Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah (KURS) Dan Tingkat PDRB Perkapita Terhadap Ekspor Sumatera Utara

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR RUPIAH (KURS) DAN TINGKAT PDRB PERKAPITA TERHADAP EKSPOR SUMATERA UTARA

S K R I P S I

Diajukan Oleh :

ABDUL RAHMAN PASARIBU 050501078

Ekonomi Pembangunan

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi


(2)

ABSTRAK

The titled of this research is "Analysis influenced the currency exchange rate and value of Product Domestic Regional Bruto to Export of North Sumatera”. The research located in north Sumatera and use secunder data from years 1988 until 2007(20 years) the data is consist of value of exchange rate Rp/US$, the value of Product Domestic Regional Bruto of North Sumatera and Export of North Sumatera.

For analyzing the influence of exchange rate and the value Product Domestic Bruto to export North Sumatera is used OLS method. The source data comes from BPS-Statistic of Sumatera Utara Province, Bank Indonesia branch of Medan, and others sources reference that relate to this research. The data used in this research is time series data from 1988 to 2007, existing data processed by using computer program of E-Views 5.0.

The result of the research show that the echange rate and value product domestic bruto give a significance influence to Export north Sumatera .


(3)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah (Kurs) dan tingkat PDRB Terhadap Ekspor Sumatera Utara”. Ruang lingkup penelitian di lakukan di Sumatera Utara dengan menggunakan data sekunder dari tahun 1988 sampai dengan 2007(20tahun) data nilai tukar rupiah atas Dollar Amerika(Rp/US$), tingkat PDRB Sumatera Utara dan Data Ekspor Sumatera Utara.

Untuk menganalisis pengaruh nilai tukar rupiah dan tingkat PDRB terhadap Ekspor Sumatera Utara menggunakan metode OLS(Ordinary Least Square). Sumber data berasal dari Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, Bank Indonesia cabang Medan, dan sumber-sumber kepustakaan lain yang berhubungan dengan penelitian ini. Penelitian ini menggunakan data time series dari tahun 1988 sampai 2007 , penggolahan data dengan menggunakan program computer E-Views5.0.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah, dan tingkat PDRB memberikan pengaruh yang signifikan terhadap Ekspor di Sumatera Utara.


(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Rabbil’alamin tak terhingga Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala kesempatan, karunia, dan hidayah-Nya yang sangat berarti, sehingga Penulis bisa menyelesaikan studi dengan skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah (Kurs) dan Tingkat PDRB Perkapita Terhadap Ekspor Sumatera Utara”. Dan juga shalawat berangkaikan salam buat junjungan umat Nabi Besar Muhammad SAW yang sama-sama kita harapkan syafaatnya di hari akhir kelak.

Dalam penulisan skripsi ini, Penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik materi maupun nonmateri. Oleh karena itu, pada kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah meluangkan waktunya memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada:

1. Kedua orang tua Penulis yang tercinta, Ayahanda Ramli Pasaribu dan Ibunda Aslamiyah Sibarani, S.Sos, yang selalu dan senantiasa mencurahkan kasih sayangnya, memandu ke jalan yang benar, menyalakan api semangat dan menjaganya agar tak pernah padam, serta aliran do’a restu yang takkan pernah terhenti kepada Penulis sepanjang hayat.

2. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.


(5)

4. Bapak Haroni Doli, SE, Msi, selaku Dosen Wali yang telah membimbing Penulis selama masa perkuliahan.

5. Bapak Drs. Murbanto Sinaga, MA, selaku Dosen Pembimbing yang penuh keikhlasan menyisihkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk membimbing Penulis menyelesaikan skripsi dengan baik.

6. Bapak Drs. Arifin Siregar, MSP, dan Ibu Ilyda Sudardjat, SE, MSi, Selaku Dosen Pembanding I dan Dosen Pembanding II, yang telah banyak memberi saran yang sangat berharga.

7. Seluruh dosen dan pegawai administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan, yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan kemudahan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.

8. Staf dan pegawai BI cabang Medan dan BPS Sumatera Utara yang telah menyediakan data penelitian, sehingga memberikan kemudahan bagi Penulis. 9. Kepada Keluarga Besar seperi kakanda Evi Suryani P. dan abangda Ismail

Marzuki S.Sos dan adikku Eva Susanti P., serta keluarga besar sibarani. Terima kasih atas segala bantuan dan bimbingannya serta telah menjadi teladan yang baik.

10.Gunter, Ilham, Ria, Robert, Rahmadi, Riki, Fitri, Lampita dan Septian atas kasih sayang, doa, semangat yang telah diberikan kepada penulis dan telah menemani hari-hari penulis selama berada pada bangku kuliah serta banyak


(6)

membantu penulis baik dalam penyusunan skripsi maupun dalam perkuliahan.

11.Teman-teman Departemen Ekonomi Pembangunan Khusus angkatan 2005 yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan warna, kebersamaan dan kenangan pada penulis.

12.Kepada Seluruh pihak yang telah banyak membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa isi skripsi ini sangat jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, Penulis dengan segala keterbatasannya sangat mengharapkan saran yang konstruktif, sehingga karya lain dari Penulis di masa yang akan datang jauh lebih baik.

Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dan pengorbanan yang telah diberikan kepada Penulis. Akhirul kalam, semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca sekalian, terutama bagi Penulis.

Medan, Maret 2009 Penulis,


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ………. i

KATA PENGANTAR ………... iii

DAFTAR ISI ………. vi

DAFTAR TABEL ……….. ix

DAFTAR GAMBAR ……… x

BAB I PENDAHULUAN ……….. 1

1.1 Latar Belakang Masalah ………. 1

1.2 Perumusan Masalah ………. 7

1.3 Hipotesis ……….. 7

1.4 Tujuan Penelitian ………. 8

1.5 Manfaat Penelitian ……….. 8

BAB II URAIAN TEORITIS ………. 9

2.1 Nilai Tukar (Kurs) ………... .. 9

2.1.1 Pengertian Nilai Tukar (Kurs) ………. 9

2.1.2 Pasar Valuta Asing (Valas) ……….. 12

2.1.3 Teori-teori Kurs ……… 19

2.1.4 Sistem Moneter Internasional ……… 24


(8)

2.2.2 Teori Tentang Ekspor ……….. 36

2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor …………. 41

2.2.4 Strategi Tata Cara Prosedur Pelaksanaan Ekspor ……. 42

2.2.5 Kebijakan Ekspor ……….. .. 48

2.2.6 Manfaat Ekspor ………. .. 50

2.3 PDRB Perkapita ……….. .. 51

2.3.1 Pengertian PDRB ……….. 51

2.3.2 Metode Perhitungan PDRB ………... 53

2.3.3 Kegunaan Statistik Pendapatan Regional …………. 55

BAB III METODE PENELITIAN ………. 57

3.1 Ruang Lingkup Penelitian ………. 57

3.2 Jenis dan Sumber Data ………. 57

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ………. 58

3.4 Pengolahan Data ……… 58

3.5 Model Analisis Data ………... 58

3.6 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit) ……….. 60

3.6.1 Koefisien Determinasi (R²) ……….. 60

3.6.2 T-test (Uji Parsial) ………. 60

3.6.3 F-Stastik (Uji Serempak) ……….. 61

3.7 Uji Asumsi Klasik ……….. 62


(9)

3.7.2 Autokorelasi ………. 64

3.8 Definisi Operasional ………. 67

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 68

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian ……… 68

4.1.1 Sejarah Singkat Sumatera Utara ……… 68

4.1.2 Gambaran Umum Sumatera Utara ……… 70

4.1.3 Gambaran Perekonomian Sumatera Utara ………… 78

4.2 Perkembangan Variabel-variabel yang diBahas ……… 81

4.2.1 Perkembangan Ekspor Sumatera Utara ……… 81

4.2.2 Perkembangan Kurs ……….. 87

4.2.3 Perkembangan PDRB Perkapita ………. 91

4.3 Hasil Evaluasi dan Interpretasi Data ……… 93

4.3.1 Pengujian Pengaruh Variabel Dependent terhadap Variabel Independent ………. 93

4.3.2 Interprestasi Model ………... 93

4.3.3 Uji Kesesuaian ( Test for Goodness of Fit) ………. 94

4.3.4 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ……… 98

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………... 101

DAFTAR PUSTAKA ……….. 103 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

2.1 Direct and Indirect Quotation ………. 12

2.2 Model Sembilan Faktor Penentuan Daya Saing

Internasional ……….. 40

3.1 Kriteria Pengambilan Keputusan D-W Test ……….. 65

4.1 Letak dan Geografis ………. 71

4.2 Laju Pertumbuhan dan Strukutr PDRB Triwulan

Sumatera Utara Atas Dasar Harga Konstan (%)………... 80

4.3 Perkembangan Volume Ekspor Sumatera Utara ………… 83

4.4 Perkembangan Nilai ekspor Sumatera Utara menurut

sektor 2002 – 2006 (000 US$) ……… 85

4.5 Perkembangan ekspor Sumatera Utara Menurut

Kelompok Barang Ekonomi 2002 – 2006 (000 US$)…… 87 4.6 Perkembangan Kurs (Nilai Tukar) terhadap

Dollar AS tahun 2003-2007 ……….. 90


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

3.1 Kurva Uji t Statistik ……….. 61

3.2 Kurva Uji F Statistik ……… 62

3.3 Kurva D-W Statistik ………. 66

4.1 Uji t-statistik Variabel Kurs (nilai tukar) ………….. 96

4.2 Uji t-statistik Variabel PDRB Perkapita ……… 97

4.3 Uji F-statistik Variabel Kurs dan PDRB Perkapita …. 98


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah.

Diera globalisasi yang sedang berkembang dewasa ini, telah menyebabkan saling ketergantungan ekonomi yang saling meningkat diantara negara-negara di dunia. Artinya bahwa setiap negara tidak dapat lagi menutup diri terhadap negara-negara lain (menjalankan perekonomian tertutup). Oleh karena itu, keterbukaan perekonomian terhadap dunia internasional menjadi pilihan utama bagi setiap negara. Keterbukaan ini tidak hanya berhubungan dengan arus perdagangan, investasi dan keuangan saja, tetapi juga arus jasa, teknologi, informasi, pemikiran dan manusia antar negara. Namun tidak dapat disangsikan lagi bahwa perdagangan, investasi dan arus keuangan merupakan cutting-edge proses globalisasi itu. Hal ini dicirikan oleh beberapa perkembangan pokok antara lain :

1. Pertumbuhan transaksi keuangan internasional yang cepat.

2. Pertumbuhan perdagangan yang cepat, terutama diantara perusahaan-perusahaan trans-nasional.


(13)

3. Gelombang investasi asing langsung yang mendapat dukungan luas dari perusahaan trans-nasional.

4. Timbulnya pasar global.

5. Penyebaran teknologi dan pemikiran sebagai akibat dari ekspansi sistem transportasi dan komunikasi yang cepat dan meliputi seluruh dunia.

Sebagai dampak yang terlihat jelas dari adanya saling ketergantungan ini, adalah negara bukan lagi sebagai pemain kunci dalam bidang ekonomi. Hal ini disebabkan karena perekonomian lebih disebabkan oleh pengaruh ekonomi global atau keadaan ekonomi negara-negara lain sehingga peran pemerintah atau negara lebih pada aspek politisnya, yakni bagaimana mengambil berbagai kebijakan yang tepat untuk mengendalikan pengaruh global sehingga perekonomian negara tetap dalam keadaan stabil dan mampu menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran bagi masyarakat. Oleh sebab itu, setiap negara tidak langsung dituntut untuk memperbaiki kinerja perekonomiannya terutama pada sektor perdagangan luar negeri agar dapat bersaing dipasar global dan tidak mudah terseret oleh gejolak ekonomi yang terjadi negara lain.

