapak. Dedi Jayadi, S.Ag selaku kepala MTs Hidayatul Umam beserta para stafnya, terutama Bapak Arman HS, S.Pd selaku guru IPS. Saya mengucapkan terima kasih juga kepada seluruh dewan guru dan para siswa/siswi MTs Hidayatul Umam yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, tapi tidak mengurangi rasa terima kasih dan rasa hormat saya.

7. Kepada orang tua saya Ibunda Supatmi dan Ayahanda Poniman (Alm) yang olehnya saya dibesarkan oleh kasih dan sayangnya.

8. Kepada sahabat-sahabat , Awang Julian, Mukhamad Azhar, Busjulis, Rifqi Faslika, Faisal Sudrajat, M. Wahyudin. Yang telah banyak kebersamaan dalam suka tanpa duka.

9. Kepada teman-teman seperjuangan di Jurusan Pendidikan IPS angkatan 2009 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Abduh Abduhrahman, Lutfi, Mahbub, Mbak Rini, Mbak Ulin, Bung Angga dan teman-teman lainnya yang telah memberikan motivasi baik waktu juga tenaga.

10.Kepada Mendiang Jim Morrisson, Kurt Cobain, Bob Marley, Andy Warhol, Lou Reed, John Lennon. Tanpa karya kalian pasti saya akan sepi ketika mengerjakan skripsi.

11.Kepada motorku tercinta Jim (rip) yang dengannya saya bisa kemana saja, kepada seluruh pembuat kopi didunia, kepada petani tembakau, kepada hujan, kepada panas. Mungkin kalian adalah salah satu faktor penyebab skripsi saya selesai.

Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.Apabila terdapat kekutangan dan kesalahan adalah semata-mata keterbatasan ilmu yang penulis miliki.

Jakarta, 7 Januari 2014 Penulis


(9)

vii Halaman Pengesahan... Halaman Pernyataan... Abstrak... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Lampiran... BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah... B. Identifikasi Masalah... C. Pembatasan Masalah... D. Peumusan Masalah... E. Tujuan dan Manfaat Penelitian... BAB II. KAJIAN TEORI

A. Hakikat Menonton Televisi... 1. Pengertian Menonton Televisi... 2. Frekuensi Menonton Acara Televisi... 3. Pola Menonton Televisi Keluarga... 4. Waktu dan Jenis Acara Televisi... 5. Minat Menonton Acara Televisi... 6. Pengertian Media Televisi... B. Pembelajaran IPS... C. Hasil Penelitian yang Relevan... D. Kerangka Berpikir... E. Hipotesis... BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian... B. Variabel Penelitian... C. Populasi dan Sampel... D. Teknik Pengumpulan Data... E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data... F. Hipotesis Statistik... BAB IV. HASIL PENELITIAN

A. Profil Sekolah... B. Deskripsi Data...

I ii iii v vii ix x 1 7 8 8 8 10 10 15 15 16 18 19 22 38 38 39 40 40 43 44 46 49 50 55


(10)

viii BAB V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan... B. Saran... DAFTAR PUSTAKA...

82 83 84


(11)

ix

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Instrumen Kuesioner Menonton Televisi... Tabel 3.2 Kriteria Penilaian Angket... Tabel 3.3 Skor AlternatifJawaban Responden…... Tabel 3.4 Tabel Interpretasi Perhitungan Korelasi...… Tabel 4.1 Tata Terib dan Poin Pelanggaran MTs Hidayatul Umam.. Tabel 4.2 Hasil Angket Pernyataan Satu... Tabel 4.3 Hasil Angket Pernyataan Dua... Tabel 4.4 Hasil Angket Pernyataan Tiga... Tabel 4.5 Hasil Angket Pernyataan Empat... Tabel 4.6 Hasil Angket Pernyataan Lima…...………... Tabel 4.7 Hasil Angket Pernyataan Enam...……... Tabel 4.8 Hasil Angket Pernyataan Tujuh... Tabel 4.9 Hasil Angket Pernyataan Delapan... Tabel 4.10 Hasil Angket Pernyataan Sembilan... Tabel 4.11 Hasil Angket Pernyataan Sepuluh... Tabel 4.12 Hasil Angket Pernyataan Sebelas... Tabel 4.13 Hasil Angket Pernyataan Dua belas... Tabel 4.14 Hasil Angket Pernyataan Tiga belas... Tabel 4.15 Hasil Angket Pernyataan Empat belas... Tabel 4.16 Hasil Angket Pernyataan Lima belas... Tabel 4.17 Hasil Angket Pernyataan Enam belas... Tabel 4.18 Hasil Angket Pernyataan Tujuh belas... Tabel 4.19 Hasil Angket Pernyataan Delapan belas... Tabel 4.20 Hasil Angket Pernyataan Sembilan belas... Tabel 4.21 Hasil Angket Pernyataan Dua puluh... Tabel 4.22 Tabel Hasil Belajar UTS... Tabel 4.23 Tabel Hasil Reliabilitas... Tabel 4.24 Tabel Hasil Analisis Item Analisis Variabel X dan Y...

41 45 46 48 54 56 56 57 57 58 58 59 60 60 61 61 62 62 63 63 64 65 65 66 66 66 69 70


(12)

x

Lampiran 1 Kisi-Kisi Instrumen Kuesioner Menonton Televisi... Lampiran 2 Instrumen Kuesioner Menonton Televisi... Lampiran 3 Hasil Instrumen Kuesioner Menonton Televisi... Lampiran 4 Hasil Ujian Tengah Semester Siswa... Lampiran 5 Tabel Perhitungan Variabel X dan Y... Lampiran 6 Perhitungan Korelasi “r” Product Moment... Lampiran 7 Pengujian Hipotesis... Lampiran 8 Kisi – Kisi Pertanyaan Wawancara...

87 88 90 91 92 94 95 97


(13)

1

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Pendidikan dan pengetahuan di negara kita terus berubah dan semakin berkembang. Tuntutan masyarakat semakin kompleks dan persaingan semakin ketat, apalagi dalam menghadapi era globalisasi yang didalamnya terdapat proses yang mendorong umat manusia untuk beranjak dari cara hidup dengan wawasan nasional semata-mata kearah cara hidup dengan wawasan global yang menuntut umat manusia untuk menggantikan pola persepsi dan pola-pola berpikir tertentu, dari pola-pola-pola-pola yang bersifat nasional semata-mata ke pola-pola yang becakupan global. 1 Selain itu perdagangan bebas, untuk itu perlu disiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, salah satu upaya meningkatkan sumber daya manusia adalah dengan melalui jalur pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu faktor utama bagi pengembangan sumber daya manusia karena pendidikan diyakini mampu meningkatkan sumber daya manusia sehingga dapat menciptakan manusia produktif yang mampu memajukan bangsanya. Pendidikan dalam arti luas didalamnya terkandung pengertian mendidik, membimbing, mengajar dan melatih. Dalam keseluruhan proses pendidikan disekolah, kegiatan belajar merupakan pelajaran yang paling pokok.

Tujuan pendidikan nasional berdasarkan UU RI NO. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, isinya adalah:

Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME,

1

Buchari Mochtar, Transformasi Pendidikan (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), hlm. 140


(14)

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kretif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab2.

Tujuan pendidikan yang hendak dicapai pemerintah Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karna itu pemerintah sejak orde baru telah mengadakan perluasan kesempatan memperoleh pendidikan bagi seluruh Rakyat Indonesia. Hal ini sesuai dengan bunyi pasal 31 ayat 1 UUD 1945, yang menyatakan bahwa:

“Tiap-tiap warga Negara berhak mendapat pendidikan”

Seorang guru perlu menyadari bunyi dan isi pasal ayat Undang-Undang dasar tersebut, setiap murid berhak mendapatkan pengajaran yang sama. Dalam tugasnya sehari-hari guru dihadapkan pada suatu permasalahan yaitu ia harus memberi pengajaran yang sama kepada murid yang berbeda. Perbedaan itu berasal dari lingkungan kebudayaan, lingkungan sosial, jenis kelamin dan lain-lain.

Peran pendidikan IPS adalah memperkuat kemampuan intelektual SDM yang berkualitas. Persoalannya bagaimana mengembangkan pendidikan IPS untuk menjadi pendidikan intelektual dan pendidikan nilai sosial yang handal dan dirasakan manfaatnya oleh peserta didik dan masyarakat. Dengan itu diperlukannya peningkatan produktivitas guru, siswa, dan kurikulum.

”Batasan menurut Undang-Undang itu tampak jelas, bahwa kurikulum memiliki dua aspek pertama sebagai rencana (as a plan) yang harus dijadikan sebagai pedoman dalam pelaksanaan proses belajar mengajar oleh guru dan kedua pengaturan isi dan cara pelaksanaan rencana itu yang keduannya digunakan sebagai upaya pencapaiaan Tujuan Pendidikan Nasional”.3

Dalam Sistem Pendidikan Nasional guru sebagai komponen utama dalam pelaksanaan pendidikan. Tapi guru masih merupakan permasalahan Pendidikan Nasional yang penting untuk diperhatikan oleh pemerintah dan ahli pendidikan, dan terutama bagaimana untuk meningkatkan profesionalisme dan kualitasnya. Dari sederetan masalah yang dihadapi

2

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, (SISDIKNAS) Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung: PT Fokusmedia, 2003), h.6

3


(15)

tentang guru dan tenaga pendidikan, yang paling mengemuka adalah tentang profesionalisme, kualitas dan kesejahteraan guru. Kegagalan dan keberhasilan pendidikan lalu, kerap dikaitkan dengan kemampuan guru dalam mengarahkan proses pembelajaran di kelas atau proses pendidikan secara keseluruhan.4

Oleh karena itu, guru sebagai fasilitator pembelajaran di sekolah harus meningkatkan kemampuan professional secara terus menerus yang artinya secara kontekstual bagaimana melakukan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan siswa. Demikian juga kurikulum sebagai seperangkat acuan dalam pelaksanaan pendidikan harus mencerminkan kebutuhan siswa dengan segala kompleksitasnya dalam kehidupan sosial dan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi). Seperti dikatakan Zais, ”kurikulum sebagai suatu rencana pembelajaran harus bermuara pada perolehan pengalaman peserta didik yang sengaja dirancang untuk mereka miliki”.5

Seiring dengan perkembangan keilmuan Pendidikan IPS dilihat dari dimensi keilmuan hendaknya kita tidak tabu akan kritik bagi pengembangannya, sebab berkaitan dengan metode ilmiah yang tidak bebas nilai yang bergantung pada dasar asumsi tentang realitas yang dikajinya, maka sangat diperlukan kajian kritis untuk memperoleh pemaknaan yang tepat. Berkaitan dengan itu pendidikan IPS dihadapkan pada tantangan bahwa pendidikan IPS akan memiliki kekuatan epistimologi yang kokoh, apabila dikembangkan dengan paradigma modern yang berbasis pada keterkaitan sains, teknologi dan agama.

