konsep perempuan secara sempurna, yaitu konsep yang diinginkan oleh perempuan masa kini.
Iklan tidak selamanya bercerita tentang bagaimana produk bisa segera dibeli konsumen. Namun, beberapa di antaranya juga ingin menyampaikan citra
kuat mengenai apa dan bagaimana kiprah produk dan menceritakan makna dalam iklan tersebut. Setelah menyaksikan iklan ini, peneliti merasa tertarik untuk dapat
menganalisis representasi citra perempuan dalam iklan WRP Diet To Go.
I.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah representasi citra perempuan yang terdapat
dalam iklan WRP versi Diet to Go di media televisi?”
I.3 Pembatasan Masalah
Untuk menghindari ruang lingkup penelitian terlalu luas sehingga dapat mengaburkan penelitian, maka peneliti membatasi masalah yang akan diteliti.
Adapun pembatasan masalah yang diteliti adalah: 1.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. 2.
Perangkat analisis yang digunakan adalah semiologi Roland Barthes signifikasi dua tahap two order of significations; denotasi, konotasi dan
mitologi. 3.
Objek penelitian ini adalah perempuan dalam iklan WRP versi Diet To Go
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
I.4 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah 1.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sistem signifikasi makna yaitu makna denotatif dan makna konotatif serta mitologi dalam iklan WRP
versi Diet To Go. 2.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui representasi citra perempuan dalam iklan WRP versi Diet To Go di media televisi.
I.5 Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah: 1.
Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan memperkaya bahan penelitian dan sumber bacaan bagi mahasiswa
FISIP USU khususnya Departemen Ilmu Komunikasi. 2.
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi di bidang Ilmu Komunikasi, khususnya tentang analisis semiotika dalam
iklan. 3.
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi pembaca mengenai representasi citra perempuan dalam iklan.
I.6 Tinjauan Pustaka
Sebelum melakukan penelitian, peneliti perlu untuk menyusun suatu tinjauan pustaka yang berfungsi untuk menjelaskan, menjabarkan, dan
memberikan pandangan terhadap suatu penelitian. Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
I.6.1 Komunikasi Massa
Konsep komunikasi massa pada satu sisi mengandung pengertian suatu proses di mana organisasi media memproduksi dan menyebarkan pesan kepada
publik secara luas dan pada sisi lain merupakan proses di mana pesan tersebut dicari, digunakan dan dikonsumsi oleh audiens Rohim, 2009:160. Komunikasi
massa merupakan salah satu proses komunikasi yang berlangsung pada peringkat masyarakat luas yang identifikasinya ditentukan oleh ciri khas institusionalnya
McQuail, 1996: 7. Komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen dan anonim melalui
media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat Rakhmat, 2005: 189.
Dari sekian banyak definisi mengenai komunikasi massa, ada benang merah kesamaan definisi satu sama lain. Pada dasarnya komunikasi massa adalah
komunikasi melalui media massa media cetak dan elektronik Nurudin, 2004: 2.
I.6.2 Semiotika
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari
jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan
humanity memaknai hal-hal things Barthes dan Kurniawan dalam Sobur, 2004: 15. Semiotika berusaha menjelaskan tentang tanda, secara sistematik
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
menjelaskan esensi, ciri-ciri dan bentuk suatu tanda, serta proses signifikasi yang menyertainya.
Menurut Morissan, semiotika merupakan studi mengenai tanda signs dan simbol yang merupakan tradisi penting dalam pemikiran tradisi komunikasi.
