Formulasi dan optimasi proses pembentukan flavor analog ayam dari kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) hasil fermentasi

(1)

FORMULASI DAN OPTIMASI PROSES PEMBENTUKAN

FLAVOR ANALOG AYAM DARI KACANG HIJAU (Phaseolus

radiatus L.) HASIL FERMENTASI

YULVIANA REZKA RIZKIANSYAH

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

FORMULASI DAN OPTIMASI PROSES PEMBENTUKAN

FLAVOR ANALOG AYAM DARI KACANG HIJAU (Phaseolus

radiatus L.) HASIL FERMENTASI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh :

YULVIANA REZKA RIZKIANSYAH 105096003182

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

FORMULASI DAN OPTIMASI PROSES PEMBENTUKAN

FLAVOR ANALOG AYAM DARI KACANG HIJAU (Phaseolus

radiatus L.) HASIL FERMENTASI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh :

YULVIANA REZKA RIZKIANSYAH 105096003182

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Agustine Susilowati, M.M Sri Yadial Chalid, M.Si NIP : 195 808 141 984 022 001 NIP : 19680313 200312 2 001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Kimia

Sri Yadial Chalid, M.Si NIP : 19680313 200312 2 001


(4)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Esa lagi Maha Perkasa yang mengatur hidup dan kehidupan manusia dan para makhluk-Nya yang lain. Atas berkat rahmat dan karunia serta ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi “Formulasi dan Optimasi Proses Pembentukan Flavor Analog Ayam dari Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.) Hasil Fermentasi”. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita Rasulullah Muhammad SAW, kepada para keluarga dan para sahabatnya serta termasuk kita pula selaku ummatnya. Amin.

Skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian Sarjana Sains pada Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis sebagai Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Sri Yadial Chalid, M.Si sebagai Ketua Program Studi Kimia sekaligus Dosen Pembimbing II, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis serta memberikan semangat dan motivasi maupun masukan dalam menyelesaikan penelitian dan skripsi.


(5)

3. Dr. L. Broto S. Kardono sebagai Kepala Pusat Penelitian Kimia-LIPI Serpong. 4. Dr. Muhammad Hanafi, M.Si sebagai Kepala Bidang BAPF Pusat Penelitian

Kimia-LIPI

5. Ir. Agustine Susilowati, M.M sebagai Pembimbing I yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di Laboratorium Kimia Pangan di Pusat Penelitian Kimia-LIPI Serpong serta memberi nasihat dan bimbingan kepada penulis dalam penyusunan skripsi.

6. Ayahanda (Yusep Hermansyah), Ibunda (Lia Amaliya) dan adikku tercinta (Badai Sefta Mafarin) yang tiada henti memberi semangat serta dukungan moril maupun materil yang begitu luar biasa selama pelaksanaan tugas akhir. 7. Yati Maryati, S.T dan Pak Aspiyanto yang telah banyak membantu

memberikan arahan selama penelitian dilaksanakan.

8. Seluruh Dosen, karyawan dan laboran Program Studi Kimia, terima kasih atas ilmunya yang bermanfaat bagi penulis.

9. Seluruh staf Pusat Penelitian Kimia-LIPI Serpong yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian.

10.Sahabatku di setiap waktu, Devi, Diah, Rani, Ambar dan Chiko, terima kasih atas keceriaan dan kesedihan yang selalu kita bagi bersama, betapa bahagianya aku yang tumbuh besar bersama kalian. Sahabatku yang terpisah jarak namun selalu ada untukku, Anindita, Fajrin, Dindi, Miratna, Intan dan Alhadi, terima kasih atas perhatian, motivasi, semangat dan do’anya.

11.Elly, Susti dan Wardah, teman seperjuanganku yang selalu setia dalam suka dan duka selama menempuh penelitian dan penyusunan skripsi.


(6)

12.Teman-teman baikku Fiqi, Nunu, Ade, Ria, Suci, Tika, Ani, Icha, Ummu, Dede, Ika, Ardy, Zeki, Ilham, Fajri, Afit, Aji, Subhan, Adum, Arif, Rizky, Dedi, Hasbi, Ocim, Rauf, Hendro, Salman, Abdul Rohman, Ami dan Wulan Embunsari, terima kasih atas semua ketulusan dan semangat serta perhatian yang kalian berikan selama ini. Kalian takkan pernah terganti.

13.Kakak-kakak kelas Kimia angkatan 2002, 2003 dan 2004 khususnya Kak Amin, Kak Adi dan Kak Ijul, kalian inspirasiku. Adik-adik kelas Kimia angkatan 2006, 2007, 2008 dan 2009, terima kasih untuk selalu berbagi semangat dan keceriaan.

Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya. Dengan segenap kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, Juni 2010


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

ABSTRAK... xvi

ABSTRACT... xvii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 2

1.3. Hipotesis... 2

1.4. Rancangan Percobaan ... 3

1.5. Tujuan Penelitian ... 4

1.6. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 6

2.1. Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.) Terfermentasi... 6

2.2. Autolisis Kaldu Nabati... 8

2.3. Flavor (Cita Rasa) ... 10

2.3.1. Savory Flavor (Rasa Gurih)………... 12

2.4. Flavor Ayam... 13

2.4.1. Flavor Analog Ayam (Chicken Analogue Flavour)... 16


(8)

2.5. Reaksi Flavor (Flavouring Reaction) ... 21

2.6. Kromatografi Gas-Spektrometri Massa (GC-MS)... 24

2.6.1. Prinsip Kromatografi Gas-Spektrometri Massa (GC-MS)... 24

2.6.2. Bagian Instrumentasi Kromatografi Gas-Spektrometer Massa 26

BAB III. METODE PENELITIAN ... 28

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 28

3.2. Alat dan Bahan ... 28

3.2.1. Alat ... 28

3.2.2. Bahan ... 28

3.3. Prosedur Kerja ... 29

3.3.1. Autolisis Kacang Hijau Terfermentasi Rhizopus-C1... 29

3.3.2. Reaksi Flavoring... 29

3.3.2.1. Penentuan Komposisi Prekursor Terbaik……… 29

3.3.2.2. Penentuan Kondisi Optimum Reaksi Flavoring (pH dan Waktu)... 30

3.3.3. Identifikasi Senyawa Volatil dengan GC-MS……….. 31

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

4.1. Karakteristik Crude Kaldu dan Autolisat Kaldu Nabati... 33

4.2. Reaksi Flavoring……… 35

4.2.1. Hasil Penentuan Komposisi Prekursor Terbaik……….… 35

4.2.2. Hasil Analisa Variasi pH dan Waktu Kondisi Optimum Reaksi Untuk Formula A4 dan B4... 36

4.2.2.1. Analisa Komposisi Kimia………..………….…. 36

4.2.2.1.1. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses terhadap Kadar Padatan Kering………... 36 4.2.2.1.2. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses


(9)

terhadap Kadar N-Amino……… 37

4.2.2.1.3. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses terhadap Kadar Gula Pereduksi……….…….. 39

4.2.2.1.4. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses terhadap Kadar Protein Terlarut……… 42

4.2.2.1.5. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses terhadap Kadar Total Protein……… 44

4.2.2.1.6. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses terhadap Kadar Lemak………. 45

4.2.2.1.7. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses terhadap Kadar Garam………. 46

4.2.2.2. Analisa Senyawa Volatil dengan GC-MS……… 48

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

5.1. Kesimpulan ... 56

5.2. Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Struktur Kimia Sistein... 17

2. Struktur Kimia Taurin... 18

3. Struktur Kimia Tiamin-HCl……….…... 19

4. Struktur Kimia Asam Askorbat (Vitamin C)……….. 20

5. Struktur Kimia D-Glukosa……….…. 21

6. Skema Reaksi Strecker pada Proses Flavoring……….….. 24

7. Diagram Alir GC-MS……….… 27

8. Kromatogram Hasil Analisa Senyawa Volatil dengan GC-MS Formula A4…... 49

9. Kromatogram Hasil Analisa Senyawa Volatil dengan GC-MS Formula B4………...….. 52


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Matriks Model Pola Faktorial Reaksi Flavoring dengan

Variasi pH... 3

2. Komposisi Kimia Kacang Hijau Tiap 100 g……….. 7

3. Jenis-jenis Asam Amino yang Terdapat pada Kacang Hijau………. 8

4. Komposisi Kimia yang Terkandung Dalam Ektrak Daging Ayam……… 14

5. Senyawa-senyawa yang Berperan sebagai Penyumbang Aroma pada Daging Ayam yang Dimasak……….. 15

6. Prekursor-prekursor Dasar yang Digunakan dalam Pengembangan Reaksi Flavor……….. 16

7. Aldehid yang Dihasilkan dari Asam Amino melalui Degradasi Strecker……… 22

8. Komposisi Formulasi Prekursor Flavor Analog Ayam………... 30

9. Komposisi Kimia Crude Kaldu dan Autolisat Kaldu Nabati……….. 33

10. Uji Sensori dan Karakteristik Kaldu Nabati Berflavor Analog Ayam Hasil Reaksi Flavoring Selama 3 Jam pada Suhu 100°C... 35

11. Kadar Padatan Kering Autolisat Berflavor Analog Ayam... 37

12. Kadar N-Amino Autolisat Berflavor Analog Ayam... 37

13. Pengaruh Waktu dan pH Proses terhadap Kadar Gula Pereduksi Autolisat Berflavor Analog Ayam……….. 40

14. Kadar Gula Pereduksi Autolisat Berflavor Analog Ayam... 41

15. Pengaruh Waktu dan pH Proses terhadap Kadar Protein Terlarut Autolisat Berflavor Analog Ayam………. 42

16. Kadar Protein Terlarut Autolisat Berflavor Analog Ayam... 43

17. Kadar Total Protein Autolisat Berflavor Analog Ayam... 44


(12)

19. Kadar Garam Autolisat Berflavor Analog Ayam... 47 20. Komponen Senyawa Volatil pada Autolisat Kaldu Nabati Flavor Analog

Ayam Formula A4... ………... 50 21. Komponen Senyawa Volatil pada Autolisat Kaldu Nabati Flavor


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Prosedur Analisa Komposisi Kimia... 60

2. Hasil Analisa Penentuan Komposisi Prekursor Terbaik... 67

3. Uji Sensori Autolisat Flavor Analog Ayam... 72

4. Kadar Padatan Kering... 73

5. Kadar Nitrogen Amino... 74

6. Kadar Gula Pereduksi ... 75

7. Kadar Protein Terlarut... 77

8. Kadar Total Protein……….………. 79

9. Kadar Lemak... 80

10. Kadar Garam……….………... 81

11. Analisa Sensori dan Lembar Scoresheet Uji Penilaian (Skoring) Aroma Kaldu Nabati Berflavor Analog Ayam……… 82

12. Perhitungan Formulasi Bahan Prekursor Flavor Analog Ayam………….. 84

13. Kurva Kalibrasi Gula Reduksi dan Protein Terlarut………... 86

14. Diagram Alir Pembuatan Kaldu Nabati Berflavor Analog Ayam dari Autolisat dengan Skala Laboratorium……… 87


(14)

ABSTRAK

YULVIANA REZKA RIZKIANSYAH. Formulasi dan Optimasi Proses Pembentukan Flavor Analog Ayam dari Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.) Hasil Fermentasi. Di bawah bimbingan Ir. Agustine Susilowati, M.M dan Sri Yadial Chalid, M.Si.

Telah dilakukan penelitian tentang penentuan formulasi dan optimasi proses pembentukan flavor analog ayam dari kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) hasil fermentasi. Variasi konsentrasi dilakukan pada L-Sistein, Tiamin-HCl, Taurin, Glukosa dan Vitamin C sebagai prekursor flavor dengan variasi pH 4, 4,5 dan 5 yang masing-masing dilakukan pada 100°C selama 0, 1, 2 dan 3 jam. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh kaldu nabati berflavor analog ayam terbaik berdasarkan komposisi formulasi terbaik dan kondisi optimum reaksi melalui analisa sensori, analisa komposisi kimia serta mengetahui jenis-jenis senyawa volatil dengan GC-MS (Kromatografi Gas-Spektrometer Massa). Hasil penelitian menunjukkan 2 jenis formula terbaik yaitu FAT (Flavor Analog Ayam menggunakan Taurin) dengan komposisi Sistein:Taurin (0,75 %:0,25 %), Tiamin (1 %), Glukosa (0,5 %) pH 4 waktu proses 3 jam dan FAC (Flavor Analog Ayam menggunakan Vitamin C) dengan komposisi Sistein:Vitamin C (0,75 %:0,25 %), Tiamin (1 %), Glukosa (0,5 %) pH 4,5 waktu proses 3 jam. Sebanyak 46 senyawa flavor teridentifikasi pada kaldu nabati FAT yang terdiri atas 7 kelompok senyawa yaitu senyawa sulfur (4 senyawa), asam-asam organik dan ester (18 senyawa), nitrogen (8 senyawa), aldehid dan keton (7 senyawa), alkohol (7 senyawa), piran (1 senyawa) dan furan (1 senyawa), serta 49 senyawa flavor teridentifikasi pada kaldu nabati FAC yang terdiri atas 7 kelompok senyawa yaitu senyawa sulfur (7 senyawa), asam-asam organik dan ester (15 senyawa), nitrogen (10 senyawa), aldehid dan keton (8 senyawa), alkohol (4 senyawa), piran (2 senyawa) dan furan (3 senyawa).


