Pengaruh konsentrasi dekstrin terhadap komposisi kimia dan kestabilan emulsi pasta kaldu nabati berflavor analog ayam (chickenlike flavor)

(1)

1

ABSTRAK

ELLY NURLIANA SARI, Pengaruh Konsentrasi Dekstrin Terhadap Komposisi Kimia dan Kestabilan Emulsi Pasta Kaldu Nabati Berflavor Analog Ayam (Chickenlike Flavor). Dibawah bimbingan Ir. Agustine Susilowati, M.M dan Anna Muawanah, M.Si.

Telah dilakukan pemastaan terhadap kaldu nabati berflavor analog ayam dengan formula FAT (Flavor Analog ayam menggunakan Taurin) dan FAC (Flavor Analog ayam menggunakan Vitamin C). Pemastaan dilakukan dengan cara menambahkan dekstrin dengan variasi konsentrasi 0 %; 0,25 %; 0.5 %; 0,75 %; 1 % (b/b). Analisis yang dilakukan meliputi analisis total padatan, total protein, kadar garam, kadar lemak, kadar gula pereduksi, kadar protein terlarut, kadar N-Amino, intensitas aroma ayam, kestabilan emulsi, viskositas, dan analisis senyawa dengan GCMS. Hasil penelitian dan analisis ANOVA pada taraf 5 % menunjukkan bahwa pengaruh jenis formula menghasilkan kadar gula pereduksi dan kadar protein terlarut yang berbeda nyata sedangkan pengaruh konsentrasi dekstrin menghasilkan kestabilan emulsi dan viskositas yang berbeda nyata pada pasta kaldu nabati berflavor analog ayam. Analisis senyawa dengan GCMS dilakukan pada pasta dengan intensitas aroma ayam tertinggi. Pasta kaldu nabati yang digunakan adalah pada konsentrasi dekstrin 0,5 % baik pada formula FAT dan FAC. Pada pasta kaldu nabati dengan formula FAT didapat 7 kelompok senyawa, yaitu 2 jenis senyawa sulfur dengan konsentrasi 5,67 %, 7 senyawa ester dan asam-asam organik dengan konsentrasi 18,17 %, 1 jenis senyawa hidrokarbon dengan konsentrasi 25,56 %, 1 jenis senyawa keton dengan konsentrasi 11,55 %, 1 jenis senyawa aldehid dengan konsentrasi 17,56 %, 2 jenis senyawa alcohol dengan konsentrasi 18,53 %, 1 jenis senyawa nitrogen dengan konsentrasi 2,06 % sedangkan pada pasta kaldu nabati dengan formula FAC didapat 7 kelompok senyawa, yaitu 5 jenis senyawa sulfur dengan konsentrasi 32,85 %, 9 jenis senyawa ester dan asam-asam organic dengan konsentrasi 44,17 %, 2 jenis senyawa hidrokarbon dengan konsentrasi 1,52 %, 1 jenis senyawa keton dengan konsentrasi 0,14 %, 1 jenis senyawa aldehid dengan konsentrasi 1,98 %, 1 jenis senyawa alcohol dengan konsentrasi 12,42 %, 2 jenis senyawa nitrogen dengan konsentrasi 5,08 %.


(2)

2 BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pengolahan dan pengawetan bahan makanan memiliki hubungan terhadap pemenuhan gizi masyarakat. Maka tidak mengherankan jika semua negara baik negara maju maupun berkembang selalu berusaha untuk menyediakan suplai pangan yang cukup, aman, dan bergizi.

Seiring dengan kemajuan teknologi, manusia terus melakukan perubahan-perubahan dalam hal pengolahan bahan makanan. Hal ini wajar sebab dengan semakin berkembangnya teknologi, kehidupan manusia semakin hari semakin sibuk sehingga tidak mempunyai banyak waktu untuk melakukan pengolahan bahan makanan yang hanya mengandalkan bahan mentah. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan kebutuhan makanan siap saji, makanan kalengan, makanan instan, dan lain-lain.

Ada dua hal penting yang dipertimbangkan dalam pengolahan pangan. Yang pertama adalah untuk mendapatkan bahan pangan yang aman untuk dimakan sehingga nilai gizi yang dikandung bahan pangan tersebut dapat dimanfaatkan secara maksimal. Yang kedua adalah agar bahan pangan tersebut dapat diterima, khususnya diterima secara sensori, yang meliputi penampakan (aroma, rasa, mouthfeel, aftertaste) dan tekstur (kekerasan, kelembutan, konsistensi, kekenyalan, kerenyahan) (Apriyantono, 2002). Untuk memenuhi dua hal diatas, sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan bahan


(3)

3 pangan alternatif yang memiliki nilai gizi namun tetap memperhatikan aspek citarasa (flavor). Salah satunya adalah kaldu nabati.

Kaldu nabati memiliki pengertian yaitu kacang-kacangan terfermentasi oleh Rhizopus oligosporus. Asam-asam amino dari protein dipecah oleh enzim protease kapang menghasilkan senyawa-senyawa pembentuk flavor. Penggunaan kaldu nabati dari kacang-kacangan memiliki beberapa keuntungan. Kaldu nabati dari kacang-kacangan dapat langsung dikonsumsi sebagai kuah sup, seperti miso (Jepang), dengan atau tanpa tambahan komponen lain, misalnya rempah maupun gula merah seperti pada kecap. Keuntungan lain adalah kaldu nabati merupakan produk pangan fungsional yang mengandung peptida tinggi, mengandung pigmen coklat yang berperan sebagai inhibitor lemak untuk proses peroksidasi dan anti penuaan, merupakan sumber vitamin B2 yang mereduksi proses-proses oksidasi dalam tubuh dan sifat-sifat fungsional lainnya yang mempunyai peranan bagi kesehatan selain dari rasa enak yang ditimbulkan (Susilowati, et al, 2008). Flavor sangat penting dalam apresiasi terhadap makanan. Oleh karena itu, ketika suatu bahan pangan baru diperkenalkan, bukan hanya aspek nutrisi, fungsionalitas, dan harganya saja yang menentukan kemampuan aplikasi bahan pangan tersebut tetapi flavor juga memainkan peranan penting.

Kaldu nabati dapat dimanfaatkan dan dikembangkan menjadi berbagai bentuk, salah satu alternatifnya adalah menjadi produk makanan instant. Makanan instant adalah makanan yang dapat disiapkan dengan cepat dan mudah, praktis tetapi tetap terjaga mutu dan gizinya. Salah satu produk instant yang dapat dibuat adalah pasta kaldu nabati. Dengan membuat kaldu nabati dalam bentuk pasta akan lebih menguntungkan dibandingkan dalam bentuk bubuk sehingga lebih


(4)

4 ekonomis. Dalam pembuatan pasta tidak memerlukan proses pengeringan yang memakan waktu lama seperti pembuatan bubuk pada produk kaldu lain yag ada di pasaran. Selain itu pasta lebih mudah larut dalam air sehingga mencegah kaldu menggumpal seperti pada kaldu bubuk. Bentuk tersebut dapat menambah variasi pilihan bagi konsumen yang biasa membeli kaldu dalam bentuk bubuk.

Pasta merupakan salah satu bentuk emulsi. Emulsi adalah suatu dispersi atau suspensi suatu cairan dalam cairan yang lain, yang molekul-molekul kedua cairan tersebut tidak saling berbaur tetapi saling antagonistik (F.G.Winarno, 1997). Sistem emulsi pada pasta dapat dicegah dari kerusakannya dengan cara penambahan bahan penstabil.

Bahan penstabil adalah suatu bahan yang dapat mengurangi tegangan permukaan antara dua fase yang dalam keadaan normal tidak saling melarutkan menjadi dapat bercampur dan membentuk emulsi. Pada penelitian ini bahan penstabil yang digunakan adalah dekstrin.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang diajukan pada penelitian ini adalah :

1. Apakah penambahan dekstrin pada kaldu nabati berflavor analog ayam dapat membentuk pasta?

2. Bagaimana pengaruh konsentrasi dekstrin terhadap komposisi kimia, kestabilan emulsi, dan karakteristik flavor dari pasta kaldu nabati berflavor analog ayam?


(5)

5 3. Apa saja jenis dan berapa konsentrasi senyawa komponen pembentuk

flavor pada pasta kaldu nabati berflavor analog ayam yang terpilih akibat proses emulsifikasi?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mendapatkan pasta kaldu nabati berflavor analog ayam

2. Mengetahui pengaruh konsentrasi dekstrin terhadap komposisi kimia, kestabilan emulsi dan karakteristik flavor dari pasta kaldu nabati berflavor analog ayam

3. Mengetahui jenis dan konsentrasi senyawa komponen pembentuk flavor pada kaldu nabati berflavor analog ayam yang terpilih akibat proses emulsifikasi

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk pengembangan produk kaldu dari kacang-kacangan berflavor analog ayam dalam bentuk pasta.

1.5. Hipotesis

Penggunaan penstabil dekstrin diduga akan mempengaruhi komposisi kimia dan kestabilan emulsi dari pasta kaldu nabati berflavor analog ayam.


(6)

6 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kaldu Nabati

Kaldu secara umum diartikan sebagai sari dari tulang, daging, atau sayuran yang direbus untuk mendapat sari dari bahan tersebut, contohnya adalah kaldu ayam, kaldu sapi, kaldu ikan, dan lain-lain (SNI. Kaldu, 1999). Kaldu digunakan pada masakan atau makanan untuk menambah dan memperkuat rasa dan kadang-kadang juga aroma dari masakan atau makanan tersebut.

Istilah kaldu nabati memiliki pengertian yaitu kacang-kacangan terfermentasi oleh Rhizopus oligosporus melalui fermentasi garam pada ratio tertentu selama 18-24 minggu pada suhu ruang (Susilowati, 2006). Pemecahan asam-asam amino dari protein akan membentuk senyawa-senyawa pembentuk flavor. Kaldu nabati dapat digunakan sebagai bumbu atau penyedap rasa dalam hidangan karena produk tersebut memiliki rasa dan aroma yang khas atau sebagai “flavoring agent”.

Gambar 1. Kaldu Kacang Hijau Terfermentasi oleh Rhizopus oligosporus


(7)

7 Komposisi kimia dari kaldu nabati dari kacang hijau terfermentasi adalah : Tabel 1. Komposisi kimia kaldu nabati dari kacang hijau terfermentasi

KOMPONEN KONSENTRASI

Kadar Air (%) 55,0313

Kadar Lemak (%) 0,1969

Kadar N-Amino (mg/mL berat kering) 7,7

Gula Pereduksi (mg/mL) 485

Total Protein (% berat kering) 10,953

Protein Terlarut (mg/mL) 8,3

Kadar Garam (%) 8,7

(Susilowati, dkk, 2009) 2.2. Pasta

Pasta merupakan produk yang mempunyai bentuk antara padat dan cair dan pasta tidak akan berubah bentuk jika kepadanya tidak dikenakan suatu gaya (Sutheim, 1947). Menurut Furia (1970) pasta merupakan bahan pangan beremulsi yang harus stabil komponen lemaknya yang tersebar merata dan tidak menggumpal atau berkoagulasi, pembuatan pasta kaldu dari kacang-kacangan terfermentasi dibutuhkan zat emulsifier agar memudahkan terbentuknya emulsi. Penggunaan emulsifier akan membantu selama proses ataupun sesudah pengolahan sehingga hasil akhir akan diperoleh penyebaran pertikel yang merata. Selain itu warna dan aroma tersebar merata disamping tekstur dan struktur yang halus.

Emulsi merupakan campuran antara 2 macam cairan yang tidak saling melarutkan atau campuran 2 macam larutan yang mempunyai kepolaran yang tidak sama. Terjadi pencampuran akibat dari terdispersinya cairan yang satu ke cairan yang lain dalam bentuk butir-butir kecil. Bila air dan minyak dicampur dan diemulgasi terbentuk bermacam-macam butir tetesan. Tekanan antar muka terjadi antara butiran minyak dan air sebab 2 fasa yang sejenis akan saling tarik menarik dan akan saling tolak menolak oleh fasa lain yang berbeda. Pada umumnya makin


(8)

8 besar tolakan antar fasa menyebabkan makin sulit tercampurnya kedua larutan tersebut. Suatu emulsi agar menjadi stabil dan tidak terpisah memerlukan zat lain sebagai zat penstabil dan disebut emulgator (Maron, 1973)

Pasta kaldu nabati merupakan bahan seasoning agent yang mengandung tiga komponen utama yaitu : protein, karbohidrat, dan lemak sehingga membutuhkan penstabil emulsi. Menurut Smith dan Circle (1972) protein yang terdapat dalam kacang penting artinya dalam pembentukan emulsi. Protein akan membantu pembentukan emulsi minyak dalam air karena akan berkumpul diantara minyak dan air dan akan menurunkan tegangan permukaan sehingga emulsi dapat terbentuk dengan mudah.

