Analisa Dan Perencanaan Pile Cap Dengan Metode Strut And Tie Model Berdasarkan ACI Building Code 318-2002

(1)

ANALISA DAN PERENCANAAN PILE CAP DENGAN METODE

STRUT AND TIE MODEL BERDASARKAN ACI BUILDING

CODE 318-2002

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh:

06 0404 089

ROYANTO SIMALANGO

SUB JURUSAN STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik. Terutama

atas penyertaan-Nya dan kasih-Nya yang tercurah setiap saat. Adapun judul Tugas

Akhir yang penulis selesaikan adalah “Analisa dan Perencanaan Pile Cap Dengan Metode Strut and Tie Model Berdasarkan ACI Building Code 318-2002”. Tugas Akhir ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk

menyelesaikan program Sarjana (S1) di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara (USU).

Penulis menyadari bahwa selesainya Tugas Akhir ini tidak terlepas dari

bimbingan, dukungan dan bantuan dari semua pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini

penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada :

1. Ibu Nursyamsi, ST, MT, selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan

waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan kepada penulis dalam

menyelesaikan Tugas Akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. -Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik Sipil

Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Syahrizal, MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Universitas

Sumatera Utara.

4. Ibu Ir. Chainul Mahni, Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT, dan Bapak M. Agung, ST,

MT, selaku pembanding yang telah memberi kritik dan masukan.

5. Bapak/Ibu Dosen Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera


(3)

6. Seluruh pegawai administrasi yang telah memberikan bantuan dalam

penyelesaian administrasi.

7. Terkhusus kepada Keluarga Penulis tercinta, Ayahanda U. Simalango, Ibunda

R.O. Sinurat, serta kakakku Rolinda Verawati Simalango, adikku Royana Elvina

Simalango, Romarisna Fransiska Simalango, dan Rokayaman Hariyono

Simalango, yang selalu memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis

untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.

8. Rekan-rekan mahasiswa Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara

yang tidak mungkin disebutkan satu per satu, terutama teman-teman mahasiswa

Teknik Sipil angkatan 2006, terima kasih saya ucapkan kepada kalian semua

atas bantuan dan masukannya hingga selesainya Tugas Akhir ini.

Kiranya Tugas Akhir saya ini dapat memberikan sumbangsih bagi kemajuan

Departemen Teknik Sipil khususnya dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia pada

umumnya. Akhir kata “tak ada gading yang tak retak”, demikian juga Tugas Akhir

ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu dengan tangan terbuka dan hati yang

tulus penulis akan menerima saran dan kritik demi perbaikan tugas akhir ini.

Terima kasih.

Medan, April 2011 Penulis

Royanto Simalango 06 0404 089


(4)

ABSTRAK

Analisa dan Perencanaan Pile Cap Dengan Metode Strut and Tie Model Berdasarkan ACI Building Code 318-2002

ROYANTO SIMALANGO 06 0404 089

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2011

Pile cap merupakan salah satu elemen penting dari suatu struktur. Hal ini dikarenakan pile cap memiliki peranan penting dalam pendistribusian beban struktur ke tiang pancang untuk kemudian diteruskan ke dalam tanah. Pada umumnya para geotechnical dan structure engineer jika mendesain pondasi dalam (deep foundation) jarang sekali memperhitungkan kontribusi pile cap. Padahal sering sekali dimensi pile cap cukup besar dan tebal.

Ada dua pendekatan umum dalam mendesain sebuah pile cap. Pada pendekatan pertama, pile cap dianggap sebagai balok tinggi dan dirancang untuk geser pada bagian kritis. Metode lain yang dapat digunakan adalah metode strut and tie, yaitu dengan membagi struktur dalam dua daerah yakni, daerah D dan B. Dimana, daerah yang tidak lagi datar dan tegak lurus garis netral sebelum dan sesudah ada tambahan lentur yang dirincikan oleh regangan nonlinear, disebut daerah

D (Distrubed atau Discontinuity) dan daerah dimana berlaku hukum Bernoulli

disebut daerah B (Bending atau Bernoulli).