(15)

ABSTRACT

YULVIANA REZKA RIZKIANSYAH. Formulation and Optimation Flavouring Process of Chicken Analogue Flavour from Fermented Mung Bean (Phaseolus radiatus L.). Under direction of Ir. Agustine Susilowati, M.M and Sri Yadial Chalid, M.Si.

Formulation and optimation flavouring process of chicken analogue flavour reaction from fermented mung bean (Phaseolus radiatus L.) has been conducted. Concentration of L-Cystein, Thiamine-HCl, Taurine, Glucose and Vitamin C as a flavour precursor has been varieted with pH variety 4, 4,5 and 5 at 100°C for 0, 1, 2 and 3 hours, respectively. The main purpose of research are to find a best

vegetable broth with chicken analogue flavour based on best formulation and optimal condition reaction through sensory analysis, chemical composition analysis and to know several volatile compounds with GC-MS (Gas Chromatograph-Mass Spectrometry). The result of experiment showed the best two kinds formula, is that TAF (Chicken Analogue Flavour with Taurine) with composition Cystein:Taurine (0,75 %:0,25 %), Thiamine (1 %), Glucose (0,5 %) pH 4 at 3 hours dan CAF (Chicken Analogue Flavour with Vitamin C) with composition Cystein:Taurine (0,75 %:0,25 %), Thiamine (1 %), Glucose (0,5 %) pH 4,5 at 3 hours. It had been identified on 46 flavour compounds of TAF consisting 7 compound groups, named sulphuric compound (4 compounds), organic acids and esther (18 compounds), nitrogen (8 compounds), aldehyd and ketone (7 compounds), alcohol (7 compounds), pyran (1 compounds) and furan (1 compounds), and 49 flavour compounds of CAF consisting 7 compound groups, named sulphuric compound (7 compounds), organic acids and esther (15 compounds), nitrogen (10 compounds), aldehyd and ketone (8 compounds), alcohol (4 compounds), pyran (2 compounds) and furan (3 compounds).

Keywords : Vegetable broth, chicken analogue flavour, taurine, vitamin C, flavoring reaction


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Cita rasa merupakan bagian penting pada kualitas suatu makanan selain penampilan dan teksturnya. Selain rasa manis, asam, asin dan pahit yang terdapat pada makanan, masyarakat juga mengenal adanya cita rasa gurih atau “umami”. Pemberi rasa gurih berasal monosodium glutamat maupun dari kaldu ayam atau daging. Tetapi kaldu yang diekstrak dari daging ayam atau daging sapi tidak selamanya dijadikan sebagai pemberi rasa gurih karena biaya produksi yang tinggi, begitu juga flavor ayam sintetik tidak memuaskan karena hanya memberikan cita rasa ayam dan terlalu asin (Nagodawithana, 1994).

Untuk mendapatkan makanan dengan rasa gurih yang rendah lemak dan rendah kolesterol, maka dimanfaatkanlah kacang hijau sebagai flavor enchancer yang banyak mengandung protein terutama asam glutamat serta mudah diperoleh. Kandungan asam amino yang tinggi hasil perombakan protein dapat dicapai melalui proses fermentasi pada kacang hijau oleh kapang diantaranya Rhizopus. Kacang hijau terfermentasi ini dikenal sebagai kaldu nabati yang diharapkan menjadi alternatif baru flavor enchancer secara alami (Susilowati, 2007). Kaldu nabati memiliki rasa yang gurih, tetapi tidak dapat menimbulkan suatu citarasa dan aroma analog ayam atau daging tanpa adanya penambahan bahan lain yang disebut prekursor flavor. Prekursor flavor adalah senyawa pembentuk cita rasa.

Pada penelitian sebelumnya telah digunakan prekursor flavor sistein, taurin, vitamin C dan xylosa dengan kondisi proses pada pH netral hingga basa. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa dengan penggunaan xylosa


(17)

sebagai salah satu komponen prekursor membuat aroma flavor analog ayam pada autolisat setelah proses flavoring timbul dengan cepat dan intensitas aroma kuat namun aromanya tidak bertahan lama (Susilowati, 2009). Penggunaan xylosa juga tidak dapat dijadikan acuan tetap dikarenakan harganya yang cukup mahal serta sulit diperoleh. Dengan mengganti jenis prekursor dengan sistein, taurin, tiamin, vitamin C dan glukosa maka diharapkan aroma yang dihasilkan dapat lebih tahan lama serta memperkecil biaya produksi. Selain mengubah kondisi proses, diperlukan juga variasi konsentrasi prekursor untuk menentukan perbandingan terbaik komposisi prekursor sehingga menghasilkan aroma analog ayam yang diinginkan. Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya penelitian lanjutan untuk mencari perbandingan terbaik komposisi prekursor agar diperoleh aroma flavor analog ayam yang kuat melalui variasi kondisi proses flavoring.

1.2. Perumusan Masalah

Apakah konsentrasi formula (campuran sistein:taurin, tiamin, glukosa dan campuran sistein:vitamin C, tiamin, glukosa) dan kondisi reaksi yang meliputi pH dan waktu pemanasan berpengaruh pada pembentukan flavor (flavouring reaction) pada autolisat kaldu nabati kacang hijau terfermentasi?

1.3. Hipotesis

H0 : Jenis formula, pH dan lama proses flavoring berpengaruh terhadap komposisi kimia hasil proses flavoring.

H1 : Jenis formula, pH dan lama proses flavoring tidak berpengaruh terhadap komposisi kimia hasil proses flavoring.


(18)

H0 : Jenis formula, pH dan lama proses flavoring berpengaruh terhadap intensitas aroma hasil proses flavoring.

H1 : Jenis formula, pH dan lama proses flavoring tidak berpengaruh terhadap intensitas aroma hasil proses flavoring.

1.4. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan pada penelitian ini menggunakan analisis ragam Rancangan Petak-Petak Terbagi (RPPT) dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) (Gazpersz, 1995). Matriks model pola faktorial penelitian ditunjukkan oleh Tabel 1.

Tabel 1. Matriks Model Pola Faktorial Reaksi Flavoring dengan Variasi pH** Formula (X)*

Taurin (X1) Vitamin C (X2)

pH (Y) Lama

Proses (jam)

(Z) 4 (Y1) 4,5 (Y2) 5 (Y3) 4 (Y1) 4,5 (Y2) 5 (Y3)

0 (Z1) X1Y1Z1 X1Y2Z1 X1Y3Z1 X2Y1Z1 X2Y2Z1 X2Y3Z1 1 (Z2) X1Y1Z2 X1Y2Z2 X1Y3Z2 X2Y1Z2 X2Y2Z2 X2Y3Z2 2 (Z3) X1Y1Z3 X1Y2Z3 X1Y3Z3 X2Y1Z3 X2Y2Z3 X2Y3Z3 3 (Z4) X1Y2Z4 X1Y2Z4 X1Y3Z4 X2Y1Z4 X2Y2Z4 X2Y3Z4 Keterangan : * Jenis Formula FAT dan FAC Terbaik dari Penelitian Pendahuluan

** Rancangan Penelitian RAK (Rancangan Acak Lengkap)

Jumlah perlakuan pada percobaan ini adalah 2x3x4=24 dengan dua kali ulangan, dimana X1 = Jenis Formula A (FAT) terbaik

X2 = Jenis Formula B (FAC) terbaik Y1 = pH 4

Y2 = pH 4,5 Y3 = pH 5

Z1 = waktu reaksi flavoring 0 jam Z2 = waktu reaksi flavoring 1 jam Z3 = waktu reaksi flavoring 2 jam


(19)

Z4 = waktu reaksi flavoring 3 jam

Model rancangan percobaan dari rancangan diatas adalah sebagai berikut : Y(ijl) = µ + Kl + Xi + Yj + Zk + (XY)ij + (XZ)ik + (YZ)jk + (XYZ)ijk + εijl Y(ijl) = nilai pengamatan dari kelompok ke-l yang memperoleh taraf ke-i

dari faktor X

µ = nilai rata-rata yang sebenarnya Kl = pengaruh dari kelompok ke-l

Xi = pengaruh jenis formula pada taraf ke-i (i = 1, 2) Yj = pengaruh pH pada taraf ke-j (j = 1, 2, 3)

Zk = pengaruh waktu reaksi flavoring pada taraf ke-k (k = 1, 2, 3, 4) (XYZ)ijk = pengaruh interaksi taraf ke-i dari jenis formula, taraf ke-j dari pH

dan taraf ke-k dari waktu proses

εijkl = pengaruh galat percobaan pada kelompok ke-l yang memperoleh taraf ke-i dari faktor X, taraf ke-j dari faktor Y dan taraf ke-k dari faktor Z dengan ulangan l (l = 2)

1.5. Tujuan Penelitian

Mencari kondisi optimum proses flavoring melalui variasi formulasi prekursor, pH dan waktu reaksi untuk memperoleh kaldu nabati berflavor analog ayam.

1.6. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan informasi tentang komposisi prekursor dan kondisi optimum reaksi. Kondisi tersebut mempengaruhi intensitas aroma flavor analog ayam yang dihasilkan sehingga


(20)

tidak atau sedikit mengalami penurunan intensitas aroma jika dilakukan proses pembuatan kaldu nabati berflavor analog ayam dalam bentuk pasta maupun bubuk.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.) Terfermentasi

Fermentasi adalah sebuah proses yang melibatkan mikroorganisme untuk mendapatkan produk, mikroorganisme tersebut mengurai substrat kompleks menjadi molekul sederhana. Fermentasi karbohidrat, protein dan lemak dengan adanya oksigen atau tanpa oksigen menghasilkan energi. Fermentasi bertujuan untuk memperpanjang masa simpan, meningkatkan daya cerna, mengubah penampakan serta memperbaiki sifat dari bahan pangan. Bahan pangan umumnya merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Fermentasi juga merupakan perubahan kimia pada bahan pangan oleh enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme maupun telah ada pada bahan pangan tersebut. Proses fermentasi terjadi karena kontak antara mikroba dengan substrat yang sesuai bagi pertumbuhan mikroba tersebut. Fermentasi juga menghasilkan metabolit primer dan metabolit sekunder dalam suatu lingkungan yang dikendalikan (Winarno dan Fardiaz, 1984).

Kacang hijau yang difermentasi oleh kapang Rhizopus-C1 melalui fermentasi garam (moromi) selama kurang lebih 18 minggu menghasilkan produk yang disebut kaldu nabati. Kaldu nabati ini yang berpotensi sebagai bahan penyedap rasa (seasoning). Potensi kaldu nabati sebagai bahan penyedap (seasoning) disebabkan proses fermentasi yang menyertainya dimana aktifitas enzim protease dari kapang Rhizopus menghidrolisis protein kacang menjadi asam-asam amino dengan berat molekul rendah terutama asam glutamat. Kacang hijau digunakan pada pembuatan kaldu nabati karena kaya karbohidrat, protein,


(22)

vitamin, mineral serta mengandung sedikit lemak. Kandungan gizi yang terdapat pada kacang hijau secara umum adalah seperti yang terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Kimia Kacang Hijau Tiap 100 g

Komposisi Kimia Jumlah

Air Protein Lemak Karbohidrat

Serat Energi Mineral Karoten Kalsium Fosfor

Besi

10,1 g 24,5 g 1,2 g 59,9 g

0,8 g 348 kkal

3,5 g 49 mg 75,0 mg 40,5 mg 8,5 mg Sumber : Muchtadi, 2006

Kacang hijau memiliki kandungan karbohidrat paling tinggi (lebih dari 55%), terdiri dari pati, gula dan serat sehingga dimanfaatkan sebagai sumber serat pangan (dietary fiber). Pati kacang hijau terdiri dari amilosa (28,8%) dan amilopektin (71,2%). Pati kacang hijau sangat baik untuk dijadikan bahan makanan karena memiliki daya cerna yang tinggi (99,8%). Protein merupakan penyusun utama kedua (20-25%). Daya cerna protein pada kacang hijau mentah sekitar 77%, hal ini disebabkan oleh adanya zat antigizi seperti antitripsin dan tanin. Untuk meningkatkan daya cerna protein maka kacang hijau harus diolah terlebih dahulu (Muchtadi, 2006). Pada Tabel 3 dapat dilihat beberapa jenis asam amino yang terdapat pada kacang hijau.