Untuk mengikuti perkembangan zaman modern maka pembelajaran IPS harus ber-perspektif global. Perpektif global merupakan pandangan dimana guru dan murid secara bersama-sama mengembangkan perspektif dan keterampilan untuk menyelidiki suatu yang berkaitan dengan isu global. (Idealnya tercermin dalam motto “thingking globally and act locally”). Kumpulan para pakar ilmu sosial seluruh dunia di Amerika yang tergabung dalam wadah “National Council for the Sosial Studies”(NCSS) pada tahun 1994 memberikan sejumlah rambu-rambu kapan pembelajaran IPS akan menjadi sangat kuat (powerful) apabila; 1) Terasa bermakna, yaitu bila siswa mampu menghubungkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang

4Nurjanah, ”

Eksistensi Guru,Siswa dan Kurikulum di Sekolah Menengah”,

http://infodiknas.com/?load=newsdetail&NewsID=4243, 23 Juli 2008.


(16)

dipelajari di sekolah dan luar sekolah, penyampaian bahan ajar ditujukan pada pemahaman, apresiasi dan aplikasinya dalam kehidupan. 2) Pendekatan Integratif, yaitu terintegrasi pengetahuan, ketrampilan, sikap, nilai, kepercayaan dan keperbuatan nyata, 3) Berbasis nilai, khususnya menyangkut isu kontroversial yang memberikan ruang berefleksi dan bereaksi sebagai anggota masyarakat, bersikap kritis terhadap isu dan kebijakan sosial, serta menghargai perbedaan pandangan, 4) Bersifat menantang; siswa ditantang untuk mencapai tujuan pembelajaran baik secara individual maupun sebagai anggota kelompok, guru sebagai model untuk mencapai kualitas sesuai standar yang diinginkan, guru lebih menghargai pendapat siswa dengan alasan yang baik daripada pendapat asal-asalan. dan 5) Bersifat aktif, memberi kesempatan berfikir dan terlibat dalam pengambilan keputusan selama pembelajaran, pengajaran harus berbasis aktivitas yang dapat ditemui di lingkungan sosial. 6

Maka dapat disimpulkan bahwa sesuatu yang belum diketahui dapat mendorong siswa untuk belajar mencari tahu. Siswa pun mengambil sikap seiring dengan minatnya terhadap suatu objek. Siswa mempunyai keyakinan dan pendirian tentang apa yang seharusnya dilakukannya. Sikap itulah yang mendasari dan mendorong ke arah perbuatan belajar. Jadi, sikap siswa dapat dipengaruhi oleh motivasi sehingga ia dapat menentukan sikap belajar.

Kelemahan–kelemahan pembelajaran IPS selama ini adalah kurang mengikutsertakan siswa dalam proses pembelajaran. Guru tidak mengembangkan berbagai pendekatan maupun metode dalam pembelajaran. Kebanyakan para pendidik menempuh cara yang mudah saja dengan menggunakan metode ceramah dan mengandalkan penghafalan fakta–fakta belaka.

Selain itu kurang mengikutsertakan siswa dalam proses pembelajaran. Guru tidak mengembangkan berbagai pendekatan maupun metode dalam pembelajaran. Kebanyakan para pendidik menempuh cara yang mudah saja dengan menggunakan metode ceramah dan mengandalkan penghafalan fakta– fakta belaka. Sehingga siswa kurang merespon dan merasakan pembelajaran IPS bermakna.

6Kisworo, Pembelajaran IPS Tetap Bermakna”,http://www.upy.ac.id/site/index.php?


(17)

Untuk mencapai hasil yang tinggi terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya diantaranya faktor intren yaitu faktor yang terdapat dari dalam peserta didik seperti intelegensi, bakat, minat, dan lainnya. Dan faktor ekstern yaitu faktor yang terdapat di luar peserta didik diantaranya faktor orang tua, sekolah, lingkungan, dan media massa diantaranya televisi, radio, majalah, dan komik.

Televisi merupakan salah satu media informasi dan srana komunikasi umum yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Televisi adalah media yang paling akrab dengan umat manusia. “kotak ajaib” ini dapat ditemukan di setiap rumah. Sebagai media audiovisual, daya jangkauannya mampu menembus ruang-ruang paling pribadi setiap rumah. Cara kerjanya yang mudah yakni memadukan antara gambar dan suara membuat penyampaian info lebih mudah difahami oleh seluruh lapisan masyarakat, tak terkecuali anak-anak. Disisi lain dengan perkembangan ilmu pengetahuan juga teknologi dalam bidang komunikasi dan informasi, menonton televisi merupakan kegiatan dimana sebagian orang menghabiskan waktunya baik setelah menyelesaikan tugasnya maupun ketika tidak mempunyai kegiatan lainnya.

Untuk itulah pemerintah telah menagatur Undang-Undang Republik Indonesia nomor: 24 tahun 1997 tentang Penyiaran. Sebagai dasar pengaturan dan penyelenggraan penyiaran dimana penyiaran merupakan bagian integral dari pembangunan nasional sebagai pengalaman Pancasila dalam upaya mewujudkan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia bedasarkan Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini tercantum dalam BAB II Undang-Undang-Undang-Undang Penyiaran Nomor 24 tahun 1997 tentang Asas, Tujuan, Fungsi Penyiaran. Pasal 2: Penyiaran diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dengan asas manfaat, adil, dan merata, kepastian hukum, keamanan, keberagaman, kemitraan, etika, kemandirian, kebebasan, dan tanggung jawab.

Pasal 3: Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan


(18)

bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia.

Pasal 4: (1) Penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial.

(2) Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyiaran juga mempunyai fungsi ekonomi dan kebudayaan.

Pasal 5: penyiaran diarahkan untuk:

a. Menjunjung tinggi pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Menjaga dan meningkatkan moralitas dan nilai-nilai agama serta jati diri bangsa;

c. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia;

d. Menjaga dan mempererat persatuan dan kesatuan bangsa; e. Meningkatkan kesadaran ketaatan hukum dan disiplin nasional;

f. Menyalurkan pendapat umum serta mendorong peran aktif masyarakat dalam pembangunan nasional dan daerah serta melestarikan lingkungan hidup;

g. Mencegah monopoli kepemilikan dan mendukung persaingan yang sehat di bidang penyiaran;

h. Mendorong peningkatan kemampuan perekonomian rakyat, mewujudkan pemerataan, dan memperkuat daya saing bangsa dalam era globalisasi; i. Memberikan informasi yang benar, seimbang, dan bertanggung jawab; j. Memajukan kebudayaan nasional7.

Banyak waktu yang seharusnya untuk belajar tetapi dipergunakan untuk menonton acara-acara ditelevisi yang sifatnya hiburan dan bukan pengajaran, sehingga minat belajar anak sangat kurang. Anak-anak meniru berbagai adegan sadis/sensual/erotik, yang setiap saat dapat disaksikan melalui layar televisi

7

Heru Effendy, Industri Pertelevisian Indonesia Sebuah Kajian (Jakarta; Penerbit Erlangga, 2008) hal. 91-92


(19)

miliknya. Mereka mulai merasa bergengsi apabila makan makanan yang sering muncul ditelevisi. Anak-anak mulai pandai menyebut merk-merk terkenal. Ironisnya anak-anak lebih suka berada di depan layar televisi dibanding dengan harus belajar, sehingga kehilangan waktu efektif untuk belajar.8

Menurut penelitian Starkey dan Swinford (1974), semakin sedikit seorang anak melewatkan waktu luangnya untuknya untuk menonton televisi, semakin tinggi tingkat kemampuan membaca si anak, sementara semakin sedikit jam menonton televisi seorang anak, semakin berprestasi ia dalam melakukan tugas-tugasnya (Scoot,1956).9

Kecanduan menonton televisi ini akan menjadi bila anak sampai tidak mau bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Dampak lain yang ditimbulkan oleh televisi adalah anak-anak kurang berkomunikasi diantara anggota keluarga, egois, tidak kreatif, dan konsumtif. Waktu belajarpun akan ikut terpotong oleh jam-jam tertentu dimana acara televisi sedang diputar.

Melihat bahwa televisi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar terutama pelajaran IPS Terpadu. Maka penulis tergerak untuk melakukan penelitian eksperimen “HubunganMenonton Televisi Terhadap Hasil Belajar IPS” (Studi Korelasional di MTs Hidayatul Umam Cinere).

B.Identifikasi Masalah

1. Apakah menonton televisi dapat mempengaruhi hasil belajar IPS? 2. Apakah menonton televisi dapat menurunkan hasil belajar IPS?

3. Apakah menonton televisi memiliki hubungan dengan hasil belajar IPS siswa di sekolah?

8

Deddy Mulyana, Bercinta dengan Televisi(Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997), hal. 195

9

Perpustakaan Nasional, (Editor: Sintha Ratnasari), “Sekolah” Alternatif untuk Anak, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2002), cet. Ke-1, h. 133.