Pembuatan pasta kaldu nabati adalah salah satu cara pengolahan lebih lanjut dari bahan mentah kacang terfermentasi oleh Rhizopus oligosporus menjadi kaldu dalam bentuk yang berbeda. Selain itu untuk menambah varian kaldu nabati sehingga menambah nilai ekonomi dari kaldu nabati itu sendiri.

2.3. Flavor Analog Ayam

Analog ayam dapat diartikan sebagai produk nutrisi yang ekivalen dengan padanannya (kaldu ayam) tapi sama sekali tidak mengandung ekstrak ayam ataupun produk-produk dari ayam lainnya (Heinze, et al, 1978). Menurut International Flavors & Fragrances (1967), flavor analog ayam didapat dengan pemanasan cystein, tiamin, dan HVP yang dikombinasikan dengan senyawa lain seperti β-alanin, glisin, dan asam askorbat. Menurut Lane dan Nursten (1983), reaksi antara vitamin C dan cystein akan menghasilkan flavor analog ayam. Karakter daging dari daging sapi, daging babi, atau daging ayam yang direbus umumnya dikarenakan senyawa sulfur seperti 2-metil-furantiol, 2-furfuriltiol,


(9)

3-9 merkapto-2-butanon, 2/3-merkapto-3/2-pentanon, 2,5-dimetil-3-furantiol, metantiol, H2S, dan metional (Gasser dan Grosch, 1988, 1990; Mottram dan Madruga, 1994; Kerscher, 2000).

Teknologi reaksi Maillard digunakan oleh industri flavor untuk produksi proses atau reaksi flavor. Reaksi Maillard sangat penting untuk pembentukan flavor dan warna pada bahan makanan yang dipanaskan.

2.4. Reaksi Maillard

Reaksi-reaksi antara karbohidrat, khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer, disebut reaksi-reaksi Maillard. Hasil reaksi tersebut menghasilkan bahan berwarna coklat yang sering dikehendaki atau kadang-kadang menjadi pertanda penurunan mutu. Gugus amina primer biasanya terdapat pada bahan awal sebagai asam amino (F.G.Winarno, 1997).

+

Gambar 2. Jalur utama untuk pembentukan senyawa flavor selama reaksi Maillard ( Kerler, Josef dan Chris Winkel, 2002)

Gambar 2 menunjukkan jalur yang terlibat dalam pembentukan senyawa aroma yang penting selama reaksi Maillard. Ketiga jalur ini dimulai dengan

Asam Amino

Gula

1- dan 3- Deoxyosone

Produk Siklisasi

Senyawa Flavor Retro

Aldol atau pemutu

san α(β)

Produk Fragmentasi

Asam Amino

Produk kondensasi

Produk Siklisasi

C

B A

Senyawa Penataan ulang Amadori/Heyns


(10)

10 pembentukan imina antara gula pereduksi dan asama amino. Produk penataan ulang Amadori (turunan dari aldosa) atau Heyns (turunan dari ketosa) merupakan intermediet penting pada awal fase reaksi Maillard. Jalur A memperlihatkan pembentukan 1- dan 3-Deoxyosone yang mengalami siklisasi, reduksi, dehidrasi, dan/atau reaksi dengan hidrogen sulfida menghasilkan senyawa aroma heterosiklik. Jalur B digambarkan dengan fragmentasi rantai gula selama retro aldolisasi atau pemutusan α atau β. Dengan kondensasi aldol dua fragmen gula atau satu fragmen gula dan satu fragmen asam amino, senyawa aroma heterosiklik terbentuk melalui siklisasi, dehidrasi, dan/atau reaksi oksidasi. Sebagai alternatif, fragmen-fragmen tersebut dapat bereaksi dengan hidrogen sulfida dan membentuk senyawa flavor alisiklik yang sangat potensial. Jalur C melibatkan degradasi strecker dari asam amino yang dikatalisasi oleh senyawa dikarbonil atau hidroksikarbonil. Reaksi ini bernama dekarboksilasi transaminasi dan menghasilkan strecker aldehid yang berpotensi sebagai senyawa flavor. Strecker aldehid dapat juga dibentuk secara langsung dari produk penataan ulang Amadori atau Heyns (Kerler, Josef dan Chris Winkel, 2002).

2.4.1. Cystein

Cystein merupakan asam amino non-esensial bagi manusia. Karena memiliki atom S, cystein menjadi sumber utama dalam sintesis senyawa-senyawa yang mengandung belerang. Cystein berkontribusi dalam flavor ayam melalui partisipasinya dalam reaksi Maillard. Senyawa-senyawa dikarbonil yang terbentuk selama reaksi ini mengkatalisis degradasi strecker cystein membentuk merkaptoasetaldehid, asetaldehid, dan hidrogen sulfida sebagai produk degradasi primer.


(11)

11 H2N (R )

S H O

O H

Gambar 3. Struktur molekul cystein

2.4.2. Taurin

Taurin atau asam 2-aminoethanesulfonik adalah asam organik yang merupakan kandungan utama empedu dan dapat ditemukan dalam jumlah rendah di jaringan banyak binatang. Taurin adalah turunan dari asam amino yang mengandung belerang. Taurin digunakan sebagai suplai energi dalam minuman energi yang banyak terdapat di Indonesia (Widiyarti dkk, 2003).

OH S

O O

H2N

Gambar 4. Struktur molekul taurin

Dalam hal sumber senyawa sulfur alternatif bagi cystein dan tiamin, Giacino (1970) menemukan bahwa proses flavor dengan karakteristik yang mirip ditemukan ketika cystein digantikan dengan taurin (Giacino, 1970 di dalam Kerler, Josef dan Chris Winkel, 2002).

2.4.3. Vitamin C

Vitamin C adalah nutrien dan vitamin yang larut dalam air dan penting untuk kehidupan serta untuk menjaga kesehatan. Vitamin C merupakan suatu senyawa reduktor dan juga dapat bertindak sebagai prekursor untuk pembentukan warna coklat nonenzimatik. Asam-asam askorbat berada dalam keseimbangan dengan asam dehidroaskorbat. Dalam suasana asam, cincin lakton asam


(12)

12 dehidroaskorbat terurai secara irreversibel dengan membentuk suatu senyawa diketogulonat dan kemudian berlangsunglah reaksi Maillard dan proses pencoklatan (F.G.Winarno, 1997).

O H

(R ) (S )

O H H O

O O

H O

(Z )

Gambar 5. Struktur molekul Vitamin C

2.4.4. Tiamin

Tiamin (Vitamin B1) masuk dalam prekursor yang berkontribusi terhadap aroma daging yang dimasak atau daging panggang. Degradasi termal dari tiamin menghasilkan sejumlah senyawa flavor primer mengandung S.

HO H2N

N+

S

N

N Cl

-Gambar 6. Struktur molekul tiamin

2.4.5. Glukosa

Glukosa (C6H12O6) adalah heksosa monosakarida yang mengandung enam atom karbon. Glukosa merupakan aldehida (mengandung –CHO). Glukosa merupakan suatu gula pereduksi yaitu suatu gula yang mengandung suatu gugus aldehida atau suatu gugus α-hidroksiketon (Fessenden et al, 1986). Dalam reaksi Maillard, ketika gula pereduksi dan asam amino dipanaskan bersama, sejumlah reaksi akan terjadi, menghasilkan pencoklatan dan pembentukan sejumlah senyawa flavor (Ziegler, Erich dan Herta Ziegler, 1998).


(13)

13

O

(R) HO

(S) O H

(R)

HO

(R)

O H H O

Gambar 7. Struktur molekul D-glukosa

2.5. Dekstrin sebagai Bahan Penstabil

Bahan penstabil termasuk ke dalam golongan bahan tambahan makanan. Di dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-0222-1995, Badan Standarisasi Nasional mendefinisikan Bahan Tambahan Makanan dengan Perrmenkes RI no 722/ Menkes/ Per / IX/1998 tentang Bahan Tambahan Makanan pada Bab I Ketentuan Umum Pasal 1. Bahan penstabil merupakan senyawa hidrofilik yang efektif untuk mengikat air sehingga dapat menghaluskan tekstur, meningkatkan kekentalan, namun tidak berpengaruh pada titik beku, menghasilkan produk yang seragam serta daya tahan yang baik terhadap proses pencairan (Kamel, 1991).

Salah satu bahan penstabil adalah dekstrin. Dekstrin adalah produk hidrolisis zat pati, berbentuk zat amorf berwarna putih sampai kekuning-kuningan. Kadar air dekstrin maksimum 11 %, kadar abu maksimum 0,5 %, dan kelarutan minimal 97-99 % (Standar Nasional Indonesia, 1989). Menurut kamus kimia (2005), dekstrin adalah hasil hidrolisis kanji dengan katalis asam mineral cair. Dekstrin diperoleh dengan memanaskan kanji pada 2000 C. Dekstrin digunakan dalam industri makanan, perekat, dan tinta cetak. Dekstrin adalah salah satu campuran oligosakarida hasil hidrolisis pati menghasilkan suatu campuran disakarida maltosa dan isomaltosa. Dekstrin disusun oleh polimer D-glukosa berantai lurus yang dihubungkan ikatan α-(1,4) dan percabangan pada ikatan α -(1,6) glikosida (Fessenden et al, 1986).


(14)

14 Gambar 8. Struktur Molekul Dekstrin

2.6. Parameter Kestabilan Emulsi

Dispersi dari partikel ukuran sedang dan seragam akan memberikan stabilitas yang paling baik. Emulsi yang lebih kental akan lebih stabil daripada yang encer karena yang lebih kental akan lebih terhambat terjadinya koalesen. Perbandingan volume dari fasa-fasa dalam emulsi mempunyai pengaruh sekunder pada stabilitas emulsi. Faktor-faktor yang penting dalam stabilitas emulsi adalah sifat-sifat emulgator film pada tekanan antar muka. Emulgator film ini dapat efektif bila elastis dan ulet serta harus terbentuk dengan cepat selama pengemulsian (Maron, 1973).

Stabilitas emulsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah tegangan antar permukaan, ukuran partikel, viskositas fase eksternal dan emulsi keseluruhan, jumlah dan jenis emulsifier, dan kondisi penyimpanan.

Konsistensi emulsi ditentukan oleh nisbah fasa kontinyu terhadap fasa dispersinya serta viskositas (kekentalan) fasa kontinyu. Bila fasa terdispersi amat sedikit viskositasnya sama dengan fasa kontinyunya. Bila jumlah terdispersinya ditambah, partikel emulsi menjadi mampat, viskositas fasa terdispersi lebih besar daripada fasa kontinyunya. Disini kalau partikelnya halus, viskositasnya meningkat lebih tinggi pula (Hartomo, 1993).


(15)

15 2.7. Gas Chromatography Mass Spectroscopy (GCMS)

Kromatografi adalah pemisahan senyawa kimia berdasarkan proses partisi antara dua media yaitu fasa stasioner dan fasa gerak. Untuk fasa yang pertama (stationary phase) biasanya berupa padatan atau cairan dan fasa yang kedua biasanya berupa cairan atu gas. Substansi yang akan dipisahkan terdistribusi diantara fasa gerak dan fasa diam. Kromatografi Gas Spektroskopi Massa adalah teknik analisis yang menggabungkan dua metode analisis, yaitu Krromatografi Gas dan Spektroskopi Massa.

Kromatografi Gas adalah alat instrumentasi yang sangat penting untuk memisahkan dan menganalisa senyawa organik tanpa melalui proses dekomposisi. Pada umumnya alat ini digunakan untuk menguji kemurnian senyawa dan memisahkan komponen dalam campuran menjadi bentuk molekul-molekul yang lebih kecil.

Spektroskopi Massa adalah metode analisis dimana sampel yang dianalisis akan diubah menjadi ion-ion gasnya dan massa dari ion-ion tersebut dapat diukur berdasarkan hasil deteksi berupa spektrum massa.

