Trofik level hasil tangkapan berdasarkan alat tangkap yang digunakan nelayan di Bojonegara, Kabupaten Serang, Banten

(1)

DI BOJONEGARA, KABUPATEN SERANG, BANTEN

SISKA APRILIA

MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Trofik Level Hasil Tangkapan Berdasarkan Alat Tangkap yang Digunakan Nelayan di Bojonegara, Kabupaten Serang, Banten adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, 4 Maret 2011 Siska Aprilia


(3)

SISKA APRILIA, C44061691. Trofik Level Hasil Tangkapan Berdasarkan Alat Tangkap yang Digunakan Nelayan di Bojonegara, Kabupaten Serang, Banten. Dibimbing oleh AM AZBAS TAURUSMAN dan MULYONO S. BASKORO. Trofik level adalah posisi suatu organisme dalam jaring makanan. Sumberdaya ikan sering dibedakan pada selang trofik level yang berbeda. Oleh karena itu, menjadi pertanyaan penting apakah spesies ikan yang ditangkap pada trofik level berhubungan dengan jenis alat tangkap yang digunakan. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) mendeskripsikan status perikanan tangkap di Bojonegara, Kabupaten Serang; (2) mengetahui komposisi hasil tangkapan nelayan menurut jenis alat tangkap dan trofik levelnya; dan (3) memahami dampak penggunaan suatu alat tangkap terhadap ekosistem. Metode yang digunakan adalah deskriptif survey. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis alat tangkap utama yang digunakan nelayan di Bojonegara adalah payang, payang ampera, payang bondet, jaring insang dan pancing. Jenis tangkapan utama masing-masing dari alat tangkap tersebut adalah ikan teri nasi (Stolephorus commersonnii), lemuru (Sardinella longiceps), belanak (Valamugil speigleri), kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) dan tenggiri (Scomberomorus commerson). Ukuran rata-rata panjang total jenis ikan hasil tangkapan utama masing-masing alat tangkap tersebut adalah teri nasi (3,4 ± 0,2 cm), lemuru (16,6 ± 0,5 cm), belanak (17,7± 1,0 cm), kembung lelaki (18,2 ± 0,7 cm) dan tenggiri (56,1 ± 6,2 cm). Berat rata-rata hasil tangkapan utama masing-masing jenis ikan tersebut adalah lemuru (43,8 ± 10,7 gram), belanak (63,0 ± 10,8 gram), kembung lelaki (57,0 ± 9,2 gram) dan tenggiri (1085,5 ± 223,8 gram). Trofik level yang ditangkap didominasi oleh jenis omnivora yang cenderung pemakan hewan (zooplankton) (TL3 yaitu 2,9 - 3,7), seperti ikan kembung dan teri nasi. Sebagian besar hasil tangkapan utama nelayan berada di bawah ukuran standar tangkap menurut indikator length at first maturity sehingga dalam jangka panjang berpotensi mengganggu keberlanjutan sumberdaya ikan di Teluk Banten.


(4)

SISKA APRILIA, C44061691. Trophic Level of Catch Related to Fishing Gears Used by Fishermen in Bojonegara, Serang District, Banten. Supervised by AM AZBAS TAURUSMAN and MULYONO S. BASKORO.

Trophic level is a structure of organism in food chain. Fish resources often distinguished at different level interval. Thus, it is an important question that species which are caught at the trophic level have connected with the fishing gears. The purposes of this research are: (1) to describe the status of fisheries in Bojonegoro, Serang Regency; (2) to know the catch composition related to fishing gears and trophic level; (3) to understand the effect of fishing gears on ecosystem. This research used survey descriptive as the method. The result of this study showed that the major fishing gears which used by fishermen in Bojonegara were payang, payang ampera, payang bondet, gill net and hand line. The main catch species by each fishing gears were anchovi (Stolephorus commersonnii), Indonesia oil sardine (Sardinella longiceps), mullet (Valamugil speigleri), stripped mackerel (Rastrelliger kanagurta) and barred spanish mackerel (Scomberomorus commerson). The average total length of the fish catch were anchovi (3.4 ± 0.2 cm), Indonesia oil sardine (16.6 ± 0.5 cm), mullet (17.7± 1.0 cm), stripped mackerel (18.2 ± 0.7 cm) and barred spanish mackerel (56.1 ± 6.2 cm). Meanwhile, the average weight of those fish were Indonesia oil sardine (43.8 ± 10.7 gram), mullet (63.0 ± 10.8 gram), stripped mackerel (57.0 ± 9.2 gram) and barred spanish mackerel (1085.5 ± 223.8 gram). The trophic level of fish catch were dominated by omnivorous tend to eat animals (zooplankton) or TL3 value from 2.9 till 3.7, such as stripped mackerel and anchovi. Most of those catch in Bojonegara are under the standard size of sustainable fishing which was lower than value on length at first maturity indicator. As consequence, for a long time it will potentially treat the sustainability of fish resources in Banten Bay.

Key words: Trophic level, catch, fishing gears, Banten


(5)

© Hak cipta IPB, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber:

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penulisan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.


(6)

DI BOJONEGARA, KABUPATEN SERANG, BANTEN

SISKA APRILIA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011


(7)

Serang, Banten Nama : Siska Aprilia

NRP : C44061691

Mayor : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap Program studi : Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Disetujui :

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Am Azbas Taurusman, S.Pi, M.Si. Prof.Dr.Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc. NIP 19730510 200501 1001 NIP 19620303 198803 1001

Diketahui:

Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Dr.Ir. Budy Wiryawan, M.Sc. NIP: 19621223 198703 1 001


(8)

Skripsi ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Maret dan April 2010 ini adalah Dampak Kegiatan Penangkapan terhadap Struktur Komunitas Ikan, dengan judul Trofik Level Hasil Tangkapan Berdasarkan Alat Tangkap yang Digunakan Nelayan di Bojonegara, Kabupaten Serang, Banten.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Dr. Am Azbas Taurusman, S.Pi, M.Si. dan Prof.Dr.Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc. sebagai pembimbing yang memberikan pengarahan dan bimbingan sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini;

2. Bapak Dr.Ir. Mohammad Imron, M.Si sebagai Komisi Pendidikan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan atas saran dan arahannya;

3. Bapak Ir. Ronny Irawan Wahyu, M.Phil sebagai penguji tamu pada sidang ujian skripsi;

4. Bapak Juanda selaku Kepala Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Wadas dan nelayan yang telah memberikan informasi dan bantuannya selama penelitian ini;

5. Staf Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Serang yang telah memberikan data-data dan informasi dalam penelitian ini;

6. Orang tua, adik dan kakak yang telah memberikan dorongan dan dukungan kepada penulis, serta doanya yang selalu menyertai;

7. Keluarga besar Wa Pepi dan Wa Cucun yang telah memberikan bantuannya selama penulis berada di tempat penelitian;

8. Pihak terkait yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Bogor, Maret 2011 Siska Aprilia


(9)

mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjabat sebagai anggota Departemen Kewirausahaan Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN) tahun 2008/2009. Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul “Trofik Level Hasil Tangkapan Berdasarkan Alat Tangkap yang Digunakan Nelayan di Bojonegara, Kabupaten Serang, Banten.”

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 21 April 1988 dari Bapak Lusi Andalusia dan Ibu Ida Sundari. Penulis merupakan putri ke dua dari tiga bersaudara.

Penulis lulus dari SMA Negeri 5 Bogor pada tahun 2006 dan pada tahun yang sama lulus seleksi jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI). Penulis memilih


(10)

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Manfaat Penelitian ... 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alat Penangkapan Ikan ... 4

2.2 Selektivitas Alat Penangkapan Ikan ... 11

2.3 Sumberdaya Perikanan ... 11

2.4 Trofik Level ... 13

2.5 Pendekatan Ekosistem ... 16

3 METODE PENELITIAN 3.1Waktu dan Tempat Penelitian ... 19

3.2Bahan dan Alat ... 19

3.3Metode Penelitian ... 20

3.3.1 Pengumpulan data ... 20

3.3.2 Pengolahan data ... 21

3.4Analisis Data ... 22

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1Keadaan Umum Perikanan Kabupaten Serang ... 26

4.2Keadaan Umum Perikanan Bojonegara ... 30

4.3Hasil Tangkapan Utama Berdasarkan Alat Tangkap ... 31

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1Hasil ... 36

5.1.1 Karakteristik alat tangkap di Bojonegara ... 36

5.1.2 Komposisi ikan dominan hasil tangkapan di Bojonegara ... 39

5.1.3 Indeks keragaman hasil tangkapan di Kabupaten Serang ... 55

5.1.4 Variasi temporal hasil tangkapan ... 57

5.1.5 Variasi alat tangkap yang digunakan ... 57

5.1.6 Trofik level hasil tangkapan ... 58


(11)

6.1Kesimpulan ... 67

6.2Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69


(12)

Halaman

1 Tingkatan trofik pada jaring makanan ... 14

2 Jenis data dan metode pengumpulannya ... 20

3 Iklim di Kabupaten Serang ... 27

4 Tipe-tipe pantai di Kabupaten Serang ... 27

5 Jumlah armada tangkap menurut jenis ... 28

6 Jumlah armada tangkap menurut jenis ... 29

7 Kelompok obyek wilayah pesisir Kabupaten Serang ... 30

8 Daerah penyebaran ikan tenggiri ... 35

9 Produksi perikanan tangkap Kabupaten Serang ... 55

10 Hasil analisis indeks keragaman produksi perikanan tangkap Kabupaten Serang ... 56

11 Hubungan antara jenis ikan dan waktu penelitian dilakukan menurut responden ... 57

12 Hubungan antara jenis ikan dan alat tangkap menurut responden ... 58

13 Jenis dan trofik level ikan hasil tangkapan nelayan di Bojonegara ... 58

14 Hasil jenis dan trofik level ikan hasil tangkapan nelayan di Bojonegara ... 60

15 Hasil pengukuran rataan dan standar deviasi panjang dan berat ikan hasil tangkapan utama di Bojonegara ... 62

16 Hubungan antara jenis ikan dan waktu penelitian berdasarkan alat tangkap menurut responden ... 92

17 Hubungan antara jenis ikan dan alat tangkap berdasarkan waktu penelitian menurut responden ... 94


(13)

Halaman

1 Desain dan keadaan payang dalam operasi penangkapan ... 7

2 Konstruksi pancing ulur ... 8

3 Konstruksi jaring insang ... 10

4 Struktur trofik pada rantai makanan ... 14

5 Peta lokasi penelitian ... 19

6 Cara pengukuran panjang ikan ... 22

7 Tingkat konsumsi ikan di Kabupaten Serang ... 29

8 Panjang ikan teri nasi hasil tangkapan ... 39

9 Selang kelas panjang total ikan teri nasi ... 40

10 Panjang ikan lemuru hasil tangkapan ... 41

11 Berat ikan lemuru hasil pengukuran ... 42

12 Selang kelas panjang total ikan lemuru ... 43

13 Hubungan panjang dan berat ikan lemuru bulan Maret 2010 ... 43

14 Hubungan panjang dan berat ikan lemuru bulan Mei 2010 ... 44

15 Panjang ikan belanak hasil tangkapan ... 45

16 Berat ikan belanak hasil pengukuran ... 45

17 Selang kelas panjang total ikan belanak ... 46

18 Hubungan panjang dan berat ikan belanak bulan Maret 2010 ... 47

19 Hubungan panjang dan berat ikan belanak bulan Mei 2010 ... 47

20 Panjang ikan kembung lelaki hasil tangkapan ... 48

21 Berat ikan kembung lelaki hasil pengukuran ... 49

22 Selang kelas panjang total ikan kembung lelaki ... 49

23 Hubungan panjang dan berat ikan kembung lelaki bulan Maret 2010 ... 50

24 Hubungan panjang dan berat ikan kembung lelaki bulan Mei 2010 ... 51

25 Panjang ikan tenggiri hasil tangkapan ... 52

26 Berat ikan tenggiri hasil pengukuran ... 52

27 Selang kelas panjang total ikan tenggiri ... 53

28 Hubungan panjang dan berat ikan tenggiri bulan Maret 2010 ... 54


(14)

