Analisis Pengaruh Suku Bunga, Pdrb Perkapita, Dan Angkatan Kerja Terhadap Investasi Dalam Negeri Sumatera Utara

(1)

ANALISIS PENGARUH SUKU BUNGA, PDRB PERKAPITA, DAN ANGKATAN KERJA TERHADAP INVESTASI DALAM NEGERI

SUMATERA UTARA

SKRIPSI Diajukan oleh :

HERMANSYAH

040501060

EKONOMI PEMBANGUNAN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Medan 2009


(2)

ABSTRACT

Investment is one important components to process development of North Sumatra chartered investment counsel which can reach target for creation of public prosperity, this research benefit to clarify factors influencing capital investment in country and gives insight and input for local government in formulating chartered investment counsel polic.

For analyzing the influence interest rate, PDRB perkapita, and labor force to PMDN is used OLS method. The source data comes from BPS-Statistics of Sumatera Utara Province, Bank Indonesia branch of Medan, and others sources references that relate to this research. The data used in this research is time series data from 1985 to 2006 (22 years). This research is hoped be able to give the description of information accurately about the influence interest rate, PDRB perkapita, and laor force to PMDN.

The result of the research shows that the interest rate, PDRB perkapita, and labor force give a significance influence to PMDN with a determinant coefficient (R2) 88%.


(3)

ABSTRAK

Investasi adalah satu komponen yang penting untuk proses pembangunan ekonomi Sumatera Utara yang dapat mencapai sasaran untuk terciptanya kesejahteraan masyarakat, manfaat penelitian ini untuk memperjelas faktor-faktor yang mempengaruhi penanaman modal dalam negeri dan memberi pengertian yang mendalam dan masukan untuk pemerintah lokal dalam merumuskan kebijakan ekonomi.

Untuk menganalisis pengaruh suku bunga, PDRB perkapita, dan angkatan kerja terhadap PMDN digunakan metode OLS (Ordinary Least Square). Sumber data berasal dari Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, Bank Indonesia Cabang Medan, dan sumber-sumber kepustakaan lain yang berhubungan dengan penelitian ini. Data yang digunakan adalah adalah data sekunder yang bersifat time series dari tahun 1985 sampai 2006 (22 tahun). Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi yang cukup akurat mengenai pengaruh suku bunga, PDRB perkapita, dan angkatan kerja terhadap PMDN.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa suku bunga, PDRB perkapita, dan angkatan kerja memberikan pengaruh yang signifikan terhadap PMDN dengan koefisien determinasi (R2) 88%.


(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahi Rabbil‘alamin tak terhingga Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala kesempatan, karunia, dan hidayah-Nya yang sangat berarti, sehingga Penulis bisa menyelesaikan studi dengan skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Suku Bunga, PDRB Perkapita, dan Angkatan kerja Terhadap Investasi Dalam Negeri Sumatera Utara”. Dan juga shalawat berangkaikan salam buat junjungan umat Nabi Besar Muhammad SAW yang sama-sama kita harapkan syafaatnya di hari akhir kelak.

Dalam penulisan skripsi ini, Penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik materi maupun nonmateri. Oleh karena itu, pada kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah meluangkan waktunya memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada:

1. Kedua orang tua Penulis yang tercinta, Ayahanda Zulfen Tanjung dan Ibunda Syamsiar Jambak yang selalu dan senantiasa mencurahkan kasih sayangnya, memandu ke jalan yang benar, menyalakan api semangat dan menjaganya agar tak pernah padam, serta aliran do’a restu yang takkan pernah terhenti kepada Penulis sepanjang hayat.

2. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec, selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.


(5)

4. Bapak Kasyfull Mahalli, SE, MSi, selaku Dosen Wali yang telah membimbing Penulis selama masa perkuliahan.

5. Ibu Dra. Raina Linda Sari, MSi, selaku Dosen Pembimbing yang penuh keikhlasan menyisihkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk membimbing Penulis menyelesaikan skripsi dengan baik.

6. Bapak Drs. Rahmad Sumanjaya, MSi, dan Drs. A. Samad Zaino, MS, selaku Dosen Pembanding I dan Dosen Pembanding II, yang telah banyak memberi saran yang sangat berharga.

7. Seluruh dosen dan pegawai administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan, yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan kemudahan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.

8. Staf dan pegawai BI cabang Medan dan BPS Sumatera Utara yang telah menyediakan data penelitian, sehingga memberikan kemudahan bagi Penulis. Juga kepada para penulis buku, jurnal, artikel, dan opini yang telah menyediakan literatur yang sangat berarti. Jangan berhenti berkarya.

9. Saudara-saudaraku ( B’ Iboy, K’ Novi dan B’ Wira, K’ Rini, K’ Puput, dan adik-adikku, Hendra, Surya) terima atas segala bantuan dan bimbingannya serta kasih sayang, doa dan persaudaraan yang begitu kental yang kalian berikan, kalian sungguh aku sayangi dan berharga dihatiku.

10.Para EP mania, hitam dan putih kehidupan yang telah dilalui sungguh bermakna. Kita juga masih hijau. Masih banyak yang harus dipelajari, diterima, dan dimengerti.


(6)

11.Teman, rekan, sahabat, saudara, keluarga, dan semua nyawa lainnya yang telah dan selalu menemani, mewarnai kehidupan dan mendewasakan Penulis, memberikan inspirasi serta meneriakkan bahwa aku bisa..

Penulis menyadari bahwa isi skripsi ini sangat jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, Penulis dengan segala keterbatasannya sangat mengharapkan saran yang konstruktif, sehingga karya lain dari Penulis di masa yang akan datang jauh lebih baik.

Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dan pengorbanan yang telah diberikan kepada Penulis. Akhirul kalam, semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca sekalian, terutama Penulis.

Medan. April 2009 Penulis,

HERMANSYAH


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Hipotesis ... 7

1.4 Tujuan Penelitian ... 8

1.5 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Investasi ... 10

2.1.1 Pengertian Investasi ... 10

2.1.2 Jenis-Jenis Investasi ... 12

2.1.3 Pelakasna-Pelaksana Investasi ... 14

2.1.4 Teori-Teori Investasi………. 15

2.1.5 Teori Investasi Luar Negeri……….. 19


(8)

2.1.7 Faktor Lain Yang Menentukan Investasi……… 23

2.2 Suku Bunga ... 24

2.2.1 Pengertian Suku Bunga... 24

2.2.2 Fungsi Tingkat Bunga………. 25

2.2.3 Jenis-Jenis Suku Bunga………... 26

2.2.4 Teori Suku Bunga………... 27

2.2.5 Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI)………. 34

2.3 PDRB Perkapita ... 37

2.4 Ketenagakerjaan ... 39

2.4.1 Pengertian Ketenagakerjaan ... 39

2.4.2 Teori Tentang Tenaga kerja ... 41

2.4.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Tenaga kerja 45 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian . ... 49

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 49

3.3 Metode dan Tekhnik Pengumpulan Data ... 49

3.4 Pengolahan Data ... 50

3.5 Model Analisis Data ... 50

3.6 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit) ... 51

3.6.1 Koefisien Determinasi (R-Square)... 51

3.6.2 T-Test (Uji Parsial) ... 51


(9)

3.7 Uji Asumsi Klasik ... 53

3.8 Defenisi Operasional Variabel ……… 57

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Provinsi Sumatera Utara ... 59

4.1.1 Kondisi Geografis... 59

4.1.2 Kondisi Iklim dan Topografi... 60

4.1.3 Kondisi Demografi ... 60

4.1.4 Potensi Wilayah... 61

4.2 Perkembangan Perekonomian Sumatera Utara ... 62

4.3 Perkembangan Investasi PMDN Sumatera Utara ... 64

4.4 Perkembangan Suku Bunga SBI ... 67

4.5 Perkembangan PDRB Perkapita Sumatera Utara ... 71

4.6 Perkembangan Angkatan Kerja Sumatera Utara ... 75

4.7 Analisis Data... 78

4.7.1 Interpretasi Model ... 79

4.7.2 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit) ... 80

4.7.3 Uji Asumsi Klasik ... 85

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 89

5.2 Saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Hal

2.1 Bagan Proses Persetujuan Investasi………... 15

2.2 Kurva Hubungan Tingkat Bunga Dengan Investasi………….. 17

2.3 Kurva Teori Klasik Tentang Tingkat Bunga………. 29

2.4 Kurva Teori Keynes Tentang Tingkat Bunga………... 31

2.5 Proses Pembelian SBI ... 35

2.6 Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Ketenagakerjaan (ILO)... 40

2.7 Kurva keseimbangan Tenaga Kerja ………. ... 41

2.8 Kurva Ketidakseimbangan Tenaga Kerja... 42

3.1 Kurva D-W Statistik……….. 53

4.1 Kurva Uji t- Statistik Suku Bunga……… 81

4.2 kurva Uji t- Statistik PDRB Perkapita………... 82

4.3 kurva Uji t- Statistik Angkatan Kerja……… 83

4.4 kurva Uji F statistik... 85


(11)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Hal

3.1 Kriteria Pengambilan Keputusan D-W Test……… 56 4.1 Perkembamgan Investasi Provinsi Sumatera Utara 1985-2006. 67 4.2 Perkembangan Suku Bunga SBI 1985-2006………... 71 4.3 Perkembangan PDRB Perkapita Berdasarkan Harga Berlaku

Sumatera Utara 1985-2006... 74 4.4 Banyaknya Penduduk Umur 15 Tahun Ke atas Sumatera Utara

Menurut Jenis Kegiatan (jiwa)……….. 75 4.5 Perkembangan Angkatan Kerja Sumatera Utara 1985-2006.... 77 4.6 Kriteria Pengambilan Keputusan D-W test... 87


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul

1 Data Variabel Dependen dan Indepanden

2 Hasil Regresi Linear Berganda


(13)

ABSTRACT

Investment is one important components to process development of North Sumatra chartered investment counsel which can reach target for creation of public prosperity, this research benefit to clarify factors influencing capital investment in country and gives insight and input for local government in formulating chartered investment counsel polic.

For analyzing the influence interest rate, PDRB perkapita, and labor force to PMDN is used OLS method. The source data comes from BPS-Statistics of Sumatera Utara Province, Bank Indonesia branch of Medan, and others sources references that relate to this research. The data used in this research is time series data from 1985 to 2006 (22 years). This research is hoped be able to give the description of information accurately about the influence interest rate, PDRB perkapita, and laor force to PMDN.

The result of the research shows that the interest rate, PDRB perkapita, and labor force give a significance influence to PMDN with a determinant coefficient (R2) 88%.


(14)

ABSTRAK

Investasi adalah satu komponen yang penting untuk proses pembangunan ekonomi Sumatera Utara yang dapat mencapai sasaran untuk terciptanya kesejahteraan masyarakat, manfaat penelitian ini untuk memperjelas faktor-faktor yang mempengaruhi penanaman modal dalam negeri dan memberi pengertian yang mendalam dan masukan untuk pemerintah lokal dalam merumuskan kebijakan ekonomi.

