Pengaruh pendidikan formal terhadap usia perempuan pada pernikahan pertama (Studi kasus Kecamatan Pamulang Tangerang Selatan)

(1)

(STUDI KASUS KECAMATAN PAMULANG TANGERANG SELATAN)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh

Herlina Dwi Astuti

NIM: 107032200296

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

PENGARUH PENDIDIKAN TERHADAP

USIA PERNIKAHAN PERTAMA PADA PEREMPUAN

(STUDI KASUS KECAMATAN PAMULANG TANGERANG SELATAN)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh

Herlina Dwi Astuti NIM. 107032200296

Pembimbing,

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul PENGARUH PENDIDIKAN TERHADAP USIA

PERNIKAHAN PERTAMA PADA PEREMPUAN (STUDI KASUS

KECAMATAN PAMULANG TANGERANG SELATAN) telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 15 September 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Sosiologi.

Jakarta, 15 September 2011 Sidang Munaqasyah

Ketua Sidang, Sekretaris Sidang,


(4)

LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ciputat, September 2011


(5)

ABSTRAK Herlina Dwi Astuti

Pengaruh Pendidikan Formal terhadap Usia Perempuan pada Pernikahan Pertama

Skripsi ini bertujuan untuk menguji penelitian-penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa pendidikan adalah salah satu faktor penting yang menjadi penyebab terjadinya pernikahan dini di Indonesia, khususnya di beberapa daerah di pedalaman seperti Kalimantan, Jawa Timur dan Jawa Barat. Perbedaannya adalah, skripsi ini menguji sejauh mana pendidikan menjadi faktor utama bagi tingginya tingkat usia pernikahan pertama yang terjadi di daerah perkotaan.

Penelitian ini memfokuskan diri kepada usia perkawinan pertama dengan latar belakang pendidikannya, oleh karena itu penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif, dengan jumlah responden sebanyak 500 pasangan, yang diambil dari data akta nikah dari KUA Pamulang pada tahun 2010-2011. Data tersebut kemudian dianalisis dengan statistik non parametriks, serta diperkuat dengan studi kualitatif berupa wawancara dengan 5 orang pengantin wanita pada tahun 2010-2011,1 orang tua, serta 2 orang pihak KUA Pamulang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara usia pernikahan pertama dengan pendidikan di perkotaan itu rendah. Terjadinya pernikahan dengan usia remaja mayoritas dilatarbelakangi oleh Married by Accident (MBA), perjodohan, atau kesiapan untuk menikah sudah bulat. Hal ini sesuai dengan beberapa temuan sebelumnya yang menyatakan bahwa pernikahan dengan usia pernikahan pertama remaja itu hanya beberapa persen dipengaruhi oleh pendidikan, dan teori Goode yang menyebutkan bahwa perempuan diperkotaan cenderung untuk menikah di usia matang dibandingkan dengan pedesaan karena alasan pekerjaan dan pendidikan.


(6)

KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum Wr. Wb

Alhamdulillah hirabbil‟alamin, puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua. Shalawat serta salam tak lupa kita haturkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW serta para sahabat dan pengikutnya, semoga kita selalu senantiasa diridhoi dan dalam lindungan serta petunjuk Allah SWT.

Berkat rahmat Allah SWT yang telah memberikan banyak rizki kepada penulis, berupa kesehatan, baik berupa kesehatan jasmani maupun rohani sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Pengaruh Pendidikan terhadap Usia Pernikahan Pertama Pada Perempuan dengan Studi Kasus Kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan. Dalam skripsi ini penulis bertujuan untuk menguji teori-teori pada temuan sebelumnya yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi pernikahan dini di pedesaan, dan penulis ingin menguji apakah teori tersebut memiliki hasil yang sama dengan perkotaan.

Dalam proses penulisan skripsi hingga skripsi selesai, penulis juga ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu serta mendukung penulis baik berupa saran, kritik yang konstruktif, terutama kepada Bapak Prof.Dr. Bahtiar Effendy selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Bapak Dr. Hendro Prasetyo, MA selaku wakil dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Ibu Wiwi Sajaroh, M.Si selaku wakil dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, serta Bapak Ahmad Abrori, M.Si selaku wakil dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Bapak Dr. Zulkifly, MA selaku ketua jurusan prodi Sosiologi serta Ibu Joharotul jamilah M.Si selaku sekretaris jurusan yang tanpa bimbingan dan latihan dari mereka penulis tidak akan selesai tepat waktu. Kepada ibu Iim

Halimatussa‟diyah selaku pembimbing yang telah berbaik hati membimbing penulis dalam hal perumusan penelitian, perolehan data saat terjun lapangan, dan penulisan skripsi.


(7)

Kepada Ibu Dzuriyatun Toyibah, M.Si telah memberikan bantuan pembimbingan statistik. Kepada staf akademik fakultas, Bapak Jajang Saprijal dan Bapak Amali yang selalu direpotkan oleh penulis dalam hal tekhnis, pertanyaan dan akreditasi dan para staf TU yang selalu mendukung penulis. Seluruh dosen FISIP yang selalu menyediakan waktunya untuk penulis, serta para tim penguji.

Kepada pihak yang berwenang, pihak KUA Pamulang, Ketua KUA Pamulang Bapak Suganda dan Bapak Darmawan selaku staf KUA atas data kependudukannya serta informasinya mengenai alasan pernikahan. Tak lupa juga berterima kasih kepada teman-teman Sosiologi angkatan 2007 yang setia bersama selama 4 tahun.

Akhirnya penulis ucapkan terima kasih kepada kedua orang tua, kepada ayah yang selalu memberikan suport moril, materiil dan data penelitian, serta ibu yang selalu memberikan energi dan semangat bagi penulis untuk menatap ke depan dan menyelesaikan studi tepat waktu. Tak terlupa, kepada my lovely Tio, yang selalu memberikan support, ide-ide dan bantuan yang tak ternilai. Semoga penulis bisa melakukan yang terbaik ke depannya.

Wassalamu‟alaikum Wr Wb

Jakarta, September 2011


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iv

DAFTAR TABEL vi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Tinjauan Pustaka 6

C. Pertanyaan Penelitian 9

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 10

E. Metodologi dan Jenis Penelitian 10

1. Pendekatan Penelitian 10

2. Lokasi, Populasi dan Sample 11

3. Tehnik Pengumpulan Data 12

4. Mengolah dan Memproses Data 12

F. Sistematika Penulisan 13

BAB II KERANGKA TEORI

A. Pengertian Pernikahan di Indonesia 14

B. Pengertian Pernikahan Dini 15

C. Faktor Pendorong Pernikahan Dini 17

1. Faktor Pendidikan 17

2. Faktor Ekonomi 20

3. Tradisi 21

4. Untuk Melindungi Virginitas atau Keperawanan 22 5. Pernikahan Usia Dini dalam Pandangan Islam 23

D. Pendidikan dan Pernikahan 24


(9)

BAB III GAMBARAN UMUM

A. Gambaran Umum Tangerang Selatan 30

B. Gambaran Umum Kecamatan Pamulang 33

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN ANALISA DATA

A. Temuan penelitian 39

1. Hasil Studi Kuantitatif 39

2. Hasil Studi Kualitatif 47

B. Analisa Data 49

1. Hubungan antara Pendidikan dengan

Usia Pernikahan Pertama 49

2. Dampak Menikah Muda pada Pernikahan Pertama 51

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan 53

B. Saran 55


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Tabel Halaman

Tabel 1 Persentase Perempuan usia 10-59 tahun menurut Umur

Perkawinan Pertama, Riskesdas 2010 4

Tabel 2 Usia Pernikahan antara 12-23 tahun 1999 di Indonesia, baik

daerah Rural maupun Urban 17

Tabel 3 Tingkat Pendidikan Bagi Pasangan Menikah Laki-laki Usia

20, dan Perempuan Usia 18 Tahun 1999 di Indonesia 18

Tabel 4 Persentase Perempuan Pernah Kawin 10-59 tahun menurut Umur Perkawinan Pertama dan Karakteristik, Riskesdas 2010

19

Tabel 5 Prosentase Alasan Wanita Menikah Dini di bawah 18 Tahun

berdasar tempat dan lokasi 21

Tabel 6 Jumlah Kelurahan dan Desa per Kecamatan Kota Tangerang

Selatan Tahun 2007 30

Tabel 7 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama yang Dipeluk Menurut Kecamatan Kota Tangerang Selatan (dalam Prosentase) 2007

31

Tabel 8 Jumlah Fasilitas Peribadatan Menurut Jenis dan

Kecamatan di Kota Tangerang Selatan Tahun 2007 32

Tabel 9 Jumlah Pondok Perantren, Kiai/Ustadz dan Santri Menurut


(11)

Tabel 10 Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur dan jenis kelamin Menurut Kelurahan di Kecamatan Pamulang pada awal Tahun 2007

34

Tabel 11 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama Menurut Kelurahan di

Kecamatan Pamulang pada Awal Tahun 2007 35

Tabel 12 Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan di Kecamatan Pamulang

Pada Tahun 2007 36

Tabel 13 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di kecamatan

Pamulang pada Tahun 2007 37

Tabel 14 Jumlah Partisipasi Sekolah Kecamatan Pamulang Tahun

2007 38

Tabel 15 Frekuensi Usia Responden 40

Tabel 16 Frekuensi Pendidikan Responden 41

Tabel 17 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test 42

Tabel 18 Correlations 44

Tabel 19 Descriptive Statistics 45

Tabel 20 Correlation 46


(12)

BAB 1 PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Studi pernikahan, khususnya pernikahan dini, merupakan salah satu studi penting dalam analisa ekonomi dan demografi. Usia pasangan pada saat pernikahan telah menjadi bahan pertimbangan untuk kebijakan publik karena dari kesuburan atau fertilitas akan berakibat pada peningkatan populasi penduduk.1

Studi yang dilakukan oleh UNICEF menunjukan bahwa Pernikahan dini, adalah sebuah kenyataan di banyak negara. Pernikahan dini diyakini oleh orang tua di beberapa negara dapat memberi keuntungan finansial dan sosial, juga dapat menghilangkan kewajiban mereka sebagai orang tua untuk menyekolahkan dan menafkahi anak mereka.2

Banyak kalangan juga memandang pernikahan dini sebagai suatu hal yang dipandang melanggar hak asasi seorang anak, karena pernikahan dini kemudian dapat menyebabkan kehamilan awal, dan isolasi sosial.3 Selain itu, pernikahan dini seringkali terjadi pada perempuan yang memiliki pendidikan rendah, dan rentan tehadap tindakan kekerasan dalam rumah tangga, serta poligami.4

1

Lung Vu,Age at First Marriage in Vietnam: trends and determinants,(Tulane University School of Public Health abd Tropical Medicine,2005) h.1

2

UNICEF, Early marriage a harmful traditional practice,2005h.1 3

UNICEF,2005 h.1 4


(13)

Ada beberapa definisi tentang pernikahan dini, salah satunya menurut Kepala Seksi Humas Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Pamulang pernikahan dini adalah sebuah pernikahan dimana pasangan baik pria maupun perempuan, atau hanya perempuan atau hanya pria berada dibawah usia yang diperbolehkan untuk menikah dalam undang-undang perkawinan yakni 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk laki-laki.5

Dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa batas minimal usia perkawinan untuk perempuan adalah 16 tahun dan laki-laki 19 tahun. Lalu juga ada pasal lain yang menyebutkan bahwa pernikahan di bawah usia 21 hanya bisa dilangsungkan dengan persyaratan tambahan. Aturan mengenai usia nikah itu juga ditegaskan kembali dalam PP No 9 tahun 75 dan Instruksi Presiden No 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.6

Sementara itu, United Nation’s Children’s Fund (UNICEF) dan United Nation’s Population Fund (UNFPA) mendefinisikan pernikahan dini sebagai:

Any marriage carried out below the age of 18 years, before the girl is physically, physiologically, and psychologically ready to shoulder the responsibilities of marriage and childbearing.”7

5

Wawancara terhadap seksi Humas KUA Pamulang pada 19 Juli 2011

6

http://www.nu.or.id/page/id/dinamic_detil/11/14622/Syariah/Masalah_Pernikahan_Dini.html

10 November 2008 (diunduh pada 17 agustus 2011)

7

The Inter-African Committee (IAC) on Traditional Practices Affecting the Health of Women and Children.(1993) Newsletter, December 2003 dalam Ending Child Marriage: a guide for global policy action (UNFPA, 2007) h. 7


(14)

Menurut ilmu psikologi, usia pernikahan yang baik adalah ketika pasangan telah mencapai usia dewasa, atau berusia di atas 21 tahun, karena jika pasangan masih berusia remaja, maka hal tersebut akan berdampak pada psikologis pasangan dan anak mereka nantinya. Terdapat dua kategori remaja dalam psikologi, yaitu remaja pertama, yaitu 13-16 tahun, dan masa remaja akhir, yaitu 17-21.8 Remaja, cenderung mengutamakan emosi dalam pengambilan keputusan, sehingga hal ini dapat mempengaruhi pernikahan dan perkembangan anak mereka nantinya. Oleh karena itu, ilmu psikologi menyarankan agar pasangan yang ingin menikah hendaknya telah mencapai usia dewasa, atau berusia di atas 21 tahun.

Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Sugiri Syarif menyatakan bahwa, usia yang tepat dalam pernikahan pertama bagi pasangan adalah Perempuan berusia 20 tahun, dan pria berusia 25 tahun. Hal tersebut ditinjau dari banyaknya temuan di lapangan yang menyebutkan banyak kendala pada keluarga yang memulai bahtera rumah tangganya tanpa perencanaan matang dan masih terlalu muda.9 Oleh karena itu, pernikahan bagi pasangan yang menikah di bawah usia 20 tahun, adalah pasangan yang menikah dini.

8

Zakiyah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama,(Jakarta, Bulan Bintang,1976).h. 132-138

9

Usia Nikah Perempuan 20 Tahun, Laki-laki 25 Kepala BKKBN Mendesak Revisi Usia Nikah

http://nasional.vivanews.com/news/read/185877-kepala-bkkbn-desak-revisi-usia-nikah, 30 Oktober 2010 (diunduh pada 4 agustus 2011)


(15)

Kepala KUA kecamatan Pamulang menyatakan:

“Pernikahan dini adalah pernikahan dengan usia di bawah Undang-Undang, tetapi bila melihat perkembangan jaman, pernikahan dini adalah pernikahan bagi mereka yang berusia di bawah 21 tahun, karena setiap pasangan yang menikah di bawah usia tersebut, haruslah mendapatkan izin dari orang tua yang mengizinkan mereka menikah di bawah 21 tahun, dan surat izin tersebut harus dilampirkan dalam pernikahan (Model N5).”10

Berdasarkan beberapa definisi tersebut di atas, penelitian ini akan menggunakan definisi penikahan dini sebagai pernikahan yang terjadi di bawah usia 21 tahun. Kesimpulan ini diambil berdasarkan faktor-faktor pendukung seperti kesiapan emosi, ekonomi, pendidikan, pola asuh, serta sosial.

Dalam praktik keseharian, perkawinan usia muda atau di bawah umur masih banyak kita jumpai, khususnya di daerah pedesaan. Seperti dalam tabel temuan riset yang dilakukan oleh kementrian kesehatan RI pada tahun 2000, yang menunjukkan bahwa telah terjadi perkawinan pada Perempuan umur kurang dari 20 tahun, atau menikah di bawah umur berikut.

10


(16)

Tabel 1

Persentase Perempuan usia 10-59 tahun menurut Umur Perkawinan Pertama, Riskesdas 201011

Dalam tabel tersebut, jika kita merujuk kepada definisi pernikahan dini menurut definisi psikologi dan KUA bahwa usia minimum pernikahan adalah 21 tahun, sebanyak 46,7% Perempuan di Indonesia, masih melakukan pernikahan di bawah umur.

Pernikahan anak dibawah umur seringkali terjadi di daerah rural area, seperti daerah Bangka Belitung dengan prosentase 49,9%, Banten 52,2%, Jawa Timur 50,6%, Bengkulu 52,2%, Jambi 50,9% dan daerah yang sering terjadi pernikahan dini untuk pulau Jawa adalah daerah Jawa Barat dengan prosentase 57,7%, dan tertinggi adalah Kalimantan Tengah dengan prosentase 59,1% anak yang berumur 10-19 tahun telah menikah.12

11

Riset Kesehatan Dasar Kementrian Kesehatan RI Tahun 2010, h. 186 12


(17)

Faktor-faktor yang umumnya menjadi penyebab pernikahan dini di daerah pedesaan adalah faktor ekonomi, dan faktor pendidikan.13 52,7% Perempuan yang menikah usia 10-19 tidak bersekolah; 61,6% tidak tamat SD; dan 61,4% tamat SD.14 Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan yang rendah masih banyak terdapat di Indonesia, dan hal tersebut merupakan salah satu pendorong terjadinya pernikahan dini pada anak, khususnya perempuan.

Perkawinan usia muda atau pernikahan dini yang terjadi di daerah urban community sangat menarik untuk dikaji, karena wilayah ini adalah wilayah pinggiran perkotaan dimana ekonomi dan pendidikannya sudah dapat dikatakan maju. Terkait dengan hal tersebut, maka skripsi ini akan memfokuskan pada kajian “Pengaruh Pendidikan terhadap Usia Pernikahan Pertama pada Perempuan (Studi Kasus Kecamatan Pamulang Tangerang Selatan)”.

B.Tinjauan Pustaka

Beberapa literatur yang terkait dengan permasalahan pernikahan dini, banyak mengemukakan bahwa pendidikan yang rendah, baik orang tua maupun pelaku pernikahan dini sebagai salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan dini. Diantaranya adalah pertama, riset penelitian yang dilakukan oleh East West Center dengan penelitinya Minja Kim Choe, Shyam Thapa, dan Sulistinah Achmad yang membahas mengenai pola pernikahan yang terjadi pada anak dan remaja di daerah perkotaan dan pedesaan pada dua negara yaitu

13

Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Rafidah dkk Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pernikahan Usia Dini di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah, 2009

14


(18)

Indonesia dan Nepal, pola ibu berdasarkan umur, dan faktor yang mempengaruhi pernikahan dan ibu muda di kedua negara ini.15

Hasil dari penelitian tersebut menyebutkan bahwa usia anak yang menikah di daerah rural area, atau pedesaan adalah berkisar pada usia 15-21 tahun. Sedangkan faktor yang menyebabkan pernikahan dini pada usia tersebut adalah faktor ekonomi, pendidikan, daerah lingkungan tempat tinggal yang menerapkan tradisi menikah dini, dan tahun kelahiran yang menerapkan bahwa, jika sudah cukup umur sudah boleh menikah.

Kedua, riset yang dilakukan oleh Geeta Rao Gupta dari International Center Research of Women (ICRW) pada tahun 2004, dengan judul Child Marriages: Social and Economics Linkages and Opportunities for Intervention.16 Hasil riset yang dilakukan di India tersebut menunjukkan bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan perempuan menikah dini, selain itu pendidikan tinggi adalah suatu hal yang diidamkan oleh perempuan di Indonesia, khususnya di daerah pedesaan, oleh karena itu, penundaan pernikahan dapat dilakukan dengan mempertinggi pendidikan seseorang. Hal ini juga diucapkan oleh kepala BKKBN yang menganggap bahwa pekerjaan dan pendidikan yang tinggi dapat memperkecil angka pernikahan dini pada remaja.17

15

Minja Kim Choe, Early Marriage and Childbearing in Indonesia and Nepal.(East West Center(EWC)2001).

16

Gupta, Geeta Rao.Child Marriages: Social and Economics Linkages and Opportunities for Intervention. (2004, ICRW)

17

Usia Nikah Perempuan 20 Tahun, Laki-laki 25 Kepala BKKBN Mendesak Revisi Usia Nikah

http://nasional.vivanews.com/news/read/185877-kepala-bkkbn-desak-revisi-usia-nikah, 30 Oktober 2010 (diunduh pada 4 agustus 2011)


(19)

Ketiga, Riset yang dilakukan oleh UNICEF pada tahun 2005 di seluruh negara berkembang di dunia, dengan judul, Early Marriage: a harmful traditional practice, menyebutkan bahwa di beberapa negara, contohnya di Tanzania 92% Perempuan yang tidak mengambil pendidikan SMP, menikah dibawah usia 18 tahun. Atau di Filipina, 70% Perempuan yang berpendidikan rendah dan tidak sekolah, menikah pada usia kurang dari atau ketika 18 tahun.18

Keempat, adalah penelitian yang dilakukan oleh Rafidah, Ova Emilia dan Budi Wahyuni pada tahun 2009 dengan judul Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pernikahan Usia Dini di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah.19 Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan 90 orang responden, 45 orang yang menikah dini, dan 45 orang di atas 24 tahun, dan 3 orang informan untuk metode kualitatif yaitu wawancara mendalam terhadap petugas KUA, tokoh masyarakat dan tokoh agama.

Permasalahan yang diangkat dalam riset tersebut adalah memahami faktor-faktor yang melatarbelakangi pernikahan remaja di usia dini di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa persepsi responden mengenai pernikahan adalah faktor utama penyebab pernikahan dini. Faktor berikutnya adalah faktor ekonomi dan pendidikan.

Terkait dengan penelitian yang telah dilakukan tentang pernikahan dini, penulis belum menemukan kajian yang secara intensif melihat fenomena ini dalam konteks masyarakat urban atau daerah pinggiran perkotaan dimana

18

UNICEF,Early Marriage: a harmful traditional practice (2005) h.6 19

Rafidah dkk.,Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pernikahan Usia Dini di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah, 2009


(20)

pendidikan, sarana prasarana serta tingkat ekonomi dan pendidikan yang jauh lebih baik daripada di daerah pedesaan.20 Oleh karena itu penulis tertarik untuk menganalisa apakah faktor pendidikan mempengaruhi usia pernikahan pertama di daerah urban.

C.Pertanyaan Penelitian

Terkait dengan maraknya penelitian bertema pernikahan dini dengan temuan bahwa faktor pendidikan yang rendah adalah penyebab terjadinya pernikahan dini, maka penelitian ini bermaksud menguji teori apakah tingkat pendidikan mempengaruhi usia pernikahan pertama pada perempuan. Studi ini dilakukan pada dua Kelurahan di Kecamatan Pamulang dengan pertanyaan penelitian: 1. Apakah tingkat pendidikan mempengaruhi usia perempuan dalam melakukan

pernikahan pertama? Hipotesis

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan terkait pernikahan dini, penelitian ini bermaksud menguji sejauh mana teori yang berkembang terkait dengan hubungan tingkat pendidikan dan rendahnya usia pernikahan pertama. Untuk itu penelitian ini mengajukan beberapa hipotesa antara lain:

H0: Tingkat pendidikan tidak mempengaruhi usia perempuan pada pernikahan pertama.

