Sinetron dan Moral Pesan moral tentang berbuat baik pada sesama (analisis isi skenario sinetron religi komedi satire mengintip surga di RCTI)
film seluloid, dan memang diproduksi untuk dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop cinema.
Sinema elektronik atau lebih populer dalam akronim sinetron adalah sandiwara bersambung yang disiarkan oleh stasiun televisi. Di Indonesia, istilah
ini pertama kali dicetuskan oleh Soemardjono salah satu pendiri dan mantan pengajar Institut Kesenian Jakarta. Sumber ini didapatkan dari hasil wawancara
dengan Teguh Karya. Dalam bahasa Inggris, sinetron disebut soap opera, sedangkan dalam bahasa Spanyol disebut telenovela.
Sinetron pada umumnya bercerita tentang kehidupan manusia sehari-hari yang diwarnai konflik. Seperti layaknya drama atau sandiwara, sinetron diawali dengan
perkenalan tokoh-tokoh yang memiliki karakter masing-masing. Berbagai karakter yang berbeda menimbulkan konflik yang makin lama makin besar
sehingga sampai pada titik klimaksnya. Akhir dari suatu sinetron dapat bahagia maupun sedih, tergantung dari jalan cerita yang ditentukan oleh penulis
skenario
23
. Berbicara masalah isi pesan sinetron televisi, bukan hanya melihat dari segi
budaya, tetapi juga berhubungan erat dengan masalah ideologi, ekonomi maupun politik.
Paket sinetron yang tampil di televisi adalah salah satu bentuk untuk mendidik masyarakat dalam bersikap dan berperilaku yang sesuai dengan tatanan
norma dan nilai budaya masyarakat. Isi pesan yang terungkap secara simbolis,
23
http:id.wikipedia.orgwikiSinema_elektronik
dalam paket sinetron berbentuk kritik sosial dan kontrol sosial terhadap penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam masyarakat.
Masalah yang sangat krusial dalam isi pesan sinetron ialah soal kualitas dan objektivitas. Tidak semua sinetron berkualitas. Banyak sinetron yang tidak dapat
menunjukkan atau mengungkapkan objektivitas sosial. Yang menjadi pertanyaan ialah, mana yang lebih penting dalam menilai sinetron, apakah dari sudut kualitas
atau objektivitas?
24
. Sinetron, seperti banyak diberitakan media massa adalah paket acara lokal
yang diasumsikan sangat digemari pemirsa. Setiap rating yang dikeluarkan Survey Research Indonesia SRI selalu menunjukkan bahwa sinetron adalah mata acara
yang paling banyak penontonnya. Memang cukup layak, kalau sinetron mendapat julukan sebagai primadona
acara televisi. Namun, tampaknya julukan primadona itu kini berangsur-angsur mulai pudar karena pembuatan sinetron bukan lagi menekankan aspek kualitas
melainkan hanya dikerjakan untuk memenuhi tuntutan kuota paket lokal televisi dan kejar tayang sekaligus membendung film-film asing maupun telenovela.
Akibatnya, tema cerita, tidak adanya pengenalan antropologis dan skenario yang lemah, floating yang overlapping, penjiwaan karakter pemain yang dangkal,
bahkan kurangnya kewajaran adegan logika terkesan dipaksakan sehingga dramaturginya kacau.
24
Kuswandi, Wawan. 2008. Komunikasi Massa : analisis Interaktif budaya massa. Jakarta: Rineka Cipta. h. 80
Sinetron adalah sebuah sinema elektronik tentang sebuah cerita yang di dalamnya membawa misi tertentu kepada pemirsa. Misi ini dapat berbentuk pesan
moral untuk pemirsa atau realitas moral yang ada di kehidupan masyarakat sehari- hari.
Sinetron-sinetron yang membawa pesan moral pada umumnya mangangkat setting cerita lewat karakter tokoh berwatak bijaksana dan ideal perilakunya.
Diharapkan dari tokoh ini, pemirsa dapat mengambil manfaat dan menirunya. Kelemahan dari sinetron yang berisi pesan moral, yaitu seringkali terjebak pada
pola menggurui serta keluar dari realitas dan objektivitas empiris. Sinetron ini menarik pemirsa namun, hanya sebatas hiburan dan gagal untuk mengubah
perilaku masyarakat seperti yang diharapkan. Lain halnya sinetron yang mengangkat realitas moral dalam kehidupan
masyarakat. Biasanya setting ceritanya menggambarkan peristiwa yang sedang terjadi atau memperlihatkan watak dari karakter tokoh dalam cerita itu ketika
mengalami atau menangani sebuah kasus moral di masyarakat. Di sini pemirsa hanya diberikan informasi, tentang sisi moral yang terjadi di
masyarakat serta pola perilaku tokoh cerita, dalam mencari jalan ke luar atas sebuah kasus moral tersebut. Tujuan akhir dari sinetron realitas moral ini, yaitu
pemirsa secara laten diajak untuk merenung dan berpikir setelah melihat kenyataan moral yang tampak dalam cerita. Sinetron ini menjadi menarik karena
tidak menggurui dan objektif ceritanya sesuai realitas empiris. Kelemahan dari
sinetron ini yaitu hanya sebagai tontonan hiburan dan tidak bertujuan total mengubah perilaku pemirsa.
Dr. Sasa Djuasa Sendjaya, menyebutkan, sebuah sinetron seyogyanya memiliki karakteristik, yaitu
25
: 1.
Mempunyai gaya atau style terdiri dari aspek artistiknya, orisinalitas , penggunaan bahasa film dan simbol-simbol yang tepat, penataan artistik
seperti cahaya, screen-directing dan art-directing, fotografi yang bagus, penyampaian sajian dramatik yang harmonis, adanya unsure suspense dan
teaser .
2. Memiliki isi cerita termasuk di dalamnya hubungan logis dalam alur cerita,
irama dramatik, visi dan orientasi, karakteristik tokoh, permasalahantema yang actual dan kontekstual.
3. Memiliki karakter dan format medium, penguasaan teknik peralatan
dengan kemungkinan-kemungkinannya, manajemen produksi. Untuk mencapai itu, sebuah sinetron diusahakan agar memenuhi kualitas standar
lebih dahulu, yaitu menyentuh basic instinct human-being. Terlepas dari apa yang dikemukakan dua pakar di atas, griya produksi sudah
terlanjur menjamur di Indonesia. Dibalik itu, beberapa TV swasta yang telah hadir, mau tak mau, layar kacanya harus diisi berbagai acara untuk menarik
pemirsa dan pemasang iklan sebagai nyawa TV swasta. Perlu kita pahami
25
Kuswandi, Wawan. 2008. Komunikasi Massa : analisis Interaktif budaya massa. Jakarta: Rineka Cipta. h. 121
bersama bahwa isi pesan sinetron adalah cermin nilai dan norma moral masyarakat.