Bagian-bagian dari instrumen kromatografi gas dan spektroskopi massa adalah:

1. Pengatur aliran gas (gas flow controller)

Untuk mengatur aliran gas dalam kromatografi gas 2. Tempat injeksi sampel (injector)

Tempat menguapkan sampel (pelarut dan analat), mencampurkan sampel dengan gas pembawa, menyalurkan campuran gas tersebut ke dalam kolom


(16)

16 3. Kolom

Tempat terjadinya pemisahan molekul-molekul dalam sampel 4. GCMS interface

Tempat mengirimkan sampel dari GC ke MS dengan meminimalkan kehilangan sampel saat pengiriman

5. Sumber ion (ion source)

Tempat mengionkan sampel yang berbentuk gas sebelum dianalisis di penganalisis massa (mass analizer)

6. Sistem vakum Ada 2 tipe vakum :

1. Pompa vakum tinggi yang berfungsi untuk mengurangi dan mempertahankan tekanan pada MS saat analisis. Tekanan tinggi yang dipertahankan juga dapat menambah sensitivitas pada proses analisis spektrum massa. Pompa vakum tinggi terdiri dari dua buah Turbo Moleculer Pump

2. Pompa vakum rendah yang berfungsi untuk mengurangi tekanan udara luar. Sistem ini diperlukan agar ion-ion tidak mengalami reaksi dengan partikel lain dan mengurangi reaksi ion molekuler

Sistem vakum ini diperlukan karena :

1. Ion-ion sampel harus berjalan dari sumber ion menuju detektor tanpa atau dengan sedikit tumbukan dengan partikel-partikel lainnya

2. Mengurangi reaksi-reaksi ion molekuler

3. Mengurangi gangguan (background interference) dan meningkatkan sensitivitas


(17)

17 4. Memperpanjang umur filamen

7. Penganalisis massa (mass analizer)

Terdiri dari empat batang logam yang dapat diberikan muatan baik positif maupun negatif. Mass analizer berfungsi secara selektif dengan mengatur sendiri voltase dari muatan batangan logam untuk berbagai massa ion sehingga ion-ion yang dapat melewatinya hanya ion-ion yang sesuai dengan voltase dan massa ion yang diinginkan

8. Detektor

Untuk mendeteksi dan mengukur ion-ion yang keluar dari penganalisis massa


(18)

18 BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 5 Mei 2009 s/d 30 Desember 2009. Penelitian ini dilakukan di Pusat Penelitian Kimia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, kawasan PUSPIPTEK, Serpong, Tangerang-15314.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah kacang hijau (Phaseolus radiatus L) terfermentasi oleh Rhizopusoligosporus dari Pusat Penelitian Kimia-LIPI yang selanjutnya disebut kaldu kasar. Bahan-bahan kimia yang digunakan antara lain L-Cystein, Taurin, Vitamin C, Tiamin dari Biogen, D-Glukosa, N-Heksan, NaOH, HCl, Na-Benzoat, Dekstrin, H2SO4 pekat, Na2SO4, CuSO4.5H2O, Aquades, H3BO3, indikator metil merah, indikator metil biru, Na2CO3, NaK-tartrat, reagen Folin Ciocalteau, thimolptalein, asam asetat pekat, KI, Na2S2O3, larutan pati, reagen Arsenomolibdat, reagen Nelson. Peralatan proses yang digunakan adalah peralatan proses autolisis (waterbath (Memmert, Germany), beaker glass 5000 ml, dan homogenizer), flavoring (labu didih 10000 ml, termometer, pengaduk), dan emulsifikasi (waterbath (Memmert, Germany), homogenizer, wadah kaldu) skala laboratorium, Salinometer PCE 028, glassware, tabung reaksi, erlenmeyer, buret 25 ml dan 50 ml, oven, alat ekstraksi soxhlet (Soxtec system HT 21045), spatula, Spektrofotometer UV-Vis Hitachi U-2001 dan peralatan untuk analisis komposisi kimia produk menggunakan GC-MS Shimadzu QP 2010.


(19)

19 3.3. Rancangan Percobaan

a). Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan melalui reaksi flavoring dari kaldu nabati dengan menggunakan formula FAT [(Cystein:Taurin) : Tiamin : Glukosa] dan FAC [(Cystein:Vit C) : Tiamin : Glukosa] dengan perbandingan [(3 % : 1 %) : 4 % : 2 %] berdasarkan berat kering N-amino. Reaksi flavor ini dilakukan pada suhu 1000C, pH 5, skala 1500 ml selama 3 jam. Analisis dilakukan terhadap total padatan, kadar N-amino, kadar gula pereduksi, protein terlarut, total protein, kadar garam, dan kadar lemak. Pengolahan data dilakukan secara deskriptif.

b). Penelitian Utama

Penelitian utama ini bertujuan untuk mendapatkan bentuk pasta dari kaldu nabati. Kaldu nabati yang telah mengalami reaksi flavor diberikan dekstrin dengan konsentrasi 0 %; 0,25 %; 0,5 %; 0,75 %; 1 % sehingga mengalami emulsifkasi membentuk pasta. Rancangan penelitian utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan faktorial (AxB) dalam rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua kali ulangan dan menggunakan dua faktor perlakuan yaitu:

A = Jenis Formula

B = Konsentrasi Dekstrin

Dengan faktor dari masing-masing perlakuan tersebut adalah sebagai berikut : A1 = FAT [(Cystein:Taurin) : Tiamin : Glukosa]

A2 = FAC [(Cystein:Vit.C) : Tiamin :Glukosa] B1 = Dekstrin 0 %

B2 = Dekstrin 0,25 % B3 = Dekstrin 0,5 %


(20)

20 B4 = Dekstrin 0,75 %

B5 = Dekstrin 1 %

Maka jumlah perlakuan pada percobaan ini adalah 5 x 2 = 10 dengan 2 kali ulangan proses.

Tabel 2. Tabel Matriks Model Pola Faktorial (5x2) dalam RAL Konsentrasi Dekstrin (B)

Jenis Formula

(A)

0 % (B1)

0,25 % (B2)

0,5 % (B3)

0,75 % (B4)

1 % (B5) A1 A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A1B5 A2 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A2B5

Model Rancangan Percobaan dari rancangan tersebut di atas adalah sebagai berikut :

Y(jkl) = µ + Aj + Bk + (AB)jk + εjkl Ket:

Y(jkl) = nilai pengamatan dari kelompok ke-l yang memperoleh taraf ke-j dari faktor A dan taraf ke-k dari faktor B

µ = nilai rata-rata yang sebenarnya

Aj = Pengaruh konsentrasi dekstrin pada taraf ke-j (j = 1,2,3,4,5) Bk = Pengaruh formula pada taraf ke-k (k = 1,2)

(AB)jk = Pengaruh interaksi taraf ke-j dari konsentrasi dekstrin dan taraf ke-k dari jenis formula

εjkl = Pengaruh galat percobaan pada kelompok ke-l yang memperoleh taraf ke-j faktor A dan taraf ke-k faktor B dengan ulangan l (l = 2)


(21)

21 Tabel 3. Analisis variansi mempelajari pengaruh konsentrasi dekstrin terhadap

jenis formula terbaik pada pembuatan pasta kaldu nabati berflavor analog ayam

Sumber Variansi

db JK KT F

Perlakuan A (a-1) Ay Ay/a-l Ay(abn-ab)/Ey(a-l) Perlakuan B (b-1) By By/b-l By(abn-ab)/Ey(b-l) Perlakuan AB (a-1)(b-1) Aby Aby/(a-l)(b-l) ABy(abn-ab)/Ey(a-l)(b-l) Kekeliruan

(Ek(jkl))

ab(n-1) Ey Ey/abc (n-l)

Jumlah abn Y2

Dengan menggunakan notasi-notasi di atas dibuat tabel analisis variansi selanjutnya ditentukan hipotesis sebagai berikut :

Ho ditolak, jika : F hitung > F tabel Ho diterima, jika : F hitung < F tabel

Kesimpulan dari hipotesis di atas adalah hipotesis diterima bila tidak ada perbedaan yang nyata dari setiap perlakuan. Hipotesis ditolak apabila ada perbedaan yang nyata antara setiap perlakuan.

3.4. Prosedur Kerja

Prosedur kerja meliputi autolisis kaldu nabati, reaksi flavoring, pembuatan pasta kaldu nabati berflavor analog ayam, analisa fisik dan kimia, uji sensori, serta analisis GCMS.

3.4.1. Proses Autolisis

Sejumlah kaldu kasar dilumatkan dengan air pada perbandingan 2:3. Setelah semua kaldu kasar menjadi halus, atur pH kaldu nabati menjadi 5,5 dengan penambahan NaOH atau HCl. Setelah mencapai pH 5,5, dilakukan homogenisasi pada 4000 rpm selama 8 jam pada suhu 500 C. Setelah autolisis selesai, autolisat kaldu nabati diinaktivasi pada suhu 700C selama 5 menit. Autolisat ini yang merupakan bahan baku pada reaksi flavoring siap dilalukan analisis kimia.


(22)

22

Gambar 10. Autolisat kaldu nabati

3.4.2. Reaksi Flavor

Sejumlah autolisat kaldu nabati ditempatkan pada labu didih (10 L) dan diatur pH-nya menjadi 5 dengan menambahkan HCl atau NaOH lalu ditambahkan formula FAT [(Cystein:Taurin) : Tiamin : Glukosa] atau FAC [(Cystein:Vit.C) : Tiamin : Glukosa] dengan perbandingan [(3 % : 1 %) : 4 % : 2 %] berdasarkan % berat kering N-amino dari autolisat kaldu nabati. Perhitungan formulasi diperlihatkan pada Lampiran L. Berdasarkan perbandingan ini, banyaknya bahan yang digunakan untuk reaksi flavoring adalah :

Tabel 4. Jenis dan jumlah bahan yang digunakan saat formulasi JENIS KOMPONEN FAA* JENIS

FORMULA Cystein Taurin Vit.C Tiamin Glukosa

FAT 43,2 gr 14,4 gr - 57,6 gr 28,8 gr FAC 43,2 gr - 14,4 gr 57,6 gr 28,8 gr

Keterangan *) FAA = Formula Analog Ayam

FAT = Formula Analog Ayam menggunakan Taurin FAC = Formula Analog Ayam menggunakan Vitamin C

Campuran direfluks pada suhu 1000C selama 3 jam. Kaldu nabati yang telah berflavor analog ayam dilakukan analisis kimia dan siap untuk dibuat menjadi pasta.


(23)

23

(a) (b)

Gambar 11. (a) Reaksi flavoring (b) Kaldu nabati

berflavor analog ayam

3.4.3. Pembuatan Pasta Kaldu Nabati Berflavor Analog Ayam

Wadah yang telah disterilisasi disiapkan untuk tempat pemastaan. Sebanyak 200 gr kaldu nabati berflavor analog ayam ditempatkan dalam masing-masing wadah. Lalu ditambahkan dekstrin dengan variasi konsentrasi 0; 0,25; 0,5; 0,75; 1 % pada masing-masing wadah. Kemudian dihomogenisasi dengan kecepatan 9500 rpm selama 10 menit dalam waterbath suhu 400C. Pada menit terakhir ditambahkan Natrium Benzoat 0,06 %. Pasta kaldu nabati dianalisa kimia, fisika, uji sensori, dan GCMS.

Gambar 12. Pasta kaldu nabati berflavor analog ayam


(24)

24 Kacang hijau terfermentasi (kaldu kasar) (2 bagian)

Air (3 bagian) Pelumatan, pengaturan pH 5,5 NaOH/HCl

Autolisis 50 0C, 4000 rpm, selama 8 jam, inaktivasi pada 70 0C selama 5 menit

Autolisat kaldu nabati

Formula FAT Formula FAC

(Cystein:Taurin):Tiamin:Glukosa (Cystein:Vit.C):Tiamin:Glukosa ( 3 % : 1 % ) : 4 % : 2 % ( 3 % : 1 % ) : 4 % : 2 %

Reaksi flavor pada 100 0C selama 3 jam Kaldu nabati berflavor analog ayam

Emulsifikasi dengan dekstrin 0; 0,25; 0,5; 0,75;1 % Na-Benzoat diaduk pada waterbath 40 0C, 9500 rpm, 10 menit 0,06 %

Pasta kaldu nabati berflavor analog ayam

Gambar 13. Diagram alir pembuatan pasta kaldu nabati berflavor analog ayam dari kacang hijau terfermentasi melalui reaksi flavoring

3.4.4. Analisis Fisik dan Kimia

1. Penentuan Kadar Total Protein (Metode Kjeldahl, AOAC, 1990)

Campuran garam Na2SO4 dan CuSO4.5H2O (garam Kjeldahl) dibuat dengan perbandingan 1:1 sebagai katalisator. Sampel sebanyak ± 1 gr ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu kjeldahl (labu destruksi) kemudian ditambahkan dengan 1 gr garam kjeldahl. Lalu dicampurkan 5 ml H2SO4 pekat lalu didestruksi selama ± 2 jam hingga didapat larutan


(25)

25 berwarna hijau bening dan asap yang terbentuk hilang. Sampel hasil destruksi diencerkan dengan aquades 50 ml. Destilasi dilakukan dengan penambahan NaOH 30 % ke dalam labu destruksi ± 25-40 ml. Destilat ditampung ke dalam erlenmeyer berisi H3BO3 3 % sebanyak 15 ml yang telah diberi 1 tetes indikator MM dan MB (1:1) hingga larutan berubah warna menjadi hijau. H3BO3 berlebih pada destilat dititrasi dengan larutan HCl 0,1 N.