Ha: Tingkat pendidikan mempengaruhi usia perempuan pada pernikahan pertama.

20


(21)

D.Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah benar bahwa latar belakang pendidikan yang rendah dapat memicu pernikahan dini pada usia perkawinan pertama (UKP).

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi rekomendasi bagi pemerintah untuk merumuskan kebijakan yang responsif terhadap fenomena tersebut, khususnya ke arah pembangunan yang disebutkan dalam MDGs poin 2 dan 3, yaitu mewujudkan pendidikan dasar bagi semua dan mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.

E. Metodologi dan Jenis Penelitian 1. Pendekatan penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif untuk menjelaskan hubungan satu variabel dengan variabel lainnya. Dependent Variable dalam hal ini adalah usia pernikahan pertama akan dihubungkan dengan Independent Variable yaitu tingkat pendidikan.

Untuk mendukung data kuantitatif, peneliti juga akan melakukan in depth interview dengan 5 perempuan, yaitu 3 perempuan yang menikah dengan alasan MBA, 1 perempuan yang menikah karena dijodohkan oleh orangtuanya, dan 1 perempuan yang menikah diatas usia 24 tahun yang telah menikah pada tahun 2010-2011, 1 orangtua pihak perempuan, yaitu ibu dari perempuan yang dijodohkan oleh orangtua, serta dengan 2 orang dari pihak KUA, yaitu kepala KUA Pamulang dan kepala seksi Humas KUA Pamulang


(22)

untuk memperoleh pemahaman data yang lebih mendalam terkait dengan fokus penelitian ini.

2. Lokasi, Populasi dan Sample

Lokasi penelitian yang diambil adalah Kecamatan Pamulang. Lokasi ini diambil karena selain memiliki lokasi yang tak berada jauh dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, lokasi ini juga memiliki angka yang cukup tinggi untuk fokus kajian, yaitu perempuan yang menikah dibawah usia 21 tahun dibandingkan dengan Kecamatan lainnya di wilayah Tangerang Selatan, yang tak jauh dari UIN Jakarta.

Pendekatan kuantitatif bertujuan untuk mengukur dan melakukan generalisasi terhadap sebuah populasi. Populasi yang dimaksud adalah pasangan yang menikah di KUA Kecamatan Pamulang pada tahun 2010 dan 2011, yaitu sebanyak N=1750 pasangan.

Dalam menentukan sample akan menggunakan metode penarikan sample acak sederhana, yaitu sample diambil dari 2 buah buku akta nikah pada setiap bulan pada tahun 2010 hingga Juni 2011. Jumlah responden yang terdapat dalam penelitian ini berdasarkan rumus ukuran sample,

n = N 1+ N(e)2

Jika e atau bound of error adalah 3%, berarti jumlah responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah n= 500 pasangan.


(23)

3. Tehnik Pengumpulan Data

Data yang digunakan adalah data sekunder dari data akta pencatatan pernikahan. Akan tetapi dikarenakan data ini belum tersusun secara sistematis, penulis melakukan proses pengumpulan data dengan melakukan pendataan terhadap pasangan yang menikah pada tahun 2010 dan 2011 berdasarkan Akta Nikah yang terdapat pada KUA Kecamatan Pamulang Tangerang Selatan.

Selain itu data primer diperoleh melalui wawancara mendalam dengan beberapa informan kunci baik 5 pengantin Perempuan, 1 orang tua pihak Perempuan yang berada di RW 010 Pondok Benda dan juga 2 orang dari pihak KUA.

4. Mengolah dan Memproses Data

Analisa yang dilakukan dalam pengumpulan dan penyusunan data dilakukan menggunakan analisa dokumen dari data KUA Pamulang, setelah itu, dilakukan coding terhadap data-data tersebut.

Data yang telah didapat kemudian diproses menggunakan program SPSS 16. Data tingkat pendidikan tersebut kemudian dirubah menjadi data numerik dan diolah menggunakan pengujian korelasi Spearman-rho dan Kendall-tau two-tailed untuk melihat hubungan antara dua variabel yaitu tingkat pendidikan (X) dan usia pernikahan pertama (Y), serta untuk melihat tingkat hubungan dua variabel tersebut, digunakan korelasi Perason.


(24)

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini akan terdiri dari lima bab yang meliputi: Bab I, yaitu pendahuluan; Bab ini akan membahas latar belakang, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

Pada bab II, akan menjelaskan mengenai kajian teori yang akan mempaparkan teori-teori yang mendukung, yakni mengenai definisi pernikahan, faktor-faktor yang mendorong pernikahan dini, pendidikan dan pernikahan pertama, serta pendidikan dan usia pernikahan pertama.

Pada bab III, yaitu gambaran umum; akan menggambarkan sekilas mengenai Kecamatan Pamulang dan Kota Tangerang Selatan selaku kota tempat obyek penelitian.

Sedangkan pada bab IV akan memaparkan temuan penelitian dengan menganalisa data yang ada untuk mengukur sejauh mana tingkat pendidikan mempengaruhi usia pernikahan pertama, apakah tingkat pendidikan yang rendah merupakan salah satu sebagai faktor yang berkontribusi bagi terjadinya pernikahan dini.

Terakhir pada bab V, yaitu bab penutup, akan menyimpulkan beberapa hal terkait dengan bab-bab sebelumnya yaitu bab I-IV, serta akan diberikan saran terkait akan permasalahan yang dibahas.


(25)

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Pengertian Pernikahan di Indonesia

Menurut Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 1, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang Perempuan sebagai seorang suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah-tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Kompilasi hukum Islam pada Buku I Hukum perkawinan menyatakan bahwa Akad nikah ialah rangkaian ijab yang diucapkan oleh wali dan kabul yang diucapkan oleh mempelai pria atau wakilnya disaksikan oleh dua orang saksi.21

Menurut agama Islam, perkawinan adalah akad atau persetujuan antara calon suami dan calon istri karenanya berlangsung melalui ijab dan qobul atau serah terima. Apabila akad nikah tersebut telah dilangsungkan, maka mereka telah berjanji dan bersedia menciptakan rumah-tangga yang harmonis, akan hidup semati dalam menjalani rumah-tangga bersama-sama.22

Ajaran Islam juga berpandangan bahwa pernikahan adalah salah satu asas pokok hidup yang terutama dalam pergaulan atau masyarakat sempurna. Faidah terbesar dalam perkawinan adalah untuk menjaga dan memelihara perempuan

21

Kompilasi Hukum Islam Republik Indonesia 22

Thoha Nasrudin dalamPerkawinan Usia Muda: Faktor-Faktor Pendorong Dan Dampaknya Terhadap Pola Asuh Keluarga (Studi Kasus Di Desa Mandalagiri Kecamatan Leuwisari Kabupaten Tasikmalaya).h.11


(26)

yang bersifat lemah dari kebinasaan. Juga untuk memelihara anak dan keturunan.23

B. Pengertian Pernikahan Dini

Pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai pengertian dari pernikahan dini, pernikahan dini menurut UNICEF adalah

Any marriage carried out below the age of 18 years, before the girl is physically, physiologically, and psychologically ready to shoulder the responsibilities of marriage and childbearing.”24

Undang-undang internasional, the UN Convention on the Rights of the Child (CRC) mendefinisikan seorang anak sebagai “Every human being below the age of eighteen years unless, under the law applicable to the child, majority is attained earlier.”25

Beberapa badan organisasi pemerintahan, baik Komisi Nasional Perlindungan Perempuan26, Pengurus besar NU27, serta Kepala BKKBN28, menerangkan bahwa usia minimum yang dianggap sudah cukup matang untuk menikah, adalah Perempuan berusia 21 tahun. Karena usia tersebut dianggap usia yang telah

23

Rasjid, Sulaiman, Fiqh Islam (Bandung:Sinar Baru, 1990)h.348-349

24

The Inter-African Committee (IAC) on Traditional Practices Affecting the Health of Women and Children.(1993) Newsletter, December 2003 dalam Ending Child Marriage: a guide for global policy action (UNFPA, 2007) h. 7

25

Ending Child Marriage: a guide for global policy action (UNFPA, 2007) h. 8

26

Penting, Revisi UU Perkawinan! http://www.komnasPerempuan.or.id/2009/06/penting-revisi-uu-perkawinan/ 29 Juni 2009 (diunduh pada 4 Agustus 2011)

27

http://www.nu.or.id/page/id/dinamic_detil/11/14622/Syariah/Masalah_Pernikahan_Dini.html

10 September 2008 (diunduh pada 17 Agustus 2011)

28

Usia Nikah Perempuan 20 Tahun, Laki-laki 25 Kepala BKKBN Mendesak Revisi Usia Nikah

http://nasional.vivanews.com/news/read/185877-kepala-bkkbn-desak-revisi-usia-nikah, 30 Oktober 2010 (diunduh pada 4 agustus 2011)


(27)

matang secara psikologis, pendidikan, pekerjaan, dan kemampuan fisik, khususnya Perempuan, untuk hamil dan melahirkan.

Oleh karena itu, definisi pernikahan dini yang diambil oleh penulis adalah setiap pernikahan, dimana pasangan yang menikah berusia kurang dari 21 tahun pada usia pernikahan pertama mereka.

Dalam beberapa penelitian sebelumnya yang diadakan di Indonesia, pernikahan dini sering terjadi di masyarakat. Seperti yang dapat dilihat dalam tabel 1, sebanyak 41,9% pasangan menikah di usia 15-19 tahun. Data dari East West Center pada tabel 3 menunjukkan bahwa usia pernikahan Perempuan di bawah 23 tahun, jauh lebih banyak terjadi di daerah pedesaan atau rural area dibandingkan di daerah perkotaan atau urban area. Sedangkan untuk pria, tidak terlalu besar perbedaan antara daerah pedesaan dan perkotaan untuk menikah di usia dibawah 23 tahun.

Tabel 2

Usia Pernikahan antara 12-23 tahun 1999 di Indonesia, baik daerah Rural maupun Urban29

29


(28)

C. Faktor Pendorong Pernikahan Dini

Berdasarkan beberapa riset yang telah dilakukan sebelumnya di beberapa negara, pernikahan dini didasari atas beberapa faktor

1. Faktor Pendidikan

Banyak dari orang tua pasangan yang menikah dini, maupun pasangannya itu sendiri memiliki pendidikan yang rendah. Menurut riset yang dilakukan oleh Rafidah30, faktor pendidikan memiliki potensi 2,9 kali lebih tinggi. Yaitu jika pasangan memiliki pendidikan yang rendah, potensi yang dimiliki untuk melakukan pernikahan dini adalah 2,9 kali lebih besar.

Dalam riset yang dilakukan oleh East West Center (EWC) menunjukkan bahwa faktor pendidikan merupakan salah satu faktor penunjang terjadinya pernikahan dini di Indonesia. Dalam tabel tersebut disebutkan bahwa tingkat pendidikan di daerah pedesaan bagi Perempuan yang menikah pada usia 18 tahun 50% memiliki pendidikan dibawah SMP, 40% menempuh pendidikan SMP dan 10% lebih dari SMP. Sedangkan di daerah perkotaan, Perempuan yang menikah di bawah SMP saat UKP 18 tahun adalah 40%, 20% SMP dan 5%lebih dari SMP.