Tradisi semiotika mencakup teori utama mengenai bagaimana tanda mewakili objek, ide, situasi, keadaan, perasaan dan sebagainya yang berada di luar diri
Morissan, 2009: 27. Segers mendefinisikan semiotika sebagai suatu disiplin yang meneliti semua bentuk komunikasi antar makna yang didasarkan pada sistem
tanda Sugihastuti, 2000: 26. Di dalam semiotika, ada dua aliran utama yaitu semiotika yang
menggunakan konsep Pierce dan yang menggunakan konsep Saussure. Dalam konsep Pierce, Pierce membagi tanda atas icon ikon, index indeks dan symbol
simbol. Ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah atau bersifat kemiripan, indeks adalah tanda
yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal, sementara simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan
alamiah antara penanda dengan petandanya dan hubungan diantaranya bersifat arbitrer atau semena Sobur, 2004: 41. Pierce mendefinisikan semiotika sebagai
suatu hubungan antara tanda, objek dan makna Morissan, 2009: 28. Sedangkan Saussure memasukkan semiotika sebagai hal-hal yang berkaitan dengan
kehidupan langsung. Saussure mengemukakan bahwa seseorang menggunakan tanda untuk mengirim makna tentang objek dan orang lain akan
menginterpretasikan tanda tersebut. Selain itu, ada konsep lain tentang semiotika yang diusung oleh Roland Barthes. Konsep Roland Barthes mengemukakan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pemaknaan tanda atas signifikasi dua tahap two order signification, yaitu denotatif dan konotatif. Semiotik mengacu pada hubungan antara dua istilah yaitu
penanda significant dan petanda signifie; petanda adalah konsep sedangkan penanda adalah imaji bunyi yang bersifat psikis Sugihastuti. 2000:28.
Doede Nauta membedakan tiga tingkatan hubungan semiotika Sobur, 2004: 19, yaitu:
1. Semantik, yaitu bagaimana tanda berhubungan dengan referennya, atau
apa yang diwakili suatu tanda. 2.
Sintaktik, yaitu mengacu pada cara tanda disusun atau diorganisir dengan tanda lainnya di dalam sistem.
3. Pragmatik, yaitu mengacu pada efek atau perilaku yang ditunjukkan oleh
tanda.
I.6.3 Semiotika Iklan
Media komunikasi yang paling popular dan paling digemari saat ini adalah televisi. Dalam dunia pertelevisian, sistem teknologi telah menguasai jalan pikiran
masyarakat dengan apa yang diistilahkan dengan theater of mind. Sebagaimana gambaran realitas dalam iklan televisi Bungin, 2011: 119. Televisi merupakan
media kontemporer yang paling efektif dalam mengirimkan pencitraan produk. Iklan televisi memberikan pemaknaan bagi para pemirsanya. Giacardi
berpendapat bahwa iklan adalah acuan artinya iklan adalah diskursus tentang realitas yang menggambarkan, memproyeksikan dan menstimulasi suatu dunia
mimpi yang hipperrealistik. Menurutnya iklan berusaha menciptakan suatu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
realitas namun realitas iklan sendiri selalu berbeda dari realitas nyata yang ada di masyarakat Wibowo, 2011: 128.
Untuk mengkaji iklan dalam perspektif semiotika, kita bisa mengkajinya lewat sistem tanda dalam iklan. Iklan menggunakan sistem tanda yang terdiri atas
lambang baik yang verbal maupun yang berupa ikon. Pada dasarnya lambang atau simbol yang digunakan dalam iklan terdiri atas dua jenis, yaitu verbal dan
nonverbal. Lambang verbal adalah bahasa yang kita kenal, lambang nonverbal adalah bentuk dan warna yang disajikan dalam iklan, yang tidak secara khusus
meniru rupa atas bentuk realitas. Ikon adalah bentuk dan warna yang serupa atau mirip dengan keadaan sebenarnya Sobur, 2004: 116. Sistem tanda bahasa juga
digunakan secara maksimal dalam iklan televisi. Iklan televisi yang umumnya berdurasi beberapa detik, memanfaatkan sistem tanda untuk memperjelas makna
citra pada iklan tersebut. Dalam upaya menciptakan kepribadian untuk sebuah produk, pembuat
iklan membuat sistem signifikasi. Yang pertama dan terutama ini dibuat dengan memberinya nama merek dan kemudian bila dimungkinkan membuat simbol
visual untuknya yang dikenal dengan nama logo. Ketika sebuah produk diberi nama maka, seperti seorang pribadi, produk itu bisa dikenali dengan kaitannya
dengan namanya itu Danesi, 2010: 229. Sistem penandaan yang tertanam di dalam nama merek dan logonya
secara kreatif dipindahkan ke dalam teks iklan. Tekstualisasi iklan bisa didefinisikan sebagai pembentukan iklan dan komersial berdasarkan pada sistem
signifikasi khusus yang secara sengaja ditanamkan ke dalam produk. Dalam iklan komersial televisi, nada suara, struktur kalimat dan penggunaan berbagai muslihat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
verbal jingle, slogan dan sebagainya dipakai juga untuk mengirimkan sistem signifikasi sebuah produk.
