Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di dalam manajemen, tanpa diragukan lagi pengambilan keputusan merupakan pekerjaan yang paling penting. Menurut Erlinda 2014: 53 pengambilan keputusan selalu menjadi hal yang rumit, kompleks, dan krusial pada setiap organisasi. Dalam organisasi, pengambilan keputusan biasanya didefinisikan sebagai proses memilih diantara berbagai alternatif tindakan yang berdampak pada masa depan. Oleh karena itu, fungsi manajer dalam hal pengambilan keputusan adalah fungsi paling mendasar yang harus dapat dikuasai oleh manajer, terutama pengambilan keputusan dalam berinvestasi Arfan dan Muhammad, 2005: 203. Keputusan berinvestasi pada umumnya mendasarkan pada pertimbangan yang rasional. Namun banyak bukti empiris dalam serangkaian tindakan pengambilan keputusan investasi yang menunjukkan bahwa pembuat keputusan cenderung untuk melanjutkan proyek investasi walaupun terdapat bukti proyek investasi sebelumnya ternyata tidak menguntungkan Ghosh, 1997 dalam Endah dkk, 2011 . Fenomena perilaku demikian oleh berbagai peneliti, diungkapkan dalam berbagai istilah: escalation Ross dan Staw, 1986, entrapment Brockner et al. 1986, sunk cost Staw dan Hoang, 1995, concord fallacy Arkes dan Ayton, 1999; persistence Shulz dan Chang, 2002; dan decision error Bowen, 1987. 2 Ruchala dalam Ratih 2010 menyebutkan fenomena eskalasi sebagai keputusan untuk tetap melanjutkan proyek meskipun prospek ekonominya mengindikasikan bahwa proyek tersebut harus dihentikan. Eskalasi komitmen terjadi ketika individu maupun organisasi memilih serangkaian tindakan untuk tetap bertahan meskipun tengah ada kerugian yang didapat, dimana kesempatan untuk tetap bertahan atau meninggalkan komitmen tersebut sama-sama memiliki ketidakpastian dalam konsekuensinyaStaw,1997 dalam Febri, 2015. Eskalasi sering dikaitkan dengan perilaku pengabaian atas sinyal kegagalan. Ross dan Staw 1986, dalam Rizkianto,2012 menyebutkan bahwa penyebab timbulnya fenomena eskalasi diantaranya dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti psikologis, sosial, faktor organisasi dan proyek. Faktor psikologis dan sosial menunjukkan pada kehadiran ego dan keinginan untuk menjaga reputasi diri yang membuat seseorang enggan mengakui kesalahan dan kegagalan. Faktor organisasi menunjukkan adanya permainan politik yang membawa pada minat terselubung yang ditunjukkan oleh beberapa orang berpengaruh dalam organisasi. Sementara itu, faktor proyek lebih menunjukkan pada tingkat return kegiatan bisnis yang tidak segera dicapai. Hal ini mendorong manajer cenderung untuk terus melakukan tindakan tunggu dan lihat wait and see perkembangan dari tingkat return tersebut. Sany Dwita 2007: 2 menyebutkan bahwa eskalasi komitmen dapat menyebabkan kerugian yang lebih besar bagi perusahaan dibandingkan 3 dengan keputusan menghentikan proyek segera setelah menunjukkan prospek yang buruk. Eskalasi dapat menyebabkan kebangkrutan bagi organisasi atau perusahaan. Teori Keagenan menawarkan penjelasan mengenai fenomena eskalasi tersebut. Sandi dan Sukirno 2014 :3 menyebutkan bahwa dalam teori keagenan agency theory ketidakseimbangan informasi yang terjadi antara principal pemilik dengan agent manager akan mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh manager . Salah satu masalah yang dapat ditimbulkan dari suatu ketidakseimbangan informasi adalah adverse selection. Adverse selection dapat diartikan sebagai keadaan adanya ketidakseimbangan informasi antara pemilik dan manager dan manager tersebut memiliki kesempatan untuk melalaikan tugas incentive to shirk, dan pada akhirnya keputusan yang dibuat manager tersebut akan menguntungkan dirinya saja dan tidak memaksimalkan keuntungan yang diharapkan perusahaan yakni dengan tetap melanjutkan pembiayaan proyek meskipun mengindikasikan kegagalan dalam prospek ekonominya Harison dan Herrel dalam Endah, 2010. Scott 2000 dalam Endah, 2010 menyatakan bahwa pada kondisi adverse selection, manajer mengetahui lebih banyak tentang keadaan dan prospek perusahaan dibanding prinsipal. Fakta-fakta yang mungkin dapat mempengaruhi keputusan yang dapat diambil oleh prinsipal tersebut tidak disampaikan informasinya. Adanya kesempatan untuk memiliki informasi privat dan juga melalaikan tugas tersebut memberikan peluang bagi manajer 4 untuk mengambil keputusan tetap melanjutkan proyek meskipun mengindikasikan kegagalan eskalasi. Kanodia dalam Effriyanti 2005 menyebutkan eskalasi sebagai keputusan manajer yang tidak rasional. Hal tersebut dikarenakan secara langsung maupun tak langsung manajer cenderung mengabaikan kepentingan perusahaan dan lebih mementingkan kepentingan ekonomi pribadinya. Pertimbangan lain seorang manajer dalam mengambil keputusan melanjutkan pembiayaan proyek adalah framing atau pembingkaian informasi. Framing berkaitan dengan bagaimana individu merasakan atau menstruktur suatu keputusan Main dan Lambert dalam Sahmuddin, 2003. Gasiaswaty 2009 menyebutkan bahwa framing sangat erat kaitannya dengan titik referensi, yaitu sebuah titik yang dijadikan patokan dalam perbandingan. Dalam framing, titik