32 Komposisi trofik level hasil tangkapan setiap jenis alat tangkap ... 61 33a Ilustrasi struktur trofik level hasil tangkapan di alam ... 65 33b Ilustrasi struktur trofik level hasil tangkapan di lokasi studi ... 66


(15)

Halaman 1 Hasil analisis kuesioner dengan menggunakan Survei Pro 2.0 bulan

Maret dan Mei 2010 ... 75

2 Jenis ikan yang didaratkan di Bojonegara ... 81

3 Jenis ikan dan trofik levelnya, kriteria menurut Froese & Pauly (2010) .. 82

4 Data pengukuran hasil tangkapan utama pada penelitian I bulan Maret 2010 ... 83

5 Data pengukuran hasil tangkapan utama pada penelitian I bulan Mei 2010 ... 85

6 Hasil jenis dan trofik level ikan hasil tangkapan setiap alat tangkap yang digunakan nelayan di Bojonegara ... 87

7 Hasil analisis statistik produksi perikanan tangkapKabupaten Serang .... 89

8 Hasil analisis statistik hubungan antara jenis ikan dan waktu penelitian dilakukan ... 90

9 Hasil analisis statistik hubungan antara jenis ikan dan alat tangkap ... 91

10 Hasil analisis statistik jenis ikan dan waktu penelitian berdasarkan alat tangkap menurut responden ... 92

11 Hasil analisis statistik jenis ikan dan alat tangkap berdasarkan waktu penelitian ... 94

12 Hasil analisis statistik jenis dan trofik level ikan hasil tangkapan nelayan di Bojonegara ... 96

13 Unit penangkapan payang ... 97

14 Unit penangkapan payang ampera ... 98

15 Unit penangkapan payang bondet ... 90

16 Unit penangkapan jaring koped (jaring insang) ... 100

17 Unit penangkapan pancing ... 101


(16)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perikanan tangkap adalah suatu upaya/kegiatan yang menyangkut pengusahaan suatu sumberdaya di laut atau melalui perairan umum melalui cara penangkapan baik secara komersial atau tidak. Kegiatan ini meliputi penyediaan prasarana, sarana, kegiatan penangkapan, penanganan hasil tangkapan, pengolahan serta pemasaran hasil (Nurhakim, 2006).

Penangkapan ikan memiliki dampak langsung dan tidak langsung pada pantai dan ekosistem pesisir. Dampak ini diidentifikasi pada skala waktu dan level yang berbeda pada populasi, komunitas dan ekosistem. Saat ini ekosistem laut telah mengalami penurunan kondisi alaminya, baik keragaman spesies maupun biomassanya (Jackson et al., 2001 vide Stergiou et al., 2007).

Pengelolaan sumberdaya perikanan adalah suatu tindakan melalui pembuatan peraturan yang didasari oleh kajian ilmiah yang kemudian dalam pelaksanaannya diikuti oleh kegiatan monitoring, controlling dan surveilance dengan tujuan akhirnya adalah suatu kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungannya serta memberikan keuntungan secara ekonomi dan biologi. Arti pengelolaan mencakup pengembangan dan pengendalian, dimana acuan yang dianut dalam pelaksanaannya adalah konsep perikanan yang bertanggung jawab (Nurhakim, 2006).

Pendekatan ekosistem dalam pengelolaan perikanan merupakan salah satu implementasi dari perikanan bertanggung jawab. Pendekatan ekosistem dalam pengelolaan perikanan merupakan istilah yang digunakan dalam kerangka menggabungkan dua prinsip yang berbeda yaitu pengelolaan perikanan konvensional dan pengelolaan berbasis ekosistem. Pengelolaan berbasis ekosistem lebih terfokus kepada pengelolaan untuk kelestarian ekosistem yang ada sedangkan pengelolaan perikanan secara konvensional lebih terfokus kepada kegiatan perikanan dan sumberdaya target untuk bidang ekonomi dan kebutuhan pangan (FAO, 2005).


(17)

Pada dasarnya trofik level adalah posisi suatu organisme dalam jaring makanan (Froese & Pauly, 2000). Konsep trofik level telah membuka topik baru untuk penelitian ekologi laut, seperti:

(1) Perbandingan berbagai ekosistem berdasarkan distribusi frekuensi trofik level spesies tertentu (Froese et al., 2005 vide Stergiou et al., 2007).

(2) Hubungan antara trofik level dengan variabel biologi lainnya dengan ukuran tertentu, misalnya variabel biologi antar spesies (Froese & Pauly, 2000).

Selektivitas alat, baik dalam ukuran alat dan spesies tangkapan dibedakan sesuai dengan tipe alat, mulai dari yang tidak selektif hingga paling selektif. Sebagai contoh, trawl, purse seine dan pukat pantai relatif tidak selektif pada spesies dan ukuran (Millar & Fryer, 1999 vide Stergiou et al., 2007). Selain itu, teknologi dan mesin penangkapan modern saat ini membantu nelayan dalam mengakses semua habitat sumberdaya ikan, yang sering dibedakan pada selang trofik level yang berbeda (Stergiou & Karpouzi, 2002 vide Stergiou et al., 2007). Oleh karena itu, menjadi pertanyaan penting apakah spesies ikan yang ditangkap pada trofik level berhubungan dengan jenis alat tangkap yang digunakan, sehingga dampak penggunaan alat tersebut terhadap ekosistem dapat dianalisis.

Selama ini penelitian tentang hubungan antara kegiatan penangkapan ikan dan dampaknya terhadap ekosistem telah dilakukan, walaupun masih sangat terbatas, contoh penelitiannya, yaitu tentang kajian kerusakan ekosistem terumbu karang akibat penangkapan ikan hias dan pengambilan bunga karang di Kelurahan Pulau Panggang Kepulauan Pulau Seribu, Jakarta Utara (Mahaza, 2003) serta penelitian tentang pendekatan ekosistem untuk pengelolaan perikanan karang di Pulau Weh, Nangroe Aceh Darussalam (Yulianto, 2010). Namun penelitian-penelitian tersebut belum menganalisis potensi dampak kegiatan alat tangkap terhadap jaring makanan (trofik level). Berdasarkan demikian tersebut, maka penelitian ini penting untuk dilakukan dalam kerangka mewujudkan pengelolaan perikanan yang berkelanjutan.


(18)

1.2Tujuan

Tujuan dilaksanakannya penelitian ini, adalah:

1) Mendeskripsikan status perikanan tangkap di Bojonegara, Kabupaten Serang;

2) Mengetahui komposisi hasil tangkapan nelayan menurut jenis alat tangkap dan trofik levelnya;

3) Memahami dampak penggunaan suatu alat tangkap terhadap ekosistem (keseimbangan jaring makanan).

1.3Manfaat

Manfaat dari penelitian yang telah dilakukan ini, yaitu:

1) Memberikan informasi ilmiah tentang komposisi hasil tangkapan nelayan di Bojonegara, Kabupaten Serang, Banten;

2) Menghasilkan salah satu informasi dalam kerangka pengelolaan perikanan berbasis ekosistem di wilayah penangkapan.


(19)

2.1 Alat Penangkapan Ikan

Alat penangkapan ikan adalah alat atau peralatan yang digunakan untuk menangkap atau mengumpulkan ikan (Diniah, 2008). Timbulnya banyak jenis alat tangkap dan teknologi penangkapan yang berbeda-beda tidak terlepas karena lautan Indonesia yang beriklim tropis memiliki banyak sekali jenis ikan, udang maupun biota laut lainnya yang mempunyai sifat yang berbeda-beda. Di samping itu kondisi dan topografi dasar perairan daerah satu dengan lainnya berbeda sehingga menjadi salah satu faktor timbulnya banyak jenis alat tangkap. Namun sebagian dari jenis biota lain yang tidak termasuk sasaran penangkapan, kadangkala secara tidak sengaja ikut tertangkap pula. Contoh yang paling jelas adalah penggunaan pukat udang, dimana semua biota dasar ikut tertangkap (Subani & Barus, 1989).

Alat-alat penangkapan harus dikembangkan sedemikian rupa agar semakin selektif dan aman terhadap lingkungan hidup sehingga dapat mempertahankan keanekaragaman jenis dan populasi ikan. Upaya untuk mempertahankan keanekaragaman jenis di dalam suatu ekosistem dan ikan yang dimanfaatkan oleh manusia merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari ekosistem secara keseluruhan. Dengan demikian, karena ikan di laut selalu ditangkap dengan jaring atau alat lainnya, maka selalu terdapat kemungkinan dimana jenis ikan-ikan lain tidak sengaja tertangkap oleh jaring, bahkan tidak jarang pula mengalami kematiannya dengan percuma. Insiden-insiden tersebut hendaknya dihindari atau dikurangi kemungkinan terjadinya (Barani, 2006).

Menurut Purbayanto et al. (2010) penggunaan setiap jenis teknologi penangkapan ikan mulai dari yang sederhana hingga modern sedikit atau banyak akan memberikan dampak negatif terhadap sumberdaya ikan dan lingkungan perairan. Besarnya dampak yang ditimbulkan secara umum sangat tergantung dari 4 faktor utama, yaitu:

(1) Daya tangkap (fishing power)

Daya tangkap dari suatu alat tangkap ditentukan oleh dimensi, metode pengoperasian dan tingkat selektivitas dari alat tangkap tersebut.


(20)

(2) Intensitas penangkapan

Intensitas ditentukan oleh durasi atau frekuensi operasi penangkapan ikan yang dilakukan di suatu perairan.

(3) Bahan atau material dari komponen alat tangkap

Jenis bahan atau material dari komponen alat tangkap dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Sebagai contoh penggunaan material sintesis yang tidak dapat didaur ulang secara alami dan penggunaan material dari bahan-bahan alami seperti batu karang dan kayu mangrove yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem pantai dan jelas-jelas dilarang.

(4) Lokasi pengoperasian alat tangkap

Lokasi penangkapan ikan akan menentukan tingkat interaksi/kontak alat tangkap dengan habitat perairan, sebagai contoh lokasi terumbu karang, dasar perairan, kolom perairan atau permukaan perairan memiliki dampak yang tidak sama akibat suatu aktivitas penangkapan ikan.

Meniadakan dampak negatif dari kegiatan penangkapan terhadap sumberdaya ikan dan lingkungan perairan merupakan suatu hal yang sangat sulit dilakukan. Namun, upaya mengurangi atau meminimalisasi dampak penangkapan ikan merupakan suatu keniscayaan. Besar dan kecilnya upaya tersebut sangat bergantung dari tingkat kesadaran dan kemauan dari nelayan dan pengusaha penangkapan serta didukung dengan aturan pemerintah yang dilaksanakan secara konsisten dan tegas. Kode tindak perikanan bertanggung jawab adalah suatu tuntutan global untuk mewujudkan kegiatan perikanan tangkap yang bertanggung jawab dan ramah lingkungan melalui perbaikan selektivitas alat tangkap dan survival ikan-ikan bukan target penangkapan yang lolos dari alat tangkap (Purbayanto et al., 2010).

