Akibat Hukum Penjualan Saham Yang Dijual Secara Diam-Diam Pada Perseroan Terbatas

(1)

Universitas Indonesia

Arikunto, 2010, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta, Rineka Cipta

Darmadji Tjiptono dan Fakhruddin Hendry M., 2001, Pasar Modal di Indonesia

Pendekatan Tanya Jawab, Jakarta, Salemba empat

Griffin Ricky W. dan Ebert Ronald J., 2006, Bisnis (jilid 1), edisi kedelapan, Jakarta, Penerbit Erlangga

Harahap M. Yahya, 1986, Segi-segi Hukum Perjanjian, Bandung, Alumni

________________, 2009, Pembahasan Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta, Sinar Grafika

Malik Alfian, 2010, Pengantar BIsnis Jasa Pelaksana konstruksi, Yogyakarta, CV. Andi Offset.

Manan Abdul, 2009, Aspek Hukum dalam Penyelenggaraan Investasi di Pasar

Modal Syariah Indonesia, Jakarta, Penerbit Kencana

Miru Ahmadi, 2007, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada

Munir Fuady, 2002, Doktrin-Doktrin Modern dalam Coorporate Law dan

Eksistensinya dalam Hukum Indonesia, Jakarta, PT. Citra Aditya

Bakti

Nazil M., Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta

Patrik Purwahid, 1994, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Semarang, CV. Mandar maju

Purwosutjipto HMN, 1983, Pengertian Pokok Dagang Indonesia Bentuk

Perusahaan, Jakarta, Djambatan

Rahardjo Sapto, 2006, Kiat Membangun Aset Kekayaan. Jakarta, Elex Media Komputindo


(2)

Setiawan, “Empat Kriteria Perbuatan Melawan Hukum dan Perkembangan

dalam Yurisprudensi”, Varia Peradilan No. 16 Tahun II (Januari

1987)

Soekanto Soerjono, 2011, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, cetakan ketigabelas, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada

Subekti R., Tjitrosudibio R., 2008, Kitab Undang – Undang Hukum Perdata, Jakarta, Pradnya Paramita

Subekti, 1995, Aneka Perjanjian, Bandung, Citra Aditya Bakti Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseraon Terbatas

Widjaja Gunawa, 2008m 150 Tanya Jawab Tentang Perseroan Terbatas, Jakarta, Forum Sahabat

Yuliana Indah, 2010, Produk Keuangan Syariah, Malang, Penerbit UIN - Maliki Press


(3)

A. Jual beli saham

Pemindahan hak atas saham yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dapat dikatakan tidak sederhana karena harus menempuh beberapa formalitas. Dibandingkan dengan pengaturan menurut KUHPerdata, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas masih mensyaratkan beberapa ketentuan dan apabila telah memenuhi syarat-syarat yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, harus tetap juga melihat bagaimana anggaran dasar perseroan mengatur mengenai cara-cara pemindahan hak atas saham tersebut.

Di dalam anggaran dasar perseroan dapat diatur persyaratan mengenai pemindahan hak atas saham, yaitu:

1. Keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham dengan klasifikasi tertentu atau pemegang saham lainnya

2. Keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari organ perseroan; dan/atau

3. Keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyatakan bahwa perseroan diberikan kebebasan untuk mengatur mengenai pemindahan saham dalam anggaran dasar perseroan. Oleh


(4)

karena itu anggaran dasar dalam sebuah perseroan harus mengatur terkait pemindahan saham yang memerlukan persetujuan terlebih dahulu dari organ perseroan atau tidak sesuai dengan poin ketiga diatas

Persyaratan sebagaimana dimaksud diatas tidak berlaku dalam hal pemindahan hak atas saham karena hukum. Yang dimaksud dengan pemindahan karena hukum adalah pemindahan hak karena kewarisan atau pemindahan hak sebagai akibat penggabungan, peleburan, atau pemisahan. tetapi untuk pemindahan hak karena kewarisan harus tetap memenuhi persyaratan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Apabila anggaran dasar mengharuskan pemegang saham yang ingin menjual saham untuk menawarkan terlebih dahulu sahamnya kepada pemegang saham klasifikasi tertentu atau pemegang saham lain, maka penawaran saham kepada pemegang saham klasifikasi tertentu atau pemegang saham lain dilakukan untuk jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal penawaran. Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal penawaran dilakukan ternyata pemegang saham tersebut tidak membeli saham yang ditawarkan, maka pemegang saham yang ingin menjual sahamnya dapat menawarkan dan menjual sahamnya kepada pihak ketiga.

Pemegang saham yang ingin menjual sahamnya dan diharuskan oleh anggaran dasar untuk menawarkan sahamnya berhak menarik kembali penawaran tersebut setelah berakhirnya jangka waktu 30 (tiga puluh) hari. Persetujuan pemindahan hak atas saham oleh Organ Perseroan atau penolakannya harus


(5)

diberikan secara tertulis dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal Organ Perseroan menerima permintaan persetujuan pemindahan hak tersebut. Apabila dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari tersebut telah lewat dan Organ Perseroan tidak memberikan pernyataan tertulis, maka Organ Perseroan dianggap menyetujui pemindahan hak atas saham tersebut. Pemindahan hak atas saham yang disetujui oleh Organ Perseroan, dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak diberikannya tanggal persetujuan.

B. Jual beli Saham Atas Kepentingan Perseroan

Perseroan memiliki kepentingan besar dalam hal melakukan penambahan modal, oleh karena itu kebijakan untuk melakukan pengeluaran lembaran saham adalah bertujuan untuk menambah modal perseroan demi lancarnya perusahaan itu sendiri. Penambahan modal diatur di dalam Pasal 41-43 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yaitu:

Pasal 41

(1) Penambahan modal Perseroan dilakukan berdasarkan persetujuan RUPS (2) RUPS dapat menyerahkan kewenangan kepada Dewan Komisaris guna

menyetujui pelaksanaan keputusan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk jangka waktu paling lama1 (satu) tahun


(6)

(3) Penyerahan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sewaktu-waktu dapat ditarik kembali oleh RUPS

Pasal 42

(1) Keputusan RUPS untuk penambahan modal dasar adalah sah apabila dilakukan dengan memperhatikan persyaratan kuorum dan jumlah suara setuju untuk perubahan anggaran dasar sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini dan/atau anggaran dasar

(2) Keputusan RUPS untuk penambahan modal ditempatkan dan disetor dalam batas modal dasar adalah sah apabila dilakukan dengan kuorum kehadiran lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian dari seluruh jumlah saham dengan hak suara dan disetujui oleh lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah seluruh suara yang dikeluarkan, kecuali ditentukan lebih besar dalam anggaran dasar

(3) Penambahan modal sebagaimana dimaksud pada ayat wajib diberitahukan kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan.

Pasal 43

(1) Seluruh saham yang dikeluarkan untuk penambahan modal harus terlebih dahulu ditawarkan kepada setiap pemegang saham seimbang dengan pemilikan saham untuk klasifikasi saham yang sama

(2) Dalam hal saham yang akan dikeluarkan untuk penambahan modal merupakan saham yang klasifikasinya belum pernah dikeluarkan, yang berhak membeli terlebih dahulu adalah seluruh pemegang saham sesuai dengan perimbangan jumlah saham yang dimilikinya


(7)

(3) Penawaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal pengeluaran saham:

a. ditujukan kepada karyawan Perseroan

b. ditujukan kepada pemegang obligasi atau efek lain yang dapat dikonversikan menjadi saham, yang telah dikeluarkan dengan persetujuan RUPS atau

c. dilakukan dalam rangka reorganisasi dan/atau restrukturisasi yang telah disetujui oleh RUPS

(4) Dalam hal pemegang saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menggunakan hak untuk membeli dan membayar lunas saham yang dibeli dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal penawaran, Perseroan dapat menawarkan sisa saham yang tidak diambil bagian tersebut kepada pihak ketiga

Berdasarkan kepentingan perseroan, jual beli saham dapat dilaksanakan untuk melakukan penambahan modal akan tetapi mekanismenya berbeda dengan jual beli saham atas kepentingan pribadi dimana adanya syarat atau ketentuan tertentu yang harus dilaksanakan, yaitu:

1) Wajib menawarkan lebih dahulu seluruh saham yang dikeluarkan untuk penambahan modal kepada setiap pemegang saham.

a. Penawaran atas saham klasifikasi yang sama

Dalam jual beli saham untuk kepentingan perseroan yang bertujuan untuk penambahan modal, seluruh saham yang dikeluarkan untuk perubahan modal, harus terlebih dahulu ditawarkan kepada setiap pemegang saham dan


(8)

penawarannya juga harus dilakukan secara seimbang dengan pemilikan saham untuk klasifikasi saham yang sama.25

b. Penawaran klasifikasi saham yang belum pernah dikeluarkan

Penambahan modal dalam hal saham yang klasifikasinya belum pernah dikeluarkan, maka yang berhak untuk lebih dahulu adalah pemegang saham untuk melakukan jual belinya atas saham tersebut atau cara yang dilakukan adalah dengan perimbangan jumlah saham yang dimilikinya.26

c. Pengeluaran saham yang tidak perlu ditawarkan kepada pemegang saham Dalam Pasal 43 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa tidak diperlukannya dilakukan penawaran kepada pemegang saham terhadap adanya penambahan modal. Ketentuan ini menegaskan bahwa terdapat klasifikasi penambahan modal ditujukan terhadap:

(1).Karyawan perseroan

Karyawan atau pegawai perseroan merupakan pihak yang dapat menerima penawaran secara langsung dari perseroan ketika adanya penambahan modal melalui penjualan saham

(2).Pemegang obligasi

Pemegang obligasi dapat menerima penawaran dari perseroan dalam hal penambahan modal kemudian dari pada itu dapat dikonversikan menjadi saham

25

Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas 26


(9)

(3). Reorganisasi atau restrukturisasi

Setiap perseroan membutuhkan reorganisasi atau restrukturisasi dalam rangka perbaikan kinerja perseroan itu sendiri, dengan demikian penawaran saham dalam rangka reorganisasi atau restrukturisasi harus terlebih dahulu disetujui oleh RUPS

C. Jual Beli Saham Atas Kepentingan Pribadi

1. Keharusan Menawarkan Terlebih Dahulu Kepada Pemegang Saham Dengan Klasifikasi Tertentu Atau Pemegang Saham Lainnya

a. Pemegang saham dapat menawarkan kepada pihak ketiga, apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari, pemegang saham lain, tidak membeli

Pasal 58 ayat (1) “Dalam hal anggaran dasar mengharuskan pemegang saham penjual menawarkan terlebih dahulu sahamnya kepada pemegang saham klasifikasi tertentu atau pemegang saham lain, dan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh hari) terhitung sejak tanggal penawaran dilakukan ternyata pemegang saham tersebut tidak membeli, pemegang saham penjual dapat menawarkan dan menjual sahamnya kepada pihak ketiga”.

b. Pemegang saham penjual berhak menarik kembali penawaran

Pasal 58 ayat (2) “Setiap pemegang saham penjual yang diharuskan menawarkan sahamnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak menarik kembali penawaran tersebut, setelah lewatnya jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (1)”. Yang dimaksud dengan “hanya berlaku 1 (satu) kali” adalah anggaran dasar Perseroan tidak boleh menentukan menawarkan sahamnya lebih dari 1 (satu) kali sebelum menawarkan kepada pihak ketiga.


