Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN PERSERO Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.
USU Repository © 2009
2 Dengan adanya penelitian ini dapat memberikan tambahan tentang
bagaimana membuat perjanjian yang baik.
3
D. Keaslian Penulisan
Adapun judul tulisan ini adalah perjanjian layanan kesehatan antara PT. PLN Persero Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Utara, Riau
dan Aceh dengan Rumah sakit Gleni, belum pernah ditulis dan diteliti dalam bentuk yang sama khususnya di PT. PLN Persero Proyek Induk Pembangkit
dan Jaringan Sumatera Utara, Riau dan Aceh sehingga tulisan ini asli dalam hal tidak ada judul yang sama. Dengan demikian ini keaslian skripsi ini dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
E. Tinjauan Kepustakaan
Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Perjanjian itu mengandung
elemen-elemen sebagai berikut : 1.
Adanya pihak-pihak, setidak-tidaknya harus ada dua orang, inilah yang disebut sebagai subyek dalam konsep hukum.
2. Adanya persetujuan diantara para pihak itu, inilah yang disebut sebagai
konsensus. 3.
Adanya obyek berupa benda yang diperjanjikan. 4.
Adanya tujuan yang hendak dicapai bersifat kebendaan yakni menyangkut harta kekayaan
5. Ada bentuk tertentu, apakah itu lisan atau tulisan.
4
3
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Penerbit Rajawali Press, Jakarta, 1993, hal 83
4
R. Subekti, Aneka Perjanjian, Cetakan Kesepuluh, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung. 1996. hal : 78
Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN PERSERO Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.
USU Repository © 2009
Menurut ketentuan pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Perjanjian didefinisikan sebagai : “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan
mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
Jika kita perhatikan dengan seksama, rumusan yang diberikan dalam pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Perjanjian tersebut ternyata
menegaskan kembali bahwa perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya terdapat orang lain. Ini berarti dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban
atau prestasi dari satu atau lebih orang pihak kepada satu atau lebih orang pihak lainnya, yang berhak atas prestasi tersebut. Rumusan tersebut
memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, dimana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi debitor dan
pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut kreditor. Masing-masing pihak tersebut dapat terdiri dari satu atau lebih orang, bahkan
dengan berkembangnya ilmu hukum, pihak tersebut dapat juga terdiri dari satu atau lebih badan hukum.
Perbuatan yang disebutkan dalam rumusan awal ketentuan pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata hendak menjelaskan bahwa perjanjian
hanya mungkin terjadi jika ada suatu perbuatan nyata baik dalam bentuk ucapan, maupun tindakan secara fisik dan tidak hanya dalam bentuk pikiran
semata-mata. Atas dasar inilah kemudian dikenal adanya perjanjian konsensuil.
Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN PERSERO Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.
USU Repository © 2009
Dalam khasanah hukum perjanjian dikenal beberapa asas yang menjadi dasar para pihak di dalam melakukan tindakan hukum guna melahirkan suatu
perjanjian. Umumnya perjanjian tidak terikat pada suatu bentuk tertentu, jadi dapat
dibuat secara lisan dan andaikata dibuat secara tertulis maka ini bersifat sebagai alat bukti. Dalam perkembangannya, perjanjian bukan lagi sebagai perbuatan
hukum melainkan merupakan hubungan hukum rechtsverhouding. Pandangan ini dikemukakan oleh van Dunne yang mengatakan bahwa :
“Perjanjian adalah perbuatan hukum merupakan teori klasik, atau teori konvensional.”
5
Keberhasilan organisasi pada layanan kesehatan yang terkelola tergantung pada kemampuan dan kemauan penyedianya untuk mengendalikan
penggunaan yang tidak perlu. Perjanjian perlu menetapkan tanggung jawab penyedia dalam menjalankan program penilaian penggunaan dari layanan
kesehatan yang terkelola. Dilema dari usaha layanan kesehatan yang terkelola Selama ini memahami arti perjanjian Communis Opinio Doctorum
adalah satu perbuatan hukum yang bersisi dua een tweezijdige rechtshandeling yaitu perbuatan penawaran aanbod, offer, dan penerimaan
aanvaarding, acceptance. Seharusnya perjanjian adalah dua perbuatan hukum yang masing-masing bersisi satu twee eenzijdige rechthandeling yaitu
penawaran dan penerimaan yang didasarkan kepada kata sepakat antara dua orang atau lebih yang saling berhubungan untuk menimbulkan akibat hukum
rechtsgevolg.
5
www. Google.com, Dasar-Dasar Hukum Perjanjian
Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN PERSERO Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.
USU Repository © 2009
adalah bagaimana mengartikulasikan kewajiban ini dalam perjanjian jika program penilaian penggunaan ini sangat rinci dan sering diperbarui.
6
6
Peter R. Kongstvedt, et. all, Pokok-Pokok Pengelolaan Usaha Pelayanan Kesehatan,
Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta, 2000, hal : 242
Salah satu pilihan yang digunakan oleh beberapa organisasi usaha
layanan kesehatan yang terkelola adalah melampirkan program penilaian penggunaan sebagau sebuah daftar lampiran pada perjanjian. Pilihan kedua
adalah sekedar memasukkan program menurut acuan. Pada pilihan manapun, usaha layanan kesehatan yang terkelola perlu memastikan bahwa perjanjian
memperbolehkan penambahan pada standar penilaian penggunaan dimasa yang akan datang tanpa persetujuan penyedia. Jika usaha layanan kesehatan yang
terkelola tidak melampirkan sebuah standar acuan silang, maka layanan kesehatan yang terkelola harus memberi sebuah salinan pada petunjuk dan
setiap penambahan kepada setiap penyedia. Tanpa dokumen ini, penyedia bisa berargumentasi bila tidak setuju pada petunjuk ataupun penambahan
lanjutannya. Akibat timbulnya perjanjian tersebut, maka para pihak terikat
didalamnya dituntut untuk melaksanakannya dengan baik layaknya undang- undang bagi mereka, hal ini dinyatakan Pasal 1338 KUHPerdata, yaitu:
1 perjanjian yang dibuat oleh para pihak secara sah berlaku sebagai undang- undang bagi mereka yang membuatnya.
Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN PERSERO Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.
USU Repository © 2009
2 perjanjian yang telah dibuat tidak dapat ditarik kembali kecuali adanya kesepakatan dari para pihak atau karena adanya alasan yang dibenarkan oleh
undang-undang. 3 Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikat baik
7
1. Penelitian Kepustakaan Library Research
F. Metode Penelitian