30

Rafidah dkk.,Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pernikahan Usia Dini di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah, 2009


(29)

Sedangkan laki-laki, saat UKP berada dibawah usia 20 tahun, 50% pendidikan di bawah SMP, 40% SMP dan 20% di atas SMP. Sedang di daerah urban dengan UKP berada dibawah 20 tahun adalah 20% di bawah SMP, 10%SMP dan 0%di atas SMP, itu berarti bahwa laki-laki di daerah urban lebih banyak menikah di atas usia 20 tahun.

Tabel 3

Tingkat Pendidikan Bagi Pasangan Menikah Laki-laki Usia 20, dan Perempuan Usia 18 Tahun 1999 di Indonesia31

31


(30)

Tabel 4

Persentase Perempuan Pernah Kawin 10-59 tahun menurut Umur Perkawinan Pertama dan Karakteristik, Riskesdas 201032

Data riskesdas menunjukkan bahwa 9,5% tidak sekolah, 16,2% mengenyam pendidikan SD, 1,7 % tamat SMP dan 0,5% tamat SMA untuk Perempuan yang menikah pada usia 10-14 tahun. Sedangkan Perempuan yang berusia 12-19 tahun 43,2% tidak sekolah, 52,5% tidak tamat SD, 54,3% tamat SD, 47,5% tamat SMP, dan 20,3% tamat SMA. Sedangkan bagi Perempuan yang pertama menikah dalam range 20-24 tahun, mayoritas berpendidikan terakhir SMA dengan 54,1%.

32


(31)

2. Faktor Ekonomi

Banyak dari orang tua pasangan yang menikahkan anaknya pada usia dini memiliki penghasilan yang minim, sehingga tidak memiliki biaya untuk menyekolahkan anak mereka dan menganggap bahwa dengan menikahkan anak mereka, maka beban mereka akan berkurang.

Dalam riset yang dilakukan oleh Rafidah dkk33, disebutkan bahwa faktor ekonomi merupakan salah satu faktor terjadinya pernikahan dini. Orang tua yang memiliki ekonomi rendah memiliki rasio 1,75 kali lebih dulu menikahkan anaknya dibandingkan dengan orang tua yang memiliki penghasilan tetap atau di atas rata-rata.

Dalam riset yang dilakukan di negara lain, seperti di daerah Amhara, faktor ekonomi menjadi faktor keenam setelah tradisi, pernikahan dini untuk meningkatkan tali silaturahmi dan mendekatkan keluarga, untuk martabat, sulit menikah jika usia tua, untuk menghindarkan gosip, untuk memupuk harta, untuk melindungi keperawanan dan lain-lain.

33

Rafidah dkk.,Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pernikahan Usia Dini di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah, 2009


(32)

Tabel 5

Prosentase Alasan Perempuan Menikah Dini di bawah 18 Tahun berdasar tempat dan lokasi34

3. Tradisi

Dalam tabel 5 disebutkan bahwa tradisi daerah, merupakan faktor utama pendorong terjadinya pernikahan dini di daerah Amhara. Hal ini juga terlihat di Indonesia, dimana menikah muda sudah menjadi tradisi, menjadi harga diri keluarga dan rendah diri jika putrinya menikah di usia tua, sehingga takut tidak memiliki pasangan.35

Pada beberapa daerah di pulau Jawa, tradisi pernikahan dini juga masih erat dengan kehidupan warganya. Hal ini terlihat dari banyaknya warga yang menikah ketika berusia 14 tahun di Tasikmalaya36.

34

Ababa, Addis. Report on Causes and Consequences of Early Marriage in Amhara Region.(Pathfinder, 2006).h.35

35

Siswa SMP di Polewali Pilih Kawin daripad UN.

http://edukasi.kompas.com/read/2011/04/26/09130644/Siswa.SMP.di.Polewali.Pilih.Kawin.daripada. UN 26 April 2011 (diunduh pada 17 Agustus 2011)

36

Perkawinan Usia Muda: Faktor-Faktor Pendorong Dan Dampaknya Terhadap Pola Asuh Keluarga (Studi Kasus Di Desa Mandalagiri Kecamatan Leuwisari Kabupaten Tasikmalaya


(33)

Ada beberapa mitos di daerah Jawa Tengah, bahwa jika seorang anak gadis di usia 20 belum menikah, nanti akan menjadi perawan tua, adapula mitos yang menyebutkan jika seorang anak gadis melahirkan sebelum menikah, atau hamil sebelum menikah, maka anak gadis tersebut mengundang kesialan kepada 41 rumah yang berada disekitar rumahnya.37

4. Untuk melindungi virginitas atau keperawanan

Keperawanan adalah sebuah hal yang penting, baik dalam pernikahan, maupun agama. Dalam penelitian yang dilakukan oleh BKKBN pada tahun 2010, sebanyak 63% Perempuan usia sekolah menengah pertama dan atas di Indonesia sudah tidak perawan dan 21% diantaranya pernah melakukan tindakan aborsi.38

Karena hal tersebut, banyak orang tua yang kemudian menikahkan anaknya pada usia dini, untuk melindungi keperawanan mereka, dan mencegah anak mereka melakukan tindakan seks pra-nikah. Dalam tabel 5 dapat dilihat sebanyak 21,1% orang tua di daerah pedesaan dan 22% orang tua di daerah perkotaan menikahkan anaknya di usia dini karena hal tersebut.

37

Berdasarkan pernyataan tetua dan ustad desa di Majenang, Jawa Tengah

38

Koran online Antara, http://www.antarasumut.com/tanpa-kategori/editorial/penelitian-keperawanan-yang-mencemaskan/ (14 Maret 2011)


(34)

5. Pernikahan Usia Dini dalam Pandangan Islam

Ajaran Islam merupakan acuan pokok dan utama, serta berbaur dengan nilai-nilai sosial budaya masyarakat dan tercermin dalam kehidupan keseharian masyarakar di Indonesia. Ajaran islam, diyakini sebagai pedoman hidup yang meliputi semua aspek kehidupan jiwa, raga, rohani, jasmani, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, moral, hukum, dsb.

Agama Islam mengajarkan dan membimbing umat manusia dengan tujuan kebahagiaan di dunia dan akhirat dengan cara mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Agama Islam, sebagai agama mayoritas di Indonesia memiliki beberapa hukum, khususnya hukum pernikahan salah satunya adalah menyegerakan untuk menikah apabila sudah mampu.

Syarat minimum usia untuk menikah dalam agama Islam adalah ketika mencapai usia baligh. Baligh, adalah usia dimana laki-laki telah mendapatkan mimpi basah, dan haid bagi perempuan.

Pada era Rasulullah, beliau menikahi Aisyah yang saat itu berusia 8 tahun. hal ini kemudian mendorong beberapa ulama untuk mendukung adanya pernikahan dini, salah satunya adalah Syeikh Puji yang pada beberapa waktu lalu menikahi gadis yang berusia 12 tahun. Tetapi hal yang tidak diperhatikan adalah, Rasul tidak menyentuh Aisyah hingga Aisyah haid, atau sudah cukup umur, dan sudah dianggap cukup dalam hal psikis dan fisik.


(35)

Pendekatan agama, khususnya agama Islam hal yang dianggap sebagai salah satu pendorong terjadinya pernikahan dini, adalah hadis berikut,

“Hai pemuda-pemuda, barangsiapa yang mampu di antara kamu serta berkeinginan hendak kawin, hendaklah dia kawin. Karena sesungguhnya perkawinan itu akan memejamkan mata terhadap orang yang tidak halal dilihatnya, dan akan memeliharanya dari godaan syahwat….” (Riwayaat Jama’ah ahli Hadis.)39

Hadis tersebut kemudian menjadi sebuah panutan bagi orang tua yang memiliki pemahaman mengenai agama untuk menyegerakan anaknya menikah jika sudah cukup usia.

Pada temuan lapangan penelitian BKKBN terhadap pernikahan usia muda, disebutkan bahwa ulama, merupakan salah satu faktor pendorong terjadinya pernikahan dini.40 Agama Islam juga menyarankan agar menyegerakan menikah bagi pasangan yang sudah ingin menikah karena takut mereka melakukan perzinahan, hal ini kemudian menjadi alasan para ulama untuk menyetujui pernikahan dini.

D. Pendidikan dan Pernikahan

Pendidikan adalah hak asasi manusia yang wajib diperoleh. Kewajiban mendapatkan pendidikan ini tercantum dalam UUD 1945 pasal 27 (1) yang berbunyi setiap warga negara, berhak mendapatkan pengajaran.

39

Rasjid, Fiqh Islam, h.348-349

40

Usia Nikah Perempuan 20 Tahun, Laki-laki 25 Kepala BKKBN mendesak revisi usia nikah

http://nasional.vivanews.com/news/read/185877-kepala-bkkbn-desak-revisi-usia-nikah, 30 Oktober 2010 (diunduh pada 4 agustus 2011)


(36)

Program wajib belajar 9 tahun mewajibkan setiap warganya untuk memperoleh pendidikan dasar dan pendidikan menengah selama 9 tahun di sekolah. Program tersebut mengharapkan agar setiap warga negara dapat terbebas dari buta huruf, sehingga dapat mengurangi angka rendahnya pendidikan di Indonesia.

UNESCO menyatakan bahwa jika ingin membangun dan berusaha memperbaiki keadaan seluruh bangsa, maka haruslah dari pendidikan, sebab pendidikan adalah kunci menuju perbaikan terhadap peradaban. Definisi Unesco mengenai pendidikan adalah learning how to think, learning how to do, learning how to be, learning how to learn dan learning how to live together.41

Selain itu, Pendidikan menjadi sebuah poin penting dalam Millennium Development Goals, khususnya di Indonesia. Pendidikan bagi semua merupakan poin kedua dalam MDGs Indonesia. Dalam laporan MDGs memperlihatkan bahwa pendidikan belum merata, khususnya di daerah-daerah terpencil, yang kemudian ditanggapi oleh pemerintah dengan mewajibkan wajib belajar 9 tahun dengan tujuan:42

1. Mendorong anak-anak usia 13-15 agar masuk sekolah baik di SMP, MTs maupun pendidikan lainnya yang sederajat.

41

Arti Penting Pendidikan bagi Manusia,

http://www.bpplsp-reg-1.go.id/buletin/read.php?id=24&dir=1&idStatus=0 12 april 2007(diunduh pada 25 Agustus 2011) 42

Wajar 9 tahun, http://dit-plp.go.id/index.php/artikel/65-wajar-9-tahun 23 Agustus 2010 (diunduh pada 25 agustus 2011)


(37)

2. Meningkatkan angka partisipasi anak untuk masuk sekolah SMP/MTs terutama di daerah yang jumlah anak tidak bersekolah SMP/MTs masih tinggi.

3. Menurunkan angka putus sekolah SMP/MTs atau yang sederajat

4. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam mensukseskan penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun.

5. Meningkatkan peran serta organisasi kemasyarakatan dalam mensukseskan gerakan nasional penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun.

6. Meningkatkan peran, fungsi dan kapasitas pemerintah pusat, pemerintah propinsi, kabupaten/kota dan kecamatan dalam penuntasan wajib belajar di daerah masing-masing.