Menurut Purbayanto et al. (2010), teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan diklasifikasikan sebanyak 14 kriteria, yaitu:

(1) Nelayan terlatih yang memahami dan menerapkan konsep efisiensi dan konservasi;

(2) Tidak membahayakan nelayan dan orang lain di laut; (3) Sesuai dengan peraturan yang berlaku;


(21)

(5) Tidak menimbulkan polusi;

(6) Terbuat dari bahan yang pengadaannya tidak merusak lingkungan atau ekosistem yang dilindungi;

(7) Selektif, yaitu ikan yang tertangkap seragam dan sesuai ukuran yang ditetapkan;

(8) Ikan yang tertangkap legal;

(9) Potensi hilangnya alat tangkap (ghost fishing) yang rendah; (10) Memanfaatkan ikan secara maksimum;

(11) Menjamin survival dari ikan dan biota laut yang dikembalikan ke laut (discards);

(12) Tidak menangkap jenis ikan yang dilindungi; (13) Tidak merusak lingkungan perairan dan habitat; (14) Tidak menimbulkan konflik dengan kegiatan lainnya.

Alat penangkapan ikan yang dominan dioperasikan di Kabupaten Serang yaitu payang, pancing dan jaring insang (DKP Kabupaten Serang, 2009).

1) Payang

Payang termasuk ke dalam klasifikasi pukat kantong. Payang adalah pukat kantong lingkar yang secara garis besar terdiri dari bagian kantong, badan/perut dan kaki/sayap. Payang mempunyai bagian atas mulut jaring yang menonjol ke belakang. Hal ini dikarenakan payang tersebut umumnya digunakan untuk menangkap jenis-jenis ikan pelagis yang biasanya hidup di bagian atas air dan mempunyai sifat cenderung lari ke lapisan bawah bila telah terkurung jaring. Payang mempunyai bagian bawah mulut jaring lebih menonjol ke depan maka kesempatan lolos menjadi terhalang dan akhirnya masuk ke dalam kantong jaring. Pada bagian bawah kaki/sayap dan mulut jaring diberi pemberat, sedangkan bagian atas pada jarak tertentu diberi pelampung. Pelampung yang berukuran paling besar ditempatkan di bagian tengah dari mulut jaring. Pada kedua ujung depan kaki/sayap disambung dengan tali panjang yang umumnya disebut tali selambar (Subani & Barus, 1989). Desain alat tangkap payang dapat dilihat pada Gambar 1.


(22)

Sumber: Subani dan Barus, 1989

Gambar 1 Desain dan keadaan payang dalam operasi penangkapan.

Penangkapan dengan jaring payang dapat dilakukan baik pada malam maupun pada siang hari. Pada malam hari terutama hari-hari gelap (tidak dalam keadaan terang bulan), penangkapan ikan dibantu menggunakan lampu petromak. Sedangkan penangkapan yang dilakukan pada siang hari menggunakan alat bantu payaos/rumpon. Namun, penangkapan ikan kadang kala tanpa alat bantu rumpon, yaitu dengan cara menduga-duga di tempat banyaknya ikan/mencari gerombolan ikan (Subani & Barus, 1989).

Hasil tangkapan payang terutama jenis-jenis ikan pelagis kecil, seperti ikan layang, selar, kembung, lemuru, tembang dan japuh. Hasil tangkapan sangat tergantung pada keadaan daerah dan banyak sedikitnya ikan yang berkumpul di sekitar rumpon (Subani & Barus, 1989). Menurut Purbayanto et al. (2010), jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan dengan payang adalah ikan yang hidup bergerombol pada lapisan permukaan perairan, baik yang bergerombol dalam jenis yang sama ataupun dalam jenis berbeda ukuran sama.


(23)

2) Pancing (Hook and lines)

Pancing adalah salah satu alat tangkap yang terdiri dari dua komponen utama, yaitu tali (line) dan mata pancing (hook). Tali pancing dapat dibuat dari bahan benang katun, nilon, polyethylin dan plastik (senar). Mata pancing dibuat dari kawat baja, kuningan atau bahan lain yang tahan karat. Jumlah mata pancing yang terdapat pada setiap perangkat (satuan) pancing itu dapat tunggal maupun ganda (dua - tiga buah) bahkan banyak sekali (ratusan sampai ribuan) tergantung dari jenis pancingnya. Ukuran mata pancingnya bervariasi, disesuaikan dengan besar kecilnya ikan yang akan ditangkap (dipancing) (Subani & Barus, 1989).

Pancing memilki komponen-komponen lain seperti gandar atau tangkai (pole, rode), pemberat (sinker), pelampung (float), kili-kili (swivel) adalah alat penyambung tali pancing dengan tali pancing berikutnya agar tidak mudah terbelit bila pancing dimakan ikan (Subani & Barus, 1989). Konstruksi alat tangkap pancing dapat dilihat pada Gambar 2.

Sumber: Nurhayati, 2006


(24)

Umpan yang digunakan pada alat tangkap pancing yaitu umpan mati, umpan hidup dan umpan tiruan. Umpan tiruan merupakan umpan palsu yang dapat menarik perhatian ikan. Ikan yang tertangkap pada pancing biasanya terkait di bagian mulutnya. Hal ini terjadi karena ikan terangsang dan tertarik pada umpan, kemudian berusaha menyambarnya yang pada akhirnya terkait (Subani & Barus, 1989).

Dilihat dari cara pengoperasiannya pancing dapat dilabuh (pancing ladung, rawai biasa dan rawai cucut), ditarik di belakang perahu/kapal yang sedang dalam keadaan berjalan (trolling) baik menelusuri lapisan permukaan air, lapisan tengah (pancing cumi-cumi) maupun di dasar perairan (pancing garit) dan dihanyutkan (rawai tuna, tuna longline). Penangkapan dengan pancing dapat dilakukan baik pada siang maupun malam hari dan dapat digunakan sepanjang tahun tanpa mengenal musim (Subani & Barus, 1989).

3) Jaring insang (gill net)

Jaring insang adalah suatu alat tangkap yang berbentuk empat persegi panjang yang dilengkapi dengan pelampung, pemberat ris atas dan pemberat ris bawah. Besar mata jaring disesuaikan dengan sasaran yang akan ditangkap. Jaring ini terdiri dari satuan-satuan jaring yang biasa disebut tinting (piece). Dalam operasi penangkapan jaring insang terdiri dari beberapa tinting yang digabung menjadi satu sehingga merupakan satu perangkat (unit) yang panjang. Jaring insang termasuk alat tangkap selektif, besar mata jaring dapat disesuaikan dengan ukuran ikan yang akan ditangkap (Subani & Barus, 1989). Konstruksi alat tangkap jaring insang dapat dilihat pada Gambar 3.


(25)

Sumber: PERMEN No. 08/MEN/2008

Gambar 3 Konstruksi jaring insang hanyut (drift gill net).

Dilihat dari cara pengoperasiannya alat tangkap ini dapat dihanyutkan (drift gill net), dilabuhkan (set gill net) dan dilingkarkan (encircling gill net). Ikan yang tertangkap biasanya karena terjerat (gilled) pada bagian belakang lubang penutup insang (opecalum), terbelit/terpuntal (entagled) pada mata jaring yang terdiri dari satu lapis, dua lapis maupun tiga lapis (Subani & Barus, 1989).

Jaring insang dioperasikan dengan tujuan menghadang ruaya gerombolan ikan. Pada umumnya ikan-ikan yang menjadi tujuan penangkapan adalah jenis ikan yang baik horizontal migration maupun vertical migration-nya tidak seberapa aktif, dengan perkataan lain migrasi dari ikan-ikan tersebut terbatas pada sutu depth/layer tertentu (Subani & Barus, 1989).


(26)

2.2 Selektivitas Alat Penangkapan Ikan

Selektivitas adalah sifat dari suatu alat tangkap dalam menangkap ukuran dan jenis ikan tertentu dalam suatu populasi (Astrini, 2004). Selektivitas alat tangkap tersusun oleh dua karakter, yaitu selektivitas ukuran (size selectivity) dan selektivitas spesies (species selectivity). Selektivitas ukuran merupakan karakter dari suatu alat tangkap untuk menangkap ikan berukuran tertentu dengan kemungkinan yang tidak tetap pada populasi ikan hasil tangkapan yang berbeda, sedangkan selektivitas spesies adalah karakter dari alat tangkap untuk menangkap ikan dari spesies tertentu dengan kemungkinan yang tidak tetap pada populasi spesies hasil tangkapan yang bervariasi (Matsuoka, 1997 vide Astrini, 2004).

Alat tangkap yang termasuk dalam kategori alat non selektif adalah alat-alat yang dalam operasi penangkapannya membentuk kantong misalnya trawl, purse seine dan lain-lain. Untuk alat-alat ini biasanya dianggap bahwa komposisi ukuran ikan yang masuk ke dalam mulut jaring sama dengan pada sekitar alat tersebut. Oleh karena itu, menjadi pertanyaan bagaimana ikan dapat lolos melalui mata jaring. Untuk kebanyakan spesies terbukti bahwa lolosnya ikan terjadi melalui cod-end. Dengan demikian, selektivitas alat tersebut dapat diduga baik dengan meletakkan suatu penutup yang bermata jaring lebih kecil di seluruh cod-end atau bagian lain yang tertangkap pada waktu dan tempat yang sama (Aziz, 1989).

2.3 Sumberdaya Perikanan

Menurut Subani & Barus (1989), pemanfaatan sumberdaya ikan secara optimal tanpa mengganggu kelestariannya akan memberikan dampak positif, yaitu:

1) Meningkatkan devisa negara dari hasil ekspor komoditi perikanan laut, 2) Meningkatkan gizi khususnya protein hewani bagi rakyat,

3) Meningkatkan penghasilan dan pendapatan untuk kesejahteraan nelayan khususnya dan rakyat pada umumnya.

Menurut Subani & Barus (1989), walaupun sebagian besar komoditi sumberdaya perikanan laut dapat dimanfaatkan untuk peningkatan kebutuhan hidup terutama dalam peningkatan gizi yang berasal dari protein hewani, namun


(27)

dalam pengelolaannya perlu adanya prioritas yang disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan. Prioritas ini terlihat dari sasaran penangkapan yang secara berurut dapat dikemukakan sebagai berikut:

(1) Udang, merupakan komoditi ekspor perikanan utama,

(2) Tuna dan cakalang, merupakan komoditi ekspor setelah udang, (3) Komoditi perikanan lainnya, yaitu:

(1) Ikan kakap, kerapu, baronang, tenggiri dan ikan hias laut, (2) Krustasea terutama udang barong, kepiting dan rajungan,

(3) Moluska, misalnya cumi-cumi, tiram mutiara dan kerang-kerangan, (4) Holothuria, seperti teripang,

(5) Coelenterata, seperti ubur-ubur, (6) Rumput laut.