Seperti halnya Indonesia yang sudah lama terlibat dalam perdagangan internasional terus melakukan pembanahan dan perbaikan diberbagai sektor guna mengantisipasi persaingan terutama dari negara-negara maju yang telah memiliki fundamental ekonomi yang kuat dan lebih efisien dalam memanfaatkan faktor-faktor produksi. Bagi Indonesia sebagai negara yang masih berkembang, perdagangan luar


(14)

negeri mempunyai peranan yang sangat strategis dalam menunjang berbagai pembangunan yang sedang dilaksanakan. Betapa tidak, sampai saat ini, Indonesia masih mengandalkan penerimaan dari hasil ekspor disamping pajak sebagai sumber pendapatan yang terbesar. Umumnya barang-barang ekspor yang diandalkan oleh Indonesia terutama barang-barang hasil pertanian dan barang tambang. Hal ini didukung oleh potensi yang dimiliki Indonesia sebagai negara agraris dan memiliki kekayaan alam yang cukup melimpah. Sebelum krisis moneter melanda Indonesia tepatnya pada pertengahan tahun 1997, transaksi Indonesia selalu mengalami surplus dan setiap tahunnya menunjukkan peningkatan ekspor yang cukup tinggi. Keadaan ini didukung oleh kondisi variabel-variabel makroekonomi seperti nilai tukar (kurs), suku bunga, inflasi, jumlah uang beredar dan beberapa indikator lainnya yang relatif stabil. Akan tetapi, sejak terjadinya krisis moneter pada pertengahan tahun 1997 keadaan ekspor Indonesia baik secara nasional maupun per propinsi mengalami penurunan yang sangat drastis. Seperti halnya penurunan nilai ekspor Sumatera Utara yang cukup tajam, Tahun 1997, nilai ekspor Sumatera Utara sebesar US$ 3,44 Milliar, tahun 1998 turun menjadi US$ 2,71 Milliar. Kemudian tahun 1999 turun lagi menjadi US$ 2,61 Milliar. Penurunan ini terus berlanjut hingga tahun 2000 dan tahun 2001. Tahun berikutnya nilai ekspor Sumatera Utara bergerak secara Fluktuasi dan terus meningkat dari tahun 2004 sampai dengan 2007, nilai ekspor mencapai sebesar US$ 6,78 Milliar.


(15)

Nilai tukar (kurs) merupakan harga suatu mata uang terhadap mata uang asing lainnya yang memainkan peranan penting dalam perdagangan internasional. Dengan mengetahui kurs, memungkinkan kita untuk membandingkan harga-harga barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai negara. Bila nilai uang suatu negara melemah terhadap nilai uang lainnya (mengalami depresiasi), ekspornya bagi luar negeri akan menjadi murah, sedangkan impor bagi penduduk negara tersebut menjadi semakin mahal. Sebaliknya, bila nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lainnya (mengalami apresiasi) maka harga produk negara itu bagi pihak luar negeri makin mahal, sedangkan harga impor bagi penduduk domestik lebih murah. Tinggi rendahnya dari pada nilai tukar suatu mata uang terhadap mata uang lainnya, ditentukan oleh interaksi penjual dan pembeli valas di pasar valuta asing dari berbagai rumah tangga, perusahaan dan lembaga-lembaga keuangan guna keperluan pembayaran internasional. Kurs yang terlalu terdepresiasi atau terapresiasi akan memperburuk kondisi perekonomian khususnya dari sektor perdagangan internasional. Pengaruhnya adalah nilai tukar yang terlalu melemah akan menimbulkan harga ekspor yang terlalu murah sedangkan harga impor tinggi yang akan mempengaruhi ketidakseimbangan neraca perdagangan. Sebaliknya, bila terlalu menguat harga ekspor diluar negeri menjadi mahal sehingga barang-barang ekspor kurang bersaing khususnya dari segi harga dipasar internasional. Oleh sebab itu, Pemerintah dan Bank Indonesia selaku otoritas moneter harus dapat mengendalikan


(16)

nilai kurs melalui berbagai kebijakan moneter yang ada. Adapun tujuan kebijakan tersebut adalah :

1. Untuk mencapai keseimbangan internal yakni terkerahkannya segenap sumber daya secara optimal dan stabilitas tingkat harga.

2. Untuk mencapai keseimbangan eksternal yakni terciptanya neraca transaksi berjalan masing-masing negara tidak dalam defisit yang parah sehingga negara yang bersangkutan tidak dapat membayar hutang luar negerinya terhadap orang lain.

Besar tidaknya intervensi pemerintah ataupun bank sentral dalam mengendalikan nilai tukar (kurs) sangat ditentukan oleh ketersediaan cadangan devisa. Semakin besar cadangan devisa internasional yang dimiliki oleh suatu negara, intervensi bank sentral semakin besar, begitu pula sebaliknya. Bentuk intervensi bank sentral adalah membeli valas bila terjadi kelebihan penawaran valuta asing dan menjual valas bila terjadi kelebihan permintaan valas. Umumnya negara-negara yang mempunyai cadangan devisa yang besar sebagai akibat dari neraca perdagangan yang surplus dan jarang mengalami tekanan inflasioner akan menerapkan sistem kurs tetap (fixed

exchange rate system). Dalam sistem kurs tetap ini bank sentral asing siap sedia

untuk menjual dan membeli mata uang mereka dengan harga tetap dilihat dari segi dollar.

Bagi negara yang persediaan devisa internasionalnya sedikit sebagai akibat dari neraca pembayaran yang selalu defisit dan sering mengalami tekanan inflasioner,


(17)

umumnya akan memilih sistem kurs mengembang terkendali (managed floating

exchange rate), yaitu bank sentral akan membiarkan nilai kurs ditentukan oleh

kekuatan permintaan dan penawaran dipasar valuta asing. Bila fluktuasi nilai tukar melewati ambang batas tertentu, dalam pengertian telah membahayakan perekonomian negara, maka bank sentral menjalankan intervensinya lewat berbagai instrument moneter yang ada.

Mengingat neraca pembayaran indonesia yang selalu defisit dalam beberapa tahun terakhir ini sehingga persediaan devisa internasional relatif sedikit, maka sistem kurs yang diterapkan adalah sistem kurs mengambang terkendali (managed floating

exchange rate), seperti halnya disaat krisis moneter terjadi pertengahan tahun 1997,

Bank Indonesia tidak dapat berbuat banyak dan cenderung membiarkan nilai tukar rupiah tersesuaikan dengan sendirinya dipasar. Rupiah yang melemah sejak Agustus 1997, terutama pada awal tahun 1998, ditandai dengan collapsnya banyak perusahaan, yang sampai sekarangpun belum mampu memenuhi kewajiban pembayarannya kepada bank, yang sebagian juga sudah tidak bertahan lagi. Keadaan mulai membaik sejak oktober 1998, sehingga nilai tukar rupiah yang sempat begitu rendah diatas ambang Rp 15.000 per US Dollar, kembali menguat menjadi Rp 8.025 pada akhir tahun 1998. Nilai tukar Rupiah terus menguat sampai mencapai Rp 7.100 per US Dollar pada akhir tahun 1999, terutama setelah pemilihan umum berlangsung dangan baik dan harapan besar pada pemerintahan baru, tetapi ternyata kemudian Rupiah merosot lagi menjadi Rp 9.595 pada akhir tahun 2000 dan bahkan merosot di


(18)

atas Rp 11.000 per US Dollar pada awal tahun 2001. Menguatnya kembali rupiah hingga pada tahun pertengahan 2003, sedikit memberi secercah harapan mulai membaiknya perekonomian Indonesia. Kemudian nilai tukar rupiah bergerak secara fluktuasi dari tahun 2004 sampai tahun 2007. Walaupun beberapa pengamat ekonomi memprediksikan bahwa penguatan rupiah hanya bersifat sementara karena belum membaiknya fundamental ekonomi secara keseluruhan khususnya pada sektor riil. Sebagai akibatnya, pengaruh aspek non ekonomi seperti keamanan dan politik akan mudah mempengaruhi stabilitas nilai tukar.

PDRB perkapita dapat digunakan sebagai gambaran rata-rata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk sebagai hasil dari seluruh proses produksi sektor- sektor ekonomi disuatu wilayah. PDRB perkapita diperoleh dengan cara membagi total nilai PDRB atas dasar harga konstan dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Berdasarkan angka PDRB perkapita atas dasar harga konstan, kinerja perekonomian Sumatera Utara telah menunjukkan peningkatan yang relatif menggembirakan. Bila pada tahun 2006 PDRB perkapita konstan Sumatera Utara baru mencapai 50.705.973 rupiah maka pada tahun 2007 angka itu sudah menjadi 59.228.075 rupiah.

Berdasarkan uraian-uraian dan fenomena-fenomena yang telah dikemukakan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan membuat skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah (Kurs) dan Tingkat PDRB


(19)

1.2. Perumusan Masalah

Dalam penelitian ini, penulis terlebih dahulu merumuskan masalah dengan jelas sebagai dasar penelitian yang dilakukan, sehubungan dengan hal tersebut penulis mengidentifikasikan permasalahannya sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh fluktuasi nilai tukar rupiah atas dollar Amerika Serikat terhadap ekspor Sumatera Utara.

2. Bagaimana pengaruh tingkat PDRB perkapita terhadap ekspor Sumatera Utara.

1.3. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan yang keberadaannya harus diuji secara empiris. Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hipotesis yang dibuat penulis adalah sebagai berikut :

1. Fluktuasi nilai tukar rupiah atas dollar Amerika berpengaruh negatif terhadap ekspor Sumatera Utara.

2. Tingkat PDRB perkapita berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekspor Sumatera Utara.

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh fluktuasi nilai tukar rupiah atas dollar Amerika Serikat terhadap ekspor Sumatera Utara.

2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh PDRB perkapita perkembangan terhadap ekspor Sumatera Utara.


(20)

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai tambahan wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan penulis dalam disiplin ilmu yang yang penulis tekuni.

2. Sebagai tambahan informasi dan masukan bagi mahasiswa/i Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara terutama mahasiswa/i Departemen Ekonomi Pembangunan yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.

3. Sebagai penambahan/ pelengkap sekaligus pembanding hasil-hasil penelitian yang sudah ada menyangkut topik yang sama.

4. Untuk menambah pengetahuan bagi penulis, serta salah satu syarat bagi penulis dalam menyelesaikan perkuliahan.

5. Sebagai bahan masukan bagi instansi terkait khususnya pemerintah melalui Bank Indonesia dalam mengambil berbagai kebijakan dalam menjaga nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika.

BAB II

URAIAN TEORITIS 2.1. NILAI TUKAR (KURS)

2.1.1 Pengertian Nilai Tukar (Kurs)

Kegiatan perdagangan internasional dalam kenyataannya tidak sesederhana perdagangan domestik yang hanya melibatkan interaksi antar masyarakat dalam satu negara untuk melakukan transaksi jual beli barang dan jasa dengan alat pembayarannya menggunakan mata uang sendiri. Dalam perdagangan internasional


(21)

proses transaksi jual beli barang, terjadi antar masyarakat suatu negara dengan masyarakat negara lain yang menghendaki pembayaran dalam mata uang masing-masing, yang satu sama lain saling berbeda, atau paling tidak dalam mata uang tertentu yang dapat diterima secara internasional seperi Dollar AS, Pounsterling, Deutsmark atau Yen dan lain-lain, yang keberadaannya tersebar di banyak negara. Akan tetapi, dalam berbagai transaksi internasional, Dollar AS paling sering digunakan. Tidak mengherankan bila Dollar AS mendapat julukan sebagai mata uang penggerak yaitu mata uang terkemuka yang secara luas digunakan sebagai suatu nilai kontrak-kontrak internasional antara pihak-pihak yang bukan merupakan penduduk dari negara pencetak uang tersebut. Hal ini didukung oleh peran AS yang begitu penting dalam perekonomian dunia yaitu sebagai pusat perdagangan dunia.

