31
2.1.3. Struktur Sosial Budaya Masyarakat Simalungun
Dari hasil perhitungan yang dilakukan oleh pemerintah mulai dari tahun 1987- 2000, setiap tahunnya penduduk yang menempati Kabupaten Simalungun semakin
bertambah. Pertambahan jumlah ini ditafsirkan sebagai masyarakat pendatang yang jumlahnya semakin meningkat ataupun masyarakat yang dilihat dari tingginya angka
kelahiran. Banyak etnik yang ada di Nusantara datang ke Simalungun untuk mencari
pekerjaan seperti buruh kebun. Banyak dari kelompok buruh ini yang tinggal menetap di Simalungun atau sekitarnya. Beberapa etnik dan sub-etnik yang ada di Simalungun
seperti etnik Batak Toba, Simalungun, Karo, dan terdapat juga beberapa etnik lain seperti Jawa, dan Cina. Kelompok etnik inilah yang akan menjadi dasar-dasar dari
pembentukan sistem sosial dan budaya di Simalungun, sebab mereka datang dengan budaya yang lengkap yang mereka miliki.
Sebelum merdeka, segala sistem yang berlaku di sekitar daerah kesultanan, Simalungun pada umumnya, terbentuk dari kebijakan kesultanan dan pemerintah
kolonial. Pada bagian administrasi masyarakat, kebijakan datang dari pemerintah kolonial, sedangkan kebijakan yang berhubungan dengan sistem sosial dan
kemasyarakatan pada dasarnya dibentuk oleh kesultanan. Hal ini berlangsung sampai Indonesia memperoleh kemerdekaan. Kemerdekaan Indonesia memberikan dampak
terhadap perubahan sistem sosial, dan struktur masyarakat di Simalungun. Setelah kemerdekaan terdapat budaya baru di Simalungun yang merupakan
budaya percampuran pluralis dari berbagai suku yang mendiami Simalungun. Seperti suku Jawa, Melayu, Batak Toba, Simalungun, Karo, Nias, Tionghoa dan
Universitas Sumatera Utara
32 suku-suku lainnya yang masing-masing melaksanakan tradisi yang mereka miliki,
tanpa ada unsur paksaan dari budaya dan suku lain. Dalam bidang agama, masing-masing suku yang tinggal di Simalungun
mayoritas agama yang mereka anut adalah agama yang mereka bawa dari daerah asal mereka datang. Seperti etnis Melayu, Jawa, Mandailing yang beragama Islam,
demikian juga halnya dengan etnis Batak Toba, Simalungun, Karo yang pada umumnya menganut agama Kristen Protestan dan Katolik.
Nilai-nilai keagamaan yang ada di Simalungun sangat banyak memberikan nilai positif bagi terselenggaranya kekerabatan antar sesama masyarakat. Unsur-unsur
budaya dan unsur keagamaan masyarakat yang saling menghormati menjadi salah satu ciri masyarakat yang tinggal di sekitar Simalungun. Sistem sosial yang berlaku
dalam kehidupan masyarakat di Simalungun merupakan sistem sosial yang diatur berdasarkan sistem sosial yang berlaku di Indonesia. Peraturan pemerintah dan sistem
norma masyarakat menjadi dasar dari kehidupan sosial masyarakat Simalungun. Masyarakat di Simalungun memilki nilai kekerabatan yang sangat kuat.
Misalnya masyarakat Simalungun yang beragama Kristen merayakan hari Natal, masyarakat yang beragama lain ikut merayakannya dengan berkunujung ke rumah
masyarakat yang beragama kristen. Rasa saling menghormati antar suku dan umat beragama sangat kental dimana apabila ada kegiatan keagamaan, mereka saling
membantu satu dengan yang lainnya.
Universitas Sumatera Utara
33
2.2. Sejarah Kabupaten Simalungun