Kerangka Teori Kerangka Teori dan Konsepsi

16 Namun ada penelitian yang menyangkut masalah aspek hukum perikatan jual beli yang dilakukan oleh : 1. Notaris Chairani Bustami, SH., Program Pascasarjana, Studi Magister Kenotariatan, Universitas Sumatera Utara Medan Tahun 2002, dengan judul “Aspek-aspek Hukum yang Terkait Dalam Akta Perikatan Jual Beli yang Dibuat Notaris Dalam Kota Medan” 2. Husna, mahasiswa Program Pascasarjana, Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan Tahun 2003, dengan judul “Analisis Hukum Terhadap Sengketa Akibat Peralihan Hak Atas Tanah Studi Mengenai Akta yang Dibuat PPAT di Kota Banda Aceh.” 3. Zulfahmy, mahasiswa Program Pascasarjana, Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan Tahun 2004, dengan judul “Kekuatan dan Kelemahan Akta Perjanjian Jual Beli yang Dibuat Notaris Studi Kasus di Kota Padang Akan tetapi materi, substansi dan permasalahan serta pengkajian dan penelitiannya berbeda sama sekali. Jadi dengan demikian penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Dalam penelitian hukum, adanya kerangka teoritis dan kerangka konsepsional menjadi syarat penting. Dalam kerangka konsepsional diungkapkan beberapa Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris PPAT Pejabat Pembuat Akta Tanah. USU e-Repository © 2008. 17 konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum. Menyangkut soal teori, dalam dunia keilmuwan dikenal adanya teori panjang grand- theory, teori tengah middle-range theory, lalu yang terendah adalah teori biasa yang dihasilkan oleh suatu ilmu. Sedang teori hukum merupakan suatu hasil karya para pakar hukum tanpa mengacu pada mutu filsafat. 15 Perbuatan jual beli dalam pengertian sehari-hari dapat diartikan sebagai suatu perbuatan dimana seseorang menyerahkan uang untuk mendapatkan barang yang dikehendaki secara sukarela. 16 Adapun pengertian jual beli yang dimaksud dalam Pasal 1457 KUHPerdata apabila dikaitkan dengan jual beli tanah adalah bahwa jual beli tanah merupakan sesuatu perjanjian dengan mana penjual mengikat dirinya untuk menyerahkan hak atas tanah yang bersangkutan kepada pembeli dan pembeli mengikatkan dirinya untuk membayar kepada penjual sesuai dengan harga yang telah disetujui. 17 Jual beli dalam pengertian ini baru suatu kewajiban-kewajiban tertentu yang harus dilakukan, maka pengertian jual beli tersebut masih bersifat “obligatoir” saja. Bersifat obligatoir artinya jual beli tersebut belum memindahkan hak milik. Penyerahan levering adalah perbuatan hukum yang memindahkan hak milik itu, selanjutnya mengenai pemindahan hak milik levering ini KUHPerdata menganut sistem causal, artinya pemindahan hak milik secara juridis levering adalah sah 15 Lili Rasjidi dan Ira Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2001, Hal. 12. 16 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1981, Hal. 25. 17 R. Wiryono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Sumur, Bandung, 1974, Hal.13. Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris PPAT Pejabat Pembuat Akta Tanah. USU e-Repository © 2008. 18 apabila ia berdasarkan suatu titel yang sah dan dilakukan oleh orang yang berhak memindahkan milik yang pada umumnya si pemilik sendiri. Dianutnya sistem causal ini oleh KUHPerdata disimpulkan dari kata-kata Pasal 584 KUHPerdata. Yang dimaksud dengan “titel” adalah perjanjian obligatoir-nya, yaitu jual belinya, tukar- menukarnya, hibahnya dan sebagainya. Dengan demikian maka apabila perjanjian obligatoir tersebut batal atau dibatalkan, atau apabila orang yang menyerahkan barangnya tidak berhak memindah-tangankan barang tersebut, maka pemindahan hak milik menjadi batal. 18 Perjanjian jual beli merupakan suatu bentuk perjanjian yang lazim ditemukan dalam praktek Notaris. Dalam KUHPerdata sendiri sebenarnya tidak pernah mengenal bentuk perjanjian ini akan tetapi perjanjian ini timbul dalam praktek para Notaris sebagai salah satu bentuk dari perjanjian tak bernama. Pada umumnya suatu perjanjian jual beli mengandung janji-janji yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh salah satu pihak atau para pihak sebelum dapat dilakukannya perjanjian pokok yang merupakan tujuan akhir dari para pihak. Dengan demikian perjanjian jual beli dilaksanakan mengawali jual belinya itu sendiri dihadapan PPAT. 1. Perikatan Jual Beli Perikatan jual beli merupakan perjanjian pendahuluan Pactum de contrahendo, yaitu suatu perjanjian dimana para pihak saling mengikatkan diri untuk 18 R. Subekti, Perbandingan Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 1985, Hal. 34. Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris PPAT Pejabat Pembuat Akta Tanah. USU e-Repository © 2008. 19 terjadinya suatu perjanjian baru atau perjanjian pokok yang merupakan tujuan dari para pihak tersebut. 19 Menurut Djoko Supadmo bahwa di dalam ilmu pengetahuan dan dalam beberapa perundang-undangan negara-negara asing khususnya di Perancis dan Negeri Belanda diakui adanya suatu janji untuk akan mengadakan suatu persetujuan yaitu apa yang disebut Pacta de Contrahendo. 