Problematika pelaksanaan wakaf di Negara bagian Kedah Malaysia

(1)

PROBLEMATIKA PELAKSANAAN WAKAF

DI NEGARA BAGIAN KEDAH MALAYSIA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh :

ALAWIYAH BINTI MOHD YATIM

106044103703

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A

PROGRAM STUDI AHWAL AL- SYAKHSHIYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1429 H / 2008 M


(2)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul “PELAKSANAAN WAKAF DI NEGARA BAGIAN KEDAH, MALAYSIA” telah diajukan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tanggal 15 September 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam pada Program Studi Ahwal Syahkshiyah.

Jakarta, 15 September 2008 Mengesahkan

Dekan,

PROF. DR. H. MUHAMMAD AMIN SUMA SH, MA, MM. NIP : 150 210 422

PANITIA UJIAN UJIAN SKRIPSI

Ketua : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA (...) Nip: 150 169 422

Sakertaris : Kamarusdiana, S.Ag, MH (...) Nip: 150 285 972

Pembimbing : Prof.Dr S.H A Sutarmadi (...) Nip: 150031177

Penguji I : Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma SH, MA, MM. NIP : 150 210 422

(...)

Penguji II : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA (...) Nip: 150 169 422


(3)

KATA PENGANTAR

ﻴﺣﺮ ا

ﻦ ﺣﺮ ا

ﷲا

Segala puji bagi Allah Swt, Pencipta dan Penguasa alam semesta yang telah melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya kepada penulis terutamanya dalam rangka penyelesaian skripsi ini. Selanjutnya shalawat dan salam untuk junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah menyelamatkan umat dari alam kegelapan kealam terang benderang.

Skripsi ini ditulis dalam rangka melengkapi syarat-syarat guna memperoleh gelar strata satu (S.1), pada program studi Ahwal-al-Syakhshiyyah, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul: “PELAKSANAAN WAKAF DI NEGARA BAGIAN KEDAH, MALAYSIA”

Untuk menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapat petunjuk dari berbagai pihak, baik secara langsung dan tidak langsung. Dalam hal ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. DR. Muhammad Amin Suma MA, SH, MM. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

2. Drs. H.A Basiq Djalil, SH, MA dan Kamarusdiana S.Ag. MH, masing-masing selaku ketua dan sekretaris Program Studi Ahwal-al- Syakhshiyyah.

3. Prof.Dr. H.A Sutarmadi, selaku dosen pembimbing skripsi.


(4)

4. Seluruh staff pengajar (dosen) Program Studi Ahwal-al-Syakhshiyyah Fakultas Syariah dan Hukum, serta kepada karyawan dan staff perpustakaan yang telah memfasilitasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Teristimewa buat tatapan ayahanda Mohd Yatim Bin Abdullah dan Ibunda Khatijah Binti Wahab yang amat saya sayangi lagi saya cintai, yang telah memberikan semangat dan dukungan.

6. Teman seperjuangan Fatehah, Khaslaili, Saidah, k.Wani, k.Siti dan Abdul Barri. Jutaan terima kasih diucapkan karena turut mendoakan keberhasilan, memberi partisipasi dan semangat kepada penulis demi keberhasilan penulisan karya ilmiah ini.

Akhirnya, semoga skripsi ini dapat memberikan masukan yang positif kepada pembaca sekalian, semoga bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapat imbalan dari yang Maha Kuasa.

-Amin Ya Rabbal A’lamin-

Jakarta : 23 Juni 2008

20 Jumadil Akhir 1429

Penulis


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...i

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI... ii

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR ISI………v

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

D. Metode Penelitian ... 5

E. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG WAKAF MENURUT FIQIH A. Pengertian Wakaf ... 9

B. Rukun dan Syarat-syarat Wakaf... 20

C. Macam-macam Wakaf ... 24

BAB III : PERWAKAFAN DI NEGARA BAGIAN KEDAH A. Sejarah Singkat Wakaf di Kedah ... 26

B. Pelaksanaan Wakaf ... 28


(6)

C. Keberadaan Nazhir dan Wewenangnya ... 33 D. Pengawasan Harta Wakaf ... 36

BAB IV : ANALISIS TERHADAP PERMASALAHAN WAKAF DI NEGARA BAGIAN KEDAH

A. Prosedur Pendaftaran dan Perubahan Status

Harta Wakaf ... 40 B. Hambatan Dalam Membangun Harta Wakaf... 50 C. Analisa Penulis ... 52

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 58 B. Saran-saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 62


(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Wakaf dalam doktrin agama Islam merupakan salah satu bentuk ibadah yang syarat nilai, karena selain mengandung dimensi vertikal, juga berdimensi horizontal, yang dalam istilah bahasa yuridis formal dikatakan dengan kata-kata kepentingan ibadah dan keperluan umum. Sebagaimana telah diatur dalam Undang-undang No.1 Akta Pentadbiran Undang-undang Islam (Wilayah-wilayah Persekutuan) 1993 (Akta 505) Bahagian 1 Sek. 2- Tafsiran menurut peraturan pemerintah bab amanah khairat seksyen 61 wakaf dan nazar.

P.U (A) 352/85. Akta A585

“Wakaf “am” ertinya wakaf yang berkekalan atas modal dan pendapatan daripada harta bagi maksud-maksud agama atau khairat yang diiktiraf oleh Hukum Syarak dan heart yang diwakafkan sedemikian.”

“Wakaf khas” ertinya wakaf yang berkekalan atau bagi suatu tempoh terhad atas modal harta bagi maksud-maksud agama atau khairat yang diiktiraf oleh Hukum Syarak, dan harta yang diwakafkan sedemikian, yang berpendapatan daripadanya diberikan kepada orang-orang atau bagi maksud-maksud yang ditetapkan dalam wakaf itu.1

Maksud yang terkandung dari anak kalimat sesuai dengan tujuan wakaf adalah apa yang sudah disebut diatas yakni kepentingan peribadatan dan keperluan


(8)

umum lainnya. Dan agar wakaf itu berfungsi sebagaimana mestinya, maka perlembagaannya haruslah untuk selama-lamanya. Dan agar benda wakaf itu dapat tetap bermanfaat bagi peribadatan dan keperluan umum lainnya, maka itu harus dikelola oleh sesuatu badan yang bertanggungjawab baik kepada wakif, masyarakat mau pun Allah yang menjadi pemilik mutlak benda wakaf itu.

Di dalam Al-Quran tidak jelas dan tegas wakaf disebutkan, namun beberapa ayat yang memerintahkan manusia berbuat baik untuk kebaikan masyarakat dipandang oleh para ahli sebagai landasan perwakafan, yaitu:

☺ ☺

)

ةﺮﻘ ا

:

2

\

267

(

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”


(9)

Allah memerintahkan manusia untuk membelanjakan (menyedekahkan) hartanya yang baik.2

Namun demikian, sebagian umat Islam memandang persoalan wakaf semata-mata diyakini sebagai aspek mengandung ibadah ansich sehingga menolak bentuk yang mereka anggap formalistic yang biasanya tampil dalam upacara-upacara seremonial belaka.

Sedangkan ditengah arus transformasi yang segala dinilai yang sedikit demi sedikit mempengaruhi dan menggeser taat nilai yang sudah ada, segala sesuatu secara

De Facto dan De Jure dituntut keberadaannya yang kongkrit, sehingga kepastian hukumnya dapat dijamin. Karena tanpa ini bisa saja terjadi bukan hanya persengketaan yang sulit terselesaikan dan hal-hal lain yang tidak pernah terduga sebelumnya. Namun akan kait mengait kepada yang lebih kompleks.

Bahwa setiap perbuatan hukum baru dianggap sah menurut hukum apabila sudah memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh hukum. Perkara ini bukan semata ketentuan birokrasi tetapi merupakan kewaspadaan terhadap kemungkinan perlunya yang terjadi di masa depan. Maka salah satu persyaratan sahnya wakaf adalah harus tercatat (adanya Akta Ikrar Wakaf)3 sebagai jaminan adanya kepastian hukum wakaf

sebagai suatu bentuk semangat ritual peribadatan. Maka kesadaran akan legalisasi

2 Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 2006, cet 1, hal 77.

3

Ahmad Sudirman Abbas, Wakaf Perspektif Ulama Mazhab Dan Hukum Positif. (PenerbitYayasan Nuansa Cendikia, 2006), hal 49.


(10)

wakaf pada instansi yang berwenang harus mendapat perhatian dan diberikan legitimasi religius oleh pemerintah.

Maka dari itu penulis tertarik untuk meneliti masalah ini melalui penelitian skripsi dengan judul “ Problematika Pelaksanaan Wakaf Di Negara Bagian Kedah Malaysia.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Untuk mempermudahkan penulis dalam pembahasan, penulis perlu kiranya mengidentifikasi masalah sehingga jelas apa yang perlu dibahas. Masalah perwakafan yang belakangan ini kurang diambil perhatian peranan dan kegunaannya dalam masyarakat.

Pengelolaan benda wakaf ini, dikelola sepenuhnya oleh Mahkamah Syariah dibawah Akta Pentadbiran Undang-undang (Wilayah Persekutuan) No. 505/1993 Bahagian Kewangan.4 Untuk mencapai sasaran yang diharapkan penulis, maka dalam

penyusunan skripsi ini penulis memandang perlu memberikan batasab masalah agar tidak adanya pembahasan yang melebar sehingga menimbulkan kerancuan dan kesalah fahaman.

4 Undang-undang Malaysia, Perlembagaan Persekutuan, Internasional Law Book Services (ILBS).2003.


(11)

Permasalahan wakaf negara bagian Kedah yang penulis paparkan ini merupakan sebuah kerangka berfikir dalam rangka memahami konsep wakaf yang diatur oleh Hukum Islam dan Hukum Positif. Guna lebih terarahnya skripsi ini maka penulis membatasinya dalam penjelasan dibawah ini. Penulis akan membahas pengertian wakaf, syarat-syarat dan rukun-rukun wakaf mengikut pengertian al-Quran, Hadist, ijma’ ulama’ dan peraturan Undang-undang yang berlaku, kemampuan masyarakat dan peranan kerajaan.

Berdasarkan pembatasan masalah seperti tersebut diatas, penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut; (( aturan-aturan tentang wakaf sudah ada dikeluarkan oleh kerajaan atau badan yang berwenang yaitu dikelola sepenuhnya oleh Mahkamah Syariah dibawah Akta Pentadbiran Undang-undang (Wilayah Persekutuan) No. 505/1993 Bagian Kewangan. Sedangkan kenyataannya masyarakat belum faham ataupun yang sudah faham tidak melaksanakan aturan wakaf tersebut. Inilah yang ingin penulis telusuri dalam penulisan skripsi ini. Rumusan tersebut dapat diuji dalam bentuk pertanyaan yakni:

1. Apakah masyarakat sudah mengetahui peraturan berwakaf? 2. Apakah terdapat kemudahan dalam berwakaf?

3. Bagaimana kerajaan melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan?


(12)

Sebagai penulis tentunya mempunyai tujuan penelitian. Tujuan yang menjadi sasaran bagi penulis adalah:

1. Untuk mengetahui seberapa banyak peraturan wakaf yang diketahui oleh masyarakat dalam melaksanakan wakaf di Negara Bagian Kedah.

2. Untuk mengetahui bagaimana pihak masyarakat mendapatkan kemudahan dalam melaksanakan wakaf di Negara Bagian Kedah.

3. Untuk mengetahui sejauh manakah kerajaan melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara Bagian Kedah.

D. Metode Penelitian dan Teknis Penulisan

Adapun jenis metode yang digunakan peneliti adalah penelitian kualitatif. Penelitian ini adalah dihasilkan melalui data-data deskriptif (pemaparan) yang diperoleh dari pengamatan di lapangan dan tidak selalu berbentuk angka-angka, namun demikian data-data diperlukan untuk mempertajam analisis.

