29
4.1. Analisa Mutu
Perubahan fisik, kimia dan mikrobiologi, diamati untuk melihat pengaruh perlakuan jenis kemasan dan suhu penyimpanan terhadap perubahan mutu produk.
Analisis mutu yang dilakukan meliputi pengujian ketengikan Bilangan Thiobarbituric Acid, uji mikrobiologi Total Plate Count, derajat keasaman pH
dan Total Asam Tertitrasi TAT. Hasil analisa mutu tersebut diuji secara statistik untuk mengetahui sejauh mana perlakukan yang diberikan memberikan pengaruh
nyata terhadap sampel. Perubahan mutu masing-masing uji dan hasil sidik ragam secara statistik lebih lanjut dijelaskan pada sub bab berikut ini.
4.1.1. Uji Ketengikan Bilangan Thiobarbituric Acid
Pada penelitian ini, sop daun Torbangun dibuat dengan menambahkan santan, seperti yang biasa dilakukan oleh masyarakat Batak. Santan merupakan
produk pangan yang mengandung air, protein dan lemak yang cukup tinggi. Komponen tersebut merupakan media tumbuh yang baik bagi mikroorganisme
pembusuk. Kandungan lemak dalam produk ini juga menyebabkan produk rentan terhadap proses oksidasi, sehingga santan dalam sop menjadi rusak dan tengik.
Proses ketengikan ini perlu dihindari jika sop ditujukan untuk disimpan dalam jangka waktu lama. Ketengikan merupakan salah satu kerusakan lemak yang
menyebabkan bahan pangan berlemak mempunyai bau dan rasa yang tidak enak. Kerusakan ini dapat menurunkan mutu dan nilai gizi bahan pangan berlemak.
Nilai ketengikan sop selama penyimpanan dengan berbagai jenis kemasan dapat dilihat melalui pengujian bilangan Thiobarbituric Acid TBA. Bilangan
TBA merupakan petunjuk terjadinya degradasi sekunder terhadap senyawa lemak yang membentuk senyawa aldehida. Rincian data hasil uji bilangan TBA ini
disajikan pada Lampiran 5a, 5b, dan 5c. Dari data tersebut terlihat bahwa produk yang dikemas dengan gelas menunjukkan nilai TBA antara 0,27585 mgkg
malonaldehide dan 0,4597 mgkg malonaldehide untuk suhu 3-5
o
C, 0,27585 mgkg malonaldehide hingga 0,43000 mgkg malonaldehide untuk suhu 10-12
o
C serta antara 0,27585 mgkg malonaldehide dan 0,38955 mgkg malonaldehide
untuk suhu 27-30
o
C.
30 Nilai TBA sop daun Torbangun yang dikemas dalam kemasan LDPE suhu
3-5
o
C yaitu berkisar antara 0,27585 mgkg malonaldehide dan 0,4637 mgkg malonaldehide, suhu 10-12
o
C yang bernilai 0,27585 mgkg malonaldehide hingga 0,4621 mgkg malonaldehide, sedangkan suhu 27-30
o
C memiliki kisaran nilai TBA 0,27585 mgkg malonaldehide hingga 0,41935 mgkg malonaldehide.
Kemasan yang ketiga yaitu microwavable plastik CPET untuk suhu 3-5
o
C memiliki kisaran nilai TBA sebesar 0,27585 mgkg malonaldehide hingga 0,4161
mgkg malonaldehide, sedangkan untuk suhu 10-12 ˚C nilai TBA yang terukur
sebesar 0,27585 mgkg malonaldehide hingga 0,4235 mgkg malonaldehide, dan pada suhu 27-30
o
C sebesar 0,27585 mgkg malonaldehide hingga 0,3535 mgkg malonaldehide. Data tersebut secara lengkap disajikan dalam bentuk grafik pada
Gambar 7.
0.25 0.30
0.35 0.40
0.45 0.50
2 4
6 8
Lama penyimpanan hari B
ila nga
n TB
A m
gk g
m a
lona lde
h ide
A1B1 A1B2
A1B3 A2B1
A2B2 A2B3
A3B1 A3B2
A3B3
Keterangan : A1 : Kemasan Gelas
B1 : suhu 3-5
o
C A2 : Kemasan LDPE
B2 : suhu 10-12
o
C A3 : Kemasan Microwavable Plastic
B3 : suhu 27-30
o
C
Gambar 7. Grafik hasil uji bilangan TBA mgkg malonaldehide Dari Gambar 7 terlihat terlihat peningkatan nilai bilangan TBA pada setiap
kemasan dan suhu selama waktu penyimpanan. Hasil analisis ragam terhadap bilangan TBA yang terdapat pada Lampiran 41-45 menunjukkan bahwa bilangan
31 TBA sop daun Torbangun dipengaruhi secara nyata oleh faktor suhu pada taraf
5 pada hari kedua. Nilai TBA semakin meningkat dengan meningkatnya suhu penyimpanan.
Kecenderungan yang sama juga diperoleh dari penelitian Anggraeni 2002, untuk produk cendol dalam kemasan.
Peningkatan nilai bilangan TBA ini dapat digunakan sebagai salah satu parameter mutu untuk menentukan suhu
penyimpanan terbaik produk sop daun Torbangun. Suhu merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap stabilitas bahan pangan selama penyimpanan.
Berdasarkan uji lanjut Duncan yang dilakukan, penyimpanan pada suhu 3-5
o
C tidak berbeda nyata dengan suhu 12-15
o
C. Nilai bilangan TBA pada kedua suhu ini cenderung lebih rendah dibandingkan suhu yang lebih tinggi yaitu pada shu
27-30
o
C. Penyimpanan pada suhu yang rendah dapat menekan laju peningkatan nilai TBA produk.
0.325 0.335
0.345 0.355
0.365
3-5˚C 10-12˚C
27-30˚C
Suhu penyimpanan T
B A
m g
k g
m a
lo n
a ld
e h
id e
Gambar 8. Grafik pengaruh suhu terhadap nilai bilangan TBA Kecepatan oksidasi lemak yang dibiarkan di udara akan bertambah dengan
kenaikan suhu dan berkurang dengan penurunan suhu Ketaren, 1986. Kondisi penyimpanan dingin akan memperlambat ketengikan dikarenakan proses oksidasi
di dalam produk yang terhambat. Reaksi oksidasi tersebut akan menyebabkan terjadinya ketengikan yang akan mempengaruhi umur simpan bahan pangan.
Selain itu, penggunaan suhu rendah dapat dilakukan untuk menghambat atau mencegah reaksi-reaksi kimia enzimatis atau mikrobiologi Fardiaz, 1982.
32 Dari Gambar 7 terlihat bahwa semakin lama disimpan, nilai rata-rata TBA
cenderung semakin meningkat. Peningkatan bilangan TBA selama penyimpanan disebabkan karena terjadi kerusakan lemak yang menyebabkan timbulnya bau dan
rasa tengik akibat reaksi oksidasi antara asam lemak tidak jenuh yang terdapat dalam produk dengan udara Winarno, 1984. Beberapa penelitian lain yang
memperoleh hasil serupa seperti Ariyanti 2003 untuk produk abon ayam kampung dengan penambahan kunyit serta Hartati 2001 untuk produk bumbu
masak siap pakai. Nilai bilangan TBA tergantung pada beberapa faktor, diantaranya jumlah lipid, kondisi penyimpanan, dan komponen lain yang ada
bersama lipid seperti logam berat, logam porfirin, dan enzim-enzim lipoksidase Winarno, 1986.
Nilai TBA pada sup daun Torbangun ini tergolong cukup rendah. Menurut Theime yang dikutip oleh Ketaren 1986 rendahnya bilangan TBA berkaitan
dengan kandungan asam lemak tidak jenuh suatu produk. Sop daun Torbangun dibuat dengan santan kelapa yang memiliki asam lemak tak jenuh sekitar 6,5-
11,8. Selain dikarenakan rendahnya kandungan asam lemak tak jenuh, rendahnya nilai TBA berarti kemasan efektif melindungi produk terhadap
pengaruh lingkungan khususnya udara sehingga reaksi oksidasi terhambat dan produk tidak mudah tengik.
Nilai TBA yang rendah dapat mengindikasikan bahwa off flavour atau degradasi sekunder belum terjadi. Namun, ketengikan produk bisa saja
diakibatkan oleh reaksi hidrolisis lemak. Kandungan air yang tinggi pada produk dapat menyebabkan reaksi hidrolisis pada lemak santan menghasilkan asam-asam
lemak jenuh dan tidak jenuh. Kerusakan hidrolitik ini banyak terjadi pada bahan pangan yang banyak mengandung asam lemak jenuh rantai pendek, salah satu
diantaranya lemak kelapa yang banyak mengandung asam laurat, dan akan meninmbulkan ketengikan Fox, 1983. Degradasi asam lemak tidak jenuh akan
mengakibatkan terbentuknya aldehida. Berdasarkan analisis ragam, uji bilangan TBA ini tidak berpengaruh nyata
untuk faktor kemasan yang digunakan pada setiap hari pengamatan. Nilai interaksi dari faktor tersebut 0,05.
33
4.1.2. Uji Mikrobiologi TPC