20 Jadi Pacta de Contrahendo itu ialah suatu persetujuan untuk akan menjual dan untuk membeli. Dalam prakteknya di kantor-kantor Notaris itu sering disebut dengan akta perikatan jual beli atau perjanjian jual beli. Syarat-syarat dalam Pacta de Contrahendo tersebut adalah sesudah akta perjanjian jual beli itu akan disusul dengan akta kedua yaitu akta jual beli yang bersifat definitif yang akan dilakukan dihadapan PPAT setelah syarat-syarat untuk itu dipenuhi antara lain sertifikat sudah dicek bersih di Kantor Badan Pertanahan Nasional BPN setempat atau pembayaran pajak telah dilakukan baik itu Pajak Penghasilan PPh ataupun Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan BPHTB dan disamping itu juga harus memenuhi syarat-syarat administrasi lainnya untuk pembuatan akta jual beli dihadapan PPAT. Menurut EW Chance yang dikutip oleh Tirtaamidjaja dalam bukunya : Bahwa disebut jual beli jika obyek yang diperjanjikan sudah dialihkan dari penjual kepada pembeli. Sedangkan perjanjian jual beli adalah jika obyek yang diperjanjikan belum dialihkanakan beralih pada waktu yang akan datang ketika syarat-syarat telah terpenuhi. Perjanjian jual beli ini akan menjadi jual 19 Herlien Budiono, Larangan Kuasa Mutlak, Majalah Projustitia, Nomor 17 Maret 1982. 20 Djoko Supadmo, Seri-B Bagian Pertama Ketentuan-ketentuan dan Komentar Mengenai Jual Beli, Tukar Menukar, Sewa Menyewa, Dalam Praktek Teknik Pembuatan Akta, Bina Ilmu, Surabaya, 1995, Hal. 12-13. Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris PPAT Pejabat Pembuat Akta Tanah. USU e-Repository © 2008. 20 beli jika syarat-syarat telah terpenuhi atau obyek yang diperjanjikan telah beralih kepada pembeli. 21 2. Jual Beli Salim H.S mendefinisikan perjanjian jual beli secara lengkap, yaitu : “Perjanjian jual beli adalah perjanjian yang dibuat antara pihak penjual dan pembeli, di dalam perjanjian itu pihak penjual berkewajiban untuk menyerahkan objek jual beli kepada pembeli dan berhak menerima harga dan pembeli berkewajiban untuk membayar dan berhak menerima objek tersebut.” 22 Menurut ketentuan Pasal 1457 KUHPerdata yang isinya bahwa “Jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak lain untuk membayar harga yang telah diperjanjikan”. Dari batasan tersebut dapat disimpulkan mengenai kewajiban penjual untuk menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli, sebaliknya pembeli berkewajiban membayar harga yang disepakati. 23 Penyerahan barang oleh penjual kepada pembeli tidak hanya sekedar kekuasaan atas barang tersebut, akan tetapi adalah penyerahan hak milik atas 21 Tirtaamidjaja, Pokok-pokok Hukum Perniagaan, Djambatan, Jakarta, 1970, Hal. 24. 22 Salim H.S., Hukum Kontrak, Sinar Grafika, 2003, Hal. 49 23 Yahya Harahap M, Segi-segi Hukum Perjanjian, Bandung, Alumni, 1986, Hal. 10. Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris PPAT Pejabat Pembuat Akta Tanah. USU e-Repository © 2008. 21 barangnya, jadi ada penyerahan secara yuridis yang kemudian ditindaklanjuti dengan penyerahan nyata. Salah satu sifat jual beli adalah bahwa perjanjian jual beli itu hanya obligatoir saja yang artinya jual beli belum memindahkan hak milik. Perjanjian baru memberikan hak kepada pembeli untuk menuntut penyerahan hak milik atas barang. Hak milik atas barang tersebut baru pindah bila dilakukan penyerahan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 612, 613, 616 dan 1459 KUHPerdata. Menurut ketentuan Pasal 612 KUHPerdata yang isinya adalah sebagai berikut: 1 Penyerahan kebendaan bergerak terkecuali yang tak bertubuh, dilakukan dengan penyerahan yang nyata atas kebendaan itu oleh atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan, dalam mana kebendaan itu berada. 2 Penyerahan yang demikian bagi si berutang tiada akibatnya, melainkan setelah penyerahan itu diberitahukan kepadanya atau secara tertulis disetujui dan diakuinya. 3 Penyerahan tiap-tiap piutang karena surat bahwa dilakukan dengan penyerahan surat itu; penyerahan tiap-tiap piutang karena surat tunjuk dilakukan dengan penyerahan surat disertai dengan endosemen. Menurut ketentuan Pasal 616 KUHPerdata yang isinya adalah sebagai berikut: Penyerahan atau penunjukan akan kebendaan tak bergerak dilakukan dengan pengumuman akan akta yang bersangkutan. Beberapa ketentuan pasal di atas tersebut dikuatkan kembali dalam Pasal 1459 KUHPerdata, yang isinya adalah ‘Hak milik atas barang yang dijual tidaklah berpindah kepada si pembeli, selama penyerahannya belum dilakukan menurut Pasal 612, 613 dan 616”. Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris PPAT Pejabat Pembuat Akta Tanah. USU e-Repository © 2008. 22 Khusus untuk jual beli tanah dianut sistem hukum adat, yaitu bukan merupakan perjanjian obligatoir, akan tetapi merupakan pemindahan hak yang harus memenuhi tiga syarat yaitu : 1. Bersifat tunai, yaitu harga yang disetujui bersama dibayar penuh saat dilakukannya jual beli tersebut. 2. Bersifat terang, yaitu pemindahan hak dilakukan dihadapan PPAT yang berwenang. 