Iklan televisi merupakan iklan yang paling banyak ditonton oleh semua kalangan masyarakat. Ada semacam argumentasi dalam masyarakat bahwa iklan
televisi merupakan iklan yang memberikan pesan-pesan secara realistis dengan menggunakan pilihan iklan agar dapat mempengaruhi pemirsanya.
1.6.4 Semiotika Roland Barthes
Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang getol mempraktikkan model linguistik dan semiologi Saussurean. Barthes
mengartikan semiotika atau dalam istilah Barthes sendiri dikenal dengan semiologi sebagai tanda yang berada di sekitar kita dan sangat dekat dengan
keseharian kita. Barthes membagi analisisnya menjadi dua tingkatan yaitu tingkatan
denotasi dan tingkatan konotasi. Tingkatan denotasi merupakan pemaknaan secaraa langsung, yang berarti menunjukkan makna yang tampak atau makna
yang sebenarnya. Tingkatan konotasi merupakan pemaknaan secara tidak langsung, yang berarti adanya makna yang menggambarkan interaksi yang terjadi
ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi, serta nilai-nilai dari kebudayaannya Wibowo, 2011: 17.
Barthes juga melihat makna yang lebih dalam tingkatannya, akan tetapi bersifat konvensional, yakni makna yang berkaitan dengan mitos. Mitos dalam
pemahaman Barthes merupakan pemaknaan yang berasal dari tingkatan konotatif,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu.
I.6.5 Representasi
Representasi berarti menggunakan bahasa untuk menyatakan sesuatu secara bermakna, atau dapat dikatakan memaknai sesuatu terhadap orang lain.
Konsep representasi digunakan untuk menggambarkan ekspresi hubungan antara teks iklan media dengan realitas. Representasi merupakan kegiatan dari tanda.
Marcel Danesi mendefinisikannya sebagai berikut:
“proses merekam ide, pengetahuan atau pesan, dalam beberapa cara fisik disebut representasi. Ini dapat didefinisikan lebih tepat sebagai kegunaan dari tanda yaitu
untuk menyambungkan, melukiskan, meniru sesuatu yang dirasa, dimengerti, diimajinasikan atau dirasakan dalam beberapa bentuk fisik” Wibowo, 2011:122.
Representasi bekerja pada hubungan tanda dan makna. Konsep representasi bisa berubah-ubah. Representasi bukan suatu proses yang statis tetapi
dinamis yang terus berkembang seiring dengan kemampuan dan kebutuhan para pengguna tanda yaitu manusia sendiri yang juga terus berubah. Menurut Nuraini
Julianti, representasi berubah-ubah akibat makna yang juga berubah-ubah. Setiap waktu terjadi proses negosiasi dalam proses pemaknaan Wibowo, 2011: 123.
I.6.6 Feminisme
Kaum perempuan adalah mitra kaum pria yang diciptakan dengan kemampuan-kemampuan mental yang setara. Kaum perempuan memiliki hak
penuh untuk berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas kaum pria, dalam detail yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sekecil-kecilnya. Kaum perempuan juga memiliki hak atas kemerdekaan dan kebebasan yang sama seperti yang dimiliki kaum pria. Kaum perempuan berhak
untuk memperoleh tempat tertinggi dalam ruang aktivitas yang dia lakukan, sebagaimana kaum pria dalam ruang aktivitasnya Gandhi, 2002: 5.