Untuk mendapatkan data yang sesuai dengan pembahasan di atas, maka penulis menggunakan penelitian kualitatif yang mengacu pada teknik pengumpulan data yaitu dengan;

a. Interview/Wawancara

Wawancara adalah mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada responden dengan wawancara terbuka. Secara sederhana wawancara diartikan


(13)

sebagai alat pengumpul data dengan cara mempergunakan tanya jawab antara pencari informasi dengan sumber informasi.5

b. Dokumentasi

Adalah mengumpulkan data-data sekunder mengenai lahan penelitian yang didapatkan dari berbagai sumber tertulis seperti arsip, dokumen resmi, foto, data statistik dan sejenisnya yang diharapkan dapat mendukung analisis penelitian. c. Dalil-dalil Al-Qur’an dan Hadits.

Dalil-dalil Al-Qur’an dan Hadits dari kitab-kitab suci, buku-buku dan peraturan perundang-undangan yang terkait.

Adapun teknis penulisan yang dipakai agar skripsi ini tersusun dengan lebih sistematis dan lebih sempurna, penulis berpedoman sepenuhnya pada buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah Dan Hukum, Universitas Islam Negeri Hidayatullah Jakarta 2007. Sedangkan untuk menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an yang menjadi dalil dalam skripsi ini, penulis menggunakan Al-Qur’an dan terjemahan yang dikeluarkan oleh Departemen Agama Republik Indonesia.

E. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai materi yang menjadi pokok penulisan dan memudahkan para pembaca dalam memahami penulisan skripsi ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan seperti berikut:

5 Hadar Nawawi, Metode Penelitian Sosial, Gadjah Mada University, Yogyakarta, 1993, h.111


(14)

BAB I: PENDAHULUAN, yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuandan manfaat penelitian, metode penelitian dan teknik penulisan dan sistematika penulisan.

Bab II: TINJAUAN UMUM TENTANG WAKAF MENURUT FIQIH, yang terdiri dari pengertian wakaf, rukun dan syarat-syarat wakaf, macam-macam wakaf dan proses wakaf.

Bab III: PERWAKAFAN DI NEGARA BAGIAN KEDAH, menerangkan sejarah singkat wakaf, pelaksanaan wakaf dan tinjauan umum menurut Kanun Tanah Negara dan Akta Pentadbiran Undang-undang Islam (Wilayah-wilayah Persekutuan) 505/1993.

Bab IV: ANALISIS TERHADAP PERMASALAHAN WAKAF DI NEGARA BAGIAN KEDAH, menerangkan analisis permasalahan kiat-kiat wakaf masa kini yang diatur oleh kewenangan Nazhir dan keberadaannya serta prosedur perubahan status harta wakaf.

BabV: PENUTUP, merupakan bab yang terakhir meliputi kesimpulan dari keseluruhan pembahasan disertakan dengan rekomendasi yang diharapkan agar dapat menjadi satu komitmen yang berguna kepada agama, masyarakat dan negara.


(15)

BAB II

WAKAF DAN MACAM-MACAMNYA

A. Pengertian Wakaf

1. Wakaf Menurut Bahasa

Kata “wakaf” merupakan bentuk masdar berakar

ﺎ و

-

-

و

dan kata al-wakfu semakna dengan al-habs bentuk masdar dari6

-

-ﺎ

yang diartikan berdiri, berhenti, abadi, tertahan untuk didayagunakan dan yang dimaksud adalah menahan harta yang kemudian mengalokasikannya kejalan Allah SWT7.

Menurut terminologi atau istilah syara’ pengertian wakaf adalah

ا

ْ

و

ْ

ا

ة

ا

ْي

ا

لﺎ

و

ف

ﷲا

8

Artinya:“Menahan benda asal (pokok) dan menjadikan buah atau hasilnya untuk sabilillah atau jalan kebaikan, yakni menahan benda atau harta dan menyalurkan hasilnya di jalan Allah SWT”.

Benda yang tertahan atau dijadikan obyek wakaf disebut “al-Mauquf” baik atas kepemilikan Allah SWT. dan yang dikehendaki dengan wakaf di sini ialah

6

Atabik Ali dan Muhdlor dkk, Kamus Kontemporer ‘Arab – Indonesia (Yogyakarta: Multi Karya Grafik, 1998) h. 2034

7

Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Lechtiar Baru Van Hoeve, 1994) Jilid 5 Cet Ke-3 h. 168.

8


(16)

menahan benda milik waqif di jalan Allah SWT untuk dimanfaatkan bagi kepentingan orang banyak.

2. Wakaf Menurut Istilah

Para ahli fiqih, terutama para pengikut imam empat mazhab memiliki perbedaan pandangan dalam menterjemah wakaf menurut istilah dan terletak pada penekanan kelaziman yang berimplikasi kepada keharusan berwakaf atau bukan merupakan keharusan. Perbedaan itu juga dapat terjadi akibat persepsi tentang ketentuan waktu yang membatasi dan tidak ada ketentuan waktunya, dalam pengertian berwakaf berarti melepas hak untuk selamanya.

Berkenaan dengan pengertian wakaf, para pengikut imam empat mazhab mendefinisikan sebagai berikut:

Menurut ulama’ Malikiyah

ا

ا

ْ

كﻮ

و

ْﺟ

ة

ْ

ة

ﺮا

ا

ْ

9

Artinya:”Menjadikan manfaat benda yang dimiliki baik berupa sewa atau hasilnya untuk diserahkan kepada orang yang berhak dengan ikrar yang berjangka waktu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh orang yang mewakafkan”.

Tetapi “hak” kepemilikan pewaqif terletak pada benda yang diwakafkan (al-mauquf) sedangkan tindakan atau perbuatan berwakaf berarti melepaskan kenikmatan atas hasil atau hak berbuat apa saja terhadap benda tersebut. Golongan

9


(17)

Malikiyah memahami kalimat

ةﺮﺟﺄ

ﻮ و

كﻮ ا

kepemilikan yang disewakan10, dengan ilustrasi menyewakan rumah hak milik atau sebidang tanah dengan tenggang waktu tertentu dengan “mewakafkan” nilai yang dihasilkan darinya kepada orang lain selama kurun waktu tertentu itu.

Atas dasar pemikiran seperti ini tindakan berwakaf bagi waqif menyerupai kepemilikan benda bagi seseorang yang masih berada di bawah pengampuan ( al-mahjur) karena idiot. Kepemilikan “al-mahjur” (seorang yang IQnya rendah) atas sebuah benda dapat difungsikan atau didayagunakan melalui sewa atau semacamnya11. Tindakan “menyewakan” bagi si idiot merupakan langkah preventif

terjadinya kemusnahan.

Apabila ‘al-mahjur” (si idiot) melakukan penyewaan atas benda yang dimiliki, maka tindakan itu dapat dibenarkan dan dimaklumi. Akan tetapi, jika tindakan tersebut mengarah kepada penjualan aset yang ada dan atau berkehendak untuk menghibahkannya, maka dalam kasus seperti ini tidak patut dibenarkan12.

Ulama Hanafiyah mendefinisikan dengan ungkapan:

10

Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Wakaf. Penterjemah Ahrul Sani Faturrahman, (Dompet Dhuafa Republika Dan IIMAN, cet.1, 2004) h. 58.

11

Nor Naemah Rahman, Fatwa-fatwa Wakaf Di Malaysia:Analisis Khusus Di Negeri Kelantan (Kuala Lumpur. Kovensyen Wakaf Kebengsaan. 2006) h. 12

12


(18)

ا

ْ

ْﺮ

ْا

ْ

ْا

ا

و

ا

ْﺪ

ق

ْ

أ

ْو

ف

أ

ى

ْا

ْ

ْ

ْ

أ

و

ْﺪ

ه

ﻰ ﺎ

ﷲا

ﻮ ا

ا

و

ا

ق

ْ

ْا

ْﺮ

13

Artinya:“Wakaf menurut syara, adalah menahan benda yang menjadi hak milik pewakaf (waqif) dan menyedekahkan dari hasil-hasil dari benda tersebut. Atau dengan ungkapan lain menyalurkan kemanfaatan hasil-hasilnya kepada siapa saja yang dikehendaki waqif dan keduanya (waqif dan nazhir) berkewajiban menjaga barang tersebut untuk tujuan kebaikan.”

Definisi di atas memberi pengertian bahwa pemilikan benda wakaf tidak harus berpindah kepada orang lain kecuali berdasarkan keputuasan hakim. Kelompok ini memandang wakaf sebagai perbuatan mubah yang tidak menuntut keharusan seperti halnya bentuk benda pinjaman (al-ariyah).

Pengertian semacam ini memperjelas juga tentang kedudukan benda wakaf yang sewaktu-waktu dapat dipindahkan kembali kemanfaatnnya kepada waqif atau ahli warisnya. Hal ini membuka peluang bebas bagi waqif untuk berbuat apa saja terhadap benda wakaf miliknya, sebagaimana barang pinjaman oleh pemiliknya bebas dipinjamkan kemanfaatannya untuk apa saja terhadap benda wakaf (al-mauquf) bagi

waqif termasuk juga kebebasan terbatas dengan waktu yang diberikan, sehingga ia bisa menariknya kembali kapan saja ia berikan.

Ditemukan adanya golongan yang menyamakan kedudukan benda wakaf dengan barang yang dipinjamkan dari sisi kepemilikan dan kemanfaatan. Kepemilikan menurut mereka tidak dapat dipindahkan pemilikan dari waqif

13

Sayyid al-Fikqri, Al-Mu’amalatu al-Madiyatu, juz 2 (Mesir, Mustafa al-Bab, al-Halabi, 1938) h. 304


(19)

sebagaimana pemilik barang pinjaman sedang kemanfaatannya diperlukan kebaikan terutama mereka yang menghajatkannya. Adapun terhadap benda wakaf yang tidak bergerak dalam bentuk khusus seperti wakaf sebagian tanah untuk mendirikan masjid dengan tujuan agar orang-orang dapat melakukan ibadah solat, maka bentuk wakaf semacam ini menghendaki terlepasnya kepemilikan waqif.

Lebih lanjut lagi Abu Hanifah memandang bahwa wakaf tidak mengikat, dimana waqif bisa saja mencabut sewaktu-waktu termasuk memperjualkannya. Jadi, berwakaf tidak berarti meninggalkan hak milik secara mutlak. Menurutnya, aqad wakaf yang bersifat mengikat oleh beberapa sebab antara lain14:

a. Terjadi sengketa antara Waqif dan Nazhir dan Hakim memutuskan bahwa harta wakaf itu mengikat, dalam arti pelepasan hak milik.

b. Wakaf yang berupa masjid dan putusan Hakim terhadap benda wakaf tersebut dikaitkan dengan kematian waqif.

Para ahli fikih mazhab Syafi’i mendefinisikan wakaf dengan beragam definisi yang dapat penulis ringkaskan sebagai berikut:

“Menahan benda yang dimungkinkan dapat menghasilkan manfaat atau nilai dengan tetap menjaga eksistensinya dengan tidak mengurangi substansi barang itu. Dan pengawasan berada di tangan Waqif serta dialokasikan kepada kegiatan yang dibenarkan”15.

14

Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, h. 32

15

Direktorat Pengembangan Zakat Dan Wakaf, Fiqih Wakaf, cet. 3 (Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Dan Penyelenggaraan Haji 2005), h. 2


(20)

a. Imam Nawawi mendefinisikan wakaf dengan “Menahan harta yang dapat diambil manfaatnya bukan untuk dirinya, sementara benda itu tetap ada dan digunakan manfaatnya untuk kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah SWT16.

b. Al-Syarbini Al-Khatib dan Ramli Al-Kabir mendefinisikan wakaf dengan “Menahan harta yang bisa diambil manfaatnya dengan menjaga keamanan benda tersebut dan memutuskan kepemilikan barang tersebut dari pemiliknya untuk hal-hal yang dibolehkan17.

