Biaya Penyusutan Depreciation Cost Landasan Teori

2.7. Biaya Kesempatan

Biaya kesempatan adalah biaya yang terjadi dari suatu kesempatan yang hilang akibat melakukan suatu pilihan kegiatan. Setiap pilihan yag diambil akan membawa resiko biaya untuk tidak menikmati pilihan lain yang tidak diambil. Dengan kata lain, biaya kesempatan adalah biaya yang timbul akibat pengabaian terhadap pilihan-pilihan yang tidak diambil. Konsep biaya kesempatan biasanya dipakai dalam kaitan menghitung nilai investasi suatu usaha. Misalnya di rumah sakit ada sejumlah dana yang akan digunakan apakah untuk membeli stetoskop atau membeli tensimeter. Jika dana tersebut diinvestasikan untuk membeli stetoskop, maka ada kesempatan yang hilang yaitu tidak bisa menggunakan tensimeter. Sebaliknya bila dana tersebut digunakan untuk membeli tensimeter maka ada kesempatan yang hilang yaitu tidak bisa menggunakan stetoskop.

2.8. Biaya Penyusutan Depreciation Cost

Biaya penyusutan adalah biaya yang timbul akibat terjadinya pengurangan nilai barang investasi aset sebagai akibat penggunaannya dalam proses produksi. Setiap barang investasi yang dipakai dalam proses produksi akan mengalami penyusutan nilai, baik karena makin usang atau karena mengalami kerusakan fisik. Nilai penyusutan dari barang investasi seperti gedung, kendaraan, peralatan disebut biaya penyusutan. Universitas Sumatera Utara Ada beberapa metode yang dipakai untuk menghitung penyusutan yaitu metode garis lurus straight line, metode saldo menurun declining balance, jumlah angka-angka tahun sum of the years digit dan metode unit produksi unit of production. Salah satu metode yang paling umum digunakan adalah penyusutan menurut metode garis lurus di mana jumlah historis yang sama dikurangi setiap tahun.

2.9. Pusat Biaya Cost Center dalam Pelayanan Kesehatan

2.9.1. Pengertian Pusat Biaya

Pusat biaya adalah unit-unit yang ada dalam sistem pelayanan kesehatan bersangkutan di mana biaya dipakai. Semua unit di mana kegiatan spesifik dilakukan dapat disebut pusat biaya. Ada pusat biaya tertentu yang sekaligus merupakan unit di mana disebut sebagai pusat pendapatan. Unit dapur dan rawat jalan di sebuah rumah sakit adalah pusat biaya. Dalam hal ini rawat jalan tersebut sekaligus juga berfungsi sebagai pusat pendapatan revenue center. Secara umum pusat biaya dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: a. Pusat produksi yaitu unit di mana output rumah sakit dihasilkan berupa pelayanan kesehatan. b. Pusat bagi penunjang yaitu yang berfungsi menunjang unit-unit produksi. Universitas Sumatera Utara

2.9.2. Pusat Biaya Sistem Rumah Sakit

Dalam sistem rumah sakit pusat produksi terdiri dari unit-unit yang menghasilkan pelayanan sebagai berikut: a. Rawat inap. b. Rawat jalan. c. Tindakan diagnostic. d. Tindakan medis pengobatan antara lain Unit Hemodialisis. Sedangkan pusat biaya penunjang meliputi: a. Unit-unit administrasi dan manajemen. b. Unit-unit pemeliharaan. c. Unit penunjang khusus seperti laundry.

2.10. Tarif Pelayanan

2.10.1. Pengertian Tarif Pelayanan Kesehatan

Sekalipun tarif dan harga menunjuk pada besarnya biaya yang harus dikeluarkan konsumen, namun pengertian tarif tidaklah sama dengan harga Gani, 1992b. Tarif ternyata lebih terkait pada besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh jasa pelayanan, sedangkan pengertian harga lebih terkait pada besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang. Sekalipun perbedaan antara tarif dengan harga cukup jelas, namun bagi kebanyakan anggota masyarakat, perbedaan yang seperti ini sulit untuk dimengerti oleh masyarakat pemakai jasa kesehatan, tarif diartikan sama dengan seluruh biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh Universitas Sumatera Utara pelayanan kesehatan. Adanya pengertian yang seperti ini jelas tidak sesuai. Karena dalam pengertian seluruh biaya tersebut, telah termasuk harga barang, dan untuk Indonesia misalnya obat-obatan, yang memang pengelolaan sering dilakukan terpisah dengan pengelolaan sarana pelayanan kesehatan. Namun terlepas dari adanya perbedaan pengertian, peranan tarif dalam pelayanan kesehatan memang amat penting. Untuk dapat menjamin kesinambungan pelayanan, setiap sarana kesehatan harus dapat menetapkan besarnya tarif yang dapat menjamin total yang lebih besar dari pengeluarannya. Sesungguhnya pada saat ini sebagai akibat dari mulai berkurangnya pihak- pihak yang mau menyumbang dana pada pelayanan kesehatan misal Rumah Sakit, maka sumber keuangan utama kebanyakan sarana kesehatan hanyalah dari pendapatan saja. Untuk ini jelaslah bahwa kecermatan menetapkan besarnya tarif memegang peranan yang amat penting. Apabila tarif tersebut terlalu rendah dapat menyebabkan total pendapatan income yang rendah pula, yang apabila ternyata juga lebih rendah dari total pengeluaran expenses, pasti menimbulkan kerugian dan sebagai akibatnya akan menimbulkan kesulitan keuangan Azwar, 1988.

2.10.2. Kebutuhan terhadap Pelayanan Kesehatan

Secara umum pengertian kebutuhan demand adalah jumlah suatu komoditi yang mau dan mampu dibeli oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu tertentu Gani, 1992b. Kebutuhan terhadap suatu komoditi tertentu dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain adalah harga komoditi, tingkat pendapatan dan faktor Universitas Sumatera Utara faktor, antara lain seperti ada tidaknya komoditi pengganti substitutive goods dan selera atau preferensi pasien. Untuk pelayanan kesehatan di rumah sakit, faktor harga tarif biasanya dinyatakan dengan konsep elastisitas kebutuhan yang tidak berlaku secara murni, karena: a. Pasien umumnya tidak tahu tentang jenis pelayanan apa yang diperoleh dari rumah sakit dan berapa banyak yang diperlukan consumer ignorance. b. Banyak orang berobat ke rumah sakit sebagai pasien rujukan, di sini pengambil keputusan adalah pihak ketiga yaitu provider tenaga kesehatan. c. Biasanya orang berobat ke rumah sakit adalah karena penyakitnya memang tidak dapat diatasi oleh fasilitas pelayanan kesehatan primer seperti Puskesmas atau Poliklinik.

2.10.3. Tujuan Penetapan Tarif

Dalam pelayanan jasa kesehatan di rumah sakit terdapat kompensasi biaya, berupa nilai jasa pelayanan atau tarif. Berdasarkan nilai tarif tersebut, rumah sakit bersedia memberikan jasa pelayanannya kepada pasien. Tarif dapat ditetapkan dengan berbagai tujuan, antara lain: a. Peningkatan pemulihan biaya cost recovery. Terutama untuk rumah sakit yang berorientasi non profit di mana subsidi semakin lama semakin berkurang, dan mulai berupaya untuk menswadanisasikan pelayanannya. Untuk dapat menutupi biaya yang dikeluarkan pada tingkat cost recovery yang diharapkan, tarif rumah sakit harus dihitung berdasarkan analisis biaya satuan Depkes RI, 1992. Universitas Sumatera Utara b. Subsidi silang cross subsidy Penetapan tarif juga bertujuan untuk keseimbangan pemanfaatan pelayanan bagi masyarakat ekonomi atas, dasar pemanfaatan kelas, atau pelayanan profit dan non profit dapat dilakukan dalam 2 bentuk: 1. Subsidi silang dalam rumah sakit. 2. Subsidi silang di luar rumah sakit berupa pelayanan oleh perusahaan asuransi atau perusahaan pengguna jasa kesehatan rumah sakit. Dalam pelayanan rumah sakit, aplikasi konsep subsidized seperti pada rumah sakit pemerintah ini menyebabkan tarif rumah sakit dapat ditekan Gani, 1996a. c. Maksimal pemanfaatan pelayanan Untuk memaksimalkan pemanfaatan pelayanan kesehatan, tidak jarang rumah sakit melakukan penekanan tarif serendah mungkin, terutama ditekan tarif pelayanan yang mempunyai biaya tetap yang kecil. Kondisi yang ingin dicapai minimal adalah total biaya sama dengan pendapatan total. Pada keadaan di mana rumah sakit memiliki tingkat hunian yang rendah, tarif juga ditekan serendah mungkin. Seringkali kondisi ini menimbulkan persepsi bahwa harga murah identik dengan mutu rendah Depkes RI, 1992; Thabrany, 1996. d. Maksimalkan pendapatan Penetapan tarif yang memaksimalkan pendapatan sehingga lebih besar dari biaya yang dikeluarkan, akan menghasilkan surplus. Total biaya yang jauh terlampaui akan berdampak baik untuk menutupi biaya tetap. Maksimalisasi pendapatan juga bisa merupakan minimalisasi subsidi. Misalnya pada keadaan pasar yang dikuasai Universitas Sumatera Utara satu rumah sakit monopoli, tanpa kehadiran pesaing, serta suasana kebutuhan yang tinggi, maka tarif dapat dipasang pada level yang setinggi-tingginya. Pada akhirnya rumah sakit memperoleh surplus maksimal LPPM, 1996. Bila diharapkan akan labasisa hasil usaha yang maksimal, penetapan tarif ini dapat direkonstruksi berdasarkan tingkat permintaan yang tentunya terkait langsung dengan besarnya biaya produksi. Biasanya penetapan tarif ini dibuat secara teoritis dengan menyusun model persamaan matematika Trisnantoro, 1994. e. Mengurangi pesaing Penetapan tarif dapat dilakukan dengan tujuan mengurangi pembangunan rumah sakit baru yang akan menjadi pesaing. Rumah sakit yang sudah terlebih dahulu beroperasi menyusun strategi sedemikian rupa agar tarif tidak dapat disamai oleh rumah sakit baru Trisnantoro, 1994. f. Menciptakan corporate image Tarif dapat ditetapkan dengan tujuan meningkatkan citra sebagai rumah sakit untuk golongan masyarakat kelas atas yang berkenan seolah-olah berlomba untuk mendapatkan citra rumah sakit paling mewah. Kotler dan Clarke mengemukakan tujuan penetapan tarif juga berkaitan dengan pemasaran yakni dengan maksud publisitas yang dilakukan rumah sakitnya Kotler, 1987. Bila ada unit yang dipublikasikan, maka penetapan tarif disesuaikan dengan persepsi pasien yang menjadi pangsanya berdasarkan nilai publisitasnya. Oleh karenanya dalam penetapan tarif unit yang dipublikasikan Universitas Sumatera Utara harganya lebih rendah dari pada yang tidak dipublikasikan, tetapi memang rumah sakit tidak mengharapkan pendapatan yang tinggi, tetapi memang sesungguhnya untuk penciptaan image rumah sakit tersebut dalam pelayanan kesehatan. g. Market Skimming Penetapan tarif ini bertujuan untuk meraih volume besar. Biasanya dipasang tarif tinggi pada permulaan, kemudian perlahan-lahan diturunkan. Persyaratan untuk dapat dilaksanakannya market skimming hádala: 1. Pasar sangat price sensitive, atau pasien cukup sensitif terhadap harga. 2. Biaya produksi dan distribusi tidak bervariasi besar, sehingga tarif dapat ditekan ketingkat yang terjangkau pasien dalam volume besar. Kemungkinan pesaing masuk dalam waktu singkat sangat kecil sebab adanya hambatan-hambatan yang cukup besar seperti perlunya hak paten, investasi yang besar, adanya kontrol kualitas pelayanan, serta biaya promosi. Dengan harga terendah, diharapkan penetrasi menjadi lebih mudah. Persyaratan dapat dilaksanakannya siasat penetrasi pasar ini adalah: 1. Pasar sangat price sentive, atau pasien cukup sensitif terhadap harga. 2. Biaya produksi dan distribusi turun dengan cepat bilamana produksi dinaikkan atau volume bertambah LPPM, 1996. Universitas Sumatera Utara

2.10.4. Strategi Penetapan Tarif

Dasar strategi penetapan tarif adalah antara lain: a. Berorientasi kepada biaya Penetapan tarif biasanya dilakukan berdasarkan biaya ditambah mark-up yaitu dilebihkan dari biaya yang dikeluarkan. Strategi ini banyak digunakan karena sifatnya lebih pasti daripada berdasarkan kebutuhan Gani, 1992a. Penetapan tarif dengan cara ini dianggap wajar oleh konsumen dan persaingan. b. Berorientasi kepada kebutuhan Penetapan tarif lebih menekankan kebutuhan dari pada biaya dan harga ditetapkan berdasarkan preferensi pasien terhadap produk tersebut. Bentuk strategi ini adalah diskriminasi harga tetap produk, atau waktu layanan. Untuk melaksanakan strategi ini, perlu diidentifikasi segmen pasar yang sensitif terhadap perubahan harga. Masalahnya dalam pelayanan kesehatan dengan mekanisme pembayaran out-of-pocket, walaupun terjadi perubahan harga, prioritas utama adalah pada aspek kuratifnya dan persepsi bahwa mutu simetris dengan harga. Ada uang ada pelayanan berkualitas. c. Berorientasi kepada pesaing Penetapan tarif ini tidak berorientasi pada biaya ataupun permintaan-permintaan, tetapi menetapkan tarif apakah di atas, di bawah atau dengan tarif pesaing. Bentuk strategi adalah dengan menghitung rata-rata antarpesaing average rate imitative pricing. Hal ini disebabkan kesulitan dalam menghitung biaya satuan Universitas Sumatera Utara atau kecenderungan pembagian pasar antarpesaing untuk mendapatkan penghasilan yang adil. d. Berdasarkan pembayaran maksimal Penetapan tarif ini dilakukan berdasarkan batas atas yang mampu dibayar pihak ketiga. Sebenarnya cara ini merupakan bentuk penyimpangan dari penetapan tarif berdasarkan permintaan dan seringkali mencerminkan keinginan prodiver untuk mendapatkan penghasilan lebih banyak secara sepihak Trisnantoro, 1994.

2.10.5. Langkah-langkah Penetapan Tarif

Dalam penetapan tarif rumah sakit mungkin tidak selalu dapat melakukan analisis biaya dengan satu metode tertentu, karena perlu berbagai faktor atau modifikasi yang memerlukan judgement tersendiri. Di bawah ini akan diuraikan langkah-langkah penentuan tersebut: a. Tahap analisis biaya satuan unit cost Setiap produk layanan baik yang homogen dan produk heterogen perlu dianalisis besaran biaya satuannya. Produk layanan rumah sakit ada dua jenis yaitu produk layanan homogen dan produk layanan heterogen. Untuk produk layanan yang homogen dapat dihitung langsung besarannya dengan memperhatikan total biaya, kapasitas, dan output layanan. Sedangkan untuk produk layanan yang heterogen dilakukan penghitungan dan pembobotan Relative Value Unit RVU. Untuk hemodialisis yang homogen, tidak perlu dilakukan perhitungan RVU. Universitas Sumatera Utara Analisis biaya ini menghasilkan daftar biaya satuan untuk berbagai produk rumah sakit. Pada rumah sakit yang mendapatkan subsidi, maka produk-produk yang mendapatkan subsidi tersebut nilai biaya satuan pelayanan perlu dikurangi dengan elemen biaya yang disubsidi Shuver et al, 1995. b. Perkiraan posisi pendapatan impas break even dengan biaya satuan tanpa subsidi silang. Kondisi ini dikenal sebagai kondisi impas jika keadaan posisi di mana pendapatan menyamai biaya. Perhitungan jumlah pendapatan diawali dengan perkiraan tingkat utilisasi untuk masa mendatang, berdasarkan tingkat utilisasi pada tahun- tahun sebelumnya. Angka-angka tersebut dikalikan dengan tarif yang nilainya sama dengan biaya satuan. Hasilnya adalah pendapatan per tahun yang akan dihasilkan setiap unit produktif revenue centres atau jumlah total pendapatan tanpa subsidi kemudian dibandingkan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan. c. Penentuan tingkat pendapatan yang diinginkan Tahap berikutnya rumah sakit dapat menentukan jumlah pendapatan yang perlu diperoleh untuk tahun mendatang, agar dapat memberi insentif tenaga medis, insentif tenaga penunjang, mendanai biaya perbaikan dan pemeliharaan fisik pelayanan dan sebagainya. Untuk itu, disusun dulu distribusi biaya menurut masing-masing unit produksi, dengan mempertimbangkan proyeksi utilisasi pelayanan dari setiap unit yang bersangkutan. Universitas Sumatera Utara d. Alternatif tarif dengan subsidi dan tingkat yang diinginkan Dari hasil tahap ketiga tersebut barulah dapat ditentukan tarif di masing-masing unit. Besar tarif adalah berdasarkan biaya satuan, ditambah rata-rata beban jasa medis + dana insentif + dana lainnya dibagi perkiraan jumlah pelayanan di tahun mendatang. Pada tahap ini sudah dapat dilakukan subsidi silang dan dapat dilihat pengaruh tingkat utilisasi terhadap besarnya beban dana tambahan. Bila suatu unit produksi utilitasnya rendah maka besar dana tambahan harus tinggi, sehingga perhitungan tarif menjadi melambung. e. Tarif dengan pertimbangan kemampuan membayar Setelah tahap keempat dilakukan akan diperolah daftar tarif sementara. Selanjutnya dilakukan analisis kemungkinan tingkat utilitas yang akan terjadi bila tarif sementara tersebut diberlakukan. Secara teoritis peningkatan tarif akan menurunkan demand, tetapi untuk pelayanan rumah sakit, apalagi yang bersifat emergency, tingkat utilitas diperkirakan bersifat inelastis terhadap perubahan tarif Gani, 1992a.

2.11. Landasan Teori

Teknik analisis biaya satuan umumnya dikenal 4 empat metode yang dikembangkan, yaitu: Universitas Sumatera Utara a. Simple Distribution Method Sesuai dengan namanya, tehnik ini sangat sederhana, yaitu melakukan distribusi biaya-biaya yang dikeluarkan di pusat biaya penunjang, langsung ke berbagai pusat biaya produksi. Distribusi ini dilakukan satu persatu dari masing-masing pusat biaya penunjang. Tujuan distribusi dari suatu unit penunjang tertentu unit- unit produksi yang relevan, yaitu yang secara fungsional diketahui mendapat dukungan dari unit penunjang tertentu tersebut. Kelebihan cara adalah kesederhanaannya sehingga mudah dilakukan. Namun kelemahannya adalah asumsi bahwa dukungan fungsional hanya terjadi antara unit penunjang dengan unit penunjang bisa juga terjadi transfer jasa, misalnya direksi yang mengawasi unit dapur, unit dapur yang memberi makan kepada direksi dan staff tata usaha dan lain-lain. b. Step Down Method Untuk mengatasi kelemahan simple distribution method tersebut, dikembangkan metode distribusi anak tangga. Dalam metode ini, dilakukan distribusi biaya unit penunjang kepada unit penunjang lain dan unit produksi. Caranya, distribusi biaya dilakukan secara berturut-turut, dimulai dengan unit penunjang yang biasanya terbesar. Biaya unit penunjang tersebut didistribusikan ke unit-unit lain penunjang dan produksi yang relevan. Setelah selesai dilanjutkan dengan distribusi biaya dari unit penunjang lain yang biayanya nomor dua terbesar. Proses ini terus dilakukan sampai semua biaya dari unit penunjang habis didistribusikan ke unit produksi. Perlu dicatat dalam metode ini biaya yang Universitas Sumatera Utara didistribusikan dari unit penunjang kedua, ketiga, keempat dan seterusnya mengandung dua elemen biaya yaitu asli unit penunjang yang bersangkutan ditambah biaya yang ia terima dari unit penunjang lain. Kelebihan metode ini adalah sudah dilakukannya distribusi dari unit penunjang ke unit penunjang lain. Namun distribusi ini sebetulnya belum sempurna, karena distribusi tersebut hanya terjadi satu arah, seakan-akan fungsi tunjang menunjang antara sesama unit penunjang hanya terjadi sepihak. Padahal dalam kenyataan, bisa saja hubungan tersebut timbal balik. Misalnya bagian umum melakukan pemeliharaan alat-alat dapur dan sebaliknya dapur memberi makanan staff bagian umum. c. Double Distribution Method Dalam metode ini, pada tahap pertama dilakukan distribusi biaya yang dikeluarkan di unit penunjang lain dan unit produksi. Hasilnya sebagian unit penunjang sudah didistribusikan ke unit produksi, akan tetapi sebagian masih berada di unit penunjang. Artinya, ada biaya yang tertinggal di unit penunjang, yaitu biaya yang diterimanya dari unit penunjang lain. Biaya yang masih berada di unit penunjang ini dalam tahap selanjutnya didistribusikan ke unit produksi, sehingga tidak ada lagi biaya yang tersisa di unit penunjang. Karena metode ini dilakukan dua kali distribusi biaya, maka metode ini dinamakan metode distribusi ganda. Kelebihan meode ini sudah dilakukan distribusi dari unit penunjang ke unit penunjang lain, dan sudah terjadi hubungan timbal balik antara unit Universitas Sumatera Utara penunjang dengan unit penunjang lain secara fungsional. Metode ini merupakan metode yang terpilih unuk analisis biaya puskesmas maupun rumah sakit di Indonesia Gani, 1996. d. Multiple Distribution Method Dalam metode ini, distribusi biaya dilakukan secara lengkap, yaitu antara sesama unit penunjang, dari unit penunjang ke unit produksi, dan antara sesama unit produksi. Tentu saja distribusi antara unit tersebut dilakukan kalau memang ada hubungan fungsional antarkeduanya. Jadi dapat dikatakan bahwa multiple distribution method pada dasarnya adalah double distribution method plus alokasi antara sesama unit produksi. Sebagai misal, antara unit neonatologi dengan kebidanan ada distribusi biaya, oleh karena bisa terjadi spesialis neonatologi harus membantu bagian kebidanan manakala menghadapi kelahiran dari ibu dengan kelainan jantung. Demikian juga, akan ada alokasi dari bagian jantung ke bagian kebidanan oleh karena untuk kelahiran semacam itu diperlukan jasa ahli jantung di bagian kebidanan. Dari ilustrasi tersebut jelas tampak bagaimana kompleksnya multiple distribution method ini. Perhitungan sulit dilakukan oleh karena diperlukan catatan hubungan kerja antara unit-unit produksi yang sangat banyak. Dalam praktek tehnik ini sangat jarang dilakukan. Sejauh ini yang lazim dipergunakan adalah double distribution method. Universitas Sumatera Utara

2.12. Kerangka Pikir