Oleh karena itu, dalam perdagangan internasional pertukaran antara satu mata uang dengan mata uang negara lain menjadi hal yang terpenting untuk mempermudah proses transaksi jual beli barang dan jasa. Dari pertukaran ini terdapat perbandingan nilai uang atau harga antara kedua mata uang tersebut dan inilah yang disebut dengan nilai tukar atau kurs. Jadi, secara umum kurs atau nilai tukar dapat diartikan sebagai harga suatu mata uang terhadap mata uang asing atau harga mata uang luar negeri terhadap mata uang domestik. (Lindert, 1999: 336).

Kurs merupakan salah satu harga yang terpenting dalam perekonomian terbuka mengingat pengaruhnya yang demikian besar bagi transaksi berjalan maupun terhadap variabel-variabel makro ekonomi lainnya. Selain itu, kurs juga memainkan


(22)

peranan sentral dalam perdagangan internasional, karena dengan mengetahui kurs memungkinkan kita untuk membandingkan harga-harga segenap barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai negara sehingga dapat dijadikan sebagai alat (instrumen) rujukan dalam kegiatan ekspor dan impor.

Dalam mekanisme pasar, kurs dari suatu mata uang akan selalu mengalami fluktuasi (perubahan-perubahan) yang berdampak langsung pada harga barang-barang ekspor dan impor (Dominic, 1997: 12). Perubahan-perubahan yang dimaksud antara lain,

a) Apresiasi yaitu peristiwa menguatnya nilai tukar mata uang secara otomatis

akibat bekerjanya kekuatan-kekuatan penawaran dan permintaan atas mata uang yang bersangkutan dalam sistem pasar bebas. Sebagai akibat ini dari perubahan kurs ini adalah harga produk dari suatu negara bagi pihak luar negari akan semakin mahal sedangkan harga produk barang impor bagi masyarakat domestik semakin akan lebih murah.

b) Depresiasi yaitu peristiwa penurunan nilai tukar mata uang secara otomatis

akibat bekerjanya kekuatan penawaran dan permintaan atas mata uang yang bersangkutan dalam sistem pasar bebas. Sebagai akibat dari perubahan kurs ini adalah produk negara itu bagi pihak luar negeri menjadi murah, sedangkan harga impor bagi penduduk domestik menjadi lebih mahal.


(23)

Sistem penulisan harga atau nilai suatu valuta asing yang dinyatakan dalam valuta asing lainnya dikenal ada dua macam yaitu :

a. Direct quotation adalah sistem yang menyatakan nilai mata uang suatu negara yang diperlukan atau diperoleh untuk satu unit valuta asing. Penulisannya dilakukan dengan menempatkan nilai mata uang dalam negeri (domestic

currency) di depan dan nilai mata uang asing (foreign currency) di belakang.

b. Inderect quotation adalah sistem yang menyatakan nilai valuta asing yang diperlukan atau diperoleh untuk 1 unit mata uang dalam negeri(domestic

currency). Penulisannya dilakukan dengan menempatkan nilai mata uang asing

(foreign currency) di depan dan unit mata uang dalam negeri (domestic currency) di belakang.

Tabel 2.1

Direct and indirect Quotation

Jakarta Direct Quotation Indirect Quotation

1/7/1998 Rp 12.000/USD

Rp 80/JPY

USD 0,000083/Rp JPY 0,0125/Rp


(24)

Rp 8.000/DEM Rp 8.500/SGD Rp 3.400/MYR

DEM 0,0001/Rp SGR 0,0001176/Rp MYR 0,0002941/Rp

2.1.2 Pasar Valuta Asing (Valas)

Pasar valuta asing adalah tempat berlangsungnya perdagangan atau jual beli berbagai mata uang negara yang berbeda. Atau dengan kata lain, pasar valuta asing adalah tempat bertemunya pembeli atau penjual dari berbagai mata uang asing (Dominic,1997:2). Secara umum, ada 4 (empat) pelaku utama dalam pasar valuta asing :

a) Para pelaku transaksi tradisional seperti para wisatawan, importir, eksportir, dan investor yang merupakan pengguna valas yang bersifat langsung.

b) Bank-bank komersial yang bertindak sebagai perantara atau lembaga kliring antara para pemakai (sumber permintaan) dan penghimpun (sumber penawaran) valuta asing yang merupakan inti (pusat) pasar valas, karena hampir semua transaksi internasional bernilai besar melibatkan kegiatan pencatatan debet dan kredit pada rekening bank-bank komersial di berbagai pusat keuangan dunia.

c) Para pialang valas yang bertindak sebagai perantara bagi bank-bank komersial di suatu negara untuk melakukan berbagai jenis mata uang di kalangan


(25)

perbankan itu sendiri, mereka merupakan aktor utama berikutnya dalam pasar antara bank atau pasar mata uang berskala besar.

d) Bank sentral (Central Banks) yang bertindak sebagai pembeli dan penjual terakihir dari keseluruhan valas yang ada di suatu negara. Bank sentral inilah yang bertindak sebagai aktor utama yang menyamakan pendapatan dan pengeluaran valas di suatu negara. Hal tersebut dilakukannya dengan mengurangi atau menambah cadangan devisa.

a. Fungsi Pasar Valuta Asing

Pasar valuta asing mempunyai beberapa fungsi pokok dalam membantu kelancaran lalu-lintas pembayaran internasional yaitu:

1. Mempermudah penukaran valuta asing serta pemindahan dana dari suatu negara ke negara lain. Proses penukaran atau pemindahan dana ini dapat dilakukan dengan system clearing seperti halnya yang dilakukan oleh bank-bank dan para pedagang.

2. Karena sering terdapat transaksi internasional yang tidak perlu segera diselesaikan pembayarannya dan atau penyerahan barangnya maka pasar valuta asing memberikan kemudahan untuk dilaksanakannya perjanjian atau kontrak jual-beli dengan kredit (letter of kredit L/C).

3. Kemungkinan dilakukannya hedging. Seseorang pedagang melakukan

hedging apabila dia pada saat yang bersamaan melakukan transaksi jual beli


(26)

resiko kerugian akibat perubahan kurs. Hedging dapat dilakukan di pasar jangka(forward market). Pasar jangka adalah pasar dimana transaksi jual beli terjadi dengan harga yang disetujui, tetapi penyerahan barang dilakukan dikemudian hari. Ini berbeda dengan spot market dimana transaksi dan penyerahan barang terjadi pada saat bersamaan. Sebagai contoh seorang importir mobil yang mengimpor mobil dari amerika dengan harga US$ 3.000 dengan pembayaran tiga bulan yang akan datang. Kurs pada saat itu, misalnya f 1=US$3, sehingga harga mobil tersebut dalam Poundsterling adalah f 1.000 apabila kurs f turun menjadi f1=US$2 maka harga mobil tersebut dalam f adalah f 1500, dengan demikian importer akan mengalami kerugian. Untuk menghindari kerugian tersebut dia dapat melakukan hedging dipasar jangka. Caranya importer tersebut menghubungi banknya di Inggris untuk membeli US$ 3000 dengan penyerahan tiga bulan yang akan datang dengan harga kurs yang disetujui pada saat itu. Kurs ini disebut kurs jangka (forward exchange

rate) yang berbeda dengan kurs spot(spot exchange rate). Perbedaan antara

kurs forward dengan kurs spot menggambarkan adanya perbedaan tingkat suku bunga di Inggris dengan Amerika, untuk lebih menjelaskan hal tersebut sebaiknya diceritakan tentang importir asal inggris diatas. Bank inggris yang dihubungi importir tersebut berusaha mencairkan seharga US$ 3000. Bank tersebut dapat membeli US$ 3000 pada pasar spot dan kemudian menyimpannya selama tiga bulan di New York. Dengan tindakan ini bank


(27)

Inggris memperoleh bunga dari Bank Amerika tersebut apabila tingkat bunga di Amerika lebih rendah daripada di Inggris importir harus membayar perbedaannya. Dalam hal ini forward US$ dijual dengan premium dibandingkan dengan spot US$, sebaliknya apabila tingkat bunga di Amerika lebih tinggi, maka perbedaannya oleh bank tersebut diberikan kepada importir dalam hal ini forward US$ dijual dengan diskon dibandingkan dengan spot f. Misalnya, importir tersebut memerlukan US$ 2000 untuk tiga bulan dan kurs spot f 1=US$2, jika tingkat bunga untuk simpanan tiga bulan di Amerika sebesar 4% dan inggris 5% maka bank Inggris yang menjual US$ 2000 forward kepada importir akan meminta f 1000 (kurs spot) ditambah dengan 1% kerugian tingkat bunga karena dollar disimpan pada Bank Amerika. Total harga US$ 2000 adalah f 1000 + f 10 = f 1010. Kurs forwardnya menjadi f 1=(2000/1010) =US$ 1,98 yakni 1% diskon terhadap kurs spot (f 1 =US$ 2). Sebaliknya apabila tingkat bunga di Amerika 4% dan di Inggris 3%, maka harga total US$ 2000 forward akan menjadi f 1000 – f 10 = f 990. Kurs forwardnya menjadi f 1= 2000/990 = US$ 2,02, yakni 1% premium terhadap kurs spot(f 1 = US$ 2). Ratio kurs forward dengan kurs spot menggambarkan perbedaan dalam tingkat bunga. Apabila terdapat perbedaan, tindakan

Arbitrage ( tindakan menjual/membeli valuta asing dinegara yang kursnya

lebih tinggi/rendah untuk memperoleh untung akibat perbedaan kurs di kedua negara) akan menghilangkan perbedaan tersebut. Tindakan arbitrage akan


(28)

cenderung menyamakan kurs valuta asing diberbagai negara. Tindakan

arbitrage akan berhenti apabila keuntungan yang diperolehnya karena adanya

perbedaan tingkat bunga diimbangi dengan kerugian yang sama dari pasar valuta asing jangka (forward market) ini membuat interest parity. Secara simbolik, interest parity tersebut dijelaskan sebagai berikut:

(

)

s s f

r r r

p= − , dimana :

rs =Kurs spot US$/f

rf = Kurs forward US$/f

in = Tingkat bunga di Amerika (untuk 3 bulan)

ie = Tingkat bunga di Ingris (untuk 3 bulan)

Forward premium (jika positif) dan forward diskont(jika negatif) misalnya, uang US$ di investasikan di Amerika (untuk 3 bulan) akan menghasilkan US$ (1+ in ) seandainya uang tersebut di investasikan di Inggris (untuk jangka

waktu 3 bulan), terlebih dahulu harus ditukarkan dalam pasar spot. Bunga yang akan diperolehnya sebesar :

$1 = (1+ ie)

rs

persamaan diatas diringkas menjadi :


(29)

b. Efesiensi Pasar Valuta Asing

Transaksi-transaksi tersebut diatas akan menentukan bagaimana sebuah pasar valas bekerja apakah efisien atau tidak. Sebab persoalan yang berkenaan dengan efisiensi pasar valas ini perlu kita pahami karena hanya jika pasar itu efisien maka harga-harga yang ada dapat mencerminkan nilai kelangkaan dari berbagai barang yang ada, yang selanjutnya akan menjurus pada alokasi sumber daya yang efisien.