Dalam arti leksikal, feminisme ialah gerakan wanita yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria Moeliono dalam
Sugihastuti, 2000: 37. Pengertian lain dikemukakan oleh Goefe, feminisme adalah teori tentang persamaan antara laki-laki dan perempuan di bidang politik,
ekonomi dan sosial; atau kegiatan terorganisasi yang memperjuangkan hak-hak serta kepentingan perempuan Goefe dalam Sugihastuti, 2007: 93.
Sofia dan Sugihastuti menyimpulkan bahwa munculnya ide-ide feminis berangkat dari kenyataan bahwa konstruksi sosial gender yang ada mendorong
citra perempuan masih belum dapat memenuhi cita-cita persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Kesadaran akan ketimpangan struktur, sistem dan tradisi
dalam masyarakat kemudian melahirkan kritik feminis yang termanifestasikan dalam berbagai wujud ekspresi, baik melalui sikap, penulisan artikel, novel
maupun melalui media lain Sugihastuti, 2007: 99. Dalam media massa, perempuan sering digambarkan menjadi objek.
Dalam berbagai iklan televisi, perempuan digambarkan secara bebas, di mana ia harus tampil cantik secara fisik dan tetap awet muda bila ingin sukses, mampu
mengurus semua keperluan rumah tangga, serta sebagai objek seks. Tomagola menyatakan bahwa dalam banyak iklan terjadi penekanan terhadap pentingnya
perempuan untuk selalu tampil memikat dengan mempertegas sifat kewanitaannya secara biologis, seperti memiliki waktu menstruasi, memiliki rambut yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
panjang dan lainnya. Pencitraan perempuan semacam ini ditekankan lagi dengan menebar isu natural anatomy bahwa umur perempuan, ketuaan perempuan,
sebagai momok yang tidak bisa dihindari dalam kehidupan perempuan www.google.com. Iklan juga menghidupkan stereotip lama tentang perempuan,
bahwa sejauh-jauh perempuan pergi, akhirnya kembali ke dapur juga Bungin, 2011: 114.
Haris Wijaya dalam artikel Feminist Film Theory mengemukakan bahwa: In order for women to be equally represented in the workplace and
of course in film as a media that can represent reality or construct reality, women must be portrayed as men are: as lacking sexual
objectification. This is the idea behind Laura Mulvey’s Visual Pleasure and Narrative Cinema that has become interesting subject
since it was published in 1975. Many feminist film theory discuss her idea and relate it with the other theory and also with the present
situation in order to analyze a film. More and more films that produce recently, seeing women not just as
men’s sexual desire object, but also plays important role in film’s narrative. Women stand as important as men, in several films
sometimes they stand even higher than men. But the feminist film theory thinks that even now the situation still stand on men’s side
rather than women’s side. More effort needed to change this situation, until women or other sexual tendencies can get what they
want in order to stand equally with men. This process can be late or fast, it’s depends on the good willing of all individual working in this
area.