(10)

2. Keharusan mendapat Persetujuan terlebih dahulu dari Organ Perseroan a. Persetujuan atau penolakan harus diberikan organ tubuh

Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa organ perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris. Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan mengatakan bahwa Pemberian persetujuan pemindahan hak atas saham yang memerlukan persetujuan Organ Perseroan atau penolakannya harus diberikan secara tertulis dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tangga l Organ Perseroan menerima permintaan persetujuan pemindahan hak tersebut.

b. Jangka waktu dilampaui, dianggap menyetujui pemindahan hak atas saham Pasal 59 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Organ Perseroan tidak memberikan pernyataan tertulis, Organ Perseroan dianggap menyetujui pemindahan hak atas saham tersebut.

c. Organ perseroan menyetujui pemindahan

Pasal 59 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Dalam hal pemindahan hak atas saham disetujui oleh Organ Perseroan, pemindahan hak harus dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan diberikan.


(11)

3. Keharusan mendapat persetujuan terlebih dahulu dari instansi yang berwenang

Pasal 57 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Dalam anggaran dasar dapat diatur persyaratan mengenai pemindahan hak atas saham, yaitu:

a. Keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham dengan klasifikasi tertentu atau pemegang saham lainnya

b. Keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari organ perseroan; dan/atau

c. Keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pengaturan pemindahan hak atas saham menurut UU PT tidak berhenti disitu saja. Ketika obyek sahamnya sudah menyangkut saham pengendali sehingga pemindahan hak atas saham tersebut menyebabkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut, dari tangan yang diambil alih kepada pihak yang mengambil alih, maka UU PT di sini menyebutnya sebagai pengambilalihan. Selain itu, pengambilalihan juga dapat terjadi dengan penyertaan atas saham-saham yang dikeluarkan dari portefel/portpolio. Prosesnya dapat dilakukan melalui direksi perseroan ataupun langsung kepada pemegang saham perseroan. Pemindahan hak atas saham yang menyebabkan terjadinya pengambilalihan mensyaratkan:

a. Adanya persetujuan RUPS dari perseroan pengambil alih dengan kuorum kehadiran dan keputusan 3/4 (Pasal 125 ayat (4) UU PT), kalau yang


(12)

mengambil alih berbentuk PT, dan kemudian menyampaikan maksudnya kepada direksi perseroan yang akan diambil alih (kalau pengambilalihan dilakukan melalui direksi)

b. Kedua direksi menyusun rancangan pengambilalihan, namun tak perlu dilakukan kalau pengambilalihan langsung dari pemegang saham (Pasal 125 ayat 7 UU PT). Berdasarkan penjelasannya, apabila dilakukan langsung kepada pemegang saham, maka pihak yang mengambil alih terlebih dahulu melakukan perundingan dan kesepakatan. Namun, apabila hal tersebut tetap diatur dalam anggaran dasar perseroan, maka rancangan harus tetap dibuat.

c. Pengumuman di koran dan kepada karyawan perseroan yang mengambil alih paling lambat 30 hari (dengan demikian: secepat-cepatnya 1 hari) sebelum hari pemanggilan RUPS. Terkait dengan ketentuan Pasal 127 ayat (8) UU PT yang mewajibkan pengumuman walaupun dilakukan melalui pemegang saham, maka yang diumumkan adalah kesepakatan mengenai pengambilalihan tersebut, walaupun demikian Pasal 125 ayat (8) tetap mensyaratkan agar memperhatikan ketentuan dalam anggaran dasar. Apabila dalam anggaran dasar diatur hal yang sama, maka mau tidak mau rancangan pengambilalihan tetap dibuat dan ringkasannya diumumkan.

d. Rancangan Pengambilalihan yang telah disetujui RUPS dituangkan ke dalam Akta Pengambilalihan yang dibuat di hadapan notaris dalam bahasa Indonesia, sedangkan akta pengambilalihan saham yang dilakukan langsung dari pemegang saham (yang menurut Pasal 131 ayat (2) UU PT malah disebut Akta Pemindahan Hak atas Saham) wajib dinyatakan dengan akta notaris dalam


(13)

bahasa Indonesia (Pasal 128 UU PT), yang nantinya akta notaris ini wajib dilampirkan untuk pelaporan kepada Menteri terkait dengan perubahan susunan pemegang saham (Pasal 131 UU PT) dan perseroan yang diambil alih kemudian mengumumkan hasil pengambilalihan tersebut di koran (Pasal 133 ayat (2) UU PT).

D. Bentuk dan Cara Pemindahan Hak Atas Saham 1. Dilakukan dengan Akta Pemindahan Hak

Pemindahan hak atas saham menurut Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas harus dilakukan dengan akta pemindahan hak. Menurut penjelasan pasal ini yang dimaksud dengan akta:

a. Bisa dalam bentuk akta notaris atau akta yang dibuat di hadapan notaris, atau b. Akta bawah tangan

Dengan demikian, bentuk aktanya bebas, dapat berbentuk dengan akta autentik atau akta dibawah tangan.

2. Akta atau Salinannya Disampaikan secara Tertulis kepada Perseroan Berdasarkan Pasal 56 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, akta pemindahan hak atau salinannya disampaikan secara tertulis kepada perseroan. Penyampaian kepada perseroan dapat dilakukan pihak yang memindahkan hak atau yang menerima hak. Yang penting akta pemindahana haknya harus disampaikan kepada perseroan. Undang-undang tidak menentukan siapa yang harus menyampaikan.


(14)

3. Direksi wajib mencatat dan memberitahukan pemindahan hak atas saham Cara atau tindakan selanjutnya berkenaan dengan kewajiban direksi perseroan untuk melakukan tindakan sebagai berikut:

a. Direksi wajib mencatat pemindahan hak atas saham 1) Pencatatan dilakukan dalam DPS atau daftar khusus 2) Yang dicatat, tanggal, dan hari penting dalam hak tersebut

b. Direksi wajib memberitahukan perubahan susunan pemegang saham kepada menteri

Kewajiban direksi yang kedua sehubungan dengan pemindahan hak atas saham adalah:

a. Memberitahukan perubahan susunan pemegang saham kepada menteri. Menurut Penjelasan Pasal 56 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang dimaksud dengan memberitahukan perubahan susunan pemegang saham kepada menteri termasuk juga perubahan susunan pemegang saham yang disebutkan karena warisan, pengambilalihan atau pemisahan

b. Menteri mencatat pemindahan hak atas saham tersebut dalam daftar perseroan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pencatat pemindahan hak

Apabila pemberitahuan pemindahan hak atas saham belum dilakukan oleh direksi, menteri menolak permohonan persetujuan atau pemberitahuan yang dilakukan berdasar susunan dan nama pemegang saham yang belum diberitahukan tersebut.


(15)

Tata cara pemindahan hak atas saham yang dijelaskan di atas, tidak berlaku kepada pemindahan hak atas saham yang diperdagangkan di pasar modal. Ketentuan mengenai tata cara pemindahan hak atas saham yang diperdagangkan di pasar modal, diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

E. Bukti dan Hak atas Pemilikan Saham 1. Bukti Pemilikan Saham

Saham merupakan bukti penyetoran modal seseorang dalam sebuah perusahaan. Hal ini tercermin dari definisi Perseroan Terbatas dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang berbunyi, “Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang ini serta peraturan pelaksanaanya.”

Pada umumnya penyetoran saham adalah dalam bentuk uang. Namun, tidak tertutup kemungkinan penyetoran saham dalam bentuk lain, baik berupa benda berwujud maupun benda tidak berwujud, yang dapat dinilai dengan uang dan yang secara nyata telah diterima oleh Perseroan. Penyetoran saham dalam bentuk lain selain uang harus disertai rincian yang menerangkan nilai atau harga jenis atau macam, status, tempat kedudukan, dan lain-lain yang dianggap perlu demi kejelasan mengenai penyetoran tersebut.


(16)

Pasal 51 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengatur ketentuan mengenai kewajiban perseroan untuk memberi bukti atas kepemilikan saham. Telah dijelaskan sebelumnya, saham dimiliki dengan cara adanya akta autentik ataupun akta dibawah tangan. Dengan kata lain akta tersebut merupakan bukti atas kepemilika saham oleh pemegang saham.

2. Hak kebendaan atas saham

Menurut Sentosa Sembiring, dalam bukunya yang berjudul “Hukum

Perusahaan tentang Perseroan Terbatas”, Saham adalah benda bergerak yang

memberikan hak kebendaan bagi pemiliknya. Hak-hak pemegang saham lahir dari kebendaan tersebut. Saham yang dimiliki oleh pemegang saham memberikan hak kepada pemegang saham, antara lain sebagai berikut:

a. Hak memesan terlebih dahulu

Seluruh saham yang dikeluarkan untuk penambahan modal harus terlebih dahulu ditawarkan kepada setiap pemegang saham seimbang dengan pemilikan saham untuk klasifikasi saham yang sama. (Pasal 43 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas)

b. Hak mengajukan gugatan ke Pengadilan

Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap Perseroan ke Pengadilan Negeri Apabila dirugikan karena tindakan Perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan/atau Dewan Komisaris. (Pasal 61 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas)


(17)

c. Hak saham dibeli dengan harga wajar

d. Setiap pemegang saham berhak meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan Perseroan yang merugikan pemegang saham atau Perseroan berupa 1) Perubahan anggaran dasar;

2) Pengalihan atau penjaminan kekayaan perseroan yang mempunyai nilai lebih dari 50% (lima puluh persen) kekayaan bersih Perseroan; atau

3) Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan. (Pasal 62 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas)

e. Hak meminta ke pengadilan negeri untuk menyelenggarakan RUPS

Dalam hal Direksi atau Dewan Komisaris tidak melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu yang telah ditentukan, maka Pemegang saham yang meminta penyelenggaraan RUPS dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan untuk menetapkan pemberian izin kepada pemohon untuk melakukan sendiri pemanggilan RUPS tersebut (Pasal 80 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas)

f. Hak menghadiri RUPS

Pemegang saham, baik sendiri maupun diwakili berdasarkan surat kuasa berhak menghadiri RUPS dan menggunakan hak suaranya sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya. (Pasal 85 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas)


(18)

Selain dari pada hak-hak yang telah disebutkan diatas, hak kebendaan lain yang dapat dinikmati oleh pemegang saham adalah Hak Penjaminan yang ada pada saham. Sebagaimana tersirat di dalam Pasal 50 ayat (3) huruf d yang mengatakan bahwa Saham dapat dibebankan dalam bentuk Gadai dan Fidusia. Hal ini sesuai dengan bentuk dari saham itu sendiri, yaitu termasuk dalam jenis benda bergerak. Setiap penjaminan yang dilakukan oleh pemegang saham tersebut wajib dicatat dalam daftar pemegang saham perseroan sehingga jelas nama dan alamat dari orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai hak gadai atas saham atau penerima jaminan fidusia saham. Pencatatan ini juga wajib mencantumkan tanggal perolehan hak gadai atau tanggal pendaftaran jaminan fidusia tersebut.