Dari hasil analisa dan perhitungan yang telah dilakukan, terdapat perbedaan hasil yang cukup signifikan dari kedua metode ini. Dimana hasil perencanaan dengan metode strut and tie memberikan luas tulangan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan metode konvensional. Dari hasil perhitungan diperoleh selisih antara luas tulangan dengan metode strut and tie dibandingkan dengan metode konvensional yaitu sebesar 94 %.

Dalam metode ini, kekuatan tekan diasumsikan akan didistribusikan melalui strut tekan tanpa perkuatan ke daerah nodal pada masing-masing titik tiang pancang dan kekuatan tarik yang terjadi di antara tiang diberikan oleh tegangan tie yang dibentuk oleh penguat (tulangan).


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR NOTASI ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 3

1.3 Tujuan Penulisan ... 6

1.4 Pembatasan Masalah ... 6

1.5 Metodologi Penulisan ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Umum ... 8

2.2 Analogi Kerangka (Truss Analogy) ... 10

2.3 Strut-and-Tie Model ... 14

2.3.1 Penentuan Daerah D dan B Strut and Tie Model ... 17

2.3.2 Asumsi Perancangan Strut and Tie Model ... 23

2.4 Analisis Penyebaran Tegangan ... 25

2.5 Metode Perambahan Beban (Load-Path Method) ... 29

2.6 Elemen dari Strut and Tie Model ... 31

2.6.1 Elemen Tekan (Strut) ... 32


(6)

2.6.3 Elemen Nodal ... 36

2.6.4 Kriteria Keruntuhan Pada Beton ... 38

2.7 Pembuatan Model Strut and Tie ... 39

2.8 Prosedur Untuk Pemodelan Strut and Tie ... 40

BAB III METODE ANALISA ... 41

3.1 Umum ... 41

3.2 Material Penyusun Beton ... 43

3.3 Tulangan ... 44

3.4 Pile Cap ... 45

3.5 Metode Penunjang dan Pengikat (Strut and Tie Model) ... 51

3.5.1 B-Regions and D-Regions 3.5.2 Komponen dari Strut and Tie Model ... 54

... 51

3.5.3 Keputusan Penting dalam Mengembangkan Model Strut-and-Tie ... 55

3.5.4 Susunan Geometri Strut-and-Tie Model ... 56

3.5.5 Faktor Reduksi (Φ) dan Penyebaran Tegangan Dalam Strut and Tie ... 57

3.6 Penunjang (Strut) ... 58

3.6.1 Desain Strut ... 58

3.6.2 Kuat Tekan Efektif Beton pada Strut (fcu 3.6.3 Pemilihan Kuat Efektif Beton (f ) ... 59

cu 3.7 Node dan Nodal Zone ... 63

) untuk Strut ... 61


(7)

3.7.2 Jenis Nodal Zone dan Penggunaannya dalam Model

Strut-and-Tie ... 64

3.7.3 Hubungan Antara Dimensi Zona Nodal ... 67

3.7.4 Resolusi Gaya Yang Bekerja Pada Zona Nodal (Nodal Zone) ... 68

3.7.5 Kuat Tekan Efektif Nodal Zone ... 69

3.8 Pengikat (Tie) ... 71

3.8.1 Kekuatan Tie ... 72

3.8.2 Pengangkuran Tie ... 72

BAB IV PERHITUNGAN ... 73

4.1 Desain Pile Cap Dengan Metode Strut and Tie ... 73

4.2 Desain Pile Cap Dengan Metode Konvensional ... 87

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 97

5.1 Kesimpulan ... 97

5.2 Saran ... 98


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Pola Retak pada Pile Cap ... 4