(23)

Tabel 3. Jenis-jenis Asam Amino yang Terdapat pada

Kacang Hijau

Jenis Asam Amino Kadar (mg/100 g) Aspartat

Glutamat Serin Treonin

Alanin Valin Leusin Isoleusin

Arginin Histidin Fenilalanin

Triptofan Lisin Prolin Metionin

Tirosin

196 279 89 95 68 94 79 100

64 75 49 96 197

64 69 75 Sumber : Muchtadi, 2006

Kandungan asam glutamat kacang hijau yang sangat tinggi menjadi alasan utama digunakannya kacang hijau sebagai flavor enhancer (pembangkit cita rasa) alami yang memiliki kandungan gizi tinggi. Kadar lemak yang rendah pada kacang hijau menjaga bahan makanan dan minuman yang terbuat dari kacang hijau tidak mudah tengik. Lemak kacang hijau tersusun atas 73% asam lemak tak jenuh seperti oleat (20,8%), linoleat (16,3%) dan linolenat (37,5%) serta 27% asam lemak jenuh (Muchtadi, 2006).

2.2. Autolisis Kaldu Nabati

Autolisis merupakan suatu proses mencerna sendiri (self-digestion atau autodigesti) pada khamir atau kapang yang memerlukan enzim endogenus pendegradasi. Proses autodigesti dapat dilakukan dengan suhu dan pH, hal ini menyebabkan kematian sel tetapi tidak menginaktifkan enzim-enzim pendegradasinya. Tujuan proses autolisis ini adalah untuk memperoleh autolisat


(24)

ekstrak khamir yaitu hasil proses autolisis dengan kandungan peptida terlarut sebagai savory flavor non volatil penghasil rasa gurih. Autolisat digunakan secara luas pada produk-produk pangan (khususnya daging sapi dan ayam) yang diformulasikan karena kapasitas pengikatan airnya yang tinggi serta kemampuannya untuk meningkatkan rasa gurih (Nagodawithana, 1994).

Menurut Susilowati (2007), autolisis kaldu nabati kacang hijau yang terfermentasi garam oleh kapang Rhizopus C1 juga bertujuan untuk meningkatkan kandungan fraksi gurih berupa peptida terlarut sebagai sumber flavor gurih. Proses autolisis dilakukan pada kacang hijau terfermentasi melalui pemanasan pada suhu, waktu dan pH tertentu disertai pengadukan. Kfondisi ini menyebabkan lisis pada sel kapang tanpa merusak enzim-enzim yang dihasilkan. Saat sel mengalami lisis terjadi suasana ketidakberaturan sistem sel dan menyebabkan membran internal terdisintegrasi dan melepaskan enzim-enzim degeneratif terutama protease dan glukanase ke matriks sel. Selanjutnya enzim tersebut bekerja terhadap substrat makromolekul yang akhirnya menyebabkan pelarutan kandungan sel. Komponen sel terlarut akan masuk dalam sistem substrat yang ditandai dengan kenaikan kandungan fraksi gurih sebagai asam-asam amino, peptida terlarut dan perubahan komposisi keseluruhan substrat.

Perbedaan utama antara autolisis kaldu nabati dari kacang hijau dengan ekstrak khamir yaitu substratnya berupa padatan campuran kacang-kacangan (kacang hijau, garam dan inokulum dari kapang Rhizopus C1) berbentuk semi solid sebagai kaldu kasar (crude kaldu) yaitu kacang terfermentasi garam selama waktu tertentu, sedangkan autolisis sel khamir adalah substrat berupa bubur ekstrak sel khamir yang ditumbuhkan pada media tertentu dengan tujuan untuk


(25)

memperoleh ekstrak khamir sebagai savory flavor (Susilowati, 2008). Untuk menciptakan kaldu nabati dengan flavor analog ayam atau daging, maka dibutuhkan suatu prekursor flavor.

2.3. Flavor (Cita Rasa)

Menurut Winarno (1997) dan Sinki (2002), flavor atau cita rasa merupakan sensasi yang dihasilkan oleh bahan makanan ketika diletakkan di dalam mulut terutama yang ditimbulkan oleh rasa dan bau. Ada 3 komponen yang berperan yaitu bau, rasa dan rangsangan mulut. Komposisi makanan dan senyawa pemberi rasa dan bau berinteraksi dengan reseptor organ perasa dan penciuman menghasilkan sinyal yang dibawa menuju susunan syaraf pusat untuk memberi pengaruh dari flavor atau cita rasa.

Secara umum flavor terdiri dari 4 rasa utama yaitu manis, asam, asin dan pahit. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

1. Senyawa kimia

a. Rasa asam disebabkan oleh donor proton, intensitas rasa asam tergantung pada ion H+ yang dihasilkan dari hidrolisis asam.

b. Rasa asin dihasilkan oleh garam-garam anorganik yang umumnya adalah NaCl murni.

c. Rasa manis ditimbulkan oleh senyawa organik alifatik yang mengandung gugus OH seperti alkohol, beberapa asam amino, aldehid dan gliserol. Sumber rasa manis yang terutama adalah gula atau sukrosa dan monosakarida atau disakarida.


(26)

d. Rasa pahit disebabkan oleh alkaloid-alkaloid, misalnya kafein, teobromin, kuinon, glikosida, senyawa fenol seperti naringin, garam-garam Mg, NH4 dan Ca.

2. Suhu

Suhu mempengaruhi kemampuan kuncup cecapan untuk menangkap rangsangan rasa. Sensitivitas terhadap rasa berkurang bila suhu tubuh manusia di bawah 20°C atau di atas 30°C.

3. Konsentrasi

Setiap orang mempunyai batas konsentrasi terendah terhadap suatu rasa agar masih bisa dirasakan. Batas ini disebut Threshold. Batas ini tidak sama pada tiap-tiap orang dan Threshold seseorang terhadap rasa yang berbeda juga tidak sama.

4. Interaksi dengan komponen rasa lain.

Komponen rasa lain akan berinteraksi dengan komponen rasa primer. Akibat yang ditimbulkan adalah peningkatan intensitas rasa atau penurunan intensitas rasa. Flavor dapat diperoleh secara alami maupun buatan. Flavor alami terkandung dalam bahan makanan itu sendiri, sedangkan flavor buatan diperoleh dari reaksi senyawa kimia yang menghasilkan senyawa aromatik (biasanya berupa ester-ester).

Flavor makanan dapat dihasilkan dari berbagai proses yang terjadi pada bahan pangan seperti :

1. Pemanasan atau pemasakan menimbulkan senyawa baru atau yang disebut reaksi pencoklatan (browning).


(27)

2. Melalui pembentukan prekursor kimia non-volatil selama fermentasi mikrobial dan diubah menjadi komponen flavor melalui pemanasan.

3. Metabolit sekunder dari fermentasi mikrobial, reaksi enzim endogen, serta penambahan enzim selama proses dan produk akhir metabolisme tanaman. 2.3.1.Savory Flavor (Rasa Gurih)

Seiring berkembangnya industri pangan maka dikenal istilah rasa gurih (umami) atau savory flavor yang bukan campuran dari keempat rasa utama. Savory flavor merupakan salah satu jenis flavor yang banyak digunakan secara luas pada industri pangan dan tergolong flavor enchancer atau flavor potentiator (pembangkit cita rasa) yang bekerja dengan cara meningkatkan rasa enak atau menekan rasa yang tidak diinginkan dari suatu bahan makanan padahal bahan itu sendiri tidak atau sedikit memiliki cita rasa (Sugita, 2002).

Dua jenis bahan pembangkit cita rasa (flavor) yang umum adalah asam amino L atau garamnya, misalnya monosodium glutamat (MSG) dan jenis 5’-nukleotida seperti inosin 5’-monophosphat (5’-IMP), guanidin 5’-monophosphat (5’-GMP) (Winarno, 1997). Senyawa nukleotida ini mulai dari yang paling efektif adalah guanosin-5’-monophosphat (GMP), inosin-5’-monophosphat (IMP) dan xantosin-5’-monophosphat (XMP), sedangkan adenosin-5’-monophosphat (AMP) tidak memiliki aktivitas sebagai bahan pembangkit flavor. Produksi purin nukleotida dapat dilakukan melalui beberapa cara diantaranya degradasi asam nukleat secara enzimatik atau kimia dan proses fermentasi langsung (Mottram, 1991).

Flavor ini memiliki peranan penting terhadap produk-produk pangan seperti makanan ringan, bumbu instan, mi instan, dan kecap. Untuk aplikasinya,


(28)

savory flavor digunakan tidak sendiri. Pada satu formulasinya bisa terdapat berbagai macam komposisi, diantaranya ekstrak daging, rempah-rempah, savory flavor sintetik atau alami dan asam amino.

Savory flavor tersedia dalam bentuk bubuk (garam, gula, pati dan MSG), pasta (terdiri dari campuran fraksi padatan dan cair, yang dapat terdiri dari minyak dan pati) dan cair (minyak pada mie instan), dimana penggunaannya tergantung dari jenis produk. Seiring dengan semakin pentingnya peranan savory flavor dalam cita rasa makanan, maka dibuatlah kaldu nabati sebagai alternatif sumber alami rasa gurih.

2.4. Flavor Ayam

Flavor pada daging sapi maupun unggas akan timbul setelah mengalami pemanasan atau pemasakan. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mempelajari flavor yang terbentuk pada daging unggas khususnya ayam (Gallus domesticus), yaitu dengan menganalisa senyawa-senyawa larut air dari ekstrak daging ayam yang telah matang dan merekombinasikan beberapa asam amino, metabolit adenosin trifosfat dan ion-ion anorganik untuk mengimbangi sifat sensori pada ekstrak ayam. Hasil yang diperoleh hanya inosin monofosat, asam glutamat dan ion kalium yang memiliki efek terhadap rasa. Asam glutamat dan inosin 5’-monofosfat memberi rasa “umami” dan asin. Ion kalium memberi rasa manis, asin dan pahit (Farmer, 1999). Komposisi kimia yang terkandung dalam ekstrak daging ayam ditunjukkan pada Tabel 4.


(29)

Tabel 4. Komposisi Kimia yang Terkandung Dalam

Ektrak Daging Ayam

Senyawa Konsentrasi Asam amino (µg/gr)

Lisin 58

Asam glutamat* 53

Glisin 42

Treonin 40

Alanin 36

Prolin 34

Serin 33

Metionin 29

Arginin 24

Tirosin 20

Asam aspartat 14

Leusin 13

Fenilalanin 10

Valin 7

Histidin 5

Metabolit ATP (mg/gr) IMP* Inosin AMP ADP Hipoksantin ATP 3,3 0,15 0,10 0,033 0,014 0,012 Ion anorganik (mg/gr)

K+ * PO4 Cl Na+ Mg2+ Ca2+ 2,8 2,0 0,28 0,27 0,045 0,0003 * (berpengaruh terhadap cita rasa)

Sumber : Farmer, 1999.

Menurut Farmer (1999), perubahan gula, asam amino dan nukleotida yang terukur selama pemasakan akan berimbas tidak hanya pada rasa daging ayam tetapi juga aroma dan cita rasa secara keseluruhan, karena sebagaian besar substansi ini merupakan prekursor bagi reaksi kimia yang bertanggung jawab atas pembentukan senyawa aroma. Flavor dan aroma ayam yang dimasak bergantung pada cara pemasakan. Ayam yang direbus, dipanggang atau digoreng memiliki


(30)

kandungan senyawa volatil yang berbeda-beda. Senyawa volatil yang timbul berasal dari reaksi Maillard, oksidasi lemak maupun degradasi tiamin yang terjadi selama pemasakan. Tabel 5 menunjukkan gambaran umum senyawa yang terkandung di dalam daging ayam yang dimasak.

Tabel 5. Senyawa-senyawa yang Berperan sebagai Penyumbang Aroma pada Daging Ayam yang Dimasak.

