cv b. keputusan pemberhentian diambil RUPS setelah likuidator yang bersangkutan diberi
kesempatan untuk membela diri dalam RUPS.
136
Yang menjadi persoalan adalah jika Rapat Umum Pemegang Saham RUPS tidak memberhentikan likuidator meskipun proses pembubaran atau likuidasi tidak selesai atau tidak
memenuhi seluruh proses pembubaran yang diatur dalam UUPT. Dalam hal demikian, biasanya terjadi pada pembubaran Perseroan, yang seluruh pemegang saham dan pengurusnya masih
dalam lingkungan keluarga dan juga pemegang saham merangkap jabatan sebagai Direksi atau Komisaris Perseroan. Sehingga likuidator yang ditunjuk untuk melakukan proses likuidasi pun
adalah Direksi perseroan itu sendiri. Jadi bila proses pembubaran atau likuidasi tidak selesai atau tidak memenuhi seluruh
proses pembubaran yang diatur dalam UUPT, maka yang bertanggung jawab adalah likuidator.
2. Tanggung Jawab Direksi
Berdasarkan Pasal 1 butir 5 UUPT yang menyebutkan ”Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan
Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun diluar pengadilan sesuai ketentuan anggaran dasar.
Dari definisi di atas tampak bahwa istilah tugas, wewenang, dan tanggung jawab direksi hampir memiliki arah dan maksud yang sama, yakni melakukan pengurusan perseroan sesuai
dengan maksud dan tujuan dalam anggaran dasar dan mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.
137
136
M.Yahya Harahap, Op.Cit, hal. 558.
137
Mulhadi, Op.Cit, hal. 101-102.
Universitas Sumatera Utara
cvi Setiap anggota Direksi wajib dengan itikad baik in good faith dan penuh tanggung
jawab full responsibility menjalankan tugas untuk kepentingan perseroan, apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya maka ia bertanggung jawab penuh secara
pribadi.
138
. Tanggung jawab Direksi sangat erat hubungannya dengan tugas dan kewajiban Direksi.
Tugas dan kewajiban Direksi untuk menjalankan kepengurusan perseroan akan mengakibatkan tuntutan tanggung jawab atas semua perbuatan-perbuatan hukum yang dilakukannya dan
dilaksanakannya. Tanggung jawab Direksi pada dasarnya beriringan dengan keberadaan tugas, kewenangan dan kewajiban yang melekat pada dirinya.
Kewajiban Direksi apabila ditinjau dari UUPT, antara lain sebagai berikut : a. Dalam Pasal 100 ayat 1 UUPT yang menyebutkan ”Direksi wajib :
1 membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS dan risalah rapat Direksi;
2 membuat laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 dan dokumen keuangan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tentang Dokumen
Perusahaan; dan 3 memelihara seluruh daftar, risalah, dan dokumen keuangan Perseroan sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan huruf b dan dokumen Perseroan lainnya”. b. Dalam Pasal 101 ayat 1 UUPT yang menyebutkan : ”Anggota Direksi wajib
melaporkan kepada Perseroan mengenai saham yang dimiliki anggota Direksi yang bersangkutan danatau keluarganya dalam Perseroan dan Perseroan lain untuk selanjutnya
dicatat dalam daftar khusus”.
138
I.G. Rai Widjaja, Berbagai Peraturan dan Pelaksanaan Undang-Undang di Bidang Usaha Hukum Perusahaan, Megapoin, Bekasi-Indonesia, 2006, hal. 215.
Universitas Sumatera Utara
cvii c. Dalam Pasal 102 ayat 1 UUPT yang menyebutkan ”Direksi wajib meminta persetujuan
RUPS untuk : 1 Mengalihkan kekayaan Perseroan; atau
2 Menjadikan jaminan utang kekayaan Perseroan; Yang merupakan lebih dari 50 lima puluh persen jumlah kekayaan bersih
Perseroan dalam 1 satu transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak”.