Dari paparan definisi di atas, penulis bisa mengasumsikan bahwa titik persamaan dari masing-masing definisi Syaikh Al-Qalyubi yang mengatakan bahwa wakaf adalah “Menahan harta yang bisa diambil manfaatnya dengan menjaga bentuk aslinya untuk disalurkan kepada jalan yang dibolehkan18.

Ada pun menurut jumhur, termasuk di dalamnya adalah dua sahabat Imam Abu Hanifah yakni Abu Yusuf dan Muhammad bin al-Hasan, golongan Syafi’iyyah dan golongan Hanabilah wakaf adalah menahan harta yang memungkinkan diambil manfaatnya, tetap ‘ainnya (pokoknya) dibelanjakan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT19.

16

Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, h. 40

17

Ibid, h. 44

18

Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab, Jafari, Hanafi, Maliki, Syafi’I dan Hanbal: Penterjemah, Masykur A.B dk, cet-17 ( Jakarta: Lentera, 2006), h. 641

19


(21)

Menurut istilah Perundang-undangan (A) 352/85. Akta A585, wakaf terbagi kepada dua yakni Am dan Khas. Wakaf “am” ertinya wakaf yang berkekalan atas modal dan pendapatan daripada harta bagi maksud-maksud agama atau khairat yang diiktiraf oleh Hukum Syarak dan heart yang diwakafkan sedemikian. Wakaf “khas” ertinya wakaf yang berkekalan atau bagi suatu tempoh terhad atas modal harta bagi maksud-maksud agama atau khairat yang diiktiraf oleh Hukum Syarak, dan harta yang diwakafkan sedemikian, yang berpendapatan daripadanya diberikan kepada orang-orang atau bagi maksud-maksud yang ditetapkan dalam wakaf itu.20

Dengan diwakafkannya itu, harta keluar dari pemiliknya, yaitu si waqif. Jadilah harta wakaf tersebut secara hukum milik Allah SWT. Bagi waqif yang terhalang untuk memanfaatkannya maka wajib mendermakan hasilnya sesuai dengan tujuan. Sebagaimana firman Allah S.W.T Al-Imran: 92

ا

نﺈ

ءْ ﺷ

ْ

اﻮ ْ

ﺎ و

نﻮ

اﻮ ْ

ﺮ ْا

اﻮ ﺎ

ْ

Artinya: Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.

Ayat di atas tidak memfokuskan tentang wakaf, akan tetapi kata-kata “ al-Birra” yang berarti kebajikan (yang sempurna) sudah menunjukkan bagaimana seseorang itu boleh melakukan kebajikan dalam pelbagai aspek termasuk juga berwakaf.


(22)

Dalam hal ini Jumhur Ulama’ memberikan dalil dengan hadits Ibn Umar yang diriwayatkan Imam Muslim:

ْ

ْ

نْﻮ

ْا

ْ

ﺮ ْ أ

ْ

ْ

ﺎ ﺮ ْ أ

ا

ﻰ ْ

ْ

ﻰ ْ

ﺎ ﺪ

لﺎ

ْا

و

ْ

ا

ا

ﻰ ﺄ

ﺮ ْ

ﺎ ْرأ

بﺎ أ

ﺮ ْﺄ ْ

يﺪْ

ْأ

ﻮه

ﺎ ﺎ

ْ أ

ْ

ﺮ ْ

ﺎ ْرأ

ْ أ

إ

ا

لﻮ ر

لﺎ

ﺎﻬ

ﺎﻬ

قﺪ

لﺎ

ﺎﻬ

ْ ﺪ و

ﺎﻬ ْ أ

ْ

ْﺌﺷ

ْنإ

لﺎ

ﺮ ْﺄ

ْ

أ

و

ءاﺮ ْا

قﺪ

لﺎ

هﻮ

ﺎ و

ثرﻮ

ﺎ و

عﺎ ْ

ﺎ و

ﺎﻬ ْ أ

عﺎ

ﺎﻬ و

ْ

حﺎ ﺟ

ْ او

ا

ْاو

ا

و

بﺎ ﺮ ا

و

ﻰ ْﺮ ْا

ْﺎ

ﺎﻬْ

آْﺄ

ْنأ

لﻮ

ﺮْ

ﺎ ﺪ

ْﻄ

ْوأ

فوﺮْ

21

.

)

مﺎ ا

ﻩاور

(

Artinya:“Dari Ibnu Umar ra. Berkata bahwa sahabat Umar ra. memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemudian menghadap kepada Rasulullah untuk memohon petunjuk. Umar berkata: “Ya Rasulullah, saya mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, saya belum pernah mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku?” Rasulullah menjawab: “Bila kamu suka, kamu tahan pokoknya tanah itu dan kamu sedekahkan hasilnya.” Kemudian Umar melakukan sedekah, tidak dijual, tidak dihibahkan dan tidak juga diwariskan. Berkata Ibnu Umar: “Umar menyedekahkannya kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, budak belian, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak mengapa atau tidak dilarang bagi yang menguasai tanah wakaf itu (pengurusnya) makan dari hasilnya dengan cara baik (sepantasnya) atau makan dengan tidak bermaksud menumpuk harta”.

Dari definisi-definisi yang sudah disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar ulama berpendapat bahwa dengan terjadinya wakaf, sifat kepemilikan benda yang diwakafkan menjadi lepas dari si waqif dan secara hukum harta wakaf tersebut menjadi milik Allah SWT.

Akan tetapi, ada di antara para ulama juga berpendapat bahwa kepemilikan harta yang diwakafkan itu tidak harus lepas dari si waqif, karena mereka (sebahagian

21


(23)

golongan Hanafiyyah dan golongan Malikiyyah) berpendapat bahwa yang diwakafkan itu manfaatnya, sedangkan pemilikan tetap ada pada si waqif. Hal yang terputus bagi waqif hanyalah hak-hak untuk membelanjakannya. Sungguhpun demikian, tidak berarti bahwa waqif bebas memanfaatkan harta diwakafkan22.

Menurut Kamus Ilmu Usul Fikih mendefinisikan wakaf adalah memberikan harta kekayaan dengan ikhlas atau suatu pemberian yang berlaku abadi untuk kepentingan pemerintah Islam, kepentingan agama dan untuk kepentingan umum. Dana tersebut digunakan untuk memelihara dan kepentingan masjid. Pemberian ini biasanya tidak dapat ditarik kembali oleh pihak yang memberikan wakaf. Ciri-ciri pemberian wakaf adalah bahwa pemberian tersebut adalah untuk selama-lamanya23.

Menurut Akta Pentadbiran Undang-Undang Islam (Wilayah-Wilayah Persekutuan) 1993 (Akta 505) mentafsirkan Wakaf “Am” dan “Khas” sebagai24:

‘‘Wakaf Am’’ ertinya wakaf harta modal dan pendapatan yang kekal daripada mana-mana harta bagi maksud agama atau khairat yang diakui sah oleh hukum syarak dan harta yang diwakafkan sedemikian.

“Wakaf Khas” ertinya wakaf yang berkekalan atau bagi suatu tempoh terhad atas modal harta bagi maksud-maksud agama atau khairat yang diiktiraf oleh hukum syarak dan harta yang diwakafkan sedemikian, yang berpendapatan daripadanya

22

Ahmad Sudirman Abbas, “Wakaf Perspektif Ulama Mazhab Dan Hukum Positif”. Cet.1, Yayasan Nuansa Cendikia, 2006. h 38

23

Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Ushul Fikih, cet-1( Jakarata: Amzah, 2005) h. 358.

24

Akta Pentadbiran Undang-Undang Islam (Wilayah-Wilayah Persekutuan 1993) (Akta 505) h. 58


(24)

diberikan kepada orang-orang atau maksud-maksud yang ditetapkan dalam wakaf itu.

Melihat kepada realitas dan perkembangan yang berlaku di Kedah ini, penulis berpandangan bahwa tafsiran bagi definisi wakaf hendaklah dibuat secara umum tanpa mengunakan perkataan “kekal” atau “bertempoh”. Ini karena dapat memberi dorongan kepada masyarakat untuk berwakaf meskipun mereka tidak memiliki harta yang tidak berbentuk kekal.

Definisi wakaf menurut undang-undang di Indonesia seperti berikut:

1. Menurut Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 1977 tentang Pengertian Perwakafan Tanah Milik menurut pasal.1 (1) .

“Wakaf adalah suatu perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakannya untuk selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau kepentingan umum lainnya”.

2. Kompilasi Hukum Islam, buku III, Hukum Perwakafan, Bab I tentang ketentuan Umum, pasal 215, poin (1); berbunyi25:

“Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakan untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan lainnya sesuai dengan ajaran Islam”

25

Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, hukum perwakafan (Bandung: Homaniora Utama Press, 1991) h.1


(25)

3. Dan pengertian wakaf menurut Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf Bab 1 Ketentuan Umum pasal 1 poin (1)26.

“Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah”.

Dari tiga pengertian wakaf menurut undang-undang di Indonesia ada persamaan pengertian yaitu jika menurut Peraturan Pemerintah No.28 tahun 1977 dan

Kompilasi Hukum Islam “dilembagakan untuk selama-lamanya”, maka harta wakaf tersebut harus diwakafkan buat selama-lamanya yang telah ditentukan mengikut hukun syarak. Sedangkan Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf Bab 1 Ketentuan Umum menyatakan “dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya”. Menurut undang-undang ini harta wakaf boleh saja jangka waktu dan tidak semestinya untuk selamanya ini karena sesuai dengan kepentingannya (Harta Wakaf) guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.

Dari beberapa pengertian wakaf di atas dapat ditarik cakupan wakaf, meliputi: 1. Harta benda milik seseorang atau sekelompok orang.

2. Harta benda tersebut bersifat kekal zatnya, tidak habis apabila dipakai. 3. Harta tersebut dilepas kepemilikannya oleh pemilik.

26


(26)

4. Harta yang dilepas kepemilikannya tersebut tidak bisa dihibahkan, diwariskan atau diperjualbelikan.

5. Manfaat dari harta benda tersebut untuk kepentingan umum sesuai dengan ajaran Islam

Namun, perbedaan yang ada hanya dalam hal-hal yang sekundar (cabang) bukan primer (prinsip). Dalam hal-hal yang pokok, ada ukuran-ukuran yang disepakati oleh sebagian besar ulama. Sah atau tidaknya wakaf, jelas erat kaitannya dengan syarat dan rukun wakaf27.

B. Rukun Dan Syarat-syarat Wakaf

Rukun adalah sesuatu yang merupakan sendi utama dan unsur pokok dalam pembentukan sesuatu hal. Wakaf sebagai suatu lembaga Islam mempunyai beberapa rukun atau unsur-unsur pembentuknya. Adanya suatu wakaf harus dipenuhi empat unsur yaitu:

1. Orang yang berwakaf (Waqif) yakni pemilik harta benda yang melakukan tindakan hukum.

Wakaf dapat dilaksanakan apabila waqif mempunyai kecekapan untuk melakukan

“tabarru” yaitu melepaskan hak milik tanpa mengharapkan imbalan material. Orang yang dikatakan mempunyai kecakapan melakukan “tabarru” ialah apabila orang tersebut merdeka, pemilik harta yang diwakafkan, sehat akal, baligh dan

27

Siti Mashitoh Mahmood, “Perundangan Wakaf Dan Isu-isu Berbangkit”. (Kuala Lumpur: Kovensyen Wakaf Kebangsaan, 2006). h. 9


(27)

rasyid (cerdas atau kematangan bertindak)28. Karena wakaf merupakan pelepasan

benda dari pemiliknya untuk kepentingan umum. Oleh karena itu syarat waqif

yang amat penting adalah kecakapan bertindak. Orang itu telah mampu mempertimbangkan baik-buruknya perbuatan yang dilakukannya dan benar-benar menjadi pemilik harta yang diwakafkan itu.

