Pengaruh proses pengeringan terhadap karakteristik kaldu nabati berflavour analog daging (meatlike flavour) instan dari kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) terfermentasi

(1)

ABSTRAK

SUSTI, Pengaruh Proses Pengeringan terhadap Karakteristik Kaldu Nabati Berflavour Analog Daging (Meatlike Flavour) Instan dari Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.) Terfermentasi. Dibawah bimbingan Ir. Agustine Susilowati, M.M dan Anna Muawanah, M.Si.

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh proses pengeringan terhadap karakteristik kaldu nabati berflavour analog daging instan dari kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) terfermentasi. Pengering yang digunakan adalah pengering Kabinet dan vakum dengan waktu pengeringan selama 48 jam (sampling tiap 8 jam). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan kaldu nabati berflavour analog daging instan dengan teknologi pengeringan, mengetahui pengaruh jenis dan waktu pengeringan terhadap karakteristik kaldu nabati berflavour analog daging instan yang terbaik berdasarkan hasil analisis komposisi kimia dan analisis sensori, serta mengetahui pengaruh jenis pengering terhadap jenis dan konsentrasi senyawa volatil menggunakan GCMS. Hasil penelitian menunjukkan terbaik diperoleh pada waktu 16 jam menggunakan pengering vakum dan pengeringan 48 jam menggunakan kabinet. Hasil analisis senyawa volatil dengan GCMS pada kaldu nabati berflavour analog daging instan terbaik menghasilkan 32 senyawa pada pengeringan dengan vakum selama 16 jam. Pengeringan dengan kabinet selama 48 jam menghasilkan 35 senyawa.

Kata Kunci : Kaldu Nabati, Flavour, Pengeringan, Kacang Hijau.


(2)

xviii ABSTRACT

SUSTI, Effect of Drying Process in Vegetable Broth Characteristic with Meatlike Flavour from Fermented Mung Beans (Phaseolus radiatus L.). Under the guidance of Ir. Agustine Susilowati, M.M and Anna Muawanah, M.Si.

Research about the influence of drying on the characteristics of vegetable broth with instant meat analogue flavour from fermented mung beans (Phaseolus radiatus L.) was done. Tray dryer and vacuum dryer was used in this research with while drying for 48 hours (sampling for 8 hours). The purpose of this research is to produce vegetable broth with instant meat analogue flavoured by drying technology, and determine the effect of type and dryingtime toward characteristics of best vegetable broth with instant meat analogue flavoured on the basis of chemical composition analysis and sensory analysis, and determine the effect of drying on the type and consentration of volatile compounds using GCMS. The result showed best vegetable broth with instant meat analogue flavoured drying time obtained at 16 hours using a vacuum dryer and 48 hours using a tray dryer. Vegetable broth with instant meat analog flavour In the the vacuum for 16 hours has obtained 32 compounds. Meanwhile vegetable broth with instant meat analog flavour in the vacuum dryer for 16 hours has obtained 35 compounds.


(3)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Flavour sangat penting untuk mengapresiasikan suatu makanan. Pada saat bahan makanan baru ditawarkan, yang dinilai tidak hanya dari aspek nutrisi, fungsional, dan harga, tetapi flavour juga merupakan salah satu faktor yang diperhitungkan oleh pemakainya. Diantara kesemuanya itu flavour memegang peranan utama (Schutte, et.al. 1978).

Kaldu merupakan salah satu jenis savoury flavour yang ditambahkan ke produk pangan olahan sehari-hari. Penggunaan kaldu yang praktis dan efisien sebagai penyedap rasa atau pengaroma masakan menghasilkan produk memiliki nilai ekonomi tinggi. Saat ini telah banyak tersedia kaldu instan yang sebagian besar berasal dari hewani (sapi, ayam, dan lain-lain). Jenis ini tentu akan lebih bervariasi dengan dihasilkannya kaldu nabati.

Kaldu nabati instan dapat diperoleh dengan cara mengolah bahan kacang-kacangan (kacang hijau, kacang merah, kacang tunggak) melalui fermentasi garam. Sedangkan untuk memperoleh produk kaldu nabati dengan flavour analog daging (meatlike flavour), produk kaldu hasil fermentasi tersebut diautolisis dan selanjutnya dilakukan proses flavouring disertai dengan penambahan formula.

Kaldu nabati selain sebagai savoury flavour juga merupakan produk pangan fungsional dengan kandungan peptida tinggi, mengandung pigmen cokelat yang merupakan inhibitor lemak untuk proses peroksidasi dan anti penuaan, merupakan sumber vitamin B2 yang mengurangi proses-proses oksidasi dalam


(4)

2

tubuh dan sifat-sifat fungsional lainnya yang mempunyai peranan bagi kesehatan selain dari rasa enak yang ditimbulkannya.

Proses flavouring dalam pembuatan kaldu nabati berflavour analog daging didasarkan pada proses reaksi Maillard. Intensitas flavour daging yang dihasilkan dipengaruhi oleh suhu, waktu, pH dan pemilihan prekursor formula analog daging (MAF/ Meat Analogue Formulation). Tipe perkursor pembentuk flavour daging adalah asam amino (L-sistein), gula pentosa (ribosa) dan tiamin (vitamin B1)

(Susilowati, et.al. 2009). Timbulnya flavour tersebut karena adanya senyawa volatil yang dihasilkan selama reaksi. Produksi zat volatil berasal dari asam amino dalam pirolisis melalui degradasi strecker, terjadi deaminasi dekarboksilasi asam-asam amino ke dalam aldehid-aldehid yang mengandung atom karbonnya berkurang satu (Lawrie, 1995).

Bentuk sediaan kaldu nabati sebagai salah satu bahan tambahan penyedap rasa pada pangan harus tepat, supaya lebih mudah dan praktis dalam penggunaannya. Melalui proses pengeringan akan diperoleh kaldu nabati berupa bubuk. Hal ini akan memudahkan dalam pengemasan, meningkatkan masa simpan, serta cepat dan praktis untuk digunakan namun tetap terjaga kualitasnya. Jenis pengering yang digunakan adalah pengering kabinet dan pengering vakum.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, rumusan masalah yang diajukan adalah sebagai berikut:

1. Apakah dapat dihasilkan bubuk kaldu nabati berflavour analog daging instan dengan teknologi pengeringan?


(5)

3

2. Bagaimanakah pengaruh jenis dan lama pengeringan terhadap karakteristik kaldu nabati berflavour analog daging?

3. Bagaimanakah pengaruh jenis pengering terhadap jenis dan konsentrasi senyawa pembentuk flavour?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Menghasilkan kaldu nabati berflavour analog daging instan dengan teknologi pengeringan.

2. Mengetahui pengaruh jenis dan waktu pengeringan terhadap karakteristik kaldu nabati berflavour analog daging instan yang terbaik.

3. Mengetahui pengaruh jenis pengering terhadap jenis dan konsentrasi senyawa flavour.

1.4. Hipotesis

Komposisi kimia dan karakteristik senyawa pembentuk flavour analog daging pada kaldu nabati kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) dipengaruhi oleh jenis dan lamanya pengeringan.

1.5. Manfaat penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan produk kaldu dari kacang-kacangan berflavour analog daging dalam bentuk bubuk, sehingga lebih mudah dalam penggunaannya.


(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kaldu Nabati

Kaldu merupakan sari dari tulang dan daging sapi atau ayam. Kaldu diperoleh dengan cara merebus tulang, daging, atau sayuran dan diambil sarinya atau air rebusan tersebut, sebagai contoh adalah kaldu ayam dan kaldu daging sapi. Kaldu digunakan pada masakan atau makanan untuk menambah dan memperkuat rasa dan juga bau dari masakan atau makanan tersebut.

Kaldu nabati adalah istilah yang digunakan untuk produk kaldu yang diperoleh dengan cara memfermentasikan kacang-kacangan dengan kapang Rhizopus sp. atau Aspergillus sp. untuk memperoleh fraksi gurih (Susilowati, et.al. 2006). Pemecahan asam-asam amino dari protein oleh aktivitas protease kapang tersebut akan membentuk senyawa-senyawa flavour. Ini merupakan alternatif penggunaan kacang-kacangan selain dikonsumsi langsung dapat juga dikonsumsi secara tidak langsung dalam pengolahanya pada produk pangan sebagai penyedap rasa dan pengaroma, seperti halnya tauco dan miso (Jepang).

4 Gambar 1. Kaldu kacang hijau

terfermentasi oleh Rhizopus-C1 selama 18 minggu pada suhu 30oC.


(7)

5 Kaldu nabati selain sebagai savoury flavour juga merupakan produk pangan fungsional yang mengandung peptida tinggi, mengandung pigmen cokelat yang merupakan inhibitor lemak untuk proses peroksidasi dan anti penuaan, merupakan sumber vitamin B2 yang mereduksi proses-proses oksidasi dalam

tubuh dan sifat-sifat fungsional lain yang mempunyai peranan bagi kesehatan selain dari rasa enak yang ditimbulkannya. Menurut Nagodawithana (1994), savoury flavour dapat diperoleh dari khamir, yaitu konsentrat fraksi terlarut dari khamir. Ekstrak khamir digunakan sebagai prekursor dari savoury flavour karena mengandung asam-asam amino, peptida, nukleotida serta gula reduksi

2.2. Flavour Analog Daging (Meatlike Flavour)

Ditinjau dari segi jenisnya, flavour analog daging termasuk ke dalam kelompok savoury flavour. Beberapa senyawa mampu memperkuat atau memperbaiki citarasa makanan, misalnya NaCl sebagai pemberi rasa asin dan Mono Sodium Glutamat sebagai pemberi rasa gurih. Terdapat tanggap rasa dasar terhadap asam amino, terutama asam glutamat. Rasa ini kadang-kadang dinyatakan dengan kata umami, berasal dari bahasa Jepang yang artinya kesedapan (deMan, 1989). Bahan penyedap atau flavouring adalah suatu zat atau komponen yang dapat memberikan rasa dan aroma tertentu pada bahan makanan. Flavour merupakan sensasi yang dihasilkan bahan makanan ketika diletakkan dalam mulut terutama yang ditimbulkan oleh rasa dan bau, termasuk perasaan ”mouth fell”.

Bahan pangan analog daging dapat didefinisikan sebagai produk dengan nutrisi yang seimbang, dan tidak berisi protein daging ataupun produk daging.


(8)

Analog daging ini dikembangkan dari segi penampakan, tekstur, dan rasa. Protein pada analog daging diperoleh dari sayuran dan sumber non-daging lainnya (Heinze, et.al. 1978).

Flavour daging muncul karena adanya reaksi Maillard dan degradasi senyawa sulfur (misalnya tiamin dan sistein) selama proses flavouring berlangsung dihasilkan senyawa volatil yang khas pada daging. L-sistein merupakan senyawa sulfur yang bertanggung jawab pada pembentukan senyawa flavour analog daging melalui degradasi Strecker dengan senyawa dikarbonil menghasilkan markaptoasetaldehid, aldehid dan H2S sebagai produk flavour

daging yang ditunjukkan pada Gambar 2 (K.B. de Roos, 1992). Senyawa flavour daging meliputi 4-markapto-5metil tetrahidro-3 furanon, 2,5-dimetil-2,4-dihidroksi-3-(2H)-tiopen, 2-metil-3-furantiol, 2-furfuriltiol, 2-metil-3-(metiltio)-furan, bis-(2-metil-3-furil)disulfida, 2-furil-2-metil-3-furil-disulfida, 1,2,4-tritiolan, 1,2,4,6,tetratiepen, 1-(2-metil-2-tientio)-etantiol, 1-(2-metilfuritio)-etantiol (Bailley, 1998).

As.amino α-dikarbonil

Basa Schiff

Aldehid

α-amino karbonil Gambar 2. Degradasi Strecker dari Sistein (Acree dan Roy, 1993)

6

Heinze, et.al. (1978) mengatakan bahwa flavouring yang terjadi pada analog daging ini meliputi dua hal utama yaitu pengembangan karakteristik


(9)

7 flavour daging dan aplikasinya pada analog daging. Banyak karakteristik flavour yang ditemukan, tetapi tidak ditemukan karakteristik senyawa volatil yang dominan ketika flavour pada bahan-bahan nabati dibandingkan dengan flavour daging.

Masalah yang biasanya terjadi selama flavouring untuk menghasilkan analog daging adalah interaksi antara aroma daging yang terbentuk dengan bahan analog (misalnya sistein dan tiamin) sehingga menimbulkan off-flavour atau kehilangan aroma. Selama proses flavouring, keberadaan bahan analog yang digunakan sangat berpengaruh pada terbentuknya flavour yang kuat dan timbulnya off-flavour (Heinze, et.al. 1978). Untuk mencegah terjadinya off-flavour dapat dilakukan dengan melakukan reaksi flavouring pada kondisi optimum.