referensi ini menjadi bingkai seseorang dalam mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan. Kemungkinan- kemungkinan yang telah terframing tersebutlah yang kemudian dievaluasi oleh pembuat keputusan. Pada konteks keputusan terhadap proyek yang mengindikasikan kegagalan, biaya yang telah dikeluarkan sunk cost bertindak sebagai titik referensi bagi manajer dalam membuat keputusan. Fakta bahwa proyek mulai menunjukkan prospek yang negatif membawa pada beberapa kemungkinan diantaranya yaitu kemungkinan kerugiankeuntungan yang pasti terjadi dan kemungkinan kerugiankeuntungan di masa mendatang yang 5 kurang pasti. Ketika kemungkinan-kemungkinan tersebut diframing secara positif, maka informasi mengenai keuntungan akan lebih ditonjolkan. Ketika kemungkinan-kemungkinan tersebut diframing secara negatif, maka informasi mengenai kerugian yang akan lebih ditonjolkan. Bateman dan Zeithaml dalam Koroy 2008 menyatakan bahwa ketika informasi disajikan dalam bingkai keputusan negatif, pengambil keputusan cenderung untuk mencari resiko dengan melanjutkan proyek. Sementara pada informasi yang disajikan dalam bingkai positif, pengambil keputusan akan cenderung menghindari resiko dengan tidak melanjutkan proyek. Berbeda dengan teori keagenan yang menjelaskan kondisi adverse selection, teori yang digunakan dalam menguji bias framing ini adalah teori prospek . Teori ini mengemukakan bahwa frame yang diadopsi seseorang dapat mempengaruhi keputusannya. Dalam hal ini ketika seorang pengambil keputusan diberikan alternatif keputusan yang dibingkai secara positif maka keputusan yang diambil akan cenderung menghindari risiko atau risk averse. Sedangkan ketika informasi disajikan secara negatif maka keputusan yang diambil cenderung mengambil risiko atau risk seeking Yusnaini, 2005. Beberapa bukti empiris seperti yang ditunjukkan oleh Rudledge dan Harrel 1994 dan Rudledge 1995 juga mendukung penjelasan teori prospek tersebut. Mengenai kedua teori tersebut, telah banyak penelitian yang berusaha untuk membuktikan penjelasan kedua teori tersebut. Sharp dan Salter 1997 menemukan bahwa adverse selection dan negative 6 framing tidak berpengaruh terhadap kecenderungan eskalasi komitmen. Hasil serupa juga ditemukan oleh Dwita 2007 yang mendapati bahwa negative framing dan kondisi adverse selection ternyata tidak signifikan mengindikasikan pengaruhnya terhadap keputusan evaluasi proyek oleh manajer.Namun demikian, Salter et al. 2004 menunjukkan hasil yang berbeda, yakni terdapat pengaruh antara framing dengan adverse selection terhadap kecenderungan eskalasi komitmen. Kontroversi temuan para peneliti tersebut memotivasi peneliti untuk menguji kembali pengaruh kedua variabel yakni framing dan adverse selection terhadap kecenderungan eskalasi komitmen. Dalam hal ini peneliti ingin menguji kembali apakah dengan menggunakan teori yang sama akan memberikan hasil yang sama dengan penelitian terdahulu. Mengingat bahwa diperlukannya sebuah proses akuntabilitas yang dapat dengan efektif mengendalikan kecenderungan eskalasi yang dilakukan oleh manajer yang memulai suatu proyek. Peneliti mencoba menambahkan satu variabel pemoderasi locus of cotrol yang bertujuan untuk mengetahui apakah locus of control memoderasi pengaruh negative framing, adverse selection, serta negative framing dan adverse selection secara bersama-sama terhadap eskalasi komitmen. Konsep locus of control pertama kali diperkenalkan oleh Julian B. Rotter 1996, seorang ahli teori pembelajaran sosial. Locus of control merupakan kendali individu atas pekerjaan mereka dan kepercayaan mereka terhadap keberhasilan diri. Ada 2 tipe locus of control, yaitu 7 internal locus of control dan eksternal locus of control. Internal locus of control adalah seseorang yang percaya bahwa keberhasilan bersumber dari kemampuan dalam dirinya, sedangkan eksternal locus of control adalah seseorang yang percaya bahwa keberhasilan ditentukan oleh orang lain, takdir, dan faktor lain diluar dirinya. Andi Irfan 2009 dalam penelitiannya mengatakan bahwa manager yang memiliki tipe eksternal locus of control cenderung memiliki tingkat sensitifitas tinggi, sedangkan manager yang memiliki memiliki tipe internal locus of control cenderung memiliki tingkat sensitifitas yang rendah. Jadi, apabila seorang manager bertipe eksternal locus of control yang memiliki tingkat sensnitifitas tinggi dihadapkan pada suatu kondisi negative framing dan adverse selection atas proyek investasinya, maka manager tersebut cenderung akan menurunkan eskalasi komitmen, sedangkan manager yang bertipe internal locus of control yang memiliki tingkat sensitifitas rendah diperlakukan dengan hal yang sama, maka manager tersebut cenderung meningkatkan eskalsasi komitmen. Dari penjelasan-penjelasan sebelumnya mengenai pengambilan keputusan, eskalasi komitmen, negative framing, adverse selection, dan locus of control, maka penelitian ini akan membahas tentang “Pengaruh Negative Framming dan Adverse Selection terhadap Eskalasi Komitmen dalam Pengambilan Keputusan Investasi dengan Locus Of Control sebagai Variabel Pemoderasi”. 8

B. Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

PARTISIPASI DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN DANUSAHA KERJA SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI BAGI PARTISIPASI DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN DAN USAHA KERJA SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI BAGI PENGARUH KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP KEINGINAN UNTUK PINDAH (STUDI PADA PT.KO

0 2 15

PENGARUH PENGETAHUAN AKUNTANSI DAN LOCUS OF CONTROL DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN INVESTASI.

0 1 5

PENGARUH MONITORING CONTROL DAN KONDISI ADVERSE SELECTION TERHADAP ESKALASI KOMITMEN PENGAMBILAN KEPUTUSAN INVESTASI DENGAN GENDER DAN LOCUS OF CONTROL SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI.

1 1 161

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN MANAJER DAN KEEFEKTIFAN MONITORING CONTROL TERHADAP ESKALASI KOMITMEN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN INVESTASI.

9 50 160

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Adverse Selection dan Negative Framing terhadap Eskalasi Komitmen

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Adverse Selection dan Negative Framing terhadap Eskalasi Komitmen

0 0 12

PENGARUH NEGATIVE FRAMING DAN JOB ROTATION PADA KONDISI ADVERSE SELECTION TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN ESKALASI KOMITMEN - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 3 125

PERANAN LOCUS OF CONTROL DAN JUSTICE TERHADAP ESKALASI KOMITMEN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGANGGARAN MODAL | LOEKMAN | Berkala Ilmiah Mahasiswa Akuntansi 1 PB

0 0 7

ESKALASI KOMITMEN INDIVIDU BERDASARKAN LOCUS OF CONTROL DALAM KASUS INVESTASI Endah Suwarni

0 1 21

PENGARUH LOCUS OF CONTROL, KOMITMEN PROFESIONAL, PENGALAMAN AUDIT TERHADAP PERILAKU AKUNTAN PUBLIK DALAM KONFLIK AUDIT DENGAN KESADARAN ETIS SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI

0 0 18