Capital inflow faktor-faktor yang mempengaruhi dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia

(1)

OLEH NANI SAIDAH

H14102025

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(2)

RINGKASAN

NANI SAIDAH. Capital Inflow : Faktor-faktor yang Mempengaruhi dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia (dibimbing oleh SRI HARTOYO).

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran keberhasilan suatu negara. Untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi, pemerintah membutuhkan modal yang cukup. Adanya keterbatasan modal dalam negeri menyebabkan pemerintah harus meningkatkan jumlah modal dari luar negeri. Peningkatan jumlah tersebut dapat dilakukan dengan menarik investor untuk menanamkan modalnya di dalam negeri. Di sisi lain, pemerintah harus melakukan kebijakan pengawasan terhadap jumlah aliran modal masuk tersebut untuk mempertahankan keseimbangan internal. Adanya kenaikan laju pertumbuhan modal yang cepat dapat mengurangi kebutuhan terhadap modal asing dan meningkatkan pendapatan nasional. Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi capital inflow di Indonesia, (2) untuk mengetahui pengaruh capital inflow terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Untuk mencapai tujuan penelitian digunakan model persamaan simultan yang terdiri dari persamaan capital inflow dan persamaan pertumbuhan ekonomi. Pendugaan parameter model digunakan metode regresi berganda Two Stage Least Square (2SLS).

Perekonomian Indonesia sempat mengalami keterpurukan yang cukup besar. Krisis yang melanda pada tahun 1997 telah menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi hingga 13.2 persen. Selama periode 1993-2005 pertumbuhan ekonomi tertinggi dicapai pada tahun 1994 sebesar 8.43 persen. Sementara, pertumbuhan jumlah aliran modal masuk di Indonesia ditunjukkan dengan adanya peningkatan capital account (neraca modal). Pada tahun 1994-1996 terjadi aliran modal masuk yang cukup tinggi sebesar 20.80 dan 23.96 persen, sedangkan pada tahun 1999 terjadi penurunan tingkat kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya sehingga, jumlah aliran modal masuk mencapai tingkat terendah sebesar 12.35 persen. Faktor-faktor yang diduga dapat berpengaruh terhadap capital inflow adalah GDP, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar, capital inflow sebelumnya dan dummy kebijakan, serta jumlah capital inflow yang diharapkan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai tukar Rupiah terhadap Dollar, GDP dan lag variabel dependent berpengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah capital inflow, sedangkan dummy kebijakan tidak signifikan. Variabel lain seperti suku bunga riil, T-bill, jumlah defisit neraca berjalan (CA), jumlah Netto Asset Domestik (NDA) dan dummy krisis ekonomi berpengaruh negatif. Capital inflow di Indonesia berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Dari hasil penelitian, disarankan bahwa salah satu cara untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah melalui kebijakan moneter ekspansif yang diharapkan dapat menurunkan tingkat suku bunga riil dan meningkatkan tingkat investasi asing. Peningkatan investasi tersebut menambah modal dalam negeri. Kebijakan untuk tetap meningkatkan jumlah capital inflow sangat diperlukan, tetapi harus ada penekanan penyaluran terutama sektor riil yang membutuhkan modal besar dengan tingkat pengembalian lebih menjanjikan. Peningkatan sektor riil tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.


(3)

OLEH NANI SAIDAH

H14102025

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(4)

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Nani Saidah

NRP : H14102025

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul : Capital Inflow: Faktor-faktor yang Mempengaruhi dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS NIP. 131 124 021

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr.Ir.Rina Oktaviani, MS NIP.131 846 872


(5)

BENAR HASIL KARYA SAYA YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2006

Nani Saidah H14102025


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Nani Saidah, lahir di Garut, Jawa Barat, pada tanggal 1 April 1983, sebagai putri pertama dari pasangan Acep Ipin Saepudin dan Jojoh. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Jayaraga Garut sampai tahun 1996. Penulis kemudian menimba ilmu di SLTP Negeri 2 Tarogong Garut dan lulus pada tahun 1999, pada tahun yang sama penulis diterima di SMU Negeri 2 Tarogong Garut dan lulus pada tahun 2002.

Penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan pendidikan ke Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2002. Penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti beberapa organisasi diantaranya Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FEM IPB periode 2003-2004, Himpunan Propesi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (HIPOTESA) periode 2003-2004, dan Himpunanan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat FEM sebagai Bendahara periode 2005-2006. Penulis juga aktif di berbagai kepanitian internal dan eksternal kampus.


(7)

Dalam HIDUP

Harus

DiHadapi, DIHayati dan DINikmati


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Capital Inflow : Faktor-faktor yang Mempengaruhi dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia” tepat pada waktunya. Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Dr. Sri Hartoyo, MS sebagai pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan secara teoritis maupun teknis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik, kepada Bapak Dr. Ir. Nunung Nuryartono, MS sebagai penguji utama dan Ibu Tanti Noviyanti, SP selaku Komisi Akademik.

Karya ini saya persembahkan untuk kedua orang tua dan suami tercinta saya yang selama ini telah memberikan dukungan luar biasa baik materil maupun spiritual, sehingga proses penulisan ini bisa terselesaikan dengan baik. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2006

Nani Saidah H14102025


(9)

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi ... 5

2.2. Aliran Modal Masuk Asing ... 6

2.3. Sterilisasi ... 8

2.3.1. Kebijakan Operasi Pasar Terbuka ... 8

2.3.2. Kebijakan Giro Wajib Minimum ... 10

2.3.3. Kebijakan Konversi Deposito Pemerintah ... 11

2.4. Model Analisis ... 11

2.4.1. Model Harrod-Domar ... 11

2.4.2. Model Zegeye ... 12

2.4.3. Model Keseimbangan PortoFolio ... 13

2.5. Penelitian Terdahulu ... 15

III. KERANGKA TEORI ... 18

IV. METODE PENELITIAN 4.1. Jenis dan Sumber Data ... 22

4.2. Model Ekonometrika ... 22

4.2.1. Persamaan Capital Inflow ... 22

4.2.2. Persamaan Pertumbuhan Ekonomi ... 23

4.3. Identifikasi Model ... 24


(10)

4.3.2. Rank Condition ... 25

4.4. Uji Kesesuaian Model ... 25

V. PERKEMBANGAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI CAPITAL INFLOW DI INDONESIA 5.1. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ... 28

5.2. Perkembangan Capital Inflow ... 30

5.3. Perkembangan Nilai Tukar ... 31

5.4. Perkembangan Upah riil ... 32

5.5. Perkembangan Défisit Current Account ... 32

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI CAPITAL INFLOW 6.1. Hasil Pendugaan Model ... 34

6.2. Hasil Estimasi Persamaan Capital Inflow ... 35

6.3. Hasil Estimasi Persamaan Pertumbuhan Ekonomi ... 39

VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan ... 44

7.2. Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45


(11)

Nomor Halaman 1.Rata-rata Pertumbuhan Capital inflow dan Gross Domestic Product

diIndonesiaperiode 1993-2004 ... 2

2. Pengujian Order Condition ... 25

3. Hasil Estimasi Output Persamaan Capital inflow ... 35


(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ... 28

2. Pertumbuhan Capital Inflow ... 30

3. Pertumbuhan Nilai Tukar ... 31

4. Perkembangan Upah riil ... 32


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1.Data Nominal ... 48

2. Data Riil Tahun Dasar 1993 ... 51

3. Hasil Pengujian Rank Condition ... 54

4. Hasil Estimasi Persamaan ... 55


(14)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Krisis di Asia ditandai dengan net capital outflow (arus modal keluar bersih) dalam jumlah besar dan waktu yang relatif singkat. Krisis tersebut menimbulkan ketidakstabilan arus modal jangka pendek, sehingga mengakibatkan goncangan terhadap perekonomian dunia. Pada tahun 1997 arus modal keluar dari negara-negara kawasan Asia mengalami peningkatan dari US$ 14.5 milyar menjadi US$ 59.6 milyar pada tahun 1998. Sementara, jumlah net capital inflow pada tahun 1996 mengalami penurunan sebesar US$ 80.1 milyar.

Krisis tersebut mendorong beberapa negara untuk meninjau kembali kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan aliran modal baik aliran modal masuk maupun keluar serta mengontrol devisa. Usaha mengontrol arus modal masuk bertujuan untuk mengantisipasi dan meminimalisasi risiko yang dihadapi dalam transaksi modal, terutama arus modal jangka pendek yang diduga merupakan pemicu terjadinya kekacauan keuangan secara keseluruhan. Sementara itu, aliran modal jangka panjang (PMA) tidak mudah terpengaruh oleh adanya perubahan sikap investor secara mendadak (BI, 2000).

Perubahan kebijakan tersebut terjadi pula di Indonesia tepat pada tahun 1995-1996. Hal ini ditandai dengan adanya peningkatan capital inflow. Pada periode 1994-1997 pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan, kemudian terlihat adanya peningkatan pada periode 1998-2000. Walaupun pertumbuhannya kurang dari 5 persen tetapi hal ini dapat memulihkan perekonomian dalam negeri. Sementara itu, pada saat krisis jumlah capital inflow menurun tetapi pada periode


(15)

1999-2000 terjadi peningkatan. Pada periode 2001-2005 jumlah capital inflow mengalami penurunan dan peningkatan yang tidak tentu (Tabel 1).

Tabel 1. Rata-rata Pertumbuhan Capital Inflow dan Gross Domestic Product

di Indonesia periode 1993-2005 Tahun Pertumbuhan GDP

(persen)

Pertumbuhan Capital inflow (persen)

1994 8. 43 15.57

1995 7.91 20.80

1996 7.23 23.96

1997 5.59 11.15

1998 -13.2 14.49

1999 -0.20 -12.35

2000 4.58 73.21

2001 3.87 4.38

2002 4.28 -69.71

2003 4.59 46.72

2004 4.53 32.47

2005 3.1 2.84

Sumber: Bank Indonesia (1993 s/d 2005)

1.2. Perumusan Masalah

Krisis mata uang yang terjadi di Indonesia sejak bulan Juli 1997, yang dipicu oleh contagion effect dan krisis Thailand, telah menyebabkan terjadinya capital outflow dalam jumlah yang besar. Hal ini menimbulkan dampak besar pada sektor perbankan dan corporate yang diakibatkan oleh adanya ”ketidaktepatan” kebijakan pemerintah dalam mengelola dan mengendalikan aliran modal yang masuk (Tjahjono dan Sulistiowati, 1998 ).

Pertumbuhan ekonomi sangat bergantung pada jumlah modal yang tersedia baik dalam negeri maupun luar negeri. Adanya keterbatasan modal dalam negeri menyebabkan pemerintah harus meningkatkan jumlah modal luar negeri. Oleh sebab itu, pemerintah dapat menarik investor untuk menanamkan modalnya


(16)

3

di dalam negeri. Disisi lain, pemerintah harus melakukan kebijakan pengawasan jumlah aliran modal yang masuk untuk mempertahankan keseimbangan internal. Kebijakan tersebut dapat menimbulkan dua dampak diantaranya, dampak positif dan negatif. Dampak positif dapat dilihat dari adanya penambahan pembentukan modal, sehingga kemampuan berinvestasi negara meningkat. Dampak negatif terjadi apabila modal tabungan digunakan untuk berinvestasi pada bidang yang kurang produktif, hal ini dapat menyebabkan penambahan pada beban neraca pembayaran. Pengendalian dari dampak negatif yang ditimbulkan tersebut dapat dikendalikan oleh kebijakan sterilisasi.