Jika program wajib belajar 9 tahun tersebut sukses, maka jumlah pernikahan dengan usia pernikahan pertama di bawah umur dapat berkurang. Jika banyak anak di bawah umur yang masuk sekolah, maka mereka akan mendapatkan pengetahuan mengenai keluarga dan biologis mereka, sehingga, semakin banyak anak yang mengerti bahwa usia di bawah umur memiliki tingkat bahaya melahirkan yang tinggi, mereka dapat menunda kehamilan hingga cukup umur, sehingga dapat mengurangi tingginya angka kematian ibu di Indonesia.


(38)

E. Usia Pernikahan Pertama dan Pendidikan

Pada beberapa studi sosial terdapat sebuah teori yang menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan Perempuan, maka semakin lama usia pernikahan pertamanya.43

Teori modernisasi Goode menyebutkan bahwa industrialisasi telah merubah sistem keluarga di negara berkembang berubah ke arah negara-negara Eropa (westernisasi). Proses modernisasi tersebut membuat masyarakat dengan status sosial yang tinggi memilih untuk menikah di usia matang karena keinginan mereka untuk mendapatkan kebebasan. Masyarakat yang lahir dan besar di kota besar lebih memilih untuk menikah di usia tua dibandingkan dengan mereka yang tinggal di pedesaan, atau kota kecil.44

Dalam karyanya Goode menjelaskan bahwa:

“When such a [conjugal] system begins to emerge in a society, the age at marriage is likely to change because the goals of marriage change, but whether it will rise or fall cannot be predicted from the characteristics mentioned so far. In a conjugal system, the youngsters must now be old enough to take care of themselves, i.e., they must be as old as the economic system forces them to be in order to be independent at marriage”45

43

Wu, Lawrence L. Age dependencies in rates at first marriages.(Wisconsin Uiniversity,1988) h.8 44

Vu, Lung. Age at First Marriage in Vietnam: Trends and Determinants. (Tulane University School of public health and Tropical Medicine, 2005) h.1

45

Mensch, Barbara, Susila Singh, John Casterline. Trends in the Timing of First Marriage Among Men and Women in the Developing World (Population Council No 202,2005) h.9


(39)

Menurut Grossbard-Shechtman dalam riset Josef Bruederl dan Andreas Diekmann menyebutkan bahwa Perempuan yang memiliki pendidikan tinggi memperlihatkan kurangnya minat untuk menikah.46

Keeley menyatakan bahwa Perempuan yang masih berada dalam sebuah institusi pendidikan cenderung untuk menikah seusai sekolah, sehingga institusi membuat Perempuan menikah di usia lanjut.47

Menurut pendapat Klaauw, berdasarkan teori, ketertarikan untuk menikah dan membuat keluarga baru pada Perempuan yang mendapatkan kesempatan untuk belajar dan bekerja lebih rendah. Karena Perempuan yang memiliki pekerjaan yang baik, lebih memilih pekerjaan dibandingkan pernikahan.48

Dalam risetnya di Vietnam, Lung Vu menemukan bahwa Perempuan yang hidup di pedesaan, tinggal di Vietnam Selatan, memiliki pendidikan yang rendah, dan merupakan etnis minoritas menikah saat masih remaja.49

Studi sosiologi terkait masalah usia pernikahan pertama dengan pendidikan menjelaskan bahwa Perempuan yang tinggal di daerah perkotaan dan mendapatkan pendidikan tinggi serta keterampilan yang memadai, lebih cenderung untuk menikah di usia lebih dari 23 tahun.

46

Bruederl, Josef and Andreas Diekmann, Education and Marriage, a comparative study (ISA World Congress, Bielefeld, 1997) h.7

47

Bruederl, Josefh.6 48

Bruederl, Josef h.6 49


(40)

Jika seorang Perempuan mendapatkan pendidikan yang tinggi dan pekerjaan yang bagus dan layak, maka Perempuan akan lebih cenderung terfokus akan pekerjaan dibandingkan dengan menikah, dan berkeluarga. Maka dari itu, beberapa tokoh dari teori modernisasi menyatakan bahwa pendidikanlah yang membuat Perempuan di daerah perkotaan cenderung menikah lebih lambat dibandingkan dengan Perempuan di pedesaan.


(41)

BAB III

GAMBARAN UMUM

A. Gambaran Umum Tangerang Selatan

Tangerang Selatan, adalah sebuah kota yang berdiri pada tahun 2006 yang memiliki tujuh buah kecamatan. Yaitu kecamatan Serpong, kecamatan Serpong Utara, kecamatan Setu, Kecamatan Ciputat, kecamatan Ciputat Timur, Kecamatan Pamulang, Kecamatan Pondok Aren, dengan jumlah kelurahan 49 buah dan lima buah desa.50

Tabel 6

Jumlah Kelurahan dan Desa per Kecamatan Kota Tangerang Selatan

Tahun 2007

No Kecamatan Jumlah

Kelurahan

Jumlah Desa

Jumlah RW

Jumlah RT

1 Serpong 9 - 69 337

2 Serpong Utara 7 - 65 272

3 Ciputat 7 - 92 460

4 Ciputat Timur 6 - 75 416

5 Pamulang 8 - 129 690

6 Pondok Aren 11 - 113 677

7 Setu 1 5 29 144

Jumlah 49 5 572 2.996

Sumber: www.tangerangselatankota.go.id

Sebagai sebuah kota yang baru berdiri, kota Tangerang Selatan sudah memiliki beragam fasilitas, sarana dan prasarana yang mendukung para warganya. Seperti sarana pendidikan, yang terdiri dari Playgroup (PG) atau Kelompok Bermain (KB); Taman Kanak-kanak (TK); Sekolah Dasar (SD)

50


(42)

SD Swasta atau Madrasah Ibtidaiyah yang sederajat; Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri, SMP Swasta, Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri, atau MTs Swasta; Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri, SMA Swasta, Sekolah Menengah Kejuruan, Madrasah Aliyah (MA) Negeri maupun Swasta.

Tangerang selatan memiliki beberapa Universitas, baik Negeri seperti UIN Syarif Hidayatullah, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN), Intitut Teknologi Indonesia (ITI), maupun Swasta seperti Universitas Pamulang, Swiss German University, Universitas Terbuka, Universitas Muhammadiyah Jakarta, dll.

Tabel 7

Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama Yang Dipeluk Menurut Kecamatan

Kota Tangerang Selatan (dalam Prosentase) 2007

No Agama Kecamatan Kota

Tangerang Selatan

1 2 3 4 5 6 7

1 Islam 89,38 81,57 94 88,80 94,87 90,97 90,94 90,98 2 Katolik 4,20 7,14 2 3,65 2,17 2,79 1,90 3,14 3 Protestan 2,97 7,72 2 5,59 2,19 5,16 4,47 4,07 4 Hindu 0,40 0,31 1 0,81 0,48 0,42 0,93 0,60 5 Buddha 3,05 3,27 1 1,15 0,30 0,67 1,76 1,21

Jumlah 100 100 100 100 100 100 100 100

Sumber: www.tangerangselatankota.go.id

Ket: 1=Serpong; 2= Serpong Utara; 3=Ciputat; 4=Ciputat Timur; 5=Pamulang; 6=Pondok Aren; 7= Setu

Berdasarkan komposisi penduduk menurut agama yang dianut, bahwa sebagian besar penduduk memeluk agama Islam yaitu sebanyak 90,98%. Penduduk selebihnya memeluk agama Protestan (4,07%), Kristen (3,14%), Budha (1,21%) dan Hindu (0,60%). Sarana peribadatan yang tersedia untuk para


(43)

pemeluk agama adalah mesjid sebanyak 436 buah, langgar atau mushola 1.268 buah, gereja 42 buah, vihara/kuil 7 buah. Pondok pesantren berjumlah 24 buah dengan 66 orang kiai dan 295 orang ustadz serta 4.405 orang santri.

Tabel 8

Jumlah Fasilitas Peribadatan Menurut Jenis dan Kecamatan di Kota Tangerang Selatan

Tahun 200751

No Kecamatan Masjid Musholla Gereja Vihara/kuil

1 Serpong 41 130 6 2

2 Serpong Utara 40 112 3 0

3 Setu 26 65 0 0

4 Pamulang 108 456 26 3

5 Ciputat 71 150 1 2

6 Ciputat Timur 62 149 0 0

7 Pondok Aren 88 206 6 0

Jumlah 436 1268 42 7

Tabel 9

Jumlah Pondok Perantren, Kiai/Ustadz dan Santri Menurut Kecamatan Kota Tangerang Selatan

Tahun 200752

No Kecamatan Pondok

Pesantren

Kiai/Ustadz Santri

1 Serpong 3 9/18 302

2 Serpong Utara 0 0/0 0

3 Setu 0 0/0 0

4 Pamulang 2 4/30 460

5 Ciputat 9 15/77 1106

6 Ciputat Timur 0 0/0 0

7 Pondok Aren 10 38/170 2537

Jumlah 24 66/295 4405

51

Sumber: www.tangerangselatankota.go.id

52


(44)

Sarana olah raga dan rekreasi di kota Tangerang Selatan cukup memadai di wilayah perumahan menengah ke atas seperti di kecamatan Pamulang, Kecamatan Setu, dan Kecamatan Ciputat yang memiliki jumlah terbanyak untuk lapangan sepak bola 41 buah, bulutangkis 43 buah, voli 26 buah dan tenis yang jumlahnya mencapai 12 buah. Untuk lapangan golf sendiri hanya dimiliki di daerah kecamatan Serpong atau tepatnya di daerah BSD, dan Kecamatan Pondok Aren di daerah Bintaro yang merupakan kompleks perumahan menengah ke atas dan elit. Kolam renang dimiliki oleh kecamatan Pamulang, Serpong, Ciputat, Ciputat Timur, dan Pondok Aren. Mal ada di seluruh kecamatan, kecuali Kecamatan Setu, dan GOR atau Gelanggang Olah Raga selain Serpong Utara, enam kecamatan lainnya memiliki GOR.

Jalan merupakan salah satu infrastruktur terpenting sebagai salah satu faktor daya tarik investasi di suatu daerah. Jalan kota Tangerang Selatan berdasarkan Kompilasi Data untuk Penyusunan RT RW Kota Tangerang Selatan (2008) memiliki total panjang 115,81 Km dengan 70,36% dari panjang total tersebut dalam kondisi baik, 18,37% dalam kondisi sedang dan 11,28% dalam kondisi rusak.

B. Gambaran Umum Kecamatan Pamulang

Kecamatan Pamulang, adalah salah satu kecamatan yang berada di wilayah Tangerang Selatan yang menjadi daerah perkantoran Pemerintahan Daerah (Pemda) Tangerang Selatan. Kecamatan ini memiliki luas wilayah sebesar 2.788 Ha dan jumlah penduduk pada tahun 2011 adalah sebesar 232.457 ribu jiwa.