3. Bersifat riil atau nyata, yaitu setelah penandatangan akta pemindahan hak, maka akta tersebut menunjukkan secara nyata dan bukti adanya perbuatan hukum tersebut. 24 Menurut hukum adat, pemindahan hak atas tanah terjadi pada saat adanya kesepakatan jual beli, tanpa memperhatikan bukti riil yakni dengan balik nama pada sertifikat. Hal tersebut berbeda dengan yang disebutkan dalam ketentuan Pasal 616 KUHPerdata juncto Pasal 620 KUHPerdata, bahwa untuk penyerahan atau penunjukan benda tak bergerak dilakukan dengan pengumuman dengan salinan otentik yang lengkap. 3. Pengertian Perjanjian Istilah perjanjian sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Terdapat kata dasar janji dalam kata perjanjian yaitu suatu tindakan antara dua orang untuk melakukan sesuatu yang mengakibatkan hubungan sebab akibat atau bertimbal balik. 24 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Jakarta, Djambatan, 1999, Hal. 317. Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris PPAT Pejabat Pembuat Akta Tanah. USU e-Repository © 2008. 23 Menurut Prof. Subekti, bahwa : “Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seseorang laindua orang lain itu saling berjanji untuk melakukan sesuatu hal. 25 Menurut ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata dinyatakan bahwa : “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Menurut Wirjono Prodjodikoro, bahwa : “Perjanjian adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanjidianggap berjanji melakukan sesuatu hak, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu”. 26 Perjanjian antara dua orang atau lebih tersebut mengakibatkan terjadinya perikatan diantara mereka, berdasarkan perikatan tersebut berarti masing-masing pihak saling terikat untuk memenuhi kewajibannya masing-masing dan saling berhak atas haknya masing-masing pula, dalam bentuknya perjanjian itu berupa suatu rangkaian yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan secara lisan ataupun tertulis oleh kedua belah pihak. Berdasarkan pengertian perjanjian diatas, maka dapat ditarik unsur dari perjanjian, yaitu : 1. Sedikitnya ada dua orang 2. Adanya persetujuan antar para pihak 25 Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta, PT. Internusa, 1985. Hal. 1 26 Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, Sumur Bandung, 1973, Hal. 19. Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris PPAT Pejabat Pembuat Akta Tanah. USU e-Repository © 2008. 24 3. Adanya tujuan yang ingin dicapai 4. Adanya prestasi yang akan dilakukan 5. Adanya bentuk tertentu Unsur pertama dari perjanjian adalah sedikitnya dua pihak, dalam suatu perjanjian pihak-pihak yang terikat disebut dengan subyek perjanjian. Unsur kedua dari perjanjian adalah persetujuan antara para pihak, dimana persetujuan itu bersifat tetap dengan maksud tidak dalam keadaan berunding. Karena perundingan merupakan tindakan pendahuluan untuk menuju suatu persetujuan. Unsur ketiga dari perjanjian adalah tujuan yang ingin dicapai. Tujuan tersebut asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Unsur keempat adalah adanya prestasi yang akan dilaksanakan. Terjadinya suatu perjanjian menimbulkan prestasi yang wajib dilaksanakan oleh para pihak. Menurut ketentuan Pasal 1234 KUHPerdata yang isinya adalah : “Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu”. Dengan demikian bahwa pelaksanaan prestasi dapat berupa memberikan sesuatu, mengerjakan sesuatu atau tidak mengerjakan sesuatu untuk kepentingan masing-masing. Apabila salah satu pihak tidak memenuhi prestasi yang diperjanjikan maka terjadilah wanprestasi atau ingkar janji. Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris PPAT Pejabat Pembuat Akta Tanah. USU e-Repository © 2008. 25 Unsur kelima adalah adanya bentuk tertentu. Pada dasarnya bentuk dari perjanjian itu ada 2 dua macam yaitu lisan dan tertulis, akan tetapi dewasa ini perjanjian lebih sering terjadi secara tertulis. 4. Bentuk Perjanjian Berdasarkan bentuknya perjanjian dapat dibedakan menjadi 2 dua macam, yaitu perjanjian dalam bentuk lisan dan perjanjian dalam bentuk tertulis. Bila suatu perjanjian dibuat dalam bentuk tertulis maka perjanjian tersebut bersifat sebagai alat pembuktian bila nantinya terjadi perselisihan diantara para pihak yang mengadakan perjanjian. Terhadap perjanjian tertentu, undang-undang menentukan suatu bentuk khusus dan tertulis dengan konsekuensi logis bahwa bila bentuk tersebut tidak dituruti oleh para pihak maka perjanjian tersebut menjadi tidak sah. Dengan demikian dalam hal ini bentuk tertulis tadi disamping sebagai alat pembuktian ia juga merupakan syarat adanya perjanjian, misalnya perjanjian perdamaian. Hukum perjanjian dikuasai oleh asas-asas hukum perjanjian yang dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 1313, Pasal 1338 dan Pasal 1340 KUHPerdata, yaitu: asas konsensualitas the principle of consensualism dan asas kekuatan mengikatnya kontrak the principle of the binding force of contract dan asas kebebasan berkontrak principle of freedom of contract. 27 27 Ridwan Khairandy, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, FH UI Pasca Sarjana, 2003, Hal. 27. Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris PPAT Pejabat Pembuat Akta Tanah. USU e-Repository © 2008. 26 Pasal 1340 KUHPerdata menyatakan bahwa : Persetujuan-persetujuan hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya. Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat membawa rugi kepada pihak ketiga, tak dapat pihak-pihak ketiga mendapat manfaat karenanya, selain dalam hal yang diatur dalam Pasal 1317 KUH Perdata. 5. Asas-asas dalam Perjanjian Dalam hukum perjanjian dikenal beberapa asas. 1. Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak sangat terkenal dalam hukum perjanjian. Asas ini disimpulkan dari ketentuan Pasal 1320 juncto Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata. Ketentuan Pasal 1338 ayat 1 yang isinya adalah “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Hal ini berarti bahwa orang bebas untuk mengadakan perjanjian dengan siapa saja, menetapkan isi, memberlakukan syarat-syarat sesuai dengan kehendaknya sendiri sepanjang perjanjian itu dibuat secara sah dan beritikad baik serta tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. Sehingga perjanjian itu berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak. Menurut Mariam Darus bahwa : Asas kebebasan berkontrak tidak mempunyai arti tidak terbatas, tetapi terbatas oleh tanggung jawab para pihak, sehingga kebebasan berkontrak sebagai asas diberi sifat yaitu asas kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab. Asas ini Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris PPAT Pejabat Pembuat Akta Tanah. USU e-Repository © 2008. 27 mendukung kedudukan yang seimbang diantara para pihak, sehingga sebuah kontrak akan bersifat stabil dan memberikan keuntungan bagi kedua pihak. 28 2. Asas Konsensualisme Berdasarkan asas ini, maka suatu perjanjian danatau perikatan sudah dilahirkan sejak tercapainya kata sepakat diantara para pihak yang membuat perjanjian tersebut. Hal tersebut dapat kita simpulkan dari ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata yang menjelaskan mengenai syarat-syarat yang diperlukan agar perjanjian menjadi sah, akan tetapi ada beberapa macam perjanjian yang selain terdapat kata sepakat, oleh undang-undang ditetapkan persyaratan atau formalitas tertentu, misalnya hak tanggungan yang harus dibuat secara tertulis dengan suatu Akta Notaris. 3. Asas Kekuatan Mengikat Perjanjian mempunyai sifat mengikat. Mengikat dalam hal ini adalah mengikat kedua belah pihak mengadakan perjanjian danatau perikatan seperti undang- undang bagi keduanya sebagaimana menurut ketentuan Pasal 1338 ayat 2 KUH Perdata, yang isinya “Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena adanya alasan-alasan yang oleh undang- undang dinyatakan cukup untuk itu”. Sehingga timbul jaminan bagi kedua belah pihak bahwa pembatalan tidak mungkin dilakukan oleh satu pihak saja, tapi harus dengan kesepakatan kedua belah pihak atau oleh karena undang-undang. 28 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1994, Hal. 45. Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris PPAT Pejabat Pembuat Akta Tanah. USU e-Repository © 2008. 28 4. Asas Itikad Baik Untuk asas ini dapat kita lihat ketentuan Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata, yang isinya adalah “Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. 5. Asas Kepercayaan Dalam mengadakan perjanjian harus tumbuh rasa saling percaya diantara para pihak bahwa mereka akan memenuhi prestasinya dikemudian hari. Melalui kepercayaan tersebut para pihak mengikatkan dirinya pada perjanjian yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang diantara mereka. 6. Asas Persamaan Hak Asas ini menempatkan para pihak di dalam persamaan derajat, sekalipun ada perbedaan warna kulit, bangsa, kepercayaan, kekuasaan, jabatan dan lain-lain, sehingga dengan demikian harus ada rasa saling menghormati diantara kedua belah pihak dalam mengadakan perjanjian. 7. Asas Keseimbangan Asas ini merupakan lanjutan dari asas persamaan hak, yaitu menghendaki kedua belah pihak untuk memenuhi dan melaksanakan perjanjian tersebut. Pada dasarnya para pihak dalam suatu perjanjian diberi dan mempunyai kedudukan yang sama, hak yang sama, kewajiban yang sama pula sesuai dengan yang telah diperjanjikan sebelumnya. Jadi bila salah satu pihak diberikan hak untuk melakukan pemutusan perjanjian maka sudah seharusnya pihak lainpun diberikan hak untuk dapat melakukan pemutusan perjanjian. Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris PPAT Pejabat Pembuat Akta Tanah. USU e-Repository © 2008. 29 8. Asas Moral Asas ini terdapat dalam ketentuan Pasal 1339 KUH Perdata yang isinya adalah : “Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang”. Hal ini dapat dilihat dari zaakwaarneming, dimana seseorang yang melakukan suatu perbuatan secara suka rela moral maka yang bersangkutan wajib meneruskan dan menyelesaikan perbuatan hukum itu berdasarkan kesusilaan moral sebagai panggilan dari hati nuraninya. 