Menurut Monintja (1989) vide Yuliana (2009), sumberdaya perikanan di laut dapat digolongkan dalam 5 kelompok besar, yaitu:

1) Ikan

Jenis ikan yang hidupnya di lapisan dasar perairan disebut ikan demersal. Contohnya ikan sebelah, ikan lidah, manyung beloso, biji nangka, ikan gerot-gerot, ikan bambangan, kerapu, kakap, kurisi, cucut, pari, bawal hitam dan bawal putih. Ikan pelagis adalah ikan yang hidupnya di lapisan permukaan air. Contohnya ikan layang, selar, belanak, julung-julung, teri, tembang, lemuru, layur, tuna, cakalang, tongkol dan lain-lain.

2) Hewan berkulit keras

Yang termasuk hewan berkulit keras adalah rajungan, kepiting, udang barong, udang windu, udang putih dan udang dogol.

3) Hewan lunak

Yang termasuk hewan lunak adalah tiram, simping, remis, kerang darah, cumi-cumi, sotong, gurita dan lain-lain.

4) Hewan lainnya

Yang termasuk hewan lainnya adalah penyu, teripang, ubur-ubur dan lain-lain. 5) Tanaman air


(28)

Walaupun sebagian besar komoditi sumberdaya perikanan laut dapat dimanfaatkan untuk peningkatan kebutuhan hidup terutama dalam peningkatan gizi yang berasal dari protein hewani, namun dalam pengelolaannya perlu adanya prioritas yang disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan (Subani dan Barus, 1999).

Menurut Manalu (2003), ditinjau dari pemanfaatannya hasil tangkapan dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:

1) Hasil tangkapan utama (target catch)

Hasil tangkapan utama adalah komponen dari stok ikan yang utama dicari dari operasi penangkapan.

2) Hasil tangkapan sampingan (by-catch target)

Hasil tangkapan sampingan adalah ikan non target yang tertangkap dalam operasi penangkapan. Tertangkapnya spesies ikan non target ini dapat disebabkan karena adanya tumpang tindih habitat antara ikan target dan non target serta kurang selektifnya alat tangkap yang digunakan.

Menurut Hall (1999), kategori hasil tangkapan sampingan (by-catch) dibedakan menjadi dua kategori, yaitu:

1) Spesies yang kebetulan tertangkap (accidental catch), yaitu hasil tangkapan yang sekali-kali tertahan (tertangkap) dan bukan merupakan spesies target dari operasi penangkapan. Accidental catch ini ada yang dimanfaatkan oleh nelayan dan ada juga yang dibuang tergantung dari nilai ekonomisnya.

2) Spesies yang dikembalikan ke laut (discard catch), yaitu bagian dari hasil tangkapan sampingan yang dikembalikan ke laut karena pertimbangan ekonomi (ikan yang tertangkap bernilai ekonomis rendah) atau karena spesies yang tertangkap adalah spesies yang dilindungi oleh hukum.

2.4 Trofik Level

Trofik level adalah posisi suatu organisme dalam jaring makanan (Froese & Pauly, 2000). Trofik level menunjukkan keberadaan ikan dan organisme lainnya yang masing-masing berperan dalam jaring makanan (Stergiou et al., 2007).


(29)

Struktur trofik adalah hubungan makan-memakan berbagai spesies dalam komunitas. Adapun contoh struktur trofik pada rantai makanan darat dan rantai makanan perairan, seperti pada Gambar 4.

Sumber: Michael, 1995

Gambar 4 Struktur trofik pada rantai makanan.

Rantai makanan adalah perpindahan energi makanan melalui sederetan makhluk hidup. Umumnya terdapat lebih dari empat atau lima makhluk hidup terkait dalam satu rantai makanan. Rantai-rantai makanan ini tidak merupakan satuan yang terisolasi namun saling berkaitan dalam suatu komunitas. Pola yang demikian disebut jaring makanan. Beberapa tingkatan trofik dapat dikenali dalam setiap jaring makanan (Tabel 1).

Tabel 1 Tingkatan trofik pada jaring makanan

Tingkatan trofik Contoh organisme Produser Tumbuhan hijau

Konsumen primer Herbivora

Konsumen sekunder Karnivora dan parasit

Konsumen tersier Karnivora yang lebih tinggi dan hiperparasit

Sumber: Michael, 1995

Suatu spesies tertentu dapat menghuni lebih dari satu tingkatan trofik. Ukuran hewan dalam tingkatan-tingkatan trofik yang berurutan cenderung bertambah (Michael, 1995).


(30)

Menurut Elliot dan Hemingway (2002) faktor-faktor yang mempengaruhi trofik level suatu jenis atau individu ikan, yaitu :

1) Faktor ekstrinsik yaitu faktor lingkungan (non-biological)

Perubahan lingkungan dapat berdampak pada perpindahan makan-memakan spesies ikan yang berbeda. Faktor lingkungan, yaitu:

(1) Perubahan geografis pada faktor lingkungan seperti suhu dapat mempengaruhi tingkah laku makan-memakan ikan. Pada sebagian stratifikasi estuari, perubahan ini berkaitan dengan posisi dan peristiwa termoklin.

(2) Pedoman hidrografi (faktor pasang surut dan lainnya) pada faktor lingkungan seperti tingginya pasang surut mempengaruhi ukuran populasi ikan. Kadar salinitas dan oksigen terlarut juga mempengaruhi perilaku makan-memakan ikan.

(3) Lokasi yang dikhususkan/substratum pada faktor lingkungan seperti daerah pasang surut dikenal sebagai feeding ground juvenile ikan.

2) Faktor biologi (intrinsik), yaitu:

(1) Tingkat hidup, termasuk umur dan ukuran yang berbeda

Ukuran tubuh merupakan salah satu bagian penting organisme dari sudut pandang ekologi dan evolusioner. Ukuran memiliki pengaruh yang sangat besar pada tingkat kebutuhan energi hewan, dan berpotensi sebagai sumber eksploitasi, serta memberi pengaruh pada musuh alami.

(2) Jenis kelamin

Pada ikan gobies jantan dari jenis spesies terakhir menunjukkan perubahan dalam diet makanannya selama musim bertelur karena setelah mengkonsumsi sejumlah telur Pomatoschistus, diperkirakan seekor pejantan secara agresif menguasai wilayah tersebut.

(3) Ecotrophomorphology

Hipotesis ekomorfologi menduga bahwa morfologi berkaitan erat dengan hidup, sehingga dijadikan prediksi model hidup. Berdasarkan hipotesis tersebut, bahan makanan dapat diduga dari morfologi ikan, khususnya dari sifat morfologis tentang makan-memakan seperti ukuran mulut, bentuk rahang dan pertumbuhan gigi.


(31)

(4) Tingkah laku

Pandangan terkini dalam makan-memakan ikan berpusat pada teori waktu mencari makan yang optimal atau Optimal Foraging Theory (OFT). Teori ini menduga bahwa ikan akan mencari makanan, memilih bahan-bahan makanan jika diberi pilihan dan berhenti makan pada perkiraan waktu pengambilan energi yang maksimal untuk memperkecil energi yang digunakan. Hasilnya, ikan akan memaksimalkan kesehatannya, sehingga reproduksi kehidupannya berlangsung baik.

(5) Kompetisi intraspesies dan inter spesies

Kompetisi terjadi saat kebutuhan dari dua atau lebih individu terhadap sumber daya tertentu melebihi ketersediaan sumberdaya tersebut di wilayah tempat mereka tinggal atau jika permintaannya tidak dapat melebihi penawaran, mereka saling mempengaruhi satu dan yang lain dalam upaya memperoleh sumberdaya.

(6) Pembagian sumber daya

Pembagian sumber daya dapat terjadi pada tiga level, yaitu: waktu yang bersifat temporal, wilayah, dan bahan makanan. Oleh karena itu, dalam penentuan ekosistem perlu dianalisa interaksi pola makan antara anggota-anggota yang berbeda dalam satu perkumpulan.

(7) Parasit

Mikroparasit meliputi virus, bakteri, jamur, serta protozoa dan dicirikan oleh ukurannya yang kecil, masa hidup yang pendek dan kemampuan menggandakan diri dalam inang yang terinfeksi. Organisme tersebut sering berpindah secara lagsung, sehingga ikan yang hidup di wilayah yang padat dan dangkal sangat mudah dimasuki oleh patogen-patogen ini.

2.5 Pendekatan Ekosistem

Pendekatan ekosistem adalah suatu pendekatan yang mengacu pada aplikasi dari berbagai metode ilmiah yang berfokus pada tingkat tatanan kehidupan yang melibatkan struktur, proses, fungsi dan interaksi antar organisme dengan lingkungannya (Aryani, 2010). Menurut FAO (2005) terdapat 12 prinsip dalam pelaksanaan pendekatan ekosistem dalam pengelolaan perikanan, yaitu:


(32)

1) Sasaran dari pengelolaan ini adalah pilihan dari masyarakat; 2) Pengelolaan harus terdesentralisasi pada tingkat yang terendah;

3) Pengelolaan harus mempertimbangkan dampak setiap aktivitas terhadap ekosistem lainnya;

4) Dengan mempertimbangkan dampak positif dari pengelolaan tersebut, dibutuhkan pemahaman dan pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem dalam konteks ekonomi. Pengelolaan tersebut antara lain:

(1) Mengurangi pengaruh pasar yang berdampak negatif terhadap keanekaragaman hayati;

(2) Mempromosikan konservasi sumberdaya dan pemanfaatan yang lestari dengan pemberian insentif;

(3) Mempertimbangkan komponen biaya dan manfaat bagi ekosistem.

5) Konservasi fungsi dan struktur ekosistem dalam rangka menjaga manfaat ekosistem, dimana yang dikonservasi merupakan lokasi prioritas;

6) Pengelolaan ekosistem harus mempertimbangkan daya dukung;

7) Pendekatan ekosistem harus mempertimbangkan komponen spasial dan temporal;

8) Pengelolaan ekosistem harus mengacu pada pengelolaan jangka panjang; 9) Pengelolan harus adaptif terhadap perubahan;

10) Pendekatan ekosistem harus seimbang antar konservasi dan pemanfaatan; 11) Pendekatan ekosistem harus mempertimbangkan beberapa informasi ilmiah,

adat istiadat, inovasi dan pengalaman;

12) Pendekatan ekosistem harus melibatkan para pihak dan lintas ilmu.

Faktor-faktor lain yang perlu dipertimbangkan dalam implementasi pendekatan ekosistem, yaitu kelestarian ekosistem, kesejahteraan masyarakat dan kemampuan untuk mencapai tujuan (Yulianto, 2010).

Menurut FAO (2005) dalam dokumen tentang implementasi pendekatan ekosistem dalam pengelolaan perikanan yang diterbitkan oleh FAO pada tahun 2003 menyebutkan terdapat beberapa opsi yang dapat dilakukan dalam mengimplementasikan pendekatan ini. Opsi-opsi yang dapat dilakukan antara lain:


(33)

1) Pengaturan secara teknis

Pengaturan secara teknis dapat dilakukan pada pengaturan alat tangkap yang digunakan oleh nelayan. Pengaturan secara teknis ini dapat dilakukan dengan: (1) Pengaturan jumlah alat tangkap dan ukuran mata jaring

(2) Pengurangan ikan hasil tangkapan sampingan (by-catch)

(3) Penyesuaian metode dan operasi penangkapan untuk mengurangi dampak negatif terhadap ekosistem dan spesies yang dilindungi

(4) Mengedepankan pendekatan pencegahan atau kehati-hatian (precautionary approach)

2) Pengaturan secara spasial dan temporal

Pengaturan secara spasial merupakan pengaturan daerah penangkapan ikan. Pengaturan secara spasial ini dapat diimplementasikan dalam bentuk pengembangan kawasan konservasi laut. Pengaturan secara temporal merupakan pengaturan pelarangan penangkapan pada waktu tertentu.