Sebuah pasar valas dikatakan efisien (Dominic,1997:41), apabila kurs berjangka yang tengah berlaku secara akurat dapat memprediksikan kurs spot yang akan berlaku dimasa-masa selanjutnya. Artinya, jika kurs berjangka dapat mencerminkan semua informasi yang ada dan secara cepat menyesuaikan diri terhadap setiap informasi baru,maka para investor tidak akan dapat memperoleh keuntungan secara terus-menerus dengan mendasarkan diri pada informasi yang mereka miliki dan dalam situasi seperti itulah pasar valas dikatakan efisien. Dengan kata lain, pasar valas dapat dikatakan efisien apabila tidak tersedia informasi yang tidak memungkinkan para investor dan spekulan secara sistematis memanfaatkannya untuk memperoleh keuntungan sepihak secara terus-menerus.

Namun diakui, pengujian terhadap efisien pasar valas itu sangat sukar untuk dilakukan. Sampai sejauh ini, pengujian empiris yang cukup komprehensif mengenai efisiensi pasar valas dilakukan oleh Levich dan sejumlah ekonom lainnya. Dalam melakukan pengujian empiris tersebut, mereka menggunakan konsep efisiensi pasar valas. Sebagian besar peneliti tersebut menunjukkan bahwa sebuah pasar valas dapat


(30)

dikatakan efisien dan dapat pula disebut tidak efisien, tergantung dari definisi efisiensi itu sendiri. Sebagai contoh, sejumlah pengujian empiris menunjukkan bahwa dalam sebuah pasar valas yang efisien, sedikit sekali terbuka peluang untuk melakukan arbitrase suku bunga bebas resiko dan deviasi (penyimpangan-penyimpangan) dari paritas suku bunga, secara umum lebih kecil ketimbang biaya transaksi yang harus dipikul oleh yang hendak memanfaatkan situasi demi memetik keuntungan jangka pendek. Juga jika para spekulator tidak bisa memperoleh keuntungan atau kerugian secara terus-menerus.

c. Stabilitas Pasar Valuta Asing

Di sisi lain, pasar valas juga sering mengalami gejolak sebagai dampak dari interaksi berbagai permintaan dan penawaran valas yang dapat mempengaruhi kurs valas tersebut. Keadaan ini dapat membawa pasar valas kepada situasi yang relatif stabil atau tidak stabil (Dominic,1997:113). Sebuah pasar valas stabil akan tercipta apabila setiap gangguan terhadap keseimbangan kurs akan memunculkan kekuatan-kekuatan koreksi secara otomatis yang selanjutnya akan mendorong kembali kurs itu kembali ketingkat equilibrium atau keseimbangannya. Hal ini terlihat tatkala kurva penawaran valas memiliki kecondongan atau besaran sudut positif, ataupun kalau besaran sudutnya itu negatif, ia tetap tidak elastis (bentuknya lebih landai) bila dibandingkan dengan kurva permintaan atas valas yang bersangkutan. Sebaliknya, sebuah pasar valas yang tidak stabil adalah apabila setiap gangguan terhadap


(31)

keseimbangan kurs justru akan mendorong kurs tersebut kian menyimpang dan semakin jauh dari tingkat equilibriumnya.

Selanjutnya, analisis mengenai stabil atau tidak stabilnya pasar valas dapat dipahami dalam prinsip-prinsip dasar yang terkandung pada kondisi Marshal

Lerner. Kondisi Marshal Lerner menunjukkan bahwa suatu pasar valas bersifat

stabil apabila penjumlahan elastisitas harga dari permintaan impor (DM) dan

permintaan ekspor (DX) dalam angka-angka absolut lebih besar dari 1 (satu). Jika

jumlah kurang dari 1, maka pasa valas yang bersangkutan dinyatakan tidak stabil. Sedangkan jika penjumlahan elastisitas harga dari DM dan DX itu persis sama dengan

1, maka setiap perubahan kurs tidak akan mengubah neraca pembayaran dari negara-negara yang terkait.

2.1.3 Teori-teori Kurs (Dominic,1997:43)

a). Pendekatan perdagangan atau pendekatan elastisitas terhadap pembentukan kurs yakni, nilai tukar dari dua negara ditentukan oleh besar kecilnya

perdagangan barang dab jasa yang berlangsung diantara kedua negara tersebut. Menurut pendekatan ini, kurs equilibrium adalah kurs yang akan menyeimbangkan nilai impor dan ekspor dari suatu negara. Jika nilai impor negara tersebut lebih besar daripada nilai ekspornya (artinya negara tersebut mengalami defisit perdagangan), maka kurs mata uangnya akan mengalami peningkatan (artinya mata uangnya mengalami depresiasi atau penurunan nilai


(32)

tukar) dan hal itu akan berlangsung cepat dalam sistem kurs mengambang. Peningkatan kurs (angka nominlanya) atau penurunan nilai tukar mata uang tersebut akan membuat harga dari berbagai komoditi ekspornya menjadi lebih murah bagi importir atau menjadi lebih mahal bagi prosuk domestik. Akibatnya, lambat laun ekspor negara tersebut akan mengalami kenaikan sedangkan impornya akan terus menurun ssampai pada akhirnya nilai perdagangan internasionalnya benar-benar seimbang (ekspor=impor). Karena kecepatan proses penyesuaian tersebut ditentukan oleh seberapa responsif atau elastis impor dan ekspor terhadap perubahan-perubahan harga (kurs), maka pendekatan ini lebih populer dengan sebutan pendekatan elastisitas.

Pendekatan ini juga tidak luput dari berbagai kelemahan diantaranya tidak dapat menjelaskan gejolak besar (fluktuasi) kurs yang berlangsung selama dasawarsa 1970-an maupun lonjakan tajam apresiasi Dollar AS dai tahun 1980 hingga tahun 1985. padahal masa itu AS mengalami defisit perdagangan yang besar.

b). Teori paritas daya beli (purcashing power parity theory/PPP)

Merumuskan bahwa kurs antara 2 mata uang adalah identik dengan rasio dari tingkat harga umum dari kedua negara yang bersangkutan. Artinya, penurunan daya beli mata uang domestik akan diiringi dengan depresiasi mata uangnya secara proporsional dalam pasar valas.

Menurut teori ini, pasar valas berada dalam kondisi keseimbangan apabila semua deposito atau simpanan dalam berbagai valas menawarkan tingkat


(33)

imabaln yang sama (Krugan,1992:66). Kondisi dimana tingkat imbalan yang ditawarkan semua simpanan dalam berbagai valas sama disebut kondisi paritas suku bunga (interest parity). Dengan kata lain, segenap simpanan valas menawarkan tingkat imbalan resiko kurs, dan kemungkinan perubahan kurs yang secara keseluruhan serta hingga prospek keuntungan ataupun daya tarik atas aset-aset tersebut besar. Kenaikan suku bunga dari simpanan suatu mata uang domestik tersebut mengalami depresiasi terhadap mata uang asing, dengan asumsi kondisi lainnya tetap (perkiraan kurs diamsa mendatang tidak berubah).

Namun demikian, asumsi yang digunakan tersebut dalam kenyataannya sangat tidak realistis sebab perubahan suku bunga senantiasa disertai perubahan kurs dimasa mendatang. Oleh sebab itu, perkiraan kurs dimasa mendatang tersebut juga ditentukan oleh berbagai faktor ekonomi yang juga mengakibatkan perubahan suku bunga tadi.

Secara umum kelemahanyang mencolok dari logika yang terkandung dalam teori PPP mengenai kurs adalah :

- Asumsi yang dianut oleh hukum satu harga, yakni bahwa biaya-biaya transportasi dan pembatasan perdagangan bisa diabaikan, Asumsi yang dianut oleh hukum satu harga, yakni bahwa biaya biaya transportasi dan pembatasan perdagangan bisa diabaikan, ternyata dalam prakteknya tidak dapat dipertahankan.


(34)

- Praktek monopolistik dan oligopolistik di berbagai pasar barang bersama dngan besarnya aneka biaya transportasi serta pembatasan perdagangan, semakin memperlemah keterkaitan harga atas barang yang sama di berbagai negara.

- Oleh karena data-data inflasi di berbagai negara didasarkan pada jenus komoditi acuan yang berlainan, maka perubahan kurs tidak bisa diharapkan mampu mengimbangi selisih inflasi resmi meskipun tidak ada pembatasan perdagangan dan semua produk bisa diperdagangkan.

c). Pendekatan Moneter (Monetary approach)

Merumuskan bahwa kurs tercipta dalam proses penyamaan atau penyeimbangan stok atau total permintaan dan penawaran mata uang nasional di masing-masing negara. Penawaran uang di suatu negara diasumsikan dapat ditetapkan atau diciptakan secara independen oleh otoritas moneter dari negara yang bersangkutan. Namun sebaliknya, permintaan uang sangat ditentukan oleh tingkat pedapatan riil negara tersebut atau harga-harga umum yang berlaku serta suku bunga, dimana permintaan uang berbanding lurus dengan harga-harga umum dan berbanding terbalik terhadap suku bunga. Pada tingkat pendapatan riil atau harga-harga tertentu, suku bunga equilibrium terbentuk pada titik perpotongan antara kurva dan kurva penawaran uang yang ada di suatu negara.


(35)

Jadi pendekatan moneter dapat dikatakan terlalu mengutamakan peranan uang (sektor moneter) dan cederung mengabaikan peranan penting yang dimainkan oleh perdagangan barang dan jasa (sektor riil) sebagai suatu faktor pokok yang mempengaruhi besar kecilnya kurs, khususnya dalam jangka panjang.

Selain itu, pendekatan moneter mengasumsikan bahwa aset-aset finansial domestik dan luar negeri seperti obligasi yang diterbitkan oleh berbagai negara satyu sama lain merupakan pengganti atau subtituusi yang sempurna. Namun dalam prakteknya, obligasi yang diterbitkan oleh suatu negara sangat berbeda, baik jenis maupun bobotnya dibandingkan dengan obligasi yang diterbitkan oleh negara-negara lain. Hal inilah sebagai sumber kelemahan dari pendekatan moneter yang dianggap bertumpu pada sejumlah asumsi yang kurang realistis.

d). Pendekatan keseimbangan portofolio (portofolio balabce approach)

Merumuskan bahwa kkurs sesungguhnya terbentuk dalam proses dan penyeimbang stok atau total permintaan dan penawaran asset-asset finansial (dalam hal ini, uang dipandang hanya merupakan salah satu bentuk dari sekian banyak jenis asset finansial) dalam setiap negara.

Asumsi yang dipergunakan dalam pendeatan ini adalah,

- Obligasi domestik dan luar negeri sebagai substansi yang tidak sepurna. - Memperhitungkan arti penting perdagangan (sektor riil)


(36)

Menurut pendekatan ini kenaikan penawaran uang di negara domestik akan mendorong terjadinya kemerosostan di negara yang bersangkutan sehingga akan membuat para investor menukarkan obligasi domestiknya menjadi mata uang domestik dan obligasi luar negeri. Pembelian secara besar-besaran atas obligasi luar negeri itu dengan sendirinya menimbulkan depresiasi atas mata uang domestik.

Selanjunya, depresiasi itu merangsang peningkatan ekspor negara domestik dan sekaligus menyurutkan impornya. Pada gilirannya hal ini menciptakan surplus perdagangan bagi domestik yang segera disusul oleh apresias mata uangnya. Apresiasi ini meredam sebagian depresiasi yang telah terjdi sebelumnya. Dengan demikian,pendekatan keseimbangan portofolio ini juga menjelaskan terjadinya lonjakan kurs, namun tidak seperti pendekatan moneter, ia mampu menjelaskannya secara eksplisit dan mengaitkan peran perdagangan dalam proses penyesuaian kurs dalam jangka panjang.