(20)

C. Pembatasan Masalah

Pada dasarnya permasalahan antara kebiasaan menonton televisi, dan hasil belajar IPS begitu kompleks, maka penulis membatasi penelitian ini pada pokok pernyataan sebagai berikut:

1. Kebiasaan menonton televisi dalam penelitian dan penulisan skripsi ini adalah, kebisaan dalam bentuk: frekuensi menonton televisi, pola menonton acara yang ditonton televisi keluarga, waktu menonton acara televisi, jenis acara yang ditonton, dan minat menonton acara televisi. Televisi yang dimaksud adalah acara televisi dari semua stasiun televisi, baik stasiun pemerintah maupun swasta.

2. Hasil belajar IPS dalam hal ini adalah perolehan hasil belajar melalui hasil UTS semester ganjil.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka perumusan masalah yang di ambil dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah kebiasaan menonton televisi siswa kelas VIII MTs Hidayatul Umam Cinere.

2. Bagaimanakah hasil belajar IPS Terpadu siswa kelas VIII MTs Hidayatul Umam Cinere.

3. Apakah terdapat hubungan antara menonton televisi dengan hasil belajar IPS.

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penilitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi yang aktual tentang: 1. Hasil belajar IPS Terpadu siswa MTs Hidayatul Umam Cinere.

2. Kebiasaan siswa dalam menonton televisi.

3. Hubungan antara kenbiasaan menonton televisi dengan hasil belajar IPS Terpadu siswa.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis


(21)

Dapat mengetahui hubungan menonton televisi terhadap hasil belajar IPS siswa.

2. Manfaat Praktis

Dapat dipakai sebagai data dasar untuk menentukan pengembangan sekolah di masa mendatang.


(22)

BAB II

KAJIAN TEORI

A.Hakikat Menonton Televisi 1. Pengertian Menonton Televisi

Semenjak televisi ditemukan, kemajuan dan perubahan yang terjadi sangatlah besar. Kita dapat menyaksikan liputan berita tentang berbagai peristiwa dari seluruh dunia. Kita dapat menyaksikan berbagai film, dari film kartun, drama, biografi, aksi, edukasi, musik, sport, dan lain sebagainya, dari dalam dan luar negeri.

Dalam dunia televisi dikenal istilah „Televisi Pendidikan‟ (Educational television atau ETV) dan istilah „Televisi Pengajaran‟

(Instructional Television atau ITV). ETV merujuk kepada siaran non komersial yang melengkapi acara-acara lain (penerangan dan hiburan) televisi, sedangkan ITV merupakan bentuk khusus ETV yang siarannya dirancang untuk digunakan dalam pengajaran langsung dikelas. Secara tradisional ITV mempunyai tiga fungsi dalam pengajaran: sebagai pengayaan (enricment), untuk pengajaran kooperatif, dan untuk pengajaran total. Sebagai pengayaan fungsi media pengajaran lainnya seperti film, slide, bagan, buku tes, dan sebagainya yakni untuk menerangkan, memperjelas, dan mengembangkan konsep atau gagasan. Untuk fungsi kedua, ITV digunakan dengan cara yang sama seperti pada fungsi pertama, namun televisi umumnya memainkan peranan lebih penting, dalam inti fungsi pengajar adalah untuk menunjang pengajaran televisi, bukan sebaliknya. Untuk pengajaran total, televisi bertanggung jawab penuh untuk mengajar siswa, tetapi biasanya siswa


(23)

diawasi oleh penasihat atau pendamping yang juga menjaga kerapihan kelas.10

Penggunaan televisi di sekolah dasar manfaatnya bagi pendidikan anak, antara lain:

1. Televisi bersifat langsung dan nyata. 2. Televisi memperluas tinjauan kelas.

3. Televisi dapat mempertunjukkan banyak hal dan banyak segi yang beraneka ragam.

4. Televisi menarik minat, baik terhadap anak maupun terhadap orang dewasa.

5. Televisi melatih guru.11

Untuk meningkatkan mutu pendidikan, pemerintah pada saat itu merencanakan pengguanaan siaran televisi dan radio. Pada bulan Oktober 1990 dilakukan penandatanganan kerjasama antara Departemen Penerangan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dengan PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia untuk penyelenggraan pendidikan. Pada awalnya Televisi Pendidikan Indonesia Indonesia (TPI) menyiarkan acara-acara pendidikan, waktu siaran selama 8 jam sehari 38,7% digunakan untuk siaran pendidikan sekolah dan luar sekolah, porsi siaran untuk hiburan sebayak 25,5%, dan siaran informasi sebanyak 20,2% dan siaran niaga sebanyak 15,6%.12

Seiring dengan berjalannya waktu, dan dengan makin maraknya stasiun-stasiun TV swasta yang lebih banyak menyiarkan hiburan dan mementingkan rating semata. Kurangnya kebutuhan masyarakat akan televisi pendidikanpun semakin meningkat. Untuk meningkatkan suatu misi mulia dari stasiun televisi (TPI) yang mengatasnamakan pendidikan banyak mengalami perubahan besar, dn televisi

10

Deddy Mulyana, Bercinta dengan Televisi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997), h. 195.

11

Oemar Hamalik, Media Pendidikan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1994), h. 118. 12

Herry Kuswita, “Televisi Keluarga Indonesia”, Jurnal TEKNODIK, IV, 8 (Mei, 2000), h. 41.


(24)

pendidikanpun hilang dan berubah fungsi menjadi „Televisi Keluarga Indonesia‟.

Dibalik keunggulan yang dimilikinya, televisi berpotensi besar dalam meninggalkan berbagai dampak ditegah berbagai lapisan masyarakat, khususnya anak-anak. Banyak penelitian menunjukkan televisi memang memiliki banyak pengaruh terhadap anak-anak, baik pengaruh positif maupun negatif.

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, menonton sama dengan melihat (pertunjukkan, gambar hidup, dsb).13 Menonton acara televisi berarti melihat pertunjukkan atau gambar hidup melalui siaran televisi.

Anak-anak suka sekali menonton acara televisi, televisi merupakan salah satu media belajar yang bermanfaat bagi anak dan memberi pengaruh posotif terhadap tumbuh kembang anak. Akan tetapi jika tidak bisa dibatasi dan diawasi justru berbahaya. Tidak sedikit keluarga yang menggunakan televisi tanpa tujuan yang jelas, hanya terdorong oleh kebiasaan. Karena itu kebiasaan juga memegang peranan dalam hal ini. Banyak anak suadah dibiasakan menonton acara televisi sejak masih kecil.

Menonton televisi adalah kegiatan baku dikebanyakan rumah, televisi dengan mudah bisa melahap sebagian besar waktu anak. Anak-anak meluangkan lebih banyak waktu untuk menonton televisi daripada kegiatan lainnya kecuali tidur. Waktu yang dilewatkan didepan layar televisi berarti waktu yang tidak dimanfaatkan oleh anak untuk bermain, membaca, menggambar atau membantu pekerjaan rumah tangga.14

Menurut Takahashi Katsu, televisi telah mencuci otak anak menjadi makhluk egois tak berperasaan dan tidak mampu

13

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), cet. Ke-2, h. 1206.

14

Milton Chen, Anak-anak Menonton Televisi, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), h. 25.


(25)

mengembangkan kepekaan untuk mentransfer nilai-nilai yang ditawarkan televisi ke dalam dunia nyata. Akibat lainnya adalah hilangnya kebiasaan membaca buku pada anak-anak. Padahal buku merupakan salah satu sarana terpenting untuk mengembangkan perasaan anak-anak, „kebiasaan menonton televisi yang pada dasarnya merupakan kegiatan otak yang pasif, membuat anak malas membaca buku, karena membaca buku adalah kegiatan yang aktif.15 Penelitian yang dilakukan Eleanor E. Maccaby di Amerika Serikat, menyebutkan kebiasaan menonton televisi mengurangi jam bermain anak, serta menyita waktunya untuk melakukan sosialisasi dengan lingkungannya.16

Satu penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa anak-anak Usia 5 hingga 11 tahun yang banyak menonton televisi kurang memiliki motivasi belajar. Kebiasaan menonton televisi dalam waktu yang lama dapat membuat anak pasif adna kehilangan kegiatan yang aktif sehingga mereka enggan membaca buku. Akibatnya kemampuan mereka untuk menciptakan, berpikir, menduga dan merencanakan sesuatu tidak akan berkembang. Televisi yang sebenarnya memperluas pengetahuan anak-anak juga berpengaruh terhadap perkembangan emosi. Walaupun harus diakui bahwa televisi menjadi sarana pengganti sejumlah kegiatan waktu luang yang mulanya dilakukan anak-anak seperti membaca atau melakukan tugas rumah tangga.17

15

Perpustakaan Nasional (editor: Sintha Ratnawati), „Sekolah‟ Alternatif untuk Anak, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2002), cet. Ke-1, h. 131.

16

Ibid., h. 165. 17

Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional, (selanjutnya disebut dengan BPPN),

Media Televisi: Tujuan, Isi Pengelolaan Serta Dampaknya Terhadap PerubahanSystem Nilai (Pengaruh Tayangan Program Televisi Terhadap Perilaku Anak Dan Pemuda), (Jakarta: BPPN, 1992), h. 17.


(26)

Ada 3 dampak yang ditimbulkan dari acara televisi terhadap pemirsa, termasuk didalamnya adalah anak-anak, yaitu:

1. Dampak kognitif, yaitu kemempuan seseorang/pemirsa untuk menyerap dan memahami acara yang ditayangkan televisi yang melahirkan pengetahuan bagi pemirsa.

2. Dampak peniruan, yaitu pemirsa dihadapkan pada trendi aktual yang ditayangkan televisi. Misalnya model pakaian, model rambut, dari bintang televisi yang kemudian digandrungi/ditiru secara fisik. 3. Dampak perilaku yaitu prosestertanamnya nilai-nilai sosial budaya

yang telah ditayangkan acara televisi yang diterapkan pemirsa dalam sehari-hari.18

Televisi itu merupakan jendela dunia. Segala sesuatu yang kita lihat melalui jendela itu membantu menciptakan gambar di dalam jiwa.