3) Pengaturan input dan output

Pengaturan input penangkapan dapat dilakukan dengan pengendalian kapasitas penangkapan dan usaha penangkapan nelayan. Pengaturan output dapat dilakukan dengan pengendalian hasil dan jenis tangkapan. Salah satu tujuan pengaturan ini adalah untuk menurunkan kematian akibat penangkapan (fishing mortality).

4) Manipulasi ekosistem

Manipulasi ekosistem dapat dilakukan dengan mencegah degradasi habitat, merehabilitasi habitat, pengembangan habitat buatan dan restocking ikan.


(34)

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret - Mei 2010, selanjutnya dilakukan analisis data pada dua musim yaitu pada musim paceklik (Maret 2010) dan musim puncak ikan (Mei 2010). Survei lapangan dilakukan di wilayah penangkapan ikan yaitu Desa Bojonegara, Kabupaten Serang, Banten (Gambar 5).

Sumber: DKP Kabupaten Serang, 2009


(35)

3.2 Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain kuesioner, komputer/laptop, alat tulis, alat ukur, kamera serta peralatan lainnya yang digunakan dalam membantu pengumpulan data dan pengolahan data, seperti pada Tabel 2.

3.3 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif survey. Metode penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang suatu populasi dengan menggunakan sampel. Karakteristik dari metode penelitian ini adalah informasi diperoleh dari sampel (bukan populasi), informasi dikumpulkan melalui pengajuan pertanyaan (lisan, tertulis) dan informasi dikumpulkan untuk mendeskripsikan aspek tertentu (Kamarga, 2010).

Pada penelitian ini dilakukan pengamatan langsung dan wawancara untuk mendapatkan data primer. Selengkapnya metode dan teknik pengumpulan datanya disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Jenis data dan metode pengumpulannya

No. Jenis data

Metode pengumpulan sumber data

Alat yang digunakan 1. Data komposisi hasil

tangkapan 5 tahun terakhir

-Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Serang

Wawancara dan pengumpulan data sekunder

2. Data alat tangkap yang digunakan

-Wawancara

-Pengamatan langsung di lapangan

-Kuesioner -Kamera -Alat tulis 3. Data hasil tangkapan

nelayan

-Wawancara

-Pengamatan di lapangan

-Kuesioner -Kamera -Alat tulis 4. Data panjang dan

berat ikan

Pengukuran - Alat ukur panjang: meteran dengan ketelitian 1 mm - Alat ukur berat: timbangan dengan


(36)

3.3.1 Pengumpulan data.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan langsung (pengukuran morfologi dan penimbangan berat hasil tangkapan), hasil wawancara dengan nelayan atau hasil pengisian kuesioner oleh responden yang digunakan sebagai sampel. Adapun data sekunder diperoleh dari dinas dan instansi terkait serta literatur yang relevan.

Metode yang akan dilakukan untuk memperoleh data pada penelitian ini yaitu:

1) Wawancara (Kuesioner)

Wawancara yang dilakukan mengacu pada kuesioner yang telah dibuat agar pertanyaan-pertanyaan yang diajukan saat wawancara sesuai dengan tujuan yang dilakukan. Dalam penelitian ini, dilakukan wawancara dengan nelayan yang melakukan kegiatan operasional penangkapan ikan di Bojonegara. Kuesioner yang digunakan berisi pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan identitas responden, kapal yang digunakan responden, alat tangkap yang digunakan responden, operasi penangkapan ikan, hasil tangkapan, musim penangkapan dan lokasi penangkapan.

2) Pengumpulan data sekunder

Data sekunder diperoleh terutama dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Serang, instansi terkait dan literatur yang relevan.

3.3.2 Pengolahan data

Data yang diperoleh kemudian diolah berdasarkan: 1) Komposisi hasil tangkapan utama dan sampingan

Hasil tangkapan setiap alat tangkap diidentifikasi terlebih dahulu dan dikelompokkan berdasarkan spesiesnya, lalu diukur panjang dan beratnya. Komposisi hasil tangkapan dianalisis dengan menggunakan software Microsoft Excel 2007 untuk melihat perbandingan jumlah dan bobot antar spesies.

Panjang tubuh ikan yang diukur adalah panjang cagak dan panjang total. Panjang cagak adalah panjang tubuh ikan mulai dari ujung mulut depan hingga pangkal cagak ekor ikan. Panjang total adalah panjang tubuh ikan mulai dari


(37)

ujung mulut depan hingga ujung ekor ikan (Sparre & Vanema, 1999 vide Raspati, 2008). Cara pengukuran panjang ikan dapat dilihat pada Gambar 6.

Sumber: http://www.collegeofidaho.edu

Gambar 6 Cara pengukuran panjang ikan. 2) Jenis dan ukuran alat tangkap

Data hasil tangkapan diperoleh dari pencatatan hasil tangkapan untuk setiap jenis dan ukuran alat tangkap.

3) Trofik level setiap ikan hasil tangkapan nelayan menurut alat tangkapnya Dari spesies hasil tangkapan yang didapat, diklasifikasikan nilai trofik level dari Fish Base Online (Froese & Pauly, 2010), yang menyediakan informasi trofik level dari jenis dan komposisi makanan.

4) Length at first maturity (Lm)

Ukuran pertama kali ikan matang gonad penting diketahui karena dengan mengetahui nilai Lm maka dapat digunakan untuk menyusun suatu konsep pengelolaan lingkungan perairan (Saputra, 2009).

3.4 Analisis Data

Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini, yaitu: 1. Analisis kuesioner

Analisis kuesioner dilakukan dengan bantuan paket software Survey Pro 2.0. Kelebihan Survey Pro yaitu sebagai alat analisis data survey kuesioner, yakni


(38)

dapat menganalisis data kuesioner secara sistematis dan bersifat database serta hasil yang diperoleh dapat terus di-update (Apian Software Inc, 1995).

2. Analisis statistik

Tujuan dari analisis ini, yaitu mengetahui apakah terdapat perbedaan antara jenis alat tangkap dan komposisi hasil tangkapan menurut trofik levelnya. Hipotesis yang digunakan, yaitu:

Ho : Tidak terdapat perbedaan antara trofik level hasil tangkapan dan alat tangkap yang digunakan oleh nelayan.

H1 : Terdapat perbedaan antara trofik level hasil tangkapan dan alat tangkap yang digunakan oleh nelayan.

3. Indeks keragaman Shannon-Wiener

Keragaman dihitung berdasarkan indeks keragaman untuk menggambarkan komunitas secara matematis dan mempermudah analisis komunitas ikan. Indeks diversitas (keragaman) Shannon-Wiener dihitung dengan menggunakan persamaan modifikasi dari Krebs, 1989.

H’= - H’= - Keterangan:

H’: indeks diversitas Shannon-Wiener

pi : proporsi spesies ke-i

ni : jumlah total biomassa (biota) hasil tangkapan spesies ke-i N : jumlah biomassa dari suatu spesies ke i (i = 1 sampai S) S : jumlah total spesies dalam suatu contoh

Analisis keragaman Shannon-Wiener dilakukan dengan bantuan software Primer 5.2.

4. Analisis regresi

Regresi dan korelasi adalah analisis untuk menelaah hubungan antara dua peubah pengukuran. Jika ada dua peubah pengukuran X dan Y, keeratan


(39)

hubungan linear antara kedua peubah tersebut dinyatakan dengan korelasi antar kedua peubah tersebut. Jika X merupakan peubah bebas dan Y merupakan peubah tak bebas, regresi Y pada X memberi gambaran bagaimana nilai peubah X mempengaruhi peubah Y. Nilai korelasi X – Y yang bernilai 0 menunjukkan tidak adanya korelasi antar peubah tersebut. Besarnya nilai peubah Y adalah bebas, tidak terkait dengan besarnya nilai peubah X, demikian pula nilai peubah X adalah bebas, tidak terkait dengan besarnya nilai peubah Y. Semakin tinggi nilai korelasi X dan Y, maka semakin mendekati nilai 1 atau -1 dan berarti semakin erat keterkaitan nilai peubah X dan Y (Saefuddin et al., 2009). Adapun intepretasi dari nilai r menurut Usman & Akbar (2008), yaitu:

0 = tidak berkolerasi

0,01 – 0,20 = sangat rendah 0,21 – 0,40 = rendah

0,41 – 0,60 = agak rendah 0,61 – 0,80 = cukup 0,81 – 0,99 = tinggi

1 = sangat tinggi

Kesesuaian model menyatakan sejauh mana kesesuaian model yang dipasang dengan data yang dibicarakan. Ukuran kesesuaian ini dinamakan koefisien determinasi. Koefisien determinasi menyatakan besarnya keragaman yang terjelaskan oleh model. Nilai minimum koefisien determinasi adalah 0 dan nilai maksimumnya adalah 1. Semakin besar nilai koefisien determinasi mendekati angka 1, semakin sesuai model yang dipasang dengan data yang dibicarakan. Koesisien determinasi kadang-kadang juga dinyatakan dalam persen, sehingga nilainya berkisar antara 0 - 100%.

5. Hubungan panjang dan berat

Panjang dan berat ikan hasil tangkapan utama setiap alat tangkap diukur, kemudian dianalisis hubungannya dengan menggunakan model Ricker (1975) yaitu W = a Lb, dimana W = bobot ikan (gram) dan L = panjang total (cm), sedangkan a dan b = konstanta regresi hubungan panjang dan berat. Logaritma


(40)

persamaan tersebut, yaitu: ln W = ln a + b ln L menunjukkan hubungan yang linear.

6. Indikator ukuran panjang ikan dan length at first maturity

Indikator ukuran panjang ikan dibandingkan terhadap ukuran saat pertama kali matang gonad (memijah) atau length at first maturity dari Froese and Pauly, 2010 (fishbase). Analisis dilakukan untuk mengetahui perbedaan jenis alat tangkap dan komposisi alat hasil tangkapan.


(41)

4.1 Keadaan Umum Perikanan Kabupaten Serang

Kabupaten Serang secara geografis terletak antara 5050’ - 6021’ Lintang Selatan dan 10507’ - 106022’ Bujur Timur. Jarak dari Kabupaten Serang ke ibukota negara, Jakarta hanya berjarak sekitar 70 km. Jarak terpanjang menurut garis lurus dari utara ke selatan sekitar 60 km, sedangkan dari barat ke timur sekitar 90 km. Luas wilayah Kabupaten Serang secara administratitif yaitu 173.409 ha yang terbagi atas 28 kecamatan dan 308 desa. Secara administratif, Kabupaten Serang berbatasan dengan:

1) sebelah utara, berbatasan dengan Laut Jawa dan Kota Serang. 2) sebelah timur, berbatasan dengan Kabupaten Tanggerang.

3) sebelah selatan, berbatasan dengan Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang.

4) sebelah barat, berbatasan dengan Kota Cilegon dan Selat Sunda (DKP Kabupaten Serang, 2009).

Kondisi topografi Kabupaten Serang berada pada ketinggian 0 - 1778 m dpl (di atas permukaan laut). Pada umumnya tergolong pada kelas topografi lahan dataran dan bergelombang. Kondisi hidrologi dapat dibedakan menjadi air bawah tanah dan air permukaan dimana air permukaan sendiri dapat dibedakan kembali menjadi sungai, danau/situ dan waduk (DKP Kabupaten Serang, 2009).