(45)

Terdiri dari laki-laki sebanyak 117.889 dan Perempuan sebanyak 114.568 (versi kecamatan) sedangkan Versi BPS adalah sejumlah 261.791 Jiwa. Jumlah kepala keluarga atau kk sebesar 59.786, jumlah rukun tetangga atau rt sebanyak 783, dan jumlah rukun warga atau rw sebanyak 151 buah.53

Kecamatan ini memiliki 8 Kelurahan, yaitu kelurahan Pondok Benda, Pamulang Barat, Pamulang Timur, Pondok Cabe Udik, Pondok Cabe Ilir, Kedaung, Bambu Apus, dan Benda Baru. Kepadatan penduduk terbanyak per km2 adalah sebesar 10.859 jiwa yang terdapat di Kelurahan Benda Baru.54

Tabel 10

Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur dan jenis kelamin Menurut Kelurahan di Kecamatan Pamulang pada awal Tahun 200755

No Kelurahan

Banyaknya Penduduk menurut Umur dan jenis Kelamin

0-19 20-39 40-59 60+

L P L P L P L P

1 Pondok Benda 7716 7327 7037 6939 2991 2934 599 593 2 Pamulang Barat 8565 8395 7810 7667 3322 3241 665 659 3 Pamulang Timur 5052 5076 4606 4636 1958 1960 393 396 4 Pondok cabe udik 3440 3437 3136 3140 1333 1328 269 269 5 Pondok Cabe Ilir 6122 6048 5580 5525 2374 2336 474 473 6 Kedaung 8902 8719 8116 7963 3451 3368 720 682 7 Bambu Apus 3603 3685 3285 2765 1062 1424 942 287 8 Benda baru 6557 6598 5997 6026 2541 2547 513 514

Jumlah 49.957 49.285 45.567 44.661 19.032 19.138 4.575 3.873

53

Laporan kependudukan Kecamatan Pamulang tahun 2011

54

Statistik Kecamatan Pamulang, Laporan kependudukan Kecamatan Pamulang tahun 2007 55


(46)

Tabel 11

Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama Menurut Kelurahan di Kecamatan Pamulang pada Awal Tahun 200756

No Kelurahan Agama Jumlah

Islam Katholik Protestan Hindu Buddha Lainnya

1 Pondok Benda 31.734 1.331 2.725 281 264 71 36.406 2 Pamulang Barat 34.150 2.077 3.367 173 501 56 40.324 3 Pamulang Timur 22.042 698 1.045 106 122 64 24.077 4 Pondok Cabe udik 14.715 394 767 54 365 57 16.352

5 Pondok Cabe Ilir 28.029 208 612 54 29 0 28.932

6 Kedaung 39.414 809 1.433 176 54 8 41.894

7 Bambu Apus 16.173 332 639 47 95 41 17.327

8 Benda Baru 28.317 810 1.783 147 196 23 31.276

Jumlah 214.574 6.659 12.371 1.038 1.626 320 236.588

Jumlah penganut agama Islam pada tahun 2007 di Kecamatan Pamulang adalah sebesar 214.574 ribu jiwa, atau sebesar 90%. Penganut agama Kristen Katholik sebesar 6.659 ribu jiwa atau sebesar 3%, Kristen Protestan sebesar 12.371 atau sebesar 5,3%, penganut Hindu 1.038 ribu jiwa atau sebesar 0,5%, penganut Buddha sebesar 1.626 ribu jiwa, atau sebesar 0,7% dan lainnya sebesar 320 atau 0,2%.

Sedangkan menurut pendidikan, banyaknya warga yang belum sekolah di Kecamatan Pamulang sebesar 38.326 jiwa, tidak tamat SD sebesar 35.288 jiwa, Tamat SD/ Sederajat sebesar 57.656 jiwa, tamat SLTP sebesar 37.902 jiwa, tamat SMA 48.501 jiwa, tamat Akademi sebesar 6.807 jiwa dan tamat Perguruan Tinggi sebesar 12.108 jiwa.

56


(47)

Tabel 12

Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan di Kecamatan Pamulang Pada Tahun 2007.57

No Pendidikan Banyaknya

1 Belum Sekolah 38.328

2 Tidak Tamat SD 35.228

3 Tamat SD/ Sederajat 57.656

4 Tamat SLTP/ Sederajat 37.902 5 Tamat SLTA/ Sederajat 48.501 6 Tamat Akademi/Sederajat 6.807 7 Tamat Perguruan Tinggi/ Sederajat 12.108

Jumlah 236.530

Mata pencaharian penduduk yang berada di Kecamatan ini adalah PNS sebanyak 5.582 jiwa, TNI/ POLRI sebanyak 817 jiwa, Pensiunan PNS/ TNI/ POLRI sebanyak 1.247 Jiwa, Pedagang sebanyak 23.321 jiwa, Angkutan/ Sopir sebanyak 9.182 jiwa, Buruh industri sebanyak 18.204 jiwa, buruh bangunan sebanyak 4.820 jiwa, industri kecil sebanyak 511 jiwa, pengusaha sedang dan besar sebanyak 298 jiwa, buruh tani sebanyak 263 jiwa, petani pemilik sebanyak 206 jiwa, dan lain-lain sebanyak 22.134 jiwa.

Terdapat 4 dimensi untuk mengukur stratifikasi sosial masyarakat, yaitu kekayaan, kehormatan, kekuasaan dan ilmu pengetahuan.58 Berdasarkan data yang didapatkan mengenai lapangan pekerjaan, pendidikan, kekuasaan dan dilihat dari kondisi pemukiman warga, maka dapat dikatakan bahwa warga Kecamatan Pamulang dikategorikan sebagai warga menengah ke atas.

57

Statistik Kecamatan Pamulang, Laporan Kependudukan Kecamatan Pamulang tahun 2007 58


(48)

Tabel 13

Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di kecamatan Pamulang pada Tahun 2007.59

No Mata Pencaharian Banyaknya

1 PNS 5.582

2 TNI/POLRI 817

3 Pensiunan PNS/TNI/POLRI 1.247

4 Pedagang 23.321

5 Sopir 9.182

6 Buruh Industri 18.204

7 Buruh Bangunan 4.820

8 Industri Kecil/pengrajin 511 9 Pengusaha sedang/Besar 298 10 Petani Penggarap/buruh tani 263

11 Petani Pemilik 206

12 Lain-lain 22.134

Jumlah 86.585

Berdasarkan data-data tersebut di atas dapat diketahui bahwa Kecamatan Pamulang memiliki penduduk yang cukup banyak, cukup maju, bisa dilihat dari banyaknya bank, pertokoan, mall serta mata pencaharian penduduk, serta memiliki pendidikan yang cukup maju.

Sekolah yang ada di kecamatan ini berjumlah 206 sekolah, yang terdiri dari 40 SD Negeri, 28 SD swasta, 16 MI Swasta, 3 SMP Negeri, 18 SMP Swasta, 1 MTs Negeri , 5 MTs Swasta , 2 SMA Negeri, 10 SMA Swasta dan 80 SMK.

59


(49)

Tabel 14

Jumlah Partisipasi Sekolah Kecamatan Pamulang Tahun 200760

No Sekolah Jumlah

1 SD Negeri 16033

2 SD Swasta 6498

3 SMP Negeri 2571

4 SMP Swasta 3394

5 SMA Negeri 1812

6 SMA Swasta 1309

7 SMK Swasta 5690

Jumlah 37307

Dapat dilihat pada tabel 14, bahwa partisipasi dan kesadaran masyarakat untuk menyekolahkan anaknya hingga sekolah menengah atas di Kecamatan Pamulang sedang, terlihat dari jumlah murid yang berpartisipasi untuk masuk sekolah sebanyak 37.307 dari 73.881, atau sebesar 50,5% anak telah menempuh pendidikan hingga jenjang SMA.

60


(50)

BAB IV

TEMUAN PENELITIAN DAN ANALISA DATA

A. Temuan Penelitian 1. Hasil Studi Kuantitatif

Penelitian dilakukan berdasarkan data pada Akta Nikah yang terdapat di Kecamatan Pamulang pada tahun 2010 hingga Juni 2011. Pengumpulan data dilakukan berdasarkan dependent variable dan independent variable penelitian, yaitu data usia pernikahan pertama, dan pendidikan terakhir pasangan.

Tabulasi data dilakukan dengan mengubah data yang ada menjadi data numerik, yaitu:

Angka Pendidikan

1 SD,MI 2 SMP, MTs

3 SMA,SMK,SMEA,MA,MAN, SMIP 4 D1

5 D3 6 D4,S1 7 S2

Angka Usia

1 16-21

2 22-28

3 29-35

4 36-41


(51)

Tabel 15 menunjukkan frekuensi dari usia responden yang diambil berdasarkan metode acak sederhana dari buku Akta Nikah KUA Kecamatan Pamulang pada tahun 2010-Juni 2011.

Tabel 15

Frekuensi Usia Responden

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

16-21 153 30.6 30.6 30.6

22-28 277 55.4 55.4 86.0

29-35 62 12.4 12.4 98.4

36-41 5 1.0 1.0 99.4

>42 3 .6 .6 100.0

Total 500 100.0 100.0

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa responden yang berusia 16-21 tahun sebanyak 153 orang, atau 30,6%. Usia 22-28 tahun 277 orang, atau 55,4%. Usia 29-35 tahun 62 orang atau 12,4%. Usia 36-41 tahun 5 orang atau 1% dan lebih dari 41 tahun adalah 3 orang, atau 0,6%.

Sedangkan untuk frekuensi pendidikan responden, dapat dilihat di tabel 16. Metode yang digunakan adalah acak sederhana pada buku Akta Nikah Kecamatan Pamulang Tangerang Selatan.

Tabel 16

Frekuensi Pendidikan Responden Frequency Percent

Valid Percent

Cumulativ e Percent

Valid

SD 21 4.2 4.2 4.2

SMP 60 12.0 12.0 16.2

SMA 304 60.8 60.8 77.0

D1 2 .4 .4 77.4

D3 45 9.0 9.0 86.4

S1 65 13.0 13.0 99.4

S2 3 .6 .6 100.0


(52)

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa responden yang memiliki pendidikan terakhir SD saat menikah adalah sebanyak 21 orang, atau sebesar 4,2%. Responden yang memiliki pendidikan terakhir SMP atau MTs pada saat pernikahan terakhirnya adalah 60 orang atau 12%.

Responden yang memiliki pendidikan terakhir SMA dan sederajatnya saat menikah adalah 304 orang, atau 60.8%. responden yang memiliki pendidikan terakhir D1 sebanyak 2 orang, atau 0,4%. Responden yang memiliki pendidikan terakhir D3 sebanyak 45 orang atau 9%.

Responden yang telah menempuh gelar Sarjana Strata 1 (S1) pada saat menikah sebanyak 65 orang atau 13%, dan responden yang telah menempuh studi S2 sebanyak 3 orang, atau sebesar 0,6%.

Penelitian ini memfokuskan diri untuk melihat hubungan antara dua variabel, sehingga menggunakan penelitian non parametriks dengan SPSS versi 16 untuk melihat hubungan antara kedua variabel tersebut.

Untuk menguji kedua data tersebut, yang pertama kali dilakukan peneliti adalah melihat distribusi data dengan menggunakan analisa non parametriks one sample Kolmogorov-Smirnov Test.


(53)

Hasilnya adalah:

Tabel 17

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Usia Pendidikan

N 500 500

Normal

Parameters(a,b)

Mean 1.8560 3.3940

Std. Deviation

.71012 1.32902 Most Extreme

Differences

Absolute .280 .387

Positive .280 .387

Negative -.274 -.221

Kolmogorov-Smirnov Z 6.253 8.644

Asymp. Sig. (2-tailed) .000 .000

a Test distribution is Normal. b Calculated from data.