Gambar inilah yang membentuk bagian penting cara sesorang belajar dan mengadakan persepsi diri. Apa yang kita peroleh melalui pengamatan pada jendela itu dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu lama waktu menonton dan mengikuti siaran, usia, kemampuan seseorang pada waktu itu.19

Kebiasaan menonton televisi adalah pola perilaku sesorang (siswa/anak) yang dilakukan secara berulang-ulang untuk menyaksikan program acara televisi nasional, baik televisi pemerintah maupun swasta diantaranya TVRI, ANTV, MNC TV, Indosiar, RCTI, SCTV, Global TV, Trans TV, Trans 7, Metro TV, TV One, Kompas TV, dan NET, dalam penelitian ini kebiasaan yang dimaksud adalah frekuensi menonton televisi, pola menonton televisi keluarga, waktu menonton acara televisi, jenis acara televisi, jenis acara televisi yang ditonton, minat menonton acara televisi.

18

Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa (Sebuah Analisis Isi Media TV), (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996), cet. Ke-1, h. 99.

19


(27)

2. Frekuensi Menonton Acara Televisi

Frekuensi berasal dari bahasa Inggris, yang artinya adalah

frequency berarti: “kekerapan”, “keseringan”, atau “jarang-kerapnya”.20 Frekuensi dan Intensitas informasi yang kita peroleh akan menentukan apakah perilaku kita akan terpengaruh oleh informasi tersebut (Thorndike, Law of repetition). Informasi yang sama, senada/serupa yang masuk secara berulang-ulang ke dalam diri seseorang akan memberikan pengaruh yang berbeda dengan apabila informasi tersebut hanya diterima sekali. Sering kali dalam bentuk perilaku tertentu bahkan semua informasi yang salah karena berulang-ulang disampaikan. Tanpa disadari akan dianggap sebagai suatu kebenaran.21

Frekuensi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seberapa sering seorang (siswa) melakukan satu kegiatan dalam satuan waktu tertentu berupa bilangan hari dan jam. Frekuensi menonton televisi adalah suatu perhitungan tentang berapa kali seorang/siswa melakukan kegiatan menonton televisi pada satuan waktu tersebut.

3. Pola Menonton Televisi Keluarga

Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama, karena dalam keluarga inilah anak pertama-tama mendapatkan didikan dan bimbingan. Juga dikatakan lingkungan yang utama, karena sebagian besar dari kehidupan anak adalah di dalam keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima oleh anak adalah dalam keluarga.22

20

Anas Sudjono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), h. 36

21

Ariep S Sadiman, “Pengaruh Televisi pada Perubahan Perilaku (Beberapa Pokok

Pikiran)”, Jurnal TEKNODIK, IV, 7 (Oktober, 1999), h. 10.

2222

Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h. 38.


(28)

Sebagaian besar anak hidup dilingkungan keluarga. Pendidikan dikeluarga akan memberikan landasan bagi kehidupan di masa mendatang. Oleh karena itu perilaku anak sangat dominan dipengaruhi oleh lingkungan keluarganya.

Menurut hasil studi pakar psikitri Universitas Harvard, Robert Coles, temuannya menunjukkan bahwa pengaruh negatif tayangan televisi, justru terdapat pada keharmonisan dikeluarga. Dalam temuannya, anak-anak yang mutu kehidupannya rendah sangat rawan terhadap pengaruh buruk televisi. Sebaliknya keluarga yang memegang teguh nilai, etika, dan moral serta orang tua yang benar-benar menjadi panutan anaknya tidak rawan terhadap pengaruh tayangan negatif televisi. Lebih lanjut Cole menunjukkan bahwa mempersalahkan kualitas tayangan televisi tidak cukup tanpa mempertimbangkan kualitas kehidupan keluarga. Ini berarti menciptakan keluarga yang harmonis jauh lebih penting ketimbang menuduh tayangan televisi sebagai biangkerok meningkatnya perilaku negatif dikalangan anak dan remaja.23

Sikap orangtua terhadap televisi akan mempengaruhi perilaku anaknya. Oleh karena itu, orangtua seharusnya membuat batasan bagi anak-anaknya. Apa yang ditonton anak serta berapa lama waktu menonton adalah tanggungjawab orangtua. Disiplin dan pengawasan orangtua sangatlah mutlak diperlukan, agar tujuan-tujuan menonton televisi ke arah yang positif tercapai.

4. Waktu dan Jenis Acara Televisi

Disadari atau tidak banyaknya waktu yang dihabiskan untuk menonton televisi menagkibatkan berkurangnya waktu untuk belajar, begitu juga dengan belajar IPS.

23

Oos M Anwas, “Antara Televisi Anak dan Keluarga”, Jurnal TEKNODIK, IV, 7 (Oktober, 1999), h. 35.


(29)

Beberapa penelitian menunjukkan dari tahun ke tahun jumlah jam menonton televisi pada anak mengalami peningkatan yang cukup menyakinkan. Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia mencatat, saat ini rata-rata anak usia sekolah dasar menonton televisi antara 30 hingga 35 jam setiap minggu.

Tidak ada batasan yang pasti mengenai berapa waktu maksimum untuk anak dalam menonton televisi. Tapi yang bisa dijadikan pedoman bahwa lamanya menonton televisi jangan sampai lebih dari waktu yang digunakan mereka untuk belajar. Jadi kalau dalam sehari anak belajar dua jam, maka paling lama anak boleh menonton televisi yang aman pada anak adalah antara pukul 15.00 – 18.00 karena di atas jam tersebut lebih banyak tayangan untuk dewasa.24

Porsi waktu dan tayangan televisi untuk anak yang sedikit dan terbatas, bukanlah faktor mutlak yang menyebabkan terganggunya kepribadian anak. Salah satunya adalah faktor kualitas tayangan acara anak dan mekanisme seleksi penayangan film anak serta jam siarannya.25

Berapa banyak dan kapan waktu yang paling tepat untuk menonton televisi belum dapat ditentukan. Namun ini semua tergantung pada cara yang dipilih sebuah keluarga untuk menghabiskan waktu mereka bersama. Berapa lama anak boleh menonton televisi tergantung pada kebijakan orang tua untuk menetapkan waktunya. Tapi yang terutama anak yang sekolah harus dibatasi aktivitas menontonnya.

Tentang jenis acaranya, penelitian yang dilakukanoleh Yale Family Television Research menyebutkan anak-anak yang banyak menyakasikan program fantasi kekerasan cenderung kurang kooperatif menurut gurunya. Mereka juga relatif kurang baik dalam berinteraksi, kurang gambar, kurang imajinatif, serta memiliki IQ kurang. Sementara untuk mereka yang menyukai film-film kartun yang umumnya memang

24

http://www.dikdasmen.depdiknas.go.id/html/Info Dikdasmen/03-01/06-televisi.htm 25

Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa (Sebuah Analisis Isi Media TV), (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996), cet. Ke-1, h. 63.


(30)

digemari anak, hasilnya menunjukkan anak-anak itu kurang antusias belajar, pecandu televisi umumnya lebih gelisah dan memperhatikan masalah disekolah.26

Dari hasil penelitian Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) dan Litbang Departemen Penerangan RI tahun 1993 tentang tayangan film untuk anak-anak ditelevisi, terungkap bahwa 52% adalh adegan anti sosial dan hanya 48% yang proporsional. Pada umumnya, film-film untuk tontonan orang dewasa ditayangkan mulai pukul 18.00 WIB. Sedangkan pada jam tersebut, biasanya anak belum tidur karena sedang belajar/meunaikan kewajiban keagamaan (mengaji dan sholat, khusus umat Islam). Akibatnya mereka melalaikan kewajiban itu.27

5. Minat Menonton Acara Televisi

Sebagai makhluk sosial, perilaku kita banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik dari diri kita (organismic forces) maupun dari luar diri kita (environmental forces). Kita berpikir, merasa, bersikap, dan bertindak karena adanya rangsangan dari luar diri kita.28

Sejak lahir hingga mati seseorang secara langsung atau tidak akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh tingkah laku orang lain atau benda serta peristiwa disekitarnya. Hanya lewat interaksi inilah seseorang (anak) akan menjadi dewasa dan mendapatkan kepribadiannya.29

Televisi adalah media yang petensial sekali tidak saja untuk menyampaikan informasi tetapi juga membentuk perilaku sesorang, baik kearah positif maupun negatif, disengaja ataupun tidak.30 Jadi banyak faktor dari dalam dan dari luar (lingkungan) diri individu yang

26

Perpustakaan Nasional (editor: Sintha Ratnawati), „Sekolah‟ Alternatif untuk Anak, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2002), cet. Ke-1, h. 148.

27

Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa (Sebuah Analisis Isi Media TV), (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996), cet. Ke-1, h. 62.

28

Ariep S Sadiman, “Pengaruh Televisi pada Perubahan Perilaku (Beberapa Pokok Pikiran)”, Jurnal TEKNODIK, IV, 7 (Oktober, 1999), h. 10.

29

Ibid. 30


(31)

akan berpengaruh pada perubahan perilakunya, khususnya dalam kegiatan menonton acara televisi.

6. Pengertian Media Televisi

a. Definisi Televisi

Pada hakikatnya media televisi lahir karena perkembangan teknologi. Bermula dari ditemukannya electrsche teleskop sebagai perwujudan gagasan seorang mahasiswa dari berlin (Jerman Timur) yang bernama Paul Nipkov, untuk mengirim gambar melalui udara dari satu tempat ketempat lain. Hal ini terjadi antara tahun 1883-1884. Akhirnya Nipkov diakui sebagai „Bapak‟ televisi.31

Televisi adalah sebuah alat penangkap siaran bergambar. Kata televisi berasal dari kata tele dan vision; yang mempunyai arti masing-masing jauh (tele) dan tampak (vision). Jadi, televisi berarti melihat dari jarak jauh. Penemuan televisi disamakan dengan penemuan roda, karena mampu merubah peradaban dunia.32

Dalam Kamus Besar Ilmu Pengetahuan dikemukakan bahwa televisi (television) adalah teknologi sistem penyiaran gambar objek yang bergerak yang disertai dengan suara, melalui kabel atau melalui satelit; menggunakan alat yang menggunakan alat yang mengubah gambar dan bunyi menjadi gelombang listrik dan mengubahnya kembali menjadi berkas cahaya yang dapat dilihat dan bunyi yang dapat didengar pada tabung kaca.33

Oemar Hamalik mengemukakan: “television is an electric motion picture whit conjoindedor attendant sound; both picture and sound reach the eye and ear simultan eously from a remote broadcast point”. Definisi tersebut menjelaskan bahwa televisi

31

Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa (Sebuah Analisis Isi Media TV), (Jakarta: PT Rineka Cinta, 1996), cet. Ke-1, h. 5

32

http://id.wikipedia.org/wiki/televisi-16

33

Save M Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara (LPKN), 2000), cet. Ke-2, h. 1109.