(19)

A. Akibat Hukum Penjualan Saham secara Diam-Diam 1. Perjanjian Jual Beli yang Batal Demi Hukum

Perjanjian merupakan bentuk ikatan dari sati pihak ke pihak yang lainnya dan atas ikatan tersebut terjalin suatu tanggung jawab mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak yang menjalankan ikatan tersebut. Suatu perjanjian yang memilik syarat-syarat sahnya perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUHperdata telah mensyaratkan mengenai perjanjian yang bata; demi hukum ketika syarat perjanjian tersebut tidak terpenuhi.

Pasal 1320 KUHPerdata khususnya pada ayat 2 dan 3 menjelaskan yaitu perjanjian harus atas suatu hal tertentu dan menjadi suatu sebab atau causa yang halal. Perjanjian suatu hal tertentu menentuka jenis objek yang diperjanjikan. Jika tidak maka perjanjian itu batal demi hukum. pasal 1332 KUHPerdata menentukan hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan yang dapat menjadi objek perjanjian dan berdasarkan Pasal 1334 KUHPerdata menentukan barang-barang yang baru akan ada ada di kemudian hari dapat menjadi objek perjanjian kecuali jika dilarang oleh undang-undang secara tegas.

Perjanjian atas suatu sebab atau causa yang halal merupaka syarat sahnya perjanjian dimana persetujuan ditentukan pada saat perjanjian dibuat. Perjanjian tanpa causa yang halal adalah batal demi hukum, kecuali ditentukan lain oleh


(20)

undang-undang. Perjanjian jual beli saham yang dilakukan secara diam-diam telah melanggar syarat sahnya perjanjian yaitu Pasal 1320 ayat (4) KUHPerdata.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 1451 KUH Perdata, suatu perikatan atau transaksi yang dikategorikan batal demi hukum, pihak dan barangnya dipulihkan kepada keadaan semula (rechtsherstel in de vorige toestand, restitution in

integrum, restitution to the original condition). Maka situasi semula harus

dikembalikan dalam arti kata, saham yang telah dijual harus dikembalikan kepada pemiliknya dan uang yang telah diterima harus dikembalika kepada pemiliknya juga.

B. Pihak yang Bertanggung Jawab atas Penjualan Saham secara Diam-Diam 1. Penjualan yang Dilakukan oleh Pemegang Saham (Secara Pribadi)

Pada dasarnya anggaran dasar merupakan hal terpenting dalam suatu perusahaan apalagi berhubungan dengan proses jual beli/peralihan hak atas suatu saham. Kepemilikan atas suatu saham adalah hak terbesar yang dimiliki oleh seseorang ketika menguasai atas suatu barang, dalam hal ini saham yang merupakan bagian dari barang bergerak dapat dialihkan kepemilikannya melalui cara-cara tertentu yang telah diatur melalui perundang-undangan atau kesepakatan yang telah disepakati oleh beberapa pihak.

Jual beli saham tidak dapat lepas dari ketentuan Pasal 1457 sebagai dasar hukum jual beli dalam KUHPerdata dan Pasal 1320 KUHPerdata sebagai syarat sahnya suatu perjanjian mengingat jual beli adalah suatu perikatan yang terbentuk dari suatu perjanjian. Pada bab sebelumnya telah dijelaskan mengenai mekanisme penjualan saham dalam perseroan terbatas yang bersifat tertutup, terdapat 3 (tiga)


(21)

kategori yang dapat diklasifikasikan dalam mekanisme penjualan saham tersebut, yaitu:

1. Keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham dengan klasifikasi tertentu atau pemegang saham lainnya

2. Keharusan mendapat persetujuan terlebih dahulu dari organ perseroan

3. Keharusan mendapat persetujuan terlebih dahulu dari instansi yang berwenang

jual

Apabila ditinjau dari pasal 1457 KUHPerdata mengenai jual beli saham secara diam-diam dalam perseroan terbatas, para pihak telah melakukan jual beli dimana penyerahan dilakukan akan tetapi berdasarkan syarat-syarat sahnya atas suatu perjanjian yang didasarkan pada Pasal 1320 KUHPerdata telah melanggar ayat (3) yaitu suatu sebab yang halal. Keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham dengan klasifikasi tertentu atau pemegang saham lainnya telah dilanggar oleh para pihak dengan demikian apabila hal ini menimbulkan kerugian kepada pemegang saham lainnya maka terdapat langkah hukum tertentu yang dapat dilakukan untuk melindungi hak pemegang saham yang dirugikan tersebut.

Adanya keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham dengan klasifikasi tertentu atau pemegang saham lainnya adalah aturan yang telah ditentukan di dalam Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas bahkan penawaran tersebut diberi waktu selama 30 hari. Namun ketentuan ini menjelaskan apabila di dalam anggaran dasar perseroan


(22)

terbatas tersebut menentukan adanya keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham dengan klasifikasi tertentu atau pemegang saham lainnya, apabila tidak ada ketentuan tersebut tidak tercantum di dalam anggaran dasar maka keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham dengan klasifikasi tertentu atau pemegang saham lainnya tersebut bukan merupakan suatu keharusan yang dilakukan.

Pada poin berikutnya yaitu keharusan mendapat persetujuan terlebih dahulu dari organ perseroan merupakan suatu persyaratan yang harus dilakukan apabila di dalam anggaran dasar menentukan hal demikian. Pemegang saham tidak dapat melakukan jual beli saham apabila adanya suatu persyaratan tertentu mengenai peralihan hak atas saham khususnya jual beli saham, akan tetapi apaabil di dalam anggaran dasar tidan menentukan demikian maka jual beli saham tanpa adanya mendapat persetujuan terlebih dahulu dari organ perseroan adalah bukan merupakan suatu kewajiban.

Keharusan mendapat persetujuan terlebih dahulu dari instansi yang berwenang merupakan persyaratan yang ditentukan karena adanya perintah dari instansi serperti adanya suatu putusan pengadilan mengenai tidak berlakunya proses peralihan hak atas saham karena terdapat kepetingan hukum khususnya mengenai kepemillikan seseorang atas saham.

Ke-2 persyaratan di atas merupakan ketentuan baku yang dituangkan di daplam anggaran dasar perseroan terbatas yang mana pada umumnya dicantumkan. Persyaratan tersebut pun ditujukan untuk melindungi hak atas pemegang saham lainnya agar menjaga kestabilitasan perseroan ditambah dengan


(23)

syarat adanya perintah dari instansi tertentu khususnya dalam hal waris yang merupakan wewenang dari suatu pengadilan mengenai penentuan hak kepemilikan waris.

Akibat hukum yang ditimbulkan apabila persyaratan ke-3 diatas dilanggar maka pastinya menimbulkan perbuatan melawan hukum. Kerugian yang muncul atas adanya perbuatan melawan hukum tersebut adalah hak-hak pemegang saham lainnya yang telah ditentukan di dalam anggaran dasar telah terabaikan oleh satu pihak walaupun pihak tersebut merupakan pihak yang sah atas kepemilikan saham tersebut. Organ-organ perseroan seperti RUPS, Direksi dan Komisaris yang memiliki hak penuh atas persetujuan terkait adanya peralihan hak atas suatu saham juga terabaikan apabila pemegang saham melakukan jual beli secara diam-diam. Kerugian yang timbul bisa saja dapat mengganggu kestabilitasan perseroan dan pada akhirnya perseroan berjalan sangat lambat.

Syarat adanya persetujuan dari instansi tertentu seperti pengadilan merupakan syarat di luar dari dituangkannya syarat dalam anggaran perseroan terbatas. Syarat ini menjadi syarat baku yang tidak dapat diabaikan dan apabila diabaikan maka telah menghilangkan hak orang lain atas suatu kepemilikan kekayaan sehingga pelaku yang melakukan jual beli atau peralihan hak atas saham yang bukan miliknya merupakan pelanggaran hukum dan dapat diminta pertanggung jawabannya di depan pengadilan.

Syarat-syarat dalam melakukan jual beli atas suatu saham terbagi dua bagian yaitu syarat yang tercantum dalam anggaran dasar dan syarat yang dituangkan dalam perintah pengadilan. Syarat yang tercantum dalam anggaran


(24)

dasar merupakan syarat yang telah disepekati oleh para pendiri perseroan mengenai tujuan dari perseroan tersebut dibentuk dan apabila di dalam perseroan tidak mencantumkan mengenai keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham dengan klasifikasi tertentu atau pemegang saham lainnya dan keharusan mendapat persetujuan terlebih dahulu dari organ perseroan maka tidak ada akibat hukum yang dapat menjerat penjual saham secara diam-diam dalam perseroan. Untuk syarat ke-3 yaitu syarat adanya perintah dari pengadilan, merupakan syarat yang memang secara ketentuannya harus diikuti dan tidak boleh dilanggar. Adanya hak orang lain atas suatu saham memang harus dilindungi dan apalagi menyangkut dengan waris.

Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad) dalam konteks perdata diatur dalam Pasal Wetboek (“BW”), dalam Buku III BW, pada bagian “Tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan demi Undang-Undang”, yang berbunyi: “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”

Menurut Rosa Agustina, dalam menentukan suatu perbuatan dapat dikualifisir sebagai melawan hukum, diperlukan 4 syarat:27

1. Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku 2. Bertentangan dengan hak subjektif orang lain 3. Bertentangan dengan kesusilaan

4. Bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian

27

Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum, Jakarta: Pasca Sarjana FH Universitas Indonesia, 2003), hal. 117


(25)

Disisi lain perbuatan melawan hukum harus diartikan sebagai berbuat atau tidak berbuat yang bertentangan dengan:28

a. Hak Subyektif orang lain. b. Kewajiban hukum pelaku. c. Kaedah kesusilaan.

d. Kepatutan dalam masyarakat

Berdasarkan unsur-unsur diatas maka dapat disimpulkan, perbuatan pemegang saham adalah perbuatan melawan hukum dimana telah melanggar hak subjektif hukum orang lain, dimana dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas telah ditentukan persyaratan dalam penjualan saham. Syarat-syarat yang tercantum dalam undang-undang tersebut memuat hak-hak subjekif hukum orang lain yaitu hak pemegang saham untuk ditawarkan saham terlebih dahulu sebelum dijual kepada orang lain. Dengan demikian penjual adalah pihak yang bertanggung jawab atas penjualan saham secara diam-diam tersebut.

2. Penjualan Saham yang Dilakukan oleh Organ Perseroan

Teori fiduciary duty adalah suatu kewajiban yang ditetapkan undang-undang bagi seseorang yang memanfaatkan seseorang lain, dimana kepentingan pribadi seseorang yang diurus oleh pribadi lainnya, yang sifatnya hanya hubungan atasan-bawahan sesaat. Orang yang mempunyai kewajiban ini harus melaksanakannya berdasarkan suatu standar dari kewajiban (standard of duty)

28

Setiawan, “Empat Kriteria Perbuatan Melawan Hukum dan Perkembangan dalam


(26)

yang paling tinggi sesuai dengan yang dinyatakan oleh hukum. Sedangkan fiduciary ini adalah seseorang yang memegang peran sebagai suatu wakil (trustee) atau suatu peran yang disamakan dengan sesuatu yang berperan sebagai wakil, dalam hal ini peran tersebut didasarkan kepercayaan dan kerahasiaan (trust and confidence) yang dalam peran ini meliputi, ketelitian (scrupulous), itikad baik (good faith), dan keterusterangan (candor).

Penjualan saham yang dilakukan oleh organ perseroan seperti direksi dan akibatnya yang merugikan kepada pemegang saham, maka direksi tersebut harus bertanggung jawab atas munculnya kerugian tersebut. Hal ini sesuai dengan Pasal 97 ayat (3), (4) dan (5) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa:

1. Anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi. Anggota direksi bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian perseroan apabila bersalah atau lalai menjalankan tugasnya melaksanakan perseroan

2. Anggota direksi bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian perseroan. Dalam hal ini anggota direksi terdiri atas 2 orang lebih, maka Pasal 92 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menegakkan prinsip penerapan tanggung jawab renteng. Dengan demikian apabila salah seorang anggota direksi lalai atau melanggar kewajiban pengurusan secara itikad baik dan pertanggungjawaban pengurusan, maka setiap anggota direksi sama-sama ikut memikul tanggung jawab secara tanggung renteng terhadap kerugian yang dialami perseroan


(27)

3. Pembebasan anggota direksi dari tanggug jawab secara renteng. Tanggung jawab secara tanggung renteng dapat dikesampingkan oleh anggota direksi yang tidak ikut melaksanakan kesalahan atau kelalaian apabila anggota direksi yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa; (1) kerugian perseroan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya, (2) telah melakukan dan menjalankan pengurusan perseroan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan yang ditetapkan dalam anggaran dasar, (3) tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian perseroan, (4) telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut

C. Perlindungan Hukum bagi Para Pihak yang telah Dirugikan Akibat Jual Beli Saham secara Diam-Diam

Derivatif action/ gugatan derifatif adalah suatu gugatan yang berdasarkan

hak utama (primary rights) dari perseroan, tetapi dilaksanakan oleh pemegang untuk dan atas nama perseroan, gugatan mana dilakukan karena adanya suatu keegagalan dalam perseroan. Doktrin hukum modern berupa derivatif naction / gugatan derivative sudah di kenal Sejak berlakunya Undang-Undang No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), hal ini lebih lanjut di pertegas dalam Pasal 114 ayat (6) Undang-Undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas "Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat menggugat


(28)

anggota Dewan Komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan ke pengadilan negeri".

Menurut Munir Fuady29 1. Adanya suatu gugatan.

, gugatan derivatif adalah sebagai berikut:

2. Gugatan tersebut diajukan ke pengadilan.

3. Gugatan diajukan oleh pemegang saham perseroan yang bersangkutan. 4. Pemegang saham mengajukan gugatan untuk dan atas nama perseroan. 5. Pihak yang digugat selain perseroan, biasanya direksi perseroan.

6. Penyebab dilakukannya gugatan karena adanya kegagalan dalam perseroan atau kejadian yang merugikan perseroan yang bersangkutan.

7. Oleh karena diajukan untuk dan atas nama perseroan, maka segala hasil gugatan menjadi milik perseroan walaupun pihak yang mengajukan gugatan adalah pemegang saham.

Dalam hal pemegang saham yang bertindak sebagai penggugat, yang mana tidak mewakili dirinya sendiri melainkan untuk dan atas nama perseroan sehingga menurut Munir Fuady ada beberapa karakteristik khusus dalam gugatan derivatif tersebut, yaitu:30

1. Sebelum dilakukan gugatan, sejauh mungkin dimintakan yang berwenang (direksi) untuk melakukan gugatan untuk dan atas nama perseroan sesuai ketentuan dalam anggaran dasarnya.

2. Pihak pemegang saham lain dapat dimintakan juga partisipasinya dalam gugatan derivatif, ini mengingat gugatan tersebut juga untuk kepentingannya.

29

Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern dalam Coorporate Law dan Eksistensinya dalam

Hukum Indonesia, (Jakarta: PT. Citra Aditya Bakti , 2002) hal, 75

30


(29)

3. Selain itu diperhatikan juga kepentingan pemegang saham yang lain, pihak pekerja dan kreditor.

4. Tindakan penolakan gugatan derivatif berdasarkan alasan ne bis in idem tidak boleh merugikan kepentingan pihak stake holder yang lain.

5. Harus dibatasi bahkan dilarang penerimaan manfaat oleh pemegang saham yang ikut terlibat dalam tindakan merugikan perseroan, yakni manfaat dari ganti rugi yang diberikan terhadap gugata derivatif tersebut.

6. Seluruh manfaat yang diperoleh dari gugatan derivatif menjadi milik perseroan. 7. Sebagai konsekuensinya, maka seluruh biaya yang diperlukan dalam gugatan

derivatif harus ditanggung oleh pihak perseroan.

Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas memberikan perlindungan terhadap pemegang saham yang telah dirugikan oleh organ perseroan. Perlindungan tersebut terlihat dari beberapa pasal dalam Undang-undang Perseroan Terbatas, baik kepentingan pribadi pemegang saham maupun kepentingan pemegang saham sebagai bagian dari perseroan, terhadap perbuatan/tindakan yang dilakukan oleh organ perseroan. Perlindungan ini berdasarkan hak perseorangan (personal rights), dan kepentingannya sebagai bagian dari perseroan (hak derivatif). Perlindungan tersebut meliputi hak-hak dalam UUPT sebagai berikut:

1. Hak meminta Keterlibatan Pengadilan

Pihak pemegang saham minoritas sebagai pihak yang merasa dirugikan kepentingannya berhak untuk meminta dipulihkan haknya, untuk hal tersebutlah pemegang saham minoritas berhak meminta keterlibatan pengadilan.


(30)

Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengatur hak meminta keterlibatan pengadilan dalam Pasal 61 ayat (1), Pasal 80 ayat (1), Pasal 97 ayat (6), Pasal 114 ayat (6), Pasal 138 ayat (2).

Pasal 61 ayat (1) :

“Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan ke Pengadilan Negeri apabila dirugikan karena tindakan perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi, dan/atau Dewan Komisaris.”

Pasal 80 ayat (1):

Dalam hal Direksi atau Dewan Komisaris tidak melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (5) dan ayat (7), pemegang saham yang meminta penyelenggaraan RUPS dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan untuk menetapkan pemberian izin kepada pemohon melakukan sendiri pemanggilan RUPS tersebut.

Pasal 97 ayat (6):

“Atas nama perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan.”


(31)

Pasal 114 ayat (6):

“Atas nama perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat menggugat anggota Dewan Komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan ke Pengadilan Negeri.”

Pasal 138 ayat (2):

“Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengajukan permohonan secara tertulis beserta alasannya ke pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan.”

Pasal 97 ayat (6) dan Pasal 114 ayat (6) diatas merupakan derivative

actionatau derivative suit yang telah diberikan UUPT kepada pemegang saham

minoritas perseroan. Derivative suit berarti gugatan yang berdasarkan pada hak utama (primary right) dari perseroan, tetapi dilaksanakan oleh pemegang saham atas nama perseroan, atau dengan perkataan lain derivative suit merupakan gugatan yang dilakukan oleh para pemegang saham untuk dan atas nama perseroan. Jadi, jika dalam gugatan biasa, direksi yang mewakili perseroan, tetapi dalam gugatan derivatif, justru pemegang sahamlah yang mewakili perseroan. Dalam gugatan derivatif ini pihak tergugat adalah direksi perseroan atau bisa jadi perseroan itu sendiri dalam statusnya sebagai badan hukum yang bisa menjadi subjek hukum perdata.

Sebenarnya ada beberapa sistem otoritas dan pembatasan tanggung jawab, namun dalam hubungannya untuk melindungi pemegang saham minoritas perseroan terbatas, kedua ayat inilah yang paling berperan. Hak meminta


(32)

keterlibatan pengadilan sangatlah diperlukan karena apabila ada hal yang dianggap tidak adil oleh pemegang saham minoritas maka sector hukumlah yang berperan untuk membalikkan keadaan sehingga keadilan yang telah hilang dapat diketemukan kembali oleh pihak yang dieksploitasi.

2. Hak untuk tidak Menanggung Kerugian yang diakibatkan oleh Organ Perseroan

Hak ini berkaitan erat dengan asas responsibilitas. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas juga telah mengatur tentang responsibilitas yaitu dalam Pasal 97 ayat (3): “Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)” dan Pasal 114 ayat (3) : “Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2)”. Secara umum kedua Pasal diatas menunjukkan bahwa tanggung jawab seorang direksi dan komisaris tidak hanya bertugas semata-mata untuk menjalankan bisnis perusahaan sehari-hari, membuat financial report, mengikuti seluruh aturan hukum yang berlaku, akan tetapi prinsip resposibilitas mengharapkan juga agar direksi dapat memenuhi kehendak masyarakat di lingkungannya dan memenuhi kepentingan sleuth stakeholdernya.