2. Tempat berwakaf atau harta yang diwakafkan (Mauquf bih) sebagai obyek perbuatan hukum.

Semua harta benda yang akan diwakafkan menjadi sah apabila memenuhi syarat-syarat tertentu. Adapun syarat-syarat-syarat-syarat itu adalah sebagai berikut29:

a. Benda yang diwakafkan itu harus mutaqawwim (barang yang dimiliki) dan “aqar (tidak bergerak) dapat dikatakan bahwa harta yang diwakafkan tersebut harus mempunyai nilai ekonomis, halal, tetap zatnya dan dapat dimanfaatkan terus menerus.

b. Benda yang diwakafkan harus jelas wujudnya dan pasti batas-batasnya adalah syarat mutlak yang tidak dapat diabaikan.

c. Harta yang diwakafkan itu harus benar-benar kepunyaan waqif secara sempurna (bebas dari segala beban) dan dapat juga diartikan bahwa harta yang dimiliki bersama dan harta tersebut tidak dapat dibagi-bagi, tidak dapat diwakafkan oleh sebagian pemiliknya tanpa seizin pemilik lainnya.

28

Muhammad Akram Laldin, Moqasid Dalam Pelaksanaan Wakaf (Kuala Lumpur: Kovensyen Wakaf Kebangsaan 2006), h. 4

29


(28)

d. Benda yang diwakafkan harus kekal berupa benda tidak bergerak dan dapat berupa benda bergerak seperti buku-buku, surat-surat berharga, tanah, bangunan dan sebagainya.

3. Tujuan wakaf (Mauquf ‘alaih) atau yang berhak menerima wakaf.

Tujuan wakaf yaitu untuk kepentingan umum dalam upaya mencari keridhaan Allah SWT, misalnya untuk kepentingan ibadah, dakwah, rumah sakit dan amal-amal sosial lainnya. Menurut Sayyid Sabiq wakaf itu ada dua macam, yakni

wakaf ahli (zurri) dan wakaf khairi (kebajikan). Wakaf ahli adalah wakaf yang diperuntukkan bagi anak cucu atau kaum kerabat atau para fakir miskin. Sedangkan wakaf khairi adalah wakaf yang ditunjukan untuk kepentingan umum30.

4. Pernyataan (sighat) waqif atau ikrar wakaf.

Sighat wakaf ialah segala ucapan, tulisan atau isyarat dari orang yang berakad untuk menyatakan kehendak dan menjelaskan apa yang diinginkannya. Namum sighat wakaf cukup dengan ijab saja dari waqif tanpa memerlukan qabul dari

maauquf ‘alaih. Begitu juga qabul tidak menjadi syarat sahnya wakaf dan juga tidak menjadi syarat untuk berhaknya mauquf ‘alaih memperoleh manfaat harta wakaf31.

30

Sayyid Sabiq, h. 425

31

Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqhu al-Islami wa Abdillatuhu (Damaskus, dar al-Fikri al- Mu’ashir, tt) h. 102


(29)

Satu pernyataan ijab dari pewaqif bagi mewujudkan wakaf dan pernyataan penerimaan (qabul). Akad wakaf bisa berlaku dalam dua hal:

a. Jelas (soreh) yaitu lafaz yang satu maksud secara langsung. Misalnya32:

ﺮ ا

ﺮ ا

ﷲا

Saya Alawiyah Mohd Yatim No. Kad Pengenalan 830323-02-5062 dengan ini mewakafkan Tanah seperti yang tersebut di atas, kepada Majlis Agama Islam Kedah yang beralamat di Bangunan Wan Mat Saman, 05000 Alor Setar Kedah sebagai ‘Wakaf Khas’ / ‘‘Wakaf Am’’. Ia bertujuan untuk Pembinaan Masjid.

Sekian terima kasih. Tarikh: 26 Februari 1981.

b. Kinayah yaitu tiada lafaz wakaf tetapi bisa membawa banyak maksud yang bisa memberi arti wakaf, termasuk lafaz dalam bentuk tulisan, isyarat dan sighah kinayah, misalnya33:

Seseorang mengatakan “Hartaku adalah menjadi sedekah kapada fakir miskin atau saya serahkan ia kepada mereka selama-lamanya”.

C. Macam-macam Wakaf

Jenis wakaf atau macamnya yang dikerjakan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat serta orang-orang setelahnya terbagi dua macam, Yaitu “ahli dan Khairi”.

32

Jabatan Wakaf, Zakat dan Haji Jabatan Perdana Menteri. Manual Pengurusan Tanah Wakaf, (Kuala Lumpur 2006). h. 11

33


(30)

Istilah al-khairi atau al-dzurri tidak terdapat pada Rasulullah SAW. Wakaf pada periode awal lebih dikenal dengan istilah shadaqah, seperti shadaqah Umar dan

sebagainya. Sungguhpun demikian, aplikasi shadaqah pada masanya telah menampakkan karakteristik sebagai al-khairi atau al-durri seperti berikut34:

1. Wakaf al-dzurri atau Ahli (Khusus)

Yang dimaksud wakaf ahli (dzurri) adalah wakaf keluarga yaitu wakaf yang diperuntukkan bagi orang-orang tertentu, seseorang atau lebih, baik keluarga si

waqif atau orang lain. Wakaf keluarga sudah lama dikenal ditengah-tengah masyarakat baik yang berupa wakaf tanah pertanian, kuburan, tempat ibadah dan lain-lain.

Seiring dengan semakin pesatnya pembangunan di berbagai daerah, sering kita jumpai perubahan-perubahan status tanah wakaf berubah fungsi menjadi bangunan lain. Hal ini karena wakaf keluarga tersebut kurang kejelasan pengurusan dan pengelolaannya, maka setelah waqif meninggal dunia, tanah tersebut menjadi sengketa.

2. Wakaf Khairi atau Wakaf Umum

34

Munzir Qahar, Manajemen Wakaf Pruduktif: Terjemah: Mas Rida, Muhyiddin (Jakarta: Khalifa, 2006) h. 166.


(31)

Yang dimaksud dengan wakaf umum adalah wakaf yang diperuntukkan bagi kepentingan umum atau bagi segala amal kebajikan masyarakat dapat dinikmati manfaatnya.


(32)

BAB III

PERWAKAFAN DI NEGARA BAGIAN KEDAH

E. Sejarah Singkat Wakaf Di Kedah

Pada awal Islam, pemahaman tentang wakaf sedikit demi sedikit berkembang dan telah mencakup beberapa benda seperti tanah dan perkebunan yang hasilnya dimanfaatkan untuk kepentingan tempat peribadatan dan kegiatan keagamaan, serta diberikan kepada fakir miskin. Seperti yang kita ketahui, kerajaan Romawi bah mewakafkan harta untuk kepentingan perpustakaan dan kegiatan ilmiah lainnya.

Perkembangan wakaf yang paling menonjol terjadi setelah datangnya risalah kenabian Muhammad SAW yang menyebarkan agama Islam dikalangan masyarakat muslim atau yang kita sebut sekarang Negara Timur Tengah khususnya. Perkembangan dan penyebaran wakaf terus berlanjut hingga masa penjajahan oleh bangsa Eropa terhadap Arab dan ekspansi militer besar-besaran. Dengan kata lain, pengelolaan wakaf tidak berhenti karena sebab-sebab yang nanti akan kita sebutkan, sekalipun penjajahan tersebut telah mengakibatkan masyarakat muslim menjadi tertinggal.

Wakaf Islam banyak tambah dan berkembang dizaman sahabat, khususnya setelah pembebasan kawasan arab, seperti wakaf tanah dan perkebunan yang banyak tersebar di Madinah, Makkah, Khaibar, Syam, Iraq, Mesir dan Negara arab lainnya. Sejak saat itu wakaf berkembang sangat pesat dan mencapai puncaknya pada masa Pemerintah Abbasiah, dimana masyarakatnya banyak yang kaya dan berlimpah harta.


(33)

Di Malaysia pelaksanaan wakaf telah dilakukan sejak kedatangan Islam dan telah menjadi pelaksanaan biasa bagi masyarakat Islam. Dari hasil penelitian lapangan yaitu interview langsung kepada Majlis Agama Islam Kedah dibagian Eksekutif Unit Projek Dan Wakaf, menyatakan bahwa, belum ada kajian terperinci yang pernah dibuat, berhubungan dengan kapan wakaf dilaksanakan, tetapi wakaf senantiasa dilakukan oleh umat Islam Kedah sebagai aktivitas keagamaan yang terus diamalkan35.

Pada awalnya, wakaf dikelola oleh orang-orang yang mewakafkan sendiri harta mereka (pewaqif) atau berada ditangan pemimpin masyarakat setempat, yang terlibat secara langsung dengan aktivitas agama seperti imam, ketua RT, Penghulu atau jawatan kuasa masjid yang dilantik oleh masyarakat. Misalnya Masjid Negeri Kedah yang dibangun pada tahun 1847 oleh keluarga Datu’ Patinggi Ali yaitu Kepala Orang Melayu Kedah yang telah mewakafkan tanah sebesar 10 ekar. Di sekitar masjid ini, dijadikan tanah perkuburan orang-orang Islam di sekitar Kedah. Tanah wakaf ini tidak pernah di daftarkan di Majlis Agama Islam Kedah pada masa itu, sehingga pemerintah Kedah mengambilalih pengurusan tanah dan masjid tersebut pada 196836.

Pada masa kini amanah pengelolaan harta wakaf dikelola oleh Tabung Baitul Mal Kedah (TBK) yaitu pemerintah setempat. Tabung Baitul Mal Kedah telah

35

Wawancara Pribadi Dengan Nurul Hidayah Binti Hj. Salleh, Alor Setar, Kedah 10 April 2008.

36


(34)

melantik seorang pegawai yang bertanggungjawab untuk mengurus pentadbiran wakaf. Bagaimana pun pegawai tersebut ditugaskan untuk mengurus Hal Ehwal Masjid, musolla, dan Baitul Mal. Tidak ada pegawai khusus untuk menjaga kepentingan pentadbiran dan pengelolaan wakaf 37.

F. Pelaksanaan Wakaf

Wakaf adalah salah satu dari institusi pembangunan sosial dan ekonomi paling awal dalam Islam. Wakaf juga merupakan sumber pendapatan negara Islam selain dari zakat, kharaj, jizyah, sumber galian dan lain-lain sumber ekonomis di Kedah.

Di Kedah, wakaf di laksanakan oleh Tabung Baitul Mal Kedah (TBK). TBK sendiri di bawah wewenang Majlis Agama Islam Kedah. Menyadari hal ini, Tabung Baitul Mal Kedah sedang berusaha untuk merancang dan membangunkan harta wakaf serta mencoba untuk mengatasi masalah yang dihadapi, terutamanya kekurangan karyawan yang terlatih di Bahagian Wakaf di Tabung Baitul Mal Kedah38.

Malaysia memiliki tanah wakaf yang amat luas dan jika dikelola boleh memberi dampak kepada pembangunan ekonomi umat Islam khasnya dan Negara amnya. Keluasan tanah wakaf di Malaysia ialah sebanyak 20,735.61 hektar dimana sebanyak 14,815.787 hektar adalah wakaf khas dan 5,919.83. Negara bagian Kedah

37

Wawancara Pribadi. Zulhazmi Bohari. Kedah. 13 April 2008.