Untuk menganalisis pengaruh suku bunga, PDRB perkapita, dan angkatan kerja terhadap PMDN digunakan metode OLS (Ordinary Least Square). Sumber data berasal dari Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, Bank Indonesia Cabang Medan, dan sumber-sumber kepustakaan lain yang berhubungan dengan penelitian ini. Data yang digunakan adalah adalah data sekunder yang bersifat time series dari tahun 1985 sampai 2006 (22 tahun). Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi yang cukup akurat mengenai pengaruh suku bunga, PDRB perkapita, dan angkatan kerja terhadap PMDN.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa suku bunga, PDRB perkapita, dan angkatan kerja memberikan pengaruh yang signifikan terhadap PMDN dengan koefisien determinasi (R2) 88%.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia termasuk salah satu negara yang sedang berkembang yang dalam proses globalnya membutuhkan sarana dan prasarana guna menunjang proses pembangunan yang seutuhnya. Salah sektor vital didalam suatu pembangunan negara adalah sektor ekonomi, karena pembangunan tidak berjalan dengan semestinya apabila sektor ekonominya tidak memadai. Untuk itu salah satu wujud nyata dari sektor ekonomi untuk merealisasikan pembangunan yang seutuhnya adalah dengan melakukan investasi baik dalam negeri (PMDN) maupun investasi luar negeri (PMA). Investasi dalam negeri dilakukan oleh pemerintah nasional maupun swasta di Indonesia dengan tujuan untuk menciptakan suatu produksi, sedangkan investasi asing (PMA) adalah modal yang di tanamkan oleh pihak asing untuk memulai usaha di negara lain.

Secara umum investasi merupakan salah satu indikator pertumbuhan ekonomi yang dapat diharapkan agar perekonomian dapat menghasilkan keuntungan. Investasi yang dilakukan oleh perusahaan atau investor-investor dapat berupa pembelian barang-barang modal riil untuk mendirikan perusahaan baru maupun untuk memperluas usaha yang telah ada (Deliarnov,1995: 82).

Sumber daya alam yang ada juga dapat dimanfaatkan secara optimal. Sumber daya alam yang dimiliki oleh Indonesia sangat banyak sehingga diperlukan aktivitas penanaman modal baik PMA dan PMDN. Disetiap wilayah Indonesia tersedia


(16)

berbagai bahan mentah dari berbagai hasil pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan yang dapat digunakan oleh sektor industri. Disamping itu terdapat pula potensi yang besar dari sektor pertambangan, perindustrian dan sebagainya. Semua faktor-faktor ini memerlukan investasi yang relatif besar untuk mengelolanya ataupun mengeksplorasinya termasuk investasi asing.

Investasi asing di Indonesia dimulai tahun 1967 yakni sejak dikumandangknnya undang-undang No 11/1967 mengenai penanaman modal asing (PMA). Sejak saat itu Indonesia dinyatakan terbuka bagi investasi asing dan hasilnya arus investasi asing yang masuk meningkat pesat dibandingkan keadaan tahun sebelumnya. Dengan demikian, melalui PMA dan PMDN pembangunan ekonomi Indonesia secara makro diharapkan akan lebih baik. Kebijaksanan pelaksanan pembangunan ekonomi melalui PMA dan PMDN juga dalam konteks perekonomian propinsi. Propinsi Sumatera utara misalnya telah melaksanakan penbangunan ekonomi dengan PMA dan PMDN sejak lama. Kedua unsur ini telah memberikan kemajuan yang sangat berarti bagi perekonomian Sumatera Utara. Kenaikan investasi PMDN yang terus meningkat menjadi harapan semua pihak. Realisasi investasi lewat PMDN di Sumatera Utara pada tahun 2006 menurut data yang dikeluarkan BPS mencapai 5,501 triliun rupiah, terjadi sedikit kenaikan dari tahun 2005 yang berada pada posisi 5.462 triliun rupiah.

Investasi memiliki indikator yang mempengaruhinya yaitu, suku bunga, produk domestik regional bruto, dan angkatan kerja merupakan faktor penting dalam investasi. Jika pertumbuhan ekonomi di suatu negara pincang atau tidak merata maka akan sulit menarik para investor untuk menanamkan modalnya di negara tersebut.


(17)

Investasi sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi serta perbaikan bagi produktivitas tenaga kerja. Tanpa investasi tidak akan ada pabrik, dengan demikian tidak akan ada ekspansi (perluasan) ekonomi (Nopirin,1992).

Suku bunga mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap investasi, dimana penurunan tingkat suku bunga di Indonesia dari tahun ketahun makin terbatas, hal ini mengakibatkan masuknya investasi akan mengalami perlambatan sehubungan dengan upaya Bank Indonesia dalam mempertahankan perbedaan tingkat suku bunga domestik terhadap tingkat suku bunga internasional agar tetap menarik bagi investor dalam negeri untuk menanamkan modalnya.

Dengan naiknya tingkat suku bunga SBI (BI rate), secara otomatis perbankan dalam negeri cenderung akan menaikkan tingkat suku bunganya, baik suku bunga kredit atau suku bunga deposito, yang kemudian dapat mempengaruhi tingkat investasi. Sebagai komponen yang dapat mendorong investasi, suku bunga haruslah rendah, rendahnya tingkat suku bunga dapat mendorog investor untuk melakukan pinjaman pada lembaga perbankan sehingga meningkatkan investasi, baik investasi baru maupun investasi perluasan. Akan tetapi investasi dapat menjadi tidak menarik apabila suku bunga meningkat. Hal ini disebabkan karena tingkat suku bunga yang tinggi dapat memperbesar beban biaya (Miraza, 2006: 250). Dari pengalaman empiris selama ini Bank Indonesia berusaha mempertahankan BI rate pada level yang positif, pada tahun 2006 BI rate berada pada posisi 9,75 % dimana terjadi penurunan 3,08 % dari tahun sebelumnya yang berada pada posisi 12,83 %. Dalam upaya tetap mempertahankan level suku bunga pada tingkat yang positif akan semakin sempit, hal ini dikarenakan oleh pergerakan suku bunga juga diarahkan untuk memberi insevtif


(18)

bagi masyarakat untuk menabung sekaligus upaya untuk mendorong iklim investasi dalam negeri yang kondusif.

Variabel suku bunga mempunyai pengaruh yang signifikan dalam jangka panjang, oleh karena itu pemerintah harus bisa menjaga kestabilan tingkat suku bunga supaya tidak terjadi pelarian modal.

Salah satu indikator kinerja makro untuk menilai baik tidaknya perekonomian di daerah yang sering digunakan secara luas adalah produk domestik regional bruto (PDRB). Nilai PDRB dapat dihitung berdasarkan harga kini (curren price) maupun berdasarkan harga konstan (constant price), PDRB yang dihitung berdasarkan harga kini (curren price) menunjukkan kontribusi atau pangsa pasar masing-masing sektor dalam perekonomian daerah, berdasarkan harga yang berlaku dalam tahun yang bersangkutan yang didalamnya tercakup unsur tingkat inflasi makro. Okeh karena itu, tinggi rendahnya persentase pertumbuhan ekonomi yang dihitung akan dipengaruhi tinggi rendahnya tingkat inflasi dalam periode yang bersangkutan. Sedangkan PDRB Sumatera Utara merupakan jumlah nilai tambah barang dan jasa akhir yang dihasilkan (nilai barang dan jasa akhir dikurangi biaya untuk menghasilkannya). Dengan demikian, harus diakui PDRB menurut harga kini belum secara riil dapat menggambarkan pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara

PDRB senderi yang sering disebut sebagai utusan tunggal yang paling baik untuk mengukur tingkat kesejahteraan suatu masyarakat. Seperti yang kita lihat PDRB dapat mengukur total pendapatan maupun total pengeluaran perekonomian untuk barang dan jasa. Jadi, PDRB perkapita menberitahu kita pendapatan dan pengeluaran dari rata-rata seseorang dalam perekonomian, karena kebanyakan orang


(19)

lebih memilih pendapatan dan pengeluaran yang lebih tinggi, PDRB perkapita sepertinya merupakan ukuran kesejahteraan rata-rata seseorang yang cukup alamiah. Namun, beberapa orang mempersoalkan keabsahan PDRB sebagai ukuran kesejahteraan.

PDRB tidak mengukur kesehatan anak-anak, kualitas pendidikan atau kesenangan mereka. PDRB yang besar sesungguhnya membantu kita untuk menjalani hidup yang baik. PDRB tidak tidak mengukur kesehatan anak-anak kita, namun negara dengan PDRB lebih besar dapat menyediakan fasilitas dan peralatan kesehatan yang lebih baik. PDRB perkapita dapat digunakan sebagai gambaran rata-rata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk sebagai hasil dari seluruh proses produksi sektor-sektor ekonomi disuatu wilayah. PDRB perkapita diperoleh dengan cara membagi total nilai PDRB atas dasar harga berlaku dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat secara langsung meningkatakan PDRB perkapita. Berdasarkan angka PDRB perkapita atas dasar harga berlaku kinerja perokonomian Sumatera Utara telah menunjukkan peningkatan yang relatif menggembirakan. Pada tahun 2005 PDRB perkapita menujukkan angka Rp 11.326.516 sedangkan pada tahun 2006 meningkat menjadi Rp 12.657.397 walaupun demikian PDRB berlaku perkapia masyarakat Sumatera Utara umumnya lebih rendah dibanding nasional (sumber: BPS sumatera utara).

Selain faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi perkembangan investasi dalam negeri adalah jumlah tenaga kerja. Salah satu tujuan dari pembangunan adalah mengurangi pengangguran dengan sendirinya dapat menambah lapangan kerja bagi masyarakat serta dapat meningkatkan pendapatan masyarakat


(20)

tersebut. Dalam hal ini untuk menciptakan lapangan kerja harus ditujukan pada penggunaan lapangan kerja yang produktif, dengan meluaskan dasar ekonomi dan meningkatkan produktivitas kerja diberbagai bidang kegiatan.

Untuk itu perkembangan ekonomi dewasa ini khususnya bagi negara berkembang menuntut adanya sumber daya manusia (SDM/human capital) yang terampil. Hal ini seiring dengan kemajuan teknologi yang berkembang pesat dan pertambahan jumlah penduduk yang semakin tinggi sehingga keberadaan pengetahuan dan keterampilan tenaga kerja benar-benar diperlukan guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara. Namun untuk pengadaan semua itu, termasuk fasilitas seperti gedung sekolah, perpustakaan dan sebagainya guna mendukung penyiapan SDM, diperlukan dana yang disebut dana investasi. Berdasarkan data BPS pada tahun 2006, dari total angkatan kerja di Sumatera Utara yang mencapai 5.491.696 juta jiwa dan yang bekerja sebanyak 4.859.647 juta jiwa terjadi kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya, berdasarkan masuknya investasi pada saat itu. Untuk menjaga agar perkembangan tenaga kerja terus meningkat diperlukan adanya kestabilan sosial ekonomi, sehingga memberikan pengaruh pada faktor-faktor produksi. Secara langung naik turunnya faktor ini akan memberikan dampak terhadap tinggi-rendahnya permintaan dan penawaran tenaga kerja.