9. Asas Kepatutan Asas ini terdapat dalam ketentuan Pasal 1339 KUH Perdata. Kepatutan merupakan itikad baik dalam tahap pelaksanaan perjanjian yaitu suatu penilaian baik terhadap tindak tanduk suatu pihak dalam hal melaksanakan apa yang telah diperjanjikan. Penilaian baik itu bersifat obyektif yaitu selalu ditentukan atau diukur oleh rasa keadilan yang tumbuh dan hidup dalam masyarakat. 10. Asas Kebiasaan Asas ini terdapat dalam ketentuan Pasal 1339 Juncto Pasal 1347 KUH Perdata. Menurut ketentuan Pasal 1347 KUH Perdata yang isinya adalah : “Hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan, dianggap secara diam- diam dimasukkan dalam perjanjian, meskipun tidak dengan tegas dinyatakan”. Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris PPAT Pejabat Pembuat Akta Tanah. USU e-Repository © 2008. 30 Sehingga perjanjian yang dibuat itu selain terikat pada hal-hal yang diatur secara tegas, ia juga terikat pada hal-hal yang dalam keadaan dan kebiasaan diikuti. Perbuatan hukum untuk melepaskan hubungan hukum pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya, tergantung kepada ada tidaknya kesepakatan atau persetujuan diantara kedua belah pihak. Hal ini berarti bahwa kesepakatan hukum tersebut harus memperhatikan syarat-syarat yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata untuk sahnya suatu perjanjianpersetujuan harus dipenuhi 4 syarat yaitu : 1. Adanya kesepakatan atau persetujuan antara pihak yang membuat perjanjian konsensus. Pasal ini menyebutkan bahwa sahnya suatu perjanjianperikatan yang dibuat apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : Adanya kesepakatan mereka yang mengikat dirinya; Syarat ini merupakan awal dari terbentuknya perjanjian yaitu adanya kesepakatan antara para pihak tentang isi perjanjian yang akan mereka laksanakan. Oleh karena itu, timbulnya kata sepakat tidak boleh disebabkan oleh tiga hal, yaitu adanya unsur paksaan, penipuan dan kekeliruan Pasal 1322 KUH Perdata. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan capacity Pada saat penyusunan kontrak, para pihak secara hukum telah dewasa atau cakap berbuat atau belum dewasa tetapi ada walinya. Di dalam KUH Perdata yang Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris PPAT Pejabat Pembuat Akta Tanah. USU e-Repository © 2008. 31 disebut sebagai pihak yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah : orang-orang yang belum dewasa dan mereka yang berada di bawah pengampuan. 3. Suatu hal tertentu a certain subject matter; Secara yuridis suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu yang telah disetujui. Suatu hal tertentu disini adalah suatu objek perjanjian dan isi perjanjian. Setiap perjanjian harus memiliki objek tertentu, jelas dan tegas. 4. Suatu sebab yang halal illegal cause Setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan Pasal 1337 KUH Perdata. Dua syarat yang pertama dinamakan sebagai syarat subjektif, karena mengenai orang atau subjek yang mengadakan perjanjian. Sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat yang objektif karena mengenai perjanjian itu sendiri dan mengenai objek perbuatan hukum yang dilakukan. Dalam praktek jual beli hak atas tanah dihadapan PPAT kewajiban atas penjaminan obyek tersebut dituangkan dalam suatu klausula pada akta jual beli yaitu : Pihak pertama dalam hal ini Penjual menjamin bahwa objek jual beli tersebut di atas tidak tersangkut dalam suatu sengketa dari sitaan, tidak terikat sebagai jaminan untuk sesuatu utang yang tidak mencatat dalam sertifikat dan bebas dari beban-beban lainnya yang berupa apapun. Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris PPAT Pejabat Pembuat Akta Tanah. USU e-Repository © 2008. 32 6. Lembaga Kuasa 1. Surat Kuasa Satu hal penting yang harus diperhatikan di dalam suatu akta perjanjian jual beli yang dibuat oleh notaris adalah bahwa setelah akta itu dibuat harus diikuti dengan diterbitkannya suatu Surat Kuasa, dengan kata lain akta perjanjian jual beli tidak dapat dipisahkan dari surat kuasa. Pemberian kuasa lastgeving diatur di dalam Buku III Bab XVI mulai dari Pasal 1792 sampai Pasal 1819 KUH Perdata, sedangkan kuasa volmacht tidak diatur secara khusus dalam KUH Perdata maupun di dalam perundang-undangan lainnya, akan tetapi diuraikan sebagai salah satu bagian dari pemberian kuasa. Pasal 1792 KUH Perdata berbunyi sebagai berikut : “Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seorang memberi kekuasaan kepada orang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan”. Dari hal tersebut dapat dilihat, bahwa unsur-unsur dari pemberian kuasa adalah: 1. Persetujuan 2. Memberi kekuasaan kepada penerima kuasa 3. Atas nama pemberi kuasa menyelenggarakan suatu urusan Penerima kuasa diberi wewenang untuk mewakili pemberi kuasa, Akibatnya bahwa tindakan yang dilakukan oleh penerima kuasa adalah merupakan tindakan hukum dari pemberi kuasa, dan di dalam kuasa itu jangan sampai lupa disebutkannya kata-kata bawah sejak ditanda tanganinya akta ini pihak kesatupihak calon penjual Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris PPAT Pejabat Pembuat Akta Tanah. USU e-Repository © 2008. 