Berdasarkan uraian di atas yang menjadi pertanyaan adalah faktor-faktor apa yang mempengaruhi aliran modal masuk? dan sampai sejauh mana jumlah aliran modal masuk tersebut berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi capital inflow dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran modal masuk di Indonesia.

2. Menganalisis pengaruh aliran modal masuk terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.


(17)

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada beberapa pihak diantaranya peneliti sendiri, pihak pembaca dan pihak pemerintah dalam hal ini Bank Sentral, dan dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Penulis, penelitian ini dapat menjadi pengalaman yang berharga selain sebagai sarana pengaplikasian mata kuliah dan juga dapat menambah wawasan tentang aliran modal masuk yang terjadi di Indonesia

2. Pihak pembaca, sebagai bahan informasi dan pembanding dengan penelitian sejenis.

3. Bank Indonesia, dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam negeri.


(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan merupakan suatu proses di mana Produk Domestik Bruto

(PDB) riil meningkat secara terus-menerus melalui kenaikan produktivitas per kapita. Peningkatan ini dilihat dalam bentuk kenaikan produksi riil per kapita dan taraf hidup yang ditempuh melalui penyediaan dan penyerahan berbagai sumber produksi (Salvatore dan Dowling, 1997).

Menurut Kuznet pertumbuhan ekonomi merupakan peningkatan kemampuan jangka panjang dalam menyediakan barang-barang ekonomi yang semakin banyak jenisnya di suatu negara. Peningkatan kemampuan tersebut disesuaikan dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian kelembagaan serta ideologis suatu bangsa (Jhingan, 1992).

Menurut Schumpeter, pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai pertambahan output (pendapatan nasional) yang berasal dari pertambahan tingkat penduduk dan tabungan masyarakat, sedangkan menurut Harrod-Domar berasal dari tingkat tabungan dan modal. Modal merupakan salah satu faktor produksi yang dapat digunakan untuk pembiayaan pembangunan dalam negeri. Terdapat dua sumber modal, diantaranya bersumber dari dalam negeri dan luar negeri. Salah satu cara untuk menghimpun modal dari dalam negeri adalah dengan mengurangi tingkat konsumsi atau meningkatkan pendapatan. Sedangkan modal yang bersumber dari luar negeri berupa hibah, penanaman modal asing (PMA) dan pinjaman. Peningkatan laju pertumbuhan modal yang


(19)

cepat dapat mengurangi kebutuhan terhadap modal asing dan meningkatkan pendapatan nasional (Putong, 1996).

Proses pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor ekonomi dan non ekonomi. Faktor ekonomi berupa sumber daya manusia, sumber daya alam, akumulasi modal dan teknologi, sedangkan faktor non ekonomi berupa faktor sosial, politik dan budaya. Adanya goncangan pada salah satu faktor tersebut dapat mempengaruhi perekonomian di suatu negara.

2.2. Aliran Modal Masuk Asing

Pembangunan ekonomi di suatu negara memerlukan modal yang besar, tetapi usaha penyediaan modal tersebut dihadapkan pada masalah keterbatasan. Keterbatasan ini timbul dari pembentukan modal yang bersumber dari dalam negeri, hal ini dikarenakan tingkat konsumsi masyarakat yang tinggi dibandingkan tingkat tabungan sehingga salah satu penyelesaiannya adalah dengan melakukan pengerahan modal asing melalui penanaman modal dan investasi.

Konsep modal asing adalah modal yang meliputi semua pinjaman dan bantuan pemerintah dalam bentuk uang dan barang dengan cara mengalihkan sumber-sumber tersebut ke negara dunia ketiga dengan tujuan untuk pembangunan dan pemerataan pendapatan (Todaro, 1987). Menurut Arief dan Adi (1987) arus modal yang masuk terdiri dari investasi asing, investasi portofolio dan pinjaman luar negeri. Dalam konteks sistem neraca pembayaran, secara keseluruhan Indonesia memperoleh tambahan sumber-sumber ekonomi


(20)

7

dari peningkatan arus modal masuk tersebut. Besarnya peranan dari modal asing yang masuk ke Indonesia dapat terlihat dari meningkatnya barang-barang ekspor yang dihasilkan.

Penanaman modal langsung (FDI) disebut juga penanaman modal jangka panjang. Artinya penanam modal melakukan pengawasan terhadap negara pengimpor modal secara langsung. Pengawasan ini dilakukan dengan cara mendirikan cabang perusahaan, pendirian perusahaan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh penanam modal atau menyimpan aktiva tetap di negara pengimpor (Arief dan Adi, 1987). Ketentuan penanaman modal asing di Indonesia telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dalam Undang-Undang No.1 tahun 1967, sedangkan menurut Internasional Monetery Fund (IMF, 2003), FDI merupakan investasi yang dibuat untuk melancarkan target operasi dari suatu perusahaan di negara lain dengan manajerial serta adanya penentuan hak dan kewajiban.

Penanaman modal asing tidak langsung atau portofolio invesment

(investasi portofolio) merupakan suatu bentuk penanaman modal yang terdiri dari penguasaan saham yang dapat dipindahkan ke beberapa negara. Salah satu motif investor asing menanamkan modal adalah untuk memperoleh keuntungan yang lebih tinggi, selain itu untuk menghindari pajak yang terlalu tinggi di suatu negara. Untuk mengetahui keadaan aliran modal di suatu negara dapat dilihat

pada balance of payment (catatan neraca pembayaran) negara yang

bersangkutan, khususnya transaksi capital account (neraca modal). Jika transaksi modal defisit berarti terjadi aliran modal bersih ke luar negeri. Hal ini


(21)

menunjukan bahwa secara keseluruhan terjadi penjualan asset financial ke luar negeri yang lebih kecil dari pembelian asset financial dari luar negeri. Keadaan ini dapat menyebabkan peningkatan jumlah cadangan internasional ke luar negeri yang pada gilirannya akan memperburuk neraca pembayaran yang disertai terdepresiasinya nilai tukar (Rahmawati, 2004).

Pinjaman luar negeri dapat didefinisikan sebagai pinjaman yang menimbulkan kewajiban untuk membayar kembali terhadap pihak luar negeri dalam bentuk valuta asing. Termasuk di dalamnya mengenai pinjaman dalam negeri (Singgalingging et al, 2001).

2.3. Sterilisasi

Sterilisasi merupakan salah satu pengendali dampak negatif dari masuknya modal asing di Indonesia melalui kebijakan operasi terbuka (OPT), giro wajib minimum (GWM) dan konversi deposito pemerintah (Tjahjono dan Susilawati, 1998). Ketiga sterilisasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

2.3.1. Kebijakan melalui Operasi Pasar Terbuka (OPT)

Arus modal masuk di Indonesia dapat menimbulkan dampak negatif seiring kurang menguntungkannya pelaksanaan kebijakan moneter, sehingga dapat memperburuk perekonomian dalam negeri. Operasi Pasar Terbuka merupakan salah satu cara untuk mengurangi dampak tersebut dengan cara meng-offset setiap perubahan pada Net Foreign Asset (NFA) dan Net Domestic Credit (NDC) sehingga Monetary Base (Mo) tetap pada jumlah yang ditargetkan oleh otoritas moneter (De Grauwe, 1983). Keefektifan kebijakan sterilisasi


(22)

9

dalam mengendalikan aliran modal yang masuk diukur dengan koefisien offset

(α1).

ΔR = α0 + α1ΔCr di mana 0 ≤α1≤ 1 (2.1)

Dengan ΔR merupakan perubahan dari jumlah reserve (cadangan), sedangkan ΔCr perubahan dari jumlah kredit. Apabila nilai α1=1, maka intervensi yang

dilakukan oleh Bank Indonesia tidak efektif dalam mengendalikan aliran modal. Sedangkan jika α1< 1 maka intervensi yang dilakukan oleh Bank Indonesia

dapat dikatakan efektif.

Untuk mencegah terjadinya perubahan harga-harga yang terlalu tinggi kebijakan melalui OPT merupakan intervensi yang sering dilakukan sebagai respon awal dari pesatnya aliran modal masuk dengan menggunakan Domestic Bond Securities atau SBI. Upaya ini dilakukan dengan menyeimbangkan penawaran dan permintaan dengan cara menambah pasokan domestik interest-bearingasset. Kebijakn OPT dapat dijelaskan dengan melihat perubahan dalam bentuk persamaan sebagai berikut :

H = NFA + NDA = CUR + R (2.2) H = NFA + NDA = CUR + RR + ER (2.3) ∂H = ∂NFA + ∂NDA = ∂CUR + ∂R (2.4) Pada persamaan (2.2) dan (2.3) menunjukkan sumber dari monetary base (H) adalah NFA dan NDA, jumlahnya sama dengan penggunaan monetary base yaitu Currency in Circulation (CUR) dan Reserve (R), di mana reserve ini merupakan kewajiban neraca sistem perbankan. Persamaan ini mengasumsikan


(23)

bahwa current account berada pada kondisi yang seimbang maka perubahan dari komposisi monetary base diperoleh oleh aliran modal.

Kebijakan sterilisasi melalui operasi pasar terbuka akan menyebabkan perubahan currency (∂CUR) dan reserve (∂R) dari neraca moneter. Ini berarti jika otoritas moneter menghendaki ekspansi jumlah uang beredar maka

dilakukan pembelian SBI, sehingga jumlah currency yang beredar di

masyarakat meningkat dengan demikian jumlah uang yang beredar bertambah, begitu pula sebaliknya jika kontraksi dilakukan dengan cara menjual SBI.

2.3.2. Kebijakan melalui Giro Wajib Minimum (GWM)

Penggunaan sterilisasi melalui GWM dianggap menimbulkan beban pembayaran bunga yang cukup besar dari Bank Sentral, sehingga kebijakan tersebut harus diikuti dengan adanya kebijakan di dalam meningkatkan GWM dan kebijakan lainnya. Hal ini ditujukan untuk mengurangi tekanan terhadap permintaan domestik dengan cara mengurangi kemampuan perbankan dalam menciptakan jumlah uang yang beredar melalui ekspansi kredit. Dengan melihat neraca perbankan, maka jumlah credit (Cr) yang disalurkan adalah total tabungan masyarakat (DD) dikurangi reserve (R) yaitu: reserve requirement

(RR) dan exces reserve (ER). Proses ini dapat dijelaskan sebagai berikut : DD = R + Cr = RR + ER + Cr (2.5) Kebijakan melalui peningkatan GWM perbankan bertujuan untuk mengurangi NDC, sehingga meningkatnya GWM dapat menambah kewajiban domestik pada neraca moneter. Tetapi hal ini jarang sekali dilakukan karena dalam perbankan memiliki dampak yang kurang menguntungkan yaitu: (1)


(24)

11

adanya pengurangan pendapatan bank sehingga mengurangi fungsi intermediasi perbankan, (2) karena adanya lembaga non-bank yang mampu menggantikan fungsi dari perbankan dalam melakukan intermediasi, (3) berdampak pada likuiditas itu sendiri, karena tingginya GWM sebelum adanya kebijakan menunjukkan reserve yang tersedia cukup besar (Hermanto, 2005).

2.3.3. Kebijakan melalui Konversi Deposito Pemerintah

Kebijakan sterilisasi lainnya yang dapat dilakukan yaitu dengan cara mewajibkan bank-bank komersial untuk memindahkan seluruh deposito pemerintahnya ke Bank Sentral. Kelebihan dari kebijakan ini adalah dapat mengurangi biaya sterilisasi dan tidak akan mempengaruhi jangka pendek seperti halnya pada OPT, sehingga dapat mengurangi jumlah kelebihan likuiditas dari meningkatnya jumlah aliran modal masuk.