Pembangunan ekonomi daerah baru dapat menunjukkan peran yang nyata dalam pembangunan nasional apabila suatu daerah telah mencapai transformasi struktural ekonomi daerah. Tranformasi struktural daerah tidak begitu banyak berbeda dengan Tranformasi struktural nasional, yaitu berusaha menciptakan struktur ekonomi medern yang didominasi sektor industri sekunder.


(21)

Sumatera Utara sebagai salah satu daerah pintu gerbang perekonomian industri di wilayah barat menunjukkan pertumbuhan yang makin baik pasca krisis. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara pada tahun 2006 sebesar 4,06%, tingginya pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara disebabkan karena meningkatnya investasi yang ditanamkan oleh para investor. Hambatan-hambatan yang dialami akan menyulitkan masuknya investasi, hal ini mengakibatkan kurangnya kepercayaan para investor terhadap perekonomian untuk kembali menanamkan modalnya. Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengambil judul “ Analisis Pengaruh

Suku Bunga, PDRB Perkapita, dan Angkatan Kerja Terhadap Investasi Dalam Negeri Sumatera Utara”

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh suku bunga terhadap investasi dalam negeri Sumatera

Utara?

2. Bagaimana pengaruh PDRB perkapita terhadap investasi dalam negeri Sumatera Utara?

3. Bagaimana pengaruh angkatan kerja terhadap investasi dalam negeri Sumatera Utara?

1.3 Hipotesis


(22)

1. Suku bunga berpengaruh negatif terhadap investasi dalam negeri Sumatera Utara

2. PDRB perkapita berpengaruh positif terhadap investasi dalam negeri Sumatera Utara

3. Angkatan kerja berpengaruh positif terhadap investasi dalam negeri Sumatera Utara

1.4 Tujuan Penelitian

Penulisan skripsi ini memiliki beberapa tujuan, yaitu:

1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh suku bunga terhadap investasi dalam negeri Sumatera Utara

2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh PDRB perkapita terhadap investasi dalam negeri Sumatera Utara

3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh angkatan kerja terhadap investasi dalam negeri Sumatera Utara

1.5 Manfaat Penelitian

Ada beberapa manfaat yang diharapkan dari penelitian ini diantaranya: 1. Guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana ekonomi.

2. Sebagai bahan studi dan literatrur bagi mahasiswa yang ingin mengetahui tentang pengaruh suku bunga, PDRB perkapita, dan angkatan kerja terhadap investasi dalam negeri Sumatera Utara


(23)

3. Sebagai pelengkap sekaligus pembanding hasil-hasil penelitian dengan topik yang sama yang sudah ada sebelumnya.

4. Sebagai tambahan wawasan bagi penulis dalam kaitannya dengan disiplin ilmu yang penulis tekuni.

5. Sebagai bahan masukan atau pemikiran bagi instansi yang terkait dalam pengambilan keputusan


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Investasi

2.1.1 Pengertian Investasi

Pada dasarnya investasi didefenisikan sebagai semua pengeluaran pada barang-barang kapital riil. Akan tetapi, dalam bahasa sehari-hari investasi juga mencakup pembelian aktiva. Secara umum pengeluaran investasi berkaitan dengan pengelolaan sumber daya yang ada saat ini untuk diperoleh penggunaannya atau manfaatnya pada saat yang akan datang (Waluyo,2001: 53)

Investasi atau sering juga disebut penanaman modal merupakan pengeluaran perusahaan secara keseluruhan untuk membeli barang-barang modal riil, baik untuk mendirikan perusahaan-perusahaan baru maupun untuk memperluas uasaha yang telah ada, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. Pengeluaran investasi oleh perusahaan mencakup:

• Pengeluaran untuk membeli barang-barang material, mesin-mesin dan peralatan pabrik, serta semua modal lain yang dibutuhkan dalam proses produksi.

• Pengeluaran untuk keperluan bangunan kantor, pabrik, tempat tinggal karyawan dan bangunan kontruksi lainnya.

• Perubahan nilai stok atau barang cadangan akibat perubahan jumlah dan harga.


(25)

Investasi dapat dibagi menjadi dua macam yaitu, investasi riil dan investasi finansial. Investasi riil yaitu investasi terhadap barang-barang tahan lama (barang-barang modal) yang akan digunakan dalam proses produksi. Investasi riil ini masih terbagi lagi menjadi tiga komponen yaitu:

1. Investasi tetap perusahaan (busines fixed investment) 2. Investasi untuk perumahan (residential construction)

3. Investasi perubahan bersih persediaan perusahaan (net change in business inventory)

Sedangkan investasi finansial adalah investasi terhadap surat-surat berharga misalnya pembelian saham, obligsi dan surat bukti hutang lainnya.

Investasi merupakan keuntungan yang diperoleh melalui pembelian barang modal dan pemblian-pembelian produksi yang nantinya dari hal tersebut akan menghasilkan keuntungan dimasa depan dan hal tersebut akan menambah kapasitas produksi barang yang tujuannya untuk meningkatkan perekonomian pada suatu negara.

Berdasarkan teori manajemen portofolio, secara sederhana investasi dapat diartikan cara penanaman modal, yang bertujuan untuk mendapatkan manfaat atau keuntungan tertentu sebagai hasil penanaman modal tersebut. Dalam setiap keputusan investasi sebagai seorang yang rasional, perhatian investor akan diarahkan pada tingkat pengembalian (rate of return) investasi. Ia akan memilih investasi yang menjanjikan tingkat keuntungan (return) tertinggi, karena investasi yang akan dilakukan mengandung unsur ketidakpastian, maka investor harus mempertimbangkan faktor resiko (risk).


(26)

2.1.2 Jenis-Jenis Investasi

Walaupun banyak faktor yang menentukan investasi, tetapi secara sederhana investasi dapat dibedakan atas:

1. Investasi yang terdorong (induced investment) dan investasi otonom (autonomous investment)

Investasi yang terdorong (induced investment) yakni investasi yang sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Investasi ini, disebabkan akibat adanya pertambahan permintaan. Pertambahan permintaan yang disebabkan oleh pertambahan pendapatan, jelasnya apabila pendapatan bertambah maka pertambahan permintaan akan digunakan untuk pertambahan konsumsi. Sedangkan pertambahan konsumsi pada dasarnya adalah tambahan permintaan yang mendorong berdirinya pabrik baru atau memperluas pabrik lama untuk memenuhi tambahan permintaan tersebut.

Investasi otonom (autonomous investment), yakni investasi besar-kecilnya tidak dipengaruhi oleh pendapatan tetapi dapat berubah karena adanya perubahan-perubahan faktor diluar pendapatan seperti tingkat teknologi, kebijaksanaan pemerintah, harapan para pengusaha dan sebagainya. Investasi ini dilakasankan atau diadakan secara bebas, artinya investasi diadakan bukan karena pertambahan permintaan efektif. Besarnya investasi otonom tidak tergantung pada besar-kecilnya pendapatan nasional atau daerah, investasi otonom berarti pembentukan modal yang tidak dipengaruhi pendapatan nasional. Dengan kata lain rendahnya pendapatan nasional tidak menentukan jumlah investasi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan.


(27)

2. Public Invesment dan Privat Investment

Public investment adalah investasi atau penanaman modal yang dilakukan oleh pemeritah, baik pemerintah pusat maupun daerah dan sifatnya resmi, sedangkan privat investment adalah investasi yang dilaksanakan oleh swasta, dimana keuntungan menjadi prioritas utama berbeda dengan publik investment bertujuan untuk melayani dan menciptakan kesejahteraan bagi rakyat banyak

3. Domestic Investment dan Foreig Invesment

Domestic investment adalah penanaman modal dalam negeri. Sedangkan foreign investment adalah penanaman modal asing. Suatu negara yang banyak memiliki faktor-faktor produksi modal (capital) yang cukup untuk mengolah sumber daya yang dimilikinya, akan mengundang modal asing agar sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan sepenuhnya.

4. Gross Investment dan Net Investment

Gross investment adalah total seluruh investsi yang diadakan dilaksanakan pada suatu waktu. Jadi mencakup segala jenis investasi, baik itu autonomous maupun induced atau public maupun privat. Dengan kata lain seluruh investasi yang dilakukan disuatu negara (daerah) pada atau periode waktu tertentu dinamakan gross inestment

Net investment (investasi neto) adalah selisih antara investasi bruto dngan penyusutan misalnya, investasi bruto tahun ini adalah Rp 25 juta sedangkan penyusutan yang terjadi selama satu tahun yang lalu adalah sebesar Rp 10 juta, maka itu berarti investai neto adalah sebesar Rp 15 juta.


(28)

2.1.3 Pelaksana-Pelaksana Investasi.

Pada umumnya yang melakukan investasi dapat dinyatakan sebagai berikut: 1. Pemerintah (public investment)

2. Swasta (privat investment) 3. Pemerintah dan Swasta

Publik investment umumnya dilakukan tidak dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan, tetapi tujuan utamanya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (nasional), misalnya adalah jaringan-jaringan jalan raya, irigasi, rumah sakit, pelabuhan dan sebagainya. Sedangkan privat investment adalah kegiatan investasi yang dilakukan oleh swasta dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan dan didorong oleh adanya pertambahan pendapatan. Bilamana pendapatan bertambah, konsumsi juga bertambah dan bertambah pulalah efective demand. Investasi yang ditimbulkan oleh bertambahnya yang sumbernya terletak pada penambahan pendapatan disebut induced investment dan ini dilakukan oleh public maupun privat (swasta), jenis investasi yang dilakukan oleh publik maupun swasta ialah investasi luar negeri (foreign investment) yang terjadi dari selisih antara ekspor dan impor (X-M)


(29)

Investor

Proposal Investasi Ditolak

Kantor Penanaman Modal Daerah

Disetujui

Surat Izin Investasi

Disetujui

Notaris

Gambar 2.1

Bagan Proses Perasetujuan Investasi

2.1.4 Teori-Teori Investasi

1 Pendekatan Marginal Efisiensi Capital (Teori Keynesian)

Marginal efisiensi capital (MEC) dapat didefenisikan sebagai tingkat diskonto yang menyamakan present value dari penghasilan dengan harga barang modal. Menurut pendekatan ini, suatu proyek investasi akan dilakasanakan apabila MEC lebih besar dari tingkat bunga yang berlaku dipasar. Dari MEC dapat diperoleh efisiensi marjinal investasi (MEI) yang memperlihatkan hubungan antara investasi dengan tingkat bunga pasar. Berdasarkan konsep MEI ini, dengan stok kapital tertentu, investasi bersih (net investment) berhubungan negatif dengan tingkat bunga. Semakin tinggi tingkat bunga semakin rendah investasi dan sebaliknya.


(30)

Kaum klasik menetapakan penerapan tingkat suku bunga sebagai pertimbangan untuk mengadakan investasi. Kalau tingkat suku bunga lebih besar dari hasil pendapatan investasi (tingkat pengembalian modal), maka investasi tidak menguntungkan untuk dilakukan, Keynes mengatakan, masalah investasi baik ditinjau dari penentuan jumlahnya maupun kesempatan untuk mengadakan investasi itu sendiri, didasarkan pada konsep marginal efficiency of capital (MEC).