Direksi merupakan satu-satunya organ dalam perseroan yang melaksanakan fungsi perseroan,
139
yang bertindak untuk melakukan pengurusan dan pengawasan suatu perseroan serta berkewajiban untuk meningkatkan nilai ekonomis suatu perseroan termasuk pengurusan sehari-
hari, sehingga Direksi harus diberikan kewenangan-kewenangan yang mendukung untuk tercapainya hasil yang ingin dicapai dalam Perseroan, dan juga diembankan tanggung jawab
selaku wakil dan salah satu pengurus Perseroan. Kewenangan yang diberikan kepada Direksi adalah menjalankan pengurusan Perseroan
yang mewakili segala kegiatan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan baik di dalam pengadilan maupun di luar pengadilan sesuai batas-batas yang ditentukan dalam undang-undang
dan anggaran dasar Perseroan. Adapun wewenang Direksi yang lazim terdapat di dalam anggaran dasar perseroan, antara lain :
a. Apabila pengeluaran saham-saham telah jatuh tempo dan masih diperlukan perpanjangan waktu, maka Direksi diberi wewenang untuk memohonkan perpanjangan waktu kepada
pemerintah, dalam hal ini Menteri Kehakiman; b. Apabila dalam waktu satu bulan setelah Direksi memberitahukan pengeluaran saham-
saham tersebut tidak ada yang membelinya, maka Direksi dengan persetujuan Komisaris mempunyai wewenang untuk menjual saham-saham itu kepada siapa saja;
c. Direksi bersama-sama dengan Dewan Komisaris berwenang menandatangani surat-surat saham;
139
Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal. 21.
Universitas Sumatera Utara
cviii d. Bila ada surat saham atau talon yang rusak hingga tidak dapat dipakai lagi, maka Direksi
berwenang mengeluarkan duplikatnya atas permintaan yang berkepentingan setelah aslinya dimusnahkan oleh Direksi dihadapan yang berkepentingan tersebut;
e. Demikian pula apabila surat saham atau talon yang asli tadi hilang, maka dengan bukti yang cukup serta jaminan-jaminan yang dianggap perlu, Direksi mempunyai wewenang
untuk memberikan duplikatnya; f.
Direksi mempunyai wewenang untuk menahan keuntungan-keuntungan atas saham dan melarang mengeluarkan suara atas saham tersebut, jika ternyata dalam suatu pemindahan
hak, tidak dipenuhi kewajiban-kewajibannya; g. Direksi atas tanggung jawabnya sendiri diberi kewenangan untuk mengangkat seorang
kuasa atau lebih dengan syarat-syarat dan kekuasaan yang ditentukan secara tertulis; h. Direksi mempunyai wewenang mewakili perseroan di muka dan di luar pengadilan serta
berhak melakukan perbuatan pengurusan dan pemilikan atau penguasaan beheer en beschikking dengan batasan-batasan tertentu;
i. Mempunyai wewenang memimpin dan mengetuai RUPS;
j. Mempunyai wewenang untuk mengadakan rapat umum luar biasa pemegang saham
setiap waktu bila dipandang perlu; k. Mempunyai wewenang untuk menandatangani notulen rapat, jika notulen tidak dibuat
dengan proses verbal notaris.
140
Namun menurut Pasal 99 UUPT, terdapat suatu pengecualian yang terjadi terhadap Direksi dalam mewakili perseroan, artinya Direksi tidak memiliki kewenangan untuk mewakili
Direksi apabila : a. Terjadi suatu perkara di pengadilan antara perseroan dengan anggota Direksi yang
bersangkutan; b. Anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan dengan perseroan.
Sehingga yang berhak untuk mewakili perseroan adalah : a. Anggota Direksi lainnya yang tidak mempunyai benturan kepentingan dengan perseroan;
b. Dewan Komisaris dalam hal seluruh anggota Direksi mempunyai benturan kepentingan dengan perseroan;
c. Pihak lain yang ditunjuk oleh RUPS dalam hal seluruh anggota Direksi atau Dewan Komisaris mempunyai benturan kepentingan dengan perseroan.
140
Ali Ridho dalam Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Ghalia Indonesia, Mataram, 2009, hal. 68.
Universitas Sumatera Utara
cix Selanjutnya dalam Pasal 104 UUPT menyebutkan :
”Direksi tidak berwenang mengajukan permohonan pailit atas Perseroan sendiri kepada Pengadilan Niaga sebelum memperoleh persetujuan RUPS, dengan tidak mengurangi
ketentuan sebagaiman diatur dalam undang-undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang”.
Dalam menjalankan tugas dan kewenangannya, Direksi harus bertolak dari landasan bahwa tugas dan kedudukan yang diperoleh oleh Direksi berdasarkan pada 2 dua prinsip dasar
yaitu kepercayaan yang diberikan perseroan kepadanya fiduciary duty dan prinsip yang merujuk kepada kemampuan serta kehati-hatian tindakan Direksi duty of skil and care.