Terdapat dua sistem sungai besar di Kabupaten Serang yang mengalir ke utara dan bermuara di Laut Jawa, yaitu Sungai Ciujung dan Sungai Cidurian. Sungai Ciujung merupakan sungai terbesar di daerah ini. Bagian hulunya berasal dari Gunung Halimun dengan debit sebesar 315,0 m3/detik, sedangkan Sungai Cidurian terletak di bagian timur dengan debit sebesar 153,9 m3/detik dan merupakan batas dari wilayah Kabupaten Serang dengan Kabupaten Tangerang. Selain dua sistem sungai besar di atas, terdapat tiga sungai yang cukup besar yaitu Sungai Cidanau, Sungai Cibanten dan Sungai Anyer serta beberapa sungai kecil yang bermuara di Teluk Banten dan Selat Sunda (DKP Kabupaten Serang, 2009).

Iklim Kabupaten Serang, sesuai dengan Klasifikasi Koppen dapat dilihat pada Tabel 3.


(42)

Tabel 3 Iklim Kabupaten Serang

No. Tipe Lokasi Karakteristik 1. Ama Belahan utara

Serang

Mempunyai bulan basah 1 bulan atau lebih

2. Afa Belahan selatan Serang

Tidak mempunyai bulan yang dapat dikategorikan bulan kering

3. Cfa Belahan selatan Serang

Tidak mempunyai bulan yang dapat dikategorikan bulan kering, suhu pada bulan terdingin bisa mencapai ≤180C, suhu pada bulan terhangat ≥220C

Sumber: DKP Kabupaten Serang, 2009

Kabupaten Serang berbatasan dengan dua wilayah laut yaitu Selat Sunda di bagian barat dan Laut Jawa di bagian utara. Secara geologis, Selat Sunda yang terbentuk oleh proses tektonis, sangat dipengaruhi oleh proses volkanis yang berasal dari kompleks Gunung api Gede di sebelah selatan Anyer dan Gunung api Gede di sebelah utara Merak, aliran lahar dan lava purba membentuk batuan dasar pantai Selat Sunda menjadi stabil. Sementara itu, arus laut membentuk perairan pantai Selat Sunda relatif dangkal, kedalaman kurang dari 20 m. Secara umum, kondisi pantai bagian barat dibentuk oleh batuan dasar breksi, breksi volkanis dan aliran lava dan ditumbuhi terumbu karang (DKP Kabupaten Serang, 2009).

Dalam perkembangannya, perairan bagian timur membentuk dataran aluvial, dataran fluvio-marine dan rataan lumpur, sedangkan di bagian barat endapan material volkanis yang berupa lahar dan lava. Terumbu karang dapat berkembang dengan baik menumpang pada endapan lahar dan aliran lava di pantai barat Kabupaten Serang (DKP Kabupaten Serang, 2009). Secara ringkas, tipe-tipe pantai di Kabupaten Serang dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Tipe-tipe pantai di Kabupaten Serang

No. Tipe pantai Lokasi 1. Pantai berlumpur Teluk Banten

2. Pantai berpasir membentuk beting gisik Pantai Lontar dan Pontang

3. Pantai berbatuan aliran lava Kecamatan Pulo Ampel, Cinangka dan Anyer

4. Pantai berbatu karang/terumbu karang Kecamatan Cinangka dan Anyer 5. Pantai berpasir Kecamatan Cinangka

Sumber: DKP Kabupaten Serang, 2009

Berdasarkan Peta Batimetri skala 1 : 500.000 yang dikeluarkan oleh DISHIDROS dan Penelitian hingga jarak kurang lebih 2 kilometer, kedalaman laut berkisar antara 0 - 20 meter. Kondisi yang sama juga dijumpai di sekitar


(43)

Pulau Sangiang dan Pulau Tunda, sedangkan di bagian utara kedalaman 0 - 20 meter dijumpai hingga jarak kurang lebih 4,5 sampai dengan 15 kilometer (DKP Kabupaten Serang, 2009).

Wilayah Kabupaten Serang berbatasan langsung dengan Selat Sunda di bagian barat dan Laut Jawa di bagian utara dengan garis panjang pantai sekitar 92 km dan kewenangan 4 mil dari batas pulau terluar, Kabupaten Serang memiliki luasan perairan penangkapan sekitar 888 km2 yang merupakan area potensial penangkapan ikan. Di samping itu, potensi perikanan tangkap juga terdapat pada perairan umum baik sungai, rawa maupun danau dengan luasan masing-masing sungai 640 km, waduk 28 ha dan rawa/danau 250 ha (DKP Kabupaten Serang, 2009).

Potensi sumberdaya ikan di Kabupaten Serang dimanfaatkan dengan menggunakan beberapa alat tangkap, diantaranya bagan, pukat pantai, jaring insang, payang dan pancing. Alat tangkap ini menangkap beberapa spesies, yaitu tenggiri (Scomberomorus commerson), kembung (Rastrelliger spp), selar kuning (Selaroides leptolepis), tongkol (Auxis thazard), layang (Decapterus russelli), lemuru (Sardinella longiceps), teri nasi (Stolephorus commersonnii), tembang (Sardinella fimbriata), kurisi (Nemipterus nematophorus) dan pepetek (Leioghnatus sp) (DKP Kabupaten Serang, 2009).

Jenis armada tangkap di Kabupaten Serang terdiri dari perahu tanpa motor (perahu layar), perahu dengan motor tempel dan kapal motor dengan kapasitas kecil yaitu kurang dari 5 GT. Jumlah armada pada masing-masing jenis selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5 Jumlah armada tangkap menurut jenis

No. Jenis Jumlah (unit) 1. Perahu tanpa motor 63 2. Motor tempel 1021 3. Kapal motor < 5 GT 197

Jumlah 1281

Sumber: DKP Kabupaten Serang, 2009

Jenis alat tangkap yang digunakan di Kabupaten Serang didominasi oleh jenis alat tangkap payang dan pancing. Jumlah dan jenis alat tangkap selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.


(44)

Tabel 6 Jumlah alat tangkap menurut jenis

No. Jenis Jumlah (unit) A. Laut

1. Payang 529

2. Jaring insang hanyut 253

3. Jaring klitik 84

4. Jaring angkat lainnya 50 5. Pancing yang lain 398

Jumlah 1314

B. Perairan umum

1. Pancing 573

2. Jaring insang 149

Jumlah 722

Total 2036

Sumber: DKP Kabupaten Serang, 2009

Kelompok ikan pelagis menjadi kelompok dominan dan penting dalam produksi perikanan Kabupaten Serang. Hampir 60% produksi perikanan berasal dari kelompok ikan pelagis terutama ikan pelagis kecil, sehingga kelompok ikan pelagis kecil menjadi penting dan mendapat perhatian khusus untuk dapat dijaga kelestariannya (DKP Kabupaten Serang, 2009).

Kegiatan penangkapan ikan pelagis di Kabupaten Serang dilakukan dengan berbagai jenis alat tangkap. Adapun jenis alat tangkap yang digunakan oleh nelayan untuk kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis ini adalah bagan, pukat pantai, jaring insang, payang dan pancing (DKP Kabupaten Serang, 2009).

Berdasarkan data statistik, tingkat konsumsi ikan di Kabupaten Serang terus mengalami peningkatan (Gambar 7). Namun, tingkat konsumsi ikan ini masih di bawah standar tingkat konsumsi ikan nasional 26,5 kg/kapita/tahun.

Sumber: DKP Kabupaten Serang, 2009


(45)

Potensi sumberdaya kelautan Kabupaten Serang meliputi sumberdaya hayati ikan dan non ikan yang tersebar di perairan Teluk Banten dan Selat Sunda. Sumberdaya hayati antara lain keberadaan ekosistem terumbu karang, padang lamun dan bakau yang mampu berperan sebagai pelindung sekaligus merupakan habitat tempat berkembang biak dan berlindung bagi sumberdaya hayati laut. Berdasarkan hasil penelitian menggunakan Citra Satelit Landsat Thematic Mapper yang direkam tanggal 7 Agustus 2001, terdapat kelompok obyek yang ditemui di wilayah pesisir Kabupaten Serang, seperti terlihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Kelompok obyek wilayah pesisir Kabupaten Serang

Jenis Lokasi

Pasir -

Agihan lamun Sekitar muara Sungai Cikangkung, muara Sungai Kasuban dan muara Sungai Ciujung

Karang mati Wilayah Sungai Ciujung dan muara Sungai Cikangkung dan wilayah Teluk Bbanten

Karang hidup Tengah laut di Teluk Banten, di sekitar Pulau Panjang, di sepanjang Pantai Anyer dan di sekitar Pulau Sangiang Perairan terbuka/Laut -

Sumber: DKP Kabupaten Serang, 2009

4.2 Keadaan Umum Perikanan Bojonegara

Kawasan Bojonegara termasuk dalam wilayah Kabupaten Serang Propinsi Banten. Kawasan Bojonegara terletak di sebelah barat (sekitar 130 km) ibukota Daerah Khusus Ibukota. Secara administratif kawasan Bojonegara termasuk dalam wilayah Kabupaten Serang tepatnya di Kecamatan Bojonegara dan Kecamatan Pulo Ampel. Pulo Ampel merupakan pemekaran dari Kecamatan Bojonegara. Kecamatan Bojonegara memiliki luas keseluruhan sekitar 6.700,2 hektar dan dihuni hampir 75.000 jiwa (http://www.dkp-banten.go.id).

Wilayah Bojonegara merupakan wilayah pesisir dengan aneka kegiatan seperti pelabuhan, industri, perikanan dan pembangkit listrik yang mempunyai potensi yang sangat besar untuk berkembang. Kawasan Bojonegara - Merak - Cilegon dalam PP No.47 tahun 1997 telah ditetapkan sebagai kawasan andalan. Kawasan andalan ini merupakan kawasan yang cepat tumbuh karena kegiatan produksi dan jasa dengan skala besar yang menunjang kegiatan produksi nasional


(46)

dan ekspor nasional dengan andalan kawasan industri Cilegon. Fungsi andalan Bojonegara - Merak - Cilegon, yaitu:

1) Pusat transportasi 2) Pusat industri 3) Pusat pariwisata

4.3 Hasil Tangkapan Utama Berdasarkan Alat Tangkap 1) Ikan teri nasi (Stolephorus commersonnii )

Dikatakan teri nasi karena ukurannya yang kecil dan putih, apabila dikumpulkan menyerupai segumpalan nasi. Masyarakat juga menyatakan bahwa teri nasi disebut juga teri medan. Ciri-ciri morfologisnya adalah tidak berwarna atau agak kemerahan, bentuk tubuh bulat memanjang, sepanjang tubuhnya terdapat garis putih keperakan, memanjang dari kepala hingga ekor, sisik kecil dan tipis serta mudah lepas, mulut agak tersayat dalam, mencapai hingga belakang mata dan rahang bawah lebih pendek dari rahang atas (Hutomo et al., 1987).

Teri nasi termasuk jenis ikan teri yang hidup bergerombol hingga mencapai ribuan ekor. Jenis ikan teri ini yang besar lebih bersifat soliter. Ikan teri yang umumnya berkelompok (schooling) memiliki respon yang positif terhadap cahaya namun ikan teri memilki kepekaan yang tinggi terhadap reaksi yang berupa gerakan yang berasal dar luar (Hutomo et al., 1987).