Banyak penelitian tentang flavour daging yang telah berkembang menggunakan teknologi modern, namun tidak semua aroma daging dibuat analognya. Sebagian besar penelitian lebih konsentrasi pada analog daging sapi, analog daging babi, dan analog ayam (Heinze, et.al. 1978). Hal ini telah diteliti oleh Ouweland dan Leonard Schutte tahun 1978 tentang aplikasi protein pada kedelai sebagai pengganti daging. Selanjutnya pada tahun 1992 de Roos juga melakukan penelitian mengenai timbulnya flavour daging dari sistein dan gula. Perbedaan antara flavour analog daging dari kaldu nabati dengan flavour daging adalah flavour analog daging kaldu nabati diperoleh dari bahan nabati kacang-kacangan terfermentasi yang bebas kolesterol sehingga aman untuk dikonsumsi. Sedangkan, flavour daging diperoleh dari bahan-bahan hewani.


(10)

2.3. Reaksi Maillard

Reaksi Maillard adalah reaksi kimia antara asam amino dengan karbohidrat khususnya gula pereduksi. Hasil reaksi tersebut menghasilkan bahan berwarna cokelat, yang sering dikehendaki atau kadang-kadang malahan menjadi pertanda penurunan mutu (Winarno, 1992). Produk yang reaksi pencokelatannya menguntungkan, ciri warna dan aroma yang terbentuk biasanya dirasakan menyenangkan. Dalam produk lain, warna dan aroma mungkin menjadi sangat tidak menyenangkan (deMan, 1989).

Aroma yang dihasilkan oleh reaksi Maillard sangat beragam. Reaksi urai strecker asam α-amino merupakan reaksi yang berperan juga secara berarti dalam pembentukan senyawa aroma. Senyawa dikarbonil yang terbentuk bereaksi dengan asam α-amino. Reaksi Maillard memerlukan panas dan berlangsung melalui tahap-tahap berikut ini:

1. Suatu aldosa bereaksi bolak-balik dengan asam amino atau dengan suatu gugus amino dari protein sehingga menghasilkan basa Glukosilamin.

+ RNH2

.

Glukosa Glukosilamin

Gambar 3. Pola reaksi pembentukan basa Glukosilamin

2. Perubahan terjadi menurut reaksi Amadori sehingga menjadi amino ketosa.


(11)

Gambar 4. Pola reaksi Amadori

1-amino-1-deoksiketosa

3. Senyawa 1-amino-1-deoksiketosa mengalami dehidrasi membentuk turunan-turunan furfuraldehid, misalnya dari pentosa diperoleh furfural.

Gambar 5. Pola reaksi pembentukan furfural dari gula aldosa (Winarno, 1992) 4. Proses dehidrasi selanjutnya menghasilkan hasil antara metil α

-dikarboksil yang diikuti penguraian menghasilkan redukton dan α -dikarboksil seperti metil glioksal, asetol, dan diasetil.

5. Aldehid-aldehid aktif dari 3 dan 4 terpolimerisasi tanpa mengikutsertakan gugus amino (hal ini disebut kondensasi aldol) atau dengan gugusan amino membentuk senyawa berwarna cokelat yang disebut melanoidin.

Menurut Nagodawithana (1994) hasil reaksi Maillard sangat bergantung pada konsentrasi reaktan, tingkat kelembaban, dan pH. deMan (1989) juga mengemukakan bahwa dalam reaksi Maillard, gugus amino dapat hilang oleh karena itu, pH awal mempunyai pengaruh penting terhadap reaksi. Reaksi pencokelatan diperlambat oleh penurunan pH, dan reaksi pencokelatan dapat dikatakan menghambat sendiri karena pH menurun dengan menghilangnya gugus


(12)

1 0

amino basa. Pengaruh pH terhadap reaksi pencokelatan sangat bergantung pada kandungan air. Jika banyak air, sebagian besar pencokelatan disebabkan oleh pengkaramelan, tetapi pada keadaan kandungan air rendah dan pH lebih besar dari 6, reaksi Maillard yang mendominasi. Kecepatan dan pola reaksi pada reaksi Maillard dipengaruhi oleh sifat asam amino atau protein yang bereaksi dan sifat karbohidrat. Hal ini berarti bahwa setiap makanan dapat menunjukkan pola pencokelatan yang berbeda.

2.2.4. Kaldu Nabati Berflavour Analog Daging

Kaldu nabati berflavour analog daging salah satunya adalah produk kaldu nabati hasil fermentasi garam dari kacang hijau menggunakan inokulum Rhizopus-C1 dengan aroma daging yang terbentuk melalui proses flavouring.

Proses flavouring tersebut didasarkan pada reaksi Maillard dengan menambahkan prekursor flavour sebagai formula analog daging (Meat Analog Formulation/MAF) (Susilowati, et.al. 2009).

Pemilihan kacang hijau sebagai bahan mentah kaldu nabati didasarkan pada pemanfaatannya yang belum optimal, sedangkan kandungan gizi kacang ini cukup tinggi terutama kandungan proteinnya. Kacang hijau mengandung protein (asam amino) cukup lengkap yang terdiri atas asam amino essensial seperti Isoleusin 6,95 %, Leusin 12,90 %, Lisin 7,94 %, Metionin 0,84 %, Fenilalanin 7,07 %, Treonin 4,50 %, Valin 6,23 %, dan juga asam amino non-essensial meliputi Alanin 4,15 %, Arginin 4,44 %, Asam Aspartat 12,10 %, Asam Glutamat 17 %, Glisin 4,03 %, Triptofan 1,35 5 dan Tirosin 3,86 % (Susilowati, et.al. 2006). Kacang hijau mengandung protein nabati yang cukup potensial (23 %),


(13)

1 1

karbohidrat 59,5 %, vitamin B (asam folat dan vitamin B1), kalsium, fosfor, zat

besi, dan karoten sebagai prekursor vitamin A (30 µg/100 g), dan kadar lemak 0,47 % (Susilowati, et.al. 2008).

2.3. Proses Instanisasi melalui Proses Pengeringan 2.3.1. Proses Pengeringan

Proses pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air tersebut dengan menggunakan energi panas, biasanya kandungan air bahan tersebut dikurangi sampai suatu batas agar mikroba tidak dapat tumbuh lagi di dalamnya (Winarno, 1980). Cara yang ditempuh untuk mengeringkan bahan amatlah bervariasi, disesuaikan dengan kebutuhan.

Prinsip pengeringan ini adalah air yang berada pada permukaan bahan (yang dikeringkan) menguap ke udara, sehingga menghasilkan daerah yang memiliki tekanan uap air yang rendah pada permukaan. Hal ini menyebabkan beda potensial antara bagian permukaan bahan yang bertekanan uap air rendah dengan bagian dalam yang tekanan uap airnya masih relatif tinggi, sehingga terbentuk gradien tekanan. Gradien tekanan ini yang menjadi tenaga pendorong bagi air untuk berpindah dari bagian dalam bahan ke permukaan.

Perambatan panas dapat terjadi secara konduksi, konveksi, atau radiasi. (1) konveksi, antara udara pengering dengan bahan; (2) konduksi, di dalam bahan; (3) radiasi, antara sesama udara pengering atau permukaan panas atau antara keduanya (Winarno, 1980).


(14)

1 2

Keutamaan pengeringan produk makanan adalah untuk memperpanjang waktu penyimpanan, memudahkan penyimpanan, dan memudahkan pengiriman karena bentuknya lebih ringan. Kualitas produk ditentukan oleh kondisi fisik dan degradasi biokimia yang terjadi selama proses penghilangan air. Waktu pengeringan, suhu, dan aktivitas air berpengaruh terhadap mutu produk akhir yang diperoleh. Suhu rendah umumnya berpengaruh positif terhadap kualitas produk tetapi membutuhkan waktu yang lebih lama. Rendahnya aktivitas air dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme, tetapi terdapat oksidasi lemak yang tinggi (Okos, 1992). Pengeringan biasanya digunakan untuk produk-produk hasil pertanian, produk makanan, kayu, dan produk perikanan.

2.3.1.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengeringan

Faktor yang mempengaruhi pengeringan ada dua macam yaitu faktor yang berhubungan dengan udara pengering seperti suhu, kecepatan aliran udara pengeringan dan kelembaban udara. Faktor yang kedua yaitu yang berhubungan dengan sifat bahan yang dikeringkan seperti ukuran bahan, kadar air awal, dan tekanan parsial di dalam bahan.

Suhu udara pada proses pengeringan akan berpengaruh terhadap waktu pengeringan, sehingga proses pengeringan yang menggunakan suhu tinggi dalam waktu singkat lebih kecil kemungkinannya merusak bahan daripada proses pengeringan dengan suhu rendah waktu yang lama.


(15)

1 3 2.3.1.2. Jenis Pengering

Dikenal dua macam pengeringan yaitu: 1. Natural Drying adalah pengeringan alami dengan menggunakan sinar matahari secara langsung; 2. Artificial Drying adalah pengeringan buatan dengan memakai media pemanas steam atau udara panas. Disamping itu, dikenal juga tiga macam proses pengeringan jika ditinjau dari segi proses, yaitu pengeringan dengan udara panas, pengeringan dengan membuat udara vakum, dan pengeringan dengan freeze drying (Pramudono, 1988). Teknologi yang akan digunakan pada penelitian ini dalam produksi kaldu nabati berflavour analog daging adalah pengeringan menggunakan Kabinet (Tray Dryer) dan Vakum (Vacuum Dryer).

a) Pengering Kabinet

Pengering kabinet dapat disebut juga pengering tray karena menggunakan rak penampung sebagai penyangga bahan yang akan dikeringkan dengan udara panas dalam ruangan yang tertutup. Pengeringan ini terdiri atas struktur rangka dimana dinding, atap, dan alas diisolasi untuk mencegah kehilangan panas, dilengkapi dengan kipas angin internal untuk menggerakkan medium pengering melalui sistem pemanas dan mendistribusikannya secara merata melalui satu atau beberapa rak berisi bahan yang dikeringkan dalam ruang pengering. Buffle yang dapat diatur posisinya biasanya digunakan untuk mengatur arah udara, bisa horizontal dengan rak atau dari bawah melalui rak. Dumper yang dapat digerakkan dipasang untuk mengatur udara yang keluar dari pengering.

Buffle dan saringan digunakan untuk menyeragamkan distribusi aliran udara dalam kabinet. Termometer dengan elemen yang sensitif dipasang langsung dalam aliran udara yang masuk rak atau dalam aliran udara yang meninggalkan


(16)

1 4

rak. Keuntungan dari pengeringan menggunakan pengering ini adalah lebih menghemat biaya produksi dan tidak membutuhkan energi yang besar sehingga lebih efisien untuk produksi skala kecil menengah.

b) Pengering Vakum

Pengering vakum adalah alat yang digunakan untuk proses pengeringan dengan menurunkan tekanan dalam ruangan terisolasi. Pemisahan dalam proses pengeringan ini adalah merubah bahan dari fase asli berupa padatan, semi padatan, atau cair menjadi produk kering dan padat dengan mengurangi kadar air yang terkandung dalam bahan tersebut. Prinsip kerja dari alat ini adalah memanaskan produk pada suhu yang bisa diatur disertai dengan penyedotan (pemvakuman) uap air dari produk yang dipanaskan.

Keunggulan dari pengeringan menggunakan vakum adalah pengeringan dapat dilakukan dalam temperatur yang relatif rendah dibandingkan dengan metode pengeringan yang lain. Karena menurut Okos et al. (1992), memperlama bahan pangan yang sensitif terhadap panas pada temperatur tinggi selama proses evaporasi (penghilangan air) terbuka menyebabkan hilangnya rasa dan menurunnya kualitas produk. Maka, dikembangkanlah evaporator yang dioperasikan pada temperature rendah yang dilakukan pada ruang vakum. Namun metode ini memang banyak memakan energi, sehingga efisiensi yang baik baru akan tercapai pada jumlah produksi yang besar per satuan waktunya.

Selain itu, juga perlu diperhatikan mengalirnya udara di dalam ruangan vakum. Karena kondisi di dalam ruangan tersebut memang distel vakum dengan cara memompa udara keluar dari ruangan yang terisolasi tersebut, maka udara yang berfungsi sebagai penampung uap air pun jumlahnya menjadi lebih sedikit.


(17)

1 5

Jika udara yang sedikit menjadi jenuh karena penguapan, maka ia tidak akan mampu lagi menampung uap air, sehingga proses pengeringan akan berhenti. Karena itu, udara di dalam ruangan vakum ini haruslah mengalir, untuk menjamin ketersediaan udara baru yang mampu menampung uap air hasil pengeringan.

2.3.2. Penambahan Dekstrin dan Antikempal

Menurut Hartomo dan Widiatmoko (1993), kriteria produk kaldu yang baik supaya mudah diterima konsumen adalah produk pangan harus mudah larut, mudah didispersikan dalam media cair, tidak ada lapisan gel, dan tidak menggumpal. Untuk mendapatkan hasil seperti itu, maka penulis menambahkan bahan dekstrin sebagai binding dan anti kempal sebelum bahan mengalami proses pengeringan.

