Struktur Famotidin Farmakologi Famotidin

keadaan basal, malam dan akibat distimulasi oleh pentagastrin. Famotidin lebih efektif dalam hal mengurangi produksi asam lambung, tiga kali lebih poten dari pada ranitidin dan dua puluh kali lebih poten dari pada simetidin Gunawan, 2007; Anwar, 2000. Famotidin merupakan antagonis histamin reseptor H 2 yang yang kuat dan sangat selektif dengan masa kerja panjang, dan digunakan untuk pengobatan tukak lambung atau usus dan keadaan hipersekresi yang patologis misal sindrom Zollinger–Ellison, meskipun dalam keadaan ini Imperazol merupakan obat yang dipilih. Famotidin juga mengurangi kekambuhan tukak duodenum. Efektivitas famotidin untuk profilaksis tukak lambung, refluks esofagitis dan pencegahan tukak setres hampir sama dengan antagonis histamin reseptor H 2

2.5.3 Farmakokinetika

lainnya Siswandono dan Soekardjo, 2000; Gunawan, 2007. Famotidin sebagai salah satu antihistamin penghambat reseptor H 2 Kadar plasma tertinggi dicapai kira–kira 2 jam setelah penggunaan secara oral. Waktu paruh eliminasi 3 – 8 jam dan bioavailabilitas 40 – 50. Metabolit utama adalah famotidin–S–oksida. Setelah dosis oral tunggal, sekitar 25 dari dosis ditemukan dalam bentuk asal di urin. Pada pasien gagal ginjal berat waktu paruh eliminasi dapat melebihi 20 jam Gunawan, 2007. yang merupakan senyawa thiazol cincin–5 dengan S dan N, mirip ranitidin bila mengenai sifat farmakokinetik dan tentang efek sampingnya Tjay dan Rahardja, 2002.

2.5.4 Penggunaan Famotidin

Untuk pengobatan tukak duodenal aktif atau duodenum, dosis penghambat H 2

2.5.5 Efek Toksis

yang diberikan pada waktu malam menjelang tidur adalah efektif. Hal yang sama dilakukan pada penderita tukak lambung. Pada tukak duodenum atau tukak lambung dosis yang diberikan 40 mg sehari, atau pun yang paling umum adalah 20 mg diberikan dua kali sehari, umumnya 90 tukak sembuh setelah 8 minggu pengobatan. Dosis pemeliharaan untuk tukak duodenum 20 mg. Untuk pasien sindrom Zollinger–Ellison dan keadaan hipersekresi asam lambung lainnya, dosis harus diinduvidualisasikan. Dosis awal peroral yang dianjurkan adalah 20 mg tiap 6 jam Katzung, 2001; Gunawan, 2007; Anwar, 2000. Obat penghambat H 2 Efek samping famotidin biasanya ringan dan jarang terjadi, misalnya sakit kepala, pusing, konstipasi dan diare. Seperti halnya dengan ranitidin, famotidin nampaknya lebih baik dari pada simetidin karena tidak menimbulkan efek antiandrogenik Gunawan, 2007. ditoleransi dengan sangat baik dan efek sampingnya dilaporkan hanya terjadi pada 1 – 2 kasus. Efek yang paling sering terjadi adalah diare, pening, mengantuk, sakit kepala dan ruam. Efek samping lainnya termasuk sembelit, muntah, dan nyeri sendi Katzung, 2001.

2.5.6 Interaksi Obat