26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian rancangan eksperimental murni, dengan rancangan penelitian acak lengkap pola satu arah. Penelitian ini dilakukan di
Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia, Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, dan Laboratorium Mikrobiologi, Balai
Laboratorium Kesehatan Yogyakarta.
B. Variabel dan Definisi Operasional
1.
Variabel penelitian a.
Variabel bebas
: Fraksi petroleum eter, kloroform, etanol dengan konsentrasi 50 bv ; 25 bv ; 12,5 bv ; 6,25 bv dan 3,125 bv.
b. Variabel tergantung : Diameter zona hambat, Rf.
c. Variabel terkendali : Waktu inkubasi 24 jam, suhu inkubasi 37
C, jenis bakteri uji, volume suspensi bakteri uji yang di inokulasikan dalam media 50
µL, konsentrasi suspensi mikroba uji setara dengan larutan standar Mc. Farland
II 6 x 10
8
CFUmL, tempat tumbuh tanaman, suhu pengeringan ± 45
C.
d. Variabel tak terkendali: Umur tanaman.
2. Definisi operasional
a. Aktivitas antimikroba adalah kemampuan fraksi petroleum eter, kloroform,
etanol bunga pulu untuk menghambat atau membunuh mikroba uji Staphylococcus aureus
ATCC 25923, Escherichia coli ATCC 32518, dan Candida albicans
ATCC 10231. b.
Sampel bunga pulu adalah kumpulan bunga-bunga yang terkumpul dalam satu karangan atau satuan bunga yang menyusun bunga majemuk tanpa daun
pelindung. c.
Zona hambat adalah zona jernih pada media agar yang telah ditanami bakteri uji, yang terbentuk disekitar lubang sumuran.
C. Bahan dan Alat Penelitian
1. Bahan
a. Bunga pulu Carthamus tintorius L. diperoleh dari petani Bapak Mubarak
pada tanggal 15 Agustus 2012, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. b.
Bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Candida albicans diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Balai Laboratorium Kesehatan
Yogyakarta. c.
Medium Nutrien Agar Oxoid®, Media Potato Dextrose Agar Oxoid®, DMSO Merck®, Alkohol Jayamas Medica Industri®, Kloroform Merck®, Etanol
96 Brataco®, Petroleum eter teknis Brataco®, Ketoconazole Indofarma®, Amoksisillin Hexpharm Jaya®.
2. Alat
Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat gelas, yaitu Erlenmeyer, tabung reaksi, corong, labu ukur, pipet tetes, pH meter, cawan petri, batang pengaduk, gelas
ukur, sendok, pelubang sumuran, Platform Shaker Innova
TM
2100, autoclave Model KT-40, ALP Co. Ltd Hamurasi Tokyo Japan, oven memmert, rotary evaporator
Janke dan Kunkel, Ika-labotechnik, RV 05-ST, inkubator Mammert tipe BE 400, GmbH + CoKG-D91126, Swahaban FRG Germany microbiological safety cabinet,
neraca analitik Scaltec Instruments Heiligen stadt Germany, densicheck Vitek®, bunsen, jarum ose, flakon, tempat pengembangan Chamber KLT, mikrokapiler,
penyangga lempeng kaca, kertas saring, lempeng kromatografi lapis tipis.
D. Tata Cara Penelitian
1. Determinasi bunga pulu
Bunga pulu dideterminasi dengan mencocokan ciri-ciri tanaman dengan yang dimiliki tanaman bunga pulu Carthamus tintorius L. menggunakan pustaka acuan
Idtools 2003.
2. Pengumpulan bahan
Bunga pulu didapat dari Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Bagian yang diambil adalah bagian dasar bunga hingga pucuk bunga. Bunga diambil pada sore hari,
kemudian dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan pengotor kemudian ditiriskan untuk menghilangkan sisa-sisa air cucian.
3. Pengeringan dan pembuatan serbuk
Pengeringan dilakukan dengan memasukkan bunga ke dalam oven ± 3 hari dengan suhu 45
C. Pengeringan dilakukan hingga bunga tersebut mudah dipatahkan. Daun diserbuk dengan menggunakan mesin penyerbuk, serbuk yang diperoleh, diayak
dengan mengunakan pengayak no. 40 sehingga diperoleh serbuk dengan ukuran partikel yang homogen.