Senyawa Deskripsi Aroma

Mengandung Sulfur

Hidrogen sulfida Sulfur, telur

Dimetilsulfida Seperti logam

3-merkapto-2-pentanon Sulfur

Metional Kentang yang dimasak

Furantiol dan disulfida

2-metil-3-furantiol Daging, manis

2,5-dimetil-3-furantiol Daging

2-furanmetantiol Ayam panggang

2-metil-3-(metiltio)furan Daging, manis

2-metil-3-(etiltio)furan Daging

2-metil-3-metilditiofuran Daging, manis

bis (2-metil-3furil) disulfida Daging panggang

Senyawa heterosiklik lainnya

2-formil-5-metil tiofen Sulfur

Trimetiltiazol Seperti tanah

2-asetil-2-tiazolin Daging panggang

2,5(6)-dimetil-pirazin Seperti kopi, daging panggang

2,3-dimetil-pirazin Daging panggang

2-etil-3,5-dimetil-pirazin Roti panggang

3,5(2)-dietil-2(6)-metil-pirazin Manis, daging panggang

2-asetil-pirolin Popcorn

Aldehid, keton dan lakton

1-okten-3-on Jamur

Trans-1-nonenal Lemak

Nonanal Lemak

Trans, trans-2,4-dekadienal 2-dekenal γ -dekalakton γ -dodekalakton Lemak Lemak, manis Seperti-peach Lemak, seperti buah

Senyawa Lain 2,3-butanadion 14-metil-pentadekanal 14-metil-heksadekanal 4-metilfenol Karamel Lemak atau minyak Lemak, seperti jeruk

Fenolik


(31)

2.4.1.Flavor Analog Ayam (Chicken Analogue Flavour)

Menurut Heinze (1978), analog ayam dapat diartikan sebagai produk nutrisi yang ekivalen dengan padanannya (kaldu ayam) tetapi sama sekali tidak mengandung ekstrak ayam maupun produk-produk dari ayam lainnya. Flavor analog ayam (chicken analogue flavour) dapat diperoleh melalui pemanasan sistein, tiamin, taurin dan HVP (Hydrolyzed Vegetable Protein) dengan bahan lain seperti β-alanin, taurin, glisin dan asam askorbat maupun gula reduksi yang disebut prekursor flavor, kemudian campuran tersebut dipanaskan pada suhu 100°C dengan pH berkisar antara 4-5,5.

2.4.2.Prekursor Flavor

Prekursor flavor adalah senyawa pembentuk cita rasa. Senyawa-senyawa ini akan saling berinteraksi pada kondisi yang sesuai untuk membentuk flavor yang khas dari suatu bahan pangan seperti kaldu nabati. Beberapa jenis prekursor dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Prekursor-prekursor Dasar yang Digunakan dalam Pengembangan Reaksi Flavor

Jenis Prekursor Contoh

Asam Amino Sistein, asam glutamat, valin, glisin, ekstrak yeast, hidrolisat protein nabati (HVP), hidrolisat protein hewani Gula Pereduksi Glukosa, xylosa, ribosa,

ribosa-5-fosfat

Vitamin Tiamin Senyawa-senyawa yang mengandung

sulfur

Furanon, sulfida, tiol (sistein, tiamin) Nukleotida Inosin monofosfat, guanosin

5’-monofosfat

Asam Asam laktat, asam karboksilat alifatik, asam asetat

Sumber : Nagodawithana, 1994

Prekursor yang dibutuhkan untuk membuat kaldu nabati dengan flavor analog ayam antara lain sistein, taurin, tiamin atau vitamin C, serta glukosa.


(32)

1. Sistein

Sistein tergolong asam amino non esensial (asam amino yang dapat diganti) yang memiliki gugus R polar tidak bermuatan. Gugus R dari asam amino polar lebih larut di dalam air atau lebih hidrofilik, dibandingkan dengan asam amino non polar, karena golongan ini mengandung gugus fungsional yang membentuk ikatan hidrogen dengan air. Polaritas sistein dalam air disebabkan oleh gugus sulfihidril atau gugus tiol. Sistein mempunyai gugus R yang cenderung melepas ion H+, tetapi gugus tiol dari sistein hanya sedikit terionisasi pada pH 7,0. Senyawa ini dapat berada dalam dua bentuk pada protein, yaitu sebagai sistein atau sistin, yang dihasilkan bila dua molekul sistein diikat secara kovalen oleh jembatan disulfida yang dibentuk oleh oksidasi gugus tiol (Lehninger, 1982). Struktur kimia sistein ditunjukkan oleh Gambar 1.

H2N (R)

SH O

OH

Gambar 1. Struktur Kimia Sistein

2. Taurin

Taurin merupakan suatu asam organik turunan asam amino yang mengandung gugus sulfihidril yaitu sistein serta memiliki struktur molekul yang sederhana. Berbagai cara untuk mensintesis taurin sebagian besar terdiri dari reaksi dua tahap. Etilen klorida (CH2 = CH – Cl) direaksikan dengan natrium sulfit untuk menghasilkan asam 2-kloroetilsulfonat (Cl – CH2 – CH2 – SO3H) setelah direfluks selama 72 jam lalu kemudian direaksikan dengan ammonia untuk menghasilkan taurin sebanyak 75 %. Reaksi antara etanolamin dan tionilklorida


(33)

menghasilkan 2-kloroetilamin (80 %) kemudian natrium bisulfit ditambahkan untuk menghasilkan taurin sebanyak 40 %. Taurin juga dapat disintesis dengan mereaksikan etanolamin dan dietil karbonat untuk menghasilkan 2-oksazolidon, lalu ditambahkan natrium hidrogen sulfit untuk menghasilkan taurin sebanyak 85 %. Dari ketiga prosedur yang telah disebutkan diatas, prosedur yang kedua menghasilkan rendemen yang rendah sedangkan prosedur yang pertama dan ketiga menggunakan bahan pemula yang sulit diperoleh dan lebih karsinogenik, reaksinya membutuhkan waktu yang lama pada temperatur tinggi dan berada dalam fase gas. Jika etilen klorida dan natrium klorida digunakan dalam reaksi maka pengaturan agar diperoleh asam 2-kloroetil sulfonat (Cl – CH2 – CH2 – SO3H) serta pemurniannya sulit. Jika tionil klorida yang digunakan, bahan ini sulit diperoleh dan bersifat karsinogenik (Widiyarti, 2003). Struktur kimia taurin ditunjukkan oleh Gambar 2.

OH S

O O

H2N

Gambar 2. Struktur Kimia Taurin

3. Tiamin

Tiamin dikenal juga sebagai vitamin B1, bentuk murninya adalah tiamin hidroklorida (Tiamin-HCl) dan tergolong vitamin yang larut dalam air. Dalam makanan, tiamin dapat ditemukan dalam bentuk bebas atau dalam bentuk kompleks dengan protein atau kompleks protein-fosfat. Bentuk yang terikat akan segera terpisah setelah terserap di duodenum atau jejunum. Tiamin tidak dapat disimpan banyak oleh tubuh, tetapi dalam jumlah terbatas dapat disimpan dalam hati, ginjal, jantung, otak dan otot. Bila tiamin terlalu banyak dikonsumsi,


(34)

kelebihannya akan dibuang melalui air kemih. Tiamin aktif dalam bentuk kokarboksilase dikenal juga sebagai tiamin pirofosfatase (TPP). Pada prinsipnya tiamin berperan sebagai koenzim dalam reaksi-reaksi yang menghasilkan energi dari karbohidrat dan memindahkan energi membentuk senyawa kaya energi yang disebut ATP (adenosin trifosfat). Tiamin dapat diperoleh dari biji-bijian, daging, unggas, ikan dan telur (Winarno, 1997). Struktur kimia tiamin ditunjukkan oleh Gambar 3.

HO

H2N

N+

S

N

N HCl

Gambar 3. Struktur Kimia Tiamin-HCl

4. Vitamin C

Dari semua vitamin yang ada, vitamin C merupakan vitamin yang paling mudah rusak. Di samping sangat larut dalam air, vitamin C mudah teroksidasi dan proses tersebut dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim, oksidator, serta oleh katalis tembaga dan besi. Oksidasi akan terhambat bila vitamin C berada pada suasana asam atau pada suhu rendah. Vitamin ini dapat berbentuk sebagai asam L-askorbat dan asam L-dehidroL-askorbat. Asam L-askorbat sangat mudah teroksidasi secara reversible menjadi asam L-dehidroaskorbat. Asam L-dehidroaskorbat secara kimia sangat labil dan dapat mengalami perubahan lebih lanjut menjadi asam L-diketogulonat yang tidak memiliki keaktifan vitamin C lagi (Winarno, 1997).

Sumber vitamin C sebagian besar berasal dari buahan terutama buah-buahan segar dan juga sayuran. Buah yang masih mentah lebih banyak kandungan


(35)

vitamin C-nya, semakin tua buah semakin berkurang kandungan vitamin C-nya. Bayam, brokoli, cabe hijau dan kubis juga merupakan sumber vitamin C yang baik bahkan setelah dimasak. Sebaliknya beberapa jenis bahan pangan hewani seperti susu, telur, daging, ikan dan unggas sedikit sekali kandungan vitamin C-nya. Air susu ibu yang sehat mengandung enam kali lebih banyak vitamin C dibanding susu sapi. Struktur kimia asam askorbat (vitamin C) ditunjukkan oleh Gambar 4.

OH

(R) (S)

OH HO

O O

HO (Z)

Gambar 4. Struktur Kimia Asam Askorbat (Vitamin C)

5. Glukosa

Glukosa merupakan monosakarida tidak berwarna, kristal padat yang bebas larut di dalam air, tetapi tidak larut di dalam pelarut nonpolar. Kebanyakan mempunyai rasa manis. Kerangka monosakarida adalah rantai karbon berikatan tunggal yang tidak bercabang. Satu diantara atom karbon berikatan ganda terhadap suatu atom oksigen, membentuk gugus kabonil masing-masing atom karbon lainnya berikatan dengan gugus hidroksil. Jika gugus karbonil berada pada ujung rantai karbon, monosakarida tersebut adalah suatu aldehid dan disebut aldosa, jika gugus karbonil berada pada posisi lain, monosakarida tersebut adalah suatu keton dan disebut suatu ketosa. Glukosa tergolong monosakarida dengan 6 atom C (heksosa) dan berperan penting saat reaksi Maillard (Lehninger, 1982). Struktur kimia D-glukosa ditunjukkan oleh Gambar 5.


(36)

O

(R)

HO

(S)

OH

(R)

HO

(R)

OH HO

Gambar 5. Struktur Kimia D-Glukosa

2.5. Reaksi Flavor (Flavouring Reaction)

Pada beberapa kondisi, kandungan gula pereduksi pada bahan pangan menghasilkan warna coklat yang diharapkan dan penting bagi makanan. Warna coklat ini terbentuk melalui proses pemanasan atau penyimpanan dalam waktu yang lama. Umumnya pencoklatan pada makanan yang dipanaskan atau yang disimpan akan mengalami reaksi antara gula pereduksi (misalnya D-glukosa) dengan asam amino bebas atau gugus amino bebas dari asam amino yang merupakan bagian dari rantai protein. Reaksi pencoklatan non-enzimatik ini disebut dengan reaksi Maillard, reaksi ini sangat berperan dalam pembentukan warna, aroma dan flavor (BeMiller, 1996).

Ada 3 jalur utama yang terlibat pada pembentukan flavor. Semua jalur ini dimulai dari reaksi antara gula pereduksi dengan asam amino membentuk imina. Produk-produk penataan ulang Amadori (dari aldosa) atau Heyns (dari ketosa) merupakan intermediet yang penting dari fase awal reaksi Maillard (Kerler, 2002). Ketiga jalur utama yaitu :

1. Diawali pembentukan 1- dan 3-deoksioson yang mengalami siklisasi, reduksi, dehidrasi dan atau reaksi dengan hidrogen sulfida yang menghasilkan senyawa-senyawa aromatik heterosiklik.

2. Karakterisasi melalui fragmentasi rantai gula yang mengalami retro-aldolisasi atau pemutusan α-/β-. Dengan kondensasi aldol dari dua fragmen gula atau


(37)

fragmen gula dengan fragmen asam amino, senyawa-senyawa aromatik heterosiklik terbentuk melalui reaksi siklisasi, dehidrasi dan atau oksidasi. Kemungkinan lainnya, fragmen-fragmen tersebut dapat bereaksi dengan hidrogen sulfida membentuk substansi flavor alisiklik yang sangat kuat.