(32)

sesungguhnya adalah perlengkapan elektronik yang pada dasarnya sama dengan gambar hidup yang meliputi gambar dan suara.34

Televisi sebagai media komunikasi untuk penyampaian informasi, pendidikan, dan hiburan, adalah salah satu media visual dan auditif yang mempunyai jangkauan yang sangat luas. Mengingat sifatnya yang terbuka, cakupan pemirsaya tidak mengenal usia dan meliputi seluruh lapisan masyarakat mulai anak-anak, remaja hingga orang dewasa. Luasnya jangkauan siaran dan cakupan pemirsanya, menjadikan televisi sebagai media pembawa informasi yang besar dan cepat pengaruhnya terhadap perkembangan pengetahuan, sikap, dan perilaku anggota masyarakat serta perubahan sistem dan tata nilai yang ada.35

Media televisi termasuk dalam media massa dan berswama-sama dengan radio dan film, merupakan media elektronik. Kehebatan media ini adalah dapat menyampaikan pesannya secara langsung dengan bantuan teknologi tinggi listrik.36

Dari definisi-definisi di atas, televisi adalah suatu alat elektronik sebagai media komunikasi yang bersifat audiovisual untuk penyampaian informasi, pendidikan, dan hiburan atau gabungan dari tiga unsur tersebut. Karena penyampaian pesannya secara langsung dan cepat serta jangkauannya yang sangat luas, mampu diterima seluruh lapisan masyarakat mulai anak-anak, remaja, hingga orang dewasa, dan mampu merubah perdaban dunia.

b. Fungsi dan Peranan Televisi

Fungsi televisi sama dengan fungsi media massa lainnya (surat kabar dan radio siaran), yakni memberi informasi, mendidik,

34

Oemar Hamalik, Media Pendidikan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1994), h. 116. 35

Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional, (selanjutnya disebut dengan BPPN), Media Televisi: Tujuan, Isi Pengelolaan Serta Dampaknya Terhadap PerubahanSystem Nilai (Pengaruh Tayangan Program Televisi Terhadap Perilaku Anak Dan Pemuda), (Jakarta: BPPN, 1992), h. 1.

36

Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa (Sebuah Analisis Isi Media TV), (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996), cet. Ke-1, h. 26.


(33)

menghibur, membujuk. Tetapi fungsi menghibur lebih dominan pada media televisi sebagaimana hasil penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi UNPAD, yang menyatakan bahwa pada umumnya tujuan utama khalayak menonton televisi adalah untuk memperoleh hiburan, selanjutnya untuk memperoleh informasi.37

Pada prinsipnya media massa termasuk didalamnya media televisi merupakan satu intuisi yang melembaga dan berfungsi bertujuan untuk menyampaikan informasi kepada khalayak sasran agar well informed (tahu informasi).38 Hal ini dapat dilihat dalam PP RI No. 11 Tahun 2005 tentang penyelenggaraan penyiaran lembaga penyiaran publik, isinya adalah: “RRI, TVRI dan Lembaga Penyiaran Publik Lokal berfungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial, serta pelestari budaya bangsa, dengan senatiasa berorientasi kepada kepantingan seluruh lapisan masyarakat.39

Media televisi sebagaimana media massa lainnya berperan sebagai alat informasi, hiburan, kontrol sosial, dan penghubung wilayah secara geografis.40

Televisi yang pada mulanya dipandang sebagai barang mainan/satu penemuan serius/sesuatu yang memberikan sumbangan terhadap kehidupan sosial, kemudian berperan sebagai alat pelayanan. Pada intinya, televisi lahir dengan memanfaatkan semua media yang sudah ada sebelumnya.41

37

Elvinaro Ardianto dan Lukiarti Komala, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, (Bandung: PT Remaja Rosadakatya,2004), cet. Ke-1, h. 128.

38

Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa (Sebuah Analisis Isi Media TV), (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996), cet. Ke-1, h. 98.

39

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2005, Undang-Undang Penyiaran dan Pers, (Bandung: PT Fokusmedia, 2005), h. 53.

40

Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa (Sebuah Analisis Isi Media TV), (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996), cet. Ke-1, h. 99.

41


(34)

Televisi sebagai salah satu lingkungan bagi seseorang berperan dalam pembentukan kepribadian anak. Proses terbentuknya satu kepribadian tertentu bisa dilihat dari beberapa hal, pertama yaitu proses pembiasaan. Seorang anak melihat satu tingkah laku yang sering ditampilkan secara berulang-ulang, tingkah laku tersebut akan menjadi lazim baginya dengan demikian, televisi bisa merupakan suatu lingkungan yang membentuk kebiasaan perilaku.42 Bentuk lain peran televisi dalam pembentukan kepribadian anak adalah proses peniruan. Pengaruh proses ini terhadap seseorang berlangsung secara perlahan-lahan.43 Jadi fungsi media televisi dapat disimpulkan sebagai berikut:

1) Sebagai media informasi 2) Sebagai media pendidikan 3) Sebagai media hiburan

Peran media televisi adalah sebagai saluran komunikasi massa, alat pelayanan dalam kehidupan sosial, interaksi diantara lapisan masyarakat dan untuk meningkatkan pengetahuan. Televisi merupakan suatu lingkungan membentuk kebiasaan perilaku khususnya berperan dalam pembentukan kepribadian anak, yang bisa mengarah pada pembentukan pribadi yang positif maupun negatif.

B. Pembelajaran IPS a. Hasil Belajar IPS

1) Pengertian Belajar

Belajar merupakan kewajiban bagi setiap manusia, karena sebagai makhluk sosial dan berbudaya memerlukan perkembangan yang baik antara dirinya dan lingkungannya.Sehingga dengan belajar manusia dapat mengembangkan dirinya. Belajar didefinisikan “suatu proses

42

Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional, (selanjutnya disebut dengan BPPN), Media Televisi: Tujuan, Isi Pengelolaan Serta Dampaknya Terhadap PerubahanSystem Nilai (Pengaruh Tayangan Program Televisi Terhadap Perilaku Anak Dan Pemuda), (Jakarta: BPPN, 1992), h. 13.

43


(35)

usaha yang dilakukan untuk memperoleh tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.44

Menurut Gagne belajar adalah “suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman “, sedangkan menurut Henry E. Garret “belajar merupakan proses yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama melalui latihan maupun pengalaman yang membawa perubahan diri dan perubahan cara mereaksi terhadap suatu perangsang tertentu”.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, efektif dan psikomotorik.

a) Ciri – ciri Belajar

Hakikat belajar adalah perubahan tingkah laku, maka ada beberapa perubahan tertentu yang dimasukkan ke dalam ciri-ciri belajar, yaitu:

1) Perubahan yang terjadi secara sadar

Ini berarti individu yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya individu telah merasakan telah terjadi adanya perubahan dalam dirinya. 2) Perubahan dalam belajar bersifat fungsional

Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri individu berlangsung terus-menerus dan tidak statis.

3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif

Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan itu selalu bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya

44

Drs,Sumardi Surya Brata, Psikologi Pendidikan. (Jakarta: Tarsito, 1996), cet. Ke-1, h. 2.


(36)

4) Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara

Perubahan yang terjadi dalam belajar bersifat menetap atau permanen.Ini berarti perubahan yang terjadi setelah belajar bersifat menetap.

5) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah

Perubahan tingkah laku terjadi karena ada tujuan yang ingin dicapai.

6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku

Perubahan yang diperoleh individu setelah melalui suatu proses belajar meliputi perubahan tingkah laku. Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap kebiasaan, keterampilan, pengetahuan dan sebagainya.45

b) Tipe – tipe Belajar

Dalam buku The Condition of Learning Gagne mengemukakan delapan tipe belajar, yang membentuk suatu hierarki dari yang paling sederhana sampai dengan yang paling kompleks, yaitu:

1) Belajar tanda-tanda atau signal learning. Individu belajar mengenal dan memberi respon kepada tanda-tanda.

2) Belajar perangsang-jawaban atau stimulus-respons learning.

Belajar ini merupakan upaya untuk membentuk hubungan antara perangsang dengan jawaban.

3) Rantai perbuatan atau chaining. Individu belajar melakukan rentetan kegiatan yang membentuk satu kesatuan.

4) Hubungan verbal atau verbal association. Hubungan verbal berbentuk hubungan bahasa.

45


(37)

5) Belajar membedakan atau discrimination learning. Individu belajar melihat perbedaan dan juga persamaan sesuatu benda dengan yang lainnya.

6) Belajar konsep atau concept learning. Tipe belajar ini menyangkut pemahaman dan penguasaan konsep. Dengan menguasai konsep siswa dapat membedakan hal-hal baru yang diperoleh dalam belajar.

7) Belajar aturan-aturan atau rule learning. Individu belajar aturan-aturan yang ada di masyarakat, di sekolah, di rumah ataupun aturan perdagangan, pemerintahan bahkan ilmu pengetahuan.

8) Belajar pemecahan masalah atau problem solving learning.

Dalam kegiatan belajar ini individu dihadapkan kepada masalah-masalah yang harus dipecahkan46.

c) Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Belajar

Secara global faktor-faktor yang mempengaruhi belajar ada tiga macam, yaitu:

1) Faktor internal (faktor dari dalam siswa) yakni aspek fisiologis (kondisi jasmani) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ dan sendi-sendi yang dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran, dan aspek psikologis (kondisi rohani) yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran siswa, dalam kondisi rohani sisdwa terdiri dari lima faktor, yakni: a) tingkat kecerdasan siswa, b) sikap siswa, c) bakat siswa, d) minat siswa, e) motibasi siswa.