2.3.2.1. Dekstrin sebagai Bahan Pengikat (Binding)

Dekstrin adalah produk hidrolisis pati, berbentuk zat amorf berwarna putih kekuning-kuningan. Kadar air dekstrin maksimum 11 %, kadar abu maksimum 0.5 %, dan kelarutan minimal 97-99 % (Standar Nasional Indonesia, 1989). Dekstrin umumnya berbentuk bubuk dan berwarna putih sampai kuning keputihan. Dekstrin merupakan zat koloidal dengan ukuran partikel molekul lebih kecil dari pati semula dan bergerak bebas, tetapi dekstrin bukan senyawa murni, melainkan senyawa campuran dari molekul-molekul yang mempunyai jumlah glukosa 4-10 unit.


(18)

1 6 Gambar 6: Struktur Dekstrin (Fessenden dan Fessenden, 1990) Pembuatan dekstrin pada prinsipnya adalah memotong rantai panjang pati dengan katalis asam atau enzim menjadi molekul-molekul yang berantai lebih pendek dengan jumlah unit glukosa di bawah sepuluh. Pada proses ini molekul pati mula-mula pecah menjadi unit rantai glukosa yang lebih pendek yang disebut dekstrin. Dekstrin ini depecah lebih jauh menjadi maltosa (dua unit glukosa) dan akhirnya maltosa pecah menjadi glukosa.

Industri pangan sering menggunakan dekstrin untuk meningkatkan tekstur bahan pangan, selain itu juga dekstrin memiliki kemampuan untuk membentuk lapisan, contohnya pelapisan kacang atau cokelat untuk mencegah migrasi minyak. Digunakan dekstrin 1 % dalam penelitian ini, sesuai dengan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kadar tersebut menunjukkan hasil yang terbaik.

2.3.2.2. Antikempal

Antikempal adalah senyawa anhidrat yang dapat mengikat air tanpa menjadi basah dan biasanya ditambahkan ke dalam bahan makanan yang bersifat bubuk (partikulat seperti garam meja). Tujuan penambahan senyawa anti kempal

H

H H

H

H

H

H

H H H


(19)

adalah untuk mencegah terjadinya penggumpalan dan menjaga agar bahan tersebut dapat dituang (free flowing). Salah satu jenis antikempal yang digunakan dalam penelitian ini adalah MgCO3 (magnesium karbonat).

MgCO3(s) + 2H2O(l) Mg(OH)2(aq) + H2CO3(aq)

Senyawa anti kempal biasanya merupakan garam-garam anhidrat yang bersifat cepat terhidrasi dengan mengikat air, atau senyawa-senyawa yang dapat mengikat air melalui pengikatan di permukaan (surface adhesion) tanpa menjadi basah dan menggumpal. Senyawa-senyawa tersebut biasanya adalah senyawa yang secara alami berbentuk hampir kristal (near crystalline).

Senyawa anti kempal dapat digolongkan menjadi (1) garam (aluminium, amonium, kalsium, potasium dan sodium) dari asam lemak rantai panjang (miristat, palmitat, stearat) ; (2) kalsium fosfat; (3) potasium dan sodium ferisianida; (4) magnesium oksida dan (5) garam (aluminium, magnesium, kalsium dan campuran kalsium aluminium) dari asam-asam silikat. Senyawa golongan 1, 2, dan 3 membentuk hidrat, sedangkan 4 dan 5 menyerap air. Potasium dan sodium ferosinida tidak banyak lagi digunakan karena tokisitasnya yang relatif tinggi. Jumlah yang ditambahkan biasanya berkisar pada 1% berat bahan pangan. Senyawa anti kempal umumnya dapat dimetabolisme atau tidak toksik pada tingkat penggunaan yang diizinkan.

2.4. Analisis

2.4.1. Kromatografi Gas-Spektroskopi Massa

Kromatografi adalah pemisahan senyawa kima berdasarkan proses partisi antara dua media. Media atau fasa yang pertama yaitu fasa stasioner dan fasa yang kedua yaitu fasa gerak. Untuk fasa yang pertama (stationary phase) biasanya


(20)

1 8

berupa padatan atau cairan, dan fasa yang kedua biasanya berupa cairan atau gas. Substansi yang akan dipisahkan terdistribusi diantara fasa gerak dan fasa diam. Kromatografi Gas Spektroskopi Massa adalah teknik analisis yang menggabungkan dua metode analisis, yaitu Kromatografi Gas dan Spektroskopi Massa.

Kromatografi gas merupakan salah satu alat instrumentasi yang sangat penting untuk memisahkan dan menganalisa senyawa organik tanpa melalui proses dekomposisi. Pada umumnya alat ini digunakan untuk menguji kemurnian senyawa dan memisahkan komponen dalam campuran menjadi bentuk molekul-molekul yang lebih kecil. Spektroskopi Massa adalah metode analisis, dimana sampel yang dianalisis akan diubah menjadi ion gasnya, dan massa dari ion-ion tersebut dapat diukur berdasarkan hasil deteksi berupa spektrum massa.

Bagian-bagian dari instrumen kromatografi gas dan spektroskopi massa adalah sebagai berikut:

1. Pengatur aliran gas (gas flow controller)

Berfungsi untuk mengatur aliran gas dalam kromatografi gas. 2. Tempat injeksi sampel (injektor)

Digunakan sebagai tempat injeksi sampel, adapun fungsi secara mendetail adalah menguapkan sampel (pelarut dan analat), mencampurkan sampel dengan gas pembawa, menyalurkan campuran gas tersebut ke dalam kolom

3. Kolom

Pada umumnya menggunakan kolom kapiler. Adapun fungsi kolom adalah sebagai tempat terjadinya pemisahan molekul-molekul dalam sampel.


(21)

1 9

Berfungsi untuk mengirimkan sampel dari GC ke MS dengan meminimalkan kehilangan sampel saat pengiriman.

5. Sumber ion (ion source)

Sumber ion memiliki fungsi untuk mengionkan sampel yang berbentuk gas sebelum dianalisis di penganalisis massa (mass analizer).

6. Sistem vakum

Ada dua tipe vakum yaitu:

a) Pompa vakum tinggi yang berfungsi untuk mengurangi dan mempertahankan tekanan pada MS saat analisis. Tekanan tinggi yang dipertahankan juga dapat menambah sensitivitas pada proses analisis spektrum massa.pompa vakum tinggi terdiri dari dua buah Turbo Moleculer Pump.

b) Pompa vakum rendah yang berfungsi untuk mengurangi tekanan udara luar. Sistem ini diperlukan agar ion-ion tidak mengalami reaksi dengan partikel lain dan mengurangi reaksi ion molekuler.

Sistem vakum ini diperlukan karena:

a) Ion-ion sampel harus berjalan dari sumber ion menuju detektor tanpa atau dengan sedikit tumbukan dengan partikel-partikel lainnya.

b) Mengurangi reaksi-reaksi ion molekuler

c) Mengurangi gangguan (background interference) dan meningkatkan sensitivitas.

d) Memperpanjang umur filamen. 7. Penganalisis massa (mass analizer)


(22)

2 0

Terdiri dari empat batang logam yang dapat diberikan muatan baik positif maupun negatif. Mass Analizer berfungsi secara selektif dengan mengatur sendiri voltase dari muatan batangan logam untuk berbagai massa ion, sehingga ion-ion yang dapat melewatinya hanya ion-ion yang sesuai dengan voltase dan massa ion yang diinginkan.

8. Detektor

Ion-ion yang keluar dari penganalisis massa dideteksi dan jumlahnya diukur oleh detektor.

2.4.2. Spektrofotometer UV-Visible

Spektrofotometri adalah metode analisis kimia berdasarkan pengukuran absorbansi suatu contoh yang kemudian dibandingkan dengan deret standar. Dalam penggunaannya dewasa ini, istilah spektrofotometri menyiratkan pengukuran besarnya pengabsorbsian energi cahaya oleh suatu sistem kimia sebagai fungsi dari panjang gelombang radiasi, demikian pula pengukuran pengabsorbsian yang menyendiri pada suatu panjang gelombang tertentu (Underwood, 1999).

Pengukuran memakai spektrofotometer ini bertujuan untuk menentukan absorbansi suatu zat. Semua molekul dapat mengabsorbsi radiasi dalam daerah UV-tampak karena mereka mengandung elektron, baik sekutu maupun menyendiri, yang dapat dieksitasikan ke tingkat energi yang lebih tinggi. Ketika cahaya dengan panjang gelombang tertentu melalui larutan kimia yang diujikan, sebagian cahaya tersebut akan diabsorbsi oleh larutan. Hukum Beer’s yang


(23)

2 1

dikembangkan pada tahun 1852 oleh J.Beer’s menyatakan secara kuantatif adsorbsi ini sebagai:

Log I0/IT = ε.L.C……….*)

Keterangan :

I0 = Intensitas cahaya sebelum melewati sampel

IT = Intensitas cahaya setelah melewati sampel

ε = Koefisien ekstingsi, yaitu konstanta yang tergantung pada sifat alami dari senyawa substansi dan panjang gelombang yang digunakan untuk analisis.

L = Panjang atau jarak cahaya yang melewati sampel C = Konsentrasi larutan yang dianalisa

Hubungan I0/IT akan lebih cepat dipahami dengan melihat kebalikan dari

perbandingan tersebut yakni IT/I0 sebagai transmitansi (T) dari larutan. Log (I0/IT)

dikenal sebagai absorbansi (A) larutan. Pernyataan ini akan menghasilkan persamaan A = - log T dengan A = ε.L.C. hal yang perlu diperhatikan disini

adalah bahwa persamaan ini menyerupai dengan persamaan garis lurus y = mx + b.

2.4.3. Metode Kjehdahl

Analisis kadar nitrogen total dengan metode kjehdahl pada dasarnya dibagi menjadi tiga tahap: tahap destruksi, tahap destilasi, dan tahap titrasi. Prinsip kerja dari metode ini adalah Nitrogen dalam contoh dihidrolisis dengan asam sulfat membentuk senyawa ammonium sulfat. Kemudian direduksi dengan natrium tiosulfat membentuk senyawa ammonium. Ammonium yang dihasilkan disuling


(24)

2 2

dalam suasana alkali dengan penampung hasil sulingan larutan asam borat. Titrasi hasil sulingan dengan larutan asam sulfat sampai warna hijau berubah menjadi merah jambu dengan indikator metal merah:metal biru 1:1 (SNI, 2000).

2.4.4. Metode Soxtex

Metode Soxtex digunakan untuk análisis kandungan lemak pada sampel. Prinsip metode ini mirip dengan cara kerja Shoklet secara konvensional, namun pada metode ini dapat digunakan berbagai pelarut, dengan cara yang lebih cepat, aman, dan lebih ekonomis dibandingkan ekstraksi Shoklet. Ekstraksi ini dilakukan dalam dua langkah. Pertama adalah tahap boiling yaitu sampel direndam dalam pelarut mendidih (yang biasa digunakan adalah n-Heksan) untuk melarutkan lemak yang terkandung pada sampel. Tahap kedua adalah rinsing yaitu pencucian sampel dengan pelarut dari kondensor. Setelah selesai ekstraksi, katup pada kondensor ditutup untuk mengumpulkan kembali pelarut pada kondensor. Sampel yang tersisa di dalam crusible merupakan lemak yang terkandung di dalam sampel.


(25)

2 3 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai pada bulan Mei 2009 sampai November 2009. Tempat penelitiannya adalah Pusat Penelitian Kimia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, kawasan PUSPIPTEK, Serpong, Tangerang-15314.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan berupa kacang hijau terfermentasi oleh Rhizopus-C1 selama 18 minggu pada suhu 30oC melalui fermentasi garam yang telah

disimpan di Pusat Penelitian Kimia-LIPI; L-Sistein, Tiamin, dan Xilosa dari Biogen. Sedangkan bahan-bahan untuk analisis komposisi kimia antara lain HCl; NaOH; K2SO4; H2SO4; Na2SO4; Na2CO3; CuSO4; Metil biru; Na-tiosulfat; Folin;

Asam asetat; CuCl2; Buffer borat; Trisodium fosfat; Asam borat; Timolftalein;

Reagen nelson; NaK Tartrat; KI; Larutan pati; Metil merah; n-Heksana; Arsenomolibdat.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi peralatan analisis seperti Glassware; Destillator unit Sibata SI-135; Spektrofotometer uv-vis Hitachi U-2001; Timbangan analitik (Mettler Toledo AT 400); Salinometer PCE-028; peralatan Soxtec system HT 21045; Oven Nemert; Desikator; Vortex; GCMS Shimadzu QP 2010. Peralatan untuk proses meliputi waterbath (Memmert, Germany); peralatan flavouring skala semi pilot yaitu volume (close system) Bomex 10L (TC-15); pengering vakum Heraeus dan pengering kabinet Heraeus.