2.4. Model Analisis

2.4.1. Model Harrod – Domar

Model Harrod-Domar menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi didasarkan pada pengalaman ekonomi negara maju. Model ini dikemukakan oleh kaum kapitalis dan aliran teori Harrod-Domar yang menganalisis tentang syarat-syarat dan keadaan yang harus diciptakan dalam perekonomian suatu negara sehingga dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi yang mantap atau

Steady Growth. Hal ini diformulasikan sebagai berikut : 1. Tabungan adalah suatu proporsi dari pendapatan nasional


(25)

2. Investasi adalah perubahan dari stok kapital dengan perubahan kapital

I = Δ K (2.7) Teori Capital Output Rasio (COR), merupakan suatu perbandingan antara kapital dan pendapatan. Incremental Capital Output Rasio (ICOR) adalah perbandingan pertumbuhan modal dengan pertumbuhan pendapatan dalam suatu periode tertentu. Konsep COR bersifat statis karena merupakan refleksi stok kapital pada keadaan tahun tertentu, sedangkan konsep ICOR lebih bersifat dinamis. Hal ini disebabkan ICOR dapat memperlihatkan investasi sebagian suatu aliran dari pertumbuhan kapital. Stok kapital memiliki hubungan langsung dengan pendapatan nasional menurut konsep COR, dapat dirumuskan dengan:

K/Y = k atau Δ K/ Δ Y= k, atau

Δ K = k. Δ Y, atau I = k. Δ Y (2.8) Jadi tabungan harus sama dengan investasi di dalam suatu keseimbangan

S = δ Y = k. Δ Y, Δ K = I

δY = K. Δ Y (2.9)

2.4.2. Model Zegeye

Model ini merupakan suatu model yang menggunakan persamaan beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Negara yang pertama kali diteliti mencapai 47 negara dan Zegeye membagi negara tersebut ke dalam tiga kelompok menurut pendapatan per kapita. Ketiga kelompok tersebut diantaranya, kelompok yang berpendapatan rendah (12 negara), kelompok pendapatan menengah (21 negara) dan kelompok yang


(26)

13

pendapatannya tinggi (14 negara). Periode analisisnya dari tahun 1966 sampai 1986 dengan menggunakan persamaan:

GDP = β0 + β1S/Y + β2R + β3CIF/Y + β4Ie + β5W + β6Cr + β7Po (3.0)

Dengan :

S/Y = Proporsi tabungan domestik bruto terhadap PDB R = Rasio ketergantungan

CIF/Y = Proporsi arus modal masuk terhadap PDB Ie = Ekspektasi inflasi

W = Pertumbuhan tingkat upah Cr = Pertumbuhan kredit domestik Po = Pertumbuhan penduduk

Zegeye menggunakan tes spesifikasi Hausman untuk melihat kebenaran dari spesifikasi dan konsistensi internal dari semua sistem yang ada. Seluruh negara lulus dari tes Hausman tersebut dengan tingkat kepercayaan marginal 10 persen. Persamaan (3.0) diestimasi dengan menggunakan OLS dan hasilnya menunjukkan bahwa kelompok negara yang tingkat pertumbuhannya rendah dipengaruhi oleh tingkat populasi, tingkat inflasi, rasio ketergantungan tingkat arus masuk modal asing dan tingkat pertumbuhan kredit domestik yang berbeda. Pendekatan simultan digunakan Zegeye untuk meneliti hubungan antara tingkat tabungan dan pertumbuhan ekonomi.

2.4.3. Model Keseimbangan Portofolio

Model ini merupakan model yang menghubungkan pendekatan moneter dengan neraca pembayaran. Model ini dikembangkan oleh Kouri dan Porter


(27)

pada tahun 1974, model keseimbangan ini digunakan oleh Tjahjono dan Susilawati (1998) untuk mengkaji lebih lanjut mengenai efektifitas OPT dengan menggunakan dua pendekatan diantaranya model Vektor Auto Regresi (VAR) dan pendekatan model struktur. Data yang dipakai adalah data kuartalan dari tahun 1984:1 sampai 1996:4. Pendekatan model VAR digunakan untuk melihat pengaruh OPT terhadap perkembangan besaran M0, M1, M2, sedangkan pendekatan model struktural digunakan untuk menghitung besarnya koefisien

offset. Keseimbangan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: Pada kondisi keseimbangan

Md = Ms (3.1)

Ms merupakan penjumlahan Net Foreign Asset (NFA) dan Net Domestic Asset

(NDA)

Ms= NFA + NDA. (3.2)

d(NFA)=CF + CAB (3.3) Persamaan (3.3) merupakan perubahan NFA yang dapat diakibatkan oleh

Current Account Balance (CAB) dan Capital Flow (CF), sedangkan Md

merupakan merupakan fungsi dari income domestic dan suku bunga.

Md = F (Y,r) (3.4)

Dari persamaan (3.2), (3.3) dan (3.4) diperoleh :

CF = F (Y,r) – CAB – NDA (3.5) Atau dalam persamaan ekonometrikanya :


(28)

15

Dengan :

α1, α3, α4 > 0 dan α2 < 0 sedangkan α5 tergantung pada dummynya

PDB = Pertumbuhan ekonomi NDA = Aset domestik bersih CAB = Transaksi berjalan R = Suku bunga

Berdasarkan hasil uji regresi dengan menggunakan Ordinary Least Square (OLS) dihasilkan koefisien offset sebesar 0.63. Hasil koefisien offset

tersebut menyimpulkan bahwa keefektifitasan sterilisasi melalui OPT menjadi berkurang.

2.5. Penelitian Terdahulu

Prasvita (1994), dalam skripsinya yang berjudul ”Kompleksitas Kebijakan Moneter dalam Perekonomian Terbuka suatu study empiris terhadap Pertumbuhan ’Koefesien Offset’ dari Kebijakan Moneter di Indonesia”. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa setiap kontraksi kebijakan moneter akan tereliminir dengan adanya pemasukan modal asing sebesar 70 persen dari jumlah 63.1. Sisanya sebesar 36.9 persen tidak dapat disterilisasi oleh kebijakan. Dalam perekonomian yang semakin terbuka keindependenan dari kebijakan moneter dalam mengatasi aktivitas domestik telah terkontaminasi oleh adanya arus modal masuk dari luar negeri.

Kurniati (1999), meneliti dampak kebijakan arus modal terhadap stabilitas nilai tukar di Indonesia dengan menggunakan metode Generalized


(29)

Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (GARCH). Periode analisisnya diawali pada Tahun 1992:1 sampai 2000:6. Hasil yang diperoleh menjelaskan bahwa secara statistik. Pada kondisi tingkat perkembangan pasar keuangan di Indonesia, kebijakan arus modal yang diperketat dapat digunakan untuk meredam volatilitas nilai tukar rupiah. Kondisi ini dapat dipertimbangkan untuk menerapkan kebijakan-kebijakan arus modal yang dapat meningkatkan

prudensial management dalam sistem keuangan di Indonesia.

Tjahjono dan Susilawati (1998) melakukan penelitian dengan menggunakan metode VAR. Penelitiannya berjudul ”Kebijakan Pengendalian Aliran Modal Masuk di Indonesia”. Pengendalian Mo, M1 dan M2 yang mengacu pada SBI dan SBPU. Periode analisisnya terbagi dua yaitu periode sebelum masuknya aliran modal (1984-1989) dan periode masuknya aliran modal (1990-1996). Hasil penelitiannya menyatakan bahwa kenaikan PDB sebesar 1 persen dengan lag dua triwulan dapat mendorong kenaikan aliran modal sebesar 4.75 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa investor sangat memperhatikan fundamental ekonomi dalam menanamkan modalnya. Penurunan defisit Current Account (CA) dapat mendorong masuknya capital inflow dalam jumlah yang sangat kecil, sedangkan untuk setiap perubahan

uncover interest differensial koefisiennya bernilai positif dan signifikan sebesar 95 persen pada tingkat kepercayaannya. Hal ini berarti setiap kenaikan suku bunga dalam negeri, ceteris paribus akan mendorong peningkatan aliran modal masuk.


(30)

17

Adapun yang menbedakan penelitian ini dengan penelitian terdahulu dapat dilihat dari periode pengamatan dan metode penelitian. Periode pengamatan penulis adalah tahun 1992:4 sampai 2005:3. Perbedaan lain yang mendasar adalah metode penelitiannya, di mana penelitian terdahulu menggunakan metode VAR dan OLS, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan Two Stage Least Square (2SLS) dengan Software Eviews4.1.

Pada penelitian ini terdapat dua model ekonometrika yang menggunakan variabel-variabel seperti suku bunga dalam negeri, tingkat suku bunga Amerika Serikat, tingkat inflasi, nilai tukar Rupiah per Dollar, upah riil (Wriil), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), defisit Current Account

(CA), Netto Asset Domestic (NDA), dan pengeluaran pemerintah riil sebagai variabel independent. Pertumbuhan ekonomi digunakan sebagai variabel

dependent (terikat) dan juga sebagai variabel independent (bebas) dalam persamaan capital inflow di Indonesia. Dalam penelitian ini juga digunakan variabel dummy setelah krisis ekonomi dan dummy setelah kebijakan sterilisasi.


(31)

menghasilkan barang dan jasa atau adanya peningkatan Gross Domestic Produk (GDP). Terdapat dua tantangan yang dihadapi suatu negara dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi yaitu tingkat tabungan dan investasi. Tingkat investasi dapat didanai dari tingkat tabungan masyarakat melalui instrumen kredit yang ada pada bank maupun non bank (Salim,1993).

PDB riil disebut juga dengan GDP riil tergantung pada dua hal, yaitu jumlah input atau faktor-faktor produksi dan kemampuan untuk mengubah input menjadi output sebagaimana ditunjukkan dalam fungsi produksi. Faktor produksi adalah input yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa, yaitu modal (K) dan tenaga kerja (L). Permasalahan yang muncul adalah ketersedian modal yang dimiliki Indonesia terbatas sehingga harus ada campur tangan dari modal asing berupa pinjaman luar negeri, penanaman modal dan bentuk pemberian cuma-cuma (Hibah).

Tingkat suku bunga domestik berhubungan negatif dengan jumlah investasi di Indonesia. Hal ini dapat dibuktikan jika tingkat suku bunga riil menjadi lebih tinggi, maka rumah tangga akan menabung dalam jumlah yang lebih besar daripada menanamkan modal, sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat suku bunga dalam negeri berhubungan negatif denagn jumlah capital inflow di Indonesia.

Peningkatan exchange-rate akan menimbulkan depresiasi, hal ini dapat menyebabkan peningkatan barang ekspor dan mendorong tenaga kerja untuk


(32)

19

meminta upah yang lebih tinggi. Peningkatan upah akan mempengaruhi biaya produksi yang tinggi. Dalam keadaan ini perusahaan membutuhkan tambahan modal yang lebih besar atau diharapkan dapat meningkatkan jumlah capital inflow yang lebih tinggi, sehingga peningkatan ekspor yang terjadi dapat berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

GDP dan capital inflow berpengaruh positif pada dua arah. GDP menunjukkan suatu ukuran pasar yang dapat menghasilkan profit dan meningkatkan jumlah capital inflow. GDP berpengaruh positif terhadap jumlah capital inflow. Masuknya capital dari luar meningkatkan jumlah dana yang disalurkan untuk sektor riil dalam melakukan produksi, sehingga dengan peningkatan tersebut perusahaan dapat meningkatkan output yang kemudian meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Jumlah Netto Domestic Asset (NDA) berpengaruh negatif terhadap jumlah capital inflow di Indonesia. Adanya jumlah cadangan modal yang dapat mengcover setiap pendanaan dalam negeri, sehingga jumlah aliran modal asing tidak terlalu dibutuhkan yang menyebabklan turunnya capitla inflow.