2.1.4 Sistem Moneter Internasional

Sistem moneter internasional atau yang sering pula disebut sebagai tata atau rejim moneter internasional (Dominic,1997:407), mengacu pada berbagai peraturan, kebiasaan-kebiasaan, instrumen penunjang, fasilitas pelengkap, prosedur dan organisasi berkenaan dengan pembayaran internasional. Sistem moneter internasional yang dianut oleh suatu negara merupakan salah satu faktor penentu untuk mencapai tujuan-tujuan kebijakan makro ekonomi di negara tersebut yakni, bagaimana


(37)

mencapai keseimbangan internal (kondisi full employment yang disertai dengan stabilitas harga) dan keseimbangan eksternal (mencegah terciptanya ketidakseimbangan baik itu berupa defisit atau surplus neraca pembayaran yang berlebihan). Oleh karena itu, sebagai upaya suatu negara dalam rangka mengejar tujuan-tujuan makro ekonominya selalu mempengaruhi keberhasilan negara-negara lain dalam mengusahakan pencapaian sasarannya.

Sebuah sistem moneter yang baik adalah sistem yang mampu memaksimalkan arus perdagangan dan investasi internasional serta mampu menciptakan suatu pola distribusi “keuntungan” perdagangan yang relatif merata dikalangan semua pihak yang terlibat didalamnya. Kualitas sistem moneter internasional dapat dievaluasi berdasarkan 3 kriteria pokok yakni, penyesuaian, liquiditas, dan kepercayaan. Kriteria penyesuaian merujuk pada fasilitas, prosedur, proses atau kemudahan mekanisme koreksi atas setiap ketidakseimbangan neraca pembayaran yang terkandung dalam masing-masing sistem. Moneter internasional yang baik adalah mampu meminimalkan biaya dan waktu yang diperlukan untuk menciptakan penyesuaian tersebut. Adapun kriteria liquiditas merujuk pada jumlah asset cadangan internasional yang tersedia guna mengatasi berbagai ketidakseimbangan temporer pada neraca pembayaran. Berdasarkan kriteria ini, sebuah sistem moneter yang baik adalah yang mempu menyediakan asset-asset cadangan internasional yang memadai sehingga negara-negara dapat memanfaatkannya secara leluasa dalam rangka mengoreksi defisit atau surplus neraca pembayaran tanpa mengganggu beroperasinya


(38)

perekonomian mereka sendiri atau menimbulkan tekanan-tekanan inflasioner terhadap negara-negara lain secara keseluruhan. Sedangkan kriteria kepercayaan merujuk pada sejauh mana masyarakat internasional memiliki pengetahuan dan memasukkan kepercayaan atas mekanisme penyesuaian dan ketersediaan cadangan internasional dalam mengatasi berbagai masalah pembayaran internasional yang ada pada sebuah sistem. Atas dasar kriteria ini, sebuah sistem moneter internasional dikatakan baik apabila masyarakat dunia memberikan kepercayaan yang memadai terhadapnya.

Secara umum, standar internasional yang pernah ada dalam sejarah perekonomian dunia hingga saat ini terdiri atas :

a. Stadar emas

Dalam standar emas, setiap negara diwajibkan untuk membakukan kandungan emas dalam koin mata uangnya dan secara pasif bersiaga untuk membeli atau menjual mata uangnya masing-masing. Karena kandungan emas dalam setiap unit mata uang senantiasa baku, maka dengan sendirinya kursnya pun selalu baku. Inilah yang disebut sebagai paritas logam mulia(mint parity). Kurs hanya dapat berfluktuasi di atas atau dibawah paritas logam mulia itu (diseputar titi emas) sebesar biaya pengapalan sejumlah emas yang setara nilainya dengan satu dengan satu unit valas dari suatu pusat moneter ke pusat moneter lainnya. Kecenderungan dari sebuah mata uang untuk mengalami depresiasi malampaui titik ekspor emas secara efektif dicegah oleh berlangsungnya arus keluar emas dari negara yang bersangkutan. Arus keluar


(39)

emas ini langsung mencerminkan keberadaan dan jumlah defisit pada neraca pembayaran di negara yang bersangkutan. Sebaliknya,kecenderungan dari sebuah mata uang untuk mengalami apresiasi melampaui titik impor emas, dicegah oleh surplus pada neraca pembayaran yang bersangkutan.

Selanjutnya, pada sistem moneter ini, tanggung jawab pokok bank sentral adalah menjaga paritas resmi peredaran uang dan emas. Agar nilai harga uangnya stabil, bank sentral harus memiliki cadangan emas dan jumah yang cukup. Mekanisme penyesuaian yang ada dalam standar emas, sebagaimana telah dijelaskan oleh Hume, adalah mekanisme arus harga logam mulia otomatis. Karena penawaran uang disetiap negara terdiri dari emas dan uang kertas yang didukung oleh emas, maka begitu negara tersebut mengalami defisit neraca pembayaran, maka tingkat penawaran uangnya pun langsung mengalami penurunan dan demikian sebaliknya, yakni tingkat penawaran di negara yang mengalami surplus akan meningkat. Hal ini menyebabkan harga-harga domestik di negara yang mengalami defisit akan turun, sedangkan harga-harga di negara yang mengalami surplus akan mengalami kenaikan. Lebih lanjut, ekspor di negara yang mengalami defisit akan terpacu sedangkan impornya akan berkurang sampai defisit pada neraca pembayarannya itu hilang. Hal sebaliknya akan terjadi di negara yang mengalami surplus, ekspornya akan menyusut sedangkan impornya akan terpacu sehingga lambat laun surplus neraca pembayarannya itupun akan hilang dengan sendirinya.


(40)

Agar proses penyesuaian otomatis ini dapat senantiasa berlangsung atau berfungsi maka negara-negara pada standar emas tidak dibenarkan melakukan sterilisasi atau langkah-langkah yang dapat meredam dampak-dampak defisit atau surplus neraca pembayaran. Sebaliknya, aturan main standar emas mengharuskan sebuah negara yang mengalami defisit memperkuat proses penyesuaian itu dengan cara membatasi kredit, sedangkan negara yang mengalami surplus sangat diharapkan melakukan ekspansi kredit.

Namun dari hasil penelitiannya, Nurkse dan Bloomfield menyatakan bahwa otoritas moneter di berbagai negara pada masa itu tidak mengikuti aturan tersebut secara penuh. Sampai batas-batas tertentu, ternyata mereka juga berusaha melakukan sterilisasi terhadap dampak-dampak ketidakseimbangan neraca pembayarannya, khususnya dampak yang akan menimpa tingkat penawaran uang. Disamping itu,

Michlay, menegaskan bahwa tindakan sterilisasi terbatas itu tidak terhindarkan

bahkan memang diperlukan demi mengendalikan proses penyesuaian dan mencegah terjadinya penurunan penawaran uang yang terlalu tajam di negara yang mengalami defisit atau lonjakan penawaran uang yang berlaku tinggi di negara yang mengalami surplus.

b. Sistem Bretton Woods

Pada dasarnya, sistem Bretton woods adalah sebuah standar tukar emas (gold

exchange standar). Dalam sistem ini, Amerika Serikat diminta untuk


(41)

diminta untuk senantiasa siaga menukarkan Dollar menjadi emas dalam jumlah berapapun harga baku tersebut. Sedangkan negara-negara lain diwajibkan untuk membakukan harga mata uang mereka terhadap Dollar dan bersiap-siap melakukan intervensi terhadap pasar valuta asing guna mempertahankan kebakuan kurs mata uang mereka terhadap Dollar agar tidak bergerak lebih dari 1% di atas atau dibawah nilai patokannya. Perubahan kurs yang dikarenakan oleh kekuatan permintaan dan penawaran hanya dimungkinkan sampai batas tertentu yang relatif sempit. Jika ada tanda-tanda bahwa kurs akan melampaui batas-batas tersebut, maka negara pemilik mata uang yang bersangkutan diwajibkan untuk melakukan intervensi terhadap pasar valas agar kurs bakunya tetap terpelihara.

Sistem Bretton woods pada awal perkembangannya disebut juga sebagai sistem patokan nilai tukar yang dapat disesuaikan (adjustable peg system), mengingat sistem tersebut mengutamakan stabilitas kurs namun masih memberi kelonggaran atau fleksibilitas kurs sampai batas tertentu. Selanjutnya dalam operasinya, meskipun sistem Bretton woods membuka peluang bagi dilakukannya perubahan nilai tukar melampaui nilai patokannya dalam skala cukup besar karena permanent bagi negara-negara yang mengalami ketidakseimbangan fundamental, dalam kenyataannya negara-negara industri sangat enggan mengubah nilai patokan mereka.

Sebagai dampak dari keengganan tersebut adalah:

1. Menggerogoti keberhasilan system Bretton woods karena hal tersebut mengacaukan system fleksibilitas dan mekanisme yang disediakan dalam


(42)

melakukan penyesuaian atas terjadinya ketidakseimbangan neraca pembayaran.

2. Menyuburkan kegiatan – kegiatan spekulasi yang pada akhirnya menciptakan arus permodalan internasional yang sangat besar dan cenderung merusak stabilitas.

Dan pada akhirnya kedua dampak tersebut diatas merupakan penyebab lumpuhnya system bretton woods yang terjadi pada tahun 1971 disamping karena deficit neraca pembayaran yang dialami oleh Amerika Serikat yang sangat besar dan terus menerus sehingga mengharuskan mendevaluasi mata uangnya yang berakibat pada terciptanya inflasi yang sangat besar dan perekonomian terganggu.

Jika kedua sistem diatas baik standar emas maupun sistem Bretton Woods juga sering disebut dengan system kurs tetap (fixed exchange rate), dimana pemerintah menetapkan atau membakukan nilai kurs mata uangnya pada tingkat tertentu.

Secara terperinci, keunggulan dan kelemahan dari system kurs tetap ini adalah:

- Memberikan tingkat stabilitas kurs, menghilangkan sumber

ketidakpastian dan ketidakstabilan harga lebih jauh. Keunggulan:

- Membantu menghindarkan perekonomian dari gangguan ekonomi


(43)

- Menggairahkan pergdagangan internasional, mendorong iklim bisnis yang mendukung investasi jangka panjang.

- Memberikan kerangka kerja ekonomi yang secara potensial lebih efisien.

- Peyesuaian kurs cenderung dilakukan hanya setelah semua tindakan korektif lainnya gagal. Subordinasi sasaran ekonomi internal terhadap sasaran ekonomi eksternal yang mendahului penyesuaian kurs dapat memberi beban penyesuaian kepada perekonomian yang merugikan. Kelemahan :

- Dalam kondisi perekonomian seperti ekspor tidak selalu berkembang dan ketergantungan pada impor strategis sepeti energi sangat inggi, maka penyesuaian kurs bisa tidak mampu menghapus defisit neraca pembayaran yang terus-menerus pada kurs berlaku.

- Dapat mencegah perekonomian beraksi terlalu cepat terhadap kondisi perekonomian yang berubah yang bisa membuat beban finansial yang besar.

- Salah penerapan kurs dapat mempercepat destabilisasi aliran modal dalam jumlah yang besar.