141
Kedua prinsip ini menuntut Direksi untuk bertindak secara hati-hati dan disertai itikad baik, semata-mata untuk kepentingan dan tujuan perseroan. Pelanggaran terhadap kedua prinsip ini
membawa konsekuensi yang berat bagi Direksi, karena Direksi dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara pribadi.
Besarnya wewenang yang diberikan kepada Direksi tidak berarti kewenangan Direksi tanpa batas. Kewenangan Direksi dibatasi oleh kewenangan bertindak secara intern, baik yang
bersumber pada doktrin hukum maupun yang bersumber pada peraturan yang berlaku, termasuk anggaran dasar perseroan.
Batasan tersebut antara lain adalah adanya doktrin Ultra Vires, yang menyatakan bahwa perbuatan tersebut merupakan perbuatan di luar kewenangan dari Direksi tersebut. Apabila
Direksi telah melanggar ketentuan kewenangannya sebagaimana yang telah dinyatakan dalam anggaran dasar perseroan, maka Direksi telah melakukan pelanggaran terhadap prinsip ultra
141
Chatamarrasjid Ais, Menyingkap Tabir Perseroan Piercing The Corporate Veil Kapita Selekta Hukum Perusahaan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 71.
Universitas Sumatera Utara
cx vires dan dengan demikian Direksi harus mempertanggungjawabkan perbuatan yang
dilakukannya sampai dengan mengikutsertakan harta pribadi Direksi tersebut. Pembatasan-pembatasan kewenangan Direksi Perseroan yang ditinjau dari UUPT antara
lain : a. Pasal 2 UUPT, yaitu : ”Perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha
yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, danatau kesusilaan;
b. Pasal 92 ayat 1 UUPT, yaitu : dalam menjalankan pengurusan perseroan, Direksi untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Ketentuan ini
menugaskan Direksi untuk mengurus Perseroan yang antara lain meliputi pengurusan sehari- hari dari Perseroan;
c. Pasal 97 ayat 1 UUPT, yaitu : Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan, artinya harus ada itikad baik dan bertanggung jawab dalam pengurusan perseroan;
d. Pasal 102 UUPT, yaitu : adanya perbuatan-perbuatan hukum tertentu yang harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Komisaris danatau Rapat Umum Pemegang Saham RUPS
yang diatur dalam anggaran dasar; e. Direksi tidak berwenang mewakili Perseroan dalam hal terjadinya konflik kepentingan
conflict interest. Kemudian dalam hal wewenang Direksi untuk mewakili Perseroan di luar pengadilan,
anggaran dasar memberi pembatasan-pembatasan, antara lain sebagai berikut : a. Direksi harus mendapat persetujuan tertulis dari Dewan Komisaris apabila ia akan
melakukan tindakan-tindakan :
Universitas Sumatera Utara
cxi 1 meminjam uang atas nama Perseroan atau meminjamkan uang kepada pihak lain dalam
jumlah tertentu; 2 mengikat Perseroan sebagai penjamin utang;
3 membeli, menjual atau dengan cara lain memperoleh atau mengalihkan barang-barang tetap milik Perseroan atau membebani barang-barang milik Perseroan tersebut dengan
utang; 4 mengalihkan barang-barang bergerak milik Perseroan yang bernilai tinggi.
b. Dalam hal mengangkat dan memberhentikan seseorang, kuasa untuk mewakili Perseroan harus dilakukan oleh dua orang anggota Direksi atau apabila Direksi itu terdiri hanya seorang
direktur, maka harus dilakukan bersama-sama dengan Komisaris; c. Direksi harus bekerja sesuai dengan rencana kerja yang telah disetujui oleh Dewan Komisaris
atau Rapat Umum Pemegang Saham RUPS; d. Tiap anggota Direksi wajib meminta pertimbangan terlebih dahulu kepada anggota Direksi
lainnya apabila akan melakukan tindakan yang menurut kebiasaan dalam dunia usaha dianggap sebagai hal yang penting bagi Perseroan;
e. Pembagian pekerjaan Direksi dalam lingkungan Perseroan antara para anggota Direksi diatur dan ditentukan sendiri oleh para anggota Direksi itu.