Defisit Current Account (neraca berjalan) berpengaruh negatif terhadap jumlah modal yang masuk. Kondisi ini menunjukkan tingkat impor lebih besar dari ekspor, adanya defisit tersebut menyebabkan pemerintah lebih banyak membeli barang dari luar dibandingkan dengan menjual barang ke luar. Akibatnya defisit yang terjadi semakin besar dan harus ditutupi dengan cara melakukan pinjaman luar negeri dengan menggunakan kekayaan luar negeri atau mengeluarkan cadangan devisa negara. Semakin besar tingkat defisit CA


(33)

maka semakin menurunnya kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya sehingga jumlah aliran modal yang masuk akan menurun.

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) merupakan suatu pembanding dari capital inflow, dengan adanya peningkatan PMDN ini dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan dapat meningkatkan dana yang dibutuhkan perusahaan dalam meningkatkan output, sehingga dapat mengurangi aliran modal dari luar negeri. Sehingga, dapat dikatakan bahwa PMDN berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Tingkat suku bunga internasional (T-bill) merupakan pembanding suku bunga domestik, dalam hal ini suku bunga internasional dapat berpengaruh negatif terhadap jumlah capital inflow. Investor dapat melihat beberapa aspek dalam menentukan penanaman modal, salah satunya dari variabel tingkat suku bunga. Jika di suatu negara tingkat suku bunga dan tingkat pengembaliannya lebih tinggi maka investor akan lebih banyak berinvestasi ke negara tersebut, tetapi jika tingkat suku bunga dan return di negara tersebut lebih rendah dibandingkan negara lainnya maka investor akan mengurangi investasi dan sekaligus menarik dananya yang ada di negara yang bersangkutan.

Tingkat inflasi yang tinggi menyebabkan pendapatan yang diterima oleh masyarakat rendah akibatnya pengeluaran untuk konsumsi meningkat, sehingga jumlah pendapatan yang dianggarkan untuk tabungan menurun. Menurut teori Keynes, jika I > S, maka kemungkinan inflasi akan terulang. Dilihat dari sisi perbankan, pada saat terjadi inflasi yang berulang masyarakat akan melakukan penarikan tabungan untuk membeli barang, sehingga dana


(34)

21

investasi yang tersedia diperbankan akan menurun dan dapat menimbulkan rush. Dampak positif dari inflasi dapat dilihat dengan adanya pengambilan keuntungan yang lebih besar oleh para produsen dengan cara mempermainkan harga dipasaran sehingga harga akan terus meningkat dan kesejahteraan produsen dapat meningkat pula. Artinya, tingkat inflasi berpengaruh positif maupun negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia (Putong, 1996).

Pengeluaran pemerintah dapat di danai dari dua aspek, yaitu dari dalam negeri dan luar negeri. Penerimaan dari dalam negeri berupa semua penerimaan dalam bentuk migas dan nonmigas, sedangkan penerimaan dari luar negeri merupakan penerimaan dari mata uang asing yang ditukarkan ke dalam Rupiah atau dalam bentuk pinjaman luar negeri. Pengeluaran pemerintah terdiri dari pengeluaran rutin dan pembangunan. Adanya peningkatan pengeluaran pemerintah menyebabkan pemerintah harus meningkatkan pinjaman ke pihak luar negeri karena adanya keterbatasan dana di dalam negeri. Dengan demikian, pengeluaran pemerintah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Tingkat upah tinggi menyebabkan pertumbuhan ekonomi menjadi menurun, hal ini disebabkan oleh menurunnya jumlah tenaga kerja dan meningkatnya unemployment dikarenakan pengusaha tidak ingin rugi. Kondisi ini dapat mengakibatkan pertumbuhan ekonomi semakin memburuk. Selain itu, peningkatan upah riil dapat menurunkan minat investor untuk menanamkan modalnya, tetapi di sisi lain perusahaan membutuhkan modal yang cukup besar untuk meningkatkan outpunya. Hal ini dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi.


(35)

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk deret waktu (time-series) kuartalan berupa data aliran modal yang masuk di Indonesia, Netto Domestic Asset (NDA), Current Account (neraca berjalan) dan Gross Domestic Produk (GDP) pada tahun 1992:4 sampai dengan 2005:3. Sumber data diperoleh dari laporan bulanan Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia Bank Indonesia (SEKI BI), Badan Pusat Statistik (BPS) dan

International Financial Statistics (IFS) dari International Monetary Fund

(IMF).

4.2. Model Ekonometrika

Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah persamaan simultan yang terdiri dari persamaan capital inflow dan persamaan pertumbuhan ekonomi Pengestimasian ini dilakukan karena adanya keterkaitan antara berbagai variabel dalam persamaan, masing-masing persamaan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

4.2.1. Persamaan Capital inflow

Persamaan dalam model ini didasarkan pada beberapa jurnal dan

literatur tetapi terdapat modifikasi penyesuaian penggunaan GDP dan variabel dummy yaitu dummy setelah krisis moneter dan kebijakan masuk modal asing. Pemilihan dummy krisis ini disebabkan terjadinya penurunan pertumbuhan ekonomi secara besar-besaran, akibat penurunan kepercayaan dari para investor


(36)

23

untuk menanamkan modalnya, sehingga modal yang masuk di Indonesia menurun secara drastis. Bentuk Persamaan capital inflow dapat ditulis sebagai berikut:

LCIFt = α0 + α1LCIFt-1 + α2LGDPt + α3LNDAt+ α4LXRt + α5LDCAt-1 + α6TBILLt

+α7RRIILt + α8D1 + α9D2 +e (4.1) Dengan : α1, α2, α4 , α8 > 0 dan α3, α5,α6, α7,α9 < 0

Di mana :

LCIFt = jumlah capital inflow pada tahun ke-t dalam logaritma (Milyar Rp)

LCIFt-1 = jumlah capital inflow pada tahun t-1 dalam logaritma (Milyar Rp)

LGDPt = gross domestic product pada tahun ke-t dalam logaritma (Milyar Rp)

LXRt = nilai tukar Rupiah terhadap Dollar pada tahun ke-t dalam logaritma (Rp/$)

LNDAt = netto domestic asset pada tahun ke-t dalam logaritma (Milyar Rp)

LDCAt-1 = defisit current account pada tahun t-1 dalam logaritma (Juta Rupiah)

TBILLt = tingkat suku bunga Amerika pada tahun ke-t (persen)

RRIILt = tingkat suku bunga domestik pada tahun ke-t (persen)

D1 = dummy kebijakan D2 = dummy krisis

α0 = intersep

e = variabel pengganggu

4.2.2. Persamaan Pertumbuhan Ekonomi

Jumlah capital inflow yang diberikan tidak menutup kemungkinan dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Selain capital inflow, pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya. Seperti yang terlihat dalam persamaan berikut:


(37)

LGDPt = β0 + β1LGDPt-1+ β2LCIFt-2 + β3LWRIILt + β4LGovt + β5LPMDNt-1

+ β6INFt + β7D2 + e (4.2)

Nilai dugaan yang diharapkan β1, β2, β4,β5, β6,> 0 dan β3, β7 < 0

Di mana :

LGDPt = gross domestic product pada tahun ke-t dalam logaritma (M Rp)

LGDPt-1 = gross domestic product pada tahun t-1 dalam logaritma (M Rp)

LCIFt-2 = jumlah capital inflow pada tahun t-2 dalam logaritma (M Rp)

LWRIILt = upah riil pada tahun ke-t dalam logaritma (M Rp)

LGovt = pengeluaran pemerintah pada tahun ke-t dalam logaritma (M Rp)

LPMDNt-1= penanaman modal dalam negeri pada tahun t-1dalam logaritma (M Rp)

INF t = tingkat inflasi pada tahun t (persen)

4.3. Identifikasi Model

Masalah identifikasi muncul hanya untuk persamaan-persamaan yang di dalamnya terdapat koefesien-koefesien yang harus diestimasi secara statistik. Dalam teori ekonometrika terdapat dua kemungkinan atau dua situasi dalam suatu identifikasi (Koutsoyannis, 1977). Terdapat dua cara untuk melihat apakah persamaan itu exactly atau over yaitu dengan menggunakan order conditions

dan rank condition.

4.3.1. Order Condition

Kondisi order merupakan syarat perlu. Jika suatu persamaan memiliki variabel eksogen dan endogennya lebih besar dari jumlah persamaan dikurangi 1 maka dapat dikatakan bahwa model tersebut over identified. Hal ini dapat ditulis dalam rumus:


(38)

25

(K-M) ≥ (G-1) (4.3)

K = Jumlah total variabel dalam model

M = Total variabel eksogen dan endogen dalam persamaan yang akan diidentifikasi G = Total persamaan dalam model.

Jadi, dalam model ekonometrika terdapat dua persamaan yaitu persamaan capital inflow dan persamaan pertumbuhan ekonomi yang mana pada masing-masing persamaan terdapat ketergantungan variabel. Hasil dari order condition dapat terlihat pada Lampiran 1.

Tabel 2. Pengujian Order Condition

Persamaan K-M G-1 Order Condition

Persamaan CIF (1) 14-8=6 1 Over Identified

Persamaan GDP(2) 14-7=7 1 Over Identified

Sumber : Hasil olahan

Hasil order condition menunjukan bahwa uji identifikasi pada model dalam penelitian ini termasuk ke dalam kategori over identified, sehingga dapat dilakukan dengan menggunakan pendugaan Two Stages Least Quare (2SLS).

4.3.2. Rank Condition

Kondisi ini adalah kondisi yang diperlukan tetapi tidak cukup untuk identifikasi. Rank condition tersebut digunakan untuk mendidentifikasikan persamaan simultan. Hasil rank condition dapat dilihat pada Lampiran 3.

4.4. Uji Kesesuaian Model Uji Multikolinearitas

Uji ini merupakan pengujian yang dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan linear antara variabel-variabel bebas pada persamaan regresi.


(39)

Jika dari hasil pengujian diperoleh nilai-nilai yang lebih kecil dari 0.8 atau lebih besar dari taraf nyata yang digunakan, maka dapat disimpulkan tidak terjadi

multikolinearitas atau sebaliknya.

UjiAutokorelasi

Uji ini digunakan untuk mengetahui korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan berdasarkan deret waktu (time-series). Adanya gejala ini pada semua persamaan akan menyebabkan suatu persamaan yang memiliki selang kepercayaan semakin melebar dan pengujiannya menjadi kurang akurat. Akibatnya, hasil uji-t dan uji-F menjadi tidak syah dan penapsirannya menjadi sensitif terhadap fluktuasi penyampelan (Gujarati,1995).

Cara untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi yaitu dengan uji d (Durbin Watson Statistic). Namun dikarenakan di dalam persamaan yang dianalisis terdapat lagged endogenous variabel maka uji d menjadi tidak valid, sehingga digunakan uji Durbin h Statistik (Pindyck an Rubinfield, 1979);

Uji h = [ 1-0.5 DW ][ T / { 1- T. Var. (b hat) } ]0.5 (4.8) Di mana:

Uji h = Nilai statistik durbin h T = Jumlah pengamatan contoh

Var.(b hat) = Kuadrat dari standar error koefisien lagged endogenous variabel DW = Nilai statistik Durbin Watson

Seandainya nilai statistik uji h lebih besar dari nilai kritis distribusi normal (tabel z) maka dalam persamaan terdapat autokorelasi, sebaliknya jika nilai statistiknya lebih kecil dari nilai kritis distribusi normal (tabel z) maka dalam persamaan tidak terdapat autokorelasi.