Investasi akan dilakukan oleh investor bila MEC yang diharapkan masih lebih besar atau tinggi dari tingkat bunga yang berlaku. Jadi jelas pertimbangan Keynes untuk terlaksananya investasi adalah faktor efisiensi marjinal (MEC) dari investasi itu sendiri. Efisiensi marjinal dari modal atau investasi sangat tergantung pada perkiraan-perkiraan dan pertimbangan investor terhadap perkembangan situasi perkonomian pada masa yang akan datang.

Hubungan antara MEC, investasi dan tingkat bunga dapat dilihat dari MEC yang menurun, dimana garis ini memperlihatkan jumlah investasi yang terlaksana pada tingkat bunga yang berlaku


(31)

Investasi

Gambar 2. 2

Hubungan Tingkat Bunga dengan Investasi

Gambar di atas dapat dilihat, pada tingkat bunga i1 tingkat investasi yang terjadi I1 begitu juga posisi MEC1. pada tingkat bunga i2 posisi investasi adalah I2. sedangkan MEC akan menurun pada posisi MEC2.

Penurunan garis MEC disebabkan oleh:

1. Semakin banyaknya jumlah investasi yang terlakasana, makin rendahlah marginal efficiency of capital perusahaan investasi pada sektor-sektor ekonomi akan menyebabkan penurunan MEC sektor-sektor ekonomi tersebut. 2. Semakin banyak investasi yang terlaksana, maka biaya dari barang modal

akan menjadi lebih tinggi dibebankan pada produksi. Sehingga pengusaha akan berusaha merebut pasar dengan menurunkan harga, ini menyebabkan terjadinya penurunan MEC setiap sektor ekonomi

I2 I1

0 Interes

MEC1

MEC2

MEC

i1


(32)

Secara lebih jelasnya dalam hal ini analisis Keynes menunjukkan tiga faktor penting yang menentukan investasi yaitu:

1. Suku bunga

Hubungan antara investasi dan suku bunga adalah bersifat kebalikan, yaitu apabila suku bunga tinggi maka gairah perusahaan untuk melakukan investasi merosot dan sebaliknya apabila suku bunga rendah maka gairah untuk melakukan investasi meningkat. Hubungan antara investasi dan suku bunga bersifat demikian oleh karena alasan penting dari perusahaa-perusahaan untuk melakukan investasi adalah untuk memperoleh keuntungan, tingkat bunga yang tinggi akan mengurangi keuntungan yang diperoleh dan mengurangi gairah para pengusaha untuk melakukan penanaman modal. Semakin rendah suku bunga semakin tinggi prospek untuk mendapatkan keuntungan dan hal ini akan meningkatkan gairah para pengusaha untuk melakukan investasi.

2. Ekspektasi Mengenai Kegiatan Ekonomi Dimasa Depan

Ramalan mengenai keadaan ekonomi pada masa depan sangat penting dalam menentukan investasi pada masa kini. Apabila diramalkan bahwa ekonomi akan semakin pesat perkembangannya dimasa depan para pengusaha akan lebih bergairah melakukan investasi. Sebaliknya apabila diramalkan kegiatan ekonomi akan semakin lesu, maka ini akan mengurangi gairah untuk melakukan investasi. 3. Kemajuan Teknologi

Kemajuan teknolgi akan meningkatkan efisiensi produksi dan mengurangi biaya produksi. Dengan demikian kemajuan teknologi yang berlaku diberbagai kegiatan ekonomi akan mendorong lebih banyak investasi.


(33)

2. Teori Akselerator Fleksibel (flexible acelerator model)

Dalam teori akselerator fleksibel, investasi dipengaruhi perbedaan antara

stok kapital yang dinginkan dan stok kapital aktual. Semakin besar perbedan antara stok kapital semakin besar investasi. Karena dalam akselerator ini investasi dipengaruhi oleh stok kapital yang dinginkan (desired capital stock), maka setiap faktor yang mempengaruhi stok kapital yang dinginkan akan mempengaruhi investasi. Oleh sebab itu peningkatan output yang dinginkan, penurunan tingkat bunga rill dan keringanan pajak investasi termasuk (tax holiday) dan faktor lain yang meningkatkan investasi (Dombusch, 1998:331).

Bila terjadi pertambahan pendapatan dalam masyarakat secara langsung akan menyebabkan kenaikan konsumsi (walaupun pertambahan konsumsi tidak sebaik pertambahan pendapatan). Dengan bertambahnya pengeluaran konsumsi masyarakat ini tentu perusahaan akan menaikkan tingkat produksinya. Untuk perluasan inilah diperlukan pertambahan barang modal dan investasi baru (modal kerja, faktor produksi, bahan baku). Untuk lebih jelasnya, pertambahan investasi ini terjadi akibat adanya pertambahan permintaan efektif masyarakat (konsumsi). Pertambahan investasi disebaakan adanya konsumsi, ini sangat berpengaruh pada koefisien akselerasi (percepatan), yaitu perbandingan antar investasi pertambahan konsumsi (Mulia, 1997:130).

2.1.5 Teori Investasi Luar Negeri

Para ahli ekonomi mengemukakan beberapa teori mengenai investsi luar negeri, antara lain:


(34)

1. Stepen Hymer

Hymer dianggap sebagai pelopor dalam investasi luar negeri, Hymer mengemukakan suatu pendekatan organisasi industri yang menekankan peranan keunggulan khas perusahaan dan ketidaksempurnaan pasar dalam usaha menjalankan motivasi yang mendasari perusahaan dalam melakukan investasi.

Menurut pendekatan ini, pengembalian investasi yang lebih tinggi tidak menjamin kelengkapan arus modal, karena pengembalian investasi itu sendiri berarti bahwa modal akan lebih efisien bila dialokasikan melalui pasar modal dan tidak memerlukan pemindahan perusahaan, perusahaan harus mampu menghasilkan pengembalian yang lebih tinggi dari perusahaan yang sudah ada atau yang potensial di negara tuan rumah agar dapat menutup kerugian dan ketidakunggulan operasi perusahaan tersebut diluar negeri.

2. Kiyoshi Kojima

Kojima mengatakan struktur keunggulan komperatf suatu negara dalam perdagangan memainkan peranan penting dalam menentukan arus investasi luar negeri. Ragumentasi ini mengulangi pentingnya sumber-sumber alam dan keunggulan yang tertentu yang dimiliki oleh suatu negara dalam rangka menentukan investasi luar negeri.

3. Teori Vernon

Vernon (1966) menjelaskan penanaman modal asing dengan modal yang disebut modal siklus produksi. Dalam model ini introduksi dan pengembangan produk baru di pasar mengikuti tiga tahap. Adapun ketiga tahap itu adalah: tahap pertama, pada waktu produk pertama kali dikembangkan dan dipasarkan, diperlukan


(35)

suatu hubungan yang erat antara kelompok desain, produksi dan pemasaran dari perusahaan dan pasar yang akan dilayani dari produk tersebut. Tahap kedua, produk tersebut diekspor ke luar negeri, bila perusahaan lokal di negara tuan rumah telah memulai memproduksi produk yang bersaing, biaya produksi pada semua perusahaan akan menjadi lebih penting. Tahap ketiga, produk telah terbuat dengan baik dengan desain yang telah disetandarisasikan.

2.1.6 Analisis ICOR (Incremental Capital Output Ratio)

Untuk mengetahui sejauh mana peranan investasi terhadap pertumbuhan ekonomi yang lebih tepat dilihat investasi neto. Korelasi pertumbuhan diuraikan secara sederhana namum jelas didalam model pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar. Didalam model ini, pertumbuhan ekonomi suatu negara erat kaitannya dengan produktivitas penggunaan modal, sehingga penggunaan ICOR untuk menghubungkan pertumbuhan ekonomi dengan penggunaan faktor produksi dapat dipertanggung jawabkan (Susanti, 2000:36)

ICOR dapat menunjukkan pola kecenderungan penggunaaan metode produksi (padat karya atau padat modal) dalam suatu perekomian. Dalam perencanaan makro, ICOR dapat dapat digunakan untuk menaksir besarnya kebutuhan modal yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat pertumbuhan ekonomi tertentu. Cara menghitung besarnya ICOR adalah:

Dimana Dimana:

ICOR t1-t2 = PMTDB


(36)

PMTDB : Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto PDB : Produk Domestik Bruto

T : Menunjukkn Periode (Waktu)

I : Masa tenggang biasanya diasumsikan 1 tahun Faktor-faktor yang menentukan ICOR

Dari berbagai studi menunjukkan bahwa besarnya ICOR sangat dipengaruhi oleh:

1. Kompesisi atau alokasi investasi menurut sektor produksi, hal ini terjadi karena tingkat penggunaan modal berbeda-beda menurut sektor tertentu. Sektor industri cenderung lebih tinggi ICORnya dibandingkan sektor pertanian. Begitu pula dengan sektor pertambangan, sektor listrik, gas dan air minum yang relatif tinggi. Faktor lain adalah masa tenggang produksi dari berbagai sektor lain berbeda pula. 2. Laju pertumbuhan ekonomi, rumus diatas menunjukkan bahwa besar-kecilnya

ICOR berbanding terbalik denga laju pertumbuhan ekonomi. Dengan kata lain, makin tinggi laju pertumbuhan ekonomi suatu negara maka makin rendah ICORnya dan sebaliknya makin rendah laju pertumbuhan ekonomi suatu negara maka makin tinggi ICOR nya. Hubungan tersebut dapat terjadi karena, pertama: makin tinggi laju perumbuhan ekonomi suatu negara maka makin kecil pula peranan penyusutan dalam total investasi. Kedua: tingkat pemanfaatan kapasitas produksi makin tinggi dengan makin cepatnya pertumbuhan ekonomi suatu negara. Ketiga: kopilasi faktor produksi bukan modal cenderung lebih besar jika laju pertumbuhan ekonomi meningkat.


(37)

3. Tingkat pendapatan perkapita suatu negara, ICOR suatu negara cenderung meningkat dengan meningkatnya pendapatan perkapita. Hal ini berkaitan dengan perubahan struktur ekonomi yang makin mengarah pada sektor-sektor yang memiliki ICOR nya relatif tinggi atau karena terjadinya “capital deepening” diberbagai sektor produksi.

2.1.7 Faktor Lain yang Menentukan Investasi

Stabilitas politik dan keamanan merupakan unsur penting lain dalam melaksanakan investasi. Ketidakstabilan politik disuatu sisi mengakibatkan arah kebijakan pemerintah tidak jelas dan tidak ada kepastian hukum (misalnya karena seringnya pergantian kabinet) termasuk dibidang investsi. Disisi lain hal ini dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi makro seperti tingkat inflasi dan ketidakstabilan rupiah. Faktor keamanan dibutuhkan untuk menjaga keamanan investasi, jika suatu daerah dianggap tidak aman, sering terjadi kerusuhan (yang bersifat etnis, agama, separatisme, kecemburuan sosial) investor tidak akan berani menanamkam modalnya didaerah tersebut.