38


(35)

memiliki tanah wakaf sebanyak 420 hektar adalah wakaf khas dan tanah wakaf am sebanyak 423.34 hektar melebihi wakaf khas. Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM) mencatatkan jumlah tanah wakaf di Malaysia seperti berikut39:

TABEL TANAH WAKAF DI MALAYSIA PADA TAHUN 2007

wakaf No Negeri

Khas Am Jumlah Ekar (e)

1 Kelantan 171.54 E 133.12 E 304.66

2 Wilayah Persekutuan 5.47 22.07 27.54

3 Terengganu 204.43 E 43.01 E 247.44

4 Sarawak 93.9168 hektar +

0.240 E + 19489.2sq. metres

= 236. 929 E

236.929

5 Pahang 3984 A 4.14 R

4.08P

3985

6 Sabah 4.178 E 25.42 E 29.598

7 Johor 1951A. 2R.23.01P 3976A. 5928

8 Perlis 218.69E 8.75E 227.44

9 Melaka 773.39E 69.97E 843.34/

10 Kedah 420E 423.34E 843.34

11 Negeri Sembilan 1727.35E 61.25E 1788.60

12 Selangor 621.10E 442.15E 1063.25

13 Perak 4474 3R 30.02P 647E 1R

7P

5122

14 Pulau Pinang 22.21E 67.05E 89.26

Jumlah 14,815.787 5919.83 20,735.61

Untuk membantu Tabung Baitul Mal Kedah mengatasi masalah dan membangun institusi wakaf dan mengelola harta wakaf (baik harta alih atau harta

39

Artikel ini diakses pada 14 April 2008 http://ilmuone.wordpress.com/2007/02/22/wakaf-dan-peranannya-dalam-pembangunan-ummah/


(36)

benda bergerak atau benda tidak bergerak), pemerintah Malaysia telah mendirikan Jabatan (Departemen) Wakaf, Zakat Dan Haji (JWZH) pada 27 Maret 200440.

Selain mengelola tanah-tanah wakaf, Departemen ini juga diamanahkan untuk memperkenalkan produk-produk baru wakaf selaras dengan perubahan semasa. Pelaksanaan-pelaksanaan terbaik perlu dikenal pasti dan dijadikan pemicu bagi membangunkan institusi-institusi wakaf agar terus berperan meningkatkan ekonomi umat dan menyelesaikan masalah tanah wakaf masyarakat41.

Secara umum pelaksanaan wakaf di Malaysia dapat dibahagikan kepada dua bahagian, yaitu:

1. Pelaksanaan Wakaf secara Tradisi

Pelaksanaan wakaf secara tradisi boleh dirujuk kepada kebiasaan pelaksanaan berwakaf yang dilakukan oleh masyarakat Islam di Negara Bagian Kedah, yaitu digunakan untuk perkuburan orang-orang Islam dan tempat-tempat pengajian madrasah dan Sekolah Agama Rakyat42. Selain itu dibangun juga:

a. Pembangunan permis-permis perniagaan.

b. Pembangunan rumah-rumah perlindungan seperti rumah orang-orang miskin, rumah-rumah janda, rumah anak-anak cacat.

c. Pembangunan proyek-proyek perumahan.

d. Pembangunan proyek-proyek perladangan dan pertanian.

40

Safiah Muhammad, “Kearah Pelaksanaan Sistem Perakaunan Wakaf Yang Piawai”.

Kovensyen Wakaf Kebangsaan 2006. h. 5.

41

Ibid., h. 5

42


(37)

2. Pelaksanaan Wakaf dengan Sistem Baru (Moderen)

Pelaksanaan wakaf secara moderen telah diperkenalkan pada awal tahun1980. Waktu itu bermula setelah terhasilnya cetusan pemikiran oleh Mufti Johor dalam perbentangan Kertas Kerja yang berjudul “Saham Wakaf dan Gantian” di Majlis Fatwa Kebangsaan pada tahun 198143. Cetusan pemikiran tersebut telah

menghasilkan beberapa produk wakaf baru yang amat sesuai dengan perkembangan zaman. Di antara produk wakaf secara moderen yaitu:

a. Saham Wakaf

Saham wakaf merupakan produk baru dan pelaksanaannya berdasarkan kepada keputusan yang di buat oleh Majlis Fatwa Kebangsaan pada tahun 1981. Ia adalah satu cara untuk berwakaf melalui uang tunai dengan cara membeli unit-unit saham yang ditawarkan oleh Majlis Agama Islam Negeri-negeri dan mewakafkan saham-saham tersebut kepada Majlis sebagai pemegang amanah. Bagi Tabung Baitul Mal Kedah harga minimum satusaham adalah RM 10.00 (Rp. 25.000) dan tidak ada batasan maksimal. Kutipan dari sumbangan saham wakaf dan harta wakaf dikumpul dalam satu Kumpulan Uang Wakaf44. Kumpulan uang ini disalurkan untuk melaksanakan

pelbagai aktivitas pembangunan yang berbentuk kekal ‘ainnya. Ia dibuat dalam bentuk pembangunan harta tanah wakaf dan untuk pembangunan

43

Nooh Gadot, Pelaksanaan Wakaf Johor. (Kovensyen Wakaf Kebangsaan 2006) h. 10.

44


(38)

ekonomi umat Islam termasuk membeli tanah hak orang Islam supaya tidak terjatuh ke tangan orang bukan Islam.

b. Dana Wakaf

Dana wakaf ini adalah merujuk kepada satu tabung yang dibentuk bagi mendapatkan dana sebanyak mungkin dengan tujuan untuk membangun dan memajukan tanah-tanah wakaf45.

c. Takaful Wakaf

Hanya satu institusi yang memperkenalkan Takaful Wakaf yaitu Takaful Malaysia. Takaful Wakaf akan menerima perwakafan dalam satu jumlah tertentu untuk tempoh masa sempurna. Sekiranya pewakaf tersebut meninggal dunia lebih awal dari tempoh masa tertentu (dalam tempoh masa yang dipilih)

waqif, maka niat waqif itu akan disempurnakan oleh pihak Syarikat Takaful walaupun si waqif tidak sempat membayar kesemua bayaran di bawah tanggungan Takaful Wakaf yang di ikutinya46. Sekiranya si pewaqif masih

hidup sampai waktu sempurna, maka jumlah uang yang diwakafkan itu akan dibayar kepada institusi seperti mana yang diniatkan oleh si waqif.

d. Wakaf Kaki

Wakaf kaki adalah merujuk kepada pembelian harta tanah mengikut ukuran atau kaki persegi dan kemudian akan mewakafkan kembali saiz atau ukuran

45

Ibid. h. 17

46

Mustaffa Mohd Fauzi, “Peranan Takaful Dalam Penjanaan Wakaf Tunai Sebagai Produk Baru Wakaf”. (Kovensyen Wakaf Kebangsaan 2006) h. 2.


(39)

tertentu yang dibeli melalui pemegang amanah wakaf tersebut. Wakaf ini juga dikenal dengan nama wakaf petak atau wakaf lantai47.

Dari uraian di atas, produk wakaf moderen ini telah dilaksanakan dan mendapat sambutan baik dari kalangan pewakaf dan pemerintah karena mendatangkan manfaat kepada masyarakat terutamanya golongan yang memerlukan bantuan.

C.Keberadaan Nazdir Dan Wewenangnya

Nazhir berasal dari kata kerja bahasa Arab

ا

ﺮﻈ

ﺮﻈ

ﺮﻈ

mempunyai arti, “menjaga, memelihara, mengelola dan mengawasi”48. Adapun nazhir adalah isim fa’il dari kata “nazhara” yang dapat diartikan ke dalam bahasa Indonesia dengan pengawas (penjaga) dan dalam bahasa Melayu ialah pengurus (pengelola).

Sedangkan nazhir wakaf adalah orang yang diberi tugas untuk mengelola wakaf. Pengertian ini kemudian di Negara bagian dikembangkan menjadi kelompok orang atau badan hukum yang diserahi tugas untuk memelihara dan mengurus benda wakaf. Dengan demikian, nazhir berarti orang yang berhak untuk bertindak atas harta wakaf, baik untuk mengurusnya, memeliharanya, dan mendistribusikan hasil wakaf kepada orang yang berhak menerimanya49.

47

Awang, Che Omar. “Pelaksanaan Wakaf Pelaksanaan Di Malaysia”. h. 7

48

Sais Agil Husin Al-Munawar, “Hukum Islam dan Pluralitas Sosial”.(Jakarta: Penamadani, 2004) h.151.

49


(40)

Pada dasarnya siapa pun dapat manjadi nazhir asalkan ia dapat melakukan tindakan hukum. Akan tetapi, karena tugas nazhir menyangkut harta benda dan pemanfaatannya harus diberikan kepada pihak yang berhak menerimanya dan mampu sebagai pengelola. Itulah sebabnya Jabatan nazhir harus dipercayakan oleh orang yang mampu menjalankannya50.

Mengingat salah satu tujuan wakaf ialah menjadikannya sebagai sumber dana yang produktif, tentu memerlukan nazhir yang mampu melaksanakan tugas-tugasnya secara professional dan bertanggung jawab. Syarat moral yang harus ada pada nazhir

adalah paham tentang hukum wakaf, baik dalam tinjauan syari’ah maupun perundang-undangan negara, jujur, amanah dan adil sehingga dapat dipercaya dalam proses pengelolaan dan pentasharrufan kepada sasaran wakaf serta punya kecerdasan baik emosional maupun spiritual51.

Syarat manajemen pada nazhir pula ialah mempunyai kapasitas dan kapabilitas yang baik dalam leadership, visioner, mempunyai kecerdasan yang baik secara intelektual dan pemberdayaan serta professional dalam bidang pengelolaan harta. Dan yang terakhir syarat bisnis ialah harus mempunyai sifat keinginan, pengalaman atau siap untuk dimagangkan dan punya ketajaman melihat peluang usaha sebagaimana layaknya entrepreneur52.

50

Ibid. h. 62

51

Ibid. h 153.

52

Munzir Qahaf, Edisi Indonesia:“Manajemen Wakaf Produktif” (Jakarta, Pustaka al-Kaustar Grup, 2007, Cet. Ketiga) h. 167.


(41)

Meskipun demikian, tidak berarti bahwa nazhir mempunyai kekuasaan mutlak terhadap harta yang diamanatkan kepadanya53 seperti tidak boleh menjual,

menggadaikan atau menyewakan harta wakaf, kecuali diizinkan oleh pengadilan. Ketentuan ini sesuai dengan masalah kewarisan dalam kekuasaan kehakiman yang memiliki wewenang untuk mengontrol kegiatan nazhir54.

Hal ini menunjukkan bahwa wewenang nazhir dibatasi oleh ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh waqif maupun hakim. Sebagai contoh, masalah sewa-menyewa harta wakaf ini diperbolehkan jika dapat mengembangkan harta wakaf. Hanya saja, sewa-menyewa tersebut harus mendapatkan izin dari waqif, Tabung Baitul Mal Kedah (TBK) dan Majlis Agama Islam Kedah (MAIK)55.

Adapun tugas-tugas nazhir antara lain sebagai berikut56:

1. Pengurusan pendaftaran tanah wakaf dan perkara yang berkaitan dengan

pendaftaran seperti menyerahkan seterpikat/surat bukti pemilikan tanah permohonan kepada waqif.

2. Membuat perencanaan ke kawasan tanah dan menentukan batasannya yang hendak diwakafkan.

53

Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddiqi, Pengantar Fiqh Muamalat cet-2 (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2001) h. 20.

54

Ahmad Zaki Abdul Latif, “Pengurusan Harta Wakaf Dan Potensinya Kearah Kemajuan Pendidikan Umat Islam Di Malaysia”. (Kovensyen Wakaf Kebangsaan 2006) h. 4.

55

Wawancara pribadi dengan Zulhazmi Bin Bohari, Kedah, 14 April 2008.

56

Jabatan Wakaf, Zakat Dan Haji Jabatan Perdana Menteri, Manual Pengurusan Tanah Wakaf. h. 46.


(42)

3. Sekiranya prosedur mendapatkan hak bagi tanah-tanah wakaf yang diketahui berdasarkan dokumen luar atau dalam yang nama pemiliknya tidak dapat diketemukan (telah meninggal dunia atau lain-lain) maka pihak nazhir harus membuat maklumat mengenai tanah wakaf daripada mana-mana pihak, seperti maklumat masyarakat setempat, kantor tanah dan maklumat dalam instansi lain seperti mendapatkan Surat Ikatan Amanah dari kantor Pejabat Tanah Daerah. 4. Menyewakan tanah (benda wakaf) itu kepada pihak lain untuk diperoleh manfaat

dari harta wakaf itu.