Gambar 1.2 Pemodelan Strut and Tie pada Pile Cap ... 5

Gambar 2.1 Pola retak pada balok akibat beban P (momen dan gaya lintang) . 11

Gambar 2.2 Analogi kerangka untuk balok beton bertulang menurut Mörsch . 11

Gambar 2.3 a. Model kerangka dengan sambungan sendi yang sederhana ... 13

b. Analogi kerangka distribusi gaya pada balok tinggi ... 13

c. Model kerangka dari elemen beton bertulang ... 13

Gambar 2.4 Elemen-elemen dalam Strut-and-Tie Model ... 15

Gambar 2.5 Prinsip St. Venant (Brown et al. 2006) ... 17

Gambar 2.6 Daerah D dimana distribusi regangan nonlinear disebabkan oleh diskontinuitas geometri, statika dengan atau tanpa diskontinuitas geometri ... 20

Gambar 2.7 Gambar menunjukkan prosedur penentuan penentuan daerah D dan B pada kolom dengan beban terpusat ... 21

Gambar 2.8 Gambar menunjukkan prosedur penentuan penentuan daerah D dan B pada balok yang mengalami diskontinuitas geometri ... 22

Gambar 2.9 Gambar menunjukkan prosedur penentuan penentuan daerah D dan B pada balok yang ditumpu langsung pada dua tumpuan terpusat ... 23

Gambar 2.10 Trayektori tegangan utama pada daerah B dan daerah D ... 27

Gambar 2.11 Distribusi tegangan utama dan strut and tie model ... 28

Gambar 2.12 Distribusi tegangan elastis akibat beban terpusat dengan lokasi beban dan landasan yang besarnya berbeda ... 28


(9)

Gambar 2.13 Trayektori tegangan utama tiga dimensi ... 29

Gambar 2.14 Aliran load-path dengan dua beban reaksi ... 30

Gambar 2.15 Strut-and-tie model dengan beban terpusat ... 31

Gambar 2.16 Variasi bentuk geometris strut, a) Strut prismatis, b) Strut berbentuk botol, c) Strut berbentuk kipas ... 34

Gambar 2.17 (a) Menunjukkan titik pertemuan antara strut dan tie, (b) Tie digeser ke bawah (selimut beton menipis) yang mengakibatkan perubahan dimensi pada elemen titik simpul (truss node element) ... 36

Gambar 2.18 Jenis-jenis node pada strut Gambar 3.1 Strut and tie model pada pile cap ... 46

and tie model ... 38

Gambar 3.2 Model truss untuk balok dengan tumpuan sederhana dengan beban terpusat dekat tumpuan : (a) geometri dan pembebanan, (b) bidang geser, (c) bidang momen, (d) model truss, (e) medan tegangan diskontiniu, (f) ketahanan pelat penumpu yang dibutuhkan per satuan panjang balok, (g) tulangan longitudinal yang diperlukan ... 48

Gambar 3.3 Gambar 3.4 Deskripsi dari strut and tie model ... 53

Model truss sederhana tiga dimensi dengan empat tiang pancang 49

Gambar 3.5 Retak pada strut berbentuk botol ... 60

Gambar 3.6 Gambar 3.7 Nodal zone hidrostatik ... 65

Perpotongan tulangan dengan strut ... 62

Gambar 3.8 Sebuah zona nodal yang diperpanjang ... 66


(10)

Gambar 3.10 Resolusi gaya yang bekerja pada nodal zone ... 68


(11)

DAFTAR NOTASI

a = bentang geser, sama dengan jarak antara sebuah beban dan sebuah tumpuan

dalam struktur, mm

Ac = luas efektif penampang melintang strut dalam model strut-and-tie, diambil

tegak lurus dengan sumbu dari strut, mm

A

2

n = luasan permukaan dari zona nodal atau bagian yang melalui zona nodal,

mm

A

2

si = luas tulangan permukaan pada lapisan ke-i yang memotong strut, mm

A

2

st = luas tulangan nonprategang dalam sebuah tie, mm

A

2

s’ = luas tulangan tekan dalam strut, mm2

d = kedalaman efektif, mm

.