- Perlu cadangan devisa yang cukup untuk mempertahankan kurs


(44)

c. Sistem Kurs mengambang (fleksible exchange rate system)

Sistem kurs mengambang merupakan sistem moneter internasional yang mengoreksi defisit atau surplus neraca pembayaran secara otomatis oleh depresiasi atau apresiasi mata uang nasional di negara yang bersangkutan tanpa melibatkan intervensi pemerintah serta tanpa pengurangan atau akumulasi asset cadangan internasional yang dimiliki oleh negara tersebut. Secara teoritis, sistem kurs mengambang terdiri atas sistem kurs bebas (freely floted exchange rate system) yakni sistem kurs yang benar-benar bebas dari intervensi pemerintah dan sistem kurs mengemabng terkendali (managed floataing exchange rate system) yakni sistem kurs mengambang yang disertai dengan intervensi pemerintah. Namun dalam prakteknya, sistem kurs mengambang bebas tidak pernah ada, yang ada adalah sistem kurs mengambang terkendali yang banyak dipraktekan oleh banyak negara dewasa ini.

Para pendukung sistem ini yakni bahwa sistem kurs mengambang tidak hanya secara otomatis menjamin terciptanya kelonggaran kurs, tapi juga akan menghasilkan sejumlah manfaat lain bagi perekonomian dunia. Secara umum, ada 3 keunggulan pokok yang dimiliki oleh sistem kurs mengambang (Krugman,1992:328) yaitu :

- Otonomi kebijakan moneter

Jika Bank setral tidak lagi harus mengintervensi pasar uang guna membakukan kurs, maka pemerintah akan memperoleh kembali kemampuannya untuk menggunakan kebijakan moneter untuk mencapai


(45)

sasaran keseimbangan internal dan eksternal. Lebih jauh, tidak ada negara-negara yang terpaksa mengimpor inflasi atau deflasi dari luar negeri. - Simetri

Dalam sistem kurs mengambang, asimetri inheren Bretton woods hilang dan AS tidak lagi mengatur perekonomian dunia semaunya sendiri. Dalam kurs mengambang, baik AS maupun negara-negara lain memiliki peluang yang sama untuk mempengaruhi kurs mata uang asing masing-masing terhadap uang lainnya.

- Kurs sebagai stabilisator otomatis

Meskipun kebijakan moneter tidak dilancarkan proses penyesuaian kurs yang terbentuk oleh kekuatan pasar akan membantu semua negara mempertahankan keseimbangan internal dan eksternal dalam menghadapi perubahan permintaan agraret.

Disamping keunggulan-keunggulan tersebut, tidak sedikit juga yang menantang sistem kurs mengambang ini dengan menguraikan beberapa kelemahannya, diantaranya :

- Disiplin

Bank-bank sentral yang terbebas dari kewajiban pembakuan kurs besar kemungkinan akan menerapkan berbagai kebijakan yang bersifat inflasioner. Dalam kalimat lain, “disiplin” yang berhasil diterapkan oleh sistem kurs baku terhadap setiap negara akan lenyap.


(46)

- Spekulasi dan gangguan pasar uang yang merusak stabilitas.

Dalam sistem kurs mengembang, spekulasi kurs mudah subur sehingga menjurus pada instabilitas dalam pasar valuta asing. Instabilitas ini pada gilirannya akan menghasilkan berbagai dampak negatif terhadap keseimbangan internal dam eksternal semua negara. Lebih jauh, gangguan dalam pasar uang domestik menjadi lebih berbahaya bila dibandingkan dengan gangguan dalam sistem kurs baku.

- Ancaman terhadap investasi dan perdagangan internasional.

Sistem kurs mengambang membuat harga-harga internasional makin sulit dipastikan atau diprekdisikan sehingga mengganggu arus investasi dan perdagangan internasional.

- Kebijakan ekonomi yang tak terkoordinasi.

Bila peraturan Bretton woods mengenai kurs ditinggalkan, maka mata uang berbagai negara akan saling bersaing atau adu kuat. Hal ini tentu saja membahayakan perekonomian dunia.

- Ilusi mengenai otonomi yang lebih besar.

Sistem kurs mengambang sebenarnya tidak sepenuhnya memberikan otonomi kebijakan bagi setiap negara. Perubahan-perubahan kurs menimbulkan pengaruh makro ekonomi yang mendalam yang akan memaksa bank sentral untuk mempertahankan kebakuan kursnya, meskipun tanpa komitmen formal untuk itu sistem kurs mengambang hanya akan meningkatkan ketidakpastian dalam


(47)

perkonomian dunia tanpa memberikan kebebasan yang lebih besar untuk menerapkan kebijakan makro ekonomi.

Dengan demikian, kesimpulan yang didapat dari uraian diatas mengenai kurs mengambang (Denberg, 1993:418) adalah:

- Kurs mengambang memungkinkan nilai ekspor dan impor suatu negara makin rawan terhadap fluktuasi.

- Kurs mengambang diperlukan jika modal tidak mobil. Ketidakstabilan ekspor dan impor serta ketiadaan mobilitas modal cenderung menimbulkan kesulitan bagi negara kecil.

2.2. Ekspor

2.2.1 Pengertian Ekspor

Menurut Undang-Undang Perdagangan Tahun 1996 tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor, ekspor adalah kegiatan mengeluarkan dari Daerah Pabean. Keluar dari daerah pabean berarti keluar dari wilayah yuridiksi Indonesia.

Defenisi lain menyebutkan bahwa ekspor merupakan upaya mengeluarkan barang-barang dari peredaran dalam masyarakat dan mengirimkan ke luar negeri


(48)

sesuai ketentuan pemerintah dan mengharapkan pembayaran dalam valuta asing (Amir, 2004:100).

Menurut Michael P. Todaro, ekspor adaah kegiatan perdagangan internasional yang memberikan rangsangan guna menumbuhkan permintaan dalam negeri yang menyebabkan tumbuhnya industri-industri pabrik besar, bersama dengan struktur politik yang stabil dan lembaga sosial yang fleksibel. Dengan kata lain, ekspor mencerminkan aktifitas perdagangan internasional, sehingga suatu negara yang sedang berkembang kemungkinan untuk mencapai kemajuan perekonomian setara dengan negara-negara yang lebih maju.

Sementara itu, G.M. Meiner, ekspor adalah salah satu sektor perekonomian yang memegang peranan penting melalui perluasan pasar antara beberapa negara dimana dapat mengadakan perluasan dalam suatu industri sehingga mendorong sektor lain dalam perekonomian. Ekspor sebagai bagian dari perdagangan internasional bisa dimungkinkan oleh beberapa kondisi antara lain :

a) Adanya kelebihan produksi dalam negeri sehingga kelebihan tersebut dapat dijual keluar negeri melalui kebijakan ekspor.

b) Adanya permintaan luar negeri untuk suatu produk walaupun untuk dalam negeri masih kekurangan.

c) Adanya keuntungan yang lebih besar dari penjualan ke luar negeri daripada penjualan di dalam negeri karena harga di pasar dunia lebih menguntungkan.


(49)

d) Adanya barter antara produk tertentu dengan produk lain yang diperlukan dan tidak dapat diproduksi di dalam negeri.

e) Adanya kebijakan ekspor yang bersifat politik.

2.2.2 Teori Tentang Ekspor (Perdagangan Internasional)

Perkembangan ekspor dari suatu negara tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor keunggulan komparatif, tetapi juga oleh faktor-faktor-faktor-faktor keunggulan suatu negara di dalam persaingan global selain ditentukan oleh keunggulan komparatif (teori-teori klasik dan H-O) yang dimilikinya dan juga karena adanya proteksi atau bantuan fasilitas dari pemerintah, juga sangat ditentukan oleh keunggulan kompetitinya. Keunggulan kompetitif tidak hanya dimiliki oleh suatu negara, tetapi juga dimiliki oleh perusahaan-perusahaan di negara tersebut secara individu atau kelompok.perbedaan lainnya dengan keunggulan komparatif adalah bahwa keunggulan kompetitif sifatnya lebih dinamis dengan perubahanperubahan, misalnya teknologi dan sumber daya manusia (Tambunan, 2001).

Berikut ini adalah beberapa tokoh yang membahas tentang ekspor (perdagangan internasional), yaitu :

a. Adam Smith (1729 – 1790)

Buah pemikiran dari Adam Smith adalah teori “keunggulan absolut (absolute advantahe)”. Teori ini sering disebut sebagai teori murni perdagangan internasional. Dasar pemikiran dari teoi ini adalah bahwa suatu


(50)

negara akan melakukan spesialisasi dan ekspor terhadap suatu jenis barang tertentu, dimana negara tersebut memiliki keunggulan absolut dan tidak memproduksi atau melakukan impor terhadap jenis barang lain yang tidak memiliki keunggulan absolut. Dengan kata lain, suatu negara akan mengekspor suatu jenis barang jika negara tersebut dapat membuatnya lebih efisien atau lebih murah daripada negara lain. Jadi, teori ini menekankan pada efisiensi dalam penggunaan input, misalnya tenaga kerja, di dalam proses produksi yang sangat menentukan keunggulan atau tingkat daya saing.

b. David Ricardo

David Ricardo dikenal melalui teorinya “keunggulan komparatif (comparative advantage)”. Teori ini muncul sebagai kritik terhadap teori keunggulan absolut milik Adam Smith. Menurut Ricardo, perdagangan internasional dapat saja terjadi, meskipun suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut aas Vietnam dalam memproduksi beras dan buah-buahan. Walaupun begitu, Vietnam bisa saja memiliki keunggulan komparatif paling besar dibandingkan Indonesia dalam memproduksi salah satu dari kedua komoditi tersebut. Dengan kata lain, Vietnam akan berspesialisasi pada dan mengekspor suatu komoditi tertentu, dimana Vietnam memiliki keunggulan komparatif. Menurut Ricardo, perdagangan antara dua negara tersebut akan timbul bila masing-masing negara memiliki baya relatif yang terkecil untuk jenis barang yang berbeda.


(51)

Oleh karena itu, teori Ricardo sering disebut teori biaya relatif. Titik pangkal dari teori ini adalah nilai atau harga suatu barang ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang diperlukan tiap pekerja dan jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk memproduksi suatu barang. Jadi, dalam model Ricardo, penilaian terhadap keunggulan suatu negara atas negara lain dalam membuat suatu jenis barang didasarkan pada tingkat efisiensi atau produktivitastenaga kerja. Teori ini merupakan yang sering digunakan di dalam banyak penelitian empiris mengenai kinerja ekspor.

c. Eli Heckseher dan Bertil Ohlin

Teori Heckseher dan Bertil Ohlin (H-O) termasuk dalam kelompok teori modern. Teori H-O disebut juga sebagai factor proportion theory atau teori ketersediaan faktor. Dasar pemikiran teori ini adalah bahwa perdagangan internasional, misalnya antara Indonesia dan Jepang, terjadi karena biaya alternatif (opportunity cost) berbeda antara kedua negara tersebut. Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan dalam jumlah faktor produksi (tenaga kerja, modal dan tanah) yang dimiliki oleh kedua negara tersebut. Indonesia memiliki tanah yang lebih luas dan tenaga kerja yang jauh lebih banyak, namun memiliki modal yang lebih kecil daripada Jepang.

Maka sesuai hukum pasar (permintaan dan penawaran), harga faktor-faktor produksi tersebut juga berbeda antara Indonesia dan Jepang. Upah tenaga kerja dan harga tanah di Indonesia lebih murah, sebaliknya harga


(52)

modal di Indonesia lebih mahal dibandingkan di Jepang. Namun, bukan berarti Indonesia lebih unggul daripada Jepang. Hal ini tergantung pada tingkat intensitas pemakaian tenaga kerja, tanah, dan modal dalam memproduksi barang tersebut. Intensitas pemakaian faktor produksi dapat diukur dengan rasio antara nilai faktor produksi dengan nilai output. Jelas bahwa pertanian adalah jenis sektor yang proses produksinya lebih padat tenaga kerja dan tanah daripada sektor industri manufaktur. Oleh sebab itu, paling tidak secara teori, Indonesia memiliki keunggulan atas Jepang dalam menghasilkan ekonomi komoditi pertanian.