(40)

27

Uji Heteroskedastisitas

Uji ini menganggap bahwa varian error bersifat konstan, tetapi pada kenyataannya varian error tidak konstan untuk setiap observasi. Uji ini dapat dilakukan dengan melihat nilai probabilitas dari Obs*R-squared. Jika nilai probabilitasnya lebih besar dari taraf nyata yang telah ditentukan maka dapat dinyatakan bahwa persamaan tersebut tidak mengandung heteroskedastisitas, atau sebaliknya.


(41)

5.1. Pertumbuhan Ekonomi

Perekonomian Indonesia sempat mengalami keterpurukan yang cukup besar. Krisis yang melanda pada Juli tahun 1997 telah menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi hingga 13.2 persen pada akhir tahun 1998. Sedangkan selama periode 1993-2005 pertumbuhan ekonomi tertinggi dicapai pada tahun 1994 sebesar 8.43 persen. Perkembangan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1.

Sumber: BPS, BI berbagai edisi

Gambar 1. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran keberhasilan suatu negara yang dapat dicirikan dengan meningkatnya output yang tinggi disertai dengan tingkat pertumbuhan yang cepat. Untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang kondusif pemerintah memerlukan jumlah permodalan yang cukup

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Tahun Persentase


(42)

29

banyak sehingga dalam pelaksananya sangat dibutuhkan aliran modal baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Hal ini terbukti pada tahun 1994 sampai 1996 terjadi peningkatan jumlah aliran modal yang masuk menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan meningkat.

Indonesia secara bertahap melakukan sistem devisa mulai tahun 1970 dan sejak tahun 1982 Indonesia menganut sistem devisa bebas sebagaimana ditetapkan dalam PP No.1/1982 dan dipertegas dengan UU No. 24/1999 mengenai Lalu Lintas Devisa dan Nilai Tukar. Pada awalnya tujuan dari sistem devisa tersebut antara lain untuk memberikan fleksibilitas kepada eksportir dalam pemanfaatan devisa hasil ekspornya. Liberalisasi perbankan pada tahun 1983 menyebabkan keuangan dunia, transaksi devisa dan arus modal antar negara berkembang dengan cepat sehingga pembatasan terhadap transaksi devisa dalam bentuk capital control dihindari karena dikhawatirkan akan mengurangi kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia dan menghambat perkembangan keuangan dalam negeri (Kurniati,1998).

Tahun 1999, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 23/1999 dalam rangka pemeliharaan kestabilan harga dan nilai tukar. Terkait dengan meningkatnya jumlah uang yang beredar pada tahun 1998, hal ini menyebabkan Bank Indonesia melakukan kebijakan moneter lebih ketat. Kebijakan ini dapat menekan pertumbuhan jumlah uang yang beredar sebesar 60.9 persen pada akhir 1998 menjadi 15.3 pada tahun 1999, hal ini mengakibatkan kenaikan suku bunga riil yang cukup tinggi.


(43)

Tahun 2000-2001 terjadi peningkatan inflasi yang disebabkan dari adanya kondisi politik yang masih belum membaik dan masih terjadinya kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Kondisi tersebut mengakibatkan perekonomian belum membaik secara normal, sehingga pemerintah melakukan kebijakan yang bersifat kontraktif dengan menaikkan suku bunga SBI.

5.2. Perkembangan Capital Inflow

Pada Gambar 2, pertumbuhan jumlah aliran modal masuk ke Indonesia ditunjukkan dengan adanya peningkatan capital account (neraca modal). Sekitar tahun 1990-1996 terjadi aliran modal masuk yang cukup tinggi sebesar 20.80 dan 23.96 persen, sedangkan pada tahun 1999 terjadi penurunan tingkat kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya, hal ini menyebabkan jumlah aliran modal masuk mencapai tingkat terendah sebesar -12.35 persen.

Sumber: BPS, BI, PMDN berbagai edisi

Gambar 2. Pertumbuhan Capital Inflow

Pertumbuhan Capital Inflow

Tahun Persentase


(44)

31

Aliran modal masuk di Indonesia mempunyai implikasi terhadap pertumbuhan ekonomi dalam negeri khususnya sektor riil yang membutuhkan tambahan modal cukup besar. Selain itu, aliran modal masuk tersebut dapat menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi karena adanya penyaluran modal yang kurang tepat.

5.3. Perkembangan Nilai Tukar

Berdasarkan Gambar 3, terlihat bahwa dari tahun 1992 hingga tahun 1996 pertumbuhan nilai tukar (Rupiah/$) stabil pada kisaran 2400, namun berubah secara drastis ketika terjadi krisis ekonomi pada Juli 1997 hingga nilai tukar Rupiah terhadap Dollar mencapai 14900. Semenjak itu, nilai tukar terlihat berfluktuasi walaupun pada tahun 2001 pertumbuhannya sempat mengalami kenaikan.

Sumber: BPS, BI, IMF berbagai edisi

Gambar 3. Pertumbuhan Nilai Tukar

Pertumbuhan Nilai Tukar

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 1992. 4 199 4.1 199 5.2 1996. 3 1997. 4 199 9.1 200 0.2 2001 .3 2002. 4 200 4.1 200 5.2 Periode xr ( R upi ah/ $ )


(45)

5.4. Perkembangan Upah riil

Perkembangan tingkat upah riil berfluktuasi selama periode analisis, seperti terlihat pada Gambar 4. Pertumbuhan tertinggi dicapai pada tahun 2000 hingga mencapai 25 persen. Sedangkan untuk pertumbuhan terendah dicapai pada tahun 1998.

Sumber : Depatremen Tenaga kerja berbagai edisi

Gambar 4. Perkembangan Upah riil

5.5. Perkembangan Defisit Current Account

Selama tahun analisis dari 1992:4 sampai 2005:3 perkembangan defisit current account mengalami peningkatan yang cukup tajam terutama pada tahun 1997 mencapai Rp. 4800 juta, hal ini sangat berkaitan dengan adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Jumlah Current Account (CA) meerupakan pengurangan jumlah barang impor dengan jumlah barang yang diekspor. Jika terjadi defisit Current Account maka jumlah barang yang diimpor lebih besar

Tahun persentase


(46)

33

daripada jumlah barang yang diekspor. Hal tersebut dapat mempengaruhi tingkat perekonomian dalam negeri.

Berdasarkan data yang ada, selama periode analisis pemerintah hampir selalu mengalami defisit di mana tingkat impor lebih tinggi dibandingkan dengan ekspor. Namun tepat pada tahun 1996 hingga 1997 terjadi peningkatan impor yang cukup tajam. Hal ini menyebabkan tingkat defisit CA meningkat secara drastis. Secara grafik dapat terlihat pada Gambar 5.

Sumber : Bank Indonesia berbagai edisi

Gambar 5. Perkembangan Defisit Current Account

Tahun Juta Rp


(47)

6.1. Hasil Pendugaan Model

Hasil analisis tentang faktor-faktor yang mempengaruhi capital inflow

dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi dibahas secara rinci dari setiap persamaan. Pendugaan model menggunakan metode Two Stage Least Square

(2SLS) dengan Software Eviews 4.1.

Pengujian autokorelasi dilakukan dengan uji h karena kedua persamaan mengandung lag. Hasil estimasi pada persamaan capital inflow, didapatkan nilai statistik uji h sebesar -1.53 dan nilai uji h sebesar 0.0630, sedangkan pada persamaan pertumbuhan ekonomi dihasilkan nilai statistik uji h sebesar -2.60 dan nilai uji h sebesar 0.0047. Jadi dapat disimpulkan bahwa hasil regresi

persamaan pertumbuhan ekonomi dan capital inflow tidak mengandung

autokorelasi.

Masalah heteroskedastisitas lebih biasa muncul dalam data cross-section dibandingkan dengan data time-series (Gujarati,1995). Namun, dalam penelitian ini dilakukan pengujian tersebut menunjukkan bahwa pada persamaan

capital inflow tidak mengalami heteroskedastisitas karena nilai Obs*R-squared

sebesar 0.16, berarti lebih besar dari (α=0.1) atau taraf nyata yang digunakan

(Lampiran 4). Pada persamaan pertumbuhan ekonomi nilai dari

Obs*R-squarednya sebesar 0.19. Nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata yang digunakan, sehingga tidak terjadi heteroskedastisitas (Lampiran 5).


(48)

35

6.2. Hasil Estimasi Persamaan Capital Inflow

Jumlah capital inflow di Indonesia dipengaruhi oleh jumlah capital inflow tahun sebelumnya, jumlah Gross Domestic Produk (GDP), jumlah Netto Domestic Asset (NDA) sebelumnya, dan jumlah defisit Current Account (CA) sebelumnya, suku bunga riil, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar dan tingkat suku bunga internasional (Tbill). Dalam persamaan ini juga dimasukan variabel dummy krisis kebijakan (D1) dan dummy krisis (D2). Berdasarkan hasil analisis didapatkan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 97 persen, artinya persamaan tersebut dapat dijelaskan oleh keragaman variabel-variabel independent sebesar 97 persen, sedangkan sisanya sebesar 3 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model (Tabel 3).

Tabel 3. Hasil Estimasi Output Persamaan Capital inflow

Variabel Koefisien Std.Error t-value Prob

Intersept Tbill Rriil Xr

Defisit CA (-1) NDA

Lag Capital inflow GDP Dummy kebijakan Dummy krisis -9.423 -0.135 -0.003 0.067 -0.012 -0.751 0.538 0.648 0.232 -1.803 11.337 0.064 0.008 0.797 0.037 0.377 0.069 0.966 0.444 0.981 -0.831 -2.109 -0.375 0.084 -0.324 -1.994 7.797 0.671 0.523 -1.837 0.4236 0.0501 0.8026 0.0055 0.0304 0.4160 0.0377 0.0533 0.7342 0.0329 R-squared 0.965996

Adj- R squared 0.938175 F stat 34.72165 Prob F stat 0.00000

Durbin- Watson 2.368523 Uji h -1.53

Sumber : Lampiran 4

Dilihat dari nilai t-statistik, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar nyata pada taraf 1 persen, variabel defisit Current Account (CA), jumlah capital inflow


(49)

sebelumnya dan dummy krisis nyata pada taraf 5 persen, untuk suku bunga internasional (Tbill) dan GDP nyata pada taraf 10 persen, sedangkan Rriil, NDA dan dummy kebijakan nyata pada taraf lebih dari 30 persen. Dengan demikian, variabel yang berpengaruh signifikan pada jumlah capital inflow dengan taraf nyata sebesar 10 persen adalah nilai tukar Rupiah terhadap Dollar, variabel defisit current account sebelumnya, GDP, Tbill, dummy krisis dan jumlah

capital inflow sebelumnya, sedangkan variabel yang lainnya tidak signifikan. Nilai koefisien masing-masing variabel eksogen didefinisikan sebagai elastisitas. Nilai defisit Current Account (CA) sebelumnya sebesar -0.012, hal ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan defisit neraca berjalan pada tahun sebelumnya sebesar 1 persen akan menyebabkan penurunan jumlah capital inflow sebesar 0.012 persen. Artinya, defisit neraca berjalan tahun sebelumnya berhubungan negatif terhadap capital inflow, dan dinyatakan sesuai dengan kerangka teori di mana setiap peningkatan defisit neraca berjalan tahun sebelumnya dapat mengakibatkan penurunan jumlah capital inflow di Indonesia. Hal ini terkait juga dengan adanya penurunan minat investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia karena tingkat pengembalian yang meragukan. Hasil yang diperoleh diperkuat juga dengan penelitian Tjahjono dan Susilawati (1998).