Kadar N total (%) =

Kadar Protein (%) = % N faktor konversi Kadar Protein total (% berat kering) =

Keterangan : VHCl (blanko) = 0,05 ml N HCl (standar) = 0,1367 N

Faktor konversi kacang hijau = 6,25 % A = kadar air yang telah diukur

2. Penentuan Kadar Protein Terlarut (Metode Lowry, AOAC, 1990) 0,4 gr NaOH ditimbang lalu dilarutkan dengan aquades hingga volumenya 100 ml lalu ditambahkan 2 gr Na2CO3 ke dalam larutan NaOH tersebut (larutan 1). 0,25 gr NaK-tartrat ditimbang lalu dilarutkan dalam aquadest hingga volumenya 25 ml kemudian ditambahkan 0,125 gr CuSO4.5H2O ke dalam larutan (larutan 2). Sebanyak 50 ml larutan 1 dicampurkan dengan 1 ml larutan 2 (larutan 3).

Pembuatan kurva standar : ke dalam tabung reaksi dimasukkan 0 (blanko); 0,1; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1,0 ml protein standar. Air ditambahkan sampai volume total masing 4 ml. Ke dalam


(26)

masing-26 masing tabung reaksi ditambahkan 5,5 ml larutan 3 lalu dikocok dan didiamkan selama 10-15 menit pada suhu kamar. Lalu ditambahkan 0,5 ml pereaksi Folin Ciocalteau ke dalam masing-masing tabung reaksi lalu dikocok dengan cepat sesudah penambahan. Kemudian didiamkan selama ± 30 menit sampai warna biru terbentuk. Absorbansinya diukur dengan spektrofotometer pada 650 nm dan dibuat kurva standar.

Penetapan sampel : sampel dipipet 0,1 ml ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan aquades 3,9 ml kemudian langkah berikutnya sama seperti pembuatan larutan standar.

Kadar protein terlarut (mg/ml) = konsentrasi fp Keterangan : Konsentrasi = konsentrasi protein terlarut sampel yang tertera pada spektrofotometer

fp = faktor pengenceran

3. Penentuan Kadar N-amino (Metode Cu, Pope, 1990)

Pembuatan suspensi copper : larutan CuSO4 dicampurkan dengan larutan tris sodium pospat dan larutan buffer pospat dalam satu wadah (1:2:2). Sampel sebanyak 2,5 ml dipipet ke dalam labu ukur 25 ml dan ditambahkan 4 tetes thimolptalein. Lalu ditambahkan beberapa tetes NaOH 1 N sampai berwarna biru muda. Kemudian suspensi copper ditambahkan sebanyak 15 ml kedalamnya lalu diencerkan dengan aquades sampai 25 ml lalu disaring. Sebanyak 10 ml filtrat dipipet lalu ditambahkan 0,5 ml asam asetat pekat dan 1 gr KI kemudian ditirasi dengan Na2S2O3 0,01 N (standarisasi). Saat mendekati titik akhir titrasi ditambahkan 4 tetes larutan pati 1 %. Titrasi dilanjutkan sampai warna biru kehitaman tepat hilang. Volum titran (Na tiosulfat) yang dibutuhkan


(27)

27 dicatat. Tiap 1 ml larutan Na tiosulfat 0,01 N setara dengan 0,28 mg N-amino (jika yang digunakan 5 ml contoh dan dipipet 10 ml filtrat)

Kadar N-amino (mg/gr) =

4. Penentuan Kadar lemak (metode Soxhlet)

Crushible dipanaskan dalam oven selama 15 menit kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Sampel ditimbang dalam kertas saring sebanyak ± 1 gr lalu dimasukkan dalam timbel. Alat (Soxtec System HT 2 1045) dinyalakan, tombol power ditekan, suhu diatur sampai 1200 C dan ditunggu hingga ready. Adapter pada timbel yang telah diisi dipasang dan dimasukkan ke dalam kondensor dan dicelupkan ke dalam crushible yang telah diisi n-heksan sebanyak 50 ml di dalam alat ekstraksi tadi . Extraction dalam posisi boiling (posisi pendidihan) dengan mengatur waktu selama 40 menit dimana posisi keran terbuka, setelah selesai dipindahkan ke posisi rinsing dan diatur waktu selama 20 menit. Setelah selesai kran ditutup dan blower dinyalakan selama 15 menit dan tombol udara dibuka. Crushible diangkat dan dimasukkan ke dalam oven untuk menguapkan sisa n-heksan dan air yang masih terdapat pada crushible selama 30 menit pada suhu 1100 C. Crushible didinginkan dalam desikator dan ditimbang.

Kadar Lemak (%) =

Keterangan : W1 = berat sampel (gr)

W2 = berat crushible kosong dan kering (gr) W3 = berat crushible setelah ekstraksi lemak


(28)

28 5. Penentuan Gula Pereduksi (Somogy-Nelson)

1 ml standar /sampel ditambahkan ke dalam tiap tabung reaksi. 1 ml reagen Nelson ditambahkan ke dalam masing-masing tabung. Tabung disimpan dalan penanggas air selama 20 menit dan masing-masing tabung ditutup dengan penyumbat lalu didinginkan. 1 ml reagen arseno molibdat ditambahkan ke dalam masing-masing tabung kemudian dikocok dan diencerkan dengan aquadest hingga volume akhir 10 ml (aquadest yang ditambahkan sebanyak 7 ml). Sampel dihomogenkan dengan Vortex. Absorbansinya dibaca pada panjang gelombang maksimum 520 nm dengan alat spektrofotometer.

Kadar Gula Pereduksi (mg/ml) = konsentrasi X faktor pengenceran 6. Analisis Kestabilan Emulsi (Hartomo dan Widiatmoko, 1993)

Pengukuran kestabilan emulsi dilakukan dengan alat ukur penggaris dengan cara mengukur panjang fasa terdispersi dan panjang larutan sampel yang ditempatkan dalam tabung reaksi. Pengukuran dilakukan setelah penyimpanan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 jam.

7. Pengukuran Viskositas (Metode Falling Ball Viscometer)

Alat falling ball viscometer dibersihkan dengan alkohol kemudian dengan aseton dan dibiarkan hingga mengering. Aquadest dimasukkan ke dalam alat tersebut secara hati-hati hingga melebihi batas titik awal ± 1 cm. Bola kaca / logam dimasukkan dengan cara memiringkan alat tersebut dan tutup alat tersebut dengan rapat hingga tidak ada aquades /larutan yang menetes keluar. Alat diputar 1800, stopwatch dijalankan tepat saat bola bergerak dari titik awal. Waktu yang dibutuhkan oleh bola tersebut untuk


(29)

29 bergerak hingga garis batas akhir dihitung (to). Massa jenis air ditentukan dari literatur sesuai dengan suhu percobaan dan harga viskositas air dihitung. Alat falling ball viscometer dibersihkan kembali dengan alkohol dan kemudian aseton. Alat dibiarkan hingga mengering. Lngkah kerja yang sama dilakukan untuk sampel FAT dan FAC (0 %; 0,25 %; 0,5 %; 0,75 %; 1 % dekstrin). Waktu yang dibutuhkan oleh bola untuk bergerak dari titik awal hingga garis akhir dihitung (t). Massa jenis masing-masing sampel ditentukan dengan piknometer dan harga viskositasnya dihitung.

Penentuan massa jenis sampel : Piknometer dibersihkan dengan asam korida lalu dibilas 3 kali dengan aquades dan sekali dengan alkohol kemudian keringkan dalam oven (± 5 menit). Setelah kering, piknometer dimasukkan dalam desikator selama ± 10 menit kemudian piknometer kosong tadi ditimbang hingga diperoleh massa tetap (w1). Piknometer kosong tersebut diisi dengan aquades, bagian luar piknometer dilap sampai kering dan ditimbang hingga diperoleh massa tetap (w2). Aquades dibuang, piknometer dibilas dengan alkohol dan dikeringkan dalam oven kemudian dimasukkan dalam desikator selama ± 10 menit. Setelah kering, sampel yang diuji dimasukkan kedalam piknometer, bagian luar dilap hingga kering dan ditimbang sampai diperoleh massa tetap (W3). Massa jenis sampel dihitung dengan persamaan :


(30)

30 3.4.5. Uji Sensori

Pada analisa sensori dihadirkan 6 orang panelis terpilih dan terlatih dengan nilai kepekaan tinggi terhadap aroma. Panelis dikenalkan terlebih dahulu terhadap aroma kacang hijau rebus, kacang hijau terfermentasi, daging ayam rebus sebagai pembanding. Kemudian panelis disuguhkan sampel pasta kaldu nabati berflavor analog ayam. Panelis diminta membau sampel yang diberikan. Panelis diminta memberikan skor pada scoresheet yang diberikan untuk aroma pasta kaldu nabati berflavor analog ayam. Skor yang diberikan adalah 1 (Lemah), 2 (Agak kuat), 3 (Kuat), 4 (Sangat Kuat).

3.4.6. Analisis GCMS

Sampel yang akan diinject diambil sebanyak 0,5 ml lalu ditambahkan dengan metanol 2,5 ml. Vortex selama beberapa menit kemudian saring filtratnya dengan menggunakan filter khusus GCMS. Filtrat yang dihasilkan ditempatkan dalam vial yang kemudian diinjeksikan dalam GCMS. Kolom GCMS yang dipakai merupakan kolom non polar C18 dimetil polisiloksan dari Rtx-1MS. Panjang kolom 30 meter, diameter kolom 0,25 mm ID, ketebalan kolom 0,25 µm df. Gas pembawa yang digunakan sebagai fase gerak adalah Helium, jenis pengion EI (Electron Impact) 70 eV, suhu injektor 300 oC, injektor mode split, waktu pengambilan sampel 1 menit, suhu kolom 60oC, suhu detektor 280 oC, suhu interval 250 oC, tekanan utama 500-900, Flow control mode pressure, tekanan 86,9 Kpa, total flow 82,4 ml/m, aliran kolom 1,52 ml/m, percepatan linier 45 cm/dt, aliran pembersihan 3.0 ml/m, split ratio 50.


(31)

31 BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Penelitian Pendahuluan

4.1.1. Hasil Analisis Proksimat Kaldu Kasar

Analisis proksimat pada kaldu kasar bertujuan untuk mengetahui kandungan gizi kaldu kasar yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan pasta kaldu nabati serta untuk mengetahui perubahan komposisi yang terjadi selama proses pembuatan pasta kaldu nabati.

Hasil analisis proksimat pada Tabel 5 diketahui bahwa kaldu kasar dari kacang hijau terfermentasi memiliki keunggulan dalam komposisi kimia yang berfungsi sebagai bahan baku pembentuk senyawa-senyawa flavor. Misalnya saja kandungan N-Amino sebesar 3,5688 mg/mL dan gula pereduksi sebesar 148,75 mg/mL merupakan bahan baku dalam reaksi flavoring.

Tabel 5. Komposisi Kaldu Kasar

KOMPOSISI KONSENTRASI Total Protein (% berat kering) 13,36

Kadar Lemak (%) 0,625

Kadar Garam (%) 5,9625

Protein terlarut (mg/mL) 5,1

Kadar N-Amino (mg/mL berat kering) 3,5688

Gula Pereduksi (mg/mL) 148,75

Total Padatan (%) 54,725

Komposisi kaldu kasar sebagai bahan baku pasta kaldu nabati memiliki total protein sebesar 13,36 %. Berdasarkan Agustine Susilowati (2009), total protein pada kaldu nabati sebesar 10,953 %. Hal ini memperlihatkan kelebihan dari kaldu kasar dalam hal jumlah total protein yang dapat terdegradasi menjadi unit-unit yang lebih kecil seperti peptida dan asam-asam amino sebagai bahan


(32)

32 baku pembentuk senyawa-senyawa flavor. Protein terlarut juga merupakan kandungan yang diharapkan menghasilkan asam-asam amino penyusun flavor analog ayam yang tinggi. Kadar protein terlarut dari kaldu kasar sebesar 5,1 mg/mL.

Kadar lemak pada kaldu kasar sebesar 0,625 %. Berdasarkan Agustine Susilowati (2009), kadar lemak kaldu nabati adalah 0,1969 %. Dengan kandungan lemak yang lebih besar diharapkan akan menghasilkan senyawa-senyawa pembentuk flavor yang lebih banyak.

Kadar garam kaldu kasar sebesar 5,9625 %. Menurut Agustine (2008), penambahan garam menyebabkan peningkatan flavor dan menghambat mikroorganisme yang tidak dikehendaki.