Hal lain yang juga terlihat sebagai perwujudan asas responsibilitas dalam UUPT adalah Pasal 97 ayat (4) : “Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku


(33)

secara tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi. Ini berarti bahwa dalam hal lebih dari seorang direktur yang mewakili perseroan, apabila ada tindakan salah satu direksi yang merugikan perusahaan, meskipun direksi yang lain tidak ikut selama itu masih tindakan perseroan maka direktur yang lainnya yang sebenarnya tidak ikut berbuat, juga ikut bertanggung jawab secara bersama-sama (renteng).

Dalam hal menghadapi kemungkinan adanya tindakan-tindakan direksi, komisaris ataupun pemegang saham mayoritas yang merugikan kepentingan pemegang saham minoritas, UUPT telah mengakomodasi tiga jenis gugatan yakni gugatan derivatif berdasarkan Pasal 97 ayat (6) dan Pasal 114 ayat (6), gugatan pemegang saham yang bersifat keperdataan untuk mempertahankan hak yang diatur dalam Pasal 61 ayat (1), dan gugatan pemegang saham yang berkaitan dengan penyelenggaraan RUPS yang diatur dalam Pasal 79 ayat (2).

Secara umum perusahaan wajib memiliki direksi atau Dewan direksi sebagai pimpinan perusahaan. Dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut UUPT, ditentukan bahwa kepengurusan perseroan dilakukan oleh Direksi yang diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham (Pasal 79 ayat 1) dan Pasal 80 UUPT). Yang diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perseroan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit., atau orang yang pernah dihukum karena melakukkan tindakan pidana yang merugikan keuangan Negara dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan (Pasal 79 ayat 3) .


(34)

Pendirian suatu perusahaan akan selalu diawali dengan adanya pemegang saham atau pemilik saham pada perusahaan teersebut. Pemegang saham (shareholder) adalah individu atau institusi yang mempunyai taruhan vital (vital stake) dalam perusahaan. Direksi sebagai salah satu organ perseroan memiliki tanggung jawab yang besar untuk melakukan pengurusan perusahaan. Pengurusan perseroan haruslah dilakukan dengan prinsip-prinsip itikad baik dan penuh tanggung jawab.

Secara umum, dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab direksi adalah untuk memaksimalkan nilai pemegang saham. Oleh karena itu, direksi dalam melaksanakan tugas-tugasnya harus menerapkan beberapa kewajiban yang lain yang mengacu pada prinsip-prinsip dan pedoman dalam Good Corporate

Governance. Kelalaian direksi dalam menjalankan tugas perseroan sehingga

berakibat merugikan perseroan tidak hanya membawa direksi harus mempertanggung jawabkan tindakan secara pribadi akan tetapi membuka peluang bagi peemegag ssaham unttuk meminta pertanggungjawaban direksi melalui mekanisme derivative action.

3. Pengertian Derivative Action

Istilah derivative action lahir pertama kali di Amerika Serikat dalam putusan perkara Wallersteiner v. Moir No (2) di tahun 1975 yang dijatuhkan oleh Court of Appeal. Dalam kata tersebut mengandung arti : ”the

individual shareholder is enforcing a right which is not his or her but rather is


(35)

derivative action kerap digunakan bagi para pencari keadilan (justiciabel) dalam perkara yang menyangkut tindakan hukum pemegang saham terhadap direksi perseroan.

Dalam KUHD tidak dikenal istilah Derivative Action yang menyatakan bagi pemegang saham bertindak untuk dan atas nama perseroan melakukan tindakkan hukum dalam bentuk pengajuan gugatan terhadap Direksi Perseroan yang telah melakukan pelanggaran terhadap Fiduciary Duty. Namun ketentuan dalam ketentuan Pasal 97 ayat (6) UUPT menegaskan “atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewaliki paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan”.

Dari ketentuan di atas tampak jelas tindakan hukum pemegang saham tersebut bukan “aksi individual” oleh para pemegang saham yang kepentingannya dirugikan. Akan tetapi para peemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 bagian dari jumlah seluruh pemegang saham bertindak atas nama perseroan.mAkan tetapi yang menjadi persoalan UU PT tidak menjelaskan bagaimana kapan dan bilamana pemegang saham tersebut dapat dianggap mewakili dan bertidak untuk dan atass nama Perseroan. Pada praktik gugatan di Pengadilan Negeri hal tersebut akan menimbulkan persyaratan formil yang mengundang keberatan dari pihak Direksi atau pihak-pihak yang digugat.

Tidak semua gugatan yang diajukan oleh pemegang saham dan atas nama perseroan dapat diakui sebagai derivative action. Ada beberapa syarat dan


(36)

ketentuan yang perlu diperhatikan bagi pemegang saham yang bertindak untuk dan atas nama perseroan untuk melakukan gugatn derivative action adalah :

a. Pemegang saham tidak dapat mengajukan gugatan dalam bentuk derivative action, jika yang digugat adalah tindakan atau perbuatan anggota Direksi yang dapat disahkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham berdasarkan persetujuan sederhana (Ordinary resolution);

b. Anggota direksi yang melakukan tindakanatau perbuatan melanggar fiduciary

duty teersebut adalah anggota Direksi yang dominan dan memegang keendali

dalam Perseroan, dan dalam hal terteentu telah diseetujui oleh sebagian besar pemegang saham independen.

Demikian juga tidak semua tindakan Direksi yang melanggar prinsip-prinsip fiduciary duty dapat dikatakan sebagai derivative action. Ada beberapa pengecualian dari tindakkan direksi yang melanggar fiduciary duty mendapatkan pengesahan dan persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham dalam suara mayoritass biasa diantaranya adalah :

a. Tindakan ultra vires

b. Tindakan lain yang memerlukan persetujuan khusus dalam suatu Rapat Umum Pemegang Saham

c. Tindakan yang merupakan fraud on the minority

Akan tetapi tidak semua tindakan direksi yang melanggar fiduciary duty yang disahkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham mengikat pemegang saham minoritas. Tindakan-tindakan direksi yang mengutamakan kepentingannya sendiri


(37)

diatas kepentingan perseroan dapat digugat oleh pemegang saham minoritas sebagaimana yang telah diuraikan diatas.

Gugatan derivatif merupakan bentuk penyelesaian (remedy) yang paling penting, dimana pemegang saham minoritas yang dirugikan berhak untuk meminta pertanggungjawaban direksi, karyawan, maupun pemegang saham mayoritas atas kesalahan dalam melakukan pengurusan perseroan (mismanagement), pengalihan harta kekayaan perseroan, dan tindakan manipulasi yang merugikan perseroan.

4. Gugatan biasa

Gugatan biasa ini merupakan gugatan yang dapat diajukan oleh atau terhadap PT atau organ-organnya ke pengadilan berdasarkan ketentuan di luar dari ketentuan UUPT atau di luar anggaran dasar dari PT tersebut. Dan gugatan biasa ini terlibat dari kasus-kasus biasa seperti gugatan berdasarkan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) atau wanprestasi.

Setiap orang yang merasa hak keperdataannya dilanggar orang lain atau memiliki kepentingan dapat menggugat orang yang merugikannya ke Pengadilan Negeri dengan menuntut ganti rugi.

Pengajuan gugatan menurut Hukum Acara Perdata dapat berdasarkan atas adanya:

1) Perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Semula perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) hanya diartikan sebagai perbuatan yang bertentangan


(38)

dengan undang-undang. Namun sejak tanggal 31 Januari 1919 dalam perkara Lidenbaum- Cohen, Hoge Raad memperluas pengertian perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) meliputi pula perbuatan yang melanggar hak subyektif orang lain atau bertentangan kewajiban hukum pelaku ataupun bertentangan dengan tata susila atau bertentangan dengan kepatutan, ketelitian atau sikap hati-hati yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan antara sesama warga masyarakat atau terhadap harta benda orang lain. Adapun terhadap orang yang karena kesalahannya menyebabkan timbulnya kerugian dapat dituntut adalah:

a) Kerugian Materiel dan/atau

Selanjutnya tentang hal apa saja yang harus dimuat dalam surat gugatan dalam HIR maupun Rbg tidak diatur, namun demikian dalam B.Rv ditentukan haruslah memuat :

a. Uraian peristiwa dan dasar hukum gugatan (posita atau fundemintum

putendi)

b. Dasar-dasar yang diminta oleh Penggugat (petitum) dan tuntutan tersebut haruslah jelas dan tertentu ;

D. Penjualan saham atas Perusahaan secara diam-diam di Indonesia

Permasalahan penjualan saham secara diam-diam atau dengan kata lain telah menyalahi aturan yang tidak sesuai dengan peraturan yang ada sebenarnya telah banyak terjadi akan tetapi pemberitaan tersebut tidak akan mencuat naik apabila saham atas perusahaan yang dijual sama sekali tidak begitu


(39)

mempengaruhi stabilitas negara. Pada kenyataannya permasalahan penjualan saham atas suatu perusahaan akan menjadi pemberitaan besar apabila perusahaan tersebut terdapat modal yang disetorkan oleh pemerintaha atau dengan kata lain perusahaan tersebut berstatus BUMN.

Salah satu contoh permasalahan penjualan saham secara diam-diam adalah saham yang terdapat dalam PT Indosat Tbk. Singapore Technologies Telemedia Pte Ltd (STT) memiliki saham sebesar 40,8% di PT. Indosat Tbk kemudian Singapore Technologies Telemedia Pte Ltd (STT) tersebut menjual sahamnya kepada Qatar Telecom QSC (Qqtel) melalui akuisisi Asia Mobile Holdings Pte Ltd (AMH).

Pada kenyataannya Singapore Technologies Telemedia Pte Ltd (STT) yang merupakan kelompok usaha dari Temasek Holdings Pte Ltd diperintahkan oleh KPPU melalui putusannya untuk melepaskan hak suara dan hak untuk mengangkat direksi dan komisaris pada salah satu perusahaan yang akan dilepas (PT. Telkomsel atau Indosat). Akan tetapi pada kenyataannya Singapore Technologies Telemedia Pte Ltd (STT) tetap menjual saham tersebut secara diam-diam kepada Qatar Telecom QSC (Qqtel) melalui akuisisi Asia Mobile Holdings Pte Ltd (AMH).

