Status Ekosistem Terumbu Karang TWAL Pulau Pombo

pemberian makan utama bagi 13 jenis surgeonfish dalam aturan makannya yakni: microalgivores , macroalgivores dan detrivores. Kedua terumbu karang menyediakan naungan dan perlindungan dari para predator, khususnya bagi ikan berjenis kecil dan ini mempengaruhi pola kelangsungan hidup dan kelimpahannya saat dewasa Eggleston, 1995. Ketiga terumbu karang menyediakan lingkungan yang tepat untuk kegiatan reproduksi dan penempatan larva ikan dan ini akan turut menentukan struktur komunitas ikan dewasa nantinya. Hasil studi Eckert 1987 menunjukkan bahwa larva ikan setelah tahun pertama masih hidup di terumbu karang, jenis yang hidup di patch reef , mempunyai kesempatan hidup lebih lama. Pada ikan dewasa dari jenis yang berbeda, adanya variasi yang lebar dalam rata-rata masa hidup di patch reef. Pada ikan muda, jenis yang tidak berteduh di substrat menunjukkan kematian yang lebih tinggi, jenis yang tinggal di karang bercabang secara umum mempunyai kematian rendah.

2.5. Status Ekosistem Terumbu Karang TWAL Pulau Pombo

Keberadaan dan kelangsungan peran fungsional ekosistem terumbu karang adalah penting, sebagai jaminan terhadap keberadaan dan kelangsungan hidup dari ikan-ikan karang ekonomis dan biota laut lainnya. Kerusakan terumbu karang akibat eksploitasi sumber daya laut yang berlebihan oleh manusia telah mengancam keberadaan terumbu karang dan dapat menghilangkan peran fungsionalnya, dan seperti efek domino, akibat yang ditimbulkan akan mengancam pula ikan-ikan karang, dan mengancam pula kesinambungan matapencaharian para nelayan karang, yang diawali oleh turunnya hasil tangkapan ikan karang ekonomis. Menurut Spurgeon 2005, akar permasalahan kerusakan terumbu karang diantaranya pertumbuhan penduduk, keserakahan manusia, kekurangan makanan dan kemiskinan yang impaknya penggunaan metode penangkapan yang bersifat merusak, yang dampaknya karang rusak dan mati, dan konsekuensinya adalah menurunkan hasil makanan, kehilangan biodiversitas dan penerimaan yang menurun. Laporan studi oleh Burke et al. 2002, sekitar 85 terumbu karang yang ada di Indonesia dalam keadaan terancam oleh aktifitas manusia dan persentase ancaman akibat penangkapan ikan dengan menggunakan metode yang merusak mencapai 53. Ini dapat dipahami bahwa banyak orang tergantung hidupnya pada terumbu karang, di kawasan ini terumbu karang merupakan inti dari matapencaharian bagi ratusan ribu nelayan subsisten, dan merupakan sumber sekuritas makanan disaat kesukaran di bidang pertanian Cesar, 1996, dan pertumbuhan penduduk telah menambah tekanan terhadap terumbu karang di Indonesia Burke et al., 2002. Studi oleh Hopley dan Suharsono 2000, dilaporkan bahwa d i Maluku tekanan terhadap terumbu karang akibat penangkapan ikan menggunakan bahan peledak cukup tinggi, s ekitar 65 dari hasil survei di wilayah Maluku menunjukkan kerusakan akibat bahan peledak. Fakta ini mengkuatirkan, mengingat kawasan yang terdiri dari pulau-pulau kecil dan dikelilingi oleh terumbu karang yang produktif ini, mayoritas keluarga hidup dalam komunitas pesisir yang kecil, yang diutarakan oleh Harkesa dan Novaczek 2002 bahwa paling sedikit bagian dari kehidupannya diperoleh dari eksploitasi sumber daya laut seperti ikan karang, ikan pelagis, shellfish dan ketimun laut. Meskipun minimnya informasi tentang TWAL Pulau Pombo, apa yang terjadi di Maluku demikian pula yang terjadi di TWAL Pulau Pombo. Dilaporkan bahwa tantangan dalam pengelolaan TWAL diantaranya adalah kerusakan terumbu karang akibat pemboman ikan dan bubu UNEP-WCMC, 1991. Penggunaan bahan peledak berdampak pada rusaknya terumbu karang, karang-karang dengan bentuk pertumbuhan bercabang, menjari, daun dan meja menjadi patah, sedangkan karang padatpejal dan pipihmerayap menjadi terbelah, kesemuanya akan hancur dan menjadi karang mati. Akibat lanjutan berupa turunnya kualitas sumber daya terumbu karang di TWAL Pulau Pombo, dan menurunkan kapasitas produksinya, seperti produk akhir ikan karang ekonomis. Hasil pengamatan dengan menggunakan metode manta-tow oleh Manihin 1997, dilaporkan bahwa dari keseluruhan 18 titik towing menunjukkan jejak- jejak pemboman. Berdasarkan tutupan karang hidup, kondisi terumbu karang masuk dalam kategori 3 tutupan 31 - 50 sebanyak 11 titik 61, dan kategori 2 tutupan 11 - 30 sebanyak 7 titik 39. Bila diasumsikan bahwa tanpa adanya gangguan manusia terumbu karang TWAL Pulau Pombo dalam kondisi alami, dalam kategori 5 tutupan 76 - 100, maka dengan demikian praktek penangkapan yang merusak seperti pemboman ikan , racun dan bubu telah menurunkan status terumbu karang TWAL Pulau Pombo.

2.6. Nilai Ekonomi Sumber Daya Terumbu Karang