46

Pupuh Faturrahman,Strategi Belajar Dan Mengajar.Bandung:CV Alfabeta,2005,h,20-22


(38)

2) Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa baik lingkungan sosial maupun non sosial.

3) Faktor pendekatan belajar

Yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran. Jadi karena pengaruh faktor-faktor tersebut di atas, muncul siswa yang berkemampuan tinggi, rendah atau gagal sama sekali. Dalam hal ini seorang guru mampu mengantisipasi munculnya gejala kegagalan dengan berusaha dan mengatasi faktor yang menghambat pelajaran.Jika guru dapat mengatasi hal tersebut maka tidak mungkin dalam pembelajaran menghasilkan perubahan yang khas yaitu hasil belajar yang diperoleh siswa.47

2) Pengertian IPS

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial seperti : sosiologi, sejarah geografi, politik, hukum, dan budaya. Ilmu Pengetahuan Sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu-ilmu sosial (sosiologi, sejarah geografi, ekonomi, politik, hukum dan budaya). IPS atau studi sosial itu merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang diturunkan dari isi materi cabang-cabang ilmu-ilmu sosial: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, antropologi, filsafat, dan psikologi sosial.48

47

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2005), h. 132.

48

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), Cet. 1, h. 124.


(39)

Geografi, sejarah, dan antropologi merupakan disiplin ilmu yang memiliki keterpaduan yang tinggi. Pembelajaran geografi memberikan kebulatan wawasan yang berkenaan dengan wilayah-wilayah, sedangkan sejarah memberikan wawasan berkenaan dengan nilai-nilai, kepercayaan, struktur sosial, aktivitas-aktivitas ekonomi, organisasi politik, ekspresi-ekspresi dan spiritual, teknologi, dan benda-benda budaya dari budaya-budaya terpilih. Ilmu politik dan ekonomi tergolong ke dalam ilmu-ilmu tentang kebijakan pada keputusan. Sosiologi dan psikologi sosial merupakan ilmu-ilmu tentang prilaku seperti konsep peran, kelompok, institusi, proses interaksi dan kontrol sosial. Secara intensif konsep-konsep seperti ini digunakan ilmu-ilmu sosial dan studi-studi sosial.

Melihat konteks Pendidikan IPS adalah penyederhanaan adaptasi, seleksi, dan modifikasi dan sajian secara ilmiah dan pedagogis psikologis untuk tujuan institusional pendidikan dasar dan menengah dalam rangka mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila. ”Pendidikan IPS adalah seleksi dari struktur disiplin akademik ilmu-ilmu sosial yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk mewujudkan tujuan pendidikan dalam kerangka pencapaiaan Tujuan Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila”.49

a. Karakteristik Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial

Mata pelajaran IPS di SMP/MTs memiliki beberapa karakteristik antara lain sebagai berikut :

1) Ilmu pengetahuan sosial merupakan gabungan dari unsur-unsur geografi, sejarah, ekonomi, hukum dan politik, kewarganegaraan, sosiologi, bahkan juga bidang humaniora, pendidikan dan agama

49

Muhammad Numan Somantri, Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. (Bandung: PPS-UPI dan PT. Remaja Rosdakarya, 2001). h. 103.


(40)

2) Standar kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS berasal dari struktur keilmuan geografi, sejarah, ekonomi, dan sosiologi, yang dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi pokok bhasan atau topik (tema) tertentu.

3) Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dapat menyangkut berbagai masalah sosial yang dirumuskan dengan pendekatan interdisipliner dan multidisipliner.

4) Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dapat menyangkut peristiwa dan perubahan kehidupan masyarakat dengan prinsip sebab akibat, kewilayahan, adaptasi dan pengelolahan lingkungan, struktur, proses dan masalah sosial serta upaya-upaya perjuangan hidup agar survive seperti pemenuhan kebutuhan, kekuasaan, keadilan dan jaminan keamanan.

5) Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS menggunakan tiga dimensi dalam mengkaji dan memahami fenomena sosial serta kehidupan manusia secara keseluruhan.50

b. Tujuan Pembelajaran Ilmu Pengetahua Sosial

Tujuan utama Ilmu Pengetahuan Sosial untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi menimpa masyarakat. Dari rumusan tujuan tersebut dapat dirinci sebagai berikut:

1) Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungannya, melalui pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat.

2) Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan metode yang diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial

50

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), Cet. 1, h. 126


(41)

yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial.

3) Mampu menggunakan model-model dan proses berfikir serta membuat keputusan untuk menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di masyarakat.

4) Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah sosial, serta mampu membuat analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil tindakan yang tepat.

5) Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu membangun diri sendiri agar survive yang kemudian bertanggung jawab membangun masyarakat.51

3) Hakikat Hasil Belajar IPS

Hasil belajar yang merupakan produk dari suatu proses belajar dapat dilihat dari perubahan kondisi pribadi pelaku pelajar dari yang semula ia tidak tahu (berpengetahuan) menjadi tahu (berpengetahuan).

Gagne menyebutkan bahwa belajar sebagai suatu perubahan dalam disposisi atau kapabilitas manusia.Perubahan dalam menunjukkan kinerja (prilaku) berarti belajar itu menentukan semua keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai yang diperoleh individu (siswa).Dalam belajar dihasilkan berbagai macam tingkah laku yang berlainan, seperti pengetahuan, sikap, keterampilan, kemampuan, informasi dan nilai. Berbagai macam tingkah laku yang berlainan inilah yang disebut kapabilitas sebagai hasil belajar.

Bloom dengan kawan-kawannya mengklasifikasikan hasil belajar menjadi 3 domain atau kawasan, yaitu kawasan kognitif, efektif dan psikomotor. Kawasan kognitif menaruh perhatian pada pengembangan kapabilitas dan keterampilan intelektual, kawasan efektif berkaitan dengan pengembangan perasaan sikap, nilai dan emosi yang dipelajari

51

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), Cet. 1, h. 128


(42)

(baru), dan kawasan psikomotor berkaitan dengan kegiatan-kegiatan manipulatif atau keterampilan motorik.52

Dari sisi guru hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran, Tri Yogo Prabowo menyatakan bahwa hasil belajar merupakan suatu “proses perubahan tingkah laku yang diharapkan dikuasai oleh individu melalui proses belajar”.53

Secara umum Reigeluth mengatakan bahwa hasil pembelajaran secara umum umum dapat dikategorisasi menjadi tiga indikator, yaitu :

a. efektivitas pembelajaran, yang biasanya diukur dari tingkat keberhasilan siswa dari berbagai sudut

b. efisiensi pembelajaran, yang biasanya diukur dari waktu belajar dan atau biaya pembelajaran dan

c. daya tarik pembelajaran yang selalu diukur dari tendensi siswa ingin belajar secara terus menerus.54

Hasil belajar adalah “kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar”55

Menurut Nana Syaodih Sukmadinata dalam buku landasan psikologi proses pendidikan hasil belajar (achievement) “Merupakan

realisasi pemekaran dari kecakapan-kecakapan pontensial kapasitas yang dimiliki seseorang”. Penguasaan hasil belajar oleh seseorang dapat dilihat dari pelakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir maupun keterampilan motoric. Hampir sebagian terbesar dari kegiatan perilaku yang diperlihatkan seseorang meruapakan hasil belajar. Disekolah hasil belajar ini dapat dilihat dari penguasaan siswa mata pelajaran yang ditempuhnya.” Tingkat penguasaan siswa akan mata-mata pelajaran dalam mata pelajaran tersebut disekolah dilambangkan dengan angka-angka atau

52

Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagianak Berkualitas Belajar,(Jakarta: Gaung Persada Press, 2004), cet. Ke-4, h. 27-30.

53

Ibid. 54

Nurdin Ibrahim, Op. Cit, h. 488. 55


(43)

huruf, seperti angka 0-10 pada pendidikan dasar dan menengah dan huruf a,b,c,d pada pendidikan tinggi”.56

Dalam kegitan belajar yang terperogram dan terkontrol yang disebut dengan kegiatan pembelajaran, tujuan belajar telah ditetapkan terlebih dahulu oleh guru. Jadi, anak yang berhasil dalam belajar ialah yang berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran.

Keberhasilan seseorang guru dari proses belajar mengajar adalah ketika siswanya mengerti dan memahami atas apa yang disampaikannya.hal itu menunjukkan bahwa siswa mengalami peningkatan dalam hasil belajar.

Untuk mencapai hasil belajar yang ideal, dituntut kemampuan para pendidik untuk membimbing siswanya dalam proses belajar. Seorang guru harus selalu siap dengan berbagai kondisi dalam mengahadapi siswa dan lingkungannya, juga harus memiliki kompetensi yang tinggi untuk dapat menjalankan kewajibannya sebagai guru teladan, agar tercipta sumber daya manusia yang berkualitas.

Oleh karena itu, kegiatan belajar akan lebih terarah dan sistematis jika disertai dengan proses pembelajaran. Belajar dengan proses pembelajaran akan lebih efektif, karena ada guru, bahan ajar, metode, serta ada lingkungan yang kondusif yang sengaja diciptakan.

Di dalam sistem pendidikan nasional mengenai rumusan tujuan pendidikan menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin S. Bloom secara garis besar mengacu kepada tiga arah, yaitu “kognitif, afektif, dan psikomotorik”.57

Menurut A.J. Romiszowski,” hasil belajar merupakan keluaran

(outputs) dari suatu system pemprosesan masukan (inputs). Masukan dari sistem tersebut berupa macam-macam informasi sedangkan keluarannya adalah perbuatan atau kenerja ( performance)”.58

56

Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Ros Dakarya, 2007), Cet.4, h. 102-103

57

Mulyono Abdurrahman, pendidikan….,h.38

58


(44)

Romiszowski menyatakan perbuatan merupakan petunjuk dari proses belajar yang telah terjadi. Hasil belajarnya dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu pengetahuan dan keterampilan.