3. Degradasi Strecker asam-asam amino yang dikatalisis oleh senyawa-senyawa dikarbonil atau hidroksikarbonil. Reaksinya disebut “dekarboksilasi transaminasi” dan menghasilkan Strecker aldehid yang merupakan senyawa-senyawa flavor yang kuat. Strecker aldehid juga dapat dibentuk secara langsung dari produk-produk penataan ulang Amadori atau Heyns.

Degradasi Strecker pada asam amino merupakan reaksi kunci dari pembentukan senyawa-senyawa aroma yang kuat selama proses pengolahan pangan yang bertipe Maillard. Asam-asam amino tertentu (seperti leusin, valin, metionin atau fenilalanin) diketahui menghasilkan senyawa yang disebut Strecker aldehid dengan aroma yang kuat seperti 3-metilbutanal, metilpropanal, metional atau fenilasetaldehid. Senyawa-senyawa aldehid ini telah diyakini sebagai kontributor utama terhadap berbagai makanan yang diproses secara termal. Pada Tabel 7 dapat dilihat jenis Strecker aldehid yang dihasilkan dari beberapa asam amino.

Tabel 7. Aldehid yang Dihasilkan dari Asam Amino melalui

Degradasi Strecker.

Asam Amino Aldehid

Alanin Valin Leusin Isoleusin Fenilalanin

Metionin Sistein

Asetaldehid Isobutanal 3-metilbutanal 2-metilbutanal Fenilasetaldehid

Metional 2-merkaptoasetaldehid Sumber : Ziegler, 1998.


(38)

Selain pembentukan aldehid, degradasi Strecker juga berkontribusi terhadap pembentukan flavor selama reaksi Maillard dengan mereduksi dikarbonil dan hidroksikarbonil atau dengan menghasilkan senyawa-senyawa α -aminokarbonil yang merupakan prekursor pirazin.

Jumlah prekursor hanya salah satu faktor yang akan mempengaruhi tingkat aroma dan reaksi pembentukan flavor. Faktor fisik dan kimia lainnya yang juga akan berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas flavor akhir yaitu pH, suhu dan waktu proses.

1. pH

Kisaran pH saat reaksi flavoring sangat mempengaruhi senyawa-senyawa yang terkandung pada ayam. Beberapa senyawa furantiol, di-, trisulfida berperan sebagai aroma “daging” terbentuk pada pH rendah. Pirazin dan tiazol jumlahnya meningkat seiring penurunan pH. Senyawa-senyawa sulfur pada ayam terbentuk pada kisaran pH 2-10. Oksidasi lemak juga dipengaruhi oleh pH. Pembentukan aldehid tak jenuh terjadi pada kisaran pH 4-5,5.

2. Suhu

Peningkatan suhu dari 60°-80° C menyebabkan reaksi Maillard dan oksidasi lipid pada daging ayam meningkat pula. Suhu yang lebih tinggi tidak hanya meningkatkan reaksi kimia tapi juga melepaskan asam-asam amino bebas dan prekursor lainnya pada daging.

3. Waktu Proses

Lamanya proses pemanasan daging ayam yang berlangsung akan berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas serta variasi senyawa-senyawa volatil


(39)

yang terdeteksi. Identifikasi senyawa-senyawa volatil dilakukan dengan Kromatografi Gas-Spektrometri Massa (GC-MS).

Reaksi Strecker yang terjadi pada pembentukan flavor ditunjukkan pada Gambar 6.

SH NH2 O O H HO R3

CH2 – CH – COOH R2 – C – C – R3 HS – CH2 – C = O + R2 – C = C – NH2

(sistein) (α-dikarbonil) (2-merkapto asetaldehid) (enaminol)

O R H2S + H3C – CH = O + R – C – C = NH

(hidrogen sulfida) (asetaldehid)

Gambar 6. Skema Reaksi Strecker pada Proses Flavoring (Acree, 1993)

2.6. Kromatografi Gas-Spektrometri Massa (GC-MS)

Kromatografi gas adalah metode analisa, dimana sampel terpisahkan secara fisik menjadi molekul-molekul lebih kecil. Sedangkan spektrometri massa adalah metode analisis, dimana sampel yang dianalisis akan diubah menjadi ion-ion gasnya dan massa dari ion-ion-ion-ion tersebut dapat diukur berdasarkan hasil deteksi berupa spektrum massa.

Sampel-sampel yang dianalisis dengan GC-MS harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (Mulja, 1995) :

1. Dapat diuapkan hingga suhu kurang lebih 400°C.

2. Secara termal stabil (tidak terdekomposisi pada suhu 400°C).

3. Sampel-sampel lainnya dapat dianalisa setelah melalui tahap preparasi yang khusus.

2.6.1.Prinsip Kromatografi Gas-Spektrometer Massa (GC-MS)

Transfer massa antara fase gerak dan fase diam (cairan dengan titik didih tinggi) terjadi bila molekul-molekul campuran terserap di dalam pori-pori partikel,


(40)

laju perpindahan suatu molekul zat terlarut tertentu di dalam kolom berhubungan dengan bagian molekul-molekul tersebut diantara fase gerak dan fase diam. Jika ada perbedaan penahanan secara selektif, maka masing-masing komponen akan bergerak sepanjang kolom dengan laju yang bergantung pada karakteristik masing-masing penyerapan. Jika pemisahan terjadi, masing-masing komponen keluar dari kolom pada interval waktu yang berbeda (Khopkar, 1990).

Di dalam detektor, sampel dalam keadaan gas dibombardir dengan elektron yang berenergi cukup tinggi untuk mengalahkan potensial ionisasi pertama senyawa tertentu. Tabrakan antara sebuah molekul organik dan salah satu elektron berenergi tinggi menyebabkan lepasnya sebuah elektron dari molekul itu dan terbentuknya suatu ion organik. Ion organik yang dihasilkan oleh pembombardir elektron berenergi tinggi ini tidak stabil dan pecah menjadi fragmen kecil, baik berbentuk radikal bebas maupun ion-ion lain (Fessenden, 1986).

Ionisasi dari molekul berupa uap dengan kehilangan satu elektron dan terbentuk ion molekul bermuatan positif dan proses lain, molekul tersebut menangkap elektron, membentuk ion radikal bermuatan negatif.

+

-

M

M ⎯⎯→eM ⎯⎯→e+ M

Energi bekas elektron yang diperlukan untuk melepaskan satu elektron adalah 10-15 eV. Oleh karena itu, jika energi kurang dari 10 eV tidak akan membentuk fragmen ion-ion, tetapi energi lebih besar dari 15 eV dapat memutuskan satu ikatan atau lebih pada ion molekul (Sudjadi, 1985).


(41)

2.6.2.Bagian Instrumentasi Kromatografi Gas-Spektrometer Massa

Bagian instrumentasi kromatografi gas-spektrometer massa sebagai berikut :

a. Pengatur aliran gas (Gas Flow Controller). Tekanan diatur sekitar 1-4 atm sedangkan aliran diatur 1-1000 L gas per menit. Fase gerak adalah gas pembawa, yang paling lazim digunakan adalah He, N2, H2, Ar, tetapi untuk detektor konduktivitas termal, He lebih disukai karena konduktivitasnya yang tinggi, gas pembawa dialirkan lebih dahulu pada suatu silinder berisi molekuler sieve untuk menyaring adanya kontaminasi pengotor.

b. Tempat injeksi sampel (Injector). Sampel diinjeksikan dengan suatu mikro syringe melalui suatu septum karet silikon ke dalam kotak logam yang panas. Banyaknya sampel berkisar 0,5-10 µL.

c. Kolom kromatografi. Tempat berlangsungnya proses kromatografi, kolom memiliki variasi dalam ukuran dan bahan pengisi, ukuran yang umum sepanjang 6 kaki dan berdiameter dalam 14 inci, terbuat dari tabung tembaga

atau baja tahan karat, berbentuk spiral. Tabung diisi dengan suatu bahan padat halus dengan luas permukaan besar yang relatif inert. Cairan ini harus stabil dan nonvolatil pada temperatur ruang dan harus sesuai untuk pemisahan tertentu.

d. Interface. Berfungsi untuk mengirimkan sampel dari GC ke MS dengan meminimalkan kehilangan sampel saat pengiriman.

e. Sumber ion (Ion Source), tempat terjadinya proses ionisasi dari molekul yang berupa uap, molekul tersebut akan kehilangan satu elektron dan terbentuk ion


(42)

molekul bermuatan positif. Proses lain, molekul menangkap satu elektron bermuatan negatif.

f. Pompa vakum (Vacuum Pump). Pompa vakum tinggi untuk mengurangi dan mempertahankan tekanan pada MS saat analisis dan pompa vakum rendah untuk mengurangi tekanan udara luar MS.

g. Penganalisis massa (Mass Analyzer). Susunan alat untuk memisahkan ion-ion dengan perbandingan massa terhadap muatan yang berbeda. Penganalisis massa harus dapat membedakan selisih massa yang kecil serta dapat menghasilkan arus ion yang tinggi.

h. Detektor. Peka terhadap komponen-komponen yang terpisahkan di dalam kolom serta mengubah kepekaannya menjadi sinyal listrik. Kuat lemahnya sinyal bergantung pada laju aliran massa sampel dan bukan pada konsentrasi sampel gas penunjang.

Diagram alir kromatografi gas-cair dan spektrometri massa ditunjukkan pada Gambar 7.

Tabung Gas

Pengatur

Tekanan Injektor

Kolom

Sistem Inlet Sumber Ion

Detektor Amplifier Recorder Mass Analyzer

Interface


(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan antara bulan Mei 2009 hingga November 2009 di Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Serpong.

3.2. Alat dan Bahan 3.2.1.Alat

Peralatan yang digunakan pada proses autolisis dan flavoring antara lain Waterbath (Memmert), homogenizer (Ultra Turrax), spatula kayu, wadah plastik besar, neraca analitik, blender, erlenmeyer, botol kaca, aluminium foil, sumbat gabus, hot plate, kondensor, selang plastik, pH-meter dan termometer raksa. Sedangkan peralatan yang digunakan pada analisa komposisi kimia antara lain peralatan gelas, vortex shaker, kertas saring, buret, mikropipet dan tip, cawan, desikator, Salinometer PCE-028, penjepit cawan, penjepit crucible, tabung Kjeldahl, alat destilasi SIBATA SI-315, crucible, alat soxhlet Soxtec system HT 2 1045, GC-MS Shimadzu QP-2010, kolom C18 dan spektrofotometer UV-Visible Hitachi U 2000.

3.2.2.Bahan

Bahan yang digunakan pada proses autolisis dan flavoring antara lain kaldu nabati dari kacang hijau terfermentasi Rhizopus-C1 dari Pusat Penelitian Kimia LIPI Serpong, Taurin dari Pusat Penelitian Kimia LIPI Serpong, L-Sistein dari Biogen, Tiamin-HCl dari Brataco, Asam Askorbat (Vitamin C) dari Brataco, D-Glukosa (p.a) dari Merck, NaOH dari Merck, HCl dari Merck, aquadest.


(44)

Sedangkan bahan yang digunakan pada analisa komposisi kimia antara lain H2SO4 dari Merck, CuSO4 dari Merck, K2SO4 dari Merck, NaOH dari Merck, Na2SO4 dari Merck, methyl blue, methyl red, n-heksan dari Merck, HCl dari Merck, Na-tiosulfat dari Merck , Folin ciocalteau dari Merck, asam asetat dari Merck, CuCl2 dari Merck, buffer borat, trisodium fosfat, asam borat, timolftalein, KI, aquadest, NaK-tartrat dari Merck, amilum dan etanol dari Merck .

3.3. Prosedur Kerja

3.3.1. Autolisis Kacang Hijau Terfermentasi Rhizopus-C1

Autolisat kaldu nabati diperoleh dengan cara melumatkan 6 kg kacang hijau terfermentasi (kaldu kasar) lalu ditambahkan 4 L air kemudian dihaluskan dengan blender hingga membentuk suspensi kaldu, setelah itu pH diatur 5,5 dengan penambahan HCl atau NaOH. Suspensi ini selanjutnya diautolisis dalam water bath beragitator mekanik dengan kecepatan 4000 rpm pada suhu 50°C selama 8 jam, kemudian dilakukan inaktivasi kapang pada suhu 70°C selama 5 menit. Suspensi kaldu yang telah mengalami autolisis disebut autolisat. Analisa proksimat dilakukan terhadap autolisat yang meliputi kadar padatan kering, N-amino, gula pereduksi, protein terlarut, protein total, lemak dan kadar garam. Prosedur analisa ditunjukkan pada Lampiran 1.

