Pengendalian kimiawi Pengendalian Biologi

2. Bila ada obat ataupun vaksinnya sudah ada, tetapi kerja obat tadi belum efektif 3. Penyakit sering menimbulkan cacat 4. Penyakit cepat menjalar, karena vektornya bergerak cepat Masih belum tersedianya obat dan vaksin pencengahan penyakit DBD dan filariasis, maka upaya pencengahan penyakit ini dititikberatkan pada pengendalian vektor penularnya Aedes, spp Kardinan, 2009. Selama jentik masih ada, maka akan timbul nyamuk penular yang baru. Pada program P2DBD Pencengahan dan penanggulangan DBD, penyemprotan insektisida dilakukan untuk membatasi penyebaran dan penularan penyakit DBD Hadinegoro dan Satari, 2004. Tujuan pengendalian vektor adalah untuk mengurangi atau menekan populasi vektor serendah-rendahnya sehingga tidak berarti lagi sebagai penular penyakit Margono, 2000. Peraturan Menteri Kesehatan tahun 2010 mengatakan bahwa maksud dan tujuan upaya pengendalian vektor adalah untuk mencengah dan membatasi terjadinya penularan penyakit arbovirus sehingga penyakit tersebut dapat dicengah dan dikendalikan. Menurut Soegijanto 2006, pengendalian vektor dibagi atas 4 cara yaitu : pengendalian kimiawi, pengendalian biologi, pengendalian radiasi dan pengendalian lingkungan.

2.3.1 Pengendalian kimiawi

Sejak abad 21, zat kimia sudah banyak digunakan untuk mengendalikan nyamuk Aedes, spp. Tahun 1960 resistensi terhadap DDT mulai terjadi sehingga insektisida yang dapat digunakan terhadap nyamuk dewasa Aedes, spp adalah golongan organoklorine, organophosfor, carbamate, dan pyrethroid. Bahan tersebut Universitas Sumatera Utara dapat diaplikasikan dalam bentuk penyemprotan spray terhadap rumah penduduk. Insektisida untuk larva yaitu golongan organophosfor temephos yang dilarutkan dalam air tempat perindukannya abatisasi soegijanto, 2004. Bentuk pengendalian yang sering dipakai di masyarakat adalah surface spray IRS, kelambu berinsektisida, larvasida, space spray pengkabutanfogging, insektisida rumah tangga penggunaan repellent, anti nyamuk bakar, anti nyamuk elektrikmat, aerosol, dll Kemenkes, 2010. Penggunaan insektisida yang berbahan kimia akan menimbulkan resistensi dan gangguan pada lingkungannya Chandra, 2007. Oleh karena itu, maka perlu dipatuhi kewaspadaan keamanan yaitu tingkat kecermatan saat menggunakan insektisida, praktik kerja yang aman bagi mereka yang menggunakannya, dan penggunaannya yang tepat baik di dalam maupun disekitar rumah penghuni. Penggunaan insektisida yang berbahan kimia sebenarnya bagai “pedang bermata dua” artinya bisa menguntungkan sekaligus juga merugikan. Jika digunakan tepat sasaran, tepat waktu, tepat dosis dapat mengendalikan vektor dan mengurangi dampak negatifnya bagi lingkungan dan organisme bukan target. Penggunaan dalam waktu lama dapat mengakibatkan resistensi, seperti penelitian Shinta 2006 di Jakarta dan 2009 di Denpasar dalam Achmadi, dkk, 2010, terjadi resistensi vektor terhadap insektisida yang digunakan. Universitas Sumatera Utara

2.3.2 Pengendalian Biologi

Pengendalian biologi ini diarahkan untuk mengurangi efek pencemaran lingkungan akibat penggunaan insektisida beracun Chandra, 2007. Pengendalian biologi dilakukan mengggunakan kelompok makhluk hidup, baik dari golongan mikroorganisme, hewan invertebrata atau vertebrata Soegijanto, 2006. Keuntungan dari pengendalian secara biologi yaitu tidak adanya kontaminasi kimiawi terhadap lingkungan dan kekhususan terhadap organisme target sebagai contoh, terbatas hanya pada nyamuk sedangkan, kerugian dari pengendalian biologi ini adalah mahalnya pemeliharaan organisme, kesulitan dalam penerapan dan produksi serta keterbatasan penggunaan. Pengendalian ini hanya efektif digunakan pada tahap larva nyamuk. Penggunaan metode ini di Asia Tenggara hanya menjadi kegiatan lapangan dan berskala sangat kecil WHO, 2005. Pengendalian ini dapat berperan sebagai patogen, parasit, atau pemangsa. Ikan kepala timah Panchaxpanchax, ikan gabus Gambusia affinis adalah pemangsa yang cocok untuk larva nyamuk. Nematoda seperti Romanomarmus dan R. culiciforax merupakan parasit pada larva nyamuk Soegijanto, 2006. Beberapa golongan virus, bakteri, fungi atau protozoa dapat berperan sebagai patogen. Bacillus thuringiensis Bt merupakan species bakteri dari genus Bacillus yang sudah banyak dikembangkan sebagai insektisida. Ada dua varitas penghasil endotoksin yaitu Bacillus thuringiensis serotype H-14 Bt. H-14 dan Bacillus sphaericus Bs. Bt.H- 14 terbukti paling efektif terhadap larva Ae.stephensi dan Ae.aegypti WHO, 2005. Universitas Sumatera Utara

2.3.3 Pengendalian Radiasi