Distribusi data dapat dilihat melalui besar peluang kesalahan (Asymp. Sig) atau istilah tersebut disimbolkan di statistik dalam p. jika nilai p > 0,05 maka data tersebut berdistribusi normal. Sedangkan jika p < 0,05, maka data tersebut tidak berdistribusi normal.

Jika data berdistribusi normal, maka rumus yang digunakan untuk melihat korelasi yang terjadi adalah korelasi Pearson. Sedangkan, jika data tidak berdistribusi normal, maka menggunakan rumus Kendall-tau, dan Spearman-rho.

Nilai Usia dari hasil di atas adalah p=0,000 dan p=0,000<0.05 maka, berdasarkan teori statistik, maka sebaran data tersebut adalah sebaran data tidak berdistribusi normal, nilai pendidikan adalah p=0,000 dan p=0,000<0.05 berdasarkan teori statistik, maka sebaran data tersebut adalah sebaran data tidak berdistribusi normal.


(54)

Jika data tersebut tidak berdistribusi normal, rumus korelasi statistik yang tepat digunakan adalah menggunakan rumus korelasi Kendall-tau dan Spearman-rho.61

Hasilnya adalah:

Tabel 18 Correlations

Usia Pendidikan

Kendall's tau_b

Usia

Correlation

Coefficient 1.000 .373(**)

Sig. (2-tailed) . .000

N 500 500

Pendidikan

Correlation

Coefficient .373(**) 1.000

Sig. (2-tailed) .000 .

N 500 500

Spearman's rho

Usia

Correlation

Coefficient 1.000 .417(**)

Sig. (2-tailed) . .000

N 500 500

Pendidikan

Correlation

Coefficient .417(**) 1.000

Sig. (2-tailed) .000 .

N 500 500

** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Berdasarkan korelasi Kendall tau dapat dilihat bahwa koefisien korelasi (r) antara usia pernikahan pertama dengan pendidikan adalah 0,373 dan p=0,000. Karena korelasi ini signifikan pada level 0,01, dan p=0,000<0,01; maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini dapat diartikan bahwa di Kecamatan Pamulang, tingkat pendidikan mempengaruhi usia perempuan pada pernikahan pertama.

61


(55)

Berdasarkan Korelasi Spearman, koefisien korelasi (r) antara usia peenikahan pertama dengan pendidikan adalah 0,417. Dengan nilai p=0,000. Karena korelasi ini signifikan pada level 0,01 dan p=0,000<0,01; maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti di Kecamatan Pamulang, tingkat pendidikan mempengaruhi usia perempuan pada pernikahan pertama.

Untuk melihat sejauh apa pengaruh antara usia perempuan pada pernikahan pertama dengan pendidikan, maka penulis menggunakan teori korelasi Pearson dengan menggunakan statistik deskriptif untuk lebih menggambarkan temuan.

Hasil temuan tersebut adalah:

Tabel 19 Descriptive Statistics

Variable Mean Std. Deviation N

Usia 1.8560 .71012 500

Pendidikan

3.3940 1.32902 500

Mean atau rata-rata untuk usia adalah range ke-3 atau pernikahan antara 22-27 tahun dan pendidikan adalah range ke-2 atau SMA. Standar deviasi atau simpangan baku untuk umur adalah 0,71 dan untuk pendidikan adalah 1,3. N adalah banyak kasus yang terjadi, yaitu 500.


(56)

Sedangkan korelasi berdasarkan korelasi Pearson adalah Tabel 20

Correlations

Usia Pendidikan

Usia

Pearson

Correlation 1 .336(**)

Sig. (2-tailed) .000

N 500 500

Pendidikan

Pearson

Correlation .336(**) 1

Sig. (2-tailed) .000

N 500 500

** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Besar korelasi antara usia pernikahan pertama dengan pendidikan adalah 0,336 dengan signifikansi 0,000. Pengujian dilakukan dengan signifikansi level pada 0,01,dengan kasus yang terjadi sebanyak 500.

Dalam korelasi Pearson, bila r semakin mendekati angka 1 maka hal tersebut menunjukkan adanya hubungan yang kuat. Dalam perhitungan statistik diatas dapat dilihat bahwa hasil yang diperoleh dengan korelasi Pearson adalah 0,336.

Jika dilihat berdasarkan tabel koefisien korelasi, maka dapat disimpulkan, bahwa tingkat hubungan antara usia perempuan pada pernikahan pertama dengan pernikahan adalah rendah.

Tabel 21

Koefisien Hubungan Koefisien Tingkat Hubungan 0,00-0,19 Sangat Rendah

0,2-0,39 Rendah 0,4-0,59 Sedang 0,6-0,79 Tinggi 0,8-1,00 Sangat Tinggi


(57)

2. Hasil Studi Kualitatif

Wawancara mendalam dilakukan kepada 6 orang informan yang berada di RW 010 Pondok Benda, Pamulang yaitu 5 orang informan pengantin Perempuan, 1 informan ibu pengantin; serta 2 orang petugas KUA, yaitu Kepala KUA Pamulang dan Kepala Seksi Humas KUA Pamulang.

a. Usia Pernikahan

Pemahaman tentang batasan usia dalam pernikahan telah dipahami oleh sebagian informan. Ibu informan berpendapat bahwa,

“Usia yang tepat untuk menikah ya pas dapet KTP, Perempuan sudah boleh

menikah.”

Informan lain berpendapat bahwa usia menikah seharusnya dilakukan setelah berusia 21 tahun. Kepala KUA dan Seksi HUMAS berpendapat bahwa usia 21 lebih tepat untuk menikah, walau undang-undang berkata 16 tahun sudah cukup untuk menikah.

b. Alasan Menikah

Berdasarkan wawancara dengan pihak KUA, mayoritas dari Perempuan yang menikah ketika usia mereka remaja pada tahun 2010 adalah hamil, atau Married by Accident (MBA).

“Kalau pada tahun 2010 sih, banyak anak SMA yang baru lulus, atau masih SMA nikah, karena yah, adek tahu sendiri, banyak yang hamil


(58)

Secara spesifik, berdasarkan data pihak KUA dan pengakuan penghulu, untuk usia pernikahan pertama di bawah 21 tahun sejumlah 52 pasangan dari 98 atau 53,06% pasangan yang menikah dini pada tahun 2010 menikah dengan alasan MBA.62 Selain alasan MBA, alasan lainnya adalah sudah siap untuk menikah, maupun perjodohan.

Berdasarkan wawancara kepada tiga orang informan yang menikah MBA, dapat diketahui bahwa mereka melakukan hubungan pra-nikah dengan pacarnya, sehingga hamil sebelum menikah.

“Ya, karena aku cinta sama pacar aku, nah mamaku gak suka sama pacarku, dia lebih suka aku cari cowok kaya di tempat kerja aku, tapi aku

cinta banget cowok aku, jadi ya akhirnya hamil deh.”63

Seorang informan berpendapat bahwa ia menikah karena dijodohkan oleh orang tuanya. Alasan orang tua informan tersebut menjodohkan anaknya adalah

“..Yah, daripada di rumah tidak ada kerjaan, kelayaban kemana-mana, bikin malu orang tua, kan mendingan di nikahin aja.”

Bagi informan yang menikah saat umur 25 tahun mengatakan bahwa ia baru siap untuk membina keluarga di usianya yang ke-25 karena di usia tersebut ia baru mampu secara psikis dan materiil untuk membina keluarga.

“saya kan harus lulus sarjana dulu, kerja dulu, kalau udah siap, baru saya nikah, dan saya emang baru siap ketika umur segitu”

62

Berdasarkan wawancara dengan kepala KUA dan Penghulu Kecamatan Pamulang pada 23 Agustus 2011 63


(59)

B. Analisa Data

1. Hubungan antara Pendidikan dan Usia Pernikahan Pertama

60,8% responden dalam penelitian ini memiliki pendidikan setaraf SMA dengan 55,4% usia responden adalah 22-28 tahun. Hasil yang dicapai dari penelitian tersebut adalah hubungan antara usia pernikahan pertama dengan pendidikan adalah rendah, artinya pada Kecamatan Pamulang yang memiliki tingkat pendidikan yang cukup tinggi, hanya sedikit yang menikah di usia remaja dengan pendidikan yang rendah. Faktor dengan prosentasi lebih tinggi bagi pernikahan pada usia muda pada perempuan di Pamulang adalah Married by Accident dengan 53,06%.

Hal ini berlawanan dengan studi-studi sebelumnya yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor penting yang menyebabkan pernikahan di usia muda di daerah pedalaman.

Studi-studi sebelumnya menyebutkan bahwa di daerah rural area atau pedesaan, masyarakat menikah dini karena pendidikannya yang rendah, sehingga hubungan antara pendidikan dengan usia perempuan pada perkawinan pertama itu tinggi.

Sedangkan untuk daerah perkotaan, kurang dari 20% masyarakat yang berusia di bawah 21 tahun telah menikah di usia remaja.64 Hal ini berarti masyarakat di perkotaan cenderung untuk menikah di atas 21 tahun. hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis, bahwa mayoritas masyarakat di daerah Kecamatan Pamulang yang merupakan daerah urban area, mayoritas yang menikah selama 2010-Juni 2011 berusia 22-28 tahun.65

64

Minja Kim Choe, Early Marriage and Childbearing in Indonesia and Nepal.2001,h.23-24 65


(60)

Pendidikan yang menjadi mayoritas adalah SMA, hal ini sesuai dengan data riskesdas pada tabel 4 yang menyebutkan bahwa 54,1% usia pernikahan pertama 20-24 tahun menikah dengan pendidikan terakhir adalah SMA.66

Hasil tersebut dapat diperkuat dengan hasil wawancara yaitu banyaknya warga yang menikah pada tahun 2010-juni 2011 60,8% adalah lulusan SMA. Ditambah wawancara dengan informan yang memiliki pendidikan yang tinggi memilih untuk menikah di usia dewasa.

Hal ini sesuai dengan teori yang dicetuskan oleh Goode yang berpendapat bahwa Perempuan yang tinggal di wilayah perkotaan dan memiliki pendidikan yang tinggi lebih cenderung untuk menikah terlambat, atau menikah di usia dewasa karena mereka lebih memilih pekerjaan dibandingkan memiliki keluarga.67

Bisa dilihat dari alasan beberapa Perempuan yang menikah di usia yang sudah matang, atau berusia di atas 23 tahun, mereka menikah setelah merasa bahwa hasil pekerjaan yang mereka lakukan sudah cukup untuk membiayai keluarga, atau setelah mereka merasa siap untuk berkeluarga.