4.1.2. Hasil Analisis Proksimat Autolisat Kaldu Nabati

Penambahan air saat pelumatan dan autolisis selama 8 jam, pH 5,5, pada suhu 500 C serta pengadukan 4000 rpm mengakibatkan perubahan komposisi autolisat kaldu nabati yang dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Komposisi Autolisat Kaldu Nabati

KOMPOSISI KONSENTRASI Total Protein (% berat kering) 18,0506

Kadar Lemak (%) 1,475

Kadar Garam (%) 3,71

Protein terlarut (mg/mL) 16,5

Kadar N-Amino (mg/mL berat kering) 5,1664

Gula Pereduksi (mg/mL) 47,5

Total Padatan (%) 20,73

Pengenceran saat pelumatan kaldu kasar mengakibatkan penurunan total padatan menjadi 20,73 % dan juga penurunan kadar garam menjadi 3,71 %. Sedangkan total protein mengalami peningkatan dikarenakan adanya kenaikan kadar air. Seperti yang diketahui bahwa protein total yang didapat adalah berat


(33)

33 kering total protein sehingga semakin besar kadar airnya maka berat kering total proteinnya akan semakin besar pula. Kadar total protein sebesar 18,0506 %.

Protein terlarut mengalami kenaikan setelah mengalami autolisis menjadi 16,5 mg/mL. Hal ini dikarenakan enzim-enzim yang dihasilkan oleh kapang akan mendegradasi protein menjadi peptida terlarut dan adanya komponen sel terlarut seperti asam-asam amino dan peptida terlarut yang masuk dalam autolisat akibat lisis sel. Menurut Agustine (2007), selama fermentasi garam berlangsung enzim-enzim yang dihasilkan oleh kapang akan mendegradasi protein, lemak dan karbohidrat dari substrat sehingga dihasilkan komponen sederhana dengan berat molekul lebih rendah sebagai fraksi gurih. Hal ini terlihat dari kandungan N-Amino yang meningkat dari 3,5688 mg/mL menjadi 5,1664 mg/mL.

Konsentrasi gula pereduksi mengalami penurunan selain dikarenakan adanya pengenceran saat pelumatan kaldu kasar diduga berhubungan dengan suhu proses autolisis yang semakin lama memungkinkan terjadinya reaksi Maillard dimana monosakarida sebagai hasil aktivitas enzim amilase selama fermentasi garam berlangsung akan bereaksi dengan asam-asam amino menghasilkan senyawa-senyawa antara melanoidin sebagai pigmen coklat (Susilowati,dkk 2007). Kadar gula pereduksi autolisat kaldu nabati sebesar 47,5 mg/mL.

Kadar lemak autolisat kaldu nabati mengalami peningkatan dibandingkan dengan kaldu kasar. Hal ini dikarenakan terjadinya lisis sel sehingga komponen lemak dalam kapang masuk dalam kaldu nabati dan memberikan kontribusi terhadap kadar lemak. Autolisis pada keadaan yang terkendali oleh pengaturan panas dan pH yang terkondisi akan menyebabkan terjadinya kematian sel kapang dimana saat sel mengalami lisis terjadi suasana ketidakberaturan sistem sel dan


(34)

34 menyebabkan membran internal terdisintegrasi dan melepaskan enzim-enzim degeneratif terutama protease dan glukanase ke matriks sel yang selanjutnya enzim tersebut bekerja terhadap substrat makromolekul yang akhirnya menyebabkan pelarutan kandungan sel. Kadar lemak autolisat kaldu nabati yang didapat sebesar 1,475 %.

4.1.3. Analisis Proksimat Kaldu Nabati Hasil Reaksi Flavoring

Komposisi kaldu nabati hasil reaksi flavoring selama 3 jam ditunjukkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Komposisi Kaldu Nabati Hasil Reaksi Flavoring selama 3 Jam

Jenis Formula KOMPOSISI

FAT* FAC* Total Protein (% berat kering) 38,85 40,45

Kadar Lemak (%) 0,9075 0,883

Kadar Garam (%) 5,035 4,903

Protein Terlarut (mg/mL) 38,75 40

Kadar N-Amino (mg/mL berat kering) 7,035 12,575

Gula Pereduksi (mg/mL) 837,5 1112,5

Total Padatan (%) 29,285 25,105

Intensitas Aroma Ayam 2,5 2

Keterangan:

* FAT : Formula Analog Ayam menggunakan Taurin

* FAC : Formula Analog Ayam menggunakan Vitamin C

*Intensitas Aroma Ayam : 1 (Lemah), 2 (Agak Kuat), 3 (Kuat), 4 (Sangat Kuat)

Hasil reaksi flavoring didapat total padatan yang lebih tinggi dibandingkan sebelum flavoring. Hal ini dikarenakan pada reaksi flavoring, autolisat mengalami pemanasan pada suhu 1000 C sehingga terjadi penguapan air yang mengakibatkan penurunan kadar air. Selanjutnya penurunan kadar air ini menyebabkan total padatan kaldu nabati mengalami peningkatan. Total padatan pada FAT didapat sebesar 29,285 % sedangkan FAC sebesar 25,105 %.

Kadar garam kaldu nabati hasil reaksi flavoring lebih besar dibandingkan dengan autolisatnya baik pada FAT dan FAC. Hal ini dikarenakan berkurangnya


(35)

35 kadar air saat mengalami pemanasan 1000 C sehingga memekatkan kadar garam yang ada dalam kaldu nabati. Kadar garam pada FAT didapat sebesar 5,035 % sedangkan FAC sebesar 4,903 %.

Kadar N-Amino pada kaldu nabati hasil reaksi flavoring juga mengalami peningkatan baik pada FAT maupun FAC dibandingkan dengan autolisatnya. Hal ini dikarenakan adanya penambahan cystein saat formulasi yang masih belum seluruhnya bereaksi pada saat reaksi flavoring berlangsung sehingga memberikan kontribusi terhadap kadar N-Amino. Kadar N-Amino pada FAT didapat sebesar 7,035 mg/mL sedangkan FAC didapat sebesar 12,575 mg/mL.

Reaksi Flavoring pada kaldu nabati menyebabkan kenaikan kadar gula pereduksi di kedua formula yang dipakai jika dibandingkan dengan autolisatnya. Hal ini dikarenakan glukosa yang ditambahkan sebelum reaksi flavoring belum seluruhnya bereaksi sehingga memberikan kontribusi terhadap kadar gula pereduksi. Hal ini juga dikarenakan Vitamin C yang masuk dalam kelompok gula sehingga memberikan kontribusi pada kadar gula pereduksi. Kadar gula pereduksi yang didapat pada FAT sebesar 837,5 mg/mL sedangkan FAC sebesar 1112,5 mg/mL.

Reaksi flavoring juga menaikkan kadar total protein pada kaldu nabati di kedua formula yang dipakai. Hal ini dikarenakan bahan-bahan yang ditambahkan pada reaksi flavoring seperti cystein, taurin, dan tiamin mengandung nitrogen sehingga memberikan kontribusi terhadap jumlah nitrogen dalam kaldu nabati yang diasumsikan sebagai total protein. Kadar total protein yang didapat dari reaksi flavoring pada FAT sebesar 38,85 % sedangkan FAC sebesar 40,45 %.


(36)

36 Kadar protein terlarut pada FAT dan FAC juga mengalami peningkatan setelah proses flavoring. Hal ini dikarenakan sebagian protein terhidrolisis selama pemanasan menjadi unit-unit yang lebih kecil dan melarut dalam sampel. Kadar protein terlarut pada FAT didapat sebesar 38,75 mg/mL sedangkan FAC sebesar 40 mg/mL.

Kadar lemak pada FAT dan FAC mengalami penurunan setelah proses flavoring. Hal ini dikarenakan sebagian lemak ikut bereaksi menjadi senyawa flavor selama proses berlangsung. Menurut T. Shibamoto dan H.Yeo (1992), lemak dengan adanya paparan panas dan oksigen diketahui berdekomposisi menjadi produk sekunder mencakup alkohol, aldehid, keton, asam karboksilat, dan hidrokarbon. Kadar lemak pada FAT didapat sebesar 0,9075 % sedangkan FAC sebesar 0,883 %.

4.2. Penelitian Utama

4.2.1. Analisis Total Padatan Pasta Kaldu Nabati Berflavor Analog Ayam Hasil analisis statistik menggunakan ANOVA pada taraf 5 %, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 25 Lampiran B, menunjukkan bahwa jenis formula (A), konsentrasi dekstrin (B), dan interaksi jenis formula dan konsentrasi dekstrin (AB) tidak berbeda nyata terhadap total padatan pada pasta kaldu nabati berflavor analog ayam.

Secara teori penambahan bahan dalam sampel dapat meningkatkan total padatan sampel. Total padatan pasta kaldu nabati berflavor analog ayam setelah penambahan dekstrin ditunjukkan pada Gambar 14.


(37)

37

Gambar 14. Pengaruh jenis formula dan konsentrasi dekstrin terhadap total padatan pada pasta kaldu nabati berflavor analog ayam

Total padatan pada pasta kaldu nabati FAT mula-mula mengalami

penurunan hingga konsentrasi dekstrin pada titik 0,5 % lalu meningkat lagi seiring dengan makin besarnya konsentrasi dekstrin yang ditambahkan. Hal ini kemungkinan dikarenakan penguapan air lebih banyak terjadi pada konsentrasi 0,25 % dan 0,5 % sehingga total padatan yang terukur lebih kecil.

Pada pasta kaldu nabati FAC total padatan mengalami kenaikan seiring dengan bertambahnya konsentrasi dekstrin yang ditambahkan. Hal ini memperlihatkan dekstrin dapat menambah jumlah padatan total walaupun dalam persentase yang sedikit.

4.2.2. Analisis Kadar Total Protein Pasta Kaldu Nabati Berflavor Analog Ayam

Berdasarkan analisis statistik menggunakan ANOVA pada taraf 5 %, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 27 Lampiran C, menunjukkan bahwa jenis formula (A), konsentrasi dekstrin (B), dan interaksi antara jenis formula dan konsentrasi dekstrin (AB) tidak berbeda nyata terhadap kadar total protein pada pasta kaldu nabati berflavor analog ayam.


(38)

38 Pengaruh jenis formula dan konsentrasi dekstrin terhadap kadar total protein pada pasta kaldu nabati berflavor analog ayam ditunjukkan pada Gambar 15.

Gambar 15.Pengaruh jenis formula dan konsentrasi dekstrin terhadap kadar total protein pada pasta kaldu nabati berflavor analog ayam

Pada pasta kaldu nabati FAC, kadar total protein menunjukkan penurunan seiring dengan penambahan dekstrin. Hal ini diduga karena adanya senyawa-senyawa volatil yang mengandung N menguap sehingga jumlah N dalam sampel berkurang dan mempengaruhi pengukuran. Dekstrin adalah termasuk golongan karbohidrat sehingga tidak menambah jumlah N dalam sampel.

Pada pasta kaldu nabati FAT, kadar total protein menunjukkan perubahan yang fluktuatif. Hal ini diduga karena penguapan senyawa-senyawa volatil mengandung N yang berbeda.

4.2.3. Analisis Kadar Protein Terlarut Pasta Kaldu Nabati Berflavor Analog Ayam

Pada pengolahan data statistik menggunakan ANOVA pada taraf 5 %, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 29 Lampiran D, menunjukkan bahwa jenis formula (A) berbeda nyata terhadap kadar protein terlarut pada pasta kaldu nabati berflavor analog ayam. Pada analisis ini dilakukan uji Duncan. Hasil uji Duncan diperlihatkan pada Tabel 8.


(39)

39

Tabel 8. Rata-rata pengaruh jenis formula terhadap kadar protein terlarut pada pasta kaldu nabati berflavor analog ayam

Jenis Formula Nilai Rata-Rata Kadar Protein Terlarut

FAT 212,5b

FAC 192,5a

Keterangan: Setiap huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% Uji LSR.

Berdasarkan perhitungan statistik, jenis formula FAT dan FAC berbeda nyata terhadap kadar protein terlarut. Tabel 8 memperlihatkan bahwa nilai rata kadar protein terlarut terendah didapat pada formula FAC. Dengan nilai rata-rata kadar protein terlarut rendah diasumsikan bahwa lebih banyak peptida yang bereaksi membentuk senyawa flavor. Sedangkan untuk konsentrasi dekstrin (B) dan interaksi antara jenis formula dengan konsentrasi dekstrin (AB), Fhitung < Ftabel maka Ho diterima sehingga memperlihatkan bahwa konsentrasi dekstrin (B) dan interaksi antara jenis formula dengan konsentrasi dekstrin (AB) tidak berbeda nyata terhadap kadar protein terlarut.

Pengaruh jenis formula dan konsentrasi dekstrin terhadap kadar protein terlarut pada pasta kaldu nabati berflavor analog ayam ditunjukkan pada Gambar 16.

Gambar 16. Pengaruh jenis formula dan konsentrasi dekstrin terhadap kadar protein terlarut pada pasta kaldu nabati berflavor analog ayam


(40)

40 Pada pasta kaldu nabati FAT, kadar protein terlarut mengalami kenaikan seiring dengan penambahan dekstrin. Hal ini kemungkinan dikarenakan dekstrin dapat mengikat air sehingga kaldu nabati yang memiliki pH asam saat flavoring menjadi lebih asam dan hidrolisis protein meningkat menjadi peptida-peptida terlarut.