Di Indonesia, secara umum tanggung jawab Direksi terbagi atas dua tahap, yaitu sebelum Perseroan Terbatas mendapat statusnya sebagai badan hukum dan setelah Perseroan
Terbatas mendapatkan status sebagai badan hukum. Direksi sebelum Perseroan Terbatas memperoleh statusnya sebagai badan hukum, secara kolektif bersama dengan pendiri dan Dewan
Komisaris bertanggung jawab atas segala perbuatan hukum yang dilakukan, hal ini dimaksud agar Direksi tidak melakukan perbuatan hukum atas nama Perseroan yang belum berstatus badan
Universitas Sumatera Utara
cxii hukum tanpa persetujuan semua pendiri, Direksi dan Dewan Komisaris.
142
Sedangkan tanggung jawab Direksi setelah Perseroan berstatus badan hukum adalah bersifat terbatas pada perbuatan
yang dilakukan sebagai perwakilan yang mengurus dan mengelola untuk dan atas nama Perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
143
Tugas dan kewajiban Direksi untuk menjalankan kepengurusan perseroan akan mengakibatkan tuntutan tanggung jawab atas semua perbuatan-perbuatan hukum yang
dilakukannya dan dilaksanakannya. Tanggung jawab Direksi pada dasarnya beriringan dengan keberadaan, tugas, kewenangan, hak dan kewajiban yang melekat pada dirinya, termasuk yang
terdapat pada teori dan doktrin hukum yang telah diuraikan dengan singkat sebelumnya. Tanggung jawab Direksi dapat dibedakan dalam :
a. Tanggung jawab internal, yaitu meliputi tugas dan tanggung jawab Direksi perseroan dan pemegang saham perseroan; dan
b. Tanggung jawab eksternal, yang berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab Direksi kepada pihak ketiga yang berhubungan hukum langsung maupun tidak langsung dengan
perseroan.
144
Setiap anggota Direksi bertangung jawab secara pribadi maupun secara tanggung renteng semua anggota Direksi Perseroan, sebagaimana diatur dalam UUPT yang dapat dilihat
dalam pasal-pasal yang mengatur sebagai berikut : a. Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pemegang
saham yang beritikad baik, yang timbul akibat pembelian kembali yang batal karena hukum
142
Pasal 14 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
143
Pasal 92 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
144
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Pemahaman Perseroan Terbatas Risiko Hukum Pemilik, Direksi Komisaris, PT. Forum Sahabat, Jakarta, 2008, hal. 112.
Universitas Sumatera Utara
cxiii sebagaimana dimaksud pada ayat 2.
145
Bahwa Direksi menjamin transaksi pembelian kembali saham Perseroan Terbatas baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
proses dan tata cara yang telah ditentukan oleh Perseroan Terbatas; b. Dalam hal laporan keuangan yang disediakan ternyata tidak benar danatau menyesatkan,
anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng bertanggung jawab terhadap pihak yang dirugikan.
146
Hal ini yang merefleksikan informasi dalam rangka pelaksaksanaan fiduciary duty Direksi terhadap Perseroan;
c. Direksi dan Dewan Komisaris bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian Perseroan, dalam hal pemegang saham tidak dapat mengembalikan dividen interim
sebagaimana dimaksud pada ayat 5,
147
yakni tindakan kehati-hatian dalam pembagian dividen interim yang dilakukan oleh Direksi terhadap Perseroan;
d. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 tidak mengurangi tanggung jawab anggota Direksi yang bersangkutan terhadap kerugian Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
97 dan Pasal 104,
148
yakni pembatalan pengangkatan Direksi karena tidak memenuhi persyaratan pengangkatan, namun tetap bertanggung jawab atas perbuatan hukum yang telah
dilakukan untuk dan atas nama Perseroan yang mengakibatkan kerugian perseroan atas tindakan yang memiliki itikad buruk danatau perbuatan melawan hukum;
e. Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan
145
Pasal 37 ayat 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
146
Pasal 69 ayat 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
147
Pasal 72 ayat 6 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
148
Pasal 95 ayat 5 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Universitas Sumatera Utara
cxiv ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 2,
149
yaitu tanggung jawab renteng anggota Direksi bila keanggotan Direksi terdiri atas 2 dua anggota atau lebih;
f. Anggota Direksi wajib melaporkan kepada Perseroan mengenai saham yang dimiliki
anggota Direksi yang bersangkutan danatau keluarganya dalam Perseroan dan Perseroan lain untuk selanjutnya dicatat dalam daftar khusus,
150
yaitu sanksi pertanggungjawaban Direksi mengenai keterbukaan disclodure yang berhubungan dengan kemungkinan terjadinya
benturan kepentingan; g. Dalam hal kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terjadi karena kesalahan atau
kelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab
atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut,
151
yakni terjadi kelalaian dan kesalahan Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban
perseroan, sehingga setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit perseroan;
h. Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tanpa persetujuan RUPS, tetap mengikat Perseroan sepanjang pihak lain dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik,
152
yaitu mengabaikan kewajiban untuk menerima persetujuan atau bantuan kepada Rapat Umum Pemegang Saham RUPS, sehingga Direksi diminta pertanggungjawabannya secara
pribadi; i.