Ikan teri nasi termasuk jenis ikan musiman. Musim tangkapannya antara bulan Februari sampai Agustus. Jumlah tangkapan tertinggi biasanya terjadi pada bulan Juli dan Agustus (Hutomo et al., 1987). Ikan teri nasi memijah beberapa kali serta memiliki musim pemijahan yang panjang, bahkan sepanjang tahun. Fekunditasnya cukup bervariasi dan berkisar antara 921 - 2287 butir, untuk ukuran panjang ikan 63 - 97 mm (Hutomo et al., 1987).

Secara umum makanan ikan teri nasi didominasi oleh copepoda (Hutomo et al., 1987). Menurut Wahyudi (2004) menyimpulkan bahwa makanan ikan teri nasi umumnya terdiri dari organisme pelagis berukuran kecil, meskipun komposisinya berbeda untuk masing-masing spesies.


(47)

2) Ikan lemuru (Sardinella longiceps)

Ikan lemuru termasuk ikan pelagis kecil pemakan plankton. Hidupnya bergerombol, badannya bulat memanjang, bagian perut agak membulat dengan sisik duri yang agak tumpul dan tidak menonjol. Panjang badannya dapat mencapai 23 cm, namun umumnya 17 - 18 cm. Warna badan biru kehijauan di bagian atas, sedangkan bagian bawah putih keperakan. Pada bagian atas penutup insang sampai pangkal ekor terdapat sebaris totol-totol hitam atau bulatan-bulatan kecil berwarna gelap. Sirip-siripnya berwarna abu-abu kekuning-kuningan, sedangkan warna sirip ekor kehitaman (Dwiponggo, 1982 vide Syamsiar, 2006).

Ikan lemuru tergolong ikan pelagis kecil. Ruaya ikan ini dipengaruhi oleh makanan, suhu dan salinitas. Pada siang hari ikan lemuru umumnya berada di dekat dasar perairan dan membentuk gerombolan yang kompak, sedangkan pada malam hari bergerak ke dekat permukaan air dalam bentuk gerombolan yang menyebar dan akan muncul ke permukaan apabila cuaca mendung yang disertai hujan gerimis. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya temperatur permukaan (Adianto, 1993).

Distribusi ikan lemuru meliputi perairan Indo Pasifik, dari Teluk Aden sampai dengan perairan Filipina. Penyebaran ikan lemuru di luar perairan Indonesia adalah dari Kepulauan Filipina ke barat sampai ke India dan pantai timur Afrika, sedangkan di perairan Indonesia konsentrasi tersebar di Selat Bali dan sekitarnya (Dwiponggo, 1982 vide Syamsiar, 1986).

Musim penangkapan ikan lemuru di perairan pantai utara Jawa Tengah dimulai bulan Mei dan berakhir pada bulan Januari tahun berikutnya. Puncak musim ikan lemuru terjadi pada bulan Agustus sampai November. Musim tersebut kadang-kadang bergeser dan pada kenyataannya dapat dilakukan sepanjang tahun (Adianto, 1993).

3) Ikan belanak (Valamugil speigleri)

Ikan belanak merupakan jenis ikan demersal dan termasuk jenis ikan bergerombol. Ikan ini merupakan jenis ikan laut tetapi sering masuk ke daerah estuaria bahkan ke perairan sungai (tawar) (Froese & Pauly, 2000).


(48)

Ikan belanak mempunyai panjang maksimum 35 cm. Ikan ini mempunyai total 4 duri punggung, 3 duri dubur dan 9 sirip dubur lunak, punggungnya kehijau-hijauan dan daerah perutnya berwarna perak. Sirip punggung pertama dengan garis tepi hitam, sedangkan sirip lainnya berwarna kehitam-hitaman (Fishbase, 2000). Ikan belanak merupakan ikan yang mempunyai skema atau pertumbuhan yang baik. Ikan ini dapat tumbuh mencapai panjang 35 cm dan umumnya berukuran 15 - 20 cm, yang merupakan ukuran normal (Shabrina, 2009).

Ikan belanak akan pergi atau meninggalkan tempat hidupnya menjauhi pantai apabila akan memijah. Juvenil ikan belanak kemungkinan ditemukan di rawa bakau. Ikan belanak memakan copepoda dan alga yang mengapung, sedangkan juvenil ikan belanak memakan ganggang kecil dan zat organik lainnya (Shabrina, 2009).

Penyebaran ikan belanak yaitu di perairan Indo Pasifik, Pakistan hingga Asia Tenggara menuju New Guinea (Froese & Pauly, 2000). Menurut Shabrina (2009), daerah penyebaran ikan belanak yaitu di daerah pantai seluruh perairan Indonesia. Ikan ini terdistribusi pada semua perairan terutama di daerah estuari (coastal) dan laut di daerah tropis dan subtropis yaitu di Indo - Pasifik, Filipina, dan Laut Cina Selatan, hingga Australia. Ikan ini juga tinggal di pesisir pantai dan muara serta sungai-sungai. Ikan ini termasuk ikan yang bersifat non predator (bukan pemangsa), jadi penyebarannya merata baik di perairan bersuhu ataupun tropis.

4) Ikan kembung (Rastrelliger spp)

Ikan kembung merupakan merupakan salah satu ikan pelagis yang sangat potensial di Indonesia dan hampir di seluruh perairan Indonesia. Ikan ini tertangkap baik dalam jumlah besar maupun sedikit (Burhanuddin et al., 1984 vide Abidin, 2000). Berdasarkan klasifikasi Saanin (1984), di perairan Indonesia terdapat tiga spesies ikan kembung, yaitu Rastrelliger brachysoma, Rastrelliger neglectus, Rastrelliger kanagurta.

Ikan kembung lelaki Rastrelliger kanagurta secara sepintas sama dengan ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma). Ikan kembung lelaki


(49)

mempunyai punggung berwarna biru kehijauan dan bawahnya berwarna putih kekuningan) serta dihiasi totol hitam pada bagian punggungnya dari depan ke belakang sehingga ikan kelihatan menarik. Ikan kembung perempuan mempunyai warna biru kehijauan pada punggungnya dan putih perak pada bagian perutnya. Terdapat totol hitam pada bagian punggung di atas garis rusuk. Warna sirip punggung pertama kuning keabuan dan gelap pada pinggirnya, kuning muda pada sirip dada dan sirip perut, sedangkan sirip dubur dan sirip ekornya kuning bening (Kriswantoro dan Sunyoto, 1986).

Ikan kembung lelaki hidupnya di laut lepas, sedangkan ikan kembung perempuan terdapat di daerah pantai. Ikan kembung lelaki sulit dicari dan jarang muncul ke permukaan, biasanya mempunyai kelompok yang padat dan sering dijumpai pada perairan yang jernih dan agak jauh dari pantai karena mempunyai kadar garam yang lebih dari 230/00. Ikan kembung perempuan menyukai perairan dekat pantai karena hidup pada kadar garam rendah (Kriswantoro dan Sunyoto, 1986).

Letak kedalaman kelompok ikan pelagis banyak ditentukan oleh suhu secara vertikal. Ikan pelagis akan berenang sedikit ke sebelah dalam pada saat suhu permukaan lebih tinggi dari biasanya. Jenis-jenis ini akan selalu menghindar dari lapisan air yang bersuhu lebih rendah dari 4 - 50C. Walaupun demikian khusus untuk perairan Indonesia yang merupakan perairan tropis, masalah suhu tidak memberikan gambaran yang jelas bagaimana pengaruhnya di bidang perikanan. Ikan kembung merupakan jenis ikan diurnal (ikan siang hari) yang banyak dijumpai di lapisan pelagis dan lapisan yang banyak cahaya matahari (Gunarso, 1985).

Musim pemijahan utama ikan kembung terjadi antara bulan April dan Agustus dengan puncak musim diduga berlangsung pada bulan Agustus, sedangkan pada bulan Desember diduga merupakan musim pemijahan tambahan (Nurhakim, 1993).

5) Ikan tenggiri (Scomberomorus commerson)

Secara morfologi tenggiri mempunyai tubuh panjang dan berbentuk torpedo. Mulut lebar dan berujung runcing, gigi pada rahang gepeng dan tajam. Sirip


(50)

punggung ikan tenggiri ada yang berjari-jari keras dengan jumlah 14 - 17 buah dan ada pula sirip punggung yang berjari-jari lemah dengan jumlah 14 - 19 buah yang diikuti dengan 8 - 10 sirip tambahan. Ikan tenggiri memiliki garis rusuk lurus kemudian membengkok tajam di bawah awal jari-jari sirip tambahan dan melurus kembali sampai batang ekor. Garis rusuk ikan tenggiri tidak terputus dan hanya berjumlah satu. Gelembung renang tidak ada, warna punggung biru gelap keabu-abuan atau biru kehijauan. Sisi tubuh ikan tenggiri berwarna putih keperakan dan pada bagian perut dijumpai garis-garis (Guci, 1999).

Penyebaran ikan tenggiri sangat luas, meliputi seluruh perairan Indonesia, perairan Indo - Pasifik, Teluk Benggala, Teluk Siam, Laut Cina Selatan, ke selatan sampai perairan panas Australia, ke barat sampai Afrika Timur dan ke utara sampai Jepang (Rizkawati 2009). Daerah penyebaran ikan tenggiri di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Daerah penyebaran ikan tenggiri

Lokasi perairan Daerah penyebaran Daerah penangkapan utama Sumatera Seluruh

perairan

- Perairan Aceh bagian utara, timur Sumatera Utara, sekitar Bengkalis

- Perairan Bangka Belitung

- Pantai barat Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu dan Lampung Jawa dan Nusa Tenggara Seluruh perairan

- Seluruh Pantai utara Jawa dan Madura, selatan Jawa Tengah, selatan Bali, sebelah utara Lombok, Sumbawa dan utara Flores

- Pantai Pulau Timor bagian barat Kalimantan

dan Sulawesi

Seluruh perairan

- Hampir semua pantai barat dan selatan Kalimantan - Perairan Teluk Palu, Sulawesi bagian selatan

- Sebagian perairan Sulawesi Utara dan perairan sekitar pantai

Maluku dan Papua

Seluruh perairan

- Sebagian pantai barat Halmahera - Perairan selatan Pulau Seram

- Hampir semua perairan pantai barat Pulau Papua sampai sekitar daerah Kepala Burung


(51)

5.1 Hasil

5.1.1 Karakteristik alat tangkap di Bojonegara 1) Unit penangkapan payang

Payang yang digunakan di Bojonegara dapat diklasifikasikan sebagai payang, payang ampera dan payang bondet. Perbedaan dari payang tersebut adalah ukuran mesh sizenya. Ukuran mesh size yang digunakan pada alat tangkap payang yaitu 15 cm, sedangkan pada alat tangkap payang ampera dan payang bondet yaitu 0,5 cm. Ukuran panjang alat tangkap payang bondet lebih kecil daripada payang payang ampera dan payang.

Alat penangkapan ikan ini dioperasikan dengan menggunakan perahu/kapal motor dengan bahan kayu. Kapal yang digunakan salah satunya memiliki ukuran panjang 9 meter, lebar 2,5 meter dan draft 0,6 meter. Mesin kapal yang digunakan memiliki kekuatan 20 PK. Alat tangkap ini terdiri atas sayap, badan jaring, kantong, tali ris atas, tali ris bawah, tali selambar, pelampung dan pemberat.