Nilai koefisien variabel GDP sebesar 0.648, menunjukkan bahwa peningkatan GDP sebesar 1 persen dapat mengakibatkan peningkatan jumlah

capital inflow sebesar 0.648 persen. Artinya, peningkatan GDP dapat meningkatkan minat investor karena GDP merupakan suatu ukuran pasar yang


(50)

37

dapat dilihat oleh pihak luar sehingga menghasilkan profit yang menjanjikan. Hasil estimasi menunjukkan adanya kesesuaian dengan kerangka teori yang menyatakan bahwa GDP dapat menarik dana luar negeri sehingga capital inflow

akan meningkat. Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Siahaan (2005).

Nilai koefisien variabel NDA tahun sebelumnya sebesar -0.751 menunjukkan bahwa setiap peningkatan NDA sebesar 1 persen dapat menurunkan jumlah capital inflow sebesar 0.751 persen. Peningkatan NDA mempengaruhi jumlah pendanan dalam negeri, sehingga pemerintah dalam kondisi ini kurang membutuhkan tambahan modal dari luar. Hal ini sesuai dengan kerangka teori yang menyatakan bahwa peningkatan NDA berpengaruh negatif terhadap jumlah capital inflow. Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Tjahjono dan Susilawati (1998).

Nilai koefisien variabel suku bunga internasional (Tbill) sebesar -0.135 menunjukkan bahwa peningkatan pada suku bunga AS sebesar 1 persen dapat menurunkan jumlah capital inflow sebesar 0.135 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat suku bunga luar negeri yang lebih tinggi dibandingkan suku bunga dalam negeri secara nyata dapat berpengaruh positif terhadap minat investor untuk menanamkan modalnya di luar negeri, sehingga dapat menurunkan jumlah capital inflow di Indonesia.

Koefisien pada variabel suku bunga riil sebesar -0.003. Artinya, jika terjadi peningkatan terhadap tingkat suku bunga riil sebesar 1 persen, maka terjadi penurunan jumlah aliran modal yang masuk sebesar 0.003 persen.


(51)

Meskipun pengaruh yang terjadi dianggap kecil tetapi tetap mendorong penanam modal untuk menanamkan modal. Hasil yang diperoleh sesuai dengan kerangka teori yang menyatakan bahwa hubungan antara suku bunga riil dengan jumlah investasi adalah negatif. Hal ini juga diperkuat oleh Mankiw (1992) yang menyatakan bahwa tingkat suku bunga riil berpengaruh negatif terhadap jumlah penanaman modal asing.

Hasil estimasi pada persamaan capital inflow dapat terlihat dari koefisien nilai tukar yaitu sebesar 0.067 artinya setiap Rp/$ terdepresiasi dapat meningkatkan jumlah aliran modal yang masuk sebesar 0.067 persen. Peningkatan nilai tukar tersebut disebabkan adanya peningkatan ekspor di mana negara lain menganggap harga barang dalam negeri lebih murah dibandingkan dengan luar negeri. Hal ini sesuai dengan kerangka teori yang menyatakan bahwa nilai tukar Rupiah terhadap Dollar berpengaruh positif terhadap jumlah

capital inflow. Hasil yang diperoleh didukung oleh penelitian yang dilakukan Kurniati (1999).

Nilai koefisien variabel capital inflow sebelumnya sebesar 0.538. Artinya, jika jumlah aliran modal masuk meningkat sebesar 1 persen maka dapat meningkatkan jumlah capital inflow tahun bersangkutan meningkat sebesar 0.538 persen. Peningkatan jumlah aliran modal ini dapat diseseuaikan dengan pertumbuhan ekonomi yang mana dari tahun ke tahun semakin meningkat kebutuhan akan tambahan modalnya.

Koefesien dummy kebijakan sebesar 0.232 mengartikan bahwa setelah adanya kebijakan jumlah capital inflow meningkat sebesar 0.232 persen.


(52)

39

Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah kurang mempengaruhi aliran modal di Indonesia, seharusnya dengan adanya kebijakan tersebut dapat menurunkan jumlah capital inflow tetapi yang terjadi sebaliknya. Hal ini dikarenakan kebijakan tersebut kenyataannya belum berjalan secara efektif dan sanksinya kurang tegas.

Nilai koefisien dummy krisis sebesar -1.803 menunjukkan bahwa krisis

ekonomi tahun 1997 menyebabkan capital inflow menurun sebesar 1.803

persen. Berdasarkan data, terlihat bahwa adanya penurunan jumlah capital inflow. Krisis yang terjadi menyebabkan minat investor untuk menanamkan modalnya menurun, hal ini menyebabkan penurunan jumlah aliran modal dari luar negeri.

Uji serentak terhadap variabel-variabel yang dianalisis dapat dilakukan dengan melihat probabilitas F-statistiknya (Tabel 3) yaitu sebesar 0.0000, hal ini

menunjukkan bahwa persamaan capital inflow lulus uji-F karena nilai

probabilitasnya lebih kecil dari 10 persen. Keadan ini dapat diartikan bahwa varibel-variabel eksogen secara keseluruhan berpengaruh signifikan terhadap variabel endogen.

6.3. Hasil Estimasi Persamaan Pertumbuhan Ekonomi

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 4. didapatkan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 93 persen, artinya bahwa persamaan tersebut dapat dijelaskan oleh keragaman variabel-variabel independent sebesar 93 persen, sisanya sebesar 7 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Persamaan


(53)

ini menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia dipengaruhi oleh jumlah capital inflow sebelumnya, GDP sebelumnya, pengeluaran pemerintah, jumlah penanaman modal dalam negeri (PMDN) sebelumnya, tingkat inflasi, dan tingkat upah riil. Persamaan pertumbuhan ekonomi juga mengandung variabel dummy krisis..

Tabel 4. Hasil Estimasi Output Persamaan Pertumbuhan Ekonomi

Variabel Koefisien Std.Error t-value Prob

C -7.254 2.437 -2.976 0.0100

INF 0.007 0.004 1.751 0.5069

LOG_CIF(-2) 0.033 0.015 2.242 0.0417

LOG_GDP(-1) 1.729 0.041 7.170 0.0000

LOG_GOV -0.138 0.060 -2.324 0.0357

LOG_PMDN(-1) -0.025 0.018 -1.440 0.1528

LOG_WRIIL -0.004 0.039 -0.103 0.1152

D2 -0.049 0.039 -1.268 0.0766

R-squared 0.92758 Durbin-Watson stat 2.689466

Adjusted R-squared 0.884138 Uji h -2.60

F-statistic 23.89278 Prob(F-statistic) 0.0000

Sumber : Lampiran 5

Dilihat dari nilai t-statistik, variabel GDP sebelumnya nyata pada taraf 1 persen, jumlah capital inflow sebelumnya dan pengeluaran pemerintah nyata pada taraf 5 persen, variabel dummy krisis nyata pada taraf 10 persen, sedangkan variabel lain nyata pada taraf lebih besar dari 10 persen. Pertumbuhan ekonomi secara signifikan dipengaruhi jumlah GDP sebelumnya, jumlah capital inflow sebelumnya, pengeluaran pemerintah dan dummy krisis, sedangkan variabel lain tidak signifikan karena nilai t-statistiknya lebih besar dari taraf nyata yang digunakan (10 persen).

Nilai masing-masing variabel eksogen didefinisikan sebagai elastisitas. Nilai elastisitas GDP sebelumnya sebesar 1.729, hal ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan GDP sebelumnya sebesar 1 persen akan menyebabkan


(54)

41

peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 1.729 persen. Artinya, GDP berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, dan hal ini sesuai dengan kerangka teori di mana setiap adanya peningkatan GDP dapat mengakibatkan peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Nilai elastisitas pengeluaran pemerintah sebesar -0.138, menunjukkan bahwa peningkatan pada pengeluaran pemerintah sebesar 1 persen dapat mengakibatkan penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.138 persen. Hal ini tidak sesuai dengan kerangka teori yang menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran pemerintah bukan digunakan untuk memperbaiki infrastruktur dalam negeri dikarenakan adanya penyalahgunaan pengeluaran sehingga menyebabkan pertumbuhan ekonomi terhambat dan menurun. Kondisi ini kurang menguntungkan pertumbuhan ekonomi dalam negeri.

Nilai elastisitas jumlah capital inflow sebelumnya sebesar 0.033, menunjukkan bahwa jika jumlah capital inflow meningkat sebesar 1 persen maka pertumbuhan ekonomi akan meningkat sebesar 0.033 persen. Hal ini sesuai dengan kerangka teori yang menyatakan bahwa jumlah capital inflow

berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil estimasi persamaan pertumbuhan ekonomi yang dilakukan oleh peneliti dapat dikatakan sesuai dengan kerangka teori.

Pernyataan bahwa jumlah capital inflow berpengaruh positif terhadap


(55)

Nilai elastisitas tingkat inflasi sebesar 0.007, artinya setiap peningkatan tingkat inflasi sebesar 1 persen meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.007 persen. Hal ini sesuai dengan kerangka teori yang menyatakan bahwa peningkatan tingkat inflasi berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, karena banyaknya produsen yang memanfaatkan kondisi inflasi dengan memperbesar keuntungan.

Nilai elastisitas Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebelumnya sebesar -0.025, artinya setiap peningkatan PMDN sebelumnya sebesar 1 persen mengakibatkan penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.025 persen. Hal ini tidak sesuai dengan kerangka teori yang menyatakan bahwa PMDN sebelumnya berhubungan positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Kondisi ini terjadi karena PMDN tidak meng-cover seluruh kebutuhan financial dalam negeri, secara tidak langsung aliran modal dari luar negeri diperlukan pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Tidak signifikannya PMDN terhadap pertumbuhan ekonomi dapat diartikan bahwa peningkatan PMDN tidak mempengaruhi pertumbuhan output, karena setiap penambahan output membutuhkan tambahan faktor-faktor produksi. Salah satu faktor produksi tersebut adalah ketersediaan modal. Modal yang dibutuhkan dalam menciptakan peningkatan output tidak hanya dapat diandalkan dari dalam negeri tetapi dibutuhkan juga modal dari luar negeri.

Nilai elastisitas upah riil sebesar -0.004, memberikan pengertian bahwa setiap peningkatan upah riil sebesar 1 persen maka dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.004 persen. Peningkatan upah riil dapat


(56)

43

memperburuk pertumbuhan ekonomi melalui adanya peningkatan jumlah

unemployment. Tidak signifikannya upah riil terhadap pertumbuhan ekonomi dikarenakan kenaikan upah riil tidak mempengaruhi minat investor untuk menanamkan modalnya. Hal ini terlihat dari nilai investasi yang selalu meningkat selama periode analisis.

Nilai elastisitas dummy krisis sebesar -0.049, menunjukkan bahwa krisis ekonomi tahun 1997 menyebabkan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan menurun sebesar 0.049 persen. Hasil yang diperoleh sesuai dengan kerangka teori yang menyatakan bahwa adanya hubungan negatif antara dummy krisis dengan pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan data yang ada, terlihat bahwa pada tahun 1998 pertumbuhan ekonomi mencapai titik terendah sebesar -13.2.