(26)

2 4 3.3. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah produksi kaldu nabati berflavour analog daging melalui proses autolisis dan flavouring terhadap bahan baku kacang hijau terfermentasi, selanjutnya dilakukan karakterisasi terhadap produk yang dihasilkan dengan melakukan analisis komposisi kimia yang meliputi analisis kadar air, protein total, protein terlarut, N-amino, lemak, gula pereduksi, garam dan analisis sensori.

Tahap selanjutnya adalah melakukan pengeringan kaldu yang dihasilkan pada tahap pertama untuk mendapatkan produk kaldu berupa bubuk instan. Pengeringan yang digunakan ada dua jenis yaitu jenis pengering kabinet dan pengering vakum, proses pengeringannya dilakukan selama 48 jam dengan pengambilan sampel setiap 8 jam.

3.3.1. Proses Produksi Kaldu Nabati Berflavour Analog Daging 3.3.1.1 Proses Autolisis Kaldu Nabati

Kacang hijau terfermentasi (kaldu kasar) ditambahkan air dengan rasio 2 bagian kaldu kasar (3 kg) dan 3 bagian air (4,5 kg ). NaOH ditambahkan untuk pengaturan pH 5,5. Campuran kemudian dipanaskan pada suhu 50oC di dalam shakerwaterbath dengan pengadukan 4000 rpm selama 8 jam. Inaktivasi enzim dilakukan pada suhu 70oC selama 5 menit. Autolisat selanjutnya dianalisis komposisi kimianya meliputi kadar air, protein total, protein terlarut, N-amino, lemak, gula pereduksi, garam, dan analisis sensori. Kemudian autolisat digunakan untuk proses flavouring.


(27)

2 5 3.3.1.2. Proses Flavouring

Autolisat kaldu nabati sebanyak 7 liter ditempatkan pada beaker glass 10 liter lalu ditambah formula L-sistein 7,67 %, Tiamin 12,4029 %, Xilosa 2,55 % berdasarkan % berat kering protein total dari autolisat kaldu nabati kemudian diaduk hingga homogen. Setelah selesai pengadukan autolisat yang telah diformulasikan tersebut dimasukkan ke dalam labu didih 10 liter untuk proses flavouring selama 3 jam pada suhu 100oC sehingga dihasilkan kaldu nabati berflavour analog daging (Susilowati, et.al. 2009). Selanjutnya dianalisis kimia yang meliputi kadar air, protein total, protein terlarut, N-amino, lemak, gula pereduksi, garam, dan analisis sensori yang kemudian dilanjutkan ke proses pengeringan.

3.3.2. Proses Pengeringan Kaldu Nabati Berflavour Analog Daging

Autolisat dingin sebanyak 3 liter yang telah mengalami proses flavouring ditambahkan dekstrin 1 % sebagai binding dan MgCO3 0,5 % sebagai antikempal.

Selanjutnya dikeringkan dengan menggunakan dua jenis pengering yakni pengering vakum dan kabinet selama 48 jam pada suhu 50oC, kemudian diambil sampel setiap 8 jam (0 jam, 8 jam, 16 jam, 24 jam, 32 jam, 40 jam, 48 jam). Sampel digiling menggunakan blender, lalu disimpan dalam plastik seal dan dimasukkan ke dalam desikator. Kemudian masing-masing sampel dianalisis kimia meliputi kadar air, protein total, protein terlarut, N-amino, lemak, gula pereduksi, garam, dan sulfur; dan analisis sensori. Sedangkan hasil pengeringan terbaik dilanjutkan dengan analisis senyawa volatil menggunakan GCMS.


(28)

Berikut adalah diagram alir keseluruhan proses sampai diperoleh bubuk kaldu nabati analog flavour daging.

Bubuk kaldu kacang hijau berflavour

analog daging

Vakum (T 50oC, 1 atm, Waktu 0, 8, 16, 24, 32, 40, 48 jam) Kabinet (T 50oC, Waktu 0,

8, 16, 24, 32, 40, 48 jam)

Proses pengeringan Proses flavouring skala 5000 mL,

T 100oC pH 5,5 selama 3 jam

MgCO3 0,5%

dan Dekstrin 1%

Autolisat berflavour analog daging

L-sistein 7,67 %; Thiamin 12,4029 %; Xilosa 2,55 %

Autolisat kacang hijau terfermentasi

(kaldu nabati)*

Gambar 7. Diagram alir pembentukan kaldu nabati berflavour analog daging instan dari kacang hijau terfermentasi.

Keterangan: * Dari kacang hijau terfermentasi selama 18 minggu pada suhu 30oC dengan rasio 2 bagian kaldu kasar dan 3 bagian air.

3.3.3. Analisis Komposisi Kimia

2 6

Analisis komposisi kimia dilakukan untuk mengetahui kandungan proksimat yang ada di dalam kaldu nabati berflavour analog daging instan. Dari kandungan tersebut dapat diambil hasil kaldu terbaik yang selanjutnya dilakukan


(29)

2 7

analisis senyawa menggunakan GCMS. Cara kerja untuk analisis kimia ini dapat di lihat pada Lampiran 2.

3.3.4. Analisis Sensori

Analisis sensori dilakukan untuk mengetahui intensitas aroma daging pada kaldu nabati yang dihasilkan pada pengeringan. Pada analisis sensori dihadirkan 6 orang panelis terlatih yang telah peka terhadap aroma daging. Sebelumnya panelis tersebut telah dikenalkan dengan beberapa jenis aroma seperti aroma kacang hijau rebus, kacang hijau terfermentasi, dan aroma daging rebus. Selanjutnya panelis disuguhkan sampel (kaldu nabati berflavour analog daging instan) sesaat setelah proses pengeringan. Panelis diminta mengisi lembar scoresheet untuk memberikan penilaian pada kaldu nabati berflavour analog daging. Penilaian yang diberikan adalah 1 = kuat, 2 = agak kuat, 3 = sangat kuat, 4 = tajam.

3.3.5. Analisis Senyawa Volatil dengan GCMS

Analisis senyawa volatil prekursor flavour daging dilakukan pada produk kaldu nabati sebagai flavour analog daging menggunakan GCMS QP 2010. Ekstraksi dilakukan dengan menambahkan 5 mL metanol p.a. ke dalam produk sebanyak 0,2 gram lalu ditempatkan pada 10 mL tabung reaksi dan divortex selama 15 menit, lalu dibiarkan mengendap sempurna (± 2 jam). Larutannya diambil dan disaring dengan penyaring khusus, kemudian semua filtrat hasil penyaringan tersebut diambil dan disuntikkan ke GCMS. Kondisi alatnya adalah sebagai berikut:


(30)

2 8

Kolom : Non polar dimetil polisiloksana Rtx-1MS, panjang 30 m, ketebalan 0.25 µm, diameter 0,25 mmID, suhu 60oC.

Detektor : EI (Electron Impact) 70 eV, suhu 280 oC. Fase gerak : He

Tekanan : 86,9 Kpa Kecepatan aliran : 82,4 ml/min

3.3.6. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua kali pengulangan. Pengolahan data dilakukan menurut Duncan dan faktor-faktor yang berpengaruh dilakukan uji lanjut LSD 5 %. Faktor-faktor perlakuannya meliputi:

Y = Waktu proses pengeringan yang diperlukan X = Jenis pengering yang digunakan

Tabel 1. Analisis data RAL untuk proses pengeringan pada hasil autolisat analog flavour

daging yang optimum.

Waktu (Y) (jam) Jenis dan

kondisi pengering

(X) 0 8 16 24 32 40 48

Kabinet (P ruang, 50oC)

X1Y1 X1Y2 X1Y3 X1Y4 X1Y5 X1Y6 X1Y7

Vakum (1

atm, 50oC) X2Y1 X2Y2 X2Y3 X2Y4 X2Y5 X2Y6 X2Y7 Keterangan:

Y1 = Waktu pengeringan 0 jam Y6 = Waktu pengeringan 40 jam Y2 = Waktu pengeringan 8 jam Y7 = Waktu pengeringan 48 jam Y3 = Waktu pengeringan 16 jam X1 = Jenis pengering Kabinet Y4 = Waktu pengeringan 24 jam X2 = Jenis pengering Vakum Y5 = Waktu pengeringan 32 jam


(31)

2 9

Maka jumlah perlakuan pada percobaan ini adalah 2x7 = 14 dengan dua kali pengulangan proses. Model Rancangan Percobaan dari rancangan tersebut di atas adalah sebagai berikut:

A(ijk) = µ + K1 + Xi + Yj + (XY)ij + εijk

Aijk = nilai pengamatan dari kelompok ke-i yang memperoleh taraf ke-i dari

faktor X, taraf ke-j dari faktor Y µ = nilai rata-rata sebenarnya K1 = pengaruh dari kelompok ke-1

Yi = pengaruh waktu proses pada taraf ke-i (i = 0, 8, 16, 24, 32, 40, 48)

Xj = pengaruh jenis pengering pada taraf ke-j (j = pengering vakum dan kabinet)

(XY)ij = pengaruh interaksi taraf ke-i dari waktu proses dan taraf ke-j dari jenis

pengering

εijk = pengaruh galat percobaan pada kelompok ke-i yang memperoleh taraf ke-i faktor Y dan taraf ke-j dari faktor X dengan ulangan k (k = 2)

Tabel 2. Analisis varian mempelajari pengaruh jenis pengering yang digunakan dan lamanya pengeringan pada pembentukan kaldu nabati analog flavour daging dari autolisat kacang hijau (Phaseolus radiatus L.)

Sumber varian Db JK KT F Perlakuan X (a-1) Xy Xy/a-1 KTX/KTE Perlakuan Y (b-1) Yy Yy/b-1 KTY/KTE Perlakuan XY (a-1)(b-1) XYy XYy/(a-1)(b-1) KTXY/KTE

Kekeliruan (Ek(ijk))

ab(n-1) Ey Ey/ab(n-1)

Dengan menggunakan notasi-notasi diatas dibuat tabel analisis variansi, selanjutnya ditentukan hipotesis sebagai berikut:

H0 ditolak, jika F hitung < F tabel

H0 diterima, jika F hitung > F tabel

Kesimpulan dari hipotesis diatas adalah hipotesis diterima jika ada perbedaan nyata dari setiap perlakuan. Hipotesis ditolak jika tidak ada perbedaan nyata dari setiap perlakuan.


(32)

3 0 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Proses Produksi Kaldu Nabati Berflavour Analog Daging

Hasil proksimat terhadap sampel pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

Tabel 3. Karakteristik Kacang Hijau Terfermentasi, Autolisat, dan Autolisat setelah

flavouring.

Komposisi Kacang hijau terfermentasi

Autolisat (2:3)

Autolisat setelah flavouring Total padatan (%) 51,81 20,39 23,14

Kadar garam (%) 6,625 3,61 5,17 Kadar lemak (%) 0,95 0,9586 0,59 Total protein (% w/w) 18,95 18,625 33,743 Protein terlarut (mg/mL) 3 18,5 23,5

N-amino (mg/mL) 9,21 4,37 5,5 Gula pereduksi (mg/mL) 1375 512,5 187,5 Intensitas flavour daging Tidak

Beraroma

Tidak Beraroma

Beraroma Tajam

Tabel di atas menunjukkan hasil karakterisasi komposisi kimia dan intensitas flavour daging secara deskriptif pada bahan, autolisat, dan autolisat setelah proses flavouring. Dari Tabel tersebut dapat diketahui bahwa komposisi kimia pada masing-masing sampel sangat berbeda.

Kacang hijau terfermentasi merupakan produk fermentasi garam dari kacang hijau menggunakan Rhizopus-C1 dengan ratio kacang, inokulum dan garam 51%:26%:23%. Produk fermentasi ini berbentuk semi padat (total padatan 51,81 %), berwarna cokelat tua, disertai rasa asin dengan kadar garam 6,625 %, dan berasa gurih namun belum memiliki aroma daging. Proses autolisis selama 8 jam pada suhu 50oC pH 5,5 merubah bentuk bahan menjadi suspensi berwarna cokelat tua (total padatan 20,39 %), dengan penurunan rasa asin (3,61 %) yang


(33)

3 1

disebabkan adanya penambahan volume air yang cukup besar pada saat sampel akan di autolisis, namun setelah flavouring kadar garam mengalami kenaikan yang kemungkinan disebabkan adanya interaksi antara bahan-bahan (sistein, xilosa dan tiamin-HCl) yang ditambahkan dalam proses flavouring. Autolisat yang dihasilkan mengandung total protein dengan konsentrasi 18,625 % berat kering, N-amino 4,37 mg/mL, gula pereduksi sebesar 512,5 mg/mL. Proses autolisis ternyata telah mempengaruhi karakteristik kaldu nabati.