Permasalahan lain terkait penjualan saham secara diam-diam tanpa ada harus mengikuti aturan adalah penjualan saham anak perusahaan PT. Telkom yaitu PT. Telkomvision. PT. Telkom menjual 1.03 Miliar lembar saham Telkomvision atau setara dengan 80 persen saham perusahaan kepada Transcorp senilai Rp.926,5 Miliar. Penjualan saham tersebut tidak dilakukan secara


(40)

transparan karena mengingat perusahaan tersebut adalah perusahaan yang berstatus BUMN apalagi penjualan tersebut dilakukan secara diam-diam tanpa ada persetujuan oleh beberapa pihak yang memiliki kepentingan besar dalam perusahaan tersebut.


(41)

A. Kesimpulan

1. Bahwa jual beli pada umumnya telah diatur di dalam Pasal 1457 KUHPerdata, dalam hal jual beli saham dalam perseroan terbatas, ketentuan mengenai jual beli saham diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dengan syarat Pasal 1320 KUHPerdata sebagai syarat sahnya suatu perjanjian. Terkait dengan perseroan terbatas yang bersifat terbuka, merujuk pada Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor KEP-13/PM/1997 tentang Pokok-Pokok Anggaran Dasar Perseroan yang Melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas dan Perusahaan Publik (“Keputusan Ketua Bapepam No. Kep-13/PM/1997”)

2. Bahwa mekanisme penjualan saham pada perseroan yang bersifa tertutup dapat dibagi menjadi 2 (dua) bentuk yaitu penjualan saham yang dilakukan demi kepentingan perseroan dalam hal untuk melakukan penambahan modal dan penjualan saham yang dilakukan oleh pemegang saham secara pribadi. Penjualan saham yang saham yang dilakukan demi kepentingan perseroan dalam hal untuk melakukan penambahan modal harus dilakukan dengan melalui beberapa persyaratan yaitu yang tercantum dalam dalam Pasal 41-43 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.


(42)

Ketentuan tersebut menjelaskan bahwa saham yang dijual harus ditawarkan atas saham klasifikasi yang sama, ditawarkan klasifikasi saham yang belum pernah dikeluarkan, penjualan saham yang tidak perlu ditawarkan kepada pemegang saham karena beberapa sebab dan saham yang dijual harus ditawarkan atas sisayang tidak diambil pemegang saham kepada pihak ketiga. Penjualan saham yang dilakukan oleh pemegang saham secara pribadi berdasarkan Pasal 57 – 59 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Ketentuan tersebut menjelaskan bagaimana saham yang akan dijual harus ditawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham dengan klasifikasi tertentu atau pemegang saham lainnya, adanya keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari organ perseroan, dan adanya keharusan mendapatkan persetujuan dari instansi yang berwenang.

3. Bahwa akibat dari jual beli saham secara diam-diam telah melanggar prinisp sahnya suatu perjanjian yaitu Pasal 1320KUHPerdata. Adanya syarat sahnya perjanjian tersebut dilanggar maka perjanjian jual beli saham yang dilakukan secara diam-diam tersebut telah batal demi hukum. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1451 KUH Perdata, suatu perikatan atau transaksi yang dikategorikan batal demi hukum, pihak dan barangnya dipulihkan kepada keadaan semula (rechtsherstel in de vorige toestand, restitution in integrum,

restitution to the original condition). Maka situasi semula harus


(43)

kepada pemiliknya dan uang yang telah diterima harus dikembalika kepada pemiliknya juga.

B. Saran

1. Bahwa Jual beli saham sama dengan peralihan hak atas saham di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pengaturan jual beli saham di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas telah diatur akan tetapi secara eksplesit, pengaturan jual beli tersebut tidak disebutkan secara jelas. Pengaturan jual beli saham khususnya pada perseroan terbatas yang bersifat tertutup sangat diperlukan apalagi menghadapi era sekarang, kompleksitas akan suatu perseroan khususnya pada jual beli saham sudah semakin tinggi

2. Bahwa mekanisme jual beli saham pada prinsipnya didasarkan kepada anggaran dasar, namun apabila di dalam anggaran dasar tidak diatur maka yang akan terjadi adalah dapat timbul kerugian terhadap perseroan. Walaupun adanya ketentuan syarat sahnya perjanjia di dalam Pasal 1320 KUHPerdata akan tetapi sangat diperlukan pengaturan jual beli terkait mekanisme jual beli saham apalagi pentingya pemberian hukuman kepada pihak yang telah melakuka kesalahan tersebut khususnya dalam hal administrasi ketika pelaku pelanggaran tersebut akan memiliki saham di perseroan lain maka ada suatu ketentuan yang harus dilengkapi karena track


(44)

3. Bahwa perlindungan hukum terhadap para pihak yang telah dirugikan dari akibat penjualan saham secara diam-diam adalah melalui cara dengan mengajukan gugatan ke pengadilan akan tetapi alangkah baiknya apabila pengajuan gugata tersebut merupakan langkah terakhir ketika cara damai yang dilakukan sudah tidak berhasil.


(45)

A. Tinjauan Umum tentang Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli

Sebelum membahas mengenai aturan jual beli saham dalam perseroan terbatas, alangkah baiknya apabila memahami terlebih dahulu mengenai dasar hukum jual beli. Dengan memahami dasar hukum jual beli maka selanjutnya akan dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

Pengertian Jual-beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan.15 Menurut Yahya Harahap, pengertian jual beli berdasarkan Pasal 1457 KUHPerdata tersebut, memiliki 2 (dua) unsur kewajiban, yaitu:16

a. Kewajiban pihak penjual menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli. b. Kewajiban pihak pembeli membayar harga barang yang dibeli kepada penjual.

Wujud dari hukum jual-beli adalah rangkaian hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari pihak-pihak, yang saling berjanji, yaitu penjual dan pembeli. Penyerahan yang dimaksud ialah bahwa penyerahan tersebut adalah penyerahan barang oleh penjual untuk menjadi kekuasaan dan kepemilikan dari pembeli. Dalam jual-beli, kewajiban penjual adalah untuk menyerahkan barang kepada

15

Pasal 1457 KUHPerdata 16


(46)

pembeli. Dengan adanya perjanjian jual-beli maka hak milik dari benda yang di jual belum pindah hak miliknya kepada si pembeli. Pemindahan hak milik baru akan terjadi apabila barang yang dimaksud telah diberikan ke tangan pembeli. Maka selama penyerahan belum terjadi, maka hak-hak milik barang tersebut masih berada dalam kekuasaan pemilik / penjual. Tujuan utama dari jual-beli ialah memindahkan hak milik atas suatu barang dari seseorang tertentu kepada orang lain.

Suatu perjanjian jual beli yang sah lahir apabila kedua belah pihak telah setuju tentang harga dan barang. Sifat konsensual dari perjanjian jual beli tersebut ditegaskan dalam Pasal 1458 yang berbunyi “jual beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai kata sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang ini belum diserahkan maupun harganya belum dibayar”.17 Apabila terjadi kesepakatan mengenai harga dan barang namun ada hal lain yang tidak disepakati yang terkait dengan perjanjian jual beli tersebut, jual beli tetap tidak terjadi karena tidak terjadi kesepakatan. Akan tetapi, jika para pihak telah menyepakati unsur esensial dari perjanjian jual beli tersebut, dan para pihak tidak mempersoalkan hal lainnya, klausul-klausul yang dianggap berlaku dalam perjanjian tersebut merupakan ketentuan-ketentuan tentang jual beli yang ada dalam perundang-undangan (BW) atau biasa disebut unsur naturalia.18

17

Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1995), hal. 2. 18

Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 127


(47)

belum tentu barang itu menjadi milik pembeli, karena harus diikuti proses penyerahan (levering) benda yang tergantung kepada jenis bendanya yaitu19

1. Benda Bergerak

:

Penyerahan benda bergerak dilakukan dengan penyerahan nyata dan kunci atas benda tersebut.

2. Piutang atas nama dan benda tak bertubuh

Penyerahan akan piutang atas nama dan benda tak bertubuh lainnya dilakukan dengan sebuah akta otentik atau akta di bawah tangan. 3. Benda tidak bergerak

Untuk benda tidak bergerak, penyerahannya dilakukan dengan pengumuman akan akta yang bersangkutan, di Kantor Penyimpan Hipotek

Jual beli timbul menimbulkan yang mana perikatan tersebut terbentuk dari suatu perjanjian. Walaupun perikatan dapat timbul karena undang-undang akan tetapi jual beli merupakan suatu yang diadakan oleh dua belah pihak yang telaj mencapai kata kesepakatan untuk melakukan prestasi satu sama lain. Sejak terjadi kata sepakat antara para pihak atau sejak pernyataan sebelah-menyebelah bertemu yang kemudian diikuti sepakat, kesepakatan itu sudah cukup secara lisan saja, maka sejak itu perjanjian sudah dapat terbentuk.20

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya artinya para pihak yang membuat perjanjian telah sepakat atau setuju mengenai hal-hal pokok atau materi yang 2. Syarat sahnya Jual Beli

Untuk sahnya suatu perjanjian jual beli diperlukan empat syarat menurut pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu:

19

Ibid 20

R. Subekti, R. Tjitrosudibio, Kitab Undang – Undang Hukum Perdata (Jakarta : Pradnya Paramita, 2003), hal. 338.


(48)

diperjanjikan. Dan kesepakatan itu dianggap tidak ada apabila diberikan karena kekeliruan, kekhilafan, paksaan ataupun penipuan

b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian artinya kecakapan yang dimaksud dalam hal ini adalah bahwa para pihak telah dinyatakan dewasa oleh hukum, yakni sesuai dengan etentuan KUHPerdata, mereka yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun, sudah atau pernah menikah. Cakap juga berarti orang yang sudah dewasa, sehat akal pikiran, dan tidak dilarang oleh suatu peraturan perundangundangan untuk melakukan suatu perbuatan tertentu

c. Mengenai suatu hal tertentu artinya dalam membuat perjanjian, apa yang diperjanjikan harus jelas sehingga hak dan kewajiban para pihak bisa ditetapkan

d. Suatu sebab yang halal artinya suatu perjanjian harus berdasarkan sebab yang halal yang tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 1337 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu tidak bertentangan dengan ketertiban umum, tidak bertentangan dengan kesusilaan dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang.

Dua syarat yang pertama dinamakan syarat-syarat subyektif karena mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat obyektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.


(49)

1. Sepakat 2. Cakap

3. Untuk sesuatu hal 4. Halal

3. Para Pihak dalam Jual Beli

Pihak-pihak dalam jual beli yaitu penjual dan pembeli. Setiap perjanjian jual beli akan menimbulkan kewajiban-kewajiban dan hak-hak bagi kedua belah pihak atau pihak-pihak yang mengadakan perjanjian itu.21

21

Purwahid Patrik, Dasar-Dasar Hukum Perikatan (Semarang : CV. Mandar maju, 1994), hal. 3.