4. Ekstraksi bertingkat serbuk bunga pulu
Ditimbang 300 g serbuk bunga pulu, dimasukkan dalam erlenmeyer dan ditambah pelarut petroleum eter sampai serbuk terendam semua. Erlenmeyer ditutup
rapat dengan alumunium foil, digojog menggunakan shaker selama 3 hari, kemudian disaring dengan corong Buchner. Filtratnya diuapkan dengan rotary evaporator dan
dipekatkan di atas penangas air hingga didapatkan fraksi protelum eter. Ampas I sisa petroleum eter dibiarkan menguap dimaserasi dengan cairan penyari kloroform selama
kurang lebih 3 hari dengan shaker dan ditutup dengan alumunium foil. Ampas II sisa kloroform dibiarkan menguap dan filtrat kloroform. Filtrat kloroform ini diuapkan
dengan rotary evaporator dan dipekatkan diatas penangas air hingga didapatkan fraksi kental kloroform. Ampas II dimaserasi dengan etanol 96 kurang lebih 3 hari dengan
shaker dan ditutup dengan alumunium foil. Saring dengan corong Buchner hingga
didapat filtrat etanol dan ampas III disisihkan. Filtrat etanol diuapkan dengan rotary evaporator
dan dipekatkan di atas penangas air hingga didapatkan fraksi etanol.
5. Pengujian potensi antimikroba
a. Penyiapan stok mikroba uji
Diambil dari kultur mikroba simpanan menggunakan jarum ose steril sebanyak 1 hingga 2 koloni tunggal. Diinokulasikan pada 5 mL Nutrien Agar miring
dan diinkubasi selama 24 jam dan pada suhu 37 C.
b. Pembuatan suspensi mikroba uji
Pembuatan suspensi mikroba dilakukan dengan mengambil 1-2 ose mikroba dari stok yang telah dibuat sebelumnya, diinokulasikan pada 5 mL media Nutrien
Broth, suspensi tersebut diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 C, kemudian
divortex, diambil 1 mL suspensi tersebut ditambah NB dan disetarakan kekeruhannya dengan larutan standar Mc. Farland II 6 x10
8
CFUmL menggunakan alat Densicheck.
c. Pembuatan variasi konsentrasi larutan uji
Larutan yang digunakan untuk uji antimikroba didapatkan dengan melarutkan fraksi petroleum eter, kloroform, etanol dengan DMSO. Fraksi masing-
masing dibuat dalam berbagai variasi konsentrasi 50 bv ; 25 bv ; 12,5 bv ; 6,25 bv dan 3,125 bv.
Pembuatan masing-masing fraksi dengan konsentrasi 50 stok larutan uji dibuat dengan cara ekstrak kental hasil penyarian yang diperoleh ditimbang
sejumlah 5 g yang kemudian dilarutkan ke dalam 10 mL DMSO untuk masing- masing fraksi. Stok larutan uji yang dibuat, dapat dibuat variasi konsentrasi larutan
uji sebagai berikut:
Tabel I . Pembuatan variasi konsentrasi uji
d. Uji potensi antimikroba
1 Pembiakan suspensi bakteri dan fungi secara pour plate.
Mula-mula dari suspensi mikroba uji diambil sebanyak 0,2 mL, diinokulasikan kedalam 20 mL media NA dalam tabung reaksi dan divortex. NA
yang telah bercampur dengan suspensi tersebut dituang kedalam petri steril kemudian digoyang-goyang dan biarkan memadat.
2 Uji potensi antimikroba dilakukan dengan metode difusi sumuran
Larutan uji dibuat variasi konsentrasi 50 bv; 25bv; 12,5bv; 6,25bv dan 3,125bv. Setelah pembiakan suspensi bakteri secara pour
Konsentrasi Larutan Uji bv
Volume yang diambil dari stok larutan uji mL
Di add dengan DMSO sampai mL
25 5,0
10 12,5
5,0 10
6,25 5,0
10 3,125
5,0 10
plate , dibuat sumuran dengan menggunakan pelubang sumuran no.4
berdiameter 8 mm sebanyak 7 sumuran. Tiap lubang sumuran masing-masing ditambal dengan 50 µL setelah memadat kemudian diisi 50 µL dengan fraksi
petroleum eter, kloroform, dan etanol yang berkonsentrasi 50 bv; 25 bv; 12,5 bv; 6,25 bv dan 3,125 bv. Amoksisilin 0,0005 mgmL sebagai
kontrol positif untuk Staphylococcus aureus, Escherechia coli dan Ketoconazole 0,1 gmL untuk Candida albicans. DMSO sebagai kontrol negatif dari fraksi
petroleum, kloroform dan etanol. Petri-petri tersebut diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37
C kemudian diamati ada tidaknya zona hambat disekitar sumuran. Zona hambat yang terbentuk diukur dengan penggaris. Pada uji potensi
antimikroba ini direplikasi sebanyak 3 kali untuk masing-masing fraksi. e.