c = dimensi kolom persegi

fc f

’ = kuat tekan spesifik beton, MPa cu

f

= kuat tekan efektif beton dalam strut atau zona nodal, MPa

s

f

’ = tegangan leleh tulangan tekan, MPa y

F

= kuat leleh tulangan nonprategang, Mpa

n

F

= kuat nominal dari strut, tie, dan zona nodal, kN

nn

F

= kuat nominal dari permukaan zona nodal, kN

ns

F

= kuat nominal sebuah strut, kN

nt

F

= kuat nominal tie, kN

u

s

= gaya terfaktor yang bekerja di daerah strut, tie, atau zona nodal dalam

model strut-and-tie, kN

i = jarak tulangan pada lapisan yang berdekatan dengan permukaan anggota, mm


(12)

ws w

= lebar efektif strut, mm

t

β

= lebar efektif tie, mm

s

β

= faktor untuk memperhitungkan pengaruh retak dan membatasi tulangan

pada kuat tekan efektif beton di dalam strut

n

γ

= faktor untuk memperhitungkan pengaruh pengangkuran dari tie pada kuat

tekan efektif zona nodal

i

θ = sudut antara sumbu bidang strut atau daerah tekan dengan elemen dari tulangan tarik

= sudut antara sumbu strut dan tulangan pada lapisan ke-i dari tulangan yang

memotong strut

λ = koreksi faktor yang berhubungan dengan berat unit beton Φ = faktor reduksi kekuatan

b = lebar pile cap, mm

lb l

= lebar pelat penumpu, mm

p

A

= lebar pelat tumpuan, mm

s = luasan tulangan utama longitudinal, mm

d

2

a

v = faktor efisiensi yang nilainya < 1


(13)

ABSTRAK

Analisa dan Perencanaan Pile Cap Dengan Metode Strut and Tie Model Berdasarkan ACI Building Code 318-2002

ROYANTO SIMALANGO 06 0404 089

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2011

Pile cap merupakan salah satu elemen penting dari suatu struktur. Hal ini dikarenakan pile cap memiliki peranan penting dalam pendistribusian beban struktur ke tiang pancang untuk kemudian diteruskan ke dalam tanah. Pada umumnya para geotechnical dan structure engineer jika mendesain pondasi dalam (deep foundation) jarang sekali memperhitungkan kontribusi pile cap. Padahal sering sekali dimensi pile cap cukup besar dan tebal.

Ada dua pendekatan umum dalam mendesain sebuah pile cap. Pada pendekatan pertama, pile cap dianggap sebagai balok tinggi dan dirancang untuk geser pada bagian kritis. Metode lain yang dapat digunakan adalah metode strut and tie, yaitu dengan membagi struktur dalam dua daerah yakni, daerah D dan B. Dimana, daerah yang tidak lagi datar dan tegak lurus garis netral sebelum dan sesudah ada tambahan lentur yang dirincikan oleh regangan nonlinear, disebut daerah

D (Distrubed atau Discontinuity) dan daerah dimana berlaku hukum Bernoulli

disebut daerah B (Bending atau Bernoulli).

Dari hasil analisa dan perhitungan yang telah dilakukan, terdapat perbedaan hasil yang cukup signifikan dari kedua metode ini. Dimana hasil perencanaan dengan metode strut and tie memberikan luas tulangan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan metode konvensional. Dari hasil perhitungan diperoleh selisih antara luas tulangan dengan metode strut and tie dibandingkan dengan metode konvensional yaitu sebesar 94 %.

Dalam metode ini, kekuatan tekan diasumsikan akan didistribusikan melalui strut tekan tanpa perkuatan ke daerah nodal pada masing-masing titik tiang pancang dan kekuatan tarik yang terjadi di antara tiang diberikan oleh tegangan tie yang dibentuk oleh penguat (tulangan).


