PERENCANAAN FREKUENSI PENYIARAN DIGITAL

3. 2 PERENCANAAN FREKUENSI PENYIARAN DIGITAL

3. 2. 1 LATAR BELAKANG

Kekacauan pemberian izin frekuensi penyiaran akibat eforia otonomi daerah dan tumpang tindih kewenangan Pemerintah Pusat (Depkominfo), KPI/KPI-D dan Pemerintah Daerah (Dinas Perhubungan). Hal ini ditambah lagi dengan telah beroperasinya sejumlah Siaran TV analog dan radio siaran AM/FM yang tidak mengikuti master plan frekuensi semisal yang memiliki izin Pemda, rekomendasi KPI/KPI-D, atau bahkan tidak memiliki izin sama sekali.

Dengan disahkannya PP No.38/2007 sebagai pengganti PP.25/2000 tentang kewenangan pemerintah pusat dan pemda memberikan kepastian hukum bagi industri dengan diberikannya kembali kewenangan pengelolaan spectrum frekuensi kepada instansi yang kompeten yaitu Ditjen Postel-Depkominfo.

Koordinasi frekuensi perbatasan dengan negara tetangga Singapura dan Malaysia, yang telah mulai proses digitalisasi lebih cepat. Menuntut Indonesia segera memulai proses migrasi analog ke digital secepatnya (terutama daerah Batam dan sekitarnya).

3. 2. 2 PRINSIP-PRINSIP PERENCANAAN FREKUENSI PENYIARAN DIGITAL

Teknologi Digital memberikan peningkatan efisiensi berlipat-lipat (pada TV s/d 18 kali lipat) daripada penggunaaan frekuensi oleh TV/Siaran radio Analog, dan bisa meningkat lagi dengan kemajuan teknologi kompresi. Karenanya, salah satu solusi kekacauan frekuensi ini adalah secepatnya mengimplementasikan penyiaran digital di Indonesia.

Tim Nasional merekomendasikan pemisahan yang jelas dan tegas antara penyelenggara infrastruktur (penyelenggara multipleks) dengan lembaga penyiaran eksisting (konten). Idealnya memang perlu dilakukan revisi UU Penyiaran dan Telekomunikasi agar tidak terjadi kesulitan pemahaman regulasi di kemudian hari. TV digital ini merupakan salah satu contoh nyata konvergensi ICT.

Akan tetapi ketentuan UU Penyiaran No.32 tahun 2002, sendiri sebenarnya melarang lembaga penyiaran radio swasta dan jasa penyiaran televisi masing-masing menyelenggarakan lebih dari 1 (satu) siaran dengan 1 (satu) saluran siaran pada 1 (satu) cakupan wilayah siaran. Hal ini hanya dapat diterapkan pada dunia penyiaran analog seperti Siaran radio AM/FM dan Siaran TV Analog.

Oleh karena itu dalam implementasi penyelenggaraan jaringan multipleks Siaran TV digital, harus menggunakan UU Telekomunikasi No.36 tahun 1999, sebagai penyelenggara jaringan tetap tertutup. Sedangkan lembaga penyiaran akan menjadi penyelenggara konten.

Kunci suksesnya migrasi penyiaran analog ke digital antara lain ditentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut:

1. Tersedianya “ r ecei ver ” (pesawat penerima) murah

a. Set-Top-Box DVB-T diharapkan dapat mencapai sekitar US$20 = Rp. 200.000. Dengan potensi pasar Indonesia sangat besar, dan menggunakan potensi industri manufaktur dalam negeri seperti Polytron, Panasonic Gobel, dsb, diharapkan bisa menurunkan harga pesawat penerima TV Digital dan juga set-top-box DVB-T

b. Recei ver DAB diharapkan bisa mencapai harga Rp. 200.000. Di Singapura dan Malaysia sudah mencapai harga US$ 30.

2. Tersedianya “ ki l l er cont ent / ki l l er appl i cat i on ” yang meliputi layanan program TV siaran nasional, lokal, pendidikan, dan program tambahan lain dengan kualitas lebih bagus dan kuantitas lebih banyak.

3. Pemanfaatan infrastruktur eksisting seperti tower, jaringan transmisi ( f i ber opt i c , satelit dan microwave link) sangat penting untuk cepatnya penerapan migrasi penyiaran analog ke digital.

3. 2. 3 PERENCANAAN FREKUENSI PENYIARAN DIGITAL

Perencanaan frekuensi penyiaran dapat dijelaskan sebagai berikut:

 Pit a Frekuensi MF (526. 5 – 1606. 5 kHz)

o Penggunaan teknologi / standar saat ini : Siaran radio AM (Analog)

o Saat ini digunakan untuk kanal frekuensi Siaran radio AM Analog bagi Lembaga Penyiaran Publik (RRI) dan Lembaga Penyiaran Swasta o Potensi Teknologi / Standar Digital : Digital Radio Mondiale (DRM), AM IBOC

 Pit a Frekuensi VHF Band II (87. 5 – 108 MHz)

o Penggunaan teknologi / standar saat ini : Siaran radio FM (Analog) o Saat ini digunakan untuk kanal frekuensi Siaran radio FM Analog bagi Lembaga Penyiaran Publik (RRI), Lembaga Penyiaran Swasta dan Lembaga Penyiaran Komunitas o Potensi Teknologi / Standar Digital : FM RDS, FM IBOC

 Pit a Frekuensi VHF Band III (174 - 230 MHz) o Penggunaan teknologi / standar saat ini : TV siaran VHF

(analog), o Saat ini sebagian besar digunakan untuk kanal frekuensi TV siaran VHF analog oleh lembaga penyiaran publik (TVRI) dan lembaga penyiaran swasta di beberapa tempat. o Potensi teknologi / standar digital : Digital Audio Broadcast (DAB), Digital Multimedia Broadcast (DMB), DVB-H, dsb.

