56
dengan laut. Jadi, masyarakat Desa Samudera Jaya takut mendapat musibah jika tidak menghargai makhluk-makhluk yang tidak terlihat.
Atau sering diistilahkan takut kena karma, karma adalah buah perbuatan dan keinginan-keinginan leluhurnya, dan buah kelakuan sendiri
pada masa lampau maupun masa sekarang. Selain itu, karmanya dipengaruhi pula oleh nasib, yaitu kehendak Tuhan. Kekuasaannya terhadap karma adalah
terbatas dan tidak jelas, karena karma itu bukan buah dari perbuatan sendiri saja.
28
C. Pandangan Ulama Terhadap Tradisi Sesajen Walimatul ‘Ursy di Desa
Samudera Jaya
Sesajen memang memiliki nilai yang sangat sakral bagi pandangan masyarakat yang mempercayainya. Seorang Ulama Desa Samudera Jaya yaitu
bapak Muslim juga mengetahui tentang adanya tradisi sesajen yang digunakan oleh masyarakat Desa Samudera Jaya sebagai pelengkap acara walimatul „ursy.
Proses ini terjadi sudah sangat lama, bisa dikatakan sudah berasal dari nenek moyang kita yang mempercayai adanya pemikiran-pemikiran yang religius.
Kegiatan ini dilakukan oleh masyarakat guna mencapai sesuatu keinginan atau terkabulnya sesuatu yang bersifat duniawi.
28
Neils Mulder, Kepribadian Jawa dan Pembangunan Nasional, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1984, Cet- 5, h. 33.
57
Menurut bapak Muslim sebagai seorang ulama di Desa Samudera Jaya mengatakan bahwa sebenarnya kalau hanya bicara tentang tradisi mengenai
praktek sesajen yang digunakan pada saat walimatul „ursy itu adalah salah satu tradisi yang baik. Namun, berbeda halnya dengan keyakinan, sangat
dikhawatirkan sekali kalau tujuan dari sesajen tersebut menjadi faktor utama untuk meminta keberkahan.
29
Tidak dapat dipungkiri bahwa bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas Islam, peran adat sebagai sebuah hukum sudah tidak diragukan lagi. Hal ini
terbukti dengan banyaknya permasalahan-permasalahan muamalah dalam masyarakat yang mana adat lebih memegang peranan penting dibanding dengan
“hukum Islam”. Masalah kolerasi antara hukum Islam dengan perkembangan masyarakat
adalah salah satu isu keagamaan yang tambah menarik, mengingat suatu kenyataan, bahwa bagaimanapun lengkapnya nash-
nash Qur‟aniyyah dalil-dalil yang terdapat dalam ayat-ayat Al-
Qur‟an maupun sunnah Nabawiyah dalil-dalil yang tercakup dalam sunnah Nabi tidak mungkin secara terinci menjelaskan
segala persoalan kemasyarakatan yang terus berubah dan berkembang, dari zaman ke zaman, dari satu daerah ke daerah lain, dari satu tingkat peradaban ke tingkat
yang lain. Tetapi semua perubahan tersebut tetap membutuhkan kejelasan dan kepastian hukum.
30
29
Muslim, Ulama Desa Samudera Jaya, Wawancara Pribadi, Desa Samudera Jaya, 20 Februari 2011.
30
Muhammad Tholhah Hasan, Islam Dalam Perspektif Sosio Kultural, Jakarta: Lantabora Press, 2005, Cet-3, h. 103.
58
Bapak Muslim juga menjelaskan bahwa budaya dan adat kebiasaan yang bertentangan dengan agama Allah itu dilarang. Contohnya seperti budaya syirik
yang diantaranya menjadikan makhluk-makhluk yang sholeh sebagai perantara dalam beribadah, memberi kurban atau sesajian untuk para roh yang ditakuti dan
diagungkan, bersumpah dengan selain nama Allah dan seterusnya. Budaya dan ritual orang-orang musyrik baik zaman dahulu maupun zaman sekarang. Dalam
hal ini Allah berfirman dalam surat Al- An‟am ayat 136.