Dalam hal anggaran dasar menetapkan persyaratan pemberian persetujuan atau bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, tanpa persetujuan atau bantuan Dewan Komisaris,
149
Pasal 97 ayat 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
150
Pasal 101 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
151
Pasal 104 ayat 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
152
Pasal 102 ayat 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Universitas Sumatera Utara
cxv perbuatan hukum tetap mengikat Perseroan sepanjang pihak lainnya dalam perbuatan hukum
tersebut beritikad baik,
153
yaitu mengabaikan kewajiban untuk meminta persetujuan atau bantuan kepada Dewan Komisaris, sehingga bila terjadi kerugian Direksi dimintai
pertanggungjawaban secara pribadi. Menurut Pasal 14 ayat 1 UUPT, yang menyebutkan bahwa : ”Perbuatan hukum atas
nama Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum, hanya boleh dilakukan oleh semua anggota Direksi bersama-sama semua pendiri serta semua anggota Dewan Komisaris
Perseroan dan mereka semua bertanggung jawab secara tanggung renteng atas perbuatan hukum tersebut”.
Terhitung sejak pengesahan, para pendiri Perseroan tidak lagi bertanggung jawab secara terbatas atas setiap perikatan yang dibuat untuk dan atas nama Perseroan, dan hanya akan
menanggung kerugian yang terbatas pada nilai seluruh saham yang dimilikinya. Selama pengesahan
tersebut belum
diperoleh maka
pendiri dan
sekalian pengurusnya
bertanggungjawab sepenuhnya secara tanggung renteng atas nama Perseroan. Ketiadaan pengesahan itu tidak meniadakan perseroan yang hendak dibentuk, hanya saja sifat
pertanggungjawabannya yang belum tidak terbatas. Pertanggungjawaban renteng sesama Direksi dalam UUPT diatur dalam beberapa pasal,
yakni sebagai berikut : a. Pasal 69 ayat 4 UUPT, yaitu anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris dibebaskan
dari tanggung jawab apabila terbukti bahwa keadaan tersebut bukan karena kesalahannya; b. Pasal 97 ayat 5 UUPT, yaitu anggota Direksi tidak dapat dipertanggung jawabkan atas
kerugian perseroan apabila dapat membuktikan : 1 kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
153
Pasal 117 ayat 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Universitas Sumatera Utara
cxvi 2 telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan
sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan; 3 tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas
tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan 4 telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
c. Pasal 104 ayat 4 UUPT, yaitu anggota Direksi tidak bertanggung jawab atas kepailitan Perseroan apabila dapat membuktikan :
1 kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; 2 telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan penuh tanggung
jawab untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan; 3 tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas
tindakan pengurusan yang dilakukan; dan 4 telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan.
Dalam hal perseroan bubar berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham RUPS, karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah berakhir
atau dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan keputusan Pengadilan Niaga yang telah berkekuatan hukum tetap, wajib diikuti dengan likuidasi. Untuk melaksanakan dan mengurus
proses likuidasi maka ditunjuk seorang atau beberapa orang Likuidator oleh Rapat Umum Pemegang Saham RUPS. Dengan penunjukan likuidator, maka seluruh tugas pengurusan
Perseroan yang dilakukan oleh Direksi beralih kepada Likuidator. Oleh karena itu Likuidator mempunyai tugas dan kewajiban untuk melaksanakan proses likuidasi sampai selesai. Apabila
proses likuidasi tidak selesai atau tidak memenuhi seluruh proses pembubaran yang diatur dalam UUPT, maka yang bertanggung jawab adalah likuidator.
3. Tanggung Jawab Likuidator