5. Memelihara harta wakaf dapat diambilkan dari harta wakaf yang dimaksud atau diambil dari sumber lainnya kecuali harta wakaf sebelumnya pernah tidak membayar pajak sebelum diserahkan kepada Tabung Baitul Mal Kedah. Maka pajak harus dilunasi oleh pewakif terlebih dulu.

6. Membagikan hasil harta wakaf kepada pihak yang berhak menerimanya.

Di samping itu nazhir juga berkewajiban mengawasi, memperbaiki (jika rusak), mengembangkan dan mempertahankan wakaf berdasarkan pada ketentuan-ketentuan yang berlaku di tempat nazhir itu bertugas.

D. Pengawasan Harta Wakaf

Semua hukumwakaf merupakan hasil ijtihad dan ditetapkan atas dasar bahwa

nazhir adalah wakil atau wali yang menguruskan wakaf dan harus tunduk pada peraturan pengawasan. Sekalipun banyak hadist yang memperbolehkan nazhir


(43)

menurut mazhab Hambali, akan tetapi itu semua tertanggung pada kemaslahatan sesuai dengan kondisi dan pengalaman yang telah dilakukan oleh orang lain sebelumnya57.

Dalam perbahasan ini juga penulis mencoba mengetengahkan sebagian konsep perundang-undangan kontemporer dalam mengawasi kinerja nazhir dari pihak Kementerian yang berkompeten sebagai ganti dari hakim dan perbandingannya dengan metode pengelolaan perusahaan saham yang banyak dilakukan di Asia Tengah dan pengalaman di Barat telah terbukti berhasil. Antara perkara yang perlu diambil kira dalam pengawasan wakaf ialah58:

1. Kementerian Wakaf mengawasi semua nazhir wakaf Islam, karena itu dalam kementerian ini perlu dibentuk lembaga pengawasan wakaf Islam.

2. Lembaga pengawas wakaf berhak mengoreksi kinerja para nazhir wakaf dan membuat peraturan serta memantau pengurusannya, keuangannya dan meminta kepada mereka laporan secara berkala dan lain sebagainya. Lebih dari itu lembaga pengawas wakaf juga berhak mengeluarkan panduan pelaksanaan khusus menyangkut hak itu semua. Lembaga pengawas wakaf juga berhak menolak tindakan nazhir dan disertai alasan yang jelas.

3. Apabila pendapatan wakaf produktif berkurang dari semestinya selama tiga bulan yang lewat secara berturut-turut maka lembaga pengawas wakaf berhak memanggil nazhir dan mengadakan pemantauan apakah berkurangnya

57

Ibid, Sais Agil Husin Al-Munawar, “Hukum Islam dan Pluralitas Sosial”.h 159

58

Hishamuddin Mohd Ali, “Pelaburan Wakaf: Strategi Dan Rangka Kerja Perundangan Islam”. (Kovensyen Wakaf Kebangsaan 2006) h. 8.


(44)

pendapatan itu disebabkan oleh kesalahan manajemen, kelengahan atau tindakan yang ceroboh59. Jika disebabkan oleh salah satu di antara tiga sebab di atas, maka

nazhir dapat diberhentikan dengan mengeluarkan surat pemberhentian disertai alasan-alasan yang jelas.

4. Semua harta milik wakaf sosial harus dibebaskan dari pajak; baik wakaf yang bersifat wakaf khusus atau wakaf am. Pembebasan pajak ini meliputi pajak produksi, pajak penjualan, pajak ekspor dan impor dan semua jenis pajak langsung maupun tidak langsung60.

5. Harta wakaf berhak mendapatkan perlindungan dan perawatan sebagaimana harta umum. Karena itu, harta wakaf tidak boleh dipindah tangankan atau dimiliki secara pribadi dan kepada yang merusaknya diberikan hukuman sebagaimana hukuman yang diberikan kepada mereka yang merusak harta umum61.

6. Nazhir wakaf boleh mencari dana yang layak untuk membangun tanah wakaf dan mengembangkan asetnya dari berbagai sumber di dalam negeri atau luar negeri dengan syarat pencarian dana tersebut dilakukan sesuai dengan cara yang diperbolehkan oleh syariat Islam62.

59

Ibid, Jabatan Wakaf, Zakat Dan Haji Jabatan Perdana Menteri. “Manual Pengurusan Tanah Wakaf” (Kuala Lumpur 2006) h. 49.

60

Megat Mohd. Ghazali Megat Abd. Rahman, , “Pembangunan Tanah Wakaf: Isu, Prospek Dan Strategi”. (Konvensyen Wakaf Kebangsaan 2006) h. 12.

61

Satria Effendi M. Zen, “Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, Analisis Yurisprudensi Dengan Pendekatan Ushuliyah”. Jakarta, Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Jakarta, cet, 1, 2004) h. 470.

62


(45)

Sebenarnya kebanyakan bentuk pengembangan wakaf harus mendapat perhatian berdasarkan tujuan syariat dalam menjaga harta wakaf dan pengembangannya, untuk meningkatkan amal kebaikan di tengah-tengah masyarakat dan menjaga hak-hak wakif yang ada perannya. Sebab hanya dengan meningkatnya manfaat wakafnya, pahala wakif dapat ditingkatkan dengan izin Allah S.W.T.


(46)

BAB IV

ANALISIS TERHADAP PERMASALAHAN WAKAF DI NEGARA BAGIAN KEDAH

D. Prosedur Pendaftaran Wakaf Dan Perubahan Status Harta Wakaf.

Peraturan sudah ada, tetapi masyarakat tidak mengetahui bagaimana cara menggunakannya, seperti dijelaskan dalam prosedur ini, pendaftaran tanah yang diwakafkan oleh individu (orang Perorangan), syarikat dan Pihak Berkuasa Negeri supaya menepati kaedah syarak dan sesuai dengan peruntukan Kanun Tanah Negara. Terdapat beberapa pendekatan yang dapat digunakan oleh Majlis Agama Islam Negeri (MAIN) sebagai panduan untuk Tabung Baitul Mal Kedah antaranya ialah: 1. Proses Permohonan Mendaftarkan tanah wakaf individu dan cara yang perlu

diambil oleh Majlis Agama Islam Negeri Kedah/Tabung Baitul Mal Kedah seperti berikut63 :

a. Permohonan mendaftarkan tanah wakaf boleh dilakukan oleh pewakaf dengan menggunakan “Borang Berwakaf” Tabung Baitul mal Kedah (Majlis Agama Islam Kedah) sebagaimana dilampirkan. Maklumat yang diperlukan adalah seperti berikut.

1) Surat Permohonan/ kebenaran daripada pewakaf dan mereka yang berkaitan dengan benda (ain) wakaf.

63

Jabatan Wakaf, Zakat Dan Haji Jabatan Perdana Menteri. “Manual Pengurusan Tanah Wakaf” (Kuala Lumpur 2006) h. 15-21.


(47)

2) Salinan Kad Pengenalan (Kartu Tanda Pengenalan) pewakaf dan mereka yang berkaitan

3) Salinan Geran/ surat hak milik (seterpikat tanah) 4) Salinan cukai tanah terbaru (Pajak tanah)

5) Salinan pelan tanah yang menunjukkan luas kawasan dan lokasi tanah wakaf yang dicadangkan.

6) Lain-lain dokumen berkaitan (jika ada)

Seperti mana yang terkandung dalam IV Seksyen 416C- Peruntukan-peruntukan mengenai hak-hak dalam keseluruhan atau sebahagian tanah berimilik yang terletak hak (memberi/pewaqif) pada penerima pindahan64.

1. Jika sekiranya keseluruhan atau sebahagian mana-mana tanah bermilik yang dipegang oleh pemindah diduduki, digunakan, dikawal atau diuruskan oleh penerima pindahan di bawah apa-apa hak atau kelayakan (entitlement) yang diperolehi dengan cara derma (donation), hadiah (gift), warisan (bequest), kebenaran (permission), persetujuan (consent), atau apa-apa cara yang lain, dari pemindah atau mana-mana pendahulu dalam hak milik pemindah untuk apa-apa maksud statutori berkuatkuasa, hak penerima pindahan kepada pendudukan, pengunaan, kawalan atau pengurusan tersebut hendaklah, atas permohonan secara bertulis olehnya kepada pendaftar, diendorskan atas dokumen hakmilik daftaran kepada tanah, jika Pendaftar berpuas hati bahawa peletakkan statutori tentang hak atau kelayakan tersebut pada penerima pindahan telah dikuatkuasakan.

64


(48)

2. Hak yang diendroskan di atas dokumen hakmilik daftaran di bawah kanun (1) hendaklah berkuatkuasa dari tarikh bilamana peletakkan statutori itu berkuatkuasa dan akan kekal pada seluruh tempoh hakmilik itu dan hendaklah mengikat setiap tuan punya tanah yang kemudian.

Pada seksyen65 ini pihak Tabung Baitulmal Kedah (TBK) selaku pihak yang menguruskan segala tanah wakaf berdasarkan peruntukan Undang-undang Pentadbiran Agama Islam bisa memohon supaya posisi (memberi/pewaqif) yang berkanun di bawah seksyen 416 C Kanun Tanah Negara (KTN) digunakan bagi mendaftar semua tanah wakaf sebagaimana yang dinyatakan dalam Pekeliling Ketua Pengarah Tanah Dan Galian Persekutuan Bil. 8/1999.

1. Pengelola harta wakaf yaitu pegawai Tabung Baitul Mal Kedah yang bertanggungjawab tentang wakaf menseleksi dan membuat siasatan ke atas kesahihan permohonan wakaf berdasarkan formulir yang terlampir66.

2. Pengurus wakaf menyerahkan surat tanda terima permohonan wakaf kepada pewakaf dan mengambil tindakan seperti berikut67:

a. Membuat rencana menerusi pencarian di Kantor Tanah daerah/Kantor Pengarah Tanah dan Galian bagi mendapat kepastian maklumat tanah dan status hak pewakaf ke atas tanah yang hendak diwakafkan, serta membuat pemeriksaan kawasan yang hendak diwakafkan untuk memastikan kedudukan

65

Istilah Seksyen dimaksudkan dengan pasal, seperti yang ada pada Undang-undang di Indonesia atau dalam bahasa Indonesia “statuta”.

66

Ibid, Jabatan Wakaf, Zakat Dan Haji Jabatan Perdana Menteri. “Manual Pengurusan Tanah Wakaf”. h. 17

67


(49)

tanah. Sekiranya terdapat halangan dalam dokumen hakmilik, baik karena ada batasan kepentingan ataupun halangan urusan berusaha (seperti ada larangan dan atau perintah dari pengadilan) atau digadaikan atau mempunyai tunggakan pajak tanah, maka kesemua ini perlu diselesaikan pewakaf terlebih dulu.

b. Sekiranya permohonan wakaf mendapat kelulusan daripada Pihak Berwenang Tabung Baitulmal Kedah (TBK), pengurus wakaf perlu mengambil langkah-langkah sebagai berikut:

1) Menetapkan surat cara dan menyempurnakannya serta Blanko Berwakaf seperti yang dilampirkan.

2) Urusan Pindah milik menerusi peletakhakan berkanun menggunakan Formulir G “Kanun Tanah Kedah” (Bab 81 Kedah)68.

a) Jika sekiranya keseluruhan atau sebahagian mana-mana tanah bermilik yang dipengang oleh pemindah diduduki, digunakan, dikawal atau diuruskan oleh penerima pindahan di bawah apa-apa hak atau kelayakan (entitlement) yang diperolehi dengan cara derma (donation), hadiah (gift), warisan (bequest), kebenaran (permission), persetujuan (consent), atau apa-apa cara yang lain, dari pemindah atau mana-mana pendahulu dalam hak milik pemindah untuk apa-apa maksud statutori berkuatkuasa, hak penerima pindahan kepada pendudukan, pengunaan, kawalan atau pengurusan tersebut hendaklah, atas permohonan secara bertulis olehnya kepada pendaftar, diendorskan atas dokumen hakmilik daftaran

68


(50)

kepadda tanah, jika Pendaftar berpuas hati behawa peletakkan statutori tentang hak atau kelayakan tersebut pada penerima pindahan telah dikuatkuasakan.

b) Hak yang diendroskan di atas dokumen hakmilik daftaran di bawah kanun, hendaklah berkuatkuasa dari tarikh bilamana peletakhakan statutori itu berkuatkuasa dan akan kekal pada seluruh tempoh hakmilik itu dan hendaklah mengikat setiap tuan punya tanah yang kemudian.