Sejalan dengan konsep Pasal 1320 KUHPerdata, syarat sahnya jual beli saham adalah para pihak yang sudah cakap hukum. terkait dengan proses jual beli saham yang dilakukan oleh individu maka pihak tersebut adalah pihak yang sudah mengemban hak dan kewajiban secara mandiri, sedangkan bagi pihak badan hukum yang menjadi pihak penjual atau pembeli adalah badan hukum yang sudah sesuai dengan ketentuan peraturang perundang-perundangan yang berlaku untuk mengemban hak dan kewajiban. Maka para pihak dalam proses jual beli saham dapat dilakukan oleh subjek hukum indvidu (perseorangan) atau badan hukum (perseroan terbatas, yayasan, koperasi).

Syarat subjek: dapat dibatalkan demi oleh pihak ke tiga di depan pengadilan

Syarat objek: batal demi hukum tanpa adanya permintaan oleh pihak ke tiga di depan pengadilan


(50)

B. Undang-Undang Pengaturan Jual Beli Saham dalam Perseroan Terbatas di Indonesia

1. Jual Beli Saham dalam Perseroan Terbatas yang Bersifat Tertutup

Jual beli pada umumnya telah diatur di dalam Pasal 1457 KUHPerdata, akan tetapi objek jual beli tidak ditentukan secara khusus. Dalam hal jual beli saham dalam perseroan terbatas, ketentuan mengenai jual beli saham diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Tanpa menghilangkan syarat-syarat sahnya perjanjian jual beli yang telah diatur di dalam Pasal 1320 KUHPerdata, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sejalan dengan ketentuan dasar tersebut dalam KUHPerdata.

Menurut Gunawan Widjaja, peralihan saham dapat dilakukan dengan cara melakuan perjanjian jual beli.22 Oleh karena saham adalah bukti penyertaan pemegang saham dalam perseroan terbatas yang memberikan hak tagih atas sisa hasil pembubatan perseroan terbatas, yang merupakan piutang atas nama dan juga harta bersama yang terikat dalam perseroan terbatas, yang keberdaannya telah melalui mekanisme pendaftaran di MENKUMHAM, maka hak milik atas saham wajib memenuhi syarat-syarat tertentu.23

1. Pemindahan hak atas saham dilakukan dengan akta pemindahan hak. Yang dimaksud dengan akta adalah yang dibuat di hadapan notaris atau akta di bawah tangan.

Syarat-syarat tertentu tersebut dapa dilihat dalam Pasal 56 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yaitu:

22

Gunawa Widjaja, 150 Tanya Jawab Tentang Perseroan Terbatas, (Jakarta: Forum Sahabat, 2008), hal 43.

23


(51)

2. Akta pemindahan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau salinannya disampaikan secara tertulis kepada Perseroan.

3. Direksi wajib mencatat pemindahan hak atas saham, tanggal, dan hari pemindahan hak tersebut dalam daftar pemegang saham atau daftar khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dan ayat (2) dan memberitahukan perubahan susunan pemegang saham kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pencatatan pemindahan hak.

4. Dalam hal pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum dilakukan, Menteri menolak permohonan persetujuan atau pemberitahuan yang dilaksanakan berdasarkan susunan dan nama pemegang saham yang belum diberitahukan tersebut.

5. Ketentuan mengenai tata cara pemindahan hak atas saham yang diperdagangkan di pasar modal diatur dalam peraturan perundang-undangan dibidang pasar modal.

Yahya Harahap dalam bukunya Hukum Perseroan Terbatas mengatakan bahwa pemindahan hak atas saham melalui jual beli tunduk kepada ketentuan Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata yakni:24

1. Terdapat persetujuan antara para pihak

2. Pihak yang satu mengikatkan diri untuk menyerahkan saham tersebut dan 3. Pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan. Di samping itu,

apabila dalam jangka waktu (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal penawaran

24

M. Yahya Harahap, Pembahasan Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal, 270.


(52)

dilakukan ternyata B atau pemegang saham lain tidak membeli, pemegang saham penjual (A) dapat menawarkan dan menjual sahamnya kepada pihak ketiga.

2. Jual beli Saham dalam Perseroan Terbatas yang Bersifat Terbuka

Mengenai pemindahan hak atas saham dalam Perseroan Terbuka, pada dasarnya tidak diharuskan untuk melakukan penawaran terlebih dahulu kepada pemegang saham lainnya. Namun, pemindahan hak atas saham dalam Perseroan Terbuka wajib mendapatkan persetujuan/izin instansi yang berwenang terlebih dahulu. Hal ini sebagaimana diatur ketentuan peraturan perundang-undangan dalam bidang Pasar Modal, termasuk UUPM dan Peraturan BAPEPAM-LK sebagai pelaksana dari UUPM tersebut.

Merujuk pada Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor KEP-13/PM/1997 tentang Pokok-Pokok Anggaran Dasar Perseroan yang Melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas dan Perusahaan Publik (Keputusan Ketua Bapepam No. Kep-13/PM/1997), menjelaskan bahwa setiap pemindahan hak atas saham wajib memenuhi kententuan yang tercantum dalam angka 11 Lampiran Keputusan Ketua Bapepam No. Kep-13/PM/1997, yang menyatakan:

a. Pemindahan hak atas saham harus dibuktikan dengan suatu dokumen yang ditandatangani oleh atau atas nama Pihak yang memindahkan hak, termasuk oleh atau atas nama Pihak yang menerima pemindahan hak atas saham yang bersangkutan. Dokumen pemindahan hak atas saham harus berbentuk sebagaimana ditentukan atau disetujui oleh Direksi


(53)

b. Bentuk dan tata cara pemindahan hak atas saham yang diperdagangkan di Pasar Modal wajib memenuhi peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal.

c. Pemindahan hak atas saham yang termasuk dalam Penitipan Kolektif dilakukan dengan pemindahbukuan dari rekening Efek satu ke rekening Efek yang lain pada Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Bank Kustodian, dan Perusahaan Efek.

Adapun perolehan saham bagi PT Terbuka yang diperdagangkan di Pasar Modal, dapat dilakukan dengan cara:

a. Membeli saham pada saat penawaran umum (Pasar Perdana)

Jika ingin membeli saham pada saat pasar perdana ini, biasanya investor dapat mengisi Formulir Pemesanan Pembelian Saham (FPPS) yang terdapat pada prospektus ringkas atau yang terdapat pada agen-agen penjual yang dituju dan mengirimkan kembali formulir tersebut disertai dengan pengiriman dana ke alamat yang tertera pada formulir.

b. Membeli saham yang telah beredar (Pasar Sekunder)

Transaksi jual beli saham yang telah beredar dilakukan melalui perdagangan di Bursa Efek, yang mana Saudara dapat membelinya melalui anggota bursa. Kenapa Saudara tidak dapat melakukan pembelian secara langsung dengan Perusahaan yang dituju? Karena setiap perusahaan yang telah melakukan penjualan sahamnya di Bursa Efek wajib menunjuk perusahaan efek sebagai perantara perdagangan efek/pialang yang termasuk dalam daftar perusahaan efek yang mendapat izin dari BAPEPAM-LK dan telah menjadi anggota bursa.


(54)

Pialang inilah yang nantinya akan melakukan pesanan untuk kepentingan investor.

3. Pihak yang Melakukan Jual Beli Saham dalam Perseroan Terbatas

Para pihak dapat melakukan jual beli asalkan berdasarkan ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, dengan demikian siapa saja dapat melakukannya. Namun dalam Pasal 137 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ketentuan para pihak yang ingin melakukan jual beli saham, diberikan suatu persyaratan khususnya yang bermaksud untuk melakukan pembelian kembali saham yang dikeluarkan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Pembelian kembali saham tersebut tidak menyebabkan kekayaan bersih

Perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan ditambah cadangan wajib yang telah disisihkan, dan

b. Jumlah nilai nominal seluruh saham yang dibeli kembali oleh Perseroan dan gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang dipegang oleh Perseroan sendiri dan/atau Perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung dimiliki oleh Perseroan, tidak melebihi 10% (sepuluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan dalam Perseroan, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

c. Pembelian kembali saham, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang bertentangan dengan ayat (1) batal karena hukum


(55)

d. Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pemegang saham yang beritikad baik, yang timbul akibat pembelian kembali yang batal karena hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

e. Saham yang dibeli kembali Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya boleh dikuasai Perseroan paling lama 3 (tiga) tahun.

Pengaturan pemindahan hak atas saham menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tidak hanya berhenti disitu saja. Ketika obyek sahamnya sudah menyangkut saham pengendali sehingga pemindahan hak yas saham tersebut menyebabkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut dari tangan yang diambil alih kepada pihak yang mengambil alih , maka Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyebutnya sebagai pengambilalihan. Selain itu, pengambilalihan juga dapat terjadi dengan penyertaan atas saham-saham yang dikeluarkan dari portefel/portofolio. Prosesnya dapat dilakukan melalui direksi perseroan ataupun langsung kepada pemegang saham perseroan. Pemindahan hak atas saham yang menyebabkan terjadinya pengambilalihan mensyaratkan:

1. Adanya persetujuan RUPS dari perseroan pengambilalihan dengan kuorum kehadiran dari keputusan ¾ (Pasal 125 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas), kalau yang mengambil alih berbentuk PT, dan kemudian menyampaikan maksudnya kepada direksi perseroan yang akan diambil alih.

2. Kedua direksi menyusun rancangan pengambilalihan, namun tidak perlu dilakukan apabila pengambilalihan langsung dari pemegang saham (Pasal 125


(56)

ayat 7 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas). Berdasarkan penjelesannya, apabila dilakukan langsung kepada pemegang saham, maka pihak yang mengambil alih terlebih dahulu melakukan perundingan dan kesepakatan. Namun apabila hal tersebut tetap diatur dalam anggaran dasar perseroan maka rancangan harus tetap dibuat.

3. Pengumuman di koran dan kepada karyawan perseroan yang mengambil alih paling lambat 30 hari sebelum hari pemanggilan RUPS. Terkait dengan ketentuan Pasal 127 ayat (8) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tetap mensyaratkan agar memperhatikan ketentuan dalam anggaran dasar. Apabila dalam anggaran dasar diatur hal yang sama, maka mau tidak mau rancangan pengambilalihan tetap dibuat dan ringkasannya diumumkan.

4. Rancangan pengambilalihan yang telah disetujui RUPS dituangkan ke dalam Akta Pengambilanalihan yang dibuat di hadapan notaris dalam bahasa Indonesia, sedangkan akta pengambilalihan saham yang dilakukan langsung dari pemegang saham (menurut Pasal 131 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas) wajib dinyatakan dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia (Pasal 128 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas), yang nantinya akta notaris tersebut wajib dilampirkan untuk pelaporan kepada Menteri terkait dengan perubahan sususanan pemegang saham (Pasal 131 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas) dan perseroan yang diambil alih kemudian


(57)

mengumumkan hasil pengambilalihan tersebut di koran (Pasal 133 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas).