Proses autolisis telah meningkatkan fraksi gurih pada kaldu nabati, jika dibandingkan dengan sebelum proses autolisis, terbukti dengan meningkatnya protein terlarut (18,5 mg/mL) dan kandungan lemak (0,9586 %.). Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan enzimatik selama proses pemanasan dan pengadukan (50oC dan 4000 rpm selama 8 jam) yang telah menyebabkan sel kapang pecah. Dimana pada saat sel pecah terjadi suasana ketidakberaturan sistem sel dan menyebabkan membran internal terdisintegrasi dan melepaskan enzim-enzim degeneratif, terutama protease dan glukanase ke matriks sel yang selanjutnya enzim tersebut bekerja terhadap substrat makromolekul yang akhirnya menyebabkan pelarutan kandungan sel. Komponen sel terlarut akan masuk dalam sistem substrat yang ditandai dengan kenaikan kandungan fraksi gurih sebagai asam-asam amino, peptida terlarut dan perubahan keseluruhan komposisi substrat (Susilowati, et.al. 2008).


(34)

3 2

(a) (b) (c)

Gambar 8.a: Kacang hijau terfermentasi, b: Formulasi, c: Proses Flavouring pada suhu 100oC selama 3 jam

Proses flavouring juga telah mengubah bentuk dan komposisi kimia pada produk kaldu kacang hijau terfermentasi. Tabel 3 menunjukkan terjadinya peningkatan konsentrasi total protein dan juga protein terlarut meningkat. N-amino juga mengalami peningkatan, hal ini kemungkinan disebabkan adanya penambahan L-sistein pada formulasi. Adanya proses flavouring juga telah meningkatkan intensitas flavour daging, hal ini disebabkan adanya degradasi strecker telah menguraikan asam-asam amino dan gula menjadi senyawa-senyawa flavour pembentuk aroma daging seperti tiazol, piridin, tiopen, furan, dan piran (Nagodawithana, 1994).

Kandungan lemak mengalami penurunan pada autolisat berflavour analog daging/autolisat setelah flavouring (0,59 %) kemungkinan disebabkan adanya degradasi lemak menjadi komponen-komponen yang lebih sederhana (aldehid, keton, alkohol, asam karboksilat, dan hidrokarbon) selama reaksi flavouring berlangsung (T. Shibamoto dan H. Yeo, 1992). Selain itu kandungan gula pereduksi juga mengalami penurunan karena telah bereaksi dengan asam amino selama reaksi berlangsung. Menurut Winarno 1992 reaksi Maillard adalah reaksi kimia yang terjadi antara asam amino dan gula pereduksi. Hasil dari penelitian ini selanjutnya dilakukan proses pengeringan.


(35)

4.2. Pengaruh Proses Pengeringan terhadap Karakteristik Kaldu Nabati

Berflavour Analog Daging Instan

Analisis yang dilakukan terhadap kaldu nabati berflavour analog daging instan pada penelitian ini yaitu analisis kimia meliputi analisis kadar air, kadar lemak, total protein, protein terlarut, N-amino, gula pereduksi, kadar garam, sulfur dan analisa senyawa volatil menggunakan GCMS, serta analisis sensori.

4.2.1. Hasil Analisis Kimia

4.2.1.1. Pengaruh Jenis dan Waktu Pengeringan terhadap Kadar Air Kaldu Nabati Berflavour Analog Daging Instan.

Penentuan kadar air penting dilakukan karena produk kaldu yang diinginkan pada penelitian ini dalam bentuk bubuk instan. Gambar 9 menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengeringan, maka semakin rendah kadar air dalam kaldu nabati berflavour analog daging instan. Jenis pengering yang berbeda juga mempengaruhi kandungan airnya. Pada pengering kabinet memiliki kadar air yang lebih tinggi dari jenis pengering vakum.

Gambar 9. Pengaruh Waktu Pengeringan terhadap Kadar Air Kaldu Nabati Berflavour Analog Daging Instan.

Perbedaan kadar air terjadi pada masing-masing waktu pengeringan (0 jam, 8 jam, 16 jam, 24 jam, 32 jam, 40 jam, dan 48 jam). Semakin lama bahan


(36)

3 4

dikeringkan, maka semakin banyak air yang menguap oleh panas sehingga kadar air pada bahan akan semakin berkurang.

Perbedaan jenis pengering (kabinet dan vakum) juga mempengaruhi kadar air kaldu nabati berflavour analog daging. Kadar air pada jenis pengering kabinet lebih tinggi dari jenis pengering vakum untuk masing-masing waktu pengeringan (0 jam, 8 jam, 16 jam, 24 jam, 32 jam, 40 jam, dan 48 jam). Hal ini diduga dikarenakan penguapan air pada pengering kabinet menggunakan tekanan ruang meskipun dengan suhu yang sama (50o), sedangkan pada pengering vakum proses penguapannya selain disebabkan suhu juga adanya beda tekanan yang menarik air dari sampel. Hasil ini sesuai dengan hasil statistik ANOVA (Analysis of Varians) yang ditunjukkan oleh Tabel 17 Lampiran 5 pada taraf 5 %, ternyata terdapat pengaruh yang nyata antara kadar air terhadap jenis pengering, waktu pengeringan, dan interaksi antara keduanya.

Menurut Winarno (1980) kandungan air dalam bahan makanan menentukan kesegaran dan daya tahan bahan tersebut. Air juga merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena dapat mempengaruhi penampilan, tekstur serta citarasa makanan. Makanan kering pada umumnya mempunyai kadar air dibawah 15-20 %. Air berikatan dengan padatan secara ikatan hidrogen. Derajat keterikatan air dalam bahan berbeda-beda, sehingga membentuk fraksi ikatan yang berbeda-beda pula. Penguapan air selain bertujuan untuk mengawetkan makanan juga mengurangi volume dan berat bahan sehingga memudahkan saat pengepakan. Sampel yang dipilih untuk di analisis dengan GCMS adalah hasil pengeringan kabinet selama 48 jam dengan kadar air 5,39 % dan hasil pengeringan vakum selama 16 jam dengan kadar air 5,835 %.


(37)

4.2.1.2. Pengaruh Jenis dan Waktu Pengeringan terhadap Kadar Lemak

Kaldu Nabati Berflavour Analog Daging Instan.

Gambar 10 menunjukkan bahwa kandungan lemak pada kaldu nabati berflavour analog daging instan selama pengeringan naik turun secara fluktuatif. Namun degradasi lemak pada saat reaksi flavouring sangat berpengaruh pada terbentuknya aroma daging. Karena menurut T.Shibamoto dan H.Yeo (1992), dengan pemanasan lemak dapat terdekomposisi menjadi produk sekunder meliputi alkohol, aldehid, keton, dan asam karboksilat.

Gambar 10. Pengaruh Waktu Pengeringan terhadap Kadar Lemak

Kaldu Nabati Berflavour Analog Daging Instan.

Kadar lemak paling tinggi terdapat pada pengeringan vakum selama 16 jam sebesar 1,533 %. Sedangkan pada pengering kabinet kadar lemak tertinggi adalah pada 48 jam sebesar 1,305 %. Pengaruh kadar lemak terhadap proses pengeringan dapat dilihat dari hasil analisis statistik ANOVA (Analysis of Varians) yang ditunjukkan oleh Tabel 19 Lampiran 5 pada taraf 5 % ternyata terdapat pengaruh yang nyata antara kadar lemak terhadap waktu pengeringan, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap jenis pengering, dan interaksi antara keduanya.


(38)

Waktu pengeringan mempengaruhi kandungan lemak dalam sampel karena kadar air yang terkandung di dalam sampel juga menurun. Hal ini sesuai dengan pendapat Desrosier (1988) yang mengungkapkan bahwa selama pengeringan, bahan pangan kehilangan kadar air yang menyebabkan naiknya kadar zat gizi di dalam massa yang tertinggal.

4.2.1.3. Pengaruh Jenis dan Waktu Pengeringan terhadap Kadar Total Protein Kaldu Nabati Berflavour Analog Daging Instan.

Total protein merupakan pengukuran kandungan nitrogen (N) dalam sampel (Purwoko dan Noor, 2007). Gambar 11 menunjukkan bahwa kadar total protein tertinggi terdapat pada pengering kabinet 0 jam sebesar 30,915 % kemudian mengalami penurunan di 16 jam sebesar 26,874 %, namun setelah itu mengalami peningkatan yang cukup pada waktu 24 jam sebesar 29,528 % dan pada waktu 32 jam sebesar 30,785 %, dan setelah itu mengalami penurunan kembali pada waktu 40 dan 48 jam. Keadaan ini kemungkinan disebabkan oleh hilangnya komponen flavour bersamaan dengan mengalinya udara pada mesin pengering.

Gambar 11. Pengaruh Waktu Pengeringan terhadap Kadar Total Protein Kaldu Nabati Berflavour Analog Daging Instan.


(39)

3 7

Kadar total protein pada pengering vakum juga tidak mengalami peningkatan ataupun penurunan yang tajam, hal ini kemungkinan disebabkan kondisi di dalam mesin pengering vakum lebih stabil, sehingga tidak ada reaksi yang menghasilkan senyawa volatil. Pada 0 jam kandungan total proteinnya sebesar 30,678 %, kemudian mengalami penurunan pada 8 jam dan meningkat pada 16 jam dengan kadar total protein sebesar 30,099 %, kemudian sedikit demi sedikit terjadi penurunan, dan meningkat kembali pada waktu 40 jam dengan kadar total protein sebesar 29,754 % dan mengalami penurunan lagi pada waktu 48 jam dengan kadar total protein sebesar 29,125 %. Hal ini sesuai dengan hasil statistik ANOVA (Analysis of Varians) yang ditunjukkan oleh Tabel 21 Lampiran 5 pada taraf 5 % ternyata kadar total protein tidak berpengaruh yang nyata terhadap jenis dan waktu pengeringan serta interaksi antara keduanya.

4.2.1.4. Pengaruh Jenis dan Waktu Pengeringan terhadap Kadar Protein Terlarut Kaldu Nabati Berflavour Analog Daging Instan.

Protein terlarut merupakan oligopeptida dan mudah diserap oleh sistem pencernaan. Protein terlarut dengan metode Lowry-Folin hanya dapat mengukur molekul peptida pendek dan tidak dapat mengukur peptida panjang. Prinsip kerjanya adalah reduksi Cu2+ menjadi Cu+ oleh tirosin, triptofan, dan sistein yang terdapat dalam protein. Ion Cu+ bersama dengan fosfotungstat dan fosfomolibdat membentuk warna biru sehingga dapat menyerap cahaya (Purwoko dan Noor, 2007).

Berdasarkan Gambar 12 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan protein terlarutyang begitu tajam pada waktu 0 jam ke 8 jam baik pada pengering kabinet maupun pengering vakum dari 25 mg/mL menjadi 106 mg/mL untuk pengering


(40)

vakum dan 118,75 mg/mL untuk pengering kabinet. Kondisi tersebut kemungkinan disebabkan pada saat 0 jam belum ada pemanasan pada bahan, dan pada saat bahan dimasukkan ke mesin pengering selama 8 jam tersebut terjadi hidrolisis protein oleh adanya pemanasan menjadi peptida-peptida yang lebih sederhana. Menurut Lehninger 1995, panas atau pH yang ekstrim menyebabkan semua protein terbuka dan kehilangan aktivitasnya. Sifat protein yang tidak stabil menyebabkan mudah terdenaturasi oleh suhu, pH, dan juga garam.

Gambar 12. Pengaruh Waktu Pengeringan terhadap Kadar Protein Terlarut Kaldu Nabati Berflavour Analog Daging Instan.

Peningkatan protein terlarut setelah 8 jam pada pengering kabinet maupun vakum tidak begitu nyata, kemungkinan disebabkan hidrolisis berjalan tidak sesempurna pada keadaan awal (dari 0 jam ke 8 jam). Hasil analisis ini didukung oleh hasil statistik ANOVA (Analysis of Varians) (Tabel 23 Lampiran 5) pada taraf 5 % menunjukkan adanya pengaruh yang nyata antara kadar protein terlarut terhadap waktu pengeringan, tetapi tidak ada pengaruh nyata terhadap jenis pengering dan interaksi antara keduanya.

Kadar protein terlarut pada pengering vakum lebih rendah dari pada pengering kabinet karena pada pengering vakum bahan kehilangan air oleh suhu dan adanya penyedotan/ pemvakuman dengan tekanan rendah, sehingga


(41)

kandungan kimia pada bahan ada yang ikut hilang. Sedangkan pada pengeringan dengan kabinet adanya pemanasan dan aliran udara yang cukup akan menambah suhu sehingga hidrolisis protein terus berjalan.

4.2.1.5. Pengaruh Jenis dan Waktu Pengeringan terhadap Kadar N-amino

Kaldu Nabati Berflavour Analog Daging Instan.