Jadi menurut teori H-O, struktur perdagangan luar negeri dari suatu negara tergantung pada kesediaan dan intensitas pemaskaian faktor-faktor produksi dan yang terakhir ini ditentukan oleh teknologi. Suatu negara akan berspesialisasi dalam produksi dan mengekspor barang-barang yang input (faktor produksi) utamanya lebih banyak di negara tersebut dan sebaliknya. d. Cho dan Moon

Cho dan Moon menggunakan model sembilan faktor untuk menerangkan siklus hidup daya saing internasional dari suatu negara, yang pada dasarnya sama dengan model pembangunan bertahap dari Rostow. Menurut mereka status perekonomian sebuah negara ditentukan oleh daya saing internasionalnya dan kesembilan faktor memiliki bobot yang bervariasi sejalan dengan sebuah negara beralih pada tahapan keterbelakangan menuju


(53)

tahapan sedang berkembang, selanjutnya menuju tahapan semimaju dan akhirnya menuju tahapan maju.

Gambar 2.2

Model Sembilan Faktor Penentuan Daya Saing Internasional

2.2.3 Faktor –faktor yang Mempengaruhi Ekspor

Menurut Darmansyah (dalam Soekartawi,1991:128) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan ekspor adalah :

Industri Terkait dan Pendukung Sumber Daya yang

Dianugerahkan

Lingkungan Bisnis

Permintaan Domestik Daya Saing

Internasional Politisi dan

Birokrat

Pekerja

Para Wirausahawan

Manajer dan Insinyur

Manajer dan Insinyur


(54)

a) Harga internasional, makin besar selisih antara harga di pasar internasional dengan harga domestik akan menyebabkan jumlah komoditi yang akan di ekspor menjadi bertambah banyak.

b) Nilai tukar uang (exchange rate). Makin tinggi nilai tukar mata uang suatu negara (mengalami apresiasi) maka harga ekspor negara itu di pasar internasional menjadi mahal. Sebaliknya, makin rendah nilai mata uang suatu negara (mengalami depresiasi), harga ekspor negara itu di pasar internasional menjadi lebih murah.

c) Quoto ekspor impor yakni kebijaksanaan perdagangan internasional berupa pembatasan kuantitas (jumlah) barang ekspor.

d) Kebijakan tarif dan non tarif. Kebijakan tarif adalah untuk menjaga harga produk dalam negeri dalam tingkatan tertentu yang dianggap mampu atau dapat mendorong pengembangan komoditi tersebut. Sedangkan kebijakan non tarif adalah untuk mendorong tujuan diversifikasi ekspor.

Menurut Sukirno (dalam Hajaswara, 2006:5), faktor-faktor yang menentukan ekspor sebagai berikut :

a. Daya saing dan keadaan ekonomi negara lain

Dalam suatu sistem perdagangan internasional yang bebas, kemampuan suatu negara menjual barang ke luar negeri tergantung pada kemampuannya menyaingi barang-barang yang sejenis di pasar internasional. Besarnya pasaran barang di luar negeri sangat ditentukan oleh pendapatan


(55)

penduduk negara lain. Kemajuan yang pesat di berbagai negara akan meningkatkan ekspor suatu negara.

b. Proteksi di negara-negara lain

Proteksi di negara-negara lain akan mengurangi tingkat ekspor suatu negara.

c. Kurs Valuta Asing

Peningkatan kurs mata uang negara pengimpor terhadap mata uang negara pengekspor dapat meningkatkan daya beli negara pengimpor yang mengakibatkan nilai ekspor negara pengekspor meningkat.

2.2.4 Strategi, Tata Cara Pelaksanaan dan Prosedur Ekspor A. Strategi Memasuki Pasar Ekspor

Tujuan setiap usaha bisnis adalah mencari laba. Dengan laba, perusahaan dapat mempertahankan hidup dan kehidupannya, dapat melakukan rehabilitasi dan restrukturisasi aset perusahaan serta mampu melakukan perluasan dan diversifikasi usaha. Agar perusahaan dapat memperoleh laba, maka perusahaan harus menjual produknya di atas biaya produksi. Penjualan suatu komoditi akan terjadi setelah melalui suatu proses kegiatan pemasaran. Bila suatu perusahaan ingin memasarkan produknya ke luar negeri, maka manajemen perusahaan itu harus menentukan langkah-langkah yang strategis guna menyukseskan kegiatan ekspornya. Berikut ini adalah beberapa langkah strategis memasuki pasar ekspor. (Amir 2004:11) yaitu :


(56)

1) Keputusan manajemen untuk melakukan ekspor

Pola pikir pengusaha nasional yang cenderung bertahan di pasar domestik, sebaiknya perlu diubah menjadi pola pikir yang positif dan agresif. Dengan pola pikir yang positif seperti ini, mereka akan melihat globalisasi dan liberalisasi sebagai suatu kesempatan untuk melakukan penetrasi pasar di luar Indonesia, disamping tetap memperkuat kedudukan di pasar domestik. Dengan pola pikir semacam ini, dapat diharapkan semua pengusaha di semua tingkatan, baik pengusaha kecil, menengah, maupun besar, akan mengambil keputusan untuk melaksanakan bisnis ekspor. Tanpa keputusan itu, perusahaan tidak akan pernah memasuki pasar ekspor.

2) Menentukan komoditi yang akan di ekspor

Komoditi yang laku di pasar internasional adalah komoditi yang mempunyai daya saing tinggi. Komoditi dengan daya saing tinggi pada dasarnya adalah komoditi yang mutu (quality), kegunaan (function), daya tahan (durability), harga (price), waktu penyerahan (shipment-date), dan pelayanan purnajualnya (after sales service) sesuai dengan “selera dan daya beli” pembeli di negara tujuan ekspor.

Sebagai suatu negara dengan ciri khas terletak di daerah tropis, Indonesia memiliki tenaga kerja yang melimpah dan murah, maka komoditi yang memiliki daya saing tinggi adalah komoditi yang bersumber dari


(57)

kekayaan alam tropika.komoditi tersebut antara lain hasil hutan, hasil perkebunan, hasil tambang, hasil petro kimia dan hasil wilayah tropis lainnya. Selain itu, termasuk juga komoditi hasil kerajinan rakyat dan industri padat karya seperti garmen, sepatu, tas dan hasil kerajinan kulit lainnya.

3) Menganalisis kondisi negara tujuan

Sebelum menentukan pilihan tentang negara mana yang akan dijadikan tujuan ekspor, perlu sekali dilakukan penelitian awal tentang populasi suatu negara termasuk agama, tardisi, kondisi ekonomi, politik, sosial, iklim, peraturan ekspor-impor, pepajakan, perbankan, keuangan, transportasi dan sebagainya.

4) Menentukan pasar potensial dan segmen pasar

Contoh dari kegiatan tersebut adalah ketika kita ingin mengekspor

cornet beef, Arab Saudi adalah pilihan yang paling tepat dibandingkan India.

Selain faktor pendapatan perkapita masyarakat yang jauh lebih tinggi daripada India, faktor budaya juga menentukan. India secara budaya adalah “anti sapi” karena menurut mereka sapi merupakan hewan suci sehingga haram untuk dimakan.

5) Menentukan strategi operasional bersama mitra usaha

Strategi operasional yang akan diterapkan harus sesuai dengan pola dasar bauran pemasaran (marketing mix), yang sudah dikenal oleh ahli


(58)

pemasaran dengan istilah 6P (Product, Price, Promotion, Place of

Distribution, Governmen Power, and Power of Parliament).

6) Menentukan sistem promosi dan pemilihan media massa

Pilihan media promosi yang dapat dipakai antara lain pameran dagang internasional, brosur, iklan melalui media cetak (seperti koran, majalah, tablod, dan lain-lain), media elektronik (TV dan internet), melalui atase perdagangan (Kadin, Badan Pengembangan Ekspor Indonesia, Lembaga Penunjang Ekspor), dan media promosi lainnya.

7) Mempelajari peta pemasaran komoditi tertentu

Cara ini dapat ditempuh dengan mengumpulkan data impor dari komoditi yang rencananya akan diekspor.

8) Mempelajari nama dan alamat lengkap badan-badan promosi

Hal ini bertujuan untuk mempermudah dan memperlancar kegiatan promosi dari komoditi yang rencananya akan diekspor.

9) Menyiapkan brosur dan price list

Supaya calon pembeli mengenal komoditi yang akan di ekspor, bila memungkinkan calon pembeli dikirimkan contoh komoditi yang dimaksud dalam bentuk brosur berikut dengan daftar harganya. Tujuannya agar calon pembeli mendapat gambaran mengenai bentuk visual dari komoditi yang ditawarkan dan dapat membandingkan harganya dengan komoditi serupa negara lain.


(59)

10)Menyiapkan surat perkenalan usaha dan komoditi

Promosi dapat juga dilakukan dengan membuat surat perkenalan yang dikirimkan kepada asosiasi importir di negara tujuan ekspor atau atase perdagangan asing atau calon pembeli lainnya. Surat perkenalan itu sebaiknya dilengkapi dengan brosur dan daftar harga.

B. Aneka Cara Pelaksanaan Ekspor

Menurut Amir (1999:49), dalam melaksanakan ekspor ke luar negeri dapat ditempuh dengan beberapa cara yaitu :

1) Ekspor Biasa

Dalam hal ini barang-barang dikirim ke luar negeri sesuai dengan peraturan umum yang berlaku yang ditujukan kepada pembeli di luar negeri untuk memenuhi suatu transaksi yang sebelumnya sudah diadakan dengan importir di luar negeri.

2) Barter

Barter adalah pengiriman barang-barang ke luar negeri untuk ditukarkan langsung dengan barang-barang yang dibutuhkan di dalam negeri. Hal ini berarti bahwa yang mengirimkan barang tidak menerima pembayaran dalam uang asing, tetapi dalam bentuk barang yang dapat dijual di dalam negeri untuk mendapatkan kembali pembayaran dalam mata uang rupiah. 3) Konsinyasi (consignment)


(60)

Konsinyasi adalah pengiriman barang-barang ke luar negeri untuk dijual, sedangkan hasil penjualannya diperlakukan sama dengan hasil ekspor biasa. Dalam hal ini barang-barang akan dikirim ke luar negeri bukan untuk ditukarkan dengan barang atau untuk memenuhi transaksi, melainkan dijual di pasar bebas atau diikutsertakan dalam lelang (comodities exchange).

4) Package Deal

Package Deal merupakan suatu bentuk perjanjian antara dua negara.

Pada erjanjian tersebut ditetapkan sejumlah barang yang akan diekspor ke negara tertentu dan sebaliknya dari negara tujuan itu akan diimpor sejumlah barang yang akan dihasilkan di negara tersebut. Pada prinsipnya, semacam barterq, namun terdiri dari beragam komoditi.

Ekspor sebagai bahan dari perdagangan internasional bisa dimungkinkan oleh berbaai kondisi, antara lain :

1) Adanya kelebihan produksi dalam negeri sehingga kelebihan produksi tersebut dapat dijual ke luar negeri.

2) Adanya permintaan luar negeri untuk suatu produk walaupun untuk dalam negeri masih kekurangan.

3) Adanya keuntungan yang lebih besar dari penjualan ke luar negeri dari pada penjualan di dalam negeri karena harga di pasaran dunia lebih menguntungkan.


(61)

4) Adanya barter dengan produk tertentu dengan produk lain yang diperlukan dan tidak dapat diproduksi di dalam negeri.