Pada pasta kaldu nabati FAC, kadar protein terlarut mengalami kecenderungan untuk menurun seiring dengan penambahan dekstrin. Hal ini menunjukkan dekstrin lebih mengikat air pada sampel ini sehingga kelarutan protein menurun.

4.2.4.Analisis Kadar N-Amino Pasta Kaldu Nabati Berflavor Analog Ayam

Pada pengolahan data statistik menggunakan ANOVA pada taraf 5 %, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 32 Lampiran E, menunjukkan bahwa jenis formula (A), konsentrasi dekstrin (B), dan interaksi antara jenis formula dan konsentrasi dekstrin (AB) tidak berbeda nyata dengan kadar N-amino.

Pengaruh jenis formula dan konsentrasi dekstrin terhadap kadar N-amino pada pasta kaldu nabati berflavor analog ayam ditunjukkan pada Gambar 17.

Gambar 17. Pengaruh jenis formula dan konsentrasi dekstrin terhadap kadar N-Amino pada pasta kaldu nabati berflavor analog ayam


(41)

41 Kadar N-amino mengalami penurunan setelah kaldu nabati FAC ditambahkan dengan dekstrin begitu pula dengan kaldu nabati FAT meskipun penurunannya tidak sebesar pada kaldu nabati FAC. Hal ini kemungkinan dikarenakan terjadinya reaksi Maillard saat proses emulsifikasi. Kaldu nabati pada waterbath suhu 400 C yang disertai pengadukan menyebabkan terjadinya reaksi maillard dan diduga dekstrin terikat dengan senyawa N-amino.

4.2.5. Analisis Kadar Lemak Pasta Kaldu Nabati Berflavor Analog Ayam Pada pengolahan data statistik menggunakan ANOVA pada taraf 5 %, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 34 Lampiran F, menunjukkan bahwa jenis formula (A), konsentrasi dekstrin (B), dan interaksi antara jenis formula dan konsentrasi dekstrin (AB) tidak berbeda nyata terhadap kadar lemak pada pasta kaldu nabati berflavor analog ayam.

Pengaruh jenis formula dan konsentrasi dekstrin terhadap kadar lemak pada pasta kaldu nabati berflavor analog ayam ditunjukkan pada Gambar 18.

Gambar 18. Pengaruh jenis formula dan konsentrasi dekstrin terhadap kadar lemak pada pasta kaldu nabati berflavor analog ayam


(42)

42 Pada pasta kaldu nabati FAT, kadar lemak cenderung mengalami penurunan seiring dengan penambahan dekstrin. Hal ini kemungkinan karena dekstrin mampu mengikat lemak sehingga kadar lemak menurun.

Pada pasta kaldu nabati FAC, kadar lemak mengalami penurunan hingga konsentrasi 0,5 % lalu meningkat pada 0,75 % dan 1 %. Hal ini kemungkinan dikarenakan telah terjadi kejenuhan sehingga ikatan dekstrin dan lemak terputus dan menaikkan kadar lemak.

4.2.6. Analisis Kadar Garam Pasta Kaldu Nabati Berflavor Analog Ayam Pada pengolahan data statistik menggunakan ANOVA pada taraf 5 %, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 36 Lampiran G, menunjukkan bahwa jenis formula (A), konsentrasi dektrin (B), dan interaksi antara jenis formula dan konsentrasi dekstrin (AB) tidak berbeda nyata terhadap kadar garam.

Pengaruh jenis formula dan konsentrasi dekstrin terhadap kadar garam pada pasta kaldu nabati berflavor analog ayam ditunjukkan pada Gambar 19.

Gambar 19. Pengaruh jenis formula dan konsentrasi dekstrin terhadap kadar garam pada pasta kaldu nabati berflavor analog ayam

Dari Gambar 19 menunjukkan bahwa kadar garam meningkat seiring dengan penambahan dekstrin pada pasta kaldu nabati FAT. Hal ini kemungkinan


(43)

43 dikarenakan kemampuan dekstrin yang dapat mengikat air sehingga sampel menjadi lebih kental dan menyebabkan kadar garam meningkat.

Pada pasta kaldu nabati FAC, kadar garam yang terukur menunjukkan cenderung meningkat seiring dengan penambahan dekstrin. Hal ini kemungkinan dikarenakan dekstrin juga cukup mengikat air sehingga pasta kaldu nabati menjadi lebih kental dan menaikkan nilai kadar garamnya.

4.2.7. Analisis Kadar Gula Pereduksi Pasta Kaldu Nabati Berflavor Analog Ayam

Pengolahan data statistik menggunakan ANOVA pada taraf 5 %, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 38 Lampiran H, menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang nyata antara jenis formula (A) terhadap kadar gula pereduksi. Hal ini dikarenakan Vitamin C yang merupakan kelompok gula pereduksi sehingga berkontribusi terhadap kadar gula pereduksi kaldu nabati dengan formula FAC. Pada analisis ini dilakukan uji Duncan.

Tabel 9. Rata-rata pengaruh jenis formula terhadap kadar gula pereduksi pada pasta kaldu nabati berflavor analog ayam

Jenis Formula Nilai Rata-Rata Kadar Gula Pereduksi

FAT 4.506,25a

FAC 5.850b

Keterangan: Setiap huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% Uji LSR.

Berdasarkan hasil perhitungan statistik, jenis formula FAT berbeda nyata dengan FAC terhadap kadar gula pereduksi. Sedangkan untuk konsentrasi dekstrin (B) dan interaksi antara jenis formula dan konsentrasi dekstrin (AB), Fhitung < Ftabel pada taraf nyata 5 % sehingga Ho diterima yang memperlihatkan bahwa antara konsentrasi dekstrin (B) dan interaksi antara jenis formula dan konsentrasi dekstrin (AB) terhadap kadar gula pereduksi tidak berbeda nyata.


(44)

44 Pengaruh jenis formula dan konsentrasi dekstrin terhadap kadar gula pereduksi pada pasta kaldu nabati berflavor analog ayam ditunjukkan pada Gambar 20. 837.5 906.25 881.25 931.25 950 1112.5 1125 1243.75 1175 1193.75 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300

0 0.25 0.5 0.75 1

Konsentrasi Dekstrin (%)

Gul a P e re duk s i ( m g/ m L) FAT FAC

Gambar 20. Pengaruh jenis formula dan konsentrasi dekstrin terhadap kadar gula pereduksi pada pasta kaldu nabati berflavor analog ayam

Kadar gula pereduksi memiliki kecenderungan meningkat seiring dengan penambahan dekstrin. Hal ini disebabkan suasana asam dalam pasta akan menghidrolisis dekstrin menjadi unit-unit glukosa sehingga memberi kontribusi kadar gula pereduksi dan juga adanya pengikatan dekstrin terhadap air sehingga sampel menjadi lebih kental dan meningkatkan kadar gula pereduksi.

4.2.8. Analisis Kestabilan Emulsi pada Pasta Kaldu Nabati Berflavor Analog Ayam

Hasil analisis ANOVA pada taraf 5 %, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 41 Lampiran I, menunjukkan bahwa jenis formula (A) dan interaksi antara jenis formula dan konsentrasi dekstrin (AB) tidak berbeda nyata terhadap kadar garam. Untuk konsentrasi dekstrin (B), Fhitung > Ftabel pada taraf nyata 5 % maka Ho ditolak sehingga memperlihatkan bahwa konsentrasi dekstrin (B) berbeda


(45)

45 nyata terhadap kestabilan emulsi. Analisis lanjut dengan uji Duncan menghasilkan data seperti pada Tabel 10.

Tabel 10. Rata-rata pengaruh konsentrasi dekstrin terhadap kestabilan emulsi pada pasta

kaldu nabati berflavor analog ayam

Konsentrasi Dekstrin Nilai Rata-Rata Perlakuan 0 % (B1) 195,5a

0,25 % (B2) 198b 0,5 % (B3) 198b 0,75 % (B4) 199d 1 % (B5) 198,5c

Keterangan: Setiap huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% Uji LSR.

Kestabilan emulsi terbesar didapat pada konsentrasi dekstrin 0,75 %. Pada konsentrasi ini diduga terjadi penyerapan air yang optimum sehingga penambahan selanjutnya membuat kestabilan pasta menjadi menurun.

Pengaruh jenis formula dan konsentrasi dekstrin terhadap kestabilan emulsi pada pasta kaldu nabati berflavor analog ayam ditunjukkan pada Gambar 21.

Gambar 21. Pengaruh jenis formula dan konsentrasi dekstrin terhadap kestabilan emulsi pada pasta kaldu nabati berflavor analog

ayam

Dari data diatas dapat dilihat bahwa semakin besar konsentrasi dekstrin maka pasta semakin memiliki kecenderungan untuk stabil dikarenakan pemisahan fase


(46)

46 yang terjadi tidak terlalu besar. Hal ini diduga karena dekstrin cukup mengikat air sehingga kestabilan pasta cukup tinggi hingga penyimpanan 8 jam.

4.2.9. Analisis Viskositas Pasta Kaldu Nabati Berflavor Analog Ayam

Pada pengolahan statistik menggunakan ANOVA pada taraf 5 %, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 44 Lampiran J, menunjukkan bahwa jenis formula (A) dan interaksi antara jenis formula dan konsentrasi dekstrin (AB) tidak berbeda nyata terhadap viskositas. Untuk konsentrasi dekstrin (B), Fhitung > Ftabel pada taraf nyata 5 % maka Ho ditolak sehingga memperlihatkan bahwa konsentrasi dekstrin (B) berbeda nyata terhadap viskositas. Pada analisis ini dilakukan uji Duncan.

Tabel 11. Rata-rata pengaruh konsentrasi dekstrin terhadap viskositas pada pasta kaldu nabati berflavor analog ayam

Konsentrasi Dekstrin Nilai Rata-Rata Perlakuan 0 % (B1) 15,165a

0,25 % (B2) 15,615b

0,5 % (B3) 16,035c

0,75 % (B4) 16,32d

1 % (B5) 16,795e

Keterangan: Setiap huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% Uji LSR.

Pada uji Duncan, pengaruh konsentrasi dekstrin terhadap viskositas ditunjukkan pada Tabel 11. Berdasarkan uji Duncan, nilai viskositas tertinggi didapat pada konsentrasi dekstrin 1 %. Dekstrin mempunyai sifat seperti pati. Menurut F.G.Winarno (1997), karena jumlah gugus hidroksil dalam molekul pati sangat besar maka kemampuan menyerap air sangat besar. Terjadinya peningkatan viskositas disebabkan air yang awalnya berada di luar granula dan bebas bergerak sebelum dipanaskan, kini sudah berada dalam butir-butir pati dan tidak dapat bergerak dengan bebas lagi.

Pengaruh jenis formula dan konsentrasi dekstrin terhadap viskositas pada pasta kaldu nabati berflavor analog ayam ditunjukkan pada Gambar 22.


(47)

47 7.58 7.935 8.065 8.255 8.445 7.585 7.68 7.97 8.065 8.35 7 7.2 7.4 7.6 7.8 8 8.2 8.4 8.6

0 0.25 0.5 0.75 1

Konsentrasi Dekstrin (%)

V is k o s ita s (c p s ) FAT FAC

Gambar 22. Pengaruh jenis formula dan konsentrasi dekstrin terhadap viskositas pada pasta kaldu nabati berflavor analog ayam

Berdasarkan data diatas, semakin banyak dekstrin yang ditambahkan dalam kaldu nabati maka viskositasnya akan meningkat. Hal ini diduga karena dekstrin yang cukup mengikat air sehingga membuat viskositas sampel semakin meningkat.

4.2.10. Analisis Intensitas Aroma Ayam Pasta Kaldu Nabati Berflavor Analog Ayam

Perhitungan data statistik menggunakan ANOVA pada taraf 5 %, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 47 Lampiran K, menunjukkan bahwa jenis formula (A), konsentrasi dekstrin (B),dan interaksi antara jenis formula dan konsentrasi dekstrin (AB) tidak berbeda nyata terhadap intensitas aroma analog ayam.

Aroma analog ayam yang timbul setelah reaksi flavoring bersifat volatil sehingga mudah menguap. Pengaruh jenis formula dan konsentrasi dekstrin terhadap intensitas aroma analog ayam pada pasta kaldu nabati berflavor analog ayam ditunjukkan pada Gambar 23.