Prinsip dari penentuan nitrogen amino dengan menggunakan Cu (C.G. Pope dan M.F. Stevens, 1989) adalah NH2 dari asam amino dalam bahan makanan

direaksikan dengan Cu2+ menjadi kompleks dalam suasana basa. Cu kompleks yang terbentuk dianalisis dengan iodometri. Hasil analisis statistik ANOVA (Analysis of Varians) yang ditunjukkan oleh Tabel 25 Lampiran 5 pada taraf 5 % ternyata tidak terdapat pengaruh nyata antara kadar n-amino terhadap jenis dan waktu pengeringan, serta interaksi antara keduanya.

Gambar 13. Pengaruh Waktu Pengeringan terhadap Kadar N-amino

Kaldu Nabati Berflavour Analog Daging Instan.

Hasil data pengamatan ternyata kandungan n-amino pada pengering vakum maupun pengering kabinet (Gambar 13) mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan pada saat pengeringan, kaldu nabati berflavour analog daging mengalami reaksi Maillard karena adanya panas dari mesin pengering, sehingga


(42)

4 0

kandungan n-amino turun karena telah bereaksi dengan gula ribosa. Produk reaksi antara kedua komponen tersebut adalah senyawa-senyawa pembentuk flavour seperti tiazol, piran, asam-asam karboksilat, dan hasil streker aldehid (Ziegler Erich dan Herta Ziegler, 1998).

Menurut Winarno (1992), protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat. Bila suatu protein dihidrolisis dengan asam, alkali atau enzim akan dihasilkan campuran asam-asam amino. Sebuah asam amino terdiri dari sebuah gugus amino (NH2), gugus karboksil (COOH), sebuah atom hidrogen (H), dan

gugus alkil (R) yang terikat pada sebuah atom C yang dikenal sebagai karbon alfa, sedangkan gugus R merupakan rantai cabang yang menunjukkan nama dari asam amino tersebut.

4.2.1.6. Pengaruh Jenis dan Waktu Pengeringan terhadap Kadar Gula Pereduksi Kaldu Nabati Berflavour Analog Daging Instan.

Hasil penelitian kadar gula pereduksi pada kaldu nabati berflavour analog daging instan menunjukkan bahwa berdasarkan hasil ANOVA (Analysis of Varians) yang ditunjukkan oleh Tabel 27 Lampiran 5 pada taraf 5 % tidak terdapat pengaruh yang nyata terhadap jenis dan waktu pengeringan, serta interaksi antara keduanya.

Proses pengeringan kaldu nabati berflavour analog daging menyebabkan kandungan karbohidrat meningkat dibandingkan pada saat sebelum pengeringan (Gambar 14). Hal ini disebabkan karena kandungan air pada kaldu nabati tersebut berkurang sehingga menyebabkan kandungan gula pereduksi meningkat. Dengan adanya karbohidrat yang berasal dari dekstrin yang ditambahkan, maka dapat


(43)

meningkatkan kandungan karbohidrat dalam kaldu nabati berflavour analog daging instan. Selain itu selama kaldu berada di dalam mesin pengering, terjadi reaksi Maillard yang semakin lama proses pengeringan reaksi karamelisasi yang akan mendominasi menghasilkan gula dan pigmen cokelat.

Gambar 14. Pengaruh Waktu Pengeringan terhadap Kadar Gula Pereduksi Kaldu Nabati Berflavour Analog Daging Instan. Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi hampir seluruh penduduk dunia. Karbohidrat juga mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna, dan tekstur. Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana atau karbohidrat dengan berat molekul tinggi. Gula pereduksi merupakan hasil kerja enzim amilase yang mereduksi karbohidrat. Gula pereduksi merupakan molekul gula yang memiliki gugus karboksil bebas yang reaktif seperti glukosa dan fruktosa (Winarno, 1992).

4.2.1.7. Pengaruh Jenis dan Waktu Pengeringan terhadap Kadar Garam

Kaldu Nabati Berflavour Analog Daging Instan.

Hasil pengamatan dan analisis statistik ANOVA (Analysis of Varians) yang ditunjukkan oleh Tabel 29 Lampiran 5 pada taraf 5 % ternyata kadar garam


(44)

berpengaruh nyata terhadap jenis pengering dan waktu pengeringan, tetapi tidak terdapat pengaruh yang nyata terhadap interaksi antara keduanya.

Kandungan garam pada sampel kaldu nabati berflavour analog daging instan mengalami peningkatan yang cukup tajam (baik pengeringan dengan kabinet maupun dengan vakum) dari 0 jam (0,42 % pada kabinet dan vakum) sampai 8 jam (1,961 % pada kabinet dan 2,109 % pada vakum) waktu pengeringan, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 15. Kondisi ini kemungkinan disebabkan pada saat belum dikeringkan kadar air pada bahan masih tinggi sehingga kandungan garamnya rendah, kemudian saat bahan baru dimasukkan ke dalam mesin pengering (dari 0 jam sapai 8 jam) tiba-tiba bahan kehilangan air yang cukup besar sehingga kenaikan kandungan garam juga tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Desrosier (1988) yang menyatakan bahwa selama pengeringan, bahan pangan kehilangan kadar air yang menyebabkan naiknya kadar zat gizi di dalam massa yang tertinggal. Kemudian waktu berikutnya mengalami penurunan dan peningkatan yang tidak begitu nyata baik yang terjadi pada pengeringan menggunakan kabinet maupun vakum.

Gambar 15. Pengaruh Waktu Pengeringan terhadap Kadar Garam

Kaldu Nabati Berflavour Analog Daging Instan.


(45)

Garam yang terkandung dalam produk ini adalah garam dalam bentuk natrium klorida (NaCl). Garam tersebut sering dikonsumsi dan ditambahkan dalam bahan pangan sebagai pemberi rasa enak dan berfungsi untuk mencegah penyakit gondok.

4.2.1.8. Pengaruh Jenis dan Waktu Pengeringan terhadap Kadar Sulfur

Kaldu Nabati Berflavour Analog Daging Instan.

Hasil analisis untuk kadar sulfur pada kaldu nabati berflavour analog daging instan menunjukkan bahwa berdasarkan hasil statistik ANOVA (Analysis of Varians) yang ditunjukkan oleh Tabel 31 Lampiran 5 pada taraf 5 % ternyata terdapat pengaruh yang nyata terhadap waktu pengeringan, tetapi tidak ada pengaruh nyata terhadap jenis pengering dan interaksi antara keduanya.

Gambar 16. Pengaruh Waktu Pengeringan terhadap Kadar Sulfur

Kaldu Nabati Berflavour Analog Daging Instan.

Kandungan sulfur mengalami penurunan yang tidak begitu signifikan dari 0 jam hingga 48 jam baik pada pengering kabinet maupun vakum (Gambar 16). Keadaan ini kemungkinan disebabkan pada saat 0 jam bahan belum dikeringkan sehingga kandungan sulfurnya tinggi, dan pada saat dikeringkan selama 8 jam hingga jam ke-48 sedikit demi sedikit bahan kehilangan sulfur karena pemanasan


(46)

dan udara yang mengalir pada mesin pengering. Seperti yang telah diketahui bahwa senyawa sulfur merupakan senyawa yang mudah menguap.

4.2.2. Analisis Sensori

Hasil analisis untuk intensitas aroma daging pada kaldu nabati berflavour analog daging instan menunjukkan bahwa berdasarkan hasil statistik ANOVA (Analysis of Varians) yang ditunjukkan oleh Tabel 33 Lampiran 5 pada taraf 5 %, ternyata terdapat pengaruh yang nyata terhadap waktu pengeringan dan interaksi antara jenis pengering dengan waktu pengeringan, tetapi tidak terdapat pengaruh yang nyata terhadap jenis pengeringnya.

Gambar 17. Pengaruh Waktu Pengeringan terhadap Intensitas Aroma Daging Kaldu Nabati Berflavour Analog Daging Instan (dimana 1: Kurang kuat; 2: Kuat; 3: Sangat Kuat; 4: Tajam)

Intensitas aroma daging pada kaldu nabati berflavour analog daging instan seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 17 memperlihatkan bahwa pada waktu 0 jam aroma daging yang dihasilkan tajam dengan skor nilai 4. Kemudian mengalami penurunan yang cukup signifikan pada 16 jam pada pengering kabinet (nilai 1), penurunan ini kemungkinan disebabkan hilangnya aroma bersamaan dengan aliran udara dari mesin pengering. Namun aroma daging mengalami peningkatan kembali pada jam ke 24 hingga jam ke 48 yang diduga disebabkan


(47)

4 5

oleh adanya reaksi Maillard yang terjadi secara terus menerus sehingga menghasilkan senyawa-senyawa pembentuk aroma daging lebih banyak.

Berbeda halnya yang terjadi pada pengering vakum. Pada jenis pengering ini terjadi penurunan intensitas aroma daging dari 0 jam hingga 48 jam, dan penurunan tersebut dimulai pada jam ke 24. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh bahan dekstrin yang ditambahkan mampu mengikat komponen flavour sehingga tidak terdeteksi secara sensori.

Berdasarkan Gambar 17 dapat dilihat bahwa intensitas aroma daging tertinggi diperoleh pada waktu pengeringa 0 jam dan 8 jam untuk jenis pengering vakum dan kabinet, 16 jam untuk jenis pengering vakum saja dan 48 jam untuk jenis pengering kabinet saja. Diambil vakum 16 jam dan kabinet 48 jam untuk dilanjutkan analisis senyawa volatil dengan GCMS karena selain memiliki intensitas aroma yang tinggi juga memiliki penampilan fisik yang lebih bagus dengan kadar air berkisar 5 %.

4.2.3. Analisis senyawa Volatil dengan GC-MS 4.2.3.1. Kaldu Nabati Hasil Pengeringan Vakum

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui jenis senyawa volatil yang terdapat pada kaldu nabati berflavour analog daging instan terbaik yang dihasilkan berdasarkan hasil analisis karakteristik kimia dan hasil analisis deskriptif. Dari analisa diperoleh kaldu nabati terbaik dengan waktu pengeringan 48 jam pada pengering kabinet dan waktu pengeringan 16 jam pada pengering vakum.


(48)

Diperoleh 32 senyawa dari jenis pengering vakum 16 jam dari 9 kelompok senyawa, yaitu kelompok senyawa sulfur (2 senyawa), ester (11 senyawa), hidrokarbon (5 senyawa), keton (3 senyawa), aldehid (1 senyawa), alkohol (6 senyawa), furan (1 senyawa), pyran (1 senyawa), dan nitrogen (2 senyawa), yang kesemuanya ditunjukkan pada Tabel 4 dan hasil kromatogramnya ditunjukkan pada Gambar 18.

Gambar 18. Hasil Kromatogram dari Kaldu Nabati Berflavour Analog Daging Instan dengan Pengering Vakum Selama 16 Jam Menggunakan GCMS.

Tiap µg sampel mengandung senyawa Sulfur sebanyak 9,58 % yang terdiri dari 4-metil-5-hidroksietiltiazol yang diperoleh pada peak no.4 (8,52 %) dan 1,1-Dimetilheptilhidrosulfida pada peak no.31 (1,06 %). Senyawa ini diperoleh dari degradasi streker antara L-sistein dengan senyawa karbonil atau degradasi tiamin dan senyawa inilah yang merupakan senyawa penyusun aroma daging (meaty) (Bailey, 1998).


(49)

4 7

Senyawa ester dan asam-asam organik diperoleh dengan konsentrasi 51,57% yang terdiri atas 4 senyawa diantaranya adalah Fenil karbamat, 1-Metiltridesil trifluoroacetat, 1,2-Asam benzenadikarboksilat, butil oktil ester, Asam palmitat, Etil dokosonoat, Metil (11E, 14E)-11,14-eikosadienoat, 9-Asam heksadekenoit, Asam stearolat, E-11-Asam Heksedekenoit, etil ester, Dioktil adipat, Metil 3,3-dimetil-4-pentenoat. Senyawa ini diperoleh dari degradasi lemak dengan adanya pemanasan (T.Shibamoto dan H.Yeo, 1992) dan merupakan salah satu dari komponen senyawa volatil.

Hidrokarbon yang diperoleh pada pengeringan menggunakan vakum 16 jam sebesar 5,76 %, meliputi Tetrakloroetilena, (4Z)-4-Tetradekana, N-eikosana, 1,4-Dimetoksidekahidronaftalena, Dekahidro-4,4,8,9,10-pentametilnaftalena. Senyawa ini kemungkinan dihasilkan dari reaksi antara asam amino dengan gula sebagai senyawa intermediet pada tata ulang Amadori atau tata ulang Heyns dalam reaksi Maillard. Sebagai turunan 1-Deoksioson (Bailey, 1998) dan merupakan salah satu residu dari senyawa karbon. Selain itu menurut T.Shibamoto dan H.Yeo (1992) hidrokarbon merupakan hasil degradasi lemak melalui pemanasan.