Tabung Baitulmal Kedah selaku pihak yang menguruskan segala tanah wakaf berdasarkan peruntukan Undang-undang Pentadbiran Agama Islam boleh memohon supaya peletakkan (pengurusan) berkanun di bawah seksyen 416C Kanun Tanah Negara (KTN) digunakan bagi mendaftar semua tanah wakaf sebagaimana yang dinyatakan dalam Pekeliling Ketua Pengarah Tanah Dan Galian Persekutuan Bil.8/1999 (seperti di lampiran)69

Prosedur Perubahan Status Harta Wakaf

Jika melihat kepada maqsad/tujuan disyariatkan, perubahan harta wakaf dengan cara menjual dalam bentuk badal (ganti) untuk membeli harta yang lebih ekonomis adalah satu yang sesuai dengan maqsad/tujuan selama mana adanya

maslahah atau kebaikan kepada semua pihak. Ada pelbagai panduan yang digariskan oleh para ulama tetapi menjurus kepada persoalan sejauh mana ia mencapai maslahah

yang dikehendaki daripada pensyariatan wakaf70. Sebagai contoh untuk

69

Ibid.Kanun Tanah Negara. h. 60

70


(51)

membolehkan wakaf ditukar atau diganti, Mazhab Hanbali hanya mensyaratkan wujudnya hajat atau kebutuhan penukaran tersebut. Sedangkan Mazhab Hanafi mensyaratkan yaitu harta asal yang diwakafkan tidak dapat dimanfaatkan dan hendaklah diganti dengan harta bukan uang. Bagaimana pun hal itu adalah masalah

ijtihad, setiap masalah perlu diteliti posisi hukum sesuatu maslahah, mungkin berbeda dengan maslahah yang lain71.

Harta wakaf terbagi dalam dua bagian: Yang pertama adalah barang-barang atau tanah yang dijadikan wakaf oleh pengelola wakaf dari hasil wakaf itu sendiri72. Misalnya masjid yang diwakafkan itu mempunyai ladang (kebun), lalu pengurus wakaf menyewakannya dan dari hasilnya dia membeli atau membangun toko yang manfaatnya digunakan untuk kepentingan wakaf tadi atau diperoleh toko sebagai sumbangan dari para dermawan. Jika barang-barang tersebut termasuk dalam kategori ini, maka barang-barang tersebut boleh dijual atau ditukar, sepanjang dalam hal tersebut terdapat kemaslahatan.

Barang-barang tersebut pada hakikatnya bukan wakaf, melainkan hasil atau kekayaan barang wakaf, maka pengelola wakaf berhak menggunakannya demi kemaslahatan, sama seperti haknya menggunakannya hasil kebun masjid demi kemaslahatan masjid, kecuali bila hakim syar’i yang langsung menangani pewakafan

71

Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, “Hukum Wakaf”. Penterjemah Ahrul Sani Faturrahman, (Dompet Dhuafa Republika Dan IIMaN, cet.1, 2004.) h.479.

72

Muhammad Akram Laldin, “Maqasid Syariah Dalam PelaksanaanWaqaf” (Konvensyen Wakaf Kebangsaan 2006) h. 12.


(52)

barang yang dibeli oleh pengelola. Dalam kasus seperti itu, barang tersebut tidak boleh dijual kecuali karena adanya alasan-alasan yang membolehkannya73.

Jenis yang kedua adalah barang-barang yang diwakafkan oleh kaum dermawan demi kemaslahatan masjid atau madrasah. Misalnya ada seorang yang mewasiatkan rumah, toko atau tanahnya agar dijadikan wakaf bagi masjid atau madrasah, atau ia sendiri yang langsung mewakafkan barang-barang tersebut.

Barang-barang seperti ini diberi hukum sebagai barang-barang wakaf khusus, yang boleh dijual karena adanya alasan-alasan yang membolehkannya, misalnya rusak atau hasil sangat kecil dan nyaris tidak ada sama sekali. Tanpa alasan-alasan tersebut, barang-barang itu tidak boleh dijual. Misalnya kalau masjid tersebut runtuh atau ditinggalkan dan harta wakaf masjid itu tidak manfaat lagi, maka barang-barang wakaf yang dikhususkan untuk masjid itu dapat digunakan untuk kebajikan-kebajikan, tetapi lebih utama bila ia dimanfaatkan untuk masjid lain74.

Tanah wakaf yang ditukar status wakafnya bagi kegunaan yang lain oleh Tabung Baitul Mal Kedah harus mendapatkan ada keperluan untuk menukar status wakaf ke atas salah satu tanah wakaf atas sebab berikut75:

a. Niat waqif tidak boleh dilaksanakan karena keadaan permukaan tanah yang tidak baik untuk diusahakan.

73

Ibid, h. 14.

74

Ziswaf, Goh Chok Tong Kepicut Wakaf, Republika. 20 april 2008.

75

Mahmood Zuhdi Abd Majid, Konsep, Objektif Dan Amalan Wakaf Dalam Islam (Seminar Wakaf Negeri Kedah, Alor Setar Kedah, 2006) h. 30.


(53)

b. Maslahat umum umat Islam seperti pembinaan rumah untuk korban bencana dan pembinaan sekolah atau masjid.

c. Perlu diambil Pemerintah bagi maksud manfaat khusus.

Perkara yang harus dilakukan oleh Tabung Baitul Mal Kedah untuk proses penukaran atau perubahan tanah wakaf adalah seperti berikut76:

a. Pengurus wakaf perlu membuat rencana ke atas tanah yang hendak ditukar.

b. Pengurus wakaf harus mendapatkan penilaian daripada Jabatan Penilaian Dan Perkhidmatan Harta (JPPH).

c. Pengurus wakaf menyediakan laporan atas maksud menukar status wakaf berdasarkan kriteria berikut:

1) Nilai tanah baru yang sama atau lebih baik. 2) Luas tanah baru yang sama atau lebih luas.

3) Tanah yang digantikan hendaklah memenuhi syarat asal tanah yang diwakafkan

4) Penggunaan tanah yang sama mengikut wakaf asal. (walau bagaimanapun pertimbangan sesuatu pertimbangan sesuatu kriteria tunduk kepada keputusan Jawatankuasa Fatwa)

d. Pengurus wakaf menyediakan kertas kerja mengandung urusan di atas dan dibawa ke Jawatankuasa Fatwa.

e. Pengurus wakaf mengangkat hasil musyawarah bagi mendapat Perkenan Duli Yang Maha Mulia Sultan (DYMM)/Seri Paduka Baginda Yang Dipertuan Agong/

76


(54)

Tuan Yang Terutama (Negeri yang tidak mempunyai sultan yaitu Sabah, Sarawak, Pulau Pinang dan Melaka).

f. Pengurus wakaf melaksanakan aktivitas seperti yang berikut:

1) Menjual tanah wakaf asal yang telah diputuskan untuk digantikan77.

a) Pengurus wakaf mengenal pasti agensi/individu dan membuat tawaran

kepada yang berminat.

b) Menguruskan proses pindah milik tanah wakaf asal setelah dikenal pasti pembelinya.

c) Menerima bayaran hasil jualan dan memasukkan ke dalam akaun istibdal untuk membeli tanah baru yang lebih baik atau harta wakaf yang lebih manfaat kepada masyarakat.

2) Membeli tanah baru dari uang pampasan bagi mengantikan tanah wakaf (asal)78.

a) Pengurus wakaf mengenal pasti tanah wakaf baru yang sesuai bertepatan dengan kaedah syara’.

b) Mendaftarkan pindahmilik tanah wakaf atas nama Tabung Baitul Mal Kedah dan merekodkan harta wakaf baru dalam buku Daftar Tanah Wakaf.

Walaupun bertentangan dengan Seksyen IV Bab 81 Kedah yaitu “….dengan syarat harta berkenaan tidak boleh dijual, diberikan kepada orang lain dan diwarisi”

tetapi karena maslahah khusus dari Pemerintah untuk kegunaan rakyat umum dan

77

Ibid, , Mhammad Akram Laldin, “Maqasid Syariah Dalam PelaksanaanWaqaf”. h. 13.

78


(55)

telah mendapat keputusan dari Jawatankuasa Fatwa setelah meneliti maslahah

tersebut79.

1. Walaupun sudah ada peraturan berwakaf tetapi masyarakat tetap tidak mengetahui cara dan bagaimana harus berwakaf, karena mereka lebih suka berwakaf mengikut cara tersendiri atau sebelumnya dengan kehadiran kepala desa atau saksi-saksi yang bertempat tinggal dikawasan itu. Dengan ini sekiranya terjadi sesuatu perkara yang tidak diingini seperti perebutan tanah sebagai contoh, kemudian melibatkan yang berwenang, maka akan membebankan pihak yang berwenang karena peraturan sudah disediakan tetapi masyarakat tidak tahu bagaimana prosedur berwakaf.

2. Dengan banyaknya peraturan yang disediakan, masih lagi terdapat masyarakat yang mengalami kesulitan bila hendak berwakaf karena bagi masyarakat yang tinggal dikawasan pendalaman amat sukar untuk mengetahui lebih banyak prosedur berwakaf disebabkan tidak terdapat kemudahan-kemudahan seperti internet, sosialisasi antara orang luar dan sebagainya.

3. Kerajaan sudah menyediakan berbagai cara seperti mengadakan sosialisasi bagi menggalakkan orang ramai melakukan ibadah wakaf selaras dengan kehendak semasa, menyelaras rekod tanah Wakaf, mengurus sewaan tanah Wakaf, menerima dan menyelaras hasil-hasil Wakaf, mengurus permohonan penggunaan hasil Wakaf, menjalankan rencana terhadap maukuf yang hendak mewakafkan

79

Noor Naemah Abd. Rahman, “Fatwa-fatwa Wakaf Di Malaysia : Analisa Khusus Di Negeri Kelantan. ( Konvensyen Wakaf Kebangsaan, Kuala Lumpur, 2006) h. 6.


(56)

tanah, menyusun perancangan pembangunan tanah Wakaf, mengurus proses pengambilan pada peringkat Majlis, mengawal aktiviti pencerobohan ke atas tanah Wakaf dan menyediakan laporan tahunan dan kemajuan Wakaf. Akan tetapi masyarakat lebih suka menggunakan cara tersendiri karena menurut mereka mengikut prosedur hanya akan melambatkan proses.

E. Hambatan Dalam Membangun Harta Wakaf

Pelaksanaan wakaf untuk Negara Bagian Kedah tidaklah semudah yang dicadangkan. Ini karena umat Islam di Kedah kurang mewarisi tanah atau harta pemilikan seperti yang ada pada negara Islam yang lain. Oleh itu cabaran yang terbesar adalah untuk meujudkan wakaf tersebut. Mewujudkan wakaf adalah dengan berusaha untuk memiliki sesuatu harta yang mana ia dapat menjadi sesuatu yang boleh memberi manfaat kepada masyarakat secara berkekalan. Dalam merancang dan menguruskan pembangunan wakaf, pelbagai pengalaman dalam pengelolaan dan pengurusan harta wakaf. Seperti sumber manusia, struktur organisasi, sistem dan prosedur, kepimpinan, kemahiran dan sumber keuangan. Antara hambatan-hambatan yang dihadapi dalam membangunkan harta wakaf ialah80:

1. Kurang karyawan professional yang kompeten untuk mengurus, membangun dan memajukan harta-harta wakaf.

80


(57)

2. Prosedur pengurusan dan pengelolaan harta wakaf yang kurang jelas peraturan dan proses-proses dalam pewakafan menyulitkan orang ramai yang hendak berwakaf.

