Pengertian Ba’i Istishna’ Rukun Syarat Ba’i Istishna’ :

Demikian pula para ulama sepakat bahwa salam diperbolehkan dalam barang-barang yang ditakar makilat, ditimbang mauzunat, diukur dengan meteran madzru’at, dan dihitung ma’dudat. 22

3. BA’I ISTISHNA’ PURCHASE BY ORDER OR MANUFACTURE

a. Pengertian Ba’i Istishna’

Transaksi Ba’i Istishna’ merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam kontrak ini, pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang lalu berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah pihak bersepakat atas harga serta sistem pembayaran: apakah pembayaran dilakukan dimuka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai suatu waktu pada masa yang akan datang. Istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara kedua belah pihak, yaitu pemesan pembelimustashni dan penjual pembuat shani’. Ba’i Istishna’ digunakan untuk produk manufaktur seperti konstruksi atau pembangunan rumah, gedung, mesin pengolah biodiesel dan lain sebagainya. Akad Istishna’ juga pembayarannya dapat dilakukan secara angsuran. 22 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, Jakarta : AMZAH, 2010, cet.ke-1, hlm.245-246. Istishna’ Paralel adalah suatu bentuk akad istishna’ antara penjual dan pemesan, dimana untuk memenuhi kewajibannya kepada pemesan, penjual melakukan akad istishna’ dengan pihak lain sub kontraktor yang dapat memenuhi aset yang dipesan pembeli. Syaratnya akad istishna’ pertama tidak bergantung pada istish na’ kedua. Selain itu penjual tidak boleh mengakui adanya keuntungan selama konstruksi. 23

b. Rukun Syarat Ba’i Istishna’ :

Dalam Ba’i istishna’, terdapat rukun yang harus dipenuhi, yakni : 1. Pemesanpembeli mustashni’. 2. Penjualpembuat shani’. 3. Barangobjek mashnu’. 4. Tsaman harga. 5. Shighat yaitu ijab dan qabul. Disamping itu, ulama juga menentukan beberapa syarat untuk menentukan sahnya jual beli istishna’. Syarat yang diajukan ulama untuk diperbolehkannya transaksi jual beli istishna’ adalah: 1. Kedua belah pihak yang bertransaksi berakal, cakap hukum dan mempunyai kekuasaan untuk melakukan jual beli. 2. Ridhakerelaan dua belah pihak dan tidak ingkar janji. 3. Shani’ menyatakan kesanggupan membuat barang. 23 Sri Nurhayati, Akuntansi Syariah di Indonesia, Jakarta : PT Salemba Empat, 2011, cet.ke-2, hlm.211-212. 4. Apabila bahan baku berasal dari mustashni’, maka akad ini bukan lagi istishna’, tetapi berubah menjadi ijarah. 5. Apabila isi akad mensyaratkan shani’ hanya bekerja saja, maka akad ini bukan lagi istishna’, tetapi berubah menjadi ijarah. 6. Mashnu’ barang yang dipesan mempunyai kriteria yang jelas seperti jenis, ukuran, tipe, mutu, dan jumlahnya. 7. Barang yang dipesan tidak termasuk kategori yang dilarang syara’ yaitu: najis, haramtidak jelas atau menimbulkan kemudharatan menimbulkan maksiat.

c. Berakhirnya akad Istishna’ :