Pengukuran KHM dengan metode dilusi padat Uji potensi antimikroba pada metode difusi didapatkan konsentrasi
terkecil dari fraksi petroleum eter, kloroform, dan etanol yang dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus, Escherechia coli, dan Candida albicans.
Konsentrasi terkecil tersebut dibuat rentang konsentrasi yang lebih rendah sebanyak variasi konsentrasi untuk mengetahui besarnya kadar hambat minimal dari masing-
masing fraksi. Fraksi petroleum eter, kloroform, dan etanol dibuat variasi konsentrasi, mula-mula pengujian dilakukan dengan membuat suspensi bakteri yang
disetarakan kekeruhannya dengan larutan standar Mc. Farland II 6 x 10
8
CFUmL menggunakan alat Densicheck. Suspensi tersebut diambil 0,5 mL, ditambah dengan
kadar tertentu dan dicampur rata dengan 30 mL media. Setelah itu dituang dalam
cawan petri dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 C. Diamati banyak sedikit
atau ada tidaknya pertumbuhan bakteri uji pada berbagai variasi konsentrasi dengan ditandai suatu notasi tertentu. Larutan uji untuk fraksi petroleum eter, kloroform,
dan etanol dibuat masing-masing dengan cara yang sama.
6. Identifikasi kandungan senyawa bunga pulu dengan uji tabung.
a. Uji pendahuluan
Dua gram serbuk bunga pulu dipanaskan dengan 10 mL air selama 30 menit diatas air mendidih. Larutan yang diperoleh disaring menggunakan kapas.
Jika larutan menjadi berwarna kuning sampai merah dan bila pada saat penambahan KOH warna larutan menjadi lebih intensif berarti menunjukkan adanya senyawa
yang mengandung kromofor dengan gugus hidrofilik. b.
Uji alkaloid Dua gram serbuk dimasukkan dalam tabung reaksi besar, tambahkan asam
klorida 1 10 mL, dipanaskan selama 30 menit dalam penangas air mendidih. Suspensi disaring dengan kapas kedalam tabung reaksi A dan tabung reaksi B sama
banyak. Larutan A dibagi dua sama banyak, lalu ke dalam tabung reaksi A-1 ditambah pereaksi Dragendorff 3 tetes dan larutan A-2 ditambah dengan pereaksi
Mayer 3 tetes. Terbentuknya endapan dengan kedua pereaksi tersebut menunjukkan adanya alkaloid.
c. Uji tanin
Dua gram serbuk bunga pulu dipanaskan dengan 10 mL air selama 30 menit diatas penangas air. Disaring 5 mL filtrat ditambah 1 mL larutan NaCl 2,
bila terjadi suspensi atau endapan, disaring melalui kertas saring. Filtrat ditambah 5 mL larutan gelatin 1. Bila terbentuk endapan berarti menunjukan adanya tanin
atau zat samak. d.
Uji antrakinon Tiga ratus mg serbuk bunga pulu didihkan 2 menit dengan 10 mL kalium
hidroksida 0,5 N dan 1 mL larutan hidrogen peroksida. Setelah dingin suspensi disaring menggunakan kapas. Lima mL filtrat ditambah 10 tetes asam asetat sampai
pH 5. Ditambahkan 10 mL toluene. Lima mL lapisan atas dipisahkan dengan dipipet dan dimasukkan dalam tabung reaksi. Ditambah kalium hidroksida 0,5 N, bila
didapatkan warna merah pada lapisan air berarti menunjukan adanya senyawa antrakinon.
e. Uji polifenol
Dua gram serbuk bunga pulu dipanaskan dengan 10 mL air selama 10 menit dalam penangas air mendidih. Disaring panas-panas, setelah dingin ditambah
3 tetes pereaksi besi III klorida. Bila didapatkan warna hijau-biru menunjukan adanya polifenol. Uji diulang dengan filtrat hasil pendidihan 2 g serbuk dengan 9-
10 ml etanol 80 selama 10 menit dalam penangas air.
f. Uji saponin
Seratus mg serbuk bunga pulu ditambahkan 10 mL air suling kedalam tabung reaksi, ditutup dan dikocok kuat-kuat selama 30 detik. Tabung dibiarkan
dalam posisi tegak selama 30 menit. Apabila terbentuk buih setinggi kurang lebih 3 cm dari permukaan cairan, maka menunjukan adanya saponin, uji lain dilakukan
dengan menggunakan pipet kapiler diameter 1 mm, panjang 12,5 cm. Larutan hasil pemanasan 2 g serbuk bunga pulu dengan 10 mL air dipanaskan selama 30 menit
diatas penangas air. Setelah disaring filtrat dimasukkan kedalam pipa kapiler penuh- penuh. Kapiler diletakkan dalam posisi tegak vertikal, lalu cairan dibiarkan
mengalir bebas. Tinggi air suling yang diperlukan sama. Bila didapatkan tinggi cairan yang diuji setengah atau kurang dari tinggi air suling maka menunjukkan
adanya saponin. g.