33 tidak mempunyai hak lagi untuk melakukan suatu tindakan hukum mengenai segala apa yang diperjanjikan dengan kata tersebut, kecuali apabila ada persetujuan dari pihak keduacalon pembeli. Jadi dengan adanya tambahan kata-kata tersebut kuasa telah dilengkapi dengan ketentuan-ketentuan yang diambil dalam hukum perjanjian. Artinya pemberian kuasa bertitik tolak kepada perjanjian yang telah dibuat sebelumnya. Dan apabila perjanjian itu bertentangan dengan hukum atau melanggar ketertiban umum dan kesusilaan maka pemberian kuasa itu harus dianggap batal dan tidak berlaku. 2. Kuasa Mutlak Adapun yang dimaksud dengan kuasa mutlak disini adalah apa yang disebutkan dalam Diktum Kedua huruf a dari Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 yaitu : “Kuasa Mutlak yang dimaksud dalam Diktum Pertama adalah kuasa yang di dalamnya mengandung unsur tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi kuasa”. Di dalam praktek klausul kuasa mutlak itu sering dicantumkan dalam bentuk akta notaris, yang memakai judul “Perjanjian Jual Beli”. Demikian ini dilakukan berdasarkan Surat Dirjend. Agraria atas nama Menteri Dalam Negeri RI No. 594493AGR, tanggal 31 Maret 1982, yang melarang pengesahan “Akta Kuasa Mutlak” yang menyangkut tanah dengan beberapa pengecualian, seperti antara lain : 1. Penggunaan kuasa penuh sebagai dicantumkan dalam Perjanjian Jual Beli yang aktanya dibuat oleh seorang notaris. Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris PPAT Pejabat Pembuat Akta Tanah. USU e-Repository © 2008. 34 2. Penggunaan kuasa dalam jual beli yang aktanya dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT. 3. Kuasa dalam Akta Pembebanan Hak Tanggungan dan akta hipotik. Sebelumnya perlu diketahui bahwa pemberian kuasa mutlak tidak diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUH Perdata, namun diakui di dalam lalu lintas bisnis di masyarakat yang oleh beberapa putusan hakim dipandang sebagai penemuan hukum. Pemberian kuasa mutlak adalah merupakan suatu perikatan yang muncul dari perjanjian, yang diatur Pasal 1338 KUH Perdata, yang mengakui adanya kebebasan berkontrak, dengan pembatasan bahwa perjanjian tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan harus dilandasi dengan itikad baik. Peraturan perundangan dimaksud adalah Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat sahnya perjanjian, Pasal 1138 KUH Perdata tentang pembatasan dari asas kebebasan berkontrak, Pasal 1813 KUH Perdata tentang berakhirnya pemberian kuasa, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah khususnya Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, serta Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak atas nama Menteri Dalam Negeri RI Nomor : 594493AGR, tanggal 31 Maret 1982. Dalam hal mengenai klausul pemberian kuasa mutlak, seperti dinyatakan dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982, yang dimaksud dengan “Kuasa Mutlak” adalah kuasa yang didalamnya mengandung unsur tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi kuasa. Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris PPAT Pejabat Pembuat Akta Tanah. USU e-Repository © 2008. 35 Namun dalam hal ini, kuasa mutlak itu sendiri tidak ada peraturan khusus yang mengaturnya. Akan tetapi timbul akibat dari Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Pasal ini lebih dikenal sebagai dasar dari kebebasan membuat perjanjiankebebasan berkontrak. Berdasarkan ketentuan Pasal 1813 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa pemberian kuasa berakhir dengan ditariknya kembali kuasa si penerima kuasa, jika dikaitkan dengan klausul pemberian kuasa pada perjanjian jual beli yang merupakan kuasa mutlak atau kuasa yang tidak dapat dicabut kembali, maka jelas bahwa klausul tersebut bertentangan dengan undang-undang yang ada. Hal ini juga dijelaskan pada Pasal 1814 KUH Perdata tentang adanya hak dari pemberi kuasa untuk dapat menarik kembali kuasanya manakala dikehendaki. Namun demikian jika Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah, apabila dikembalikan pada undang-undang yaitu Pasal 1792 KUH Perdata tentang pemberian kuasa last geving, khususnya pada Pasal 1813 KUH Perdata serta Instruksi Mendagri No. 14 Tahun 1982 juga berdasarkan PP 24 Tahun 1997, tentang berakhirnya suatu pemberian kuasa, apabila dikaitkan dengan Pasal 1338 KUH Perdata tentunya” para pihak dapat memperjanjikan”. Berlakunya asas kebebasan berkontrak dalam hukum perjanjian Indonesia antara lain dapat disimpulkan dari Pasal 1338 KUH Perdata menyatakan bahwa : Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris PPAT Pejabat Pembuat Akta Tanah. USU e-Repository © 2008. 