3. Penelitian dan pengembangan yang menunjang pengawetan. Beberapa kegiatan yang dilarang karena dapat mengakibatkan perubahan
fungsi kawasan cagar alam adalah : 1. Melakukan perburuan terhadap satwa yang berada di dalam kawasan
2. Memasukkan jenis-jenis tumbuhan dan satwa bukan asli ke dalam kawasan 3. Memotong, merusak, mengambil, menebang, dan memusnahkan tumbuhan dan
satwa dalam dan dari kawasan 4. Menggali atau membuat lubang pada tanah yang mengganggu kehidupan
tumbuhan dan satwa dalam kawasan, atau 5. Mengubah bentang alam kawasan yang mengusik atau mengganggu kehidupan
tumbuhan dan satwa. Larangan juga berlaku terhadap kegiatan yang dianggap sebagai tindakan
permulaan yang berkibat pada perubahan keutuhan kawasan, antara lain seperti : 1. Memotong, memindahkan, merusak atau menghilangkan tanda batas kawasan,
atau 2. Membawa alat yang lazim digunakan untuk mengambil, mengangkut,
menebang, membelah, merusak, berburu, memusnahkan satwa dan tumbuhan ke dan dari dalam kawasan.
2.21. Peran Serta Masyarakat
Negara diberi amanah dalam mengelola sumber daya alam dan memelihara daya dukungnya agar bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dari
generasi ke generasi. Dalam Pasal 7 ayat 1 Undang-undang Nomor : 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan masyarakat mempunyai
kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Selanjutnya dalam Bab X Undang-undang Nomor : 41 tentang
Kehutanan, telah diatur mengenai peran serta masyarakat. Masyarakat mempunyai hak dalam dalam menikmati kualitas lingkungan
hidup yang dihasilkan hutan, dan juga dapat mengetahui rencana peruntukan hutan, pemanfaatan hasil hutan, dan informasi kehutanan. Selain haknya tersebut,
masyarakat berkewajiban untuk ikut serta memelihara dan menjaga kawasan hutan dari gangguan dan perusakan. Dalam hal ini pemerintah wajib mendorong peran
serta masyarakat melalui berbagai kegiatan di bidang kehutanan yang berdaya guna
dan berhasil guna. Peran serta masyarakat merupakan proses dimana masyarakat turut serta mengambil bagian dalam pengambilan keputusan tentang proyek,
program dan kebijakan, Hadi 1999. Dengan adanya peran serta masyarakat tersebut anggota masyarakat mempunyai motivasi kuat untuk bersama-sama
mengatasi masalah lingkungan hidup dan mengusahakan berhasilnya kegiatan pengelolaan lingkungan hidup, khususnya hutan. Terdapat 8 delapan tangga
partisipasi masyarakat, menurut Arstein 1969 dalam Hadi 1999 yaitu, 1 manipulasi, 2 terapi, 3 menyampaikanmenginformasikan, 4 konsultasi, 5
peredaman kemarahan, 6 kemitraan, 7 pendelegasian kekuasaan dan 8 pengawasan masyarakat. Peran serta merupakan istilah yang sama artinya dengan
keikutsertaan, keterlibatan dan partisipasi. Keberhasilan strategi pembangunan berkelanjutan juga tidak terlepas dari
pemerintahan governance. Pemerintahan dikategorikan baik good governance apabila sumber-sumber daya dan masalah-masalah publik dikelola secara efektif,
efisien yang merupakan respon terhadap kebutuhan masyarakat Hadi, 1999. Selanjutnya good governance sebagaimana dirumuskan oleh Indonesian Centre for
Environmental Law atau ICEL 1999 dalam Hadi 1999, mempersyaratkan lima hal :
1 Lembaga perwakilan yang mampu menjalankan fungsi kontrol dan penyalur
aspirasi masyarakat effective representative system. 2
Pengadilan yang mandiri, bersih dan profesional judicial independence. 3
Birokrasi yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat dan memiliki integritas reliable and responsive bureaucracy.
4 Masyarakat sipil yang kuat sehingga mampu melaksanakan fungsi kontrol
strong and participatory civil society .
Terselenggarakannya good governance merupakan prasyarat utama untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan dan cita-cita bangsa dan
negara. Dalam rangka pengurusan hutan juga diperlukan adanya sutau perubahan
paradigma pemerintah, yaitu dari paradigma state based benefits menuju ke paradigma multistakeholders based benefits. Dengan paradigma seperti ini akan
mendorong terpenuhinya berbagai prasyarat guna mencapai kepemerintahan yang
baik dalam pengurusan hutan good forestry governance. Prasyarat dimaksud antara lain : 1 Adanya transparansi hukum, kebijakan dan pelaksanaan, 2 tersedianya
mekanisme yang legitimate dalam proses akuntabilitas publik, 3 adanya mekanisme perencanaan, pelaksanaan, dan monitoringevaluasi yang partisipatif, 4 adanya
mekanisme yang demokratis dalam memperkuat daerah melalui mekanisme otonomi daerah, sehingga daerah tidak tertinggal dan ditinggalkan dalam berbagai tahapan
dan 5 memperbaiki birokrasi pusat yang tidak efektif dan efisien untuk perbaikan kinerja melalui pengembangan institusi yang mengarah kepada peningkatan
pelayanan publik, bukan berorientasi internal pemerintah saja Effendi, 2001.
2.22. Teori Perencanaan