“Saya kan harus lulus sarjana dulu, kerja dulu, kalau udah siap, baru saya nikah, dan saya emang baru siap ketika umur segitu.”68

66

Riset Kesehatan Dasar Kementrian Kesehatan RI Tahun 2010,h.188 67

Vu, Lung. Age at First Marriage in Vietnam: Trends and Determiants. (Tulane University School of Public Health and Tropical Medicine,2005)h.1

68

Berdasarkan wawancara dengan informan K, yang menikah pada usia 25 tahun dengan pendidikan terakhir S1


(61)

2. Dampak Menikah Muda pada Pernikahan Pertama a. Dampak terhadap istri

Dampak bagi istri yang menikah di usia remaja, khususnya di daerah Pamulang adalah kehilangan kesempatan untuk melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Seperti yang di ungkap oleh informan N, yang menyatakan bahwa setelah ia MBA, ia tak lagi dapat melanjutkan studinya di akademi keperawatan yang sempat ia enyam hingga semester 2.69

Hal ini juga dapat dilihat dalam beberapa penelitian yang dilakukan oleh UNICEF disebutkan bahwa, Perempuan yang menikah kurang dari 18 tahun memiliki pendidikan yang rendah, dan tidak berkesempatan untuk mendapatkan pendidikan tinggi.70

b. Dampak terhadap negara

Telah dibahas sebelumnya, pernikahan dini kemudian berdampak kepada demografi, sehingga secara tak langsung berdampak kepada negara. Pernikahan dini, dengan tingkat fertilitas yang tinggi menjadi faktor bertambahnya penduduk, selain itu, menurunnya tingkat kesadaran untuk mengenyam pendidikan bagi Perempuan, karena Perempuan yang menikah di usia dini memiliki tingkat pendidikan yang rendah hingga menengah.

Menurut riset ICRW, dampak yang jelas terlihat bagi negara adalah menyia-nyiakan potensi yang ada dari setiap generasi Perempuan untuk maju, dan meningkatkan garis Angka Kematian Ibu, kemiskinan, dan penyakit.71

69

Berdasarkan wawancara dengan informan N, pada 29 Agustus 2011

70

70% Perempuan yang menikah usia dini hanya mendapatkan pendidikan dasar, riset UNICEF tahun 2004 dalam Jeanette Bayisenge, Early Marriage as a Barrier to Girl’s Education : A Developmental Challenge In Africa

(National University of Rwanda, 2007) h.8 71

Gupta, Geeta Rao.Child Marriages: Social and Economics Linkages and Opportunities for Intervention.


(1)

NOTULENSI

Informan: Kepala KUA Kecamatan Pamulang (wawancara pada 13 Juli dan 23 Agustus 2011)

1. Q: Menurut Bapak, pernikahan dini itu apa sih?

A: Pernikahan dini adalah pernikahan dengan usia di bawah undang-undang, tetapi bila melihat perkembangan jaman, pernikahan dini adalah pernikahan bagi mereka yang berusia di bawah 21 tahun, karena setiap pasangan yang menikah di bawah usia tersebut, haruslah mendapatkan izin dari orang tua yang mengizinkan mereka menikah di bawah 21 tahun, dan surat izin tersebut harus dilampirkan dalam pernikahan (Model N5).

2. Q: Kalau disini, selama tahun 2010-2011 banyak yang menikah dini pak? A: yah, kalau selama tahun 2010-2011 lumayan banyak yah

3. Q: Alasan mereka menikah apa ya, pak?

A: kalau pada tahun 2010 sih, banyak anak sma yang baru lulus, atau masih sma nikah, karena yah, adek tahu sendiri, banyak yang hamil duluan baru menikah, yah pergaulan remaja, biasa.

4. Q: berapa banyak yang MBA pak?

A: sekitar 50 anak lah, angka pastinya bisa dilihat dari catatan penghulu 5. Q: kalau menurut bapak, faktor apa saja sih yang membuat banyak pasangan

menikah dini?

A: Kalau menurut saya sih, faktor MBA, faktor ekonomi, dan faktor keluarga juga 6. Q: kalau menurut bapak, apa ada hubungan antara pendidikan sama menikah dini,

pak?

A: iya, ada juga. Kan banyak pasangan kalau sudah S1 itu baru nikah usia 23 ke atas, nunggu lulus kuliah dulu, kerja dulu, baru nikah. Biasanya sih yang

pendidikannya masih smp, sma, banyak yang nikah setelah mereka rasa cukup umur, kalau udah punya KTP yah bisa nikah. Begitu.

7. Q: kalau di KUA sini pak? Apa banyak yang masih smp sudah nikah?

A: yah, kalau tahun 2010 sih memang banyak yang menikah muda, yah itu dek, banyak yang sudah hamil duluan, tapi paling banyak sih SMA. Karena laki-lakinya kan minimal 19 tahun.


(2)

A: ada juga, tapi sedikit, paling hanya 5 orang saja. Kalau sebelum 21 kan harus ada izin orang tua, jadi orang tuanya sendiri yang jadi nasab. Kebanyakn sih 18 tahun menikah, ada juga yang 21, pokoknya setelah sma.

9. Q: berarti rata-rata pendidikan pasangan disini SMA? A: Iya. Kebanyakan SMA


(3)

NOTULENSI

Informan: Kepala Seksi Humas KUA Kecamatan Pamulang (wawancara pada 14 Juli dan 23 Agustus 2011)

1. Q: Menurut Bapak, pernikahan dini itu apa sih?

A: Pernikahan dini adalah pernikahan dengan usia di bawah undang-undang, yang dibawah 19 sama 16 tahun. Tapi kalau menurut pribadi saya sih yang menikah dibawah usia 21 itu yang nikah dini

2. Q: Kalau disini, selama tahun 2010-2011 banyak yang menikah dini pak?

A: yang banyak tahun 2010. Banyak yang menikah karena MBA, hamil duluan mbak 3. Q: selain yang hamil duluan, apa banyak yang menikah dini?

A: yah, kalau di bawah 21 banyak juga

4. Q: kalau menurut bapak, faktor apa saja sih yang membuat banyak pasangan menikah dini?

A: Kalau menurut saya sih, faktor MBA, faktor ekonomi dan faktor emosi aja, kalau tidak mau pisah dari pacar, yah, yang begitu, mbak.

5. Q: kalau menurut bapak, apa ada hubungan antara pendidikan sama menikah dini, pak?

A: ada dong, saya saja udah 26 belum nikah mbak. Saya kan mikirin juga kesiapan mental, kesiapan uang juga, kan kalau yang pendidikannya cuma smp, sma, yang begitu cuma berdasarkan emosi sesaat aja mbak.

6. Q: kalau di KUA sini pak? Apa banyak yang masih smp sudah nikah?

A: yah, kalau tahun 2010 sih memang banyak yang menikah muda, yah itu mbak, banyak yang sudah hamil duluan, tapi paling banyak sih SMA.

7. Q: berarti rata-rata pendidikan pasangan disini SMA? A: Iya. Kebanyakan SMA


(4)

NOTULENSI (wawancara pada 29 Agustus 2011)

Informan N yang menikah usia 19 Tahun pada tahun 2011 dengan pendidikan terakhir SMA, alasan menikah MBA

1. Q: Kapan Anda menikah? A: Bulan Maret 2010 2. Q: Alasan Anda menikah?

A: saya MBA mba, tapi rahasia aja ya 3. Q: kenapa kok bisa MBA?

A: habis saya belom boleh punya pacar, nah terus saya kenalan sama cowok dari fb, ketemuan, dia suka sama saya, jadi kita diem-diem pacaran, dia gak kuliah mba, belom punya kerjaan juga, jadi pasti gak boleh, jadi saya diem-diem aja pacarannya, terus saya hamil deh

4. Q: terus reaksi orang tua sewaktu tahu Anda hamil bagaimana?

A: awalnya mereka gak percaya, saya emang dasarnya gemuk, pas udah lima bulan, saya baru bilang, mereka gak percaya, terus saya bilang kalo itu beneran, mereka nangis,mba

5. Q: terus, mereka langsung menikahkan?

A: iya, mereka sebenarnya sampai sekarang gak setuju sama dia, tapi dia kan ayah anak saya, begitu saya bilang, saya langsung dinikahin sama dia, biar gak bikin malu orang tua katanya.

6. Q: Menurut Anda, usia yang tepat untuk menikah itu kapan? A: saya nggak tahu

7. Q: dampak yang terasa setelah Anda menikah apa?

A: saya putus kuliah, tadinya saya kuliah perawat, tapi itu cuma 2 semester, saya sekarang ikut suami, saya juga jadi jauh dari orang tua.


(5)

NOTULENSI (wawancara pada 29 Agustus 2011)

Informan T yang menikah usia 20 Tahun pada tahun 2011 dengan pendidikan terakhir SMA, alasan menikah MBA

1. Q: Kapan Anda menikah? A: aku nikah bulan juli 2010 2. Q: Alasan Anda menikah?

A: hamil duluan

3. Q: kenapa kok bisa MBA?

A: hmm,,gimana ya,,aku kan broken home, ayah aku punya istri-anak lagi, nah, jadi aku cari pelarian aja, aku cari cowok cakep, terus pacaran, yah aku ngerasain disayang sama pacar, eh, terus dung deh

4. Q: terus reaksi orang tua sewaktu tahu Anda hamil bagaimana? A: yah, aku sih gak merhatiin banget, tapi kayaknya biasa aja 5. Q: terus, mereka langsung menikahkan?

A: iya, gak lama aku bilang hamil sama pacar, mereka mau nikahin aku, tapi karena emang badanku gemuk, jadi pas acara juga gak ada yang sadar, paling setelah nih anak lahir, baru pada sadar kalo aku hamil, eh ada yang sadar juga sih kalo aku hamil. 6. Q: Menurut Anda, usia yang tepat untuk menikah itu kapan?

A: kalo udah siap

7. Q: dampak yang terasa setelah Anda menikah apa?


(6)

NOTULENSI (wawancara pada 2 September 2011), Informan P yang menikah usia 21 Tahun pada tahun 2011 dengan pendidikan terakhir SMA alasan menikah MBA

1. Q: Kapan Anda menikah? A: aku nikah bulan januari 2010 2. Q: Alasan Anda menikah?

A: udah hamil

3. Q: kenapa kok bisa MBA?

A: ya, karena aku cinta sama pacar aku, nah mamaku gak suka sama pacarku, dia lebih suka aku cari cowok kaya di tempat kerja aku, tapi aku cinta banget cowok aku, jadi ya akhirnya hamil deh.

4. Q: lho, emangnya kerjaan mba p apa?

A: yah tergantung tempat, waktu itu jadi spg di tempat penjualan mobil, terus pernah juga kerja malem di tempat bilyard yang pulangnya baru pagi

5. Q: terus reaksi orang tua sewaktu tahu Anda hamil bagaimana? A: mama sih biasa aja. Ni anak yang kedua sih

6. Q: anak yang kedua?yang pertama gimana?

A: yang pertama, aku kasih orang, saudara. Anak yang sekarang aku mau besarin sendiri 7. Q: terus, akhirnya boleh menikah?

A: yah, kita nikah diem-diem, setelah anak yang kedua lahir, aku diem-diem nikah sama dia, mama gak tau kalo aku dah nikah sama dia.yah, yang penting anak ini punya akte lahir.

8. Q: berarti sampai sekarang belum tahu dong kalo udah nikah?

A: iya, nanti kalo ketauan sama mama udah nikah, nanti diusir sama kayak adeku yang nikah sama si b, mama kan maunya adeku nikah sama anak kaya. Tapi aku beda, kalo bukan aku yang kerja, yang biayain semua siapa.

9. Q: terus, pas waktu hamil anak pertama gimana?

A: ya, mau gimana, udah hamil, gak dilarang, malah disuruh dilahirin, tapi jangan sampai tetangga tahu, tapi aku sih cuma bilang ke temen-temen aja, jadi aku ke rumah sodara pas udah 7 bulan, terus aku kasih setelah dia 3 bulan.

10. Q: yang jadi wali siapa? A: penghulu di kua nya