BAB II ETNOGRAFI MASYARAKAT DAN KESENIAN
DI KOTA BANDA ACEH
Di antara wilayah Indonesia atau Nusantara adalah , adalah sebuah propinsi paling barat yang ada digugusan paling depan diantara propinsi lainya
yang ada di Indonesia, yaitu provinsi Acehdengan Ibu kotanya Banda Aceh.
2.1 Sejarah Kota Banda Aceh
Dalam buku tentang Sejarah Propinsi Daerah Istimewa Aceh
34
34
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Sejarah Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh, Proyek pengembangan sejarah dan Budaya daerah, DEPDIKBUD.19771978.
dan Aceh Sepanjang Abad Jilid I dijelaskan bahwa kota Banda Aceh berawal dari
Kerajaan Aceh Darussalaam yang dibangun diatas puing-puing kerajaan- kerajaan Hindu Budha seperti kerjaan Indra Purba, Kerajaan Indra Purwa,
Kerajaan Indra Patra, dan Kerajaan Indra Pura.Seiring berakhirnya kerajaan Hindu-Budha pada masa kekuasaan Sriwijaya. Dari penemuan batu nisan di
Kampung pande yang salah satunya adalah batu nisan Sultan Firman Syah, cucu dari Sultahn Johan Syah diperoleh keterangan bahwa Banda Aceh adalah
ibukota Kerajaan Aceh Darussalaam yang dibangun pada hari Jum’at, tanggal 1 Ramadhan 601 H 22 April 1205 M yang dibangun oleh Sultan Johan Syah
setelah berhasil menaklukan kerajaan Hindu atau Budha yaitu Indra Purba dengan ibukotanya Bandar Lamuri. Tentang kota lamuri ada yang mengatakan
Lam Urik, yang sekarangterletak di Aceh Besar. Menurut Dr. N.A.Baloch dan Dr. Lance Castle yang dimaksud dengan Lamuri adalah Lamreh yang berada
di Pelabuhan Malahayati, sekarang menjadi daerah Krueng Raya diwilayah
Universitas Sumatera Utara
Aceh Besar. Sedangkan Istananya dibangun di Kuala Naga yang sekarang menjadi daerah aliran sungai Krueng Aceh didaerah Kampung Pande atau
sekarang dikenal dengan “Kandang Aceh”, dan pada masa pemerintahan cucu Sultan Alaidin Riayat Syah dibangun Istana baru diseberang Istana Kuala
Naga yang sekarang dikenal dengan Krueng Aceh dengan nama Kuta Dalam Darud Dunia yang sekarang menjadi kawasan Meuligo atau kantor Pendopo
Gubernur, dan beliau pula yang mendirikan Mesjid Jami Baiturrahman pada tahun 691 H.
35
Banda Aceh Darussalaam sebagai ibukota Kerajaan Aceh Darussalaam kini merupakan ibukota provinsi Aceh saat ini telah berusia 807 tahun
tahun2013 M dan merupakan salah satu kota Islam tertua di Asia Tenggara.Seiring dengan perkembangan Kerjaan Aceh Darusaalaam dalam
perjalanan sejarahnya telah mengalami masa gemilang dan masa-masa suram yang menggetirkan. Pada masa gemilang Kerajaan Aceh Darussalaam, saat itu
dibawah pemerintahan Sultan Alaidin Ali Mughayat Stah, Sultan Alaidin Abdul Qahar Al, Qahar, Sultan Alaidin Iskandar Muda Meukuta Alam dan
Sultanah Tajul Alam Safiatudin.Sedangkan pada masa kemunduran adalah diawali dngan pemberontakan golongan oposisi yaitu “ Kaum Wujudiyah “
yang berusaha merebut kekuasaan karena pada masa pemerintahan dipimpin oleh seorang perempuan yaitu Ratu Safiyatudiin, namun gagal yang akhirnya
mereka membuat kekacauan dengan membakar Kuta Dalam Daarud Donya dan bangunan lainnya yang ada didalam wilayah kota termasuk Mesjid Djami
Baiturrahman. Kemudian dilanjutkan dengan pecahnya perang saudara antara
35
ibid
Universitas Sumatera Utara
Sultan yang berkuasa dengan saudaranya yang peristiwa tersebut digambarkan oleh Teungku Dirukam dalam karya Sastranya Hikayat Pocut Muhamad. Lalu
kemunduran demi kemunduran terus berlanjut dengan beberapa perisitwa peperangan yang panjang pada masa kolonialisme Belanda, yaitu dengan
dimulainya Perang Sabil selama tujuh puluh tahun yang dilakukan oleh Sultan bersama Rakyat Aceh sebagai bentukperlawanan atas “ultimatum” Kerajaan
Belanda yang bertanggal 26 maret 1837. Dan pada masa pendudukan Belanda, sebagai kolonialis mereka berusaha menghancurkan jejak kegemilangan Aceh
Darussalaam sebagai kota Islam tertua di Asia Tenggara dengan mendirikan Kuta Raja sebagai langkah awal penghapusan dan penghancuran
kegemilangan kerajaan Aceh Darusalaam dan Ibukotanya Banda Aceh Darussalaam.