Romiszowski menyatakan pengetahuan terdiri dari empat kategori, yaitu:

1) Pengetahuan tentang fakta. 2) Pengetahuan tentang prosedur 3) Pengetahuan tentang konsep dan 4) Pengetahuan tentang prinsip

Keterampilan juga terdiri dari empat kategori, di antaranya: 1) Keterampilan untuk berfikir atau keterampilan kognitif 2) Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik 3) Keterampilan beraksi atau bersikap dan

4) Keterampilan berinteraksi.59

Hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses pembelajaran yang optimal cenderung mewujudkan hasil yang berarti sebagai berikut:

1. Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar instrinsik pada diri siswa.

2. Menambah keyakinan akan kemampuan dirinya 3. Hasil belajar yang dicapai bermakna bagi dirinya.

4. Hasil belajar diperoleh siswa secara menyeluruh

(komprehensif)

5. Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan dirinya, terutama dalam menilai hasil yang dicapaikannya maupun menilai dan mengendalikan proses dan usaha belajarnya.60

59

Mulyono Abdurrahman, pendidikan….,h.38

60

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), cet. XI, h. 56-57


(45)

Dengan demikian, hasil belajar merupakan kualitas kemampuan yang dihasilkan melalui proses aktivitas aktif dalam membangun pemahaman informasi dalam bentuk kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik.

Hasil belajar dalam diri seseorang terlihat melalui kemampuan-kemampuan yang dimilikinya, belajar membawa perubahan pada individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya mengenai jumlah pengetahuan melainkan dalam bentuk kecepatan, kebebasan, sikap, pengertian dan minat.

Suatu proses belajar akan menghasilkan hasil belajar, terlihat dari apa yang akan dilakukan oleh siswa sebelumnya. Hasil belajar dapat terjadi pada individu yang belajar. Perubahan akibat belajar itu akan bertahan lama, bahkan sampai taraf tertentu tidak menghilangkan lagi. Kemampuan yang telah diperoleh menjadi miliki pribadi yang tidak akan terhapus begitu saja lain keadaan bila orang melupakan sesuatu, orang itu mendapat kesan bahwa hal yang dipelajarinya telah menghilang. Jadi seolah-olah hasil belajar tidak berbekas. Namun kesan itu tidak seluruhnya benar, karena ada dalam ingatannya sisa-sisa dari apa yang dipelajarinya dahulu.

Jadi hasil belajar yaitu hasil yang telah dicapai secara optimal selama berlangsungnya belajar.

Pengambilan keputusan tentang hasil belajar merupkan suatu keharusan bagi seseorang guru agar dapat mengetahui berhasil tidaknya anak didik dalam proses belajar mengajar. Ketidakberhasilan proses belajar mengajar disebabkan antara lain oleh:

1. Kemampuan anak didik yang rendah

2. Kualitas materi pelajaran tidak sesuai dengan tingkat usia anak 3. Jumlah bahan pelajaran teelalu banyak sehingga tidak sesuai

dengan waktu yang diberikan

4. Komponen proses belajar mengajar yang kurang sesuai dengan tujuan.


(46)

Disamping itu, pengambilan keputusan juga diperlukan untuk mengalami anak didik dan mengatahui sejauhmana diberikan bantuan terhadap kekurangan-kekurangan anak didik.

Hasil belajar dapat diketahui dari hasil evaluasi yang diadakan. Evaluasi adalah penilaian hasil belajar merupakan usaha guru untuk mendapatkan informasi tentang siswa, baik penguasaan konsep, sikap, kemampuan maupun keterampilan. Hal ini dapat digunakan sebagai balikan sangat diperlukan dalam menentukan starategi belajar siswa.

Evaluasi hasil belajar juga bermaksud memperbaiki dan mengembangkan program pengajaraan. Seseorang dikatakan berhasil apabila ia melakukan sesuatu, dan ia mendapatkan secara puas. Siswa dikatakan berhasil apabila ia memperoleh prestasi yang bagus disekolahnya, tentu prestasi tersebut diproleh dengan belajar.

Sebagian orang beranggapan bahwa, belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi atau materi pelajaran. Ada pila sebagian yang memandang belajar sebagai latihan belaka seperti tampak pada latihan membaca dan menulis. Skinner, seperti yang dikutip Barlow dalam bukunya Education Psycology The Teaching Leaning Proses, berpendapat bahwa “ belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif”.61

Hintzman dalam buku The Psycology of Learning and Memory berpendapat bahwa, “Belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme (manusia dan hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut”.62

Sedangkan menurut Zikri Neni Iska mendefinisikan “belajar atau disebut juga dengan learning, adalah perubahan yang secara relative

61

Muhibbin Syah, Psikologi……., h.88 62


(47)

berlangsung lama pada prilaku yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman”.63

4) Macam-macam Hasil Belajar

Kingsley membagi hasil belajar menjadi tiga macam yaitu, “Keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, sikap dan cita-cita”.64 Gagne membagi hasil belajar menjadi lima kategori yaitu: “Informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, keterampilan motoris”.65

Informasi verbal diperoleh sebagai hasil belajar disekolah dan juga dari kata-kata yang diucapkan orang dari membaca dan lain-lain. Keterampilan intelektual didapat dari berinteraksi dengan lingkungannya melalui penggunaan simbol-simbol atau gagasan. Strategi kognitif digunakan siswa apabila ia ingin memilih dan mengubah perhatian, pola belajar, ingatan dan proses berpikir dalam memecahkan masalah. Sikap terutama sikap sosial yang muncul dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap benda-benda. Menggunakan alat distilasi dalam pembelajaran kimia merupakan contoh dari keterampilan motoris yang digabung dengan keterampilan intelektual karena keterampilan motoris tidak hanya mencakup kegiatan fisik saja.

Abu Ahmadi dalam bukunya mengungkapkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar secara langsung maupun tidak langsung. Faktor-faktor tersebut digolongkan menjadi tiga macam, yaitu:

a. Faktor-faktor Stimulus belajar, mencakup panjangnya bahan pelajaran, kesulitan bahan pelajaran, berat ringannya tugas, dan suasana lingkungannya eksternal.

63

Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Diri..., h. 76 64

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), cet. XI, h. 22

65


(48)

b. Faktor-faktor metode belajar, mencakup kegiatan berlatih, resitasi dalam belajar, pengenalan tentang hasil-hasil belajar, bimbingan dalam belajar, dan kondisi-kondisi intensif.

c. Faktor-faktor individual, mencakup usia Kronologis, perbedaan jenis kelamin, pengalaman sebelumnya kapasitas mental, kondisi kesehatan, jasmani, kondisi kesehatan rohani, dan motivasi.

5) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar IPS

Dari beberapa ahli pendidikan atau pengamatan pendidikan banyak sekali yang mempunyai pendapat faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Ini terlihat dari beberapa ahli pendidikan yang mempunyai beberapa pendapat yang hampir sama ada juga yang sedikit berbeda, tetapi penulis berpandangan faktor-faktor yang berbeda dari beberapa ahli adalah faktor-faktor yang saling melengkapi karena tiap ahli berpendapat sesuai dengan keadaan pendidikan pada masa yang diamati para ahli pendidikan tersebut.

Faktor ekternal lainnya adalah faktor motivasi. “Motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong tingkah laku yang menuntut mendorong orang untuk memenuhi suatu kebutuhan.”66

Zikri Neni Iska berpendapat bahwa, “Motivasi merupakan keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong perilaku kearah tujuan”.67

Motivasi sangat penting bagi anak dalam menunjang keberhasilan belajarnya.

Siswa yang mengalami Proses belajar, agar berhasil sesuai dengan tujuan yang harus dicapainya, perlu memperhatikan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar.

66

Alisuf Subri Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan (Jakarta: Radar Jaya Offset. 1992) cet ke-1 h. 129

67


(49)

Menurut Ngalim Purwanto, faktor lain yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar pada setiap orang, dapat diktisarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1


(1)

94

Ada hubungan positif yang cukup signifikan antara menonton televisi dengan

hasil belajar IPS, hal ini dapat dibuktikan atau diketahui dari hasil yang diperolah

yaitu dengan menggunakan rumus korelasi product moment, angka indeks

korelasi sebesar 0, 411 yang berkisar antara 0,40

0,70, ini berarti terdapat

korelasi yang cukup signifikan antara variabel X dengan variabel Y yaitu terdapat

korelasi yang sedang atau cukup.

Kemudian dengan memeriksa tabel nilai “r” product mo

ment ternyata dengan

df sebesar 38, pada taraf signifikan 5% diperoleh “r” tabel = 0,31

2, jika dilihat

dari pada harga r tabel tersebut , rxy lebih besar dari pada r tabel, pada taraf

signifikan 5% (0,411>0,312). Dengan demikian hipotesa alternatif (Ha) diterima

dan hipotesa nol (Ho) ditolak. Artinya ada hubungan positif yang cukup signifikan

antara menonton televisi dengan hasil belajar IPS di MTs Hidayatul Umam

Cinere, Depok.


(2)

Lampiran 8

KISI-KISI PERTANYAAN WAWANCARA

16.

Kamu suka menonton tv?

17.

Kapan biasanya menonton tv? Kenapa?

18.

Berapa lama dalam sehari kamu nonton tv? Kenapa?

19.

Dimana biasanya kamu menonton tv? Kenapa?

20.

Jenis acara apa yang kamu suka? (contoh: komedi, edukasi, kuis, berita

dll..) kenapa?

21.

Acara apa saja yang kamu suka? Kenapa?

22.

Ketika menonton tv kamu di temani orang tua? Kenapa?

23.

Orang tua kamu membatasi waktu kamu untuk nonton tv? Kenapa?

24.

Kamu punya kamar? Kalau punya, apakah ada tv nya?

25.

Menurut kamu selain menon tv, apa yang lebih kamu gemari? Kenapa?

26.

Ketika malam hari, kamu selesai mononton tv pukul berapa? Acara apa

yang di tonton?

27.

Ketika weekend/libur kamu lebih banyak menghabiskan waktu untuk

menonton tv apa melakukan kegiatan yang lainnya?

28.