Uji minyak atsiri Sebanyak 10 g serbuk ditambah 20 mL eter, dikocok kemudian disaring,
filtrat yang didapat dikeringuapkan. Bila sedikit berbau aromatik, larutan residu ditambahkan dengan sedikit etanol, uapkan lagi sampai kering. Bila terjadi bau
aromatik spesifik menunjukan adanya minyak atsiri. h.
Uji flavonoid Sebanyak 0,2 g serbuk dilarutkan kedalam NaOH terjadi pembentukan
intensitas warna kuning. Dengan penambahan HCl intensitas warna kuning berubah mengindikasikan adanya flavonoid.
E. Kromatografi Lapis Tipis Uji Penegasan Flavonoid
Sejumlah 1 gram serbuk diekstrak menggunakan 10 mL metanol, dipanaskan diatas water bath ± 60
C disaring, kemudian filtrat ditotolkan sebanyak 25 - 30 µL pada plat KLT. Standar rutin dilarutkan dalam metanol 0,05 dan 10 µL ditotolkan
pada plat KLT. Fase diam yang digunakan adalah selulosa dengan fase gerak n-butanol : asam asetat glasial : air 40:10:50 vv. Spot dideteksi pada panjang gelombang 254
nm, 366 nm, dan pereaksi uap amonia.
F. Kromatografi Lapis Tipis Uji Penegasan Minyak Atsiri
Sejumlah 1 g serbuk diekstrak menggunakan 10 mL heksana, divortex selama 2 menit, kemudian disentrifugasi selama 3 menit. Standar terpenoid dan sampel
ditotolkan sebanyak 10 µL pada plat KLT, fase diam yang digunakan adalah silika gel 60 F
254
dengan fase gerak toluena : etil asetat 93:7 vv. Spot dideteksi pada panjang gelombang 254 nm, 366 nm, dan pereaksi vanillin asam sulfat.
G. Analisis Hasil
Uji potensi antimikroba ditunjukkan dengan data diameter zona hambat yang diperoleh dengan metode pengujian menggunakan difusi sumuran pada berbagai
variasi konsentrasi dibandingkan dengan kontrol positif dan direplikasi sebanyak 3 kali. Analisis hasil dilakukan secara deskriptif dengan membandingkan hasil antara
kelompok kontrol dan kelompok uji.
Kandungan senyawa dalam serbuk bunga pulu Carthamus tinctorius L. diperoleh dengan uji tabung dan KLT. Analisis hasil KLT bersifat deskriptif dan
komparatif, hasilnya dapat dilihat dari warna bercak yang tampak pada sinar UV 254 nm, UV 365 nm dan setelah disemprot dengan pereaksi yang sesuai dan dilihat
perolehan harga Rfnya.
38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman dilakukan di Laboratorium Botani Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma yang diidentifikasi menurut acuan Idtools
2003. Identifikasi tanaman ini bertujuan untuk memastikan bahwa tanaman yang digunakan adalah bunga pulu atau kasumba turate. Hasil determinasi menunjukkan
bahwa bunga pulu yang digunakan dalam penelitian ini memiliki nama ilmiah Carthamus tinctorius
L. dengan variasi daun dengan tepi berduri, warna bunga pada saat muda kuning
– jingga didominasi oleh jingga, dan warna bunga pada saat tua berwarna jingga.
B. Hasil Pengumpulan dan Pembersihan
Sampel berupa bunga pulu diambil dari daerah Soppeng, Sulawesi Selatan. Bunga yang diambil adalah bunga yang sudah tua yang berwarna merah karena
diharapkan kandungan senyawa yang terkandung berada dalam jumlah yang maksimal. Waktu pengambilan dilakukan pada sore hari, dengan asumsi bahwa
pada sore hari, hasil dari metabolisme suatu tanaman mencapai puncaknya, sehingga didapatkan hasil yang maksimal.
C. Hasil Pengeringan
Pengeringan dilakukan untuk mengurangi kadar air sampai kadar air dalam sampel mencapai kadar tertentu, sehingga terjamin kualitasnya yakni mencegah