Kebijakan pemerintah juga dapat mempengaruhi investasi, kebijakan pemerintah yang kondusif akan berdampak positif bagi iklim investasi. Kebijaksanaan moneter longgar (easy monetary policy) yang merupakan kebijakan pemerintah yang akan ditandai dengan tingkat bunga yang rendah atau penyaluran kredit yang tinggi dan kebijaksanaan fiskal yang kondusif, tingkat pajak (keuntungan usaha, bea masuk, pertambahan nilai) yang rendah, dan biaya energi (listrik dan BBM) yang murah, kemudian perijinan dan birokrasi cenderung berdampak positif


(38)

bagi kegiatan investasi. Sebaliknya yang terjadi terhadap investasi adalah negatif jika pelaksnaan kebijakan pemerintah bersifat tidak baik terhadap sektor moneter, fiskal dan sektor lainnya.

Keuntungan yang diperoleh perusahaan juga akan mempengaruhi besar kecilnya investasi yang dilakukan. Dengan keuntungan yang besar, potensi untuk melakukan investasi meningkat baik dengan dana sendiri maupun melalui hutang (kredit atau penjualan obligasi) atau penjualan saham perusahaan. Keuntungan usaha ini terkait dengan fluktuasi kegiatan ekonomi, dalam kondisi kegiatan yang meningkat, keuntungan usaha menigkat dan kegiatan ekonomi juga meningkat, dalam kondisi resesi atau depresi, keuntungan usaha turun investasi juga turun.

Infrakstruktur juga merupakan faktor yang ikut mendorong iklim investasi yang kondusif seperti keadaan jalan yang baik, tersedianya pelabuhan yang memadai, tersedianya sumber energi yang dibutuhkan oleh perusahaan, tersedianya fasilitas transportasi, telekomunikasi akan membantu kegiatan investasi. Pengeluaran pemerintah (pusat dan daerah) untuk infrakstruktur ini akan dapat meningkatkan kegiatan investasi.

2.2 Suku Bunga

2.2.1 Pengertian suku Bunga

Suku bunga adalah harga yang dibayar “ peminjam” (debitur) kepada pihak yang meminjamkan (kreditur) untuk pemakaian sumber daya selama interval waktu tertentu. Jumlah pinjaman yang diberikan disebut prinsipal dan harga yang dibayar


(39)

biasanya diekspresikan sebagai persentase dari prinsipal per unit waktu (umumnya setahun).

Sunariyah (2004) mengatakan bahwa tingkat bunga yang dibayarkan sebagai persentase uang pokok perunit waktu. Bunga merupakan suatu ukuran harga sumber daya yang digunakan debitur yang dibayarkan kepada kreditur. Unit waktu biasanya dinyatakan dalam satuan tahun (satu tahun investasi) atau bisa lebih pendek dari satu tahun. Uang pokok berarti jumlah uang yang diterima kreditur kepada debitur.

Bagi dunia perbankan, suku bunga dapat diartikan sebagai harga yang harus dikeluarkan bank pada nasabah yang menyimpan dananya di bank, dan disisi lain dapat diartikan sebagai harga yang dibayar nasabah kepada bank atas dana yang telah dipinjamkan (nasabah yang memperoleh pinjaman).

2.2.2 Fungsi Tingkat Bunga

Tingkat suku bunga terbentuk dipasar sebagai akibat interaksi kekuatan pasar uang dan modal. Sunariyah (2004) menguraikan fungsi-fungsi tingkat bunga pada suatu perekonomian negara, yaitu:

1. Sebagai daya tarik bagi penabung baik individu, institusi atau lembaga yang mempunyai dana lebih untuk di investasikan.

2. Tingkat bunga dapat digunakan sebagai alat kontrol bagi pemerintah terhadap dana langsung atau investsi pada sektor-sektor ekonomi.


(40)

3. Tingkat bunga dapat digunakan sebagai alat moneter dalam rangka mengendalikan penawaran dan permintaan uang yang beredar dalam suatu perekonomian.

4. Pemerintah dapat memanipulasi tingkat bunga untuk meningkatkan produksi, sebagai akibatnya tingkat bunga dapat digunakan untuk megontrol tingkat inflasi.

2.2.3 Jenis-Jenis Suku Bunga

Dalam realitas sehari-hari terdapat berbagai jenis suku bunga.

Jenis- jenis suku bunga ini dapat dikelompokkan menjadi empat jenis suku bunga, yaitu:

1. Suku Bunga Dasar (Bank Rate), yaitu tingkat suku bunga yang ditentukan oleh bank sentral atau kredit yang diberikan oleh perbankan dan tingkat suku bunga yang ditetapkan oleh bank sentral untuk mendiskontokan surat-surat berharga yang ditarik atau diambil oleh bank sentral. Dengan perhitungan tingkat suku bunga ini juga dipakai oleh bank komersil untuk menghitung suku bunga kredit yang dikenakan kepada nasabahnya.

2. Suku Bunga Efektif (Effective Rate), yaitu tingkat suku bunga yang atas harga beli suatu obligasi. Semakin rendah harga pembelian suatu obligasi dengn tingkat bunga nasional tertentu, maka semakin tinggi tingkat bunga efektifnya dan sebaliknya. Jadi, ada hubungan terbalik antara harga yang dibayarkan untuk obligasi dengan tingkat bunga efektifnya.


(41)

3. Suku Bunga Nominal (Nominal Rate), yaitu tingkat suku bunga yang dibiarkan tanpa dilakukan penyesuian terhadap akibat-akibat inflasi

4. Suku Bunga Pedoman (Equivalent Rate), yaitu tingkat suku bunga yang besarnya dihitung setiap hari (harga harian), setiap minggu (harga mingguan), setiap tahun (harga tahunan), untuk sejumlah pinjaman atau investasi secara jangka waktu tertentu, yang apabila dihitung secara anuitas (bunga berbunga) akan menawarkan penghasilan bunga dalam jumlah yang sama.

Berdasarkan kegiatan bank dalam menghimpun dan menyalurkan dana dari masyarakat (dalam hubungan dengan nasabah), maka suku bunga dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu:

1. Bunga Simpanan, yaitu bunga yang diberikan sebagai rangsangan atas balas jasa bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank yang merupakan harga yang harus dibayar bank kepada nasabahnya.

Contohnya: Giro, bunga tabungan dan bunga deposito.

2. Bunga Pinjaman, Yaitu bunga atau harga yang diberikan oleh nasabah (pinjaman) kepada bank atas dana pinjaman yang diberikan kepadanya.

2.2.4 Teori Suku Bunga

1.Teori Klasik

Bunga adalah “harga” dari pengunaan loanable funds, terjemahan langsung dari istilah tersebut adalah dana yang tersedia untuk “dipinjamkan”, atau disebut “dana investasi” sebab menurut teori klasik bunga adalah harga-harga yang terjadi di “pasar” dana investasi.


(42)

Dalam suatu periode ada anggota masyarakat yang menerima pendapatan melebihi apa yang mereka perlukan untuk konsumsinya selama periode tersebut. Mereka ini adalah kelompok “penabung”. Bersama-sama jumlah seluruh tabungan mereka membentuk suplai/ penawaran akan loanable funds. Dilain pihak, dalam periode yang sama ada anggota masyarakat yang membutuhkan dana, mungkin mereka ingin berkonsumsi lebih dari pendapatan yang diterima selama periode tertentu. Dengan kata lain, mereka digolongkan pengusaha yang membutuhkan dana untuk operasi perluasan usahanya. Mereka ini adalah investor. Jumlah dari seluruh kebutuhan mereka akan dana membentuk permintaan akan loanable funds selanjutnya para penabung dan para investor ini akan bertemu dipasar loanable funds, dan dari proses tawar-menawar antara mereka akhirnya akan dihasilkan kesepakatan/ keseimbangan. Terjadinya tingkat bunga keseimbangan dipasar dan investasi loanable funds dalam suatu periode dapat dijelaskan dengan gambar berikut:


(43)

Tingkat Bunga

Dana Investasi

(Loanable Funds)

Gambar 2.3

Teori Klasik Tentang Tingkat Bunga

Keseimbangan tingkat bunga ada pada titik Io, dimana jumlah tabungan sama dengan investsi. Apabila tingkat bunga Io, jumlah tabungan melebihi keinginan pengusaha untuk melakukan investasi. Para penabung akan saling bersaing untuk meminjam dananya dan persaingan ini akan menekan tingkat bunga turun balik ke posisi Io. Sebaliknya, apabila tingkat bunga io para pengusaha akan bersaing memperoleh dana yang relatif lebih kecil. Persaingan ini akan mendorong tingkat bunga naik lagi ke io.

2. Teori Keynes

Menurut Keynes, tingkat bunga merupakan suatu fenomena moneter yang artinya tingkat bunga ditentukan oleh permintaan dan penawaran akan uang (ditentukan dalam pasar uang). Uang akan mempengaruhi kegiatan ekonomi (GNP)

S

I1

I0

S0 S1

i1


(44)

sepanjang uang itu mempengaruhi tingkat bunga. Perubahan tingkat bunga selanjutnya akan mempengaruhi keinginan untuk mengadakan investasi, dengan demikian akan mempengaruhi GNP (gross national product). Sedangkan menurut kaum klasik, uang hanyalah mempengruhi harga barang (teori kuantitas uang).

Dalam hal ini ada tiga motif mengapa orang mnghendaki memegang uang tunai, yaitu meliput i:

• Motif Transaksi

Keynes tetap menerima pendapat golongan cambridgo bahwa orang memegang uang tunai guna memenuhi dan melancarkan transaksi yang dilakukan dan permintaan masyarakat untuk tujuan ini dipengaruhi oleh pendapatan nasional, semakin besar volume transaksi dan semakin besar pula kebutuhan uang untuk memenuhi transaksi.

• Motif Berjaga-Jaga

Keynes membedakan permintaan akan uang untuk tujuan melakukan pembayaran-pembayaran tidak reguler, atau yng diluar rencana transaksi normal. Misalnya untuk pembayaran keadaan- keadaan darurat seperti kecelakaan, sakit dan pembayaran yang tidak terduga tersebut, karena sifat uang yang likuid, yaitu mudah ditukarkan dengan barang lain.

• Motif Spekulasi

Sesuia dengan namanya, motif dari memegang uang ini adalah terutama untuk memperoleh keuntungan yang bias diperoleh dari seandainya pemegang uang tersebut meramal apa yang terjadi diwaktu yang datang dengan betul. Teori


(45)

Keynes khususnya menekankan adanya hubungan langsung antara kasediaan untuk tujuan spekulasi. Permintaan besar apabila tingkat bunga rendah, dan apabila tingkat bunga tinggi permintaan kecil, orang perlu memegang uang tunai dan karena kegiatan spekulasi tersebut mendapatkan keuntungan, maka orang akan bersedia membayar harga tertentu untuk memegang uang tunai. Permintaan akan uang menurut Keynes disebut dengan “Liquidity

Preference”. Harga tergantung dari tingkat bunga. Sumbu horizontal mengukur jumlah dan permintaan uang dengan sumbu vertikal untuk tingkat bunga.