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Beton sebagai bahan struktur bangunan telah dikenal sejak lama karena mempunyai banyak keuntungan-keuntungan dibanding dengan bahan bangunan yang lain. Perencanaan komponen struktur beton dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak timbul retak berlebihan pada penampang sewaktu mendukung beban kerja dan masih mempunyai cukup keamanan serta cadangan kekuatan untuk menahan beban dan tegangan lebih lanjut tanpa mengalami keruntuhan. Timbulnya tegangan-tegangan lentur akibat terjadinya momen karena beban luar dan tegangan-tegangan tersebut merupakan faktor yang menentukan dalam menetapkan dimensi geometris penampang komponen struktur. Proses perencanaan atau analisis umumnya dimulai dengan memenuhi persyaratan terhadap lentur, kemudian baru sisi lainnya seperti geser. Kemudian retak panjang penyaluran dianalisis sehingga seluruhnya memenuhi syarat.

Perencanaan struktur berdasarkan analisa batas (limit analysis) telah banyak diselidiki melalui berbagai penelitian selama hampir empat dasawarsa belakangan ini. Berbagai manfaat telah diperoleh melalui penyelidikan dan penelitian tersebut, terutama pada kekuatan balok dan pelat yang dibebani geser, torsi dan beban kombinasi.

Berdasarkan pertimbangan bahwa perilaku struktur beton sangat beragam, maka penggunaan metode limit analysis belum meluas dan sebagian masih


(15)

membutuhkan penelitian yang mendalam. Walaupun demikian, pada umumnya struktur beton dirancang bertulangan lemah (under-reinforced) dimana kuat strukturnya terutama ditentukan oleh lelehnya tulangan, dan dari berbagai percobaan yang mendalam menunjukkan bahwa pendekatan limit analysis memberikan hasil yang sangat memuaskan termasuk beton bertulangan kuat (over-reinforced). Pendekatan melalui limit analysis dapat dinyatakan dalam dua kategori, pertama berdasarkan lower bound (static) dan kedua berdasarkan upper bound (kinematic). Pendekatan kinematic pada umumnya dipergunakan pada rancangan yang sudah ada

(existing design) karena keseimbangan dari model yang dipakai hanya berlaku untuk

keadaan tertentu, sedangkan pendekatan metode static dapat diterapkan langsung dalam perancangan dan detailing karena kekuatan beton dan baja tulangan yang dibutuhkan dapat diperoleh dari sistem keseimbangan gaya-gaya dalam dari struktur yang dibebani sampai beban batas (ultimate load)..

Berbagai penelitian terus maju dan mengalami perkembangan dan muncullah berbagai model yang rasional yang dianggap cukup sederhana dan cukup akurat dalam aplikasinya sudah banyak diusulkan. Dan sampai saat ini model yang dianggap konsisten dan rasional adalah pendekatan melalui “STRUT AND TIE MODEL”.

Pada analisa struktur, biasanya digunakan asumsi Bernoulli yang menyatakan bahwa penampang tetap datar selama deformasi. Dalam kenyataannya, pada daerah kerja beban terpusat, pada daerah tumpuan atau dimana terdapat konsentrasi tegangan yang besar, asumsi tersebut tidak berlaku sehingga diperlukan perhitungan yang lebih teliti. Prof. M.P Collins menyatakan bahwa pola retak akibat keruntuhan tarik tidak selamanya dengan kemiringan 45°, tetapi pola retak dapat dimodelkan


(16)

dalam bentuk sebuah rangkaian retakan sejajar yang terbentuk pada sudut θ. Teori dari Prof. M.P Collins ini dikenal dengan teori medan tekan (Compression Field

Theory/ CFT) dan Modified Compression Field Theory (MCFT) pada tahun 1986.