Hasil tangkapan yang diperoleh oleh payang adalah ikan pelagis. Pada alat tangkap payang, hasil tangkapan utamanya adalah teri nasi (Stolephorus commersonnii), sedangkan hasil tangkapan sampingannya yaitu tongkol (Auxis thazard), kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta), manyung (Arius thalassimus), layang (Decapterus russelli). Pada alat tangkap payang ampera, hasil tangkapan utamanya adalah lemuru (Sardinella longiceps), sedangkan hasil tangkapan sampingannya adalah kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta), teri nasi (Stolephorus commersonnii), bawal putih (Pampus argentus), kakap putih (Lates calcarifer), tembang (Sardinella fimbriata), tongkol (Auxis thazard) dan layang (Decapterus russelli). Pada alat tangkap payang bondet, hasil tangkapan utamanya adalah belanak (Valamugil speigleri), sedangkan hasil tangkapan sampingannya adalah udang, rebon dan kakap putih (Lates calcarifer).

Proses pengoperasian payang di Bojonegara dilakukan secara harian (one day fishing). Nelayan berangkat menuju lokasi penangkapan (fishing ground) sekitar pukul 05.00 pagi hari untuk payang, sedangkan payang ampera dan payang


(52)

bondet berangkat menuju fishing ground sekitar pukul 17.00. Waktu yang dibutuhkan menuju fishing ground sekitar 1 - 2 jam tergantung jarak yang ditempuh.

Penggunaan tenaga pada alat tangkap payang berkisar antara 6 orang untuk payang berukuran kecil dan 16 orang untuk payang berukuran besar (Subani & Barus, 1989). Jumlah nelayan yang digunakan di Bojonegara pada alat tangkap payang sebanyak 9 - 11 orang. Jumlah nelayan untuk payang ampera 9 orang dan jumlah nelayan untuk payang bondet sebanyak 6 - 7 orang.

Pengoperasian payang dibagi menjadi empat tahap, yaitu tahap persiapan, penentuan fishing ground, penurunan jaring (setting) dan pengangkatan jaring (hauling). Tahap persiapan antara lain persiapan bahan bakar, pengecekan mesin, perbekalan makanan, es, air tawar dan keperluan melaut lainnya. Penurunan jaring dimulai dengan menurunkan pelampung tanda, diikuti tali selambar kanan, kemudian sayap kanan dan badan jaring dimana ujung tali selambar kanan masih tetap berada pada perahu. Saat penurunan sayap, nelayan lain melemparkan pemberat dan pelampung secara berurutan agar tidak terbelit dengan jaring. Selanjutnya dilakukan penurunan kantong dan sayap kiri sampai bertemu dengan pelampung tanda awal. Waktu yang dibutuhkan untuk setting adalah 20 - 30 menit. Ketika gerombolan ikan diperkirakan sudah masuk ke dalam kantong, selanjutnya dilakukan tahap hauling. Tahap ini dimulai dengan pengangkatan sayap kiri dan sayap kanan secara bersamaan. Saat proses hauling diusahakan posisi kantong berada di tengah. Pengangkatan jaring dilakukan secara perlahan, setelah sampai badan jaring pengangkatan jaring dipercepat. Hal ini dilakukan untuk mencegah ikan yang meloloskan diri. Pada saat pengangkatan jaring, ada nelayan yang bertugas menyusun pemberat dan pelampung secara teratur untuk proses setting selanjutnya.

2) Unit penangkapan jaring insang

Jaring insang yang digunakan di Bojonegara biasa disebut dengan jaring koped. Alat penangkapan ikan ini dioperasikan dengan menggunakan perahu/kapal motor dengan bahan kayu. Ukuran perahu yang digunakan yaitu panjang 10 meter, lebar 3 meter dan draft 0,6 meter. Hasil tangkapan yang


(53)

diperoleh oleh jaring insang adalah ikan pelagis. Pada alat tangkap jaring insang, hasil tangkapan utamanya adalah kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta), sedangkan hasil tangkapan sampingannya yaitu tongkol (Auxis thazard), layang (Decapterus russelli), tembang (Sardinella fimbriata) dan selar kuning (Selaroides leptolepis).

Dalam pelaksanaan operasi penangkapan dilakukan di bawah lapisan permukaan air. Dalam bentuk ukuran yang besar, ia dapat mencapai ukuran panjang antara 300 - 500 meter, yaitu terdiri dari beberapa tinting (pieces) yang digabung menjadi satu (Subani & Barus, 1989). Namun, alat tangkap jaring koped (jaring insang) yang digunakan di Bojonegara berukuran kecil yaitu 50 – 60 meter.

Penangkapan dengan jaring insang dilakukan dengan perahu motor. Penggunaan tenaga penangkapan dengan alat tangkap ini sebanyak 7 orang. Proses pengoperasian jaring insang di Bojonegara dilakukan secara harian (one day fishing). Nelayan berangkat menuju lokasi penangkapan (fishing ground) pada pukul 05.00 pagi.

3) Unit penangkapan pancing

Pancing yang digunakan di Bojonegara adalah pancing ulur. Alat penangkapan ini merupakan jenis alat tangkap yang termasuk ke dalam hook and lines. Alat tangkap pancing di Bojonegara biasanya menggunakan jenis kapal/perahu motor dalam operasi penangkapan ikan. Pada prinsipnya pancing terdiri dari dua komponen utama, yaitu tali (line) dan mata pancing (hook). Alat tangkap pancing di Bojonegara merupakan jenis pancing ulur, terdiri atas roller, tali utama (main line) dan tali cabang (branch line), mata pancing (hook) dari besi, kili-kili (swivel) dari bahan baja dan besi, pemberat dari bahan besi, pelampung dari styrofoam dan pemberat. Tali pancing yang digunakan nelayan di Bojonegara dibuat dari plastik (senar). Mata pancing yang digunakan nelayan di Bojonegara dibuat dari kawat baja dengan mata kail nomor 9 dan 16.

Pada alat tangkap pancing, hasil tangkapan utamanya adalah kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) untuk mata kail no. 9 dan tenggiri (Scomberomorus


(54)

commerson) untuk mata kail no. 16, sedangkan hasil tangkapan sampingannya yaitu tongkol (Auxis thazard) dan tembang (Sardinella fimbriata).

Proses pengoperasian payang di Bojonegara dilakukan secara harian (one day fishing). Penggunaan tenaga penangkapan dengan alat tangkap ini yaitu 7 orang. Nelayan berangkat menuju fishing ground pada pukul 05.00 menuju rumpon yang telah di pasang sebelumnya fishing ground. Ketika tiba di fishing ground mesin kapal dimatikan dan jangkar diturunkan, setelah itu nelayan melakukan pemancingan.

5.1.2 Komposisi ikan dominan hasil tangkapan di Bojonegara

Komposisi ikan hasil tangkapan dominan di Bojonegara diperoleh menurut musim penangkapannya, yaitu pada musim paceklik diwakili hasil tangkapan pada bulan Maret dan pada musim puncak diwakili hasil tangkapan pada bulan Mei.

1) Ikan teri nasi (Stolephorus commersonnii)

Panjang total maksimal ikan teri nasi yang tertangkap yaitu sebesar 3,9 cm dengan panjang cagak 3,5 cm, sedangkan panjang total minimal ikan teri nasi yang tertangkap sebesar 3 cm dengan panjang cagak 2,7 cm (Gambar 8). Hal ini menyatakan hubungan positif antara panjang total dan panjang cagak, misalnya pada ikan dengan panjang total sebesar 3,5 cm dan panjang cagak 3 cm mengalami peningkatan panjang pada ikan dengan panjang total sebesar 3,9 cm dan panjang cagak 3,5 cm.

Gambar 8 Panjang ikan teri nasi hasil tangkapan bulan Maret dan Mei 2010. 0

0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

P

an

ja

n

g

(c

m

)

Panjang total Panjang cagak Ikan teri nasi (yang ke-)


(55)

Ikan teri nasi yang paling banyak tertangkap terdapat pada selang kelas 3,2 - 3,3 cm yaitu sebanyak 7 ekor (35%), kemudian pada selang kelas 3,4 - 3,5 cm sebesar 6 ekor (30%) dan pada selang kelas 3 - 3,1 cm sebanyak 3 ekor (15%). Ikan teri nasi yang paling sedikit tertangkap terdapat pada selang kelas 3,6 - 3,7 cm dan 3,8 - 3,9 cm yaitu masing-masing sebesar 2 ekor (10%), seperti pada Gambar 9.

Gambar 9 Selang kelas panjang total ikan teri nasi bulan Maret dan Mei 2010.

2) Ikan lemuru (Sardinella longiceps)

Panjang total maksimal ikan lemuru yang tertangkap yaitu sebesar 17,5 cm dengan panjang cagak 15 cm, sedangkan panjang total minimal ikan teri nasi yang tertangkap yaitu sebesar 15,5 cm dengan panjang cagak 13,2 cm (Gambar 10). Hal ini menyatakan hubungan positif antara panjang total dan panjang cagak, misalnya pada ikan dengan panjang total sebesar 15,5 cm dan panjang cagak 13,2 cm mengalami peningkatan panjang pada ikan dengan panjang total sebesar 17,5 cm dan panjang cagak 15 cm.

Dari Gambar 10 dan Gambar 12, dapat disimpulkan bahwa ikan yang tertangkap umumnya ditangkap pada ukuran ikan saat matang gonad yang pertama kali (length at first maturity). Ikan yang tertangkap di bawah length at first maturity berjumlah 4 ekor (20%), sedangkan Ikan yang tertangkap di atas length at first maturity berjumlah 16 ekor (80%). Hal ini berarti sumberdaya ikan lemuru di Bojonegara sebagian besar di atas ukuran layak tangkap dan

0 1 2 3 4 5 6 7 8

3-3,1 3,2-3,3 3,4-3,5 3,6-3,7 3,8-3,9

fr

ekue

n

si


(56)

keberlanjutan sumberdaya ikan dapat diharapkan. Hal ini karena hasil tangkapan didominasi oleh ikan-ikan dewasa.

Gambar 10 Panjang ikan lemuru hasil tangkapan bulan Maret dan Mei 2010. Berat ikan lemuru yang tertangkap berkisar antara 20 - 60 gram. Berat maksimal ikan lemuru yang tertangkap yaitu sebesar 60 gram sedangkan berat minimal ikan lemuru yang tertangkap yaitu sebesar 20 gram (Gambar 11). Ikan yang tertangkap dengan berat ukuran 20, 40, 45, 50, 55 dan 60 gram yaitu masing-masing sebanyak 1, 4, 3, 1, 8, 2 dan 1 ekor atau masing-masing-masing-masing 5, 20, 15, 5, 40, 10 dan 5 persen.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

P

an

ja

n

g

(c

m

)

Panjang total Panjang cagak

16,3 Lm


(1)

Lampiran 13 Unit penangkapan payang

Kapal


(2)

Lampiran 14 Unit penangkapan payang ampera

Kapal


(3)

Lampiran 15 Unit penangkapan payang bondet

Kapal


(4)

Lampiran 16 Unit penangkapan jaring koped (jaring insang)

Kapal


(5)

Lampiran 17 Unit penangkapan pancing

Kapal


(6)

Lampiran 18 Hasil tangkapan utama

Nama alat tangkap: Payang Nama alat tangkap: Payang Ampera

Teri (Stolephorus commersonnii) Lemuru (Sardinella longiceps)

Nama alat tangkap: Payang Bondet Nama alat tangkap: Jaring Insang

Belanak (Valamugil speigleri) Kembung (Rastrelliger kanagurta)

Nama alat tangkap: Pancing