“Agar perempuan dapat diperlakukan sama dalam lapangan pekerjaan dalam hal film sebagai media yang dapat merepresentasikan realitas
atau konstruksi realitas, perempuan harus digambarkan sama seperti pria; tidak membedakan gender. Ini adalah ide di balik “Visual
Pleasure dan Narrative Cinema” oleh Laura Mulvey yang telah menjadi subjek yang menarik sejak buku tersebut dipublikasikan pada
tahun 1975. Banyak teori feminis Film mendiskusikan ide Laura Mulvey dan hubungannya dengan teori lain dan juga dengan situasi
dan kondisi saat ini dalam hal menganalisa sebuah film. Banyak film yang diproduksi baru-baru ini, memperlihatkan
perempuan tidak hanya sebagai objek hasrat pria tetapi juga memainkan peranan penting dalam narasi sebuah film. Perempuan
sama pentingnya dengan pria, di beberapa film terkadang mereka
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
memiliki peranan yang lebih penting daripada pria. Tapi Teori Feminis Film berpikir bahwa bahkan situasi saat ini masih berpihak
pada sisi pria daripada sisi perempuan. Banyak usaha yang diperlukan untuk mengubah situasi ini, sampai perempuan kecenderungan
seksual bisa memperoleh apa yang mereka inginkan dalam hal kesetaraan dengan pria. Proses ini bisa lambat ataupun cepat,
tergantung pada kemauan setiap individu yang berusaha di lingkup area ini.”
Menurut Kasiyan dalam Sugihastuti, 2007: 96, feminisme sebagai gerakan perempuan muncul dalam karakteristik yang berbeda-beda yang
disebabkan perbedaan asumsi dasar yang memandang persoalan-persoalan yang menyebabkan ketimpangan gender. Beberapa aliran yang dikenal dalam gerakan
ini antara lain:
1. Feminisme Liberal
2. Feminisme Radikal
3. Feminisme Sosialis
4. Feminisme Postmodern
5. Feminisme Anarkis
6. Feminisme Eksistensialis
I.7 Definisi Konsep
Definisi konsep merupakan hasil pemikiran yang rasional dalam menguraikan rumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari masalah
yang diuji. Konsep dipakai untuk menggambarkan secara abstrak suatu fenomena sosial atau fenomena alami. Bungin mengartikan konsep sebagai generalisasi dari
sekelompok fenomena tertentu yang dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama Kriyantono, 2008: 17.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Adapun yang menjadi konsep dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis semiologi Roland Barthes siginifikasi dua tahap two order signification;
denotasi dan konotasi, di mana dalam semiologi Roland Barthes ini denotasi merupakan sistem signifikasi tingkat pertama, sementara konotasi merupakan
tingkat kedua Sobur, 2004: 70. Semiologi Roland Barthes ini dipilih karena mampu memaknai tanda untuk merepresentasikan citra perempuan pada iklan
WRP versi Diet To Go. Konsep yang akan dirumuskan dalam penelitian ini adalah:
1. Tanda
Tanda merupakan keseluruhan yang dihasilkan antara penanda atau petanda. Tanda harus memiliki baik signifier dan signified. Tanda
adalah juga parole yang membawa pesan. Parole dapat berbentuk lisan, tulisan atau representasi lain, misalnya wacana tulis, iklan foto, film,
sport, tontonan dan lain-lain Christomy, 2004: 269. Tanda merupakan sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh
panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk merepresentasikan hal lain di luar tanda itu sendiri Kriyantono,
2008: 265. 2.
Denotasi Denotasi merupakan makna yang paling nyata, atau makna yang secara
langsung tersirat. Denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah objek atau yang disebut sebagai gambaran petanda.
3. Konotasi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Konotasi merupakan pemaknaan secara tidak langsung atau pemaknaan yang didasarkan atas perasaan dan pikiran yang
ditimbulkan pada pemirsanya. Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi yang disebutnya sebagai ‘mitos’, dan
berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu
Budiman dalam Sobur, 2004: 71. Konotasi mempunyai makna yang subjektif atau paling tidak intersubjektif. Makna konotasi adalah
bagaimana cara menggambarkan sebuah tanda. 4.
Mitos Dalam semiologi Barthes, mitos adalah juga suatu sistem pemaknaan
tataran kedua. Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. Mitos
adalah suatu wahana di mana suatu ideologi berwujud. Mitos dapat berangkai menjadi mitologi yang memainkan peranan penting dalam
kesatuan-kesatuan budaya Wibowo, 2011: 17.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN URAIAN TEORITIS
II.1 Komunikasi Massa II.1.1 Pengertian Komunikasi Massa