Sementara ACI 318 (2002) mensyaratkan sudut antara komponen strut dan komponen tie tidak boleh diambil kurang dari 25°. (Sumber : Appendix A-ACI 318

2002 A.2.5 pp. 378).

Pengembangan dari Strut and Tie Method membawa pengaruh yang besar dalam peraturan beton di beberapa Negara Eropa, Kanada dan baru akhir-akhir ini di Amerika. Namun peraturan beton di Indonesia belum mempergunakannya. Strut and Tie berawal dari “Truss Analogy Model” yang pertama kali diperkenalkan oleh Ritter (1899) dan Morsch (1902). Selanjutnya atas inisiatif Schlaich dan Schafer (Stuttgart), Truss Analogy dikembangkan ke dalam suatu bentuk/model yang lebih umum dan konsisten, dan kemudian dikenal sebagai Strut-and-Tie Model (Model Penunjang dan Pengikat).

1.2 PERMASALAHAN

Dalam perencanaan struktur beton bertulang, diperlukan suatu kepastian tentang keamanan struktur terhadap keruntuhan yang mungkin terjadi selama umur bangunan. Keruntuhan yang paling fatal dalam suatu konstruksi adalah kegagalan pada struktur pondasi, dimana pondasi tersebut tidak sanggup untuk memikul beban struktur yang berada di atasnya. Salah satu kegagalan yang terjadi pada struktur pondasi yaitu pada bagian tapak pondasi (pile cap). Pada umumnya keruntuhan yang terjadi pada pile cap adalah keruntuhan geser. Beban geser yang melebihi kapasitas


(17)

penampang pile cap tersebut akan mengakibatkan retakan-retakan diagonal di sepanjang penampang pile cap tersebut seperti ditunjukkan pada gambar 1.1.

Gambar 1.1 Pola Retak pada Pile Cap

(Sumber : “Ultimate Shear Strength Of Pile Caps” oleh Masahiro Shirato, Jiro Fukui, Naoki Masui, Kenji Kosa)

Jika pile cap tersebut tidak mempunyai jumlah tulangan yang cukup serta didetail dengan benar, retakan-retakan tersebut dapat terjadi lebih awal dan pada akhirnya akan berakibat terjadi keruntuhan yang tiba-tiba pada bangunan (gagal prematur). Jadi salah satu hal yang sangat perlu untuk diperhatikan dalam merencanakan maupun menganalisa suatu struktur beton betulang adalah kegagalan geser pada unit-unit struktur, karena kegagalan geser adalah keruntuhan getas yang berakibat fatal.

Ada beberapa cara yang digunakan untuk mendesain pile cap. Salah satu cara baru yang mulai dikembangkan yaitu model penunjang dan pengikat (strut and

tie model). Metode ini sudah mulai dipakai dalam beberapa peraturan di berbagai

negara, sehingga metode ini perlu dipelajari lebih lanjut.

Pemodelan strut and tie pada perencanaan pile cap berbeda dengan pemodelan strut and tie pada balok tinggi, corbel, dan beberapa struktur lainnya.


(18)

P

u

Pada perencanaan pile cap pemodelan strut and tie dibuat dalam bentuk tiga dimensi, sedangkan pada balok tinggi dan corbel pemodelan strut and tie dibuat dalam dua dimensi. Pemodelan strut and tie pada pile cap dapat dilihat pada gambar 1.2.


(19)

1.3 TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini antara lain :

1. Untuk mendapatkan informasi yang lengkap tentang Strut and Tie Model baik prosedur perhitungan dan juga fungsi kerja tulangan yang dianalisa dengan

2. Mempelajari metode strut and tie pada desain tulangan pada pile cap sesuai dengan gaya-gaya yang diperoleh pada pemodelan strut and tie tersebut.

Strut and Tie Model.

3. Untuk mempopulerkan metode Strut and Tie Model (dalam bentuk contoh perhitungan) dengan mengenalkan prosedur dan teknik penggunaannya di lapangan.

4. Membandingkan hasil perencanaan pile cap dengan metode strut and tie yang mengacu pada peraturan ACI 318-02 dengan metode konvensional.