Artinya: “Dan mereka menyediakan sebagian hasil tanaman dan hewan bagian untuk Allah sambil berkata menurut persangkaan mereka, “Ini untuk
Allah dan yang ini untuk berhala- berhala kami”. Bagian yang untuk
berhala-berhala mereka tidak akan sampai kepada Allah, dan bagian yang untuk Allah akan sampai kepada berhala-berhala mereka. Sangat
buruk ketetapan mereka itu.” Q.S Al-An’am 8: 136.
Untuk di Desa Samudera Jaya pengaruh tradisi sesajen terhadap adat masyarakat sangat kuat sekali. Karena memang arti yang sesungguhnya dari
tradisi sesajen ini adalah untuk mengukuhkan rasa kekeluargaan dan sebagai wujud bakti juga terhadap orang-orang tua yang telah mendahuluinya. Namun,
jika sesajen diartikan dan dipraktekkan sebagai shodaqoh, karena memang sekarang ini sudah ada beberapa masyarakat yang mengubah teknis tersebut
seperti makanan-makanan yang awalnya hanya murni untuk sesajen yang akan
59
diletakkan di tempat-tempat tertentu mulai agak dirubah yaitu sesajen yang akan dipersembahkan diberi doa kemudian setelah itu bisa dinikmati bersama-sama
oleh sanak-saudara, tetangga, dan para undangan. Alasan masyarakat Samudera Jaya menjadikan sesajen sebagai tradisi
mungkin untuk menyampaikan rasa syukur atau sebagai ungkapan rasa bahagia karena dimana
kita ketahui untuk mengadakan walimatul „ursy itu memerlukan biaya, jadi ketika semua terlaksana biasanya ada rasa bahagia dan sesajen adalah
salah satu bentuk nyata yang bisa dilakukan oleh shohibul hajat.
31
Dampak tradisi sesajen terhadap masyarakat Desa Samudera Jaya, menurut ulama Desa Samudera Jaya yaitu bapak Muslim, menerangkan bahwa
dampak yang pasti akan terjadi adalah masalah keyakinan terutama bagi masyarakat Desa Samudera Jaya yang awam tidak mengerti akan pendidikan
baik pendidikan formal atau non formal. Menyajikan sesajen adalah suatu kemusyrikan, walaupun sebenarnya ada suatu simbol atau siloka di dalam sesajen
yang harus kita pelajari. Siloka, adalah penyampaian dalam bentuk pengandaian atau gambaran yang berbeda aphorisma. Dan walaupun kearifan lokal yang
disimbolkan dalam sesajen perlu dipelajari bukan disalahkan karena itu adalah kearifan budaya lokal yang diturunkan oleh leluhur kita.
32
31
Muslim, ulama masyarakat Desa Samudera Jaya, Wawancara Pribadi, Desa Samudera Jaya, tgl 20 Februari 2011.
32
Neils Mulder, Kepribadian Jawa dan Pembangunan Nasional, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1984, Cet-5,h. 24.
60
Namun, hal demikian tetap dikhawatirkan karena masyarakat terkadang tidak melihat makna yang ada dalam sesajen melainkan tujuan yang hendak
mereka capai ketika mengadakan acara walimatul „ursy.
33
Melihat masyarakat Desa Samudera Jaya, bagaimana budaya yang aneh dan primitif ini begitu melekat dalam diri mereka dan menjadi adat ritual dalam
keseharian mereka, maka menimbulkan suatu pertanyaan siapa saja yang akan terkena dampak dari tradisi sesajen yang tumbuh pada masyarakat Desa
Samudera Jaya. Mengenai hal demikian, jika ditelaah dari apa yang dilakukan olah masyarakat Desa Samudera Jaya maka kemungkinan besar generasi-generasi
penerus masyarakat Desa Samudera Jaya akan terus melangsungkan adat sesajen dalam walimatul „ursy tersebut. Karena, keyakinan tentang adat sesajen tersebut
sudah melekat dalam diri masyarakat Desa Samudera Jaya, mereka meyakini bahwa pemberian sesajen adalah sebagai tanda penghormatan atau rasa syukur
terhadap semua yang terjadi di masyarakat.
34
Walimatul „ursy merupakan perayaan dan peresmian untuk diberitahu kepada khalayak ramai sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT, dan
memohon doa kepada Allah agar diberi berkah, keridhoan dan keselamatan. Namun, jika rasa syukur yang dilakukan dengan sesajen sebagai ungkapan
selametan yang melambangkan kesatuan mistis dan sosial dari penganutnya atau orang-orang yang mempercayainya, maka hal demikian benar-benar merupakan
34
Muslim, ulama masyarakat Desa Samudera Jaya, Wawancara Pribadi, Desa Samudera Jaya, tgl 20 Februari 2011.
61
pergeseran aqidah karena meyakini tradisi kemusyrikan yang tumbuh melalui upacara-upacara sesajen. Walaupun sesajen sebagai simbol selametan yang
dilakukan untuk memenuhi hajat manusia sehubungan dengan suatu kejadian yang ingin diperingati, tetapi semua itu tetap saja merupakan larangan dalam
ajaran agama Islam.
35
Berdasarkan keterangan di atas yang telah dijelaskan oleh seorang ulama tentang tradisi sesajen yang dinyatakan sebagai perbuatan musyrik namun tetap
dibudayakan. Menurut hemat penulis, praktek sesajen yang dilakukan pada masyarakat Desa Samudera Jaya ketika mengadakan acara walimatul „ursy adalah
merupakan suatu kemusyrikan perbuatan syirik dan menyesatkan keyakinan karena dalam tradisi tersebut secara tidak langsung memang mengandung unsur
kemusyrikan yang begitu tinggi. Hal tersebut dapat ditelaah dari tujuan-tujuan yang hendak dicapai ketika menyajikan sesajen, dengan tujuan yang bervariasi
seperti meminta keberkahan, keselamatan, dan rizki yang melimpah. Maka hal tersebut adalah perbuatan mempersekutukan Allah karena percaya dengan
kekuasaan selain Allah SWT.
35
Yusuf Al-Qaradhawi, Halal Haram Dalam Islam, Jakarta: Akbar MediaEka Sarana, 2005, Cet-2, h. 22.
62
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dari hasil wawancara dengan sesepuh Desa, paranormal, penunggu pendaringan, dan salah seorang ulama masyarakat Desa
Samudera Jaya, maka penulis menyimpulkan sebagai berikut: 1.
Sesajen ini memiliki nilai yang sangat sakral bagi pandangan masyarakat yang masih mempercayai, tujuan dari pemberian sesajen ini untuk mencari berkah.
Pemberian sesajen ini biasanya dilakukan di tempat-tempat yang dianggap keramat dan mempunyai nilai magis yang tinggi.
Sesajen juga merupakan suatu keharusan dan akan mempengaruhi lancar atau tidaknya acara walimatul ‘ursy, dan ternyata sebagian pelaku
sesajen mengatakan bahwa sesajen harus ada dengan bagaimanapun caranya termasuk dengan berhutang. Bukankah dengan sesajen kita meminta berkah,
keselamatan, banyak rezeki, tamu datang bagaikan air mengalir, maka hutang tersebut nanti akan dibayar ketika acara hajatan selesai.
Pada prakteknya sesajen sudah disiapkan 2 atau 1 hari sebelum dimulainya hajatan, ada 4 sesajen yang harus dipersiapkan dan keempat
sesajen tersebut dikatakan sebagai simbol empat penjuru angin. Orang yang menunggu pendaringan adalah nenek tua yang sudah biasa berperan sebagai