Masih di Tabel 4, tiga jenis senyawa berikutnya yang dihasilkan merupakan kelompok senyawa keton dengan konsentrasi 3,49 %. Senyawa tersebut meliputi Difenil keton pada peak no.9, 4-Diazodamantanon ditunjukkan oleh peak no. 10, 1-(4-[(trimetilsilil)oksi]fenil)-1-pentanon pada peak no. 25. Senyawa ini merupakan hasil dari reaksi antara karbonil dengan asam amino (de Roos, 1992). T.Shibamoto dan H. Yeo (1992) juga menyatakan bahwa keton merupakan produk sekunder dari degradasi lemak.


(50)

4 8

Aldehid yang dihasilkan hanya satu macam yaitu n-Heptanal, yang teridentifikasi pada peak no.6 (Gambar 18) dengan konsentrasi 1,28 %. Senyawa ini kemungkinan dihasilkan pada strecker aldehid antara asam amino dengan senyawa karbonil (de Roos, 1992; Acree Terry dan Roy Teranishi, 1993). Selain itu menurut T.Shibamoto dan H. Yeo (1992) lemak dengan adanya panas dan oksigen dapat terdekomposisi menjadi produk sekunder meliputi alkohol, aldehid, keton, asam karboksilat, dan hidrokarbon.

Diperoleh 6 jenis senyawa dari kelompok alkohol (Tabel 4). (3 Metil-2-oksiranil) metanol dihasilkan pada peak no.1 dengan konsentrasi 1,04 %, pada peak ke 22 diperoleh senyawa dari kelompok alkohol juga yaitu 2-Etil-1-dekanol (Gambar 18) dengan konsentrasi 1,61 %, 2-Isopropil-5-metil-1-1-heptanol merupakan kelompok alkohol tertinggi yang dihasilkan yaitu sebesar 3,17 %. Dalam kaldu nabati berflavour analog daging instan dihasilkan juga alkohol karena produk yang dibuat ini adalah produk hasil fermentasi, sedangkan alkohol sendiri merupakan hasil samping dari proses fermentasi. Alkohol juga merupakan produk samping dari dekomposisi lemak (T. Shibamoto dan H. Yeo, 1992).

Satu jenis senyawa Furan dihasilkan yaitu Siklopenteno(4,3-b)tetrahidrofuran,3-[(4-metil-5-okso-3-feniltio)tetrahidrofuran-2-yloksimetilena] pada peak no.23 dengan konsentrasi 0,23 %. Senyawa Furan dihasilkan pada dehidrasi deoksiglikoson (Ziegler Erich & Herta Ziegler, 1998; Bailey, 1998). Menurut Mottram (1998) furan dideskripsikan sebagai aroma bakar pada pada meatlike.

Senyawa Piran yang dihasilkan pada pengeringan dengan vakum ini juga sejenis yaitu 4-Hidroksi-6-pentiltetrahidro-2H-piran-2-on pada peak no.24 dengan


(51)

4 9

konsentrasi 1,39 % (Tabel 4). Piran merupakan senyawa Nitrogen yang penting sebagai pembawa aroma bakar (Susilowati, et.al. 2009), hasil dari dehidrasi deoksiglikoson (Ziegler Erich dan Herta Ziegler, 1998).

Senyawa Nitrogen dengan konsentrasi 0,28 % ditemukan pada peak no.27 (Gambar 18) yaitu 1H-indol-2,3-dion,1-(tert-butidimetilsilil)-5-kloro-,3-(O-etiloksi) dan 2-(3',5'-Di-tert-butil-2'-hidroksifenil)-5-kloro pada peak no.20 dengan konsentrasi 3,69 %. Senyawa ini dihasilkan dari Nitrogen dan merupakan produk samping dari degradasi Streker, sebagai akibat dari reaksi kondensasi dari dua aminoketon. Merupakan senyawa yang berkontribusi membawa aroma bakar (roested) pada daging (Kerler, 2000).

Tabel 4. Hasil Analisa Kaldu Nabati Berflavour Analog Daging Instan pada Pengering Vakum 16 Jam dengan GC-MS.

Jenis Peak

Number

R.time

(menit) Nama Senyawa BM

% Total Area/ % M.K (per 0,2 µg bahan) RM

4 11,125 4-metil-5-hidroksietiltiazol 143 8,52 C9H9NOS

Senyawa

Sulfur 31 31,883

1,1-Dimetilheptilhidrosulfid 160 1,06 C9H20S

9.58 %

3 6,045 Fenil karbamat 137 23,38 C7H7NO2

5 13,216 1-Metiletridekil

trifluoroacetat 310 0,84

C16H29F3O 2

11 19,313

1,2-Asam

benzenadikarboksilat, butil oktil ester

334 1,34 C20H30O4

12 19,488 Asam palmitat 256 5,77 C16H32O2

13 19,839 Etil dokosonoat 368 1,7 C24H48O2

14 21,2 Metil (11E,

14E)-11,14-eikosadienoat 322 1,75 C21H38O2

15 21,285 9-Asam heksadecenoat 254 C16H30O2

16 21,583 Asam stearolat 280 3,19 C18H32O2

17 21,68 E-11-Asam heksedekenoat,

etil ester 282 2,91 C18H34O2

19 24,101 Dioktil adipat 370 6,79 C22H42O4

Ester/ dan

Asam-asam Organik

21 27,058 Metil

3,3-dimetil-4-pentenoat 142 1,35 C8H14O2

51,57 %

2 2,081 Tetrakloroetilena 164 3 C2Cl4

8 15,724 (4Z)-4-tetradekana 196 0,62 C14H28

18 23,399 N-eikosane 282 1,5 C20H42

Senyawa Hidrokarb

on


(52)

5 0

Dimetoksidekahidronaftale na

32 32,002

Dekahidro-4,4,8,9,10-pentametilnaftalena 198 0,44 C12H22O2

5,76 %

9 15,829 Difenil keton 182 3,26 C13H10O

10 18,017 4-Diazodamantanon 194 0,18 C12H18O2

Keton

25 28,483

1-(4- ((trimetilsilil)oxy)fenil)-1-pentanon

250 0,05 C14H22O2Si

3,49 %

Aldehid 6 14,342 n-Heptanal 114 1,28 C7H14O

1 2,042 (3 Metil-2-oksiranil)

metanol 88 1,04 C4H8O2

22 27,577 2-Etil-1-dekanol 186 1,61 C12H26O

26 29,008

2-Isopropil-5-metil-1-1-heptanol 172 3,17 C11H24O

28 30,552

1-(Dekilsulfonil)-1-deoksi-d-mannitol 370 0,74 C16H34O7S

29 31,35 2-Etil-1-dodekanol 214 0,63 C14H30O

Alkohol

33 33,058

Sikloloheksanol,2-metil-,cis- 114 1,12 C7H14O

8,31 %

Furan/

0,23 % 23 27,858

Siklolopenteno(4,3-

b)tetrahidrofuran,3-((4- metil-5-oxo-3-

feniltio)tetrahidrofuran-2-yloksimetilena)

358 0,23 C19H18O5S

Piran/ 1,39

% 24 28,306

4-Hidroksi-6-

pentiltetrahidro-2H-piran-2-on

186 1,39 C10H18O3

27 29,384

1H-indol-2,3-dion,1-(tert-

butidimetilsilil)-5-kloro-,3-(O-ethyloksime)

338 0,28 C16H23ClN

2O2Si

Senyawa Nitrogen

20 26,275

2-(3',5'-Di-tert-butil-2'-hidroksifenil)-5-kloro 336 3,69

C20H24ClN 3O

3,97 %

Kelompok senyawa yang diduga merupakan penyusun flavour analog daging adalah kelompok senyawa sulfur, nitrogen, ester, keton, aldehid, alkohol, furan, dan piran. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Dwivedi (1975) yang menyebutkan bahwa senyawa volatil yang teridentifikasi pada daging sapi meliputi asam, aldehid, ester, eter, pirol, alkohol, keton, hidrokarbon, senyawa benzen, lakton, furan, senyawa sulfur, dan senyawa nitrogen. Chang (1976) juga menyebutkan bahwa senyawa penting yang berperan membentuk aroma daging adalah lakton, furanoid, senyawa sulfur dan pirazin.


(53)

4.2.3.2. Kaldu Nabati Hasil Pengeringan Kabinet

Proses pengeringan di dalam kabinet selama 48 jam menghasilkan lebih banyak senyawa yaitu sebesar 35 senyawa (Gambar 19) dibandingkan pada pengeringan dengan vakum 16 jam. Ke-35 senyawa tersebut termasuk ke dalam 7 kelompok senyawa (Tabel 5) yang meliputi senyawa Sulfur (3 senyawa), Ester (12 senyawa), Hidrokarbon (3 senyawa), Keton (2 senyawa), Alkohol (3 senyawa), Pyran (3 senyawa), dan senyawa Nitrogen (9 senyawa).

Gambar 19. Hasil Kromatogram dari Kaldu Nabati Berflavour Analog Daging Instan dengan Pengering Kabinet Selama 48 Jam Menggunakan GCMS.

Senyawa yang termasuk kelompok senyawa Sulfur (62,68 %) meliputi Karboisopropoksi metoksi sulfida dengan % total area 0,19 % (total komponen/µg sampel), 5-Tiazoletanol,4-metil pada peak no.8 sebesar 62,4 % (Tabel 5), dan Tiazol,5-etenil-4-metil pada peak no.9 sebesar 0,09 %. Senyawa Sulfur ini dihasilkan pada degradasi Streker antara asam amino sistein dengan senyawa karbonil, dan senyawa inilah yang bertanggung jawab pada terbentuknya aroma daging (meat flavour). Jika dibandingkan dengan hasil dari pengering vakum,


(54)

5 2

senyawa Sulfur dari pengeringan dengan kabinet lebih banyak ditemukan (dalam hal jenis dan konsentrasi), hal ini disebabkan reaksi Maillard pada kabinet terjadi lebih sempurna karena tidak ada kondisi pemvakuman.

Kelompok senyawa berikutnya yang dihasilkan pada GCMS yaitu senyawa Ester dan asam-asam organik dengan konsentrasi 13,15 % (Tabel 5), meliputi Asam miristat yang ditunjukkan pada peak no.16 dengan konsentrasi 0,28 %, 1,2-Asam benzenadikarboksilat, butil sikloheksil ester dengan konsentrasi 0,27 % pada peak no.19, Asam palmitat pada peak no.20 sebesar 4,17 %, Etil palmitat dengan konsentrasi 1,45 % ditemukan pada peak no.22, 11,14-Asam eikosadienoat, metil ester pada peak no.23 (0,94 % total komponen/µg sampel), Asam leat sebesar 1,23 %, 8,11,14-Asam eikosatrienat dengan konsentrasi 0,36 %, Etil 9-oktadekenoat pada peak no.27 (Gambar 19) dengan konsentrasi 1,98 %, pada peak no.28 ditemukan Etil tridekanoat (0,91 %), 7,10-Asam heksadekadienoat, metil ester sebesar 0,07 % pada peak no.30, pada peak no.32 diperoleh 1,22 % Oktil adipat (Tabel 5), (7E)-7-Dodekenil acetat dengan konsentrasi 0,27 % diperoleh pada peak no.33. Kelompok Ester/asam-asam organik ini merupakan hasil degradasi dari lemak yang terkandung pada kacang-kacangan karena pemanasan tinggi (T. Shibamoto dan H. Yeo, 1992). Selain itu diperoleh juga dari hasil samping tata ulang Amadori. Lemak termasuk juga dalam kelompok senyawa pembawa rasa gurih dalam makanan. Pada pengeringan dengan kabinet diperoleh jumlah senyawa Ester yang lebih banyak (12 senyawa) dibandingkan pada pengeringan dengan vakum (11 senyawa), namun konsentrasi pada pengeringan vakum lebih banyak yaitu sebesar 51,57 % (Tabel 4) dibandingkan dengan pengeringan menggunakan kabinet sebesar 13,15 %. Hal ini


(55)

5 3

disebabkan lemak pada sampel yang dikeringkan dengan vakum 16 jam belum terdegradasi sempurna yang ditunjukkan pada Gambar 7 bahwa kandungan lemaknya paling tinggi.

Tiga jenis senyawa Hidrokarbon ditemukan dengan konsentrasi 0,65 %, hasil ini sangat kecil sekali jika dibandingkan dengan hasil pada pengeringan dengan vakum 16 jam. Hal ini terjadi kemungkinan disebabkan oleh reaksi Maillard yang terjadi pada pengering kabinet berlangsung lebih lama sehingga senyawa hidrokarbon habis bereaksi (dalam degradasi streker) dengan asam amino membentuk senyawa sulfur. Dapat dilihat senyawa sulfur pada pengeringan dengan kabinet lebih banyak dari segi konsentrasi dan jumlah jenisnya dibandingkan pada pengeringan dengan vakum. Semakin banyak senyawa yang dihasilkan pada degradasi Streker, maka semakin sedikit senyawa Hidrokarbon yang tersisa.