 Pit a Frekuensi UHF Band IV/ V (470 – 806 MHZ)

o Penggunaan teknologi / standar saat ini : Siaran TV UHF (Analog) o Saat ini digunakan untuk kanal frekuensi Siaran TV UHF Analog oleh lembaga penyiaran publik (TVRI) dan lembaga penyiaran swasta di beberapa tempat. o Potensi teknologi / standar digital : DVB-T (Digital Video Broadcasting-Terrestrial), DVB-H Digital Video Broadcasting – Handheld), Media-Flo (Qualcomm), WiMax, IMT-Advanced, dsb.

Dalam pemilihan standar penyiaran digital, faktor “sejarah”, volume produksi massal, serta kondisi adopsi Negara-negara lain yang berdekatan menjadi sangat penting. Dalam kasus TV Digital, karena Indonesia menggunakan standar PAL untuk TV Analog, serta Negara-negara tetangga yang berdekatan menggunakan standar DVB-T, maka lebih menguntungkan dipilih DVB-T sebagai standar TV Digital. Hal ini telah ditetapkan oleh Depkominfo berdasarkan

Permen No. 7 Tahun 2007. Sehingga untuk standar-standar pada pita frekuensi lainnya sebaiknya dipilih standar yang kompatibel dengan DVB-T seperti DAB pada pita VHF dan DRM pada pita frekuensi LF/MF/HF.

Ringkasan perencanaan frekuensi penyiaran digital dapat dilihat pada tabel 16 berikut ini.

TABEL 16. RINGKASAN PERENCANAAN FREKUENSI PENYIARAN DIGITAL

POTENSI JUMLAH PROGRAM / POTENSI STANDAR

PITA

PITA FREKUENSI

KONTEN DLM SATU WILAYAH

NO

KETERANGAN FREKUENSI

TEKNOLOGI PENYIARAN

1 VHF Band III

170 – 230 MHz

DAB (Digital Audio

28 konten audio digital per 7

Free-to-air DAB

Broadcasting), dan DAB+

MHz

Disiapkan 3 kanal RF 7 MHz

Receiver audio digital

per wilayah.

tersendiri atau terintegrasi dengan tape mobil, PC, notebook, dsb

Potensi 80 s/d 100 program

DAB+ teknologi

audio digital

kompresi lebih baik, jumlah program lebih banyak

Multimedia Broadcasting

TBD

Free-to-air atau

DMB, DVB-H, dsb

layanan berbayar.

Receiver tersendiri atau terintegrasi dengan telepon genggam, PC, notebook, dsb

POTENSI JUMLAH PROGRAM / POTENSI STANDAR

PITA

PITA FREKUENSI

NO TEKNOLOGI PENYIARAN

KONTEN DLM SATU WILAYAH

KETERANGAN

FREKUENSI (MHz) LAYANAN

4-6 konten per 8 MHz RF

Free-to-air

(Pita Bawah,

Standar Digital TV dengan

s/d Ch.48)

MPEG-2

Receiver TV digital tersendiri, set-top-box (dekoder) atau terintegrasi dengan PC, notebook, dsb

TBD Free-to-air atau (Pita Atas,

layanan berbayar.

Ch.49 - 62)

Free-to-air atau

Media-Flo TBD

layanan berbayar.

Mobile Broadband

TBD Layanan berbayar

3 L-band

1452 - 1492

Terrestrial DMB

TBD Free-to-air atau

layanan berbayar.

Terrestrial DAB

TBD Receiver tersendiri

atau terintegrasi dengan telepon genggam, PC, notebook, dsb

POTENSI STANDAR

POTENSI JUMLAH PROGRAM /

PITA

PITA FREKUENSI

NO TEKNOLOGI PENYIARAN

KONTEN DLM SATU WILAYAH

KETERANGAN

FREKUENSI (MHz)

2520 - 2670 MHz

Satellite DVB-S

5 transponder @ 24 MHz

Set-top-box (dekoder)

(Indovision)

+ 100 program SDTV MPEG-2

Layanan berbayar

BWA (interactive)

TBD

5 Ext-C band

3500 - 3700 MHz

Satellite DVB-S

3 transponder @ 36 MHz

Set-top-box (dekoder)

(Telkomvision)

+ 100 program SDTV MPEG-2

Layanan berbayar

BWA (interactive)

Satellite DVB-S

2 transponder @ 72 MHz

Set-top-box (dekoder)

(Directvision)

+ 100 program SDTV MPEG-2

Layanan berbayar

7 LF/MF

520 - 1605 kHz

Digital Radio Mondiale

TBD (lebih efisien dari Analog) Receiver tersendiri atau terintegrasi dengan PC, notebook, dsb

8 HF

3 - 30 MHz (HF

Digital Radio Mondiale

TBD (lebih efisien dari Analog) Receiver tersendiri

Broadcast Band)

atau terintegrasi dengan PC, notebook, dsb

*TBD : t o be det er mi ned (akan ditetapkan kemudian)

3. 3 KONDISI EKSISTING DAN ALTERNATIF PEMECAHAN PERMASALAHAN