3.3.2. Reaksi Flavoring

3.3.2.1.Penentuan Komposisi Prekursor Terbaik

Sebanyak 150 gram autolisat dengan pH 5 masing-masing dimasukkan ke dalam 20 buah erlenmeyer 250 mL. Ditambahkan prekursor flavor yaitu formula FAT (Flavor Analog dengan Taurin terdiri dari sistein : taurin, tiamin dan glukosa) atau FAC (Flavor Analog dengan Vitamin C terdiri dari sistein : Vitamin


(45)

C, tiamin dan glukosa) dengan komposisi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 8. Masing-masing campuran dihomogenisasi selama 15 menit lalu dipanaskan pada suhu 100° C selama 3 jam, didiamkan hingga suhu kamar dan dilakukan analisa sensori serta analisa komposisi kimia (cara kerja ditunjukkan pada Lampiran 1) untuk mendapatkan komposisi prekursor terbaik.

Tabel 8. Komposisi Formulasi Prekursor Flavor Analog Ayam Jenis

Formula Formulasi

A L-sistein : Taurin

(% bk N-amino autolisat)

Tiamin-HCl (% bk N-amino

autolisat)

D-Glukosa (% bk N-amino

autolisat)

A1 1 : 0 1 0,5

A2 0,25 : 0,75 1 0,5

A3 0,5 : 0,5 1 0,5

A4 0,75 : 0,25 1 0,5

FAT

A5 0 : 1 1 0,5

B L-sistein : Vitamin C (% bk N-amino autolisat)

Tiamin-HCl (% bk N-amino

autolisat)

D-Glukosa (% bk N-amino

autolisat)

B1 1 : 0 1 0,5

B2 0,25 : 0,75 1 0,5

B3 0,5 : 0,5 1 0,5

B4 0,75 : 0,25 1 0,5

FAC

B5 0 : 1 1 0,5

3.3.2.2.Penentuan Kondisi Optimum Reaksi Flavoring (pH dan Waktu).

Variasi pH adalah 4, 4,5 dan 5, dilakukan dengan cara menimbang sebanyak 150 gram autolisat dengan pH 4 masing-masing dimasukkan ke dalam 16 buah erlenmeyer 250 mL, pH 4 diperoleh melalui penambahan HCl 0,1 N atau NaOH 0,1 N. Ditambahkan prekursor flavor yaitu formula FAT atau FAC dengan komposisi terbaik dari tahap penentuan komposisi prekursor (ditunjukkan pada Tabel 8). Masing-masing campuran dihomogenisasi selama 15 menit lalu dipanaskan pada suhu 100° C. Dilakukan sampling pada 0, 1, 2 dan 3 jam. Sampling 0 jam dilakukan saat suhu pemanasan tepat 100° C. Perlakuan yang sama dilakukan pada autolisat dengan pH 4,5 dan autolisat pH 5. Autolisat pH 4,5


(46)

dan 5 diperoleh dengan cara penambahan HCl 0,1 N atau NaOH 0,1 N. Untuk perlakuan dibuat rancangan penelitian secara RAK (Rancangan Acak Lengkap) (Gazpersz, 1995).

Setelah sampel didiamkan pada suhu kamar, dilakukan analisa sensori dan analisa komposisi kimia terhadap sampel yang disampling serta analisa senyawa flavor dengan GC-MS. Analisa sensori dilakukan untuk mengetahui intensitas aroma daging ayam pada kaldu nabati (prosedur analisa ditunjukkan pada Lampiran 9), sedangkan analisa komposisi kimia yang dilakukan meliputi analisa kadar air, padatan kering, N-amino, gula pereduksi, protein terlarut, protein total, lemak dan kadar garam (NaCl) (prosedur analisa ditunjukkan pada Lampiran 1). 3.3.3. Identifikasi Senyawa Volatil dengan GC-MS

Analisa senyawa volatil yang terdapat pada autolisat kaldu nabati berflavor analog ayam dilakukan dengan GC-MS terhadap sample terbaik (pH dan waktu optimum). Ektraksi dilakukan dengan menambahkan 2 mL etanol p.a. ke dalam 2 gram sampel terbaik kemudian divortex selama 20 menit. Campuran ini didiamkan semalam kemudian disaring untuk memisahkan endapan dengan filtrat. Filtrat yang diperoleh selanjutnya diinjeksikan sebanyak 0,2 µL ke dalam GC-MS. Berikut adalah kondisi GC-MS saat analisa sampel :

Gas pembawa : Helium (He)

Kolom : nonpolar (C18 ) dimetil polisiloksan dari Rtx-1MS (panjang kolom 30 m, diameter 0,25 mm dan ketebalan kolom 0,25 µm df).

Suhu kolom : 40° C Suhu injeksi : 280° C


(47)

Mode injeksi : Split Tekanan : 86,9 kPa Total aliran : 82,4 mL/menit Kecepatan aliran : 1,56 mL/menit Suhu sumber ion : 250° C

Suhu interface : 260° C

Dari kromatogram yang dihasilkan dapat ditentukan nilai % mk, yaitu perbandingan yang % area peak kromatogram dengan % total area peak kromatogram. Untuk memperoleh nilai % mk dari kromatogram yaitu :


(48)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Crude Kaldu dan Autolisat Kaldu Nabati

Hasil analisa proksimat crude kaldu dan autolisat kaldu nabati ditunjukkan pada Tabel 9.

Tabel 9. Komposisi Kimia Crude Kaldu dan Autolisat Kaldu Nabati

Jenis Komponen Crude Kaldu Autolisat

Padatan Kering (%) 51,16 20,24

N-Amino (mg/mL, Berat Kering) 5,98 19,85

Gula Pereduksi (mg/mL) 18,12 48,12

Protein Terlarut (mg/mL) 0,30 1,80

Total Protein (% Protein Kering ) 19,13 19,73

Lemak (%) 0,44 0,13

Garam (NaCl) (%) 3,7634 5,96

Penurunan kadar padatan kering dipengaruhi oleh perlakuan fisik yaitu penghalusan crude menjadi autolisat menggunakan blender yang menyebabkan partikel autolisat menjadi kecil. Peningkatan kadar garam (NaCl) dipengaruhi oleh pecahnya sel karena penghalusan yang menyebabkan komponen ion-ion di dalam sel keluar, diantaranya ion Na+ dan Cl- (Winarno dan Fardiaz, 1984).

Selama proses autolisis terjadi peningkatan pada kadar N-amino, protein terlarut dan protein total. Peningkatan ini disebabkan oleh pelepasan enzim endogenus milik kapang Rhizopus-C1 yaitu enzim protease yang memecah protein menjadi polipeptida dan peptida kemudian menjadi asam amino. Proses autolisis adalah proses enzimatis oleh enzim endogenus kapang dimana enzim pada umumnya berada dalam kompartemen matriks sel hidup, sehingga pada saat terjadinya proses pemanasan disertai pengadukan sel kapang mengalami lisis. Kematian sel berpeluang untuk menghambat aktivitas enzim endogenus kapang


(49)

yang bersifat intraseluler dan terdapat dalam vakuola, sedangkan inhibitornya terdapat dalam sitoplasma diluar vakuola. Proses inaktivasi pada suhu 70°C selama 5 menit dengan pH 5,5 akan membentuk kompleks enzim inhibitor yang menyebabkan terjadinya inaktivasi inhibitor dan selanjutnya terjadi hidrolisis protein kapang (Reed, 1991). Adanya hidrolisis protein kapang juga ikut mempengaruhi hasil pengukuran saat analisa kadar N-amino, protein terlarut dan protein total dimana hasil yang terukur pada autolisat menjadi lebih tinggi.

Peningkatan kadar gula pereduksi disebabkan oleh pelepasan enzim sukrase yang memecah karbohidrat menjadi monomer-monomernya. Sedangkan penurunan kadar lemak pada autolisat disebabkan oleh pelepasan enzim lipase endogenus yang menghidrolisis asam lemak menjadi gliserol (Winarno dan Fardiaz, 1984). Hasil penelitian ditunjukkan pada Lampiran 2.


(50)

4.2. Reaksi Flavoring

4.2.1. Hasil Penentuan Komposisi Prekursor Terbaik

Hasil uji sensori dan analisa proksimat kaldu nabati berflavor analog ayam setelah reaksi flavoring ditunjukkan pada Tabel 10.

Tabel 10. Uji Sensori dan Karakteristik Kaldu Nabati Berflavor Analog Ayam Hasil Reaksi Flavoring Selama 3 Jam pada Suhu 100°C.

Jenis Formula

FAT* FAC* Jenis

Komponen

A1 A2 A3 A4 A5 B1 B2 B3 B4 B5

Padatan Kering

(%)

22,44 19,88 21,89 19,19 21,45 20,27 21,45 21,29 17,18 22,14 N-Amino

(mg/mL, Berat Kering)

2,40 6,32 3,08 4,30 2,59 2,98 7,74 3,17 5,29 2,75 Gula

Pereduksi (mg/mL)

33,75 31,25 44,37 30,62 33,75 40,00 47,50 39,37 35,00 35,62 Protein

Terlarut (mg/mL)

20,50 18,50 21,50 21,25 19,50 21,00 20,75 21,00 18,75 22,25 Protein

Total (% Protein

Kering )

19,09 29,64 13,41 25,64 24,66 23,29 23,88 22,80 28,18 20,63 Lemak

(%) 0,14 0,24 0,19 0,23 0,18 0,14 0,25 0,18 0,24 0,16 Garam

(%) 4,34 3,18 4,71 2,91 3,58 4,31 3,04 4,35 2,38 4,37 Deskripsi

Aroma Analog Ayam**

- 1 2 3 - - 1 2 3 -

* FAT : Flavor Analog dengan formula mengandung Taurin; FAC : Flavor Analog dengan formula mengandung Vitamin C

** 1 = Agak Kuat, 2 = Kuat, 3 = Sangat Kuat , 4 = Tajam

Berdasarkan hasil analisa sensori dan komposisi kimia diperoleh 2 jenis komposisi formulasi terbaik yaitu FAT formula A4 ( campuran sistein:taurin (0,75 % : 0,25 %), tiamin (1 %), glukosa (0,5 %)) dan FAC formula B4 (campuran sistein:vitamin C (0,75 % : 0,25 %), tiamin (1 %), glukosa (0,5 %)). Formula


(51)

terbaik diperoleh karena intensitas aroma analog daging ayam yang kuat serta kandungan N-amino, protein dan gula reduksi yang tinggi.

4.2.2. Hasil Analisa Variasi pH dan Waktu Kondisi Optimum Reaksi Untuk Formula A4 dan B4.

Analisa yang dilakukan pada setiap sampel autolisat formula A4 dan B4 hasil sampling meliputi analisa sensori, komposisi kimia dan analisa GC-MS. Hasil analisa sensori ditunjukkan pada Lampiran 3.

4.2.2.1Analisa Komposisi kimia

4.2.2.1.1. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses terhadap Kadar Padatan Kering.

Kadar padatan kering berhubungan erat dengan kadar air bahan. Padatan kering dihitung berdasarkan pengurangan berat sampel setelah dipanaskan dengan kadar air. Semakin besar jumlah padatan kering maka kadar air menjadi lebih kecil sehingga dapat menambah keawetan produk pangan.

Dari uji statistik diperoleh Fhitung < Ftabel pada taraf nyata 5 %, maka Ho diterima (ditunjukkan pada Tabel 32 Lampiran 4). Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan nyata dari pH (B), waktu reaksi (C) serta interaksi antara pH dan waktu reaksi (BC) terhadap kadar padatan kering autolisat berflavor analog ayam.

Kadar padatan kering autolisat Flavor Analog Ayam (FAA) secara umum mengalami penurunan. Tabel 11 menunjukkan bahwa formula A4 mengalami penurunan kadar padatan total secara umum pada kondisi pH 4 dan 5, sedangkan pada kondisi pH 4,5 kadar padatan total meningkat pada waktu proses 1 jam kemudian mulai menurun pada waktu proses 2 dan 3 jam. Sedangkan kadar padatan kering formula B4 mengalami penurunan pada semua kondisi pH mulai dari 0, 1, 2 dan 3 jam. Penurunan ini juga diduga karena adanya penambahan


(52)

padatan yang berasal dari prekursor flavor yaitu sekitar 4 gram sehingga menyebabkan kadar air menjadi berkurang.

Tabel 11. Kadar Padatan Kering Autolisat Berflavor Analog Ayam.

Kadar Padatan Kering (%) Waktu Proses (jam) Jenis

Form.ula pH

0 1 2 3

4 22,45 21,99 21,17 20,81

4,5 21,43 22,71 22,66 20,22

FAT (A4)

5 21,74 21,65 20,11 19,19

4 21,43 21,63 21,11 21,24

4,5 22,18 22,49 21,63 20,82

FAC (B4)

5 22,61 21,10 18,88 17,18

Jumlah rata-rata kadar padatan kering FAT formula A4 saat 3 jam reaksi flavoring lebih tinggi dibandingkan dengan FAC formula B4. Hal ini diduga karena adanya perbedaan komposisi masing-masing formula, dimana pada formula A4 pengaruh penambahan taurin sebagai pendukung sistein meningkatkan massa padatan karena adanya protein yang terdenaturasi atau mengendap akibat proses pemanasan.

4.2.2.1.2. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses terhadap Kadar N-Amino

Kandungan Nitrogen amino dalam autolisat Flavor Analog Ayam (FAA) merupakan hasil hidrolisis protein menjadi asam amino, sehingga berperan juga sebagai pemberi cita rasa terhadap autolisat FAA.

Dari uji statistik diperoleh Fhitung < Ftabel pada taraf nyata 5 %, maka Ho diterima (ditunjukkan pada Tabel 33 Lampiran 5). Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan nyata dari pH (B), waktu reaksi (C) serta interaksi antara pH dan waktu reaksi (BC) terhadap kadar N-amino autolisat berflavor analog ayam.

Kadar N-Amino pada autolisat berflavor analog ayam bersifat fluktuatif. Tabel 12 menunjukkan kadar N-amino autolisat FAA formula A4 pada pH 4


(53)

mengalami peningkatan pada waktu reaksi 1 jam dan 2 jam kemudian mengalami penurunan saat 3 jam. Pada pH 4,5 kadar N-amino mengalami penurunan pada jam ke-1, tetapi kadarnya semakin meningkat pada jam ke-2 dan ke-3. Pada pH 5 kadar N-amino menurun saat waktu reaksi 1 jam lalu meningkat pada saat 2 jam dan terjadi penurunan kembali saat 3 jam. Fluktuasi ini dapat disebabkan oleh lamanya pemanasan dan suhu proses flavoring. Peningkatan suhu dari 60-80°C menyebabkan reaksi Maillard meningkat, dan pemanasan pada suhu yang lebih tinggi serta waktu pemanasan yang semakin lama tidak hanya meningkatkan reaksi kimia tapi juga melepaskan asam-asam amino bebas. Pemecahan protein menjadi asam-asam amino dan senyawa-senyawa flavor pada terjadi pada jam ke-1 dan ke-2, kemudian terjadi penurunan pada jam ke-3 karena asam-asam amino dan senyawa-senyawa flavor telah habis bereaksi (Schieberle, 1992).

Tabel 12. Kadar N-Amino Autolisat Berflavor Analog Ayam.

Kadar N-Amino (mg/mL, Berat Kering) Waktu Proses (jam)

Jenis

Formula pH

0 1 2 3

4 3,65 3,84 4,10 3,29

4,5 4,29 3,24 3,67 3,81

FAT (A4)

5 10,33 7,06 8,73 4,30

4 3,29 4,35 3,94 3,96

4,5 3,52 3,08 4,02 4,18

FAC (B4)

5 4,95 3,53 7,48 5,29

Tabel 12 menunjukkan kadar N-amino autolisat FAA formula B4 pada pH 4 mengalami peningkatan pada waktu proses 1 jam kemudian mengalami penurunan saat 2 jam. Pada pH 4,5 kadar N-amino autolisat mengalami penurunan pada jam ke-1, tetapi kadarnya semakin meningkat pada jam ke-2 dan ke-3. Pada pH 5 terjadi penurunan kadar N-amino saat 1 jam lalu terjadi peningkatan drastis pada saat 2 jam dan terjadi penurunan kembali saat 3 jam. Fluktuasi ini juga dapat


(54)

disebabkan oleh lamanya pemanasan dan suhu proses flavoring. Peningkatan suhu dari 60-80°C menyebabkan reaksi Maillard meningkat, dan pemanasan pada suhu yang lebih tinggi serta waktu pemanasan yang semakin lama tidak hanya meningkatkan reaksi kimia tapi juga melepaskan asam-asam amino bebas. Pemecahan protein menjadi asam-asam amino dan senyawa-senyawa flavor pada terjadi pada jam ke-1 dan ke-2, kemudian terjadi penurunan pada jam ke-3 karena asam-asam amino dan senyawa-senyawa flavor telah habis bereaksi (Schieberle, 1992).

Jumlah rata-rata kadar nitrogen amino FAT formula A4 saat 3 jam reaksi flavoring lebih rendah dibandingkan dengan FAC formula B4. Hal ini terjadi karena kandungan protein pada formula A4 telah habis bereaksi sebelum mencapai waktu 3 jam, sehingga kadar nitrogen amino yang terukur saat 3 jam lebih rendah (Schieberle, 1992).

4.2.2.1.3. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses terhadap Kadar Gula Pereduksi

Gula pereduksi merupakan hasil kerja enzim amilase yang mereduksi karbohidrat. Gula pereduksi merupakan molekul gula yang memiliki gugus karboksil bebas yang reaktif seperti glukosa dan fruktosa (Winarno, 1989).

Dari uji statistik diperoleh Fhitung B > Ftabel B pada taraf nyata 5 %, maka Ho ditolak (ditunjukkan pada Tabel 34 Lampiran 6). Hal ini memperlihatkan adanya perbedaan nyata dari variasi pH terhadap kadar gula pereduksi autolisat FAA. Setelah itu dilakukan uji Duncan untuk mengetahui pengaruh variasi pH (B) yang ditunjukkan pada Tabel 35 Lampiran 6. Keseluruhan rata-rata pengaruh waktu dan pH reaksi flavoring terhadap kadar gula pereduksi autolisat FAA ditunjukkan pada Tabel 13.


(55)

Tabel 13. Pengaruh Waktu dan pH Proses terhadap Kadar Gula Pereduksi Autolisat Berflavor Analog Ayam

Nilai Rata-rata Perlakuan Waktu Proses (jam) pH

0 1 2 3

4 31,25 a 38,125 a 45 a 35,625 a

4,5 51,25 ab 85,625 f 66,875 d 54,375 b

5 75 e 76,25 e 65 c 65,625 c

Keterangan : Setiap huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% Uji LSR.

Perlakuan pH 4 tidak memberikan perbedaan nyata pada kadar gula pereduksi autolisat FAA selama 0, 1, 2 dan 3 jam reaksi tetapi pH 4,5 memberikan perbedaan nyata pada kadar gula pereduksi selama waktu reaksi flavoring 0, 1, 2 dan 3 jam, sedangkan pada perlakuan pH 5 perbedaan nyata ditunjukkan pada waktu proses 0-1 jam serta 2-3 jam. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh jenis formula yang ditambahkan ke dalam autolisat. Semakin rendah pH dan semakin lama pemanasan menyebabkan senyawa-senyawa karbonil yang dihasilkan semakin banyak karena molekul glukosa semakin terurai (Acree, 1993).

Tabel 14 menunjukkan kadar gula pereduksi autolisat FAA formula A4 mengalami fluktuasi. Kadar gula pereduksi pada pH 4 terus mengalami peningkatan saat reaksi flavoring hingga 2 jam, kemudian mengalami penurunan setelah 3 jam. Sedangkan kadar gula pereduksi pada pH 4,5 mengalami peningkatan saat 1 jam pemanasan, lalu semakin menurun hingga jam ke-3. Pada pH 5 terus mengalami penurunan sejak awal proses jam ke-1 hingga jam ke-3. Menurunnya kadar gula pereduksi saat 3 jam proses secara umum disebabkan oleh telah habisnya gula yang terpakai dalam reaksi Maillard (Acree, 1993).


(56)

Tabel 14. Kadar Gula Pereduksi Autolisat Berflavor Analog Ayam.

Kadar Gula Pereduksi (mg/mL) Waktu Proses (jam) Jenis

Formula pH

0 1 2 3

4 14,37 16,25 17,50 11,87

4,5 30,00 36,87 24,37 20,62

FAT (A4)

5 36,87 35,62 30,00 30,62

4 16,87 21,87 27,50 23,75

4,5 21,25 48,75 42,50 33,75

FAC (B4)

5 38,12 40,62 35,00 35,00

Tabel 14 menunjukkan adanya peningkatan kadar gula pereduksi autolisat FAA formula B4 pada pH 4 mengalami peningkatan 2 jam reaksi flavoring, kemudian mengalami penurunan setelah 3 jam reaksi. Pada pH 4,5 kadar gula pereduksi mengalami peningkatan saat 1 jam pemanasan, lalu mengalami penurunan sampai jam ke-3. Pada pH 5 kadar gula pereduksi mengalami peningkatan saat 1 jam reaksi, kemudian stabil pada saat 2 jam dan 3 jam reaksi. Menurunnya kadar gula pereduksi saat 3 jam proses secara umum disebabkan oleh telah habisnya gula yang terpakai dalam reaksi Maillard (Acree, 1993).

Jumlah rata-rata kadar gula pereduksi FAT formula A4 saat 3 jam reaksi flavoring lebih rendah dibandingkan dengan FAC formula B4. Hal ini diduga karena adanya vitamin C pada formula B4 yang bekerja sebagai agen pereduksi sama seperti glukosa, sehingga kadar gula pereduksi yang terukur setelah reaksi menjadi lebih besar dibandingkan kadar gula pereduksi pada formula A4 yang tidak ditambahkan vitamin C. Asam askorbat sangat mudah teroksidasi secara reversibel menjadi asam L-dehidroaskorbat. Seperti halnya gula pereduksi yang memiliki gugus karbonil, maka semakin lama waktu pemanasan akan menyebabkan gugus-gugus karbonil hasil pemecahan dari glukosa dan vitamin C semakin banyak (Fessenden, 1982).


(57)

4.2.2.1.4. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses terhadap Kadar Protein Terlarut

Kadar protein terlarut pada autolisat Flavor Analog Ayam (FAA) ditentukan dengan menggunakan metode Lowry. Protein terlarut merupakan seluruh peptida yang terlarut dalam air dan menjadi indikasi terjadinya hidrolisis dimana pada proses pemanasan yang semakin lama memungkinkan terjadinya denaturasi (Reed, 1991).

Dari uji statistik diperoleh Fhitung B > Ftabel B pada taraf nyata 5 %, maka Ho ditolak (ditunjukkan pada Tabel 36 Lampiran 7). Hal ini memperlihatkan adanya perbedaan nyata dari variasi pH terhadap kadar protein terlarut autolisat FAA. Setelah itu dilakukan uji Duncan untuk mengetahui pengaruh variasi pH (B) yang ditunjukkan pada Tabel 37 Lampiran 7. Keseluruhan rata-rata pengaruh waktu dan pH reaksi flavoring terhadap kadar protein terlarut autolisat FAA ditunjukkan pada Tabel 15.

Tabel 15. Pengaruh Waktu dan pH Proses terhadap Kadar Protein Terlarut Autolisat Berflavor Analog Ayam

Nilai Rata-rata Perlakuan Waktu Proses (jam) pH

0 1 2 3

4 35,75 a 34,75 a 36 a 36,75 a

4,5 34,10 a 34,25 a 36,25 a 36,75 a

5 39,50 a 45 b 41,25 ab 40 b

Keterangan : Setiap huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% Uji LSR.

Perlakuan pH 4 dan 4,5 serta 5 dengan waktu reaksi flavoring 0 jam tidak memberikan perbedaan nyata pada kadar protein terlarut, tetapi pada pH 5 dengan waktu reaksi 1, 2 dan 3 jam memberikan perbedaan nyata pada kadar protein terlarut. Adanya kemungkinan bahwa kandungan protein pada pH 5 yang belum sepenuhnya terurai menjadi senyawa-senyawa flavor menyebabkan jumlah


(58)

kandungan protein terlarut yang terukur saat analisa memberikan perbedaan yang signifikan.

