Berdasarkan pandangan yang diutarakan oleh kedua ahli tersebut diatas dapatlah disimpulkan bahwa proses implementasi kebijaksanaan itu
sesungguhnya tidak hanya menyangkut perilaku badan – badan administratif yang bertanggungjawab untuk melaksanakan program dan
menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, melainkan pula menyangkut jaringan kekuatan – kekuatan politik, ekonomi, dan sosial
yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang terlibat, dan yang akan akhirnya berpengaruh terhadap
dampak baik yang diharapkan intended maupun yang tidak dharapkan spillover negative effects.
1. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kesuksesan dan Kegagalan
Implementasi
Menurut Andrew Dunsire 1978 dalam Solichin 2004:61 di dalam proses implementasi kebijaksanaan selalu akan terbuka
kemungkinan terjadinya Implementasi Gap, yaitu terjadinya perbedaan antara apa yang diharapkan direncanakan oleh pembuat
kebijaksanaan dengan apa yang senyatanya dicapai sebagai hasil atau prestasi dari pelaksanaan kebijaksanaan.
Banyak faktor yang mempengaruhi kesuksesan implementasi, baik itu bersifat internal maupun eksternal. Seperti
yang diungkapkan oleh Howlett dan Ramesh dalam Affandi 2010 : 18, bahwa suatu implementasi kebijakan selalu dipengaruhi oleh :
a. Kejelasan pangkal tolak permasalahan, artinya dengan mengenali
apakah pangkal tolak itu berdomain sosial, politik, ekonomi, ataupun kebudayaan akan lebih memudahkan implementator
kebijakan melaksanakan kebijakan. b.
Tingkat keakutan masalah yang dihadapi, semakin akut persoalan yang dihadapi maka akan membutuhkan waktu penyelesaian
yang lama dan pengorbanan sumber daya material maupun inmaterial yang banyak pula.
c. Ukuran kelompok yang ditargetkan, semakin kecil kelompok
target targeted groups yang dituju sebuah kebijakan publik maka akan semakin mudah dikelola ketimbang kelompok target
yang lebih besar dan mempunyai ruang lingkup yang luas. d.
Dampak perilaku yang diharapkan, jika dampak yang diinginkan semata – mata kuantitatif maka akan lebih mudah menanganinya
ketimbang dampak yang diinginkan merupakan perilaku seseorang.
Agar implementasi yang dilaksanakan dapat sukses untuk itu diperlukan paling tidak 1 pengetahuan, keahlian dan keterampilan
untuk mengelola proses kebijakan; 2 pemahaman mengenai desain kebijakan secara utuh; 3 pengetahuan mengenai keseluruhan aspek
sistem, peta, dan kondisi lingkungan aktual dimana yang bersangkutan berperan atau dimana kebijakan dilaksanakan; 4
informasi dini mengenai perkembangan pelaksanaan; 5 kemampuan
untuk mengembangkan berbagai kemungkinan langkah tindak lanjut yang berwujud policy adjustment ataupun legal reforms, system
improvement tertentu dan sebagainya. Howlett dan Ramesh 1995 : 154 – 155 dalam Puspita 2007 : 11-15
Namun demikian meskipun proses kebijakan dan implementasi dirancang sedemikian baiknya, mengandung resiko
untuk gagal. Menurut Hogwood dan Gunn 1986 dalam Solichin 2004:61 membaginya kedalam dua kategori, yaitu tidak
terimplementasikan non implementation dan implementasi yang tidak berhasil unsuccesfull implemtation. Tidak terimplementasikan
mengandung arti bahwa suatu kebijakan tidak dilaksanakan sesuai dengan rencana, mungkin karena pihak – pihak yang terlibat tidak
mampu bekerjasama, tidak efisien ataupun permasalahan yang digarap diluar jangkauan kekuasaanya sehingga betapa pun gigihnya
mereka, hambatan – hambatan yang ada tidak tertanggulangi. Sementara itu, implementasi yang tidak berhasil biasanya terjadi
manakala suatu kebijakan tertentu telah dilaksanakan sesuai dengan rencana, namun kondisi eksternal ternyata tidak menguntungkan
misalnya terjadi pergantian kekuasaan, bencana alam, dan sebagainya.
2. Pendekatan Implementasi