Sejak itulah Banda Aceh Darussalaamnamanya diganti oleh Gubernur Belanda Van Swieten ketika penyerangan Agresi ke-2 Belanda pada Kerajaan
Aceh Darussalam tanggal 24 Januari 1874 setelahberhasil menduduki Istana atau Keraton yang telah menjadi puing-puing dengan sebuah proklamasinya
yang menegaskan bahwa Bahwa Kerajaan Belanda dan Banda Aceh dinamainya dengan Kutaraja, yang kemudian disahkan oleh Gubernur Jenderal
di Batavia dengan beslit yang bertanggal 16 Maret 1874, semenjak saat itu resmilah Banda Aceh Darussalam dikebumikan dan diatas pusaranya
ditegaskan Kutaraja sebagai lambang dari Kolonialisme. Pergantian nama ini banyak menimbulkan pertentangan di kalangan
para tentara Kolonial Belanda yang pernah bertugas dan mereka beranggapan
Universitas Sumatera Utara
bahwa Van Swieten hanya mencari muka pada Kerajaan Belanda karena telah berhasil menaklukkan para pejuang Aceh dan mereka meragukannya.
Setelah 89 tahun nama Banda Aceh Darussalam telah dikubur dan Kutaraja dihidupkan, maka pada tahun 1963 Banda Aceh dihidupkan kembali,
hal ini berdasarkan Keputusan Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah bertanggal 9 Mei 1963 No. Des 52143-43. Dan semenjak tanggal
tersebut resmilah Banda Aceh menjadi nama ibukota Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan bukan lagi Kutaraja hingga saat ini.
Sejarah duka Banda Aceh ketika bencana gempa dan tsunami melanda Aceh pada hari Minggu tanggal 26 Desember 2004 jam 7.58.53 telah
menghancurkan sepertiga wilayah Banda Aceh. Ratusan ribu jiwa penduduk menjadi korban bersama dengan harta bendanya menjadi mimpi buruk bagi
warga Banda Aceh. Bencana gempa dan tsunami dengan kekuatan 8,9 SR tercatat sebagai peristiwa sejarah terbesar di dunia dalam masa dua abad
terakhir ini.Bencana tsunami di Aceh menyebabkan 230.000 orang meninggal, 36.786 hilang dan 174.000 jiwa kehilangan tempat tinggal dan mereka tinggal
di tenda-tenda pengungsian. Bencana tsunami membuka mata cakrawala dunia terhadap persoalan konflik yang berkepanjangan di Aceh, sehingga membuka
ruang komunikasi bagi pemerintah Republik Indonesia dan GAM Geraakan Aceh Merdeka yang berdasarkan atas ras kemanusiaan, hingga pada 15
Agustus 2005 pemerintah RI dan GAM sepakat untuk melakukan perjanjian damai yang ditandatangani oleh kedua pihak d kota Helsinky,Swedia
36
36
Kawilarang, Harry. ” Dari Sultan Iskandar Muda ke Helsinky”Bandar Publishing.2008.hal: 177
.Kini
Universitas Sumatera Utara
Banda Aceh telah mulai pulih kembali, kedamaian telah menjelma setelah perjanjian damai di Helsinki antara pemerintah RI dan GAM seiring dengan
proses rehabilitasi dan rekontruksi Banda Aceh yang sedang dilaksanakan. Pemerintah Aceh kembali membangun Banda Aceh yang dilakukan oleh
pemerintah pusat melalui Badan Pelaksana Rehabilitasi dan Rekontruksi Aceh dan Nias BRR
Pemerintah Aceh juga telah menetapkan kebijakan-kebijakan pembangunan yang disepakati bersama DPR Aceh yang dituangkan dalam
Rencana Strategis Kota Banda Aceh tahun 2005-2009, selanjutnya dituangkan dalam program kegiatan tahunan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Kota Banda Aceh. Dengan kedamaian yang telah diraih ini dan melalui proses rehabilitasi dan rekonstruksi, Banda Aceh mulai bangkit
kembali, cahaya terang membawa harapan untuk meraih cita-cita bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakatnya.
37
2.2 Tinjauan geografis Kota Banda Aceh.