Keton ditemukan dengan konsentrasi 0,63 % (Tabel 5) yang meliputi 4-Etoksi-2-butanon pada peak no.11 dan 1-(2,2-Dimetilsiklopentil)etanon pada peak no.34. Keton termasuk juga ke dalam senyawa karbonil yang dihasilkan pada tata ulang Amadori atau tata ulang Heyns dalam reaksi Maillard (de Roos, 1992). Keton juga merupakan produk sekunder dari degradasi lemak (T.Shibamoto dan H. Yeo, 1992). Keton yang dihasilkan disini juga lebih sedikit jika dibandingkan pada pengeringan dengan vakum 16 jam karena pada pengeringan dengan kabinet selama 48 jam ini reaksi Maillard berlangsung lebih lama, sehingga senyawa-senyawa karbonil ini terus menerus bereaksi dengan asam-asam amino membentuk senyawa sulfur dan sebagainya sebagai hasil dari degradasi Streker.


(1)

Tabel 35. Uji Jarak Berganda Duncan untuk Waktu Pengering (Y) terhadap Kadar Air pada Kaldu Nabati Berflavour Analog Daging Instan Beda rata-rata

SSR 5%

LSR 5%

Rata-rata

perlakuan 1 2 3 4 5 6 7

Taraf 5 %

- - (Y7) 10.435 - a

3.06 0.651 (Y6) 11.450 1.015* b

3.21 0.683 (Y5) 12.585 2.150* 1.135* c

3.3 0.702 (Y4) 13.775 3.340* 2.325* 1.190* d

3.35 0.713 (Y3) 15.505 5.070* 4.055* 2.920* 1.730* e

3.38 0.719 (Y2) 18.650 8.215* 7.200* 6.065* 4.875* 3.145* f

3.41 0.725 (Y1) 152.370 141.935* 140.920* 139.785* 138.595* 136.865* 133.720* - g

Keterangan:

*) Berbeda nyata pada taraf 5% bila Fhitung > Ftabel

tn) Tidak berbeda nyata pada taraf 5% bila Fhitung < Ftabel

- Setiap angka yang berbeda yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% uji LSR

Tabel 36. Uji Jarak Berganda Duncan untuk Interaksi Jenis Pengering dan Waktu Pengeringan (XY) terhadap Kadar Air pada Kaldu Nabati Berflavour

Analog Daging Instan

SSR LSR Beda Rata-rata

5% 5%

Rata-rata perlakuan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Taraf 5%

- - (X2Y7) 5.045 - a

3.06 0.651 (X1Y7) 5.39 0.345tn ab

3.21 0.683 (X2Y6) 5.41 0.365tn 0.020tn ab

3.3 0.702 (X2Y5) 5.63 0.585tn 0.240 tn 0.220 tn ab

3.35 0.713 (X2Y4) 5.685 0.640tn 0.296 tn 0.275 tn 0.055 tn ab

3.38 0.719 (X2Y3) 5.835 0.790* 0.445 tn 0.425 tn 0.205 tn 0.150 tn b

3.41 0.726 (X1Y6) 6.04 0.995* 0.650 tn 0.630 tn 0.410 tn 0.355 tn 0.205 tn b

3.42 0.728 (X1Y5) 6.955 1.910* 1.565* 1.545* 1.325* 1.270* 1.120* 0.915* c

3.44 0.732 (X2Y2) 7.37 2.325* 1.980* 1.960* 1.740* 1.685* 1.535* 1.330* 0.415 tn c


(2)

3.45 0.734 (X1Y4) 8.09 3.045* 2.700* 2.680* 2.460* 2.405* 2.255* 2.050* 1.135* 0.720 tn d

3.45 0.734 (X1Y3) 9.67 4.625* 4.280* 4.260* 4.040* 3.985* 3.835* 3.630* 2.715* 2.300* 1.580* e

3.45 0.734 (X1Y2) 11.28 6.235* 5.890* 5.870* 5.650* 5.595* 5.445* 5.240* 4.325* 3.910* 3.190* 1.610* f

3.46 0.736 (X1Y1) 75.76 70.715* 70.370* 70.350* 70.130* 70.075* 69.925* 69.720* 68.805* 68.390* 67.670* 66.090* 64.480* g

3.46 0.736 (X2Y1) 76.61 71.565* 71.220* 71.200* 70.980* 70.925* 70.775* 70.570* 69.655* 69.240* 68.520* 66.940* 65.330* 0.850* - h

Keterangan:

*) Berbeda nyata pada taraf 5% bila Fhitung > Ftabel

tn) Tidak berbeda nyata pada taraf 5% bila Fhitung < Ftabel

- Setiap angka yang berbeda yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% uji LSR Tabel 37. Uji Jarak Berganda Duncan untuk Waktu Pengeringan (Y) terhadap Kadar Lemak pada Kaldu Nabati Berflavour

Analog Daging Instan

Beda rata-rata SSR

5%

LSR 5%

Rata-rata

perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 Taraf 5%

- - (Y2) 1.095 - a

3.06 0.288 (Y1) 1.103 0.007tn a

3.21 0.302 (Y4) 1.553 0.458* 0.450* b

3.3 0.310 (Y6) 2.128 1.033* 1.025* 0.575* c

3.35 0.315 (Y5) 2.143 1.048* 1.040* 0.590* 0.015tn c

3.38 0.318 (Y7) 2.400 1.305* 1.298* 0.848* 0.273tn 0.258tn c

3.41 0.321 (Y3) 2.775 1.680* 1.673* 1.223* 0.648* 0.633* 0.375* - d

Keterangan:

*) Berbeda nyata pada taraf 5% bila Fhitung > Ftabel

tn) Tidak berbeda nyata pada taraf 5% bila Fhitung < Ftabel

- Setiap angka yang berbeda yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% uji LSR


(3)

Tabel 38. Uji Jarak Berganda Duncan untuk Waktu Pengeringan (Y) terhadap Protein Terlarut pada Kaldu Nabati Berflavour Analog Daging Instan Beda rata-rata

SSR 5% LSR 5% Rata- rata

perlakuan 1 2 3 4 5 6 Taraf 5%

- - (Y1) 50.000 - a

3.06 19.294 (Y2) 218.750 168.750* b

3.21 20.240 (Y3) 225.000 175.000* 6.250tn bc

3.3 20.807 (Y4) 243.750 193.750* 25.000* 18.750 tn cd

3.35 21.123 (Y6) 250.000 200.000* 31.250* 25.000* 6.250 tn d

3.38 21.312 (Y5) 256.250 206.250 37.500* 31.250* 12.500 tn 6.250 tn - d

Keterangan:

*) Berbeda nyata pada taraf 5% bila Fhitung > Ftabel

tn) Tidak berbeda nyata pada taraf 5% bila Fhitung < Ftabel

- Setiap angka yang berbeda yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% uji LSR Tabel 39. Uji Jarak Berganda Duncan untuk Jenis Pengering (X) Terhadap Kadar Garam

pada Kaldu Nabati Berflavour Analog Daging Instan Beda rata-rata SSR 5% LSR 5% Rata-rata

perlakuan 1 2 Taraf 5%

- - (X1) 12,112 - a

3,06 3,033 (X2) 12,7195 0,6075tn - a

Keterangan:

*) Berbeda nyata pada taraf 5% bila Fhitung > Ftabel

tn) Tidak berbeda nyata pada taraf 5% bila Fhitung < Ftabel

- Setiap angka yang berbeda yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% uji LSR


(4)

Tabel 40. Uji Jarak Berganda Duncan untuk Waktu Pengeringan (Y) terhadap Kadar Garam pada Kaldu Nabati Berflavour

Analog Daging Instan

Beda rata-rata SSR 5% LSR 5% Rata-rata

perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 Taraf 5%

- - (Y1) 0,849 - a

3,06 3,033 (Y4) 3,883 3,034* b

3,21 3,181 (Y5) 3,949 3,100tn 0,066tn a

3,3 3,271 (Y3) 4,002 3,153tn 0,119 tn 0,053 tn a

3,35 3,320 (Y2) 4,014 3,165tn 0,131 tn 0,065 tn 0,011 tn a

3,38 3,350 (Y7) 4,055 3,206tn 0,172 tn 0,106 tn 0,053 tn 0,041 tn a

3,41 3,380 (Y6) 4,080 3,231tn 0,197 tn 0,131 tn 0,078 tn 0,066 tn 0,025 tn a

Keterangan:

*) Berbeda nyata pada taraf 5% bila Fhitung > Ftabel

tn) Tidak berbeda nyata pada taraf 5% bila Fhitung < Ftabel

- Setiap angka yang berbeda yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% uji LSR Tabel 41. Uji Jarak Berganda Duncan untuk Waktu Pengeringan (Y) terhadap Kadar Sulfur pada Kaldu Nabati Berflavour

Analog Daging Instan

Beda rata-rata SSR 5% LSR 5% Rata-rata

perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 Taraf 5%

- - (Y4) 24,280 - a

3,06 0,685 (Y5) 24,410 0,130* b

3,21 0,719 (Y7) 25,550 1,270* 1,140* c

3,3 0,739 (Y3) 26,110 1,830* 1,700* 0,560 tn bc

3,35 0,750 (Y6) 26,140 1,860* 1,730* 0,590 tn 0,030tn bc

3,38 0,757 (Y2) 26,735 2,455* 2,32* 1,185* 0,625tn 0,595tn d

3,41 0,763 (Y1) 30,965 6,685* 6,555* 5,415* 4,855* 4,825* 4,230* e

Keterangan:

*) Berbeda nyata pada taraf 5% bila Fhitung > Ftabel


(5)

tn) Tidak berbeda nyata pada taraf 5% bila Fhitung < Ftabel

- Setiap angka yang berbeda yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% uji LSR Tabel 42. Uji Jarak Berganda Duncan untuk Waktu Pengeringan (Y) terhadap Intensitas Aroma Daging pada Kaldu Nabati

Berflavour Analog Daging Instan

Beda rata-rata SSR 5% LSR 5% Rata-rata

perlakuan 1 2 3 4 5 6 Taraf 5%

(Y5) 4 - a

3,06 0,29 (Y3) 5 1* b

3,21 0,30 (Y6) 5 1* 0 b

3,30 0,31 (Y4) 6 2* 1* 1* c

3,35 0,32 (Y7) 6 2* 1* 1* 0 c

3,38 0,32 (Y1) 8 4* 3* 3* 2* 2* d

3,41 0,32 (Y2) 8 4* 3* 3* 2* 2* 0 d

Keterangan:

*) Berbeda nyata pada taraf 5% bila Fhitung > Ftabel

tn) Tidak berbeda nyata pada taraf 5% bila Fhitung < Ftabel

- Setiap angka yang berbeda yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% uji LSR

Tabel 43. Uji Jarak Berganda Duncan untuk Interaksi Jenis Pengering dan Waktu Pengeringan (XY) terhadap Intesitas Aroma Daging pada Kaldu Nabati Berflavour Analog Daging Instan

Beda Rata-rata SSR

5 %

LSR 5 %

Rata-rata

perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Taraf 5%

1,0 a

3,06 0,29 1,5 0,5* b 3,21 0,30 2,0 1,0* 0,5* c 3,3 0,31 2,0 1,0* 0,5* 0,0 c 3,35 0,32 2,0 1,0* 0,5* 0,0 0,0 c 3,38 0,32 2,5 1,5* 1,0* 0,5* 0,5* 0,5* d


(6)

88

3,41 0,32 3,0 2,0* 1,5* 1,0* 1,0* 1,0* 0,5* e 3,42 0,32 3,5 2,5* 2,0* 1,5* 1,5* 1,5* 1,0* 0,5* f 3,44 0,32 4,0 3,0* 2,5* 2,0* 2,0* 2,0* 1,5* 1,0* 0,5* g 3,45 0,33 4,0 3,0* 2,5* 2,0* 2,0* 2,0* 1,5* 1,0* 0,5* 0,0 g 3,45 0,33 4,0 3,0* 2,5* 2,0* 2,0* 2,0* 1,5* 1,0* 0,5* 0,0 0,0 g 3,46 0,33 4,0 3,0* 2,5* 2,0* 2,0* 2,0* 1,5* 1,0* 0,5* 0,0 0,0 0,0 g 3,46 0,33 4,0 3,0* 2,5* 2,0* 2,0* 2,0* 1,5* 1,0* 0,5* 0,0 0,0 0,0 0,0 g 3,47 0,33 4,0 3,0* 2,5* 2,0* 2,0* 2,0* 1,5* 1,0* 0,5* 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 g Keterangan:

*) Berbeda nyata pada taraf 5% bila Fhitung > Ftabel

tn) Tidak berbeda nyata pada taraf 5% bila Fhitung < Ftabel