(48)

48

Keterangan: 1 (lemah), 2 (agak kuat), 3 (kuat), 4 (sangat kuat)

Gambar 23. Pengaruh jenis formula dan konsentrasi dekstrin terhadap intensitas aroma ayam pada pasta kaldu nabati berflavor analog ayam

Pada pasta kaldu nabati FAT, aroma analog ayam yang terkuat didapat pada konsentrasi dekstrin 0 % dan 0,5 %. Hal ini memperlihatkan pada konsentrasi ini dekstrin mengikat aroma ayam cukup maksimal dibandingkan dengan konsentrasi 0,75 % dan 1 %. Kemungkinan pada kondisi ini telah mencapai titik jenuh sehingga pangikatan aroma ayam kurang maksimal. Untuk menentukan sampel yang akan diinject kedalam GCMS maka ditentukan pada pasta kaldu nabati FAT dengan konsentrasi dekstrin 0,5 % adalah yang lebih optimal untuk mengikat aroma ayam.

Pada pasta kaldu nabati FAC, aroma analog ayam yang terkuat didapat pada konsentrasi dekstrin 0,5 %. Hal ini ini juga menunjukkan pengikatan optimal dekstrin ada pada konsentrasi ini. Oleh karena itu sampel yang digunakan dalam GCMS adalah pada konsentrasi dekstrin 0,5 %.

4.2.11. Identifikasi Senyawa Flavor menggunakan GCMS pada Pasta Kaldu Nabati Berflavor Analog Ayam dengan Formula FAT Konsentrasi Dekstrin 0,5 %

Komponen senyawa-senyawa yang terdapat pada pasta kaldu nabati berflavor analog ayam dengan formula FAT pada konsentrasi dekstrin 0,5 %


(49)

49 dianalisa dengan GCMS. Senyawa-senyawa yang dihasilkan selama reaksi flavoring dan pemastaan pasta kaldu nabati flavor analog ayam ditunjukkan pada Gambar 24 dan Tabel 4.9.

Gambar 24. Kromatogram komponen senyawa-senyawa pada pasta kaldu nabati

berflavor analog ayam dengan formula FAT pada konsentrasi dekstrin 0,5 % berdasarkan hasil GCMS menggunakan kolom dimetil polisiloksan


(50)

50

Tabel 12. Daftar senyawa hasil GCMS pada pasta kaldu nabati FAT dengan konsentrasi dekstrin 0,5 %

Jenis / Jumlah Peak Num ber R.

Time Nama Senyawa

Rumus

Molekul BM % M.K

2 12,879 Clomethiazole C6H8ClNS 161 0,28

Senyawa Sulfur /

5,67 % 3 13,674

4-Methyl-5-hydroxyethylthiazole C6H9NOS 143 5,39

6 20,708

Z-8-Methyl-9-tetradecenoic acid C15H28O2 240 1,03

7 21,219 Palmitic acid C16H32O2 256 1,01

8 21,309 Z-11-Hexadecenoic

acid C16H30O2 254 0,09

9 21,524 Palmitic acid C16H32O2 256 5,57

10 23,336 Z-11-Hexadecenoic

acid C16H30O2 254 4,06

11 23,384 E-9-Tetradecenoic

acid C14H26O2 226 0,68

Ester dan asam organik /

18,17 %

12 23,640 Palmitic acid C16H32O2 256 5,73

Hidrokarb on / 25, 56

%

16 42,852

1,3-Dimethyl-4-(2’-n-decyldodecyl)cyclopen

tane

C29H58 406 25,56

Keton /

11,55 % 14 30,679 16-Hentriacontanone C31H62O 450 11,55

Aldehid /

17,56 % 13 29,215 2-Bromooctadecanal C18H35BrO 347 17,56

15 40,717

E,E-2,13-Octadecadien-1-ol C18H34O 266 12,87

Alkohol / 18,53 %

1 2,028 Glycerol C3H8O3 92 5,66

Senyawa Nitrogen /

2,06 %

4 15,035 2,3,5-Trimethyl

pyrazine C7H10N2 122 2,06

Pada pasta kaldu nabati FAT, kelompok senyawa yang teridentifikasi didominasi oleh hidrokarbon yaitu sebesar 25,56 % dalam bentuk 1,3-Dimethyl-4-(2’-n-decyldodecyl)cyclopentane pada peak nomor 16. Senyawa hidrokarbon didapat dari reaksi antara lemak dan oksigen dengan adanya pemanasan. Menurut T. Shibamoto dan H.Yeo (1992), lemak dengan adanya paparan panas dan oksigen diketahui berdekomposisi menjadi produk sekunder mencakup alkohol, aldehid, keton, asam karboksilat, dan hidrokarbon.

Senyawa berikutnya yang mendominasi sampel ini adalah kelompok ester dan asam organik yaitu sebesar 18,17 %. Senyawa-senyawa tersebut antara lain


(51)

51 Z-8-Methyl-9-tetradecenoic acid (1,03 %) pada peak nomor 6, Palmitic acid (12,31 %) pada peak nomor 7, 9 dan 12, Z-11-Hexadecenoic acid (4,15 %) pada peak nomor 8 dan 10, dan E-9-Tetradecenoic acid (0,68 %) pada peak nomor 11. Senyawa ester diduga diperoleh dari hasil fermentasi kacang hijau melalui reaksi berkelanjutan antara glukosa, maltosa, dekstrosa dan dekstrin yang dihasilkan oleh aktivitas amilase dari kapang Rhizopus oligosporus menjadi alkohol dan asam-asam organik atau antara fenol dengan asam organik yang dikatalisis oleh enzim esterase. Ester juga dapat terbentuk oleh asam lemak bebas dengan alkohol yang dikatalisis oleh enzim esterase dari Rhizopus oligosporus (Susilowati, dkk 2008).

Senyawa alkohol yang teridentifikasi sebesar 18,53 % dalam bentuk Glycerol (5,66 %) pada peak nomor 1 dan E,E-2,13-Octadecadien-1-ol (12,87 %) pada peak nomor 15. Senyawa ini diduga muncul selama proses fermentasi kacang hijau dimana seperti yang telah diketahui bahwa fermentasi umumnya akan menghasilkan produk samping berupa senyawa alkohol. Sedangkan gliserol didapat dari hasil hidrolisis lemak. Menurut Anna Poedjiati (2005), proses hidrolisis lemak akan terurai menjadi asam lemak dan gliserol.

Senyawa aldehid didapat sebesar 17,56 % dalam bentuk 2-Bromooctadecanal pada peak nomor 13. Senyawa aldehid didapat dari degradasi strecker asam amino dimana asam amino bereaksi dengan senyawa dikarbonil menghasilkan imina, yang akan mengalami dekarboksilasi menjadi aldehid turunan asam amino (aldehid strecker) senyawa amino karbonil (Ziegler, Erich dan Herta Ziegler, 1998).


(52)

52 Senyawa keton didapat sebesar 11,55 % dalam bentuk 16-Hentriacontanone pada peak nomor 14. Senyawa ini terbentuk dari oksidasi lemak disertai dengan pemanasan. Menurut T. Shibatomo dan H.Yeo (1992), lemak dengan adanya paparan panas dan oksigen diketahui berdekomposisi menjadi produk sekunder mencakup alkohol, aldehid, keton, asam karboksilat, dan hidrokarbon.

Senyawa sulfur didapat sebesar 5,67 % dalam bentuk Clomethiazole (0,28 %) pada peak nomor 2 dan 4-Methyl-5-hydroxyethylthiazole (5,39 %) pada peak nomor 3. Senyawa-senyawa ini merupakan hasil degradasi Strecker dari L-Cystein, tiamin, dan glukosa yang komponennya kombinasi dari sulfur dan nitrogen yang memberikan aroma sulfur yang kuat mirip ayam pada proses pemasakan yang mengindikasikan keberadaan degradasi Tiamin. Senyawa-senyawa ini menghasilkan aroma ayam selama proses flavoring. Bagian thiazol dari molekul thiamin merupakan kontributor flavor yang penting karena dengan mudah berdekomposisi menjadi senyawa volatil yang mengandung sulfur dan itulah yang menghasilkan senyawa flavor beraroma kuat (Ziegler, Erich dan Herta Ziegler, 1998).

Senyawa nitrogen didapat sebesar 2,06 % dalam bentuk 2,3,5-Trimethyl pyrazine pada peak nomor 4. Senyawa ini juga merupakan salah satu yang bertanggung jawab terhadap flavor analog ayam. Menurut Terry E.Acree dan Roy Teranishi (1993), mekanisme pembentukan pyrazine selama pemanasan makanan adalah reaksi 2 senyawa α-amino karbonil yang didapat baik dari reaksi Amadori atau dari degradasi Strecker.


(53)

53 4.2.12. Identifikasi Senyawa Flavor menggunakan GCMS pada Pasta Kaldu Nabati Berflavor Analog Ayam dengan Formula FAC Konsentrasi Dekstrin 0,5 %

Pasta kaldu nabati berflavor analog ayam dengan formula FAC pada konsentrasi dekstrin 0,5 % dipilih untuk analisa komponen senyawa-senyawa dengan GCMS. Senyawa-senyawa yang dihasilkan selama reaksi flavoring dan pemastaan pada pasta kaldu nabati berflavor analog ayam dengan formula FAC pada konsentrasi dekstrin 0,5 % ditunjukkan pada Gambar 25 dan Tabel 4.10.

Gambar 25. Kromatogram komponen senyawa-senyawa pada pasta kaldu nabati

berflavor analog ayam dengan formula FAC pada konsentrasi dekstrin 0,5 % berdasarkan hasil GCMS menggunakan kolom dimetil polisiloksan.


(54)

54

Tabel 13. Daftar senyawa hasil GCMS pada pasta kaldu nabati FAC dengan konsentrasi dekstrin 0,5 %

Jenis / Jumlah Peak Num ber R.

Time Nama Senyawa

Rumus

Molekul BM % M.K

5 12,878 Clomethiazole C6H8ClNS 161 0,32

6 13,436

4-Methyl-5-hydroxyethylthiazole C6H9NOS 143 31,77

8 14,875

4-Thiazoleethanol,5-methyl-,acetate C8H11NO2S 185 0,19

11 17,150

7H-Pyrrolo[2,3-d]pyrimidin-4-amine C6H6N4 134 0,21

Senyawa Sulfur / 32,85 %

14 19,605

5,6-Dimetylthieno[2,3-d]pyrimidin-4-amine C8H9N3S 179 0,36

4 11,751 Benzoic acid C7H6O2 122 0,75

13 19,458 Palmitic acid C16H32O2 256 0,41

15 21,307 9-Hexadecenoic acid C16H30O2 254 0,44

16 21,525 Palmitic acid C16H32O2 256 9,05

17 21,861 Ethyl tridecanoate C15H30O2 242 0,25

18 23,236 Stearolic acid C18H32O2 280 0,46

19 23,337 Z-11-Hexadecenoic

acid C16H30O2 254 10,97

20 23,386 Z-11-Hexadecenoic

acid C16H30O2 254 8,09

Ester dan asam organik /

44,17 %

21 23,643 Palmitic acid C16H32O2 256 13,75

7 13,968 n-Tridecane C13H28 184 1,29

Hidrokarbo

n / 1.52 % 3 9,221 n-Decane C10H22 142 0,23

Keton /

0,14 % 9 14,967

4-sec-Butoxy-2-butanone C8H16O2 144 0,14

Aldehid /

1,98 % 1 2,035 n-Heptaldeyde C7H14O 114 1,98

Alkohol /

12,42 % 2 2,084 Glycerin C3H8O3 92 12,42

22 24,678

(1-Ethyl-3-methyl-1H- pyrazol-4-yl)methanamine

C7H13N3 139 1,40

Senyawa Nitrogen /

5,08 %

10 15,067

2,3,5-Trimethylpyrazine C7H10N2 122 3,68

Pada pasta kaldu nabati FAC, senyawa-senyawa yang teridentifikasi didominasi oleh kelompok ester dan asam organik dengan persentase 44,17 %. Senyawa yang teridentifikasi antara lain Benzoic acid (0,75 %) pada peak nomor 4 , Palmitic acid ( 23,2 %) pada peak nomor 13, 16, dan 21, 9-Hexadecenoic acid (0,44 %) pada peak nomor 15, Ethyl tridecanoate (0,25 %) pada peak nomor 17 ,


(55)

55 Stearolic acid (0,46 %) pada peak nomor 18, Z-11-Hexadecenoic acid (19,06 %) pada peak nomor 19 dan 20. Senyawa ester ini diduga diperoleh juga dari hasil fermentasi kacang hijau melalui reaksi berkelanjutan antara glukosa, maltosa, dekstrosa, dan dekstrin yang dihasilkan oleh aktivitas amilase dari kapang Rhizopus oligosporus menjadi alkohol dan asam-asam organik atau antara fenol dengan asam organik yang dikatalisis oleh enzim esterase. Ester juga dapat terbentuk oleh asam lemak bebas dengan alkohol yang dikatalisis oleh enzim esterase dari Rhizopus oligosporus (Susilowati, dkk, 2008). Pembentukan asam-asam organik kemungkinan oleh pengaruh terurainya karbohidrat dari substrat menjadi monosakarida oleh aktivitas amilolitik Rhizopus oligosporus selama fermentasi berlangsung (Susilowati, dkk, 2008).