Uji serentak terhadap variabel-variabel yang dianalisis dapat dilakukan dengan melihat probabilitas F- statistik yaitu sebesar 0.0000 (Tabel 4). Nilai probabilitas F-statistik ini lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan sebesar 10 persen. Artinya secara signifikan variabel-variabel eksogen berpengaruh nyata terhadap variabel endogen.


(57)

1.Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar, GDP dan lag variabel dependent berpengaruh positif dan secara statistik signifikan terhadap jumlah capital inflow selama periode 1992:4 sampai 2005:3, sedangkan dummy kebijakan tidak signifikan. Variabel lain seperti suku bunga riil, T-bill, jumlah defisit neraca berjalan (CA), jumlah aset domestik bersih (NDA) dan dummy krisis ekonomi berpengaruh negatif.

2.Jumlah capital inflow di Indonesia berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini terjadi karena setiap peningkatan jumlah capital inflow dapat meningkatkan jumlah modal sektor riil yang tidak tercover PMDN.

7.2. Saran

1. Salah satu cara untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah melalui kebijakan moneter ekspansif yang diharapkan dapat menurunkan tingkat suku bunga riil dan meningkatkan tingkat investasi asing. Peningkatan investasi tersebut menambah modal dalam negeri.

2. Kebijakan untuk tetap meningkatkan jumlah capital inflow sangat diperlukan, tetapi harus ada penekanan penyaluran terutama sektor riil yang membutuhkan modal besar dengan tingkat pengembalian lebih menjanjikan. Peningkatan sektor riil tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.


(58)

DAFTAR PUSTAKA

Arief, S dan S. Adi. 1987. Modal Asing Beban Hutang Luar Negeri dan Ekonomi Indonesia. Universitas Indonesia, Jakarta.

Ansari, I Muhammed. 2004. ”Sustainability of the Us current Account deficit: an econometric Analysis of the Impact of Capital Inflow on domestic economy”. Jurnal Ekonomi, 2: 249-269.

Bank Indonesia. Berbagai edisi.

De Grauwe, P.1983. Macroeconomic Theory For The Open Economic (Alhershor : Gower Publishing Company Limited).

Elgar, E. 1998. Open-economy Macroeconomics for Developing Countries. MPG Book Ltd, Bodmin, Cornwall. Amerika Serikat.

Gandhi, D. V. 2005. ”Prospek Perekonomian Indonesia Tahun 2006”. [Kompas Online]:http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/7/107/PSHM/Humas. [15 Desember 2005].

Guilarmo A. C, L. Leidarman dan C. M. Reihart.1994. “The Capital Inflow Problem : Concepts and Issue, Contemporary Economic Policy”. Jurnal Ekonomi. Edisi Juli 1994.

Gujarati, D. 1995. Basic Econometric. Third Edition. Singapore: Mc Graw-Hill International Edition.

Hermanto, R. 2005. Efektifitas Kebijakan Sterilisasi Bank Indonesia dalam Pengendalian Aliran Modal Masuk Ke Indonesia. [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Instuitut Pertanian Bogor, Bogor.

Hernatasya. 2004. Pengaruh Utang Luar Negeri Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Iljas, A. 1999. Private Capital Inflow and Police Publicy Responces: Indonesia Experience. Bank Indonesia, Jakarta.

Internasional Financial Statistic, IMF berbagai edisi.

Jhingan. 1992. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Edisi XVI. Jakarta : Binarupa Aksara.


(59)

Kurniati, Y. 1998. Kemungkinan Penerapan Kebijakn Arus Modal Jangka Pendek dan Dampaknya Terhadap Stabilitas Nilai Tukar.Jurnal Ekonomi. Jakarta.

Koutsoyiannis, A. 1977. Theory of Econometrics Second Edition. Macmillan. USA.

Mankiw,G. 1992. Teori Makroekonomi. Edisi ke-4. Imam Nurmawan [Penerjemah]. Erlangga, Jakarta.

Marissa, S. 2004. Analisis Kredit Domestik dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia periode 1983-2002. [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Instuitut Pertanian Bogor, Bogor.

Moosa, I. A. 2000. International Finance, Analysis Aproach. 2nd Edition. La Trobe Univercity, Columbia.

Pindyck an Rubinfield. 1979. Econometric. Jakarta.

Prasvita. 1994. Kompleksitas kebijakan moneter dalam perekonomian terbuka suatu study empiris terhadap pertumbuhan ’koefesien offset’ dari kebijakan moneter di Indonesia. [ Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Instuitut Pertanian Bogor, Bogor.

Putong. 1996. Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro. Edisi 2. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Rahmawati, S. 2004. Analisis Faktor-faktor Penentu Aliran Modal Swasta Jangka Pendek di Indonesia. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Instuitut Pertanian Bogor, Bogor.

Salim, E. 1993. Kebijakan Ekonomi di Balik Prospek Ekonomi Indonesia, Peluang Pembangunan di Sektor Riil dan Utilitas pada Dasawarsa 1990-an. PAU-UI. Jakarta: Gramedia.

Salvator & Dowling. 1997. Theory and Problema of Economic Development, New York: Mc Graw Book Company.

Siahaan, N. 2005. Pengaruh Foreign Direct Invesment Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Instuitut Pertanian Bogor, Bogor.

Singgalingging, H, Dewi Yumanita, Dwi Mukti Mibowo, Giri Triboto, M Seto Pranoto, dan Rahmat Dwisaputra. 2001. Profil Pinjaman Luar negeri Indonesia dan Permasalahannya. Bank Indonesia. Jakarta.


(60)

47

Statistik Ekonomi Indonesia. 2000a dan 2001b. Keuangan, Harga-harga dan Jasa-jasa. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

Statistik Ekonomi Indonesia dan Keuangan. Ekonomi dan Keuangan. Baberapa tahun Penerbitan. Bank Indonesia, Jakarta.

Tjahjono, E. D, dan H. Sulistiowati. 1998. ”Kebijakan Pengendalian Aliran Modal Masuk di Indonesia”. Jurnal Ekonomi. Jakarta.

Todaro, M. P dan Burhanuddin Abdullah [Penerjemah]. 1987. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi Pertama. Erlangga. Jakarta.

Zegeye, A. 1994. Estimating Saving and Growth Functions in Develoving Economies: A Simultaneous equations Approach. Volume 8, Number 3. International Economic journal.


(61)

(62)

Lampiran 1. Data Nominal

Tahun GDP xr R Inflasi CIF NDA defCA Wnon Ihk ina ihk us Tbill Gov PMDN D1 D2

(M Rp) (Rp/$) (%) (%) (M Rp) (M Rp) (Juta Rp) (Rp) (%) (%) (%) (M Rp) (M Rp)

1992.4 58241.5 2062 13.5 5.05 8864.33 9880 387.73 135990 93.11 88.6 3.22 7601 2546.49 0 0 1993.1 78529.7 2071 12.5 10.48 13189.54 7847 -237.33 138955 99.23 89.43 2.95 7115 3062.73 0 0 1993.2 79380.5 2088 10.74 9.21 18400.15 8123 52.04 141920 99.76 90.04 3.07 7310 1348.75 0 0

1993.3 85254.1 2108 9.11 9.97 23527.51 8668 -444.16 144885 101.03 89.43 2.95 7488 5075.32 0 0

1993.4 86611.7 2110 8.83 10.14 25908.9 37165 489.4 147850 102.59 89.36 3.06 7845 9514.83 0 0

1994.1 85605,00 2144 8.45 7.22 24959.05 6508 -656 157343 106.44 90.19 3.5 7304 3524.33 0 0

1994.2 87888.2 2160 9.94 7.67 22294.29 6226 92.25 157343 107.38 90.79 4.14 7609 5791.2 0 0 1994.3 91142.9 2181 11.55 9.28 19385.14 7699 -344.25 157343 110.42 91.17 4.62 7856 4159.6 0 0

1994.4 90004.8 2200 12.44 9.68 18194.53 31046 -793.75 157343 112.49 91.84 5.6 8245 431.17 0 0

1995.1 92563.1 2219 14.28 3.04 20593.39 2537 -303.27 207108 115.95 93.35 5.73 8760 4514.43 0 0 1995.2 94340.3 2246 14.74 2.34 25452.75 4263 -769.42 207108 118.68 94.41 5.47 8309 3098.4 0 0 1995.3 98293.8 2276 14.02 1.41 31069.79 4610 -146.4 207108 120.32 94.33 5.28 8486 8976.79 0 0

1995.4 98595.4 2308 13.99 1.85 35500.59 36711 -379.22 207108 122.59 94.71 5.14 10030 3363.64 0 0

1996.1 97874.8 2338 13.92 3.26 36210.29 6683 414.08 240732 127.19 95.23 4.96 10492 1357.89 0 0

1996.2 100634.6 2342 13.99 0.77 33949.37 8383 -605.02 240732 127.45 96.44 5.09 9643 3049.78 0 0

1996.3 106562.1 2340 13.96 0.91 29910.98 11186 -274.49 240732 128.5 96.59 5.09 9686 7022 0 0

1996.4 108726.2 2383 12.8 1.53 26112.27 44775 -2261.51 240732 130 97.27 4.91 10479 3700 0 0

1997.1 105260.9 2419 15.9 1.96 27861.03 3971 6230.2 282807 133.24 95.91 5.14 10471 4168.7 1 0

1997.2 105867.1 2450 15.4 2.54 24689.31 45329 78.1 282807 134.15 95.84 4.93 10390 7372.1 1 0

1997.3 112212.7 3275 31.8 5.37 35532.24 53537 85.3 282807 137.95 96.06 4.95 10521 9807 1 1

1997.4 109904.9 4650 25.3 11.05 26516.3 99544 -265.7 282807 143.4 95.54 5.16 11571 5175.1 1 1

1998.1 100535.7 8325 44.5 25.13 226576.2 176980 -4.5 346950 182.29 93.95 5.03 11357 5493.5 1 1


(1)

Lampiran 2. Data Riil Tahun Dasar 1993

Tahun GDPRiil Govriil Rriil Wriil ndariil pmdnriil xrriil CiFRiil Inflasi Tbill defCAriil D1 D2 (M Rp) (M Rp) (%) (Rp) (M Rp) (M Rp) (%) (M Rp) (%) (%) (Juta Rp)