(58)

A. Latar Belakang

Saham adalah bukti telah dilakukannya penyetoran pemuh modal yang diambil bagian oleh para pemegang saham perseroan terbatas. Saham diterbitkan segera perseroan terbatas memperoleh status badan hukum yaitu segera setelah perseroan terbatas disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM.

Pada perkembangannya saham sebagai salah satu alternatif media investasi yang memiliki potensi tingkat keuntungan cukup besar namun tidak menolak menimbulkan tingkat kerugian besar juga. Investasi saham adalah media investasi dalam jangka panjang yang memberikan kemanfaatan besar. Oleh karenanya saham berperan penting untuk meningkatkan profit ataupun taraf kehidupan seseorang.

Saham terbagi atas beberapa jenis seperti saham preferen dan saham biasa. Saham preferen memiliki arti saham istimewa. Istimewanya saham ini dalam hal apabila ada pembagian deviden, maka pemegang saham preferen ini lebih diutamakan dari pada pemegang saham biasa. Sedangkan saham biasa kedudukannya bukan tidak lebih baik dari pada pemengang saham istimewa akan tetapi dalam pembagian deviden, hasil yang didapat setelah dikurangi bagian pemegang saham preferen. Tentu saja ada baik dan kurangnya atas pemegangan saham tersebut akan tetapi apabila memiliki saham dalam suatu perusahaan maka memiliki suara dalam perusahaan itu pula.


(59)

Saham dapat dijual belikan atau hak atas penguasaannya atau dapat dipindah tangankan hak kepemilikannya kepada orang lain. Pasal 56 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengatur pemindahan hak atas saham dilakukan dengan akta pemindahan hak. Akta pemindahan hak dapat dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta dibawah tangan. Akta pemindahan hak atau salinannya disampaikan secara tertulis kepada Perseroan. Direksi wajib mencatat pemindahan hak atas saham, tanggal, dan hari pemindahan hak tersebut dalam daftar pemegang saham atau daftar khusus dan memberitahukan perubahan susunan pemegang saham kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pencatatan pemindahan hak. Namun kenyataannya yang ada sekarang, pemegang saham yang merasa memiliki secara penuh akan penguasaan terhadap saham yang dimilikinya, tidak melaksanakan apa yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Pemindahan hak atas kepemilikan saham tanpa melaui mekanisme yang ada pada dasarnya menuai kontroversi bahkan menimbulkan kerugian bagi pemegang saham lainnya. Akan tetapi apakah kerugian ini muncul diakibatkan karena adanya jual beli saham secara diam-diam oleh pemegang saham lainnya atau diakibatkan oleh factor lain.

Banyak alasan yang dapat ditarik timbulnya kegiatan jual beli saham atau pemindahan hak atas kepemilikan saham secara diam-diam, seperti; keadaan mendesak diakibatkan kebutuhan uang atau alasan lainnya seperti memang tidak


(1)

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H, M.H, DFM selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Prof. Ok Saidin, S.H., M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Winda, SH., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan;.

6. Bapak Ramli Siregar, SH., M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

7. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH., M.H., selaku Dosen Pembimbing I yang telah menyediakan waktu untuk memberikan saran dan petunjuk serta bimbingan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

8. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar,SH.,CN.,M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyelesaian skripsi ini;

9. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mengajar dan membimbing Penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10. Seluruh Staf Tata Usaha dan Staf Administrasi Perpuastakaan serta para pegawai di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

11. Teristimewa kepada orang tua tercinta, Ayah Sugiarto, SH dan Ibunda Intes Nurliana, SH, M.Kn yang telah membesarkan dan mendidik Penulis dengan kasih sayang yang tak hentinya memberikan motivasi, semangat dan


(2)

12. Kepada Abangku Andrikhe Hamdani, ST dan Joven Andis Hamdani, SH yang telah memberikan motivasi, semangat serta doa kepada Penulis.

13. Kepada Teman istimewa Steveny Chandra yang telah setia menemani, memberikan motivasi, dan semangat kepada Penulis untuk mencapai cita-cita. 14. Kepada Sahabat-sahabat penulis Anthony Djono, SH, Fendi Kusuma, Marco,

Jovin Lawi, Suhendra, Felix Susanto ,SE, BBA, Kevin, dan teman – teman seangkatan 2009 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang terus medukung dan memberikan doa kepada penulis.

15. Seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak luput dari kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dan menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata, dengan kerendahan hati Penulis mengharapkan semoga skripsi ini bisa memberikan manfaat bagi kita semua. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan Berkat dan AnugerahNya kepada kita semua. Amin.

Medan, Mei 2014 Penulis


(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAK ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Keaslian Penulisan ... 5

F. Tinjauan Kepustakaan ... 5

G. Metode Penelitian ... 14

1. Jenis dan sifat penelitian ... 14

2. Metode Pengumpulan Data dan Pengelolaan Data .... 14

3. Sumber data ... 15

H. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA ... 18

A. Tinjauan Umum tentang Jual Beli ... 18

1. Pengertian Jual Beli ... 18

2. Syarat sahnya Jual Beli ... 20

3. Para Pihak dalam Jual Beli ... 22

B. Undang-Undang Pengaturan Jual Beli Saham dalam Perseroan Terbatas di Indonesia ... 23


(4)

1. Jual Beli Saham dalam Perseroan Terbatas yang

Bersifat Tertutup ... 23

2. Jual beli Saham dalam Perseroan Terbatas yang Bersifat Terbuka ... 25

3. Pihak yang Melakukan Jual Beli Saham dalam Perseroan Terbatas ... 27

BAB III MEKANISME PENJUALAN SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS YANG BERSIFAT TERTUTUP 31 A. Jual beli saham ... 31

B. Jual beli Saham Atas Kepentingan Perseroan ... 33

C. Jual Beli Saham Atas Kepentingan Pribadi ... 37

1. Keharusan Menawarkan Terlebih Dahulu Kepada Pemegang Saham Dengan Klasifikasi Tertentu Atau Pemegang Saham Lainnya ... 37

2. Keharusan mendapat Persetujuan terlebih dahulu dari Organ Perseroan ... 38

3. Keharusan mendapat persetujuan terlebih dahulu dari instansi yang berwenang ... 39

D. Bentuk Dan Cara Pemindahan Hak Atas Saham ... 41

1. Dilakukan dengan akta pemindahan hak ... 41

2. Akta atau salinannya disampaikan secara tertulis kepada perseroan ... 41

3. Direksi wajib mencatat dan memberitahukan pemindahan hak atas saham ... 42

E. Bukti dan hak atas Pemilikan saham ... 43

1. Bukti pemilikan saham ... 43


(5)

BAB IV AKIBAT HUKUM APABILA PEMEGANG SAHAM

MENJUAL SAHAMNYA SECARA DIAM-DIAM ... 47

A. Akibat Hukum Penjualan Saham secara Diam-Diam ... 47

1. Perjanjian Jual Beli yang Batal Demi Hukum ... 47

B. Pihak yang Bertanggung Jawab atas Penjualan Saham secara Diam-Diam ... 48

1. Penjualan yang Dilakukan oleh Pemegang Saham (Secara Pribadi) ... 48

2. Penjualan Saham yang dilakukan oleh Organ Perseroan ... 53

C. Perlindungan Hukum bagi Para Pihak yang telah Dirugikan Akibat Jual Beli Saham secara Diam-Diam ... 55

D. Penjualan saham atas perusahaan secara diam-diam di Indonesia ... 66

BAB V PENUTUP ... 69

A. Kesimpulan ... 69

B. Saran ... 71


(6)

ABSTRAK

Vanderis Hamdani*

Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, M.Hum** Dr. T. Keizerina Devi, SH., CN., M.Hum***

Pada perkembangannya saham sebagai salah satu alternatif media investasi yang memiliki potensi tingkat keuntungan cukup besar namun tidak menolak menimbulkan tingkat kerugian besar juga. Investasi saham adalah media investasi dalam jangka panjang yang memberikan kemanfaatan besar. Oleh karenanya saham berperan penting untuk meningkatkan profit ataupun taraf kehidupan seseorang. Saham dapat dijual belikan atau hak atas penguasaannya atau dapat dipindah tangankan hak kepemilikannya kepada orang lain. Pasal 56 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengatur pemindahan hak atas saham dilakukan dengan akta pemindahan hak. Banyak alasan yang dapat ditarik timbulnya kegiatan jual beli saham atau pemindahan hak atas kepemilikan saham secara diam-diam, seperti; keadaan mendesak diakibatkan kebutuhan uang atau alasan lainnya seperti memang tidak perlu mengikuti mekanisme yang ada karena perusahaan adalah perusahaan keluarga sehingga mekanisme yang berbelit memang sengaja dihindari.

Penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini bersifat deskriptif analisis yang mengacu kepada penelitian hukum yuridis normatif yaitu menguji, mengkaji ketentuan-ketentuan tentang akibat hukum penjualan saham secara diam-diam pada perseroan terbatas yang bersifat tertutup. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan studi dokumen dengan penulusuran pustaka (Library Research). Sumber data dapat dari Data Primer dan Data Sekunder.

Hasil dalam skripsi ini, bahwa jual beli saham diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dengan syarat Pasal 1320 KUHPerdata sebagai syarat sahnya suatu perjanjian. Terkait dengan perseroan terbatas yang bersifat terbuka, merujuk pada Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor KEP-13/PM/1997 tentang Pokok-Pokok Anggaran Dasar Perseroan yang Melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas dan Perusahaan Publik (“Keputusan Ketua Bapepam No. Kep-13/PM/1997”). Mekanisme penjualan saham pada perseroan yang bersifa tertutup dapat dibagi menjadi 2 (dua) bentuk yaitu penjualan saham yang dilakukan demi kepentingan perseroan dalam hal untuk melakukan penambahan modal dan penjualan saham yang dilakukan oleh pemegang saham secara pribadi. Akibat dari jual beli saham secara diam-diam telah melanggar prinisp sahnya suatu perjanjian yaitu Pasal 1320KUHPerdata. Adanya syarat sahnya perjanjian tersebut dilanggar maka perjanjian jual beli saham yang dilakukan secara diam-diam tersebut telah batal demi hukum.

Kata Kunci: Perjanjian, Pengangkutan, Tanggung Jawab Pengangkutan * Mahasiswa, Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum USU