1 KONDISI EKSISTING SIARAN RADIO FM DAN SOLUSI PERMASALAHAN

3. 3. 1 KONDISI EKSISTING SIARAN RADIO FM DAN SOLUSI PERMASALAHAN

PERMASALAHAN

Sebelum Tahun 2002, Pemberian Izin Frekuensi Siaran radio FM diberikan tanpa kerangka aturan teknis yang jelas dan benar. Pengkanalan frekuensi masih dilakukan tidak sesuai dengan standar ITU yaitu 350 kHz. Serta distribusi izin diberikan berdasarkan “ f i r st come f i r st ser ved ” tanpa perencanaan dan kebijakan perizinan yang jelas. Akibatnya, distribusi kanal siaran radio FM tidak optimal, menumpuk di kota-kota besar saja.

Pada tahun 2002, Ditjen Postel mendapat bantuan expert ITU untuk pembuatan master plan frekuensi siaran TV dan siaran radio FM. Dalam waktu satu tahun, regulasi teknis telah selesai disusun yaitu Kepmenhub No.15 tahun 2003 tentang Rencana Induk (Master Plan) frekuensi radio penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan siaran radio FM. Pada peraturan tersebut telah ditentukan rincian distribusi kanal frekuensi siaran radio FM yang disusun dengan mengakomodasi jumlah dan distribusi siaran radio FM eksisting dan kondisi geografis / profil lokasi wilayah siaran di seluruh Indonesia.

Untuk keperluan migrasi frekuensi saat itu dari pengkanalan lama yang berbasis 350 kHz ke pengkanalan baru, diatur dalam Keputusan Dirjen Postel No.15A/2004 tentang Peralihan Kanal Frekuensi Siaran radio FM. Migrasi frekuensi siaran radio FM eksisting tersebut dilaksanakan dengan baik pada bulan Agustus 2004.

Sejak tahun 2002, Ditjen Postel tidak mengeluarkan izin baru untuk siaran radio FM. Hal tersebut dilakukan dalam rangka penataan frekuensi Siaran radio FM se-Indonesia. Selain itu dengan berlakunya UU No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran, mengharuskan Ditjen Postel untuk bersama-sama dengan instansi terkait seperti Komisi Penyiaran Indonesia sebelum memberikan izin.

Akan tetapi selama hampir 5 tahun dari 2002 sampai dengan awal tahun 2007, terjadi perselisihan cukup panjang antara Departemen Kominfo dan KPI mengenai kewenangan perizinan penyiaran, sehingga menghambat proses perizinan dan tidak memberikan kepastian hukum. Hal tersebut diperparah dengan tuntutan dan eforia otonomi daerah, di mana sejumlah Pemerintah Daerah memberikan izin siaran radio dan Siaran TV lokal berdasarkan Akan tetapi selama hampir 5 tahun dari 2002 sampai dengan awal tahun 2007, terjadi perselisihan cukup panjang antara Departemen Kominfo dan KPI mengenai kewenangan perizinan penyiaran, sehingga menghambat proses perizinan dan tidak memberikan kepastian hukum. Hal tersebut diperparah dengan tuntutan dan eforia otonomi daerah, di mana sejumlah Pemerintah Daerah memberikan izin siaran radio dan Siaran TV lokal berdasarkan

Akibatnya, terjadi kekacauan tumpang tindih kewenangan, ketidakpastian hukum, serta banyaknya izin siaran radio FM analog dikeluarkan oleh pemerintah daerah tanpa dikoordinasikan dengan Ditjen Postel. Bahkan beberapa kanal frekuensi ditetapkan tanpa mengikuti ketentuan Master Plan frekuensi, menyebabkan kualitas penerimaan siaran radio FM di beberapa lokasi seperti Jakarta, Bandung, mengalami gangguan di beberapa lokasi.

Dengan semakin baiknya koordinasi antara Depkominfo dan KPI sejak awal tahun ini (2009), maka dalam waktu tidak terlalu lama akan diadakan sejumlah Forum Rapat Bersama di berbagai daerah, sehingga perlu kajian teknis dan alternatif pemecahan sebelum pertemuan.

SOLUSI PERMASALAHAN

Saat ini Ditjen Postel sedang melakukan penyusunan revisi rencana dasar teknis frekuensi siaran radio FM (KM.15/2003). Revisi tersebut bukan dimaksudkan untuk menggantikan distribusi siaran radio FM secara ekstrim, akan tetapi revisi tersebut bersifat melengkapi dan menyempurnakan. Di antara penyempurnaan ketentuan yang direncanakan antara lain:

1. Penentuan batas wilayah cakupan siaran ( “ ser vi ce ar ea” ) yang lebih rinci dan tegas melalui pemetaan ( mappi ng ) wilayah cakupan siaran. Pada KM.15/2003 batas wilayah cakupan siaran hanya ditetapkan pada jarak dari pusat kota, sehingga menimbulkan multi tafsir.

2. Penambahan wilayah layanan baru yang belum tercakup dalam KM.15/2003, dengan sebisa mungkin tidak mengubah distribusi kanal pada wilayah-wilayah siaran yang telah ditentukan dalam KM.15/2003.

3. Penentuan distribusi kanal siaran radio FM di daerah perbatasan, seperti Batam, Tanjung Pinang yang berbatasan dengan Singapura dan Malaysia serta beberapa wilayah di provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur yang berbatasan dengan Malaysia. Distribusi kanal siaran radio FM ini didapat dari sejumlah hasil koordinasi frekuensi perbatasan antara Ditjen Postel-Indonesia dengan MCMC-Malaysia, IDA- Singapura yang dimulai tahun 2002 dan dilakukan pertemuan secara berkala.

4. Penyempurnaan ketentuan teknis radio komunitas yang lebih ketat dan rinci.

PRINSIP-PRINSIP DISTRIBUSI ALOKASI FREKUENSI SIARAN RADIO FM

Berikut ini langkah-langkah yang dilakukan dalam hal distibusi alokasi frekuensi siaran radio FM:

• Langkah Pertama: Menentukan Matriks Protection Ratio antar Wilayah Layanan

• Langkah Kedua: menginventarisasi potensi program siaran di wilayah layanan dimaksud dari data pengukuran dan data pendudukan kanal siaran

• Langkah Ketiga: membandingkan dengan distribusi kanal frekuensi pada regulasi teknis eksisting (KM.15/2003, KM.76/2003)

• Langkah Keempat: menyusun distribusi kanal frekuensi yang paling optimal memperhatikan hasil-hasil analisa sebelumnya.

• Langkah Kelima: menyusun strategi pemecahan masalah bilamana kanal frekuensi yang diusulkan, ternyata di lapangan telah diduduki oleh penyelenggara siaran Analog

• Analisa dan Evaluasi (bila perlu diulang (iterasi) lagi untuk mendapatkan hasil paling optimal)