3. Undang-undang wakaf antar propinsi-propinsi di Malaysia tidak selaras dan mengwujudkan perbedaan dalam pengertian, tafsiran, tatacara mengeluar fatwa dan hukum. Tidak ada peraturan khusus berkaitan pengurusan dan pentadbiran wakaf, menyebabkan pencerobohan tanah wakaf dan kegagalan tanah wakaf ini dibangunkan karena tidak jelas kedudukannya.

4. Keadaan tanah wakaf yang berantakan dan saiznya yang kecil serta tidak sesuai/ekonomis untuk dibangunkan (termasuk tanah-tanah yang perkongsian bersama ahli keluarga)

5. Kurang sumber keuangan untuk membangun proyek-proyek yang boleh memberi manfaat kepada masyarakat seperti proyek perumahan, tempat perniagaan dan sekolah karena peruntukan perbelanjaan Majlis yang terhad.

6. Kurang kefahaman dari masyarakat tentang pembangunan umat melalui Institusi Wakaf.


(58)

Table 4.1

Persentase Pengetahuan Masyarakat Kedah Terhadap Pelaksanaan Wakaf yang dilaksanakan oleh Kerajaan Kedah.

TAHUN PERSENTASE

2003 10% 2004 15% 2005 30% 2006 30.7% 2007 35% 2008 40%

Sumber data: dari Tabung Baitul Mal Majlis Agama Islam Kedah.

C. Analisa Penulis

Sebagaimana yang diterangkan pada bab awal, definisi yang dibuat di negeri-negeri bagian Malaysia yaitu hanya mentafsirkan wakaf “am” dan wakaf “khas” sedangkan pengertian wakaf itu sendiri mengikut pendapat imam mazhab terutamanya Imam Syafi’i. Tidak ada istilah khusus dalam undang-undang Kanun Tanah Negara mau pun Akta Pentadbiran Undang-undang Islam (Wilayah-wilayah Persekutuan).


(59)

Meneliti kepada realitas dan perkembangan semasa yang berlaku di Kedah, penulis berpandangan bahwa tafsiran bagi definisi wakaf hendaklah dibuat secara umum tanpa menyatakan “kekal” atau “bertempoh”. Penulis mengutip pandangan Imam Syafi’i tentang tempoh wakaf, justeru apabila sesuatu wakaf dibuat kepada orang miskin ataupun kepada masjid untuk satu tempoh masa tertentu seperti setahun dan lainnya, maka ia batal dan tidak sah. Begitu juga sebagian fuqaha yang lain berpandangan elemen kekal merupakan syarat untuk mewujudkan suatu wakaf yang sah di sisi undang-undang Islam. Ini karena sesuatu transaksi dalam sadokah berlaku secara kekal.

Justeru, sesuatu perwakafan perlu memasukkan tujuan ataupun benefisiari yang tidak mungkin terputus. Pengalaman penulis meneliti Kitab Undang-undang Negara Indonesia berkenaan definisi wakaf diatur dalam Kompilasi Hukum Islam, Buku III, Hukum Perwakafan, bab I pasal 215 menyatakan “Wakaf adalah perbuatan hukum yang memisahkan seseorang atau kelompok orang atau hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam”81. Juga dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, bab I

pasal 1 menyatakan “ Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan / atau menyerahkan sebagian atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan

81


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Abang Mohd. Naillie, Abang Mohd. Shibilie. Prasarana Pelaksanaan Wakaf, Utusan Kedah ( Alor Setar), 8 April 2008.

Abbas, Ahmad Sudirman. “Wakaf Persektif Ulama Mazhab Dan Hukum Positif”. Cet.I, Yayasan Nuansa Cendikia, 2006.

Abdul Latif, Ahmad Zaki. “Pengurusan Harta Wakaf Dan Potensinya Kearah

Kemajuan Pendidikan Umat Islam Di Malaysia”. Kuala Lumpur:

Konvensyen Wakaf Kebangsaan, 2006.

Abdul Majid, Mahmood Zuhdi. Konsep, Objektif Dan Amalan Wakaf Dalam Islam. Alor Setar: Seminar Wakaf Negeri Kedah, 2006.

Abdul Rahman, Noor Naemah. “Fatwa-Fatwa Wakaf Di Malaysia”: “Analisa Khusus Di Negeri Kelantan”, Kuala Lumpur: Konvensyen Wakaf Kebangsaan, 2006.

Abdullah, Al-Kabisi Muhammad Abid. “Hukum Wakaf”. Penterjemah Ahrul Sani Faturrahman. dkk (Dompet Dhuafa Republika dan IIMaN), cet.I, 2004.

Abu Zahra, Muhammad. Al-Waqf , Beirut: Dar al-Fikr, 1971. Cet.2.

Akta Pentadbiran Undang-Undang Islam, Akta No. 505 (Wilayah Persekutuan), 1993. Ali, Atabik dan Muhdlor, dkk. “Kamus Kontemporer ‘Arab-Indonesia”. Yogyakarta

:Multi Karya Grafik,1998.

Al-Munawar, Said Agil Husin. “Hukum Islam dan Pluralitas Sosial”. Jakarta: Penamadani, 2004.

Artikel ini diakses pada 14 April 2008 http://ilmuone.wordpress.com/2007/02/22/wakaf-dan-peranannya-dalam

pembangunan-ummah/

Awang, Che Omar. “Perlaksanaan Wakaf Amalan Di Malaysia”. Kuala Lumpur: Seminar Wakaf Kebangsaan Di Kedah, 19 April 2008.

Dahlan, Abdul Aziz. “Ensiklopedi Islam”, Jakarta: PT. Lechtiar Baru Van Hoeve, 1994, Jilid 5.


(2)

Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam. “Fiqih Wakaf”. Jakarta, 2005.

Direktorat Pengembangan Zakat Dan Wakaf, “Fiqih Wakaf”, cet.3, Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Dan Penyelenggaraan Haji, 2005. Gadot, Nooh. “Amalan Wakaf Johor”. Kuala Lumpur: Kovensyen Wakaf

Kebangsaan 2006.

Hujjaaj Abu al –Hassan al-Qusyairiy al-Naisaburiy, Muslim. Shahih Muslim. Bab Wakaf, Beirut: Dar Ihhya’i al-Turas, Tt. Juz III.

Istilah Agama Islam, ed.2, cet.I, Kuala Lumpur: Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, 1986.

Jabatan Wakaf, Zakat Dan Haji Jabatan Perdana Menteri. “Manual Pengurusan Tanah Wakaf” , Kuala Lumpur, 2006.

Kanun Tanah Negara (Kedah) Akta No. 56 Tahun 1965.

Laldin, Muhammad Akram. “Maqasid Syariah Dalam Perlaksanaan Waqaf”. Kuala Lumpur : Konvensyen Wakaf Kebangsaan, 2006.

Mahamood, Siti Mashitoh, “Perundangan Wakaf Dan Isu-isu Berbangkit”. Kuala Lumpur: Kovensyen Wakaf Kebangsaan, 2006.

Marthon, Said Sa’ad. “Ekonomi Islam Di Tengah Krisis Global”. Cet.I, Terbitan Maktabah Ar-Riyadh, Saudi Arabia, 2001.

Mas’ud, Ibnu dan Abidin, Zainal. Fiqih Mazhab Syafi’i. Jakarta: CV Pustaka Setia, 2000.

Megat Mohd Ghazali, Megat Abdul Rahman. “Pembangunan Tanah Wakaf: Isu, Prospek Dan Strategi”. Kuala Lumpur: Konvensyen Wakaf Kebangsaan, 2006.

Mohammad, Safiah. “Kearah Pelaksanaan Sistem Perakaunan Wakaf Yang Piawai”. Kuala Lumpur : Kovensyen Wakaf Kebangsaan, 2006.

Mohd Ali, Hishamuddin. “Pelaburan Wakaf: Strategi Dan Rangka Kerja Perundangan Islam”. Kuala Lumpur: Kovensyen Wakaf Kebangsaan, 2006.


(3)

Mohd Fauzi, Mustaffa. “Peranan Takaful Dalam Penjanaan Wakaf Tunai Sebagai Produk Baru Wakaf”. Kuala Lumpur: Kovensyen Wakaf Kebangsaan, 2006. Mohd Zen, Satria Effendi. “Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer,

Analisis Yurisprudensi Dengan Pendekatan Ushuliyah”. Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004.

Mughniyah, Muhammad Jawad, Fiqh Lima Mazhab: Ja’fari, Hanafi, Maliki, Syafi’I, Hambali., Penerjemah, Masykur A.B., Afif Muhammad, Idrus Al-Kaff; Penyunting Faisal Abudan Umar Shahab, Cet -17 Jakarta: Lentera, 2006. Nawawi, Hadar. Metode Penelitian Sosial, Gadjah Mada University, Yogyakarta,

1993

Normaz, Wana Ismail. “Ekonomi Asas” Ed.2, Malaysia: Prentice Hall Pearson, 2004. ORDINAN ACARA MAL SYARIAH KEDAH NO. 7/1991

Qahaf Munzir, Edisi Indonesia: “Manajemen Wakaf Produktif”. Cet-3, Jakarta: Pustaka al-Kaustar Grup, 2007.

Ramli, Abdul Halim dan Sulaiman, Kamarulzaman. “Pembangunan Harta Wakaf: Pengalaman Negara-negara Islam”. Kuala Lumpur: Kovensyen Wakaf Malaysia, 2006.

Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunah, Darul Fath, 2004, Jilid 4.

Sayyid al-Fikqri, “Al-Mu’amalatu al-Madiyatu”, juz 2, Mesir, Mustafa Bab, al-Halabi, 1938.

Sohaimi, Mohd Salleh. “Serasi Urus Aset Wakaf Umat Islam.Berita Harian, Kuala Lumpur, 2 April 2008.

Totok Jumantoro. “Kamus Ilmu Ushul Fikih”, cet-1. Jakarta: Amzah, 2005.

Undang-Undang Malaysia, Perlembagaan Persekutuan. International Law Book Services (ILBS ), 2003

Undang-undang No. 41 Tahun 2004

Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqhu al-Islami wa Abdillatuhu (Damaskus, dar al-Fikri al- Mu’ashir, tt)


(4)

Wawancara Pribadi Dengan Nazam Bin Ahmad, Alor Setar, 10 April 2008.

Wawancara Pribadi Dengan Nurul Hidayah Binti Hj. Salleh, Alor Setar, Kedah, 10 April 2008.

Wawancara Pribadi dengan Zulhazmi Bin Bohari, Kedah, 13 April 2008.


(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skip si ini me rup a ka n ha sil ka rya a sli sa ya ya ng d ia juka n untuk me me nuhi sa la h sa tu p e rsya ra ta n me mp e ro le h g e la r stra ta 1 d i Unive rsita s Isla m Ne g e ri (UIN) Sya rif Hid a ya tulla h Ja ka rta .

2. Se mua sumb e r ya ng sa ya g una ka n d a la m p e nulisa n ini te la h sa ya c a ntumka n se sua i d e ng a n ke te ntua n ya ng b e rla ku d i Unive rsita s Isla m Ne g e ri (UIN) Sya fif Hid a ya tulla h Ja ka rta .

3. Jika d i ke mud ia n ha ri te rb ukti b a hwa ka rya ini b uka n ha sil ka rya sa ya a ta u me rup a ka n ha sil jip la ka n d a ri ka rya o ra ng la in, ma ka sa ya b e rse d ia me ne rima sa nksi ya ng b e rla ku d i Unive rsita s Isla m Ne g e ri Sya fif Hid a ya tulla h Ja ka rta .

Ja ka rta , 15 Se p te mb e r 2008

Ala wiya h b inti Mo hd Ya tim


(6)