Ketika akan menghadapi ujian sekolah, kamu lebih banyak menghabiskan

waktu untuk menonton tv apa belajar?

29.

Apa yang kamu dapat setelah menonton tv?

30.

Menurut kamu ada gak sih pengaruhnya antara menonton tv dengan hasil

belajar kamu (nilai kamu)?


(3)

-Nama

NIM

Jurusan/Prodi

Judul Skripsi

LEMBAR UJI REFERENSI

Abdul

Aziz

109015000142

Pendidikan

IPS/

Geografi

Hubungan Menonton

Televisi

Terhadap Hasil Belajar

IPS

RAB

No Sumber Pustaka

Paraf

Pembimbins

I Buchari Mochtar, Trans.fo rmas i P encli clikan (Jakarla: Pustaka Sinar Harapan, 1995), hlm. 140

L/

2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, (SISDIKNAS) Sistem Pendidikun Nasional, (Bandung: PT

Fokusmedia, 2003), h.6

+

J Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelojaran, (Jakafia: Kencana, 2008),

h.9

4 Kisworo, "Pembelajaran IPS Tetap

Bernakna",http.//**rvt'v.upy.ac.icl/site/index.php?

n i I i h - n ews &m o d :v es &aks i : I ih at &i d : B. 2 2 M ar e t 2 0 0 8

1

5 Heru Effendy, Inclustri Pertelettisian Inclonesia Sebuah Kajian

(Jakarla; Penerbit Erlangga, 2008) hal. 91-92

)

6 Deddy Mulyana, Bercinta clengan Televisi (Bandung: Remaja

Rosdakarva. 1997)" hal. 195

il

I Deddy Mulyana, Bercinta dengan Televisi, (Bandung: Remaja

Rosdakarva. 1997). h. 195.

2 Oemar Hamalik, Media Penclidikan, (Bandung: Citra Aditya

Bakti. 1994). h. 1 18.

-) Herry Kuswita, "Teletisi Keluarga Indonesia ", Jurnal

TEKNODIK.

IV.

B (Mei, 2000),h.41.

-!

4 Pusat Bahasa Depafiemen Pendidikan Nasional , Kamtts Besar

Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,2002), cet. Ke-2, h.

1206.

1

5

Milton

Chen, Anak-anak Menonton Televisi, (Jakarla: Gramedia

Pustaka Utama, 1996), h. 25.

1

6 Perpustakaan Nasional (editor: Sintha Ratnawati),' S eko I ah'

Alternatif ttntuk Anak, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas,2002),

cet. Ke-1, h. 131.

1

7 Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional, (selanj utnya disebut

dengan BPPN), Media Televisi: Tuiuan, Isi Pengelolaan Serta

D ampakny a Terhadap P erub ahanSy s tem

l,lilai

(P engaruh

Tayangan Program Televisi Terhadap Perilaku Anak Dan Pemttda), (Jakarla: BPPN, 1992), h. l1 .

8 Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa (Sebuah Analisis Isi Media

TA^ fiakarta: PT Rineka Cipta. 1996), cet. Ke-1, h. 99.

.l

9 Anas Sudjono, Pengantar Statistik Penclidikan, (Jakarla: Raja

Grahndo Persada, 2005), h. 36

't


(4)

(Beberapa Pokok Pikiran)", Jumal

TEKNODIK,IV,

J (Oktober, 1999). h. 10.

,-t

11 Hasbullah, Dasar-clasar llmu PencJirJikan, (Jakarla: Raja Grafindo

Persada, 2003), h. 38.

t^ T2 Oos M Anwas, "Antara Televisi Anak dan Keluarga", Jumal

TEKNODIK,IV,T

(Oktober, 1999), h. 35.

13 Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa (Sebuah Anolisis Isi Media

TI),

(Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996), cet. Ke-1, h.62-63.

I4

Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa (Sebuah Analisis Isi Media

TV), (Jakafia: PT Rineka Cinta, 1996), cet. Ke-1, h. 5

*

15 Save M Dagun, Kamtrs Besar llmu Pengetahuon, (Jakarta: Lembaga

Pengkaiian Kebudayaan Nusantara (LPKN), 2000). cet. Ke-2. h. 1i09

l6

Oemar Hamalik, Meclia Penclidikan, (Bandung: Citra Aditya

Bakti, 1994), h. 116.

11 Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa (Sebuah Analisis Isi.Media

TI),

(Jakafi.a: PT Rineka Cipta, 1996), cet. Ke-1

,h.26.

+

18 Elvinaro Ardianto dan Lukiarli Komala, Komunikasi Massa:

Suatu Pengantar, (Bandung: PT Remaja Rosadakatya,2004), ceL

Ke-1, h. 128.

t

t9

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2005,

Undang-Undang Penyiaran dan Pers, (Bandung: PT Fokusmedia,

2005), h. 53

1

20 Drs,Sumardi Surya Brata, Psikologi Pendiclikan. (Jakarta: Tarsito, 1996), cet. Ke-1, h.2.

u

21 Pupuh Faturrahma n,S t ra t e gi B e I aj ar D an M e n gajar.Bandung: CV

Alfabeta. 20 0 5 .h.20 -22

+

22 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan clengan Penclekatan Baru, (Bandune : PT Remaia Rosdakarva^ 2005). h. 132.

23 Trianto, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek, (Jakarta:Prestasi Pustaka, 2001), Cet. 1, h.124.

24 Mulyono Abdurrahman, P endi dikan B agi anak B erkualitas

Belaiar. (Jakafta: Gauns Persada Press. 2004). cet- Ke-4. h.27-30.

-t

25 Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses

Penclidikan, (Bandung: PT Remaja Ros Dakarya,2007), Cet.4, h.

102-103

t

III

I

Arif

Furqon, Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan, (Surabaya:

Usaha Nasional. 1982). h. 50

u]

2 Tatang M. Amirin, Menyusun Rencana Penelitian, (Jakarta: PT.

Raia Grafindo, 1995), cet. Ke-3, h. 90

--') H. M. Salutt AIi, Metodologi Penelitian Agama (Pendekatan

Teori dan Praktek), (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2002),h.35

4 Suharsimi Arikunto, Proseclur Penelitian, (Jakarla : Rineka Cipta 1998), Cet. Ke-11, h.115-117

5 Nana Sudjana, Peneliti dan Penilaian Pendidikarz, (Bandung: PT.

Sinar Baru, 1989), Cet.

Ke-l,

h.84 1

6 Sutrisno

Hadi

dalamSugiyono, Me t o de P ene li tian P endidikan,

(Bandung:Alfabeta,20 1 0), h.203

1

-

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung:Alfabeta,2010),

h.199

1

8 Husein IJmar, Metode Penelitian unttLlc Skripsi dan Tesis Bisni,s, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2011), Cet. 11, h. 51, 131


(5)

-Pembimbing

Dr. Ulfah Fajalini,

M.Si

NrP.

19670828 199303

2

006


(6)

Alamat:Jl.

Masjid l,

Rt.05/02 irlo.30

Qinere, Kec. Cinere - Depok 16514 Te|p.7532841

SURAT

KETERANCAN

Nomor : MTs-l O.22/PP/ O24/ t O/ I /2Ol 4

yang

bertanda

tangan dibawah ini

Kepala Madrasah Tsanawiyah Hidayatul Umam Kecamatan

Cinere Kota DepoK menerangkan

bahwa:

Nama

Nim/nirm

Status Jurusan Semester

: Abdul Aziz

: l090l5OOOI42

: Mahasiswa : Pendidikan IPS

:Sembilan{9}

Benar telah melakukan penelitian dalam rangka Skripsi

denganjudul:

" Hubungan menonton TelevisiTerhadap hasil belajar IPS "

penelitian ditaksanakan pada

tanggal

l7 s/d

25

Nopember

2013, dan tanggal 3

s/d l0

Januari

2014.

Demikian surat keterangan

inidiberikan

agar dapatdipergunakan sebagai mana mestinya.

DepoK

l0Januari

2Al4

ffiw

I fr,)*s


Dokumen yang terkait

Hubungan Aktivitas Menonton Televisi Dengan Kecenderungan Terjadinya Obesitas Pada Anak Di SD No.1 Baiturrahmah Kodya Padang Propinsi Sumbar Tahun 2000

0 28 78

Televisi Dan Budaya Populer (Studi Korelasional Pengaruh Terpaan Tayangan Drama Asia (Korea) di Indosiar terhadap Perilaku Budaya Populer di Kalangan Siswa/i SMAN 1 Medan)

1 33 137

Tayangan otomotif SmartDrive dan Minat Menonton (Studi Korelasional Pengaruh Tayangan Otomotif SmartDrive di Metro TV terhadap Minat menonton di Kalangan Masyarakat Lingkungan VI Kelurahan Pangkalan Mashyur, Kecamatan Medan Johor di Kota Medan)

2 40 97

Program Dahsyat di RCTI dan Gaya Hidup (Studi Korelasional Tentang Program Dahsyat di RCTI Terhadap Gaya Hidup di Kalangan Mahasiswa/i FISIP USU)

2 48 103

Efektifitas Pembawa Acara Talkshow di Televisi dan Minat Menonton Mahasiswa (Studi Korelasional tentang Hubungan Efektifitas Pembawa Acara Talkshow Tukul Arwana dengan Minat Menonton Tayangan Sejenis di Kalangan Mahasiswa FISIP USU)

1 45 135

Penerapan KTSP sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan (Studi kasus di MTs Hidayatul Umam Cinere-Depok)

0 3 75

Upaya Peningkatan Hasil Belajar Melalui Metode Simulasi Pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlak Kelas Vii Di Mts Hidayatul Umam

2 21 129

Penerapan model treffinger untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa (penelitian tindakan kelas di MTs Hidayatul Umam Cinere-Depok)

4 12 186

Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Terhadap Pembelajaran Menulis Paragraf Persuasi Siswa Kelas VII-5 MTs Hidayatul Umam, Cinere, Depok

0 5 174

PERANAN ORANG TUA DALAM PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DI MADRASAH TSANAWIYAH (MTs) HIDAYATUL UMAM CINERE, DEPOK, JAWA BARAT

1 15 101