1.4 PEMBATASAN MASALAH

Masalah yang dibahas dalam Tugas Akhir ini adalah penggunaan metode penunjang dan pengikat (strut and tie model) pada perencanaan tulangan pada pile cap.

Pembatasan masalah dalam Tugas Akhir ini meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Perumusan dan perhitungan terbatas pada elemen struktur yang sederhana

dengan data-data yang logis.

2. Strut and Tie Model direncanakan sesuai dengan aliran beban atau penyebaran

tegangan.

3. Struktur yang ditinjau adalah pile cap berbentuk persegi dengan 5 buah tiang pancang.


(20)

4. Beban yang bekerja adalah beban vertikal (kombinasi beban mati dan beban hidup).

5. Gaya lateral tanah diabaikan.

1.5 METODOLOGI PENULISAN

Metode yang digunakan dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah studi literatur yang menyangkut mengenai metode Strut and Tie dalam struktur beton bertulang yaitu dengan mengumpulkan data-data dan keterangan dari literatur yang berhubungan dengan pembahasan pada tugas akhir ini serta masukan dari dosen pembimbing.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Pile cap merupakan salah satu elemen penting dari suatu struktur. Hal ini

dikarenakan pile cap memiliki peranan penting dalam pendistribusian beban struktur ke tiang pancang untuk kemudian diteruskan ke dalam tanah. Pile cap digunakan sebagai pondasi untuk mengikat tiang pancang yang sudah terpasang dengan struktur yang berada di atasnya. Pada umumnya para geotechnical dan structure engineer jika mendesain pondasi dalam (deep foundation) sama sekali tidak memperhitungkan kontribusi pile cap. Padahal sering sekali dimensi pile cap cukup besar dan tebal. RL Mowka meneliti bahwa untuk gaya lateral bahkan sering sekali lebih besar gaya yang dipikul pile cap dibanding dengan tiang. Begitu juga dengan gaya aksial tekan. Dengan memperhitungkan distribusi pile cap maka kita akan mendapatkan desain group tiang yang lebih ekonomis. Oleh karena itu, penting sekali para engineer memahami perilaku pile cap agar mampu memperhitungkan kontribusi pile cap dalam memperhitungkan daya dukung group tiang baik terhadap gaya lateral maupun gaya aksial.

Pada dasarnya perilaku pile cap hampir sama dengan balok tinggi. Hal ini dikarenakakan pile cap mempunyai angka perbandingan tinggi/lebar yang hampir sama dengan balok tinggi. Karena geometrinya inilah maka pile cap ini lebih berperilaku dua dimensi bukan satu dimensi dan mengalami keadaan tegangan dua dimensi. Sebagai akibatnya, bidang datar sebelum melentur tidak harus tetap datar


(22)

setelah melentur. Distribusi regangannya tidak lagi linier, dan deformasi geser yang diabaikan pada balok biasa menjadi sesuatu yang cukup berarti dibandingkan dengan deformasi lentur murni. Sebagai akibatnya, blok tegangan menjadi non linier meskipun masih pada taraf elastis. Pada keadaan limit dengan beban batas, distribusi tegangan tekan pada beton tidak akan lagi mengikuti bentuk parabola yang digunakan pada balok biasa.

Beton retak dalam arah tegak lurus trayektori tegangan utama, apabila bebannya terus bertambah, retak ini akan melebar dan akan menjalar, juga timbul retak lainnya. Dengan demikian semakin sedikit beton yang harus memikul keadaan tegangan yang tak menentu.

Ada dua pendekatan umum dalam mendesain sebuah pile cap. Pada pendekatan pertama, pile cap dianggap sebagai balok tinggi dan dirancang untuk geser pada bagian kritis. Pendekatan kedua yaitu dengan membagi struktur dalam dua daerah yakni, daerah D dan B. Dimana, daerah yang tidak lagi datar dan tegak lurus garis netral sebelum dan sesudah ada tambahan lentur yang dirincikan oleh regangan nonlinear, disebut daerah D (Distrubed atