Asal-Usul Hari Anak Laki-Laki di Jepang

keluar dari tubuh, keluarga membuat acara memanggil roh orang tersebut supaya kembali lagi ke tubuhnya. Kemudian setelah acara tamayobai dilakukan jika seseorang tersebut tidak hidup kembali, maka pada saat itu diputuskan bawha orang tersebut sudh meninggal.

2.3 Perayaan Hari Anak Laki-Laki di Jepang

Hari Anak-anak こ ど も の 日 Kodomo no hi adalah salah satu hari libur resmi di Jepang yang jatuh tanggal 5 Mei. Hari libur ini merupakan serangkaian hari libur di akhir April dan awal Mei yang disebut Golden Week Minggu Emas di Jepang. Hari Anak-anak diperingati sejak tahun 1948 dan ditetapkan dengan undang-undang hari libur Jepang Shukujitsu- hō untuk menghormati kepribadian anak, merencanakan kebahagiaan anak sambil berterima kasih kepada ibu.http:www.hinamatsuri_kodomonohi.com

2.3.1 Asal-Usul Hari Anak Laki-Laki di Jepang

Menurut penanggalan Imlek, perayaan Koinobori jatuh pada tanggal 5 bulan 5 ketika Asia Timur sedang musim hujan. Orang tua yang memiliki anak laki-laki mengibarkan koinobori hingga hari Tango no Sekku untuk mendoakan agar anak laki-lakinya menjadi orang dewasa yang sukses. Setelah Jepang memakai kalender Gregorian, koinobori dikibarkan hingga Hari Anak-anak 5 Mei. Koinobori yang tertiup angin telah menjadi simbo perayaan Hari Anak-anak. Kalau zaman dulu koinobori berkibar di tengah musim hujan, koinobori biasanya sekarang mengingatkan orang Jepang tentang langit biru yang cerah di akhir musim semi. Dalam Buku Han Akhir Hou Han Shu yang merupakan salah satu dari buku sejarah resmi Cina Sejarah Dua Puluh Empat Dinasti dikisahkan tentang sebuah air terjun di Universitas Sumatera Utara sungai Sungai Kuning yang alirannya deras. Ikan-ikan berusaha keras memanjat air terjun, namun hanya koi yang berhasil memanjat air terjun dan berubah menjadi naga. Oleh karena itu, koi yang berhasil menaiki air terjun dijadikan simbol kesuksesan dalam hidup. Tradisi pengibaran koinobori di halaman rumah dimulai oleh kalangan samurai pada pertengahan zaman Edo. Mereka memiliki tradisi merayakan Tango no Sekku dengan memajang peralatan bela diri, seperti yoroi, kabuto, dan boneka samurai. Selain itu, mereka membuat koinobori dari kertas, kain, atau kain bekas yang dijahit dan digambari ikan koi. Koinobori dibuat agar bisa berkibar dan menggelembung bila tertiup angin. Pada pertengahan jaman Edo 1600 ~ 1867, terdapat kebiasaan di kalangan keluarga samurai yang dianugerahi bayi laki-laki yaitu memancangkan koinobori dan gambar kuda di depan pintu masuk. Tak lama kemudian, kebiasaan ini meluas hingga keluarga yang bukan samurai pun memancangkan koinobori bila lahir bayi laki-laki dalam keluarga mereka. Kebiasaan memancangkan koinobori bermula dari legenda ikan koi akan berubah menjadi naga dan terbang di langit bila mencapai air terjun Ryumon. Sejak dulu, ikan koi dipercaya sebagai ikan yang mendatangkan nasib baik. Ikan koi adalah ikan kuat yang tidak hanya bisa hidup di sungai beraliran jernih saja, tetapi juga di kolam dan di rawa. Pada pemasangan koinobori, terdapat harapan agar sang anak akan tumbuh baik dan sukses tanpa peduli baik atau buruknya lingkungan. Pemikiran mengibarkan koinobori di langit biru sebagai wujud harapan suskesnya pertumbuhan anak laki-laki, merupakan kepekaaan khas yang hanya dimiliki oleh orang Jepang. Pada awalnya, orang Jepang hanya mengibarkan koinobori berwarna hitam yang disebut magoi 真鯉 . Koi yang dikibarkan paling atas melambangkan putra sulung dalam keluarga. Sebagai hiasan yang dibuat untuk meramaikan perayaan, koinobori warna lain juga berangsur-angsur mulai dibuat, dan semuanya melambangkan anak laki-laki dalam keluarga. Universitas Sumatera Utara Sejak zaman Meiji, koinobori berwarna merah yang disebut higoi 緋 鯉 mulai dikibarkan untuk menemani koinobori berwarna hitam. Tradisi pengibaran koinobori biru dimulai sejak zaman Showa. Ukuran koinobori biru kogoi, 子鯉 lebih kecil dari koinobori merah atau hitam, dan melambangkan anak koi. Pada zaman sekarang sering dijumpai koinobori warna hijau dan oranye yang dimasudkan sebagai anak-anak koi. Di beberapa tempat di Jepang, koinobori bukan saja milik anak laki-laki. Koinobori yang melambangkan adanya anak perempuan dalam keluarga juga ingin ikut dikibarkan. Tersedianya koinobori warna cerah seperti oranye kemungkinan ditujukan untuk keluarga yang memiliki anak perempuan. Pada 1931, pencipta lagu Miyako Kondo menulis lagu berjudul Koinobori. Dalam lirik lagu tersebut, koinobori yang besar dan berwarna hitam adalah bapak koi dan koinobori warna lain yang lebih kecil adalah anak-anak koi. Konsep dari lirik lagu tersebut diterima secara luas di tengah rakyat yang sedang di bawah pemerintahan militer. Seusai Perang Dunia II, peran wanita makin penting, dan koinobori warna merah dipakai untuk melambangkan ibu koi. Satu set koinobori akhirnya secara lengkap melambangkan keluarga yang utuh: bapak, ibu, dan putra-putrinya. Hingga kini, lagu Koinobori ciptaan Miyako Kondo tetap dinyanyikan anak-anak, namun liriknya tetap sama seperti ketika diciptakan pada tahun 1931. Berikut liriknya dalam huruf Kanji da Romaji. Yane yori takai koinobori Ookii magoi wa otousan Chiisai higoi wa kodomotachi Omoshirosouni oyoideru Universitas Sumatera Utara 屋根 高い 鯉 ぼ 大 い真鯉 父さ 小さい緋鯉 子供達 面白そう 泳い Berkibarnya koinobori sudah menjadi pemandangan langka di kota-kota besar di Jepang. Makin sedikitnya keluarga di Jepang yang memiliki anak kecil mungkin menjadi penyebabnya. Selain itu, penduduk kota besar tidak lagi tinggal di kompleks perumahan, melainkan di apartemen mansion yang tidak memiliki halaman untuk mengibarkan koinobori.

2.3.2 Simbol yang digunakan pada Perayaan Koinobori