Metode uji daya antiinflamasi

juga mengurangi bioavailabilitas asam arakhidonat. Obat ini cepat diserap sesudah pemberian secara oral, tetapi bioavailabilitas sistemiknya hanya antara 30-70 karena metabolisme lintas pertama Katzung, 2001.

5. Metode uji daya antiinflamasi

Secara umum, model inflamasi dibedakan menjadi dua, sesuai dengan jenis inflamasi, yaitu model inflamasi akut dan model inflamasi kronik. Inflamasi akut dapat dibuat dengan berbagai cara, yaitu dengan induksi udema kaki tikus, pembentukan eritema respon kemerahan dan pembentukan eksudasi inflamasi, sedangkan inflamasi kronis dibuat dengan pembentukan granuloma dan induksi artritis Gryglewski, 1977. Beberapa metode yang dapat dipakai untuk mengukur daya antiinflamasi adalah sebagai berikut: a. Uji eritema Eritema kemerahan merupakan tanda awal dari reaksi inflamasi. Timbulnya eritema adalah akibat dari terjadinya sejumlah iritan kimiawi seperti xilem, minyak kroton, vesikan, histamin, dan bradikinin Gryglewski, 1977. Eritema ini dapat diamati dua jam setelah kulit diradiasi dengan sinar UV. Kelemahan metode ini adalah eritema dapat dihambat oleh obat yang kerjanya tidak menghambat sintesa prostaglandin Turner, 1965. b. Induksi udema telapak kaki belakang Pada metode ini induksi udem dilakukan pada kaki hewan percobaan yaitu tikus jantan atau betina, dengan cara penyuntikan suspensi karagenin secara sublantar pada telapak kaki kiri bagian belakang. Ukuran udema kaki diukur dengan alat plestimometer segera setelah injeksi Khanna dan Sarma, 2001. Aktivitas anti-inflamasi obat ditunjukkan oleh kemampuannya mengurangi udema yang diinduksi pada kaki tikus Vogel, 2002. Keuntungan metode ini antara lain cepat waktu yang dibutuhkan tidak terlalu lama dan pengukuran volume udema dapat dilakukan dengan lebih akurat dan objektif, mudah dilakukan karena caranya mudah diamati atau visible. Kekurangan teknik penyuntikan pada telapak kaki tikus atau jika penyuntikan karagenin secara subplantar tersebut tidak menjamin pembentukan volume udema yang seragam pada hewan percobaan, akan dapat mempengaruhi nilai simpangan pada masing-masing kelompok tikus yang cukup besar Gryglewski, 1977. c. Tes granuloma Hewan uji berupa tikus putih betina galur Wistar diinjeksi bagian punggung secara subkutan dengan 10-25 ml udara, kemudian 0,50 ml minyak kapas sebagai senyawa iritan. Pada hari kedua setelah pembentukan kantong, udara dihampakan. Pada hari keempat, kantung dibuka dan cairan eksudat disedot, selanjutnya diukur volume cairannya Turner, 1965. Persen inhibisi granuloma dihitung dengan membandingkan volume cairan eksudat kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol Khanna dan Sarma, 2001. Model percobaan ini lebih responsif untuk uji obat antiinflamasi steroid daripada nonsteroid Turner, 1965. d. Induksi artritis Uji ini dilakukan dengan injeksi subkutan ataupun suspensi intrakutan Mycobacterium butyricum dalam minyak mineral. Respon inflamasi lokal ditunjukkan dengan terbentuknya udema yang diikuti dengan timbulnya penyakit sistemik imun yang memberikan gejala pembengkakan tungkai dan lengan, hiperpireksida lokal dan munculnya benjolan pada telinga dan ekor Gryglewski, 1977. e. Percobaan in vitro Percobaan in vitro berguna untuk mengetahui peran dan pengaruh substansi-substansi fisiologis seperti histamin, bradikinin, prostaglandin, dan lainl-lain dalam terjadinya inflamasi. Contoh beberapa percobaan in vitro adalah : penghambatan ikatan reseptor 3H-bradikinin, ikatan reseptor neurokinin, dan uji kemotaksis leukosit polimorfonuklear Vogel, 2002. Metode uji yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode Langford termodifikasi dengan induksi udema telapak kaki belakang. Pada metode ini induksi udem dilakukan pada kaki hewan percobaan yaitu tikus jantan atau betina, dengan cara penyuntikan suspensi karagenin secara sublantar pada telapak kaki kiri bagian belakang. Ukuran udema kaki diukur dengan alat plestimometer segera setelah injeksi Khanna dan Sarma, 2001. Aktivitas anti-inflamasi obat ditunjukkan oleh kemampuannya mengurangi udema yang diinduksi pada kaki tikus Vogel, 2002. Keuntungan metode ini antara lain cepat waktu yang dibutuhkan tidak terlalu lama dan pengukuran volume udema dapat dilakukan dengan lebih akurat dan objektif, mudah dilakukan karena caranya mudah diamati atau visible. Kekurangan teknik penyuntikan pada telapak kaki tikus atau jika penyuntikan karagenin secara subplantar tersebut tidak menjamin pembentukan volume udema yang seragam pada hewan percobaan, akan dapat mempengaruhi nilai simpangan pada masing- masing kelompok tikus yang cukup besar Gryglewski, 1977. Dasar metode ini adalah dengan membuat udema pada telapak kaki belakang mencit menggunakan karagenin 1, Kemudian diukur besar udemnya dengan menggunakan jangka sorong mulai dari menit ke-0 sampai jam ke-6 setiap 15 menit pada jam pertama dan 30 menit mulai jam ke dua sampai jam keenam. Prosentase daya antiinflamasi dapat dihitung dari perubahan bobot kaki hewan uji.

E. Kalium Diklofenak