36 “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Dalam pasal ini tersirat adanya bahwa antara para pihak harus ada suatu kesepakatan. Dengan demikian bahwa kebebasan berkontrak berkaitan erat dengan asas konsensualisme atau sepakat antara para pihak yang membuat perjanjian. Tanpa adanya sepakat dari salah satu pihak yang membuat perjanjian, maka perjanjian itu yang dibuat adalah tidak sah. Namun demikian, kebebasan berkontrak atau kebebasan membuat perjanjian tidaklah sebebas-bebasnya dibuat oleh para pihak. Hal ini dapat disimpulkan dari Pasal 1320 ayat 4 jo Pasal 1337 jo. Pasal 1338 ayat 3. Pasal 1339 KUH Perdata bahwa asalkan mengenai kuasa yang dilarang oleh Undang-Undang atau bertentangan dengan kesusilaan baik, kepatutan atau ketertiban umum dan undang-undang. Artinya bahwa bila dilihat dari pasal Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUH Perdata ternyata asas kebebasan berkontrak itu bukannya bebas mutlak. Ada beberapa pembatasan yang diberikan oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUH Perdata terhadap asas ini yang membuat asas ini merupakan asas yang tidak tak terbatas atau perjanjian yang berat sebelah atau timpang. Pasal 1320 ayat 4 KUH Perdata menentukan bahwa para pihak tidak bebas untuk membuat perjanjian yang menyangkut causa yang dilarang oleh undang- undang atau bertentangan dengan kesusilaan atau ketertiban umum. Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris PPAT Pejabat Pembuat Akta Tanah. USU e-Repository © 2008. 37 Pasal 1337 KUH Perdata yang dengan tegas menyatakan bahwa suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum. Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata memberikan arah mengenai kebebasan pihak untuk membuat perjanjian sepanjang dilakukan dengan itikad baik. Pasal 1339 KUH Perdata menerangkan salah satu batasan bagaimana perjanjian itu dapat mengikat kedua belah pihak walaupun telah dinyatakan dengan tegas didalamnya apa-apa yang diperjanjikan, yaitu mengenai dan untuk segala sesuatu yang menurut sifat persetujuan, diharuskan oleh keputusan, kebiasaan atau undang-undang. Sejalan dengan apa yang telah dijelaskan dan diterangkan diatas, jika dikaitkan dengan perbuatan hukum jual beli yang merupakan tindak lanjut dari perbuatan hukum perjanjian jual beli, disini dapatlah ditegaskan lagi bahwa antara yang dimaksud dengan jual beli menurut hukum tanah nasional dengan jual beli menurut Pasal 1457 KUH Perdata sudah jelas berbeda, dimana jual beli menurut hukum tanah nasional merupakan perbuatan hukum pemindahan hak yang bersifat tunai, bersifat terang dan bersifat riil, serta dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang dalam hal ini Pejabat Pembuat Akta Tanah. Adapun jual beli menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUH Perdata hanya bersifat obligatoir saja. Hal ini yang membedakan antara penjualan yang dilakukan dengan membuat perjanjian jual beli dengan sistem penjualan menurut hukum tanah nasional, sehingga dengan demikian praktek jual beli secara pengikatan jual beli tidak dapat dikatakan Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris PPAT Pejabat Pembuat Akta Tanah. USU e-Repository © 2008. 38 bertentangan atau melanggar hukum tanah nasional, karena memang bukan perbuatan hukum jual beli yang dimaksud oleh hukum tanah nasional yang berlaku, melainkan hanyalah masih dalam bentuk “perjanjian jual beli”. Dimana hal itu merupakan perjanjian pendahuluan untuk dapat dilakukan perbuatan hukum jual beli dihadapan pejabat yang berwenang. Dalam masalah ini klausul kuasa mutlak yang terdapat pada akta perjanjian jual beli tersebut adalah bukan yang dimaksud dalam Diktum Kedua huruf a dari Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah. Sedangkan yang dimaksud dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri tersebut merupakan suatu bentuk khusus pemberian kuasa, yang hal ini jika dikaitkan dengan PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Pasal 37 dan Pasal 1813 KUH Perdata jelas merupakan penyimpangan dan bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku. Namun perlu diperhatikan, bahwa hal ini tidak dapat dilepaskan dari Diktum Kedua huruf b dari Instruksi Menteri Dalam Negeri tersebut, yang intinya adalah menyatakan bahwa larangan tersebut bagi kuasa mutlak yang pada hakekatnya merupakan pemindahan hak atas tanah yang memberikan kewenangan kepada penerima kuasa untuk menguasai dan menggunakan tanahnya serta melakukan segala perbuatan hukum yang menurut hukum hanya dapat dilakukan oleh pemegang haknya. Dan juga perlu diperhatikan lagi bahwa, larangan penggunaan kuasa mutlak sebagai pemindahan hak atas tanah yang dimaksud, adalah perjanjian pemberian Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris PPAT Pejabat Pembuat Akta Tanah. USU e-Repository © 2008. 