Tabel 16 menunjukkan terjadinya penurunan kadar protein terlarut pada waktu reaksi flavoring 2 jam kemudian meningkat pada waktu proses 3 jam untuk formula A4 pada kondisi pH 4. Peningkatan kadar protein terlarut terus menerus selama proses terjadi pada formula A4 dengan kondisi pH 4,5. Sedangkan penurunan kadar protein terlarut hanya terjadi pada waktu proses 2 jam untuk formula A4 dengan kondisi pH 5. Autolisat FAA formula B4 mengalami kenaikan kadar protein terlarut hanya terjadi pada waktu reaksi 2 jam dengan kondisi pH 4 dan 4,5. Sementara pada pH 5 hanya terjadi peningkatan kadar protein terlarut pada waktu reaksi 1 jam. Perubahan ini dapat terjadi karena semakin lamanya waktu pemanasan dan semakin tingginya suhu pemanasan yang meningkatkan jumlah asam amino, sehingga asam amino yang dapat larut didalam air akan mengalami reaksi lanjutan dengan gula pereduksi untuk membentuk senyawa flavor (Reed, 1991).

Tabel 16. Kadar Protein Terlarut Autolisat Berflavor Analog Ayam.

Kadar Protein Terlarut (mg/mL) Waktu Proses (jam) Jenis

Formula pH

0 1 2 3

4 18,25 17,75 17,50 18,25

4,5 15,60 16,75 17,75 19,50

FAT (A4)

5 19,25 21,75 19,25 21,25

4 17,50 17,00 18,50 18,50

4,5 18,50 17,50 18,50 17,25

FAC (B4)

5 20,25 23,25 22,00 18,75

Jumlah rata-rata kadar protein terlarut FAT formula A4 saat 3 jam reaksi flavoring lebih tinggi dibandingkan dengan FAC formula B4. Hal ini disebabkan karena adanya kontribusi taurin pada formula A4 sehingga kadar protein terlarut


(59)

yang terukur setelah reaksi menjadi lebih besar dibandingkan kadar protein terlarut pada formula B4 yang tidak ditambahkan taurin.

4.2.2.1.5. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses terhadap Kadar Total Protein.

Dari uji statistik diperoleh Fhitung < Ftabel pada taraf nyata 5 %, maka Ho diterima (ditunjukkan pada Tabel 38 Lampiran 8). Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan nyata dari pH (B), waktu reaksi (C) serta interaksi antara pH dan waktu reaksi (BC) terhadap kadar total protein autolisat berflavor analog ayam.

Tabel 17 menunjukkan kadar total protein autolisat FAA formula A4 mengalami peningkatan pada pH 4 dari waktu reaksi 1 jam hingga 3 jam. Pada pH 4,5 hanya terjadi penurunan kadar total protein pada waktu proses 2 jam, sedangkan pada kondisi pH 5 terjadi penurunan kadar total protein hanya pada waktu proses 3 jam. Peningkatan kadar total protein pada 1 jam proses disebabkan karena terjadi pemecahan seluruh protein menjadi asam amino maupun senyawa-senyawa prekursor flavor akibat semakin lamanya pemanasan yang menyebabkan protein terhidrolisis sehingga saat proses 3 jam kadar protein terlarut semakin lama semakin menurun karena telah habis bereaksi membentuk senyawa flavor (Reed, 1991).

Tabel 17. Kadar Total Protein Autolisat Berflavor Analog Ayam.

Kadar Total Protein (% Protein Kering) Waktu Proses (jam)

Jenis

Formula pH

0 1 2 3

4 25,04 26,23 26,41 27,63

4,5 24,50 27,82 25,78 28,09

FAT (A4)

5 17,85 26,69 27,96 25,64

4 23,18 27,18 26,81 27,35

4,5 25,92 26,12 24,43 23,43

FAC (B4)


(60)

Tabel 17 menunjukkan kadar total protein autolisat FAA formula B4 terus mengalami penurunan selama reaksi flavoring pada kondisi pH 4,5, sedangkan pada kondisi pH 4 dan 5 penurunan kadar total protein hanya pada waktu proses 2 jam. Fluktuasi ini juga dapat disebabkan oleh pemecahan seluruh protein menjadi asam amino maupun senyawa-senyawa prekursor flavor akibat semakin lamanya pemanasan yang menyebabkan protein terhidrolisis sehingga kadar protein terlarut semakin lama semakin menurun karena telah habis bereaksi membentuk senyawa flavor (Reed, 1991).

Jumlah rata-rata kadar total protein FAT formula A4 saat 3 jam reaksi flavoring lebih tinggi dibandingkan dengan FAC formula B4. Hal ini diduga karena adanya kontribusi taurin pada formula A4 sehingga kadar total protein yang terukur setelah reaksi menjadi lebih besar dibandingkan kadar total protein pada formula B4 yang tidak ditambahkan taurin.

4.2.2.1.6. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses terhadap Kadar Lemak.

Lemak atau lipid merupakan suatu zat yang kaya akan energi, berfungsi sebagai sumber energi yang utama untuk proses metabolisme tubuh. Fungsi lemak adalah sebagai sumber energi, pelindung organ tubuh, pembentukan sel, sumber asal lemak esensial, alat angkut vitamin larut lemak, pemberi rasa lezat (terutama gurih) dan memelihara suhu tubuh (Lehninger, 1982).

Salah satu metode penentuan kadar lemak adalah ekstraksi Soxhlet. Cara ini sering digunakan untuk menganalisa kadar lemak dari suatu sampel karena cukup efisien dimana pelarut yang digunakan dapat diperoleh kembali.

Dari uji statistik diperoleh Fhitung < Ftabel pada taraf nyata 5 % maka Ho diterima (ditunjukkan pada Tabel 39 Lampiran 9). Hal ini menunjukkan tidak ada


(1)

UJI PENILAIAN (SKORING)

Nama Panelis : ………..

Tanggal Pengujian : ………..

Jenis Sampel : Kaldu nabati berflavour analog daging instan

Instruksi:

Dihadapan saudara terdapat tujuh sampel berkode. Nilailah intensitas aroma daging ayam pada sampel tersebut dengan nilai sebagai berikut:

Kode Sampel Intensitas aroma

daging 727 825 531 678 580 629 776

1= Kuat

2= Agak kuat

3= Sangat kuat

4= Tajam

Komentar:

……… ……… ………


(2)

Lampiran 12. Perhitungan Formulasi Bahan Prekursor Flavor Analog Ayam

* Konsentrasi N-amino autolisat dari 10 L autolisat.

Kadar Air = 80,5 %

Berat basah N-amino = 3,87 mg/mL

Berat kering N-amino =

5 , 80 100

100

− x 3,87 mg/mL

= 19,85 mg/gr

= 0,01985 gr/gr

* Referensi

3,15 gram L-Sistein = 9,0175 mg/gr N-amino 2,5 gram Tiamin-HCl = 9,0175 mg/gr N-amino

0,5 gram Glukosa = 9,0175 mg/gr N-amino

* Untuk feed 150 gram autolisat dengan 19,85 mg/gr N-amino memerlukan :

- L-Sistein =

85 , 19 0175 , 9

x 3,15 gram = 1,43 gram

- Tiamin-HCl =

85 , 19 0175 , 9

x 2,5 gram = 1,136 gram

- Glukosa =

85 , 19 0175 , 9

x 0,5 gram = 0,23 gram

* Persentase Formulasi

- L-Sistein =

150 43 , 1

x 100 = 0,95 % (b.k. N-amino)

1 %

- Tiamin-HCl =

150 136 , 1

x 100 = 0,76 % (b.k. N-amino)

1 %

- Glukosa =

150 23 , 0


(3)

Tabel 41. Formulasi Prekursor Flavor Analog Ayam Jenis

Formula Formulasi

A L-sistein : Taurin (% bk N-amino autolisat)

Tiamin-HCl (% bk N-amino

autolisat)

Glukosa (% bk N-amino

autolisat)

A1 1 : 0 1 0,5

A2 0,25 : 0,75 1 0,5

A3 0,5 : 0,5 1 0,5

A4 0,75 : 0,25 1 0,5

FAT

A5 0 : 1 1 0,5

B L-sistein : Vitamin C (% bk N-amino autolisat)

Tiamin-HCl (% bk N-amino

autolisat)

Glukosa (% bk N-amino

autolisat)

B1 1 : 0 1 0,5

B2 0,25 : 0,75 1 0,5

B3 0,5 : 0,5 1 0,5

B4 0,75 : 0,25 1 0,5

FAC

B5 0 : 1 1 0,5

* Perhitungan Neraca Bahan Untuk 150 gram Autolisat : 1). L-Sistein = 1 % (b.k. N-amino) =

100 1

x 150 gram = 1,5 gram

2). Taurin = 1 % (b.k. N-amino) =

100 1

x 150 gram = 1,5 gram

3). Vitamin C = 1 % (b.k. N-amino) =

100 1

x 150 gram = 1,5 gram 4). Tiamin-HCl = 1 % (b.k. N-amino) =

100 1

x 150 gram = 1,5 gram 5). Glukosa = 0,5 % (b.k. N-amino) =

100 5 , 0

x 150 gram = 0,75 gram

Tabel 42. Neraca Bahan Prekursor Flavor Analog Ayam pada Autolisat dengan Basis 150 gram Autolisat per Perlakuan.

Jenis

Formula Formulasi

A L-sistein : Taurin (gr/ 150 gr autolisat)

Tiamin-HCl (gr/ 150 gr autolisat)

Glukosa (gr/ 150 gr autolisat)

A1 1,5 : 0,0 1,5 0,75

A2 0,375 : 1,125 1,5 0,75

A3 0,75 : 0,75 1,5 0,75

A4 1,125 : 0,375 1,5 0,75

FAT

A5 0,0 : 1,5 1,5 0,75

B L-sistein : Vitamin C (gr/ 150 gr autolisat)

Tiamin-HCl (gr/ 150 gr autolisat)

Glukosa (gr/ 150 gr autolisat)

B1 1,5 : 0,0 1,5 0,75

B2 0,375 : 1,125 1,5 0,75

B3 0,75 : 0,75 1,5 0,75

B4 1,125 : 0,375 1,5 0,75

FAC


(4)

Lampiran 13. Kurva Kalibrasi Gula Reduksi dan Protein Terlarut

a). Kurva Standar Gula Reduksi

ID Standar Absorbansi Konsentrasi

1. 0,000 0,000 2. 0,035 0,020 3. 0,143 0,040 4. 0,329 0,080 5. 0,509 0,120 6. 0,653 0,160 7. 0,805 0,200

K1 = 0,238

K0 = 0,004

Abs = K0 + K1(konsentrasi)

b). Kurva Standar Protein Terlarut

ID Standar Absorbansi Konsentrasi

1. 0,000 0,000 2. 0,064 0,001 3. 0,097 0,005 4. 0,162 0,010 5. 0,214 0,015 6. 0,279 0,020 7. 0,315 0,025

K1 = 0,080

K0 = -0,001


(5)

Lampiran 14. Diagram Alir Pembuatan Kaldu Nabati Berflavor Analog Ayam dari Autolisat dengan Skala Laboratorium

Kaldu nabati kasar dari kacang hijau terfermentasi Rhizopus-C1 + air (2 :3)

Dilumatkan dan pH diatur 5,5 (+NaOH/HCl)

Dipanaskan pada 50°C, diaduk pada 4000 rpm selama 8 jam

Inaktivasi pada suhu 70°C selama 5 menit Analisa komposisi kimia

Autolisat kaldu nabati

pH diatur menjadi 5 (+NaOH/HCl) 150 g autolisat + formula FAT dan FAC

Dipanaskan pada 100°C, 3 jam

Kaldu nabati dengan FAA (Flavor Analog Ayam)

Seleksi formula terbaik melalui uji sensori dan analisa komposisi kimia

Kaldu nabati dengan formula FAA terbaik formula terbaik

Autolisat + komposisi formula terbaik dari A&B pH diatur 4, 4,5 dan 5 (+NaOH/HCl),

diaduk 15 menit

Dipanaskan pada 100°C, sampling pada 0, 1, 2 dan 3 jam

Kaldu nabati dengan FAA

Uji sensori, analisa komposisi kimia dan analisa senyawa volatil dengan GC-MS

Kaldu nabati FAA dengan jenis formula dan kondisi reaksi optimum (jenis senyawa dan kadar komposisi kimia diketahui)


(6)

Lampiran 15. Peralatan Penelitian

Soxhlet (Soxtec System Destilator SIBATA SI-315 GC-MS Shimadzu QP-2010 HT 2 1045)

Destruktor Spektrofotometer UV-Visible Neraca Analitik Hitachi U 2000

Salinometer PCE-028 Autolisis Kaldu Nabati Proses Flavoring Skala Laboratorium

Kacang Hijau Terfermentasi Autolisat Kaldu Nabati Autolisat Kaldu Nabati FAA Rhizopus-C1