5) Adanya kebijakan ekspor yang bersifat politik.

2.2.5 Kebijaksanaan Ekspor

Tujuan dari kebijaksanaan ekspor adalah bagaimana upaya untuk meningkatkan ekspor sehingga dapat menutupi defisit transaksi berjalan dan neraca pembayaran. Untuk mencapai sasaran dan tujuan tersebut, dapat ditempuh dengan beberapa cara antara lain :

a) Kebijaksanaan Devaluasi,

b)

yaitu kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah dengan menurunkan nilai mata uang sendiri terhadap mata uang negara lain. Akibat kebijakan ini, harga-harga barang ekspor negara tersebut menjadi murah di luar negeri dan mampu bersaing dengan produk saingan dari negara lain. Sedangkan harga barang-barang impor bagi negara tersebut menjadi mahal. Akibatnya, hasrat mengimpor dapat ditekan sebagai upaya penghematan pengguna devisa. Akan tetapi bila kebijakan ini sering dilakukan akan menimbulkan ketidak percayaan masyarakat internasional terhadap negara tersebut karena merugikan negara lain untuk berkompetisi di pasar internasional.

Subsidi ekspor, merupakan salah satu kebijakan yang ditempuh pemerintah dalam meningkatkan ekspor dengan memberikan bantuan kepada para


(62)

produsen, sehingga biaya produksinya dapat ditekan. Hal tersebut akan mebuat harga barang ekspor lebih murah di pasar internasional sehingga dapat memenangkan persaingan yang tidak adil dan mengizinkan negara-negara pengimpor untuk membalasnya dengan bea balasan (counter duties) yang bersifat proteksionis.

c) Diversifikasi ekspor

Agar kebijakan-kebijakan tersebut dapat lebih efektif dan efisien penerapannya, sekurang-kurangnya ada beberapa hal pokok yang perlu diperhatikan (Soediyono,1996:23), antara lain :

, yakni kegiatan penganekaragaman hasil ekspor hal ini juga salah satu cara yang ditempuh dalam meningkatkan ekspor. Ini berarti komoditas ekspor tidak hanya terfokus pada satu jenis komoditi saja tetapi dari berbagai jenis komoditi lainnya.

a) Daya saing sesama negara produsen yang pada dasarnya berkisar pada masalah kemampuan pemasaran, tingkat efisiensi dan produktifitas produksi serta mutu dari komoditi.

b) Tindak-tanduk dan taktik serta tehnik yang dijalankan oleh konsumen untuk memperoleh komoditi yang murah dan bermutu tinggi serta penawaran (supply) yang berkesinambungan.

c) Campur tangan pemerintah negara konsumen dan pemerintah negara produsen yang menjadi saingan yang bersifat proteksionistis.


(63)

d) Kemajuan teknologi negara konsumen dalam menciptakan barang pengganti (barang substitusi) atau perkembangan teknologi dalam teknik produksi dari negara produsen saingan yang akan mempengaruhi biaya prosuksi dan mutu komoditi.

Sementara itu,menurut Soedrajat Djiwandono (1992:56), keberhasilan dalam peningkatan ekspor tergantung oleh 3 (tiga) faktor yaitu,

a) Perkembangan ekspor dan perdagangan dunia terutama mitra dagang dan negara-negara yang mempunyai pengaruh besar terhadap perdagangan dunia serta terbukanya kesempatan akses ke pasar negara-negara tersebut, misalnya Amerika Serikat.

b) Iklim usaha yang baik yakni iklim usaha yang memungkinkan dunia usaha untuk bertumbuh dan berkembang secara wajar menurut prinsip-prinsip ekonomi rasional. Penciptaan iklim ini banyak dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah seperti penyederhanaan dan pengurangan berbagai bentuk pengaturan berupa perizinan, pembatasan serta terbinanya kerja sama yang terpadu antar berbagai instansi terkait dalam peningkatan ekspor.

c) Perilaku dan kemampuan serta kesiapan dunia usaha dalam bersaing merebut pasar di luar negeri.

2.2.6 Manfaat Ekspor

Secara umum, ada beberapa manfaat atau peranan yang dapat diperoleh dari kegiatan ekspor (Amir MS, 2004:101), antara lain :


(64)

a. Meningkatkan laba perusahaan melalui perluasan serta untuk memperoleh nilai jual yang lebih baik (optimalisasi laba).

b. Membuka pasar baru di luar negeri sebagai perluasan pasar domestik (membuka pasar ekspor).

c. Memanfaatkan kelebihan kapasitas terpasang (idle capacity).

d. Membiasakan diri bersaing di pasar internasional sehingga terlatih dalam persaingan yang ketat dan terhindar dari sebutan “jago kandang”.

2.3 PDRB Perkapita 2.3.1 Pengertian PDRB

PDRB perkapita dapat digunakan sebagai gambaran rata-rata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk sebagai hasil dari seluruh proses produksi sektor-sektor ekonomi disuatu wilayah. PDRB perkapita di peroleh dengan cara membagi total nilai PDRB atas dasar berlaku dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat secara langsung meningkatkan PDRB perkapita bila pertumbuhan penduduknya terkendali. Oleh karena itu perlu pengendalian pertumbuhan penduduk sedemikian rupa agar PDRB perkapita meningkat (sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara).

PDRB perkapita merupakan gambaran dari rata-rata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk selama satu tahun disuatu wilayah atau daerah. Walaupun ukuran ini tidak selalu dapat digunakan secara langsung sebagai ukuran tingkat pemerataan pendapatan. Adanya peningkatan perekonomian dengan melambatnya


(65)

perkembangan pertumbuhan penduduk, akan mengakibatkan terjadinya peningkatan pendapatan perkapita. Pada umumnya untuk mengetahui laju pembangunan ekonomi suatu negara dan perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakatnya, perlu diketahui tingkat pertambahan pendapatan nasional dan besarnya pendapatan perkapita. Pendapatan perkapita yang merupakan salah satu prestasi ekonomi yang sangat erat kaitannya dengan pertambahan penduduk. Sehingga apabila pertambahan pendapatan lebih besar daripada pertambahan penduduk maka tingkat pendapatan perkapita penduduk meningkat, sebaliknya apabila pertambahan pendapatan nasional lebih kecil dari pertambahan penduduk maka pendapatan perkapita mengalami penurunan.

Umumnya PDRB dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu PDRB atas harga berlaku (nominal) dan PDRB atas harga konstan (riil). PDRB atas harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga berlaku pada setiap tahun. Jadi, pada PDRB atas harga berlaku sudah termasuk unsur inflasi. Sedangkan PDRB atas harga konstan menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu, misalnya 1983, 1993, atau 2000. PDRB atas harga konstan meningkat hanya jika jumlah barang dan jasa meningkat, sedangkan PDRB atas harga berlaku bisa meningkat karena produksi naik atau harga turun.

Setelah PDRB atas harga berlaku dan PDRB atas harga konstan diketahui, maka dapat dihitung deflator PDRB. Deflator PDRB, juga disebut dengan deflator


(66)

harga implisit untuk PDRB, didefenisikan sebagai ratio PDRB atas harga berlaku terhadap PDRB atas harga konstan.

konstan harga

atas PDRB

berlaku harga

atas PDRB PDRB

Deflator =

Deflator PDRB mencerminkan apa yang sedang terjadi pada seluruh tingkat harga dalam perekonomian.

2.3.2 Metode Perhitungan PDRB a. Metode Langsung

1) Pendekatan Produksi (Production Approach)

PDRB merupakan jumlah nilai Tambah Bruto (NTB) atau nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit produksi disuatu wilayah dalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun. Sedangakan NTB adalah Nilai Produksi Bruto (NPB) dari barang dan jasa tersebut dikurangi seluruh biaya antara yang digunakan dalam produksi.

Y = P1Q1 + P2Q2 + ... + PnQn

Di mana :

Y = PDRB (Produk Domestik Regional Bruto).


(67)

Yang dipakai hanya nilai tambah bruto saja agar dapat menghindari adanya perhitungan ganda.

2) Pendekatan Pendapatan

PDRB adalah jumlah seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi disuatu wilayah dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. Berdasarkan pengertian tersebut, maka NTB adalah jumlah dari upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan (laba), semuanya belum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam pengertian PDRB ini termasuk pola komponen penyusutan pajak tidak langsung neto.

Y = Yw + Yr + Yi + Yp

Di mana :

Y = Pendapatan regional PDRB Yw = Pendapatan upah / gaji

Yr = Pendapatan sewa

Yi = Pendapatan bunga

Yp = Pendapatan laba atau profit

3) Pendekatan Pengeluaran ( Expenditure Approach)

PDRB adalah jumlah seluruh pengeluaran yang dilakukan untuk pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik buto, perubahan inventori, dan


(1)

Abdul Rahman Pasaribu : Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah (KURS) Dan Tingkat Pdrb Perkapita Terhadap Ekspor Sumatera Utara, 2009.

USU Repository © 2009


(2)

(3)

Abdul Rahman Pasaribu : Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah (KURS) Dan Tingkat Pdrb Perkapita Terhadap Ekspor Sumatera Utara, 2009.

USU Repository © 2009

Hasil Regresi Pengaruh Kurs dan PDRB terhadap Ekspor Sumatera Utara

Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 03/05/09 Time: 19:11 Sample: 1988 2007

Included observations: 20

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 920989.4 246500.9 3.736252 0.0016

X1 -100.5519 48.68588 -2.065320 0.0545

X2 0.108986 0.012114 8.996636 0.0000

R-squared 0.870782 Mean dependent var 2853071. Adjusted R-squared 0.855580 S.D. dependent var 1408269. S.E. of regression 535179.7 Akaike info criterion 29.35607 Sum squared resid 4.87E+12 Schwarz criterion 29.50543 Log likelihood -290.5607 F-statistic 57.28023 Durbin-Watson stat 2.233592 Prob(F-statistic) 0.000000

Estimation Command: ===================== LS Y C X1 X2

Estimation Equation: ===================== Y = C(1) + C(2)*X1 + C(3)*X2 Substituted Coefficients: =====================

Y = 920989.3933 - 100.5519024*X1 + 0.1089859889*X2


(4)

Hasil Regresi dengan Dependent (X1) dan Independent (X2)

Dependent Variable: X1 Method: Least Squares Date: 03/05/09 Time: 19:19 Sample: 1988 2007

Included observations: 20

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 1656.975 1127.664 1.469386 0.1590

X2 0.000173 4.22E-05 4.086717 0.0007

R-squared 0.481287 Mean dependent var 5610.700 Adjusted R-squared 0.452469 S.D. dependent var 3501.516 S.E. of regression 2590.958 Akaike info criterion 18.65208 Sum squared resid 1.21E+08 Schwarz criterion 18.75166 Log likelihood -184.5208 F-statistic 16.70126 Durbin-Watson stat 0.456208 Prob(F-statistic) 0.000692


(5)

Abdul Rahman Pasaribu : Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah (KURS) Dan Tingkat Pdrb Perkapita Terhadap Ekspor Sumatera Utara, 2009.

USU Repository © 2009

MuLtikolinearity

X1

X2

X1

1

0.693748355102086

X2

0.693748355102086

1


(6)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama

: Abdul Rahman Pasaribu

Nim

: 050501078

Departemen : Ekonomi Pembangunan

Adalah benar telah membuat skripsi ini guna memenuhi salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas

Sumatera Utara, dengan judul “ Analisis Pengaruh Kurs (nilai Tukar ) dan Tingkat

PDRB terhadap Ekspor Sumatera Utara “.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya, untuk

dapat dipergunakan seperlunya.

Medan, Maret 2009

( Abdul Rahman P.)

050501078