Senyawa sulfur didapat dalam jumlah yang cukup banyak pula yaitu 32,85 %. Senyawa yang teridentifikasi terdiri atas Clomethiazole (0,32 %) pada peak nomor 5, Methyl-5-hydroxyethylthiazole (31,77 %) pada peak nomor 6, 4-Thiazoleethanol,5-methyl-,acetate (0,19 %) pada peak nomor 8, 7H-Pyrrolo[2,3-d]pyrimidin-4-amine (0,21 %) pada peak nomor 11, 5,6-Dimetylthieno[2,3-d]pyrimidin-4-amine (0,36 %) pada peak nomor 14. Senyawa-senyawa ini merupakan hasil degradasi Strecker dari L-Cystein, tiamin, dan glukosa yang komponennya kombinasi dari sulfur dan nitrogen yang memberikan aroma sulfur yang kuat mirip ayam pada proses pemasakan yang mengindikasikan keberadaan degradasi Tiamin. Senyawa-senyawa ini menghasilkan aroma ayam selama proses flavoring. Bagian thiazol dari molekul thiamin merupakan kontributor flavor yang penting karena dengan mudah berdekomposisi menjadi senyawa volatil yang


(56)

56 mengandung sulfur dan itulah yang menghasilkan senyawa flavor beraroma kuat (Ziegler, Erich dan Herta Ziegler, 1998).

Senyawa alkohol yang teridentifikasi pada sampel ini sebesar 12,42 % dalam bentuk Glycerin pada peak nomor 2. Senyawa ini didapat dari hidrolisis lemak. Menurut Anna Poedjiati (2005), proses hidrolisis lemak akan terurai menjadi asam lemak dan gliserol.

Senyawa nitrogen didapat dalam jumlah 5,08 % dalam bentuk 2,3,5-Trimethylpyrazine (3,68 %) pada peak nomor 10 dan (1-Ethyl-3-methyl-1H-pyrazol-4-yl)methanamine ( 1,40 %) pada peak nomor 22. Menurut Terry E.Acree dan Roy Teranishi (1993), mekanisme pembentukan pyrazine selama pemanasan makanan adalah reaksi 2 senyawa α-amino karbonil yang didapat baik dari reaksi Amadori atau dari degradasi Strecker.

Senyawa-senyawa lain yang teridentifikasi dalam jumlah kecil adalah kelompok hidrokarbon sebesar 1,52 % (n-Decane (0,23 %) pada peak nomor 3 dan n-Tridecane (1,29 %) pada peak nomor 7), aldehid sebesar 1,98 % (n-Heptaldeyde pada peak nomor 1), keton sebesar 0,14 % (4-sec-Butoxy-2-butanone pada peak nomor 9). Senyawa aldehid didapat dari degradasi strecker asam amino dimana asam amino bereaksi dengan senyawa dikarbonil menghasilkan imina, yang akan mengalami dekarboksilasi menjadi aldehid turunan asam amino (aldehid strecker) senyawa amino karbonil (Erich Ziegler dan Herta Ziegler, 1998). Sedangkan senyawa hidrokarbon dan keton terbentuk karena adanya oksidasi lemak disertai dengan pemanasan. Menurut T. Shibamoto dan H.Yeo (1992), lemak dengan adanya paparan panas dan oksigen diketahui


(57)

57 berdekomposisi menjadi produk sekunder mencakup alkohol, aldehid, keton, asam karboksilat, dan hidrokarbon.

Dari penelitian yang telah dilakukan didapat pasta kaldu nabati berflavor analog ayam terpilih, yaitu pada konsentrasi dekstrin 0,5 % baik pada formula FAT maupun FAC. Karakteristik dari kedua pasta tersebut adalah sebagai berikut,

Tabel 14. Karakteristik pasta kaldu nabati berflavor analog ayam pada konsentrasi dekstrin 0,5 %

Konsentrasi Dekstrin 0,5 % Komposisi

FAT FAC

Total Padatan (%) 28,68 26,118

Total Protein (%) 35,23 36,365

Kadar Protein Terlarut (mg/mL) 45 41,25

Kadar N-Amino (mg/mL) 8,23 7,695

Kadar Lemak (%) 0,63 0,533

Kadar Garam (%) 5,565 5,035

Kadar Gula Pereduksi (mg/mL) 881,25 1243,75

Kestabilan Emulsi (%) 99 99

Viskositas (Cps) 8,065 7,97


(58)

58 BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Penambahan dekstrin pada kedua jenis formula kaldu nabati berflavor analog ayam ternyata menghasilkan bentuk pasta dilihat dari peningkatan viskositas dan kestabilan emulsinya.

2. Perlakuan jenis Formula FAT dan FAC menghasilkan kadar gula pereduksi dan kadar protein terlarut yang berbeda nyata pada pasta kaldu nabati berflavor analog ayam. Sedangkan konsentrasi dekstrin menghasilkan kestabilan emulsi dan viskositas yang berbeda nyata pada pasta kaldu nabati berflavor analog ayam. Dari intensitas aroma ayam, pasta kaldu nabati berflavor analog ayam dengan konsentrasi dekstrin 0,5 % pada FAT dan FAC memiliki intensitas yang tinggi sehingga dipilih untuk diidentifikasi dalam GCMS

3. Hasil GCMS pada FAT dengan konsentrasi 0,5 % menghasilkan 7 kelompok senyawa yaitu 2 jenis senyawa sulfur dengan konsentrasi 5,67 %, 8 jenis senyawa ester dan asam organik dengan konsentrasi 18,17 %, 1 jenis senyawa hidrokarbon dengan konsentrasi 25,56 % 1 jenis senyawa keton dengan konsentrasi 11,55 %, 1 jenis senyawa aldehid dengan konsentrasi 17,56 %, 2 jenis senyawa alcohol dengn konsentrasi 18,53 %, 1 senyawa nitrogen dengan konsentrasi 2,06 %. Hasil GCMS pada FAC dengan konsentrasi 0,5 % menghaslkan 7 kelompok senyawa yaitu 5 jenis senyawa sulfur dengan konsentrasi 32,85 %, 10 jenis senyawa ester dan asam organik dengan konsentrasi 44,17 %, 2 jenis senyawa hidrokarbon dengan konsentrasi 1,52 % 1


(59)

59 jenis senyawa keton dengan konsentrasi 0,14 %, 1 jenis senyawa aldehid dengan konsentrasi 1,98 %, 1 jenis senyawa alcohol dengan konsentrasi 12,42 %, 2 senyawa nitrogen dengan konsentrasi 5,08 %.

5.2. Saran

Perlu dilakukan pemastaan dengan jenis bahan penstabil yang lain untuk mendapat pasta kaldu nabati berflavor analag ayam dengan intensitas aroma yang lebih kuat.


(1)

80 LAMPIRAN K. Lembar Scoresheet Uji Peringkat Aroma Pasta Kaldu Nabati

Berflavor Analog Ayam dan Perhitungan Statistik Intensitas Aroma Ayam

UJI PERINGKAT

Nama Panelis :... Tanggal Pengujian :... Jenis Sampel :Pasta kaldu nabati berflavor analog ayam Instruksi :

Dihadapan saudara terdapat 5 sampel berkode. Nilailah intensitas aroma sampel tersebut dengan nilai berikut :

KODE SAMPEL NILAI

133 627 902 199 739

1 (Lemah)

2 (Agak Kuat)

3 (Kuat)

4 (Sangat Kuat)

Komentar:


(2)

81 Tabel 47. Nilai Rata-Rata Intensitas Aroma Ayam Pengaruh Jenis Formula dan

Konsentrasi Dekstrin Pada Pasta Kaldu Nabati Berflavor Analog Ayam Kelompok Ulangan Jenis Formula (A) Konsentrasi Dekstrin

(B) 1 2

Total Rata-Rata

B1 (0,00 %) 2 3 5 2,5

B2 (0,25 %) 2 2 4 2

B3 (0,50 %) 2 3 5 2,5

B4 (0,75 %) 2 2 4 2

A1 (FAT)

B5 (1,00 %) 2 2 4 2

Total Jumlah 10 12 22 11

B1 (0,00 %) 2 2 4 2

B2 (0,25 %) 2 2 4 2

B3 (0,50 %) 3 3 6 3

B4 (0,75 %) 2 2 4 2

A2 (FAC)

B5 (1,00 %) 2 3 5 2,5

Total Jumlah 11 12 23 11,5

Jumlah 21 24 45 22,5

Ket : FAT = Flavor Analog Ayam menggunakan Taurin FAC = Flavor Analog Ayam menggunakan Vitamin C

Deskripsi Aroma : 1 (Lemah); 2 (Agak Kuat): 3 (Kuat); 4 (Sangat Kuat)

Tabel 48. ANOVA (Analisis of Varian) Intensitas Aroma Ayam Pada Pasta Kaldu Nabati Berflavor Analog Ayam

Sumber db Jk KT F Hit F Tabel

5%

A (Jenis Formula) 1 0,05 0,05 0,3tn 5,12

B (Konsentrasi Dekstrin) 4 1,5 0,375 2,25tn 3,63

AB( Interaksi) 4 0,7 0,175 1,05tn 3,63

Error 9 1,5 0,16666667

Total 3,75

Keterangan :

*) Berbeda nyata pada taraf 5 % bila Fhitung > FTabel

tn) Tidak berbeda nyata pada taraf 5 % bila Fhitung < FTabel

Kesimpulan :

Karena pada hasil ANOVA nilai Fhitung < FTabel , maka hasil ANOVA terhadap faktor A,

B, dan interaksi tidak terdapat perbedaan nyata terhadap intensitas aroma ayam sehingga tidak dilakukan uji Duncan.


(3)

82 LAMPIRAN L. Perhitungan Jumlah Bahan Untuk Formula Analog Ayam

Untuk menentukan banyaknya bahan yang digunakan dalam formula analog ayam referensi yang dipakai adalah laporan LIPI Kimia berdasarkan hasil berat kering N-Amino autolisat kaldu nabati. Tabel formulasi terbaik untuk feed 150 gr autolisat dengan berat kering N-Amino 19,85 mg/ml adalah :

JENIS KOMPONEN FAA* JENIS

FORMULA Cystein Taurin Vit.C Tiamin Glukosa

FAT 0,75 % 0,25 % - 1 % 0,5 %

FAC 0,75 % - 0,25 % 1 % 0,5 %

(* % berat kering N-Amino)

Sedangkan neraca bahan dalam formulasi terbaik untuk feed 150 gr autolisat dengan berat kering N-Amino 19,85 mg/ml adalah :

JENIS KOMPONEN FAA* JENIS

FORMULA Cystein Taurin Vit.C Tiamin Glukosa

FAT 1,125 gr 0,375 gr - 1,5 gr 0,75 gr

FAC 1,125 gr - 0,375 gr 1,5 gr 0,75 gr

* Perhitungan bahan baku yang akan digunakan : - Kadar air = 79,27 %

- Berat basah N-Amino = 1,071 mg/ml

- Feed = 1500 gr

- Untuk mencapai berat kering N-Amino 19,85 mg/ml dengan bahan baku yang memiliki Berat kering N-Amino 5,1664 mg/ml dalam 150 gr autolisat diperlukan bahan :

* cystein =


(4)

83

* glukosa =

- Persentase bahan :

Cystein : tiamin : glukosa 4 % : 4 % : 2 %

- Tabel formulasi flavor analog ayam (FAA)

JENIS KOMPONEN FAA* JENIS

FORMULA Cystein Taurin Vit.C Tiamin Glukosa

FAT 3 % 1 % - 4 % 2 %

FAC 3 % - 1 % 4 % 2 %

(* % berat kering N-Amino)

- Kebutuhan bahan untuk feed 1500 gr :

- Neraca bahan dalam formulasi FAA pada autolisat kaldu nabati dengan basis 1500 gr autolisat/perlakuan

JENIS KOMPONEN FAA* JENIS

FORMULA Cystein Taurin Vit.C Tiamin Glukosa

FAT 43,2 gr 14,4 gr - 57,6 gr 28,8 gr


(5)

84 Lampiran M. Foto Alat-alat Pendukung Penelitian

(a) (b) (c)

Gambar 26. (a) Peralatan Soxtex System HT 21045 untuk Analisis Kadar Lemak (b) Oven Nemert untuk Analisis Kadar Air (c) Spektrofotometer uv-vis Hitachi U-2001 untuk Analisis Protein Terlarut (Lowry-Folin) dan Analisis Gula Pereduksi (Somogy-Nelson).

(a) (b)

Gambar 27. Peralatan untuk Analisis Protein Total (Kjehdahl) (a) Peralatan Destruksi (b) Peralatan Destilasi.


(6)

85

Gambar 28. Peralatan GCMS Shimadzu QP 2010 untuk Analisis Senyawa Volatil.

(a) (b)