Tabungan (%)

Jumlah uang

(Liquidity Preference)

Jumlah Uang dan Permintaan Uang

Gambar 2.4

Teory Keynes Tentang Tingkat Bunga

Permintaan akan uang memiliki hubungan negatif dengan tingkat bunga Keynes mengatakan bahwa masyarakat mempunyai keyakinan adanya tingkat bunga yang normal. Apabila tingkat bunga turun dibawah tingkat bunga normal, makin banyak orang yakin bahwa tingkat bunga akan naik di waktu


(46)

yang akan datang. Jika mereka memegang surat berharga di waktu suku bunga naik, maka harganya akan turun dan mereka akan menderita kerugian (capital loss). Mereka akan menghindari kerugian ini dengan mengurangi surat berharga yang dipegangnya dengan sendirinya menambah uang kas yang dipegangnya pada waktu tingkat bunga naik. Hubungan permintaan negatif dengan tingkat bunga juga berkaitan dengan ongkos memegang uang kas (opportunity cost holding money). Makin tinggi tingkat bunga, makin tinggi pula ongkos memegang uang kas (dalam bentuk tingkat bunga yang tidak diperoleh karena kekayaan diwujudkan dalam bentuk uang kas). Sehingga keinginan memegang uang kas juga menurun, sebaliknya jika tingkat bunga turun berarti ongkos memegang uang kas juga makin rendah sehingga permintaan uang kas juga naik.

3. Teori Paritas Tingkat Bunga.

Teori paritas tingkat bunga adalah salah satu teori yang penting mengenai penentuan tingkat bunga dalam sistem devisa bebas, yaitu apabila penduduk masing-masing negara bebas memperjual belikan devisa.

Teori ini pada dasarnya menyatakan bahwa “ dalam sistem devisa bebas tingkat bunga di negara yang satu akan cenderung sama dengan tingkat bunga di negara lain, setelah diperhitungkan perkiraan mengenai laju depresiasi mata uang satu negara dengan negara lain.

Secara aljabar dirumuskan sebagai berikut: Rn = Rf +E *


(47)

Rn = Tingkat bunga nominal didalam negeri Rf = Tingkat bunga nominal diluar negeri

E* = Laju depresiasi mata uang dalam negeri terhadap mata uang asing yang diperkirakan akan terjadi

Dalam analisa diasumsikan bahwa tingkat bunga dalam perekonomian terbuka kecil sama dengan tingkat bunga dunia (Rn = Rf ). Namun demikian, karena beberapa alasan tingkat bunga berbeda diseluruh dunia. Ketika diasumsikan tingkat bunga dalam perekonomian kecil ditentukan oleh tingkat bunga dunia. Jika tingkat suku bunga domestik berada diatas tingkat bunga dunia, penduduk domestik akan memberikan pinjaman ke luar negeri untuk mendapatkan pengembalian yang lebih tinggi yang mendorong tingkat bunga domestik naik akhirnya tingkat bunga domestik akan sama dengan tingkat bunga dunia.

Perlu dicatat bahwa dalam praktek dan biaya transaksi untuk memindahkan dana dari dalam negeri. Oleh sebab itu, teori paritas tingkat bunga ini lebih tepat jika berbunyi bahwa tingkat bunga antara dua negara cenderung sama, setelah dikoreksi dengan laju depresiasi yang diperkirakan dari mata uang yang satu terhadap mata uang negara lain dan biaya transaksi tersebut sangat rendah, tetapi dalam sistem devisa yang kurang bebas, biaya tersebut lebih tinggi. Oleh karena itu dalam sistem devisa yang tidak bebas, ada kemungkinan tingkat bunga didalam negeri sangat berbeda dengan tingkat bunga diluar negeri, meskipun telah dikoreksi dengan laju depresiasi yang diperkirakan.


(48)

2.2.5 Suku Bunga Sertifikat Bang Indonesia (SBI) 1. Pengertian Suku Bunga SBI

Sertifikat Bank Indonesia (SBI) pada prinsipnya adalah surat berharga atas unjuk dalam Rupiah yang oleh Bank Sentral sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek dan dapat diperjual-belikan dengan sistem diskonto. Sertifikat Bank Indonesia pertamakali diterbitkan pada tahun 1970 dengan sasaran utama untuk menciptakan pasar uang yang hanya diperdagangkan antar bank-bank manerbitkan sertifikat deposito pada tahun 1972, dengan terlebih dahulu memperoleh izin dari Bank Indonesia. SBI tidak lagi diterbitkan karena sertifikat deposito dianggap akan menggantikan SBI. Oleh karena itu, SBI sebenarnya hanya sempat beredar kurang lebih satu tahu. Namun sejalan dengan berubahnya pendekatan kebijakan moneter, maka Bank Indonesia kembali menerbitkan SBI sebagai instrumen kebijakan moneter operasi pasar terbuka terutama untuk krontraksi moneter.

Selain sebagai piranti operasi pasar terbuka, penggunaan SBI pada dasarnya sama dengan penggunaan Treesury Bills (T.Bills) dipasar uang Amerika Serikat. Melalui penggunaan SBI tersebut, Bank Indonesia dapat secara tidak langsung mempengaruhi tingkat suku bunga dipasar uang dengan cara mengumumkan Stop Out Rate (SOR). SOR adalah tingkat suku bunga yang diterima Bank Indonesia atas penawaran tingkat suku bunga dari peserta lelang. Selanjutnya SOR tersebut akan dapat dipakai sebagai indikator bagi tingkat suku bunga transaksi dipasar uang pada umumnya.


(49)

Adapun dasar hukum penerbitan Sertifikat Bank Indonesia adalah surat keputusan direksi Bank Indonesia NO. 31/67/KEP/DIR tanggal 23 Juli 1998 tentang penerbitan dan perdagangan SBI serta intervensi Rupiah

3. Pihak Yang Berhak Memiliki SBI

Sejalan dengan ide pasar penerbitan SBI sebagai salah satu piranti operasi pasar terbuka, penjualan SBI diprioritaskan pada lembaga perbankan. Tetapi tidak tertutup kemungkinan masyarakat baik perorangan maupun perusahaan untuk dapat membeli SBI. Pembelian SBI oleh masyarakat tidak dapat dilakukan secara langsung kepada bank Indonesia, melainkan harus melalui bank umum serta pialang pasar uang dan pialang pasar modal yanh ditunjuk Bank Indonesia. Proses pembelian SBI dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.5 Proses Pembelian SBI

Pialang Pasar Uang/Modal

Bank

Bank Indonesia Perusahaan/


(50)

4. Karakteristik SBI

a.Pembelian SBI didasarkan pada nilai tunai yang diperoleh dari rumus berikut: Nilai Nominal x 360

360 + (tingkat diskonto + jangka waktu)

b.Pembelian SBI memperoleh hasil berupa diskonto yang dibayar dimuka. c.Pajak penghasilan (pph) atas diskonto dikenakan secara final sebesar 15%.

d.Jangka waktu minimal 12 bulan dan sementara waktu hanya diterbitkan untuk jangka waktu 1dan 3 bulan.

e.Pembelian SBI oleh masyarakat minimal Rp 100 juta dan selebihnya kelipatan Rp 50 juta.

5.Tata Cara Penjualan SBI

a.Penjualan SBI dilakukan melalui lelang.

b.Jumlah SBI yang akan dilelang diumumkan setiap hari Selasa.

c.Lelang SBI dilakukan setiap hari Rabu dan dapat diikuti oleh seluruh bank umum, pialang pasar uang dan pialang pasar modal dengan penyelesian transaksi hari Kamis.

d.Dalam pelakasanaan lelang SBI, masing-masing peserta mengajukan penawaran tingkat diskonto yang terendah sampai dengan jumlah SBI lelang yang diumumkan tercapai.

e.Untuk menjaga keamanan dari kehilangan serta penghindaran pemalsuan, maka pihak pembeli SBI memperoleh Bilyet Depot simpanan sebagai bukti


(51)

atas penyimpanan fisik warkat SBI pada Bank Indonesia tanpa pungutan biaya simpanan.

2.3 PDRB Perkapita

PDRB perkapita dapat digunakan sebagai gambaran rata-rata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk sebagai hasil dari seluruh produksi sektor-sektor ekonomi disuatu wilayah. PDRB perkapita diperoleh dengan cara membagi total nilai PDRB atas dasar harga berlaku dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat secara langsung meningkatakan PDRB perkapita bila pertumbuhan penduduknya terkendali. Oleh karena itu perlu pengendalian pertumbuhan penduduk sedemikian rupa agar PDRB perkapita meningkat (Sumber: BPS provinsi Sumut).

PDRB perkapita merupakan gambaran dari rata-rata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk selama satu tahun disuatu wilayah atau daerah. Walaupun ukuran ini tidak selalu dapat digunakan secara langsung sebagai ukuran tingkat pemerataan pendapatan. Adanya peningkatan perekonomian dengan melambatnya perkembangan pertumbuhan penduduk, akan mengakibatkan terjadinya peningkatan pendapatan perkapita. Pada umumnya untuk mengetahui laju pembangunan ekonomi suatu negara dan perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakatnya, perlu diketahui tingkat pertambahan pendapatan nasional dan besarnya pendapatan perkapita. Pendapatan perkapita yang merupakan salah satu prestasi ekonomi sangat erat kaitannya dengan pertambahan penduduk. Sehingga apabila pertambahan pendapatan lebih besar daripada pertambahan penduduk maka


(52)

tingkat pendapatan perkapita penduduk meningkat, sebaliknya apabila pertambahan pendapatan nasional lebih kecil dari pertambahan penduduk maka pendapatan perkapita mengalami penurunan.

Karena tujuan utama dari pembangunan ekonomi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan ini umumnya diukur dengan pendapatan rata-rata perkapita, maka distribusi PDB nasional menurut provinsi menjadi indikator yang tidak berarti dalam mengukur ketimpangan dalam pembangunan ekonomi regional, jika tidak dikombinasikan dengan tingkat PDRB rata-rata perkapita. Menurut laporan BPS sumut tahun 2005, jika PDRB perkapita diatas dua juta rupiah dianggap rendah, dan pertumbuhan PDRB perkapita tinggi jika diatas 3% (dibandingkan tahun sebelumnya), dan rendah jika kurang dari 3%. PDRB perkapita adalah jumlah seluruh nilai tambah dan produk yang dihasilkan berbagai sektor yang melakukan kegiatan usahanya disuatu tempat tanpa memperhatikan kepimilikan atas faktor produksi yang dipakai.

Yang dimaksudkan dengan nilai tambah adalah nilai produktif (output) dikurangi dengan biaya antara (input). PDRB perkapita suatu wilayah baru dapat dikatakan sebagai pendapatan perkapita apabila seluruh nilai tambah bruto (NTB) dari seluruh kegiatan ekonomi di daerah benar-benar seluruhnya dinikmati oleh masyarakat wilayah tersebut, atau dengan kata lain bahwa seluruh nilai tambah bruto yang dihasilkan oleh seluruh sektor-sektor ekonomi disuatu wilayah yang dibawa keluar dari wilayah tersebut, sama besarnya dengan nilai tambah bruto sektor ekonomi di wilayah lain, yang dibawa masuk penduduk wilayah tersebut kedalam wilayahnya. Dalam menentukan PDRB perkapita dimana nilai tambah bruto setiap


(53)

sektor ekonomi yang dinikmati oleh penduduk daerah tersebut sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk. Jika pertumbuhan penduduk dapat dikendalikan sedemikian rupa maka PDRB perkapita dapat ditingkatakan.

2.4 Ketenagakerjaan

2.4.1 Pengertian ketenagakerjaan

Berdasarkan publikasi ILO (International Labour Organization), penduduk dapat dikelompokkan menjadi tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Tenaga kerja dikatakan juga sebagai penduduk usia kerja, yaitu penduduk usia 15 tahun atau lebih, seiring dengan program wajib belajar 9 tahun. Selanjutnya, tenaga kerja dibedakan menjadi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja (penduduk yang sebagian besar kegiatannya adalah bersekolah, mengurus rumah tangga, atau kegiatan lainnya selain bekerja). Angkatan kerja dibedakan lagi ke dalam dua kelompok, yaitu penduduk yang bekerja (sering disebut pekerja) dan penduduk yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan.


(54)

Gambar 2.6

Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Ketenagakerjaan (ILO)

Dengan demikian, angkatan kerja merupakan bagian penduduk yang sedang bekerja dan siap masuk pasar kerja, atau dapat dikatakan sebagai pekerja dan meru-pakan potensi penduduk yang akan masuk pasar kerja. Angka yang sering digunakan untuk menyatakan jumlah angkatan kerja adalah TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja), yang merupakan rasio antara angkatan kerja dan tenaga kerja.

Secara umum, tenaga kerja (manpower) didefenisikan sebagai penduduk yang berada pada usia kerja (15-64 tahun) atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga mereka, dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut.

Menurut UU No. 25 Tahun 1997 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Ketenagakerjaan disebutkan bahwa: “Tenaga kerja adalah setiap orang laki-laki atau

PENDUDUK

TENAGA KERJA BUKAN

TENAGA KERJA

ANGKATAN KERJA

BUKAN ANGKATAN KERJA

BEKERJA TIDAK BEKERJA DAN MENCARI


(55)

perempuan yang sedang mencari pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

2.4.2 Teori Tentang Tenaga Kerja

Salah satu masalah yang biasa muncul dalam bidang angkatan kerja adalah ketidakseimbangan akan permintaan tenaga kerja (demand for labor) dan penawaran tenaga kerja (supply of labor), pada suatu tingkat upah (Kusumosuwidho dalam Subri, 2006:56). Keseimbangan tersebut dapat berupa lebih besarnya penawaran dibanding permintaan terhadap tenaga kerja (excess supply of labor) atau lebih besarnya permintaan dibanding penawaran tenaga kerja (excess demand for labor).

W

We

0 Ne N

D E

Gambar 2.7

Kurva Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja


(56)

Keterangan gambar:

SL = Penawaran tenaga kerja (supply of labor) DL = Permintaan tenaga kerja (demand for labor) W = Upah (wage)

L = Jumlah tenaga kerja (labor) Penjelasan gambar:

(1).Jumlah orang yang menawarkan tenaganya untuk bekerja adalah sama dengan jumlah tenaga kerja yang diminta, yaitu masing-masing sebesar Le pada tingkat upah keseimbangan We. Dengan demikian, Titik keseimbangan adalah titik E. Pada tingkat upah keseimbangan We, semua orang yang ingin bekerja telah dapat bekerja. Berarti tidak orang yang menganggur. Secara ideal keadaan ini disebut full employment pada tingkat upah We.

(2).Pada gambar kedua, terlihat adanya excess supply of labor. Pada tingkat upah W1, penawaran tenaga kerja (SL) lebih besar daripada permintaan tenaga kerja (DL). W

W1

0

SL

DL

N1 N2

Excess Supply

N

W

W1

0 N1 N2

SL

DL Excess

Demand

Gambar 2.8

Kurva Ketidakseimbangan Pasar Tenaga Kerja


(57)

Jumlah orang yang menawarkan dirinya untuk bekerja adalah sebanyak N2, sedangkan yang diminta hanya N1. Dengan demikian, ada orang yang menganggur pada tingkat upah W1 sebanyak N1N2.

(3).Pada gambar ketiga, terlihat adanya excess demand for labor. Pada tingkat upah W1, permintaan akan tenaga kerja (DL) lebih besar daripada penawaran tenaga kerja (SL). Jumlah orang yang menawarkan dirinya untuk bekerja pada tingkat upah W1 adalah sebanyak N1, sedangkan yang diminta adalah sebanyak N2.

Terdapat beberapa tokoh yang membahas mengenai tenaga kerja, diantaranya: a. Adam Smith (1729 – 1790)

Smith menganggap bahwa manusia merupakan faktor produksi utama yang menetukan kemakmuran suatu bangsa. Alasannya, alam (tanah) tidak ada artinya kalau tidak ada SDM yang mengolahnya, sehinngga bermanfaat bagi kehidupan.

Smith juga melihat bahwa alokasi SDM yang efektif adalah awal pertumbuhan ekonomi. Setelah ekonomi tumbuh, akumulasi modal baru mulai dibutuhkan untuk menjaga agar ekonomi tetap tumbuh. Dengan kata lain, alokasi SDM yang efektif merupakan syarat perlu (necessary condition) bagi pertumbuhan ekonomi.

b. Lewis (1959)

Lewis menyebutkan bahwa kelebihan pekerja bukan merupakan suatu masalah, melainkan suatu kesempatan. Kelebihan pekerja pada suatu sektor akan memberi andil terhadap pertumbuhan produksi dan penyediaan kerja di


(58)

sektor lain. Ada dua struktur di dalam perekonomian, yaitu subsisten terbelakang dan kapitalis modern. Pada sektor subsisten terbelakang, tidak hanya terdiri dari sektor pertanian, tetapi juga sektor informal seperti pedagang kaki lima dan pengecer koran. Pekerja di sektor subsisten terbelakang mayoritas berada di wilayah pedesaan. Sektor subsisten terbelakang memiliki kelebihan penawaran pekerja dan tingkat upah yang relatif lebih rendah daripada sektor kapitalis modern. Lebih rendahnya upah pekerja di pedesaan akan mendorong pengusaha di wilayah perkotaan untuk merekrut pekerja dari pedesaan dalam pengembangan industri modern perkotaan. Selama berlangsungnya proses industrialisasi, kelebihan penawaran pekerja di sektor subsisten terbelakang akan diserap.

Bersamaan dengan terserapnya kelebihan pekerja di sektor industri modern, maka pada suatu saat tingkat upah di pedesaan akan meningkat. Selanjutnya peningkatan upah ini akan mengurangi ketimpangan tingkat pendapatan antara perkotaan dan pedesaan.

Dengan demikian menurut Lewis, adanya kelebihan penawaran pekerja tidak memberikan masalah pada pembangunan ekonomi. Sebaliknya kelebihan pekerja justru merupakan modal untuk mengakumulasi pendapatan, dengan asumsi bahwa perpindahan pekerja dari sektor subsisten terbelakang ke sektor kapitalis modern berjalan lancar dan perpindahan tersebut tidak akan pernah menjadi “terlalu banyak”.


(59)

Teori Fei-Ranis berkaitan dengan negara berkembang yang mempunyai ciri-ciri kelebihan buruh, sumber daya alamnya belum dapat diolah, sebagian besar penduduknya bergerak di sektor pertanian, banyak pengangguran, dan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi.

Menurut Fei-Ranis, ada tiga tahap pembangunan ekonomi dalam kondisi kelebihan buruh yakni:

1) Para penganggur semu (yang tidak menambah produksi pertanian) dialihkan ke sektor industri dengan upah institusional yang sama. 2) Tahap di mana pekerja pertanian menambah produksi, tetapi

memproduksi lebih kecil dari upah institusional yang mereka peroleh, dialihkan pula ke sektor industri.

3) Tahap ini ditandai dengan awal pertumbuhan swasembada pada saat buruh pertanian menghasilkan produksi lebih besar daripada perolehan upah institusional. Dan dalam hal ini, kelebihan pekerja terserap ke sektor jasa dan industri yang terus-menerus sejalan dengan pertambahan produksi dan perluasan usahanya.

2.4.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Tenaga Kerja

a. Tingkat Upah

Tingkat upah akan mempengaruhi tinggi rendahnya biaya produksi perusahaan. Kenaikan tingkat upah akan mengakibatkan kenaikan biaya produksi, yang selanjutnya akan meningkatkan harga per unit produk yang


(60)

dihasilkan. Apabila harga per unit produk yang dijual ke konsumen naik, reaksi yang biasanya timbul adalah mengurangi pembelian atau bahkan tidak lagi membeli produk tersebut. Kondisi ini memaksa produsen untuk mengurangi jumlah produk yang dihasilkan, yang selanjutnya juga dapat mengurangi akibat perubahan skala produksi disebut efek skala produksi (scale effect).

Suatu kenaikan upah dengan asumsi harga barang-barang modal yang lain tetap, maka pengusaha mempunyai kecenderungan untuk menggantikan tenaga kerja dengan mesin. Penurunan jumlah tenaga kerja akibat adanya penggantian dengan mesin disebut efek substitusi (substitution effect).

b. Teknologi

Penggunaan teknologi dalam perusahaan akan mempengaruhi berapa jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Kecanggihan teknologi saja belum tentu mengakibatkan penurunan jumlah tenaga kerja. Karena dapat terjadi kecanggihan teknologi akan menyebabkan hasil produksi yang lebih baik, namun kemampuannya dalam menghasilkan produk dalam kuantitas yang sama atau relatif sama. Yang lebih berpengaruh dalam menentukan permintaan tenaga kerja adalah kemampuan mesin untuk menghasilkan produk dalam kuantitas yang jauh lebih besar dari pada kemampuan manusia. Misalnya, mesin huller (penggilingan padi) akan mempengaruhi permintaan tenaga kerja untuk menumbuk padi.


(61)

c. Produktivitas tenaga kerja

Berapa jumlah tenaga kerja yang diminta dapat ditentukan oleh berapa tingkat produktivitas dari tenaga kerja itu sendiri. Apabila untuk menyelesaikan suatu proyek tertentu dibutuhkan 30 karyawan dengan produktivitas standar yang bekerja selama 6 bulan. Namun dengan karyawan yang produktivitasnya melebihi standar, proyek tersebut dapat diselesaikan oleh 20 karyawan dengan waktu 6 bulan.

Arsyad Anwar (dalam Kasnawi, 1999:3) mengemukakan bahwa produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh enam hal, yaitu perkembangan barang modal per pekerja, perbaikan tingkat keterampilan, pendidikan, dan kesehatan pekerja, meningkatkan skala usaha, perpindahan pekerja antar jenis kegiatan, perubahan komposisi output dari tiap sektor atau subsektor, serta perubahan teknik produksi. Di lain pihak, Basri (dalam Kasnawi, 1999:3) mengemukakan bahwa tinggi rendahnya produktivitas tenaga kerja juga dipengaruhi oleh pemanfaatan kapasitas dari berbagai sektor. Produktivitas tenaga kerja rendah karena pemanfaatan kapasitas produksi rendah.

d. Kualitas Tenaga Kerja

Pembahasan mengenai kualitas ini berhubungan erat dengan pembahasan mengenai produktivitas. Karena dengan tenaga kerja yang berkualitas akan menyebabkan produktivitasnya meningkat. Kualitas


(62)

tenaga kerja ini tercermin dari tingkat pendidikan, keterampilan, pengalaman, dan kematangan tenaga kerja dalam bekerja.

e. Fasilitas Modal

Dalam prakteknya faktor-faktor produksi, baik sumber daya manusia maupun yang bukan sumber daya manusia, seperti modal tidak dapat dipisahkan dalam menghasilkan barang atau jasa. Pada suatu industri, dengan asumsi faktor-faktor produksi yang lain konstan, maka semakin besar modal yang ditanamkan akan semakin besar permintaan tenaga kerja. Misalnya, dalam suatu industri rokok, dengan asumsi faktor-faktor lain konstan, maka apabila perusahaan menambah modalnya, maka jumlah tenaga keja yang diminta juga bertambah.


(63)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian.

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah investasi dalam negeri Sumatera Utara, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu suku bunga, PDRB perkapita, dan angkatan kerja periode 1985-2006.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang bersifat time series

dengan kurun waktu 1985-2006. Sumber data berasal dari Badan Pusat statistik (BPS) Sumatera Utara, Bank Indonesia (BI) cabang Medan serta sumber-sumber lain yang berhubungan dengan penelitian.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan

metode tidak langsung (indirect method), yakni dengan menggunakan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan melakukan pencatatan


(64)

langsung dari berbagai bahan kepustakaan seperti tulisan ilmiah, jurnal, artikel, laporan, dan sebagainya.

3.4 Pengolahan Data

Untuk mengolah data penelitian digunakan program komputer E-Views 4.1

dalam penulisan skripsi ini.

3.5 Model Analisis Data

Dalam menganalisis pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat,

digunakan alat analisis ekonometrika yaitu meregresikan variabel-variabel yang ada dengan metode OLS (Ordinary Least Square) atau Metode kuadrat Terkecil Biasa.

Pengaruh suku bunga, PDRB, dan angkatan kerja terhadap investasi dalam negeri Sumatera Utara dinyatakan dalam fungsi berikut:

Y = f(X1,X2,X3)……….(1) Dengan spesifikasi model sebagai berikut:

Y= α + β1X1+ β2X2 + β3X3 + µ……….(2) Dimana:

Y = Investasi dalam negeri Sumatera Utara (Miliar Rupiah)

α = Konstanta

β1,β2,β3 = Koefisien regresi

X1 = Suku bunga (%)

X2 = PDRB perkapita (juta rupiah) X3 = Angkatan kerja (ribu jiwa)


(65)

µ = Term of error

Bentuk hipotesisnya sebagai berikut:

0 1

< ∂∂X

Y

Terdapat hubungan negatif antara variabel X1 terhadap variabel Y, ceteris paribus.

0 2

> ∂∂X

Y

Terdapat hubungan positif antara variabel X2 terhadap variabel Y, ceteris paribus

0 2

> ∂∂X

Y

Terdapat hubungan positif antara varibel X3 terhadap variabel Y,ceteris paribus

3.6 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit) 3.6.1 Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi dilakukan untuk melihat seberapa besar variasi variabel-variabel independen secara bersama-sama mampu memberi penjelasan mengenai variasi variabel dependen. Nilai R2 digunakan antara 0 sampai 1 (0<R2<1).

3.6.2 T-test (Uji Parsial)

Uji parsial diperlukan untuk mengetahui apakah hubungan antara variabel independen secara individu dan variabel dependen signifikan atau tidak dengan menganggap variabel lainnya konstan.


(66)

t-hitung = Sbi b bi ) ( − Keterangan :

bi = Koefisien variabel independen ke-i b = Nilai hipotesis nol

Sbi = Simpangan baku dari variabel independen ke-i Hipotesis :

H0 : β = 0 Ha : β ≠ 0

Kriteria Pengambilan Keputusan:

H0 diterima apabila t-hitung >t-tabel Ha diterima apabila t-hitung < t-tabel

3.6.3 F-Statistik (Uji Serempak)

F-statistik (Uji Serempak) diperlukan untuk mengetahui hubungan antara seluruh variabel independen secara serempak (bersama-sama) terhadap variabel dependen.

Rumus T-test :

k n R k R hitung F − − − = − / ) 1 ( 1 / 2 2 Keterangan :

k = jumlah variabel + intercept R = residual


(67)

Hipotesis :

H0 : β12=0

Ha : β1≠β2 ≠0

Kriteria Pengambilan Keputusan:

H0 diterima apabila F-hitung < F-tabel Ha diterima apabila F-hitung > F-tabel

3.7 Uji Asumsi Klasik 3.7.1 Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah suatu fenomena yang terjadi pada model regresi jika dua atau lebih variabel independen cenderung berubah dengan pola yang sama. Variabel-varabel tersebut biasanya punya hubungan yang sangat erat dan tidak mungkin dianalisis secara terpisah pengaruhnya terhadap variabel dependen.

Ada tidaknya multikolinearitas dapat ditandai dengan : a. Standar error tidak terhingga

b. R2 sangat tinggi akan tetapi t-statistik berubah tanda dan tidak signifikan c. Tidak ada satupun t-statistik yang signifikan pada α = 10%, α = 5%, α = 1%.

Pengaruh multikolineritas terhadap nilai taksiran :

a. Nilai-nilai koefisien tidak mencerminkan nilai yang benar.

b. Karena standar errornya tinggi maka kesimpulan tidak dapat diambil melalui t-test.


(1)

Sukirno, Sadono.1998. Makro Ekonomi Modern. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada.

______________. 2000. Pengantar Teori Mikro Ekonomi. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada.

Sunariyah. 2004. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal Edisi Keempat.

Yogyakarta: UPP-AMP YKPN.

Suroto, 1992. Strategi Pembangunan dan Perencanaan Kesempatan Kerja.

Jogjakarta: Gadjahmada University Press.

Waluyo, Eko Dwi. 2001. Teori Ekonomi Makro. Malang: Penerbit Universitas

Muhammadiyah Malang.

Widjaya, I, G, Rai. Cetakan Kedua 2005. Penanaman Modal Pedoman Prosedur

Mendirikan dan Menjalankan Perusahaan Dalam Rangka PMA dan PMDN.

Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada.

Wirartha, I Made. 2006. Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi. Yogyakarta:

Penerbit Andi.


(2)

Lampiran 1: Data Statistik Investasi Dalam Negeri Sumatera Utara (Y), Suku

Bunga (X

1

), PDRB Perkapita Atas Dasar Harga Berlaku

Sumatera Utara (X

2

), Angkatan kerja Sumatera Utara (X

3

).

Tahun

PMDN

(miliar Rp)

Suku Bunga

(%)

PDRB Perkapita

(juta rupiah)

Angkatan Kerja

(ribu jiwa)

1985

2529970

12.7

518747

3463363

1986

2114043

13,98

529858

3776329

1987

7459538

11,54

647585

4034485

1988

5923532

15,3

783834

4316372

1989

1395819

11,64

905245

4120225

1990

2083952

17,87

1065400

4227146

1991

1369088

18,03

1167270

4181993

1992

1995158

13.79

1367830

4238257

1993

4490563

9,08

1698130

4332370

1994

6352119

11,59

1991420

4529657

1995

3501897

13,34

2229000

4766515

1996

2723739

12,26

2578530

4742950

1997

3084897

17,38

3076162

5023855

1998

3394913

37,84

4534124

5006265

1999

8048844

12,64

5476170

5058503

2000

8012005

14,31

5928518

5283268

2001

3554251

17,63

6741914

5206538

2002

3806400

13,12

7614797

5456903

2003

5972933

8,34

8672897

5459678

2004

5532121

7,29

9741566

5514170

2005

5462417

12.83

11106258

5803112

2006

5503431

9,75

12627396

5491696

Sumber : BI Cabang Medan, BPS Sumatera Utara


(3)

Lampiran 2 : Hasil Regresi Linear Berganda

Dependent Variable: PMDN Sumut Method: Least Squares

Date: 03/25/09 Time: 14:18 Sample: 1985 2006

Included observations: 22

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -1056.885 1704.720 -0.619975 0.5430

Suku Bunga X1 -60.99769 20.08164 -3.037485 0.0071 PDRB Perkapita X2 0.001663 0.000743 2.236229 0.0382 Angkatan Kerja X3 0.009784 0.004296 2.277354 0.0352 R-squared 0.881340 Mean dependent var 3394.414 Adjusted R-squared 0.861563 S.D. dependent var 1404.444 S.E. of regression 522.5529 Akaike info criterion 15.51830 Sum squared resid 4915108. Schwarz criterion 15.71667

Log likelihood -166.7012 F-statistic 44.56459


(4)

Lampiran 3 : Uji Multikolinearitas

Dependent Variable: Suku Bunga Method: Least Squares

Date: 03/25/09 Time: 16:52 Sample: 1985 2006

Included observations: 22

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 16.19269 10.13008 1.598477 0.1264

PDRB Perkapita -0.000289 0.000470 -0.614085 0.5464 Angkatan kerja -0.000154 0.002127 -0.072268 0.9431 R-squared 0.020502 Mean dependent var 14.15227 Adjusted R-squared -0.082603 S.D. dependent var 6.007088 S.E. of regression 6.250268 Akaike info criterion 6.629250 Sum squared resid 742.2513 Schwarz criterion 6.778028

Log likelihood -69.92175 F-statistic 0.198843

Durbin-Watson stat 1.659335 Prob(F-statistic) 0.821363


(5)

Dependent Variable: PDRB Perkapita Method: Least Squares

Date: 03/25/09 Time: 16:57 Sample: 1985 2006

Included observations: 22

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 3152.197 5163.834 0.610437 0.5488

Suku Bunga -67.41596 109.7827 -0.614085 0.5464 Angkatan Kerja 0.497396 1.021911 0.486731 0.6320 R-squared 0.032299 Mean dependent var 4549.955 Adjusted R-squared -0.069565 S.D. dependent var 2920.610 S.E. of regression 3020.488 Akaike info criterion 18.99035 Sum squared resid 1.73E+08 Schwarz criterion 19.13913

Log likelihood -205.8938 F-statistic 0.317077


(6)

Dependent Variable: Angkatan kerja Method: Least Squares

Date: 03/025/09 Time: 17:00 Sample: 1985 2006

Included observations: 22

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 4640.959 468.7958 9.899744 0.0000

Suku Bunga -1.787338 24.73211 -0.072268 0.9431 PDRB Perkapita 0.024759 0.050869 0.486731 0.6320 R-squared 0.013363 Mean dependent var 4728.318 Adjusted R-squared -0.090493 S.D. dependent var 645.3346 S.E. of regression 673.9014 Akaike info criterion 15.99017 Sum squared resid 8628720. Schwarz criterion 16.13895

Log likelihood -172.8919 F-statistic 0.128672

Durbin-Watson stat 0.118257 Prob(F-statistic) 0.880022