39 kuasa “yang tidak mengikuti” perjanjian pokoknya. Dimana hal ini telah tersirat dalam Surat Dirjend. Agraria atas nama Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 594493AGR, tanggal 31 Maret 1982. Sebagai contoh, bahwa dalam Surat Kuasa Memasang Hipotik yang sekarang disebut dengan Surat Kuasa membebankan Hak Tanggungan SKMHT yang merupakan bagian dan sebagai tindakan awal pengamananperlindungan bagi kreditur terhadap Surat Pengakuan Hutang yang dibuat, dicantumkan klausul tidak dapat dicabut dan tidak akan berakhir karena sebab apapun juga, yang mana hal ini hanya bersifat sementara sampai hutangnya lunas. Demikian juga dalam Perjanjian Jual Beli, dimana perjanjian pemberian kuasa di dalamnya harus diberikan dengan ketentuan bahwa kuasa tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian pokoknya yaitu pengikatan jual belinya itu sendiri. Dengan demikian perjanjian pemberian kuasa yang demikian tidak termasuk dalam surat kuasa mutlak yang dilarang. Dengan catatan bahwa kuasa yang diberikan didalam perjanjian jual beli yang dibuat secara notaril dimana hak-hak pemberi kuasa sudah terpenuhi dan pelaksanaan jual beli kepada pembeli belum dapat dilaksanakan karena misalnya sertifikat belum selesai dibalik nama atau karena letak tanah diluar wilayah kerja notaris, dengan ketentuan kuasa demikian diberikan hanya untuk pelaksanaan jual beli kepada pembeli sendiri, bukan kepada pihak lain dan jangan diberikan dengan hak substansi untuk menjaga peluang yang menyimpang. Namun demikian perjanjian pemberian kuasa dalam perjanjian jual beli tersebut bukan berarti tidak dapat ditarik kembali. Artinya para pihak dapat Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris PPAT Pejabat Pembuat Akta Tanah. USU e-Repository © 2008. 40 mencabutmenarik kembali kuasanya apabila para pihak sepakat untuk itu atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu, maka perjanjian yang telah dibuatnya, dengan adanya kesepakatan sekarang menjadi tidak berlaku lagi atau tidak mempunyai kekuatan hukum. Hal ini ditegaskan pada Pasal 1338 ayat 2 KUH Perdata. Demikian pula apabila syarat sahnya suatu perjanjian khususnya Pasal 1320 ayat 3 KUH Perdata mengenai suatu hal tertentu, dalam hal pembuatan akta perjanjian jual beli yang dilakukan dengan angsuran sedangkan sertifikat atas tanah sudah ada dan sudah atas nama pihak penjual, apabila prestasi dari pihak pembeli tidak dapat terpenuhi sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan dalam akta perjanjian jual beli tersebut, maka dengan sendirinya perjanjian pemberian kuasa dalam perjanjian jual beli ini batal menurut hukum seperti apa yang telah diperjanjikan dalam akta tersebut. Jadi berdasarkan hal yang telah diuraikan di atas yaitu Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982, tanggal 6 Maret 1982 tentang larangan penggunaan kuasa mutlak sebagai pemindahan hak atas tanah, kuasa mutlak itu harus mempunyai 3 unsur yaitu : 1. Objek dari kuasa itu adalah tanah. 2. Kuasa tersebut mengandung unsur tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi kuasa. 3. Kuasa tersebut memberikan kewenangan kepada penerima kuasa untuk menguasai dan menggunakan tanah serta melakukan perbuatan hukum yang Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris PPAT Pejabat Pembuat Akta Tanah. USU e-Repository © 2008. 41 menurut hukum hanya dapat dilakukan oleh pemegang haknya, dan pada hakekatnya merupakan suatu hak atas tanah. Dengan kata lain si penerima kuasa seakan-akan bertindak sebagai pemilik. Namun berdasarkan IMDN Nomor 14 Tahun 1982 tersebut menegaskan kuasa mutlak diperbolehkan terhadap : 1. Penggunaan kuasa penuh yang dimaksud dalam pasal 3 blanko Akta Jual Beli yang bentuk aktanya ditetapkan oleh Menteri Agraria Nomor 11 tahun 1961. 2. Penggunaan kuasa penuh sebagai yang dicantumkan dalam Perjanjian Ikatan Jual Beli yang aktanya dibuat oleh seorang Notaris. 3. Penggunaan Kuasa Memasang Hipotik yang aktanya dibuat oleh seorang Notaris dan penggunaan kuasa-kuasa lainnya yang bukan dimaksud sebagai pemindahan hak atas tanah. Dalam hal kuasa mutlak yang tidak dilarang itu harus ada beberapa syarat yang harus dipenuhi : 29 1. Tidak bertentangan dengan peraturan hukum, ketertiban masyarakat dan kesusilaan. 2. Harus mempunyai causa yang sah. 3. Harus terkandung di dalamnya kepentingan yang diberi kuasa. 29 Chairani Bustami, Op.cit, Hal. 83 Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris PPAT Pejabat Pembuat Akta Tanah. USU e-Repository © 2008. 42 3. Blanco Volmacht Sebagai pengganti dari Kuasa Mutlak yang diberikan dengan akta tersendiri kepada calon pembeli dapat juga dengan adanya blanko volmacht, artinya di dalam akta perjanjian jual beli yang telah dibuat dihadapan Notaris, di dalam pasalnya ada beberapa baris yang dikosongkan dan hanya diisi dengan titik-titik dimana fungsi titik-titiknya ini dapat diisikan nama orang yang akan ditunjuk sebagai penerima kuasa. Orang yang akan diisikan namanya di dalam blanko volmacht tersebut bisa saja pegawai notaris atau penerima kuasa itu sendiri. Pengaturan mengenai hal ini terdapat di dalam Pasal 5 perjanjian jual beli, dan kuasa yang dimaksud tersebut merupakan bagian yang terpenting yang gunanya adalah : 1. Untuk mewakili sipemberi kuasa dalam hal mengurus dan menyelesaikan segala sesuatu yang berhubungan dengan akan dilakukannya jual beli. 2. Serta melakukan segala sesuatu yang dianggap perlu dan berguna oleh pihak kedua penerima kuasa untuk memenuhi ketentuan peraturan perundang- undangan terutama sekali Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris PPAT Pejabat Pembuat Akta Tanah. USU e-Repository © 2008. 43

2. Konsepsi