1992.4 62551.28 8163.46 8.45 146053.1 10611.11 2734.93 2166.96 9520.277 5.05 3.22 416.42 0 0 1993.1 79139.07 7170.21 2.02 140033.3 7907.89 3086.5 2297.95 13291.89 10.48 2.95 -239.17 0 0 1993.2 79571.47 7327.59 1.53 142261.4 8142.54 1351.99 2313.4 18444.42 9.21 3.07 52.17 0 0 1993.3 84384.94 7411.66 -0.86 143407.9 8579.63 5023.58 2381.43 23287.65 9.97 2.95 -439.63 0 0 1993.4 84425.09 7646.94 -1.31 144117.4 36226.73 9274.62 2422.39 25254.8 10.14 3.06 477.04 0 0 1994.1 80425.59 6862.08 1.23 147823.2 6114.24 3311.1 2530.3 23448.94 7.22 3.5 -616.31 0 0 1994.2 81847.83 7086.05 2.27 146529.1 5798.1 5393.18 2554.7 20762.05 7.67 4.14 85.91 0 0 1994.3 82542.02 7114.65 2.27 142495 6972.47 3767.07 2641.51 17555.82 9.28 4.62 -311.76 0 0 1994.4 80011.38 7329.54 2.76 139872.9 27598.9 383.3 2694.66 16174.35 9.68 5.6 -705.62 0 0 1995.1 79830.19 7554.98 11.24 178618.4 2188.01 3893.43 2756.22 17760.58 3.04 5.73 -261.55 0 0 1995.2 79491.32 7001.18 12.4 174509.6 3592.01 2610.72 2823.38 21446.54 2.34 5.47 -648.31 0 0 1995.3 81693.65 7052.86 12.61 172131 3831.45 7460.76 2903.09 25822.63 1.41 5.28 -121.68 0 0 1995.4 80426.95 8181.74 12.14 168943.6 29946.16 2743.81 2987.41 28958.8 1.85 5.14 -309.34 0 0 1996.1 76951.65 8249.08 10.66 189269.6 5254.34 1067.61 3122.65 28469.45 3.26 4.96 325.56 0 0 1996.2 78960.06 7566.1 13.22 188883.5 6577.48 2392.92 3095.06 26637.4 0.77 5.09 -474.71 0 0 1996.3 82927.7 7537.74 13.05 187340.1 8705.06 5464.59 3113.06 23277.03 0.91 5.09 -213.61 0 0 1996.4 83635.54 8060.77 11.27 185178.5 34442.31 2846.15 3184.85 20086.36 1.53 4.91 -1739.62 0 0 1997.1 79000.98 7858.75 13.94 212253.8 2980.34 3128.72 3360.52 20910.41 1.96 5.14 4675.92 1 0 1997.2 78916.96 7745.06 12.86 210814 33789.79 5495.42 3429.34 18404.26 2.54 4.93 58.22 1 0 1997.3 81343.02 7626.68 26.43 205006.9 38808.99 7109.1 4703.17 25757.33 5.37 4.95 61.83 1 1 1997.4 76642.19 8069.04 14.25 197215.5 69417.02 3608.86 6979.38 18491.14 11.05 5.16 -185.29 1 1 1998.1 55151.52 6230.18 19.37 190328.6 97087.06 3013.6 16152.89 124294.4 25.13 5.03 -2.47 1 1 1998.2 43659.64 6703.47 6.35 165112.1 126002 590.78 33297.21 305402.4 46.55 4.98 43.31 1 1


(2)

Lampiran 2. Lanjutan

1998.3 37463.51 5356.92 -13.77 137897.5 109783.78 4144.63 28860.63 209532 75.47 4.61 11.21 1 1 1998.4 35272.56 6084.02 -36.23 136219.1 103915.59 711.62 22092.17 112590.9 77.63 4.39 70.8 1 1 1999.1 35622.49 6110.9 33.12 162387.5 108401.03 605.99 24908.85 158516.2 4.08 4.44 -81.24 1 1 1999.2 35687.75 8600.2 20.27 164398.1 140948.1 3093.63 18658.54 122558.6 2.73 4.57 -215.18 1 1 1999.3 38107,00 6615.83 11.98 169109.2 145658.63 8258.93 22120.64 174264.9 0.02 4.68 234.48 1 1 1999.4 36464.29 6590.65 10.19 165728.1 148071.89 610.91 19140.28 157137.2 2.01 5.2 -134.42 1 1 2000.1 37495.04 7713.53 11.1 202653.6 150923.98 1208.8 20179.93 199819.8 -1.1 5.69 99.17 1 1 2000.2 36773.24 9196.69 8.2 198858.9 140148.68 301.63 23136.79 266652.1 2.1 5.69 113.83 1 1 2000.3 37126.99 8080.02 4.6 195455.1 132806.71 490.6 23537.23 282391.1 6.8 6 -120.66 1 1 2000.4 35482.68 8476.66 2.5 187068.2 124005.28 475.24 26540.06 316493 9.4 5.77 140.14 1 1 2001.1 35270.11 8096.88 3.2 206931.1 129760.56 684.41 29439.75 304657.3 10.6 4.42 -97.64 1 1 2001.2 34226.26 9143.14 1.89 200357.1 124218.81 9044.9 33544.56 301047.4 12.11 3.49 153.33 1 1 2001.3 34098.24 9691.54 2.39 195358.1 125187.78 1417.05 29576.04 145055.6 13.01 2.64 -41.04 1 1 2001.4 32048.77 10274.52 3.45 187738.8 125476.88 903.97 34422.79 119502.8 12.55 1.69 12.69 1 1 2002.1 31704.26 8757.33 1.52 207135.7 129631.04 593.72 32643.38 75837.68 14.08 1.79 -89.06 1 1 2002.2 32076.87 9117.44 3.22 205254.9 129504.93 508.05 29535.78 55109.19 11.48 1.7 126.94 1 1 2002.3 32666.27 10038.03 2.9 201920.7 130265.04 710.41 30677.05 61321.19 10.1 1.63 -7.89 1 1 2002.4 30303.25 11035.59 2.8 194860.5 124914.22 946.12 31382.41 70047.26 10 1.19 2.37 1 1 2003.1 30049.16 9043.95 3.9 187690.9 128132.84 282.32 30556.31 78024.18 7.1 1.13 -38.57 1 1 2003.2 30567.37 10289.31 3.7 186960.3 131452 614.92 29196.32 81425.12 6.6 0.92 62.88 1 1 2003.3 31212.51 11539.66 1.4 184654 119905.12 546.3 29824.97 94414.25 6.2 0.94 -53.95 1 1 2003.4 29304.78 13189.49 1.5 180050.5 112176.61 386.23 30643.44 104981.1 5.1 0.9 7.03 1 1 2004.1 29001.52 10915.65 2.23 174720.2 113257.26 719.41 31477.7 102680.5 5.1 0.94 1.56 1 1 2004.2 29285.98 11943.21 0.45 175112 115662.83 522.16 33842.56 106569.1 6.8 1.27 71.39 1 1 2004.3 28750.78 10868.82 1.01 168199.4 107.34 0.62 33842.56 102033 6.3 1.65 -85.06 1 1


(3)

Lampiran 2. Lanjutan

2004.4 26138.52 12362.62 0.89 157931.2 99659.1 744.87 37253.65 96119.28 6.4 2.19 28.74 1 1 2005.1 26612.53 9413.89 -1.49 150469.1 91997.1 491.24 39459.07 90503.57 8.8 2.74 14.84 1 1 2005.2 27230.28 9666.8 0.25 147568 86117.35 731.38 41576.42 87065.25 7.8 2.97 -20.32 1 1 2005.3 28915.84 11848.67 0.15 144460.4 74161.1 961.76 43539.51 104548.5 9.1 3.42 52.41 1 1

Sumber : Bank Indonesia, IMF, Dep. Tenaga Kerja berbagai edisi dan Hasil olahan


(4)

Lampiran 3. Hasil Pengujian

Rank Condition

3.1.

Rank Condition

untuk Persamaan

Capital Inflow

Pers 1

LCIF LCIF LGDP LCIF TBILL RRIIL LNDA LDCA LXR LWRiil LGovRiil LGDP LPMDN Inf D1 D2

t T-1 t t -2 t t t -1 t -1 T t -1 t -1 t -1 t -1 t -1

CIF -α0 1 α1 α2 0 α6 α7 α3 α5 α4 0 0 0 0 0 α8 α9

GDP -β0 0 0 1 β2 0 0 0 0 0 β3 β4 β1 β6 β5 0 Β7

Sumber : Hasil olahan

Kemungkinan matriks A yang dapat dibentuk adalah :

A1 = [

β

1]; A2 = [

β

2]; A3 = [

β

3]; A4 = [

β

4]; A5 = [

β

5]; A6 = [

β

6]

3.2.

Rank Condition

untuk Persamaan Pertumbuhan Ekonomi

Pers 1

LCIF LCIF LGDP LCIF TBILL RRIIL LNDA LDCA LXR LWRiil LGovRiil LGDP LPMDN Inf D1 D2

t T-1 t t -2 t t t -1 t -1 T t -1 t -1 t -1 t -1 t -1

CIF -α0 1 α1 α2 0 α6 α7 α3 α5 α4 0 0 0 0 0 α8 α9

GDP -β0 0 0 1 β2 0 0 0 0 0 β3 β4 β1 β6 β5 0 Β7

Sumber : Hasil olahan

Kemungkinan matriks A yang dapat dibentuk adalah :


(5)

Lampiran 4. Hasil Estimasi Persamaan

Capital Inflow

Dependent Variable: LOG_CIF Method: Two-Stage Least Squares Date: 05/13/06 Time: 18:29 Sample(adjusted): 1994:4 2003:4 Included observations: 21

Excluded observations: 16 after adjusting endpoints

Instrument list: LOG_CIF C LOG_CIF(-1) TBILL RRIIL LOG_NDA(-1) LOG_DEFISITCA(-1) LOG_XR LOG_GDP D1 D2 LOG_WRIIL(-1) LOG_PMDN(-1) LOG_GOV(-1) INF LOG_CIF(-2)

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -9.421695 11.33654 -0.831091 0.4236

TBILL -0.134722 0.063707 -2.114705 0.0501

RRIIL -0.003401 0.008153 -0.417181 0.8026

LOG_XR 0.066531 0.797337 0.083441 0.0055

LOG_DEFISITCA(-1) -0.011988 0.036758 -0.326126 0.0304

LOG_NDA -0.751173 0.376778 -1.993676 0.4160

LOG_CIF(-1) 0.535976 0.069220 7.797877 0.0377

LOG_GDP 0.648256 0.966401 0.670794 0.0533

D1 0.232409 0.444108 0.523317 0.7342

D2 -1.802524 0.981206 -1.837050 0.0329

R-squared 0.965996 Mean dependent var 12.44541 Adjusted R-squared 0.938175 S.D. dependent var 1.120892 S.E. of regression 0.278705 Sum squared resid 0.854443 F-statistic 34.72165 Durbin-Watson stat 2.368523

Prob(F-statistic) 0.000001

White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 9.360140 Probability 0.010897

Obs*R-squared 20.27786 Probability 0.161531

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:


(6)

Lampiran 5. Hasil Estimasi Persamaan Pertumbuhan Ekonomi

Dependent Variable: LOG_GDP Method: Two-Stage Least Squares Date: 05/13/06 Time: 18:30 Sample(adjusted): 1994:3 2004:1 Included observations: 22

Excluded observations: 17 after adjusting endpoints Instrument list: LOG_GDP(-1) C LOG_CIF(-1) LOG_CIF(-2) LOG_PMDN(-1) LOG_WRIIL LOG_GOV D1 INF D2 LOG_DEFISITCA LOG_NDA TBILL RRIIL LOG_XR

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -7.253796 2.437242 -2.976232 0.0100

INF 0.000747 0.000484 1.541159 0.5069

LOG_CIF(-2) 0.033420 0.014905 2.242209 0.0417

LOG_GDP(-1) 1.729402 0.041191 7.170263 0.0000

LOG_GOV -0.138332 0.059524 -2.323983 0.0357

LOG_PMDN(-1) -0.025149 0.017466 -1.439922 0.1528

LOG_WRIIL -0.003713 0.038886 -0.095474 0.1152

D2 -0.049472 0.039013 -1.268065 0.0766

R-squared 0.922758 Mean dependent var 11.57650 Adjusted R-squared 0.894138 S.D. dependent var 0.115616 S.E. of regression 0.039354 Sum squared resid 0.021682 F-statistic 23.89278 Durbin-Watson stat 2.689466

Prob(F-statistic) 0.000001

White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 2.188665 Probability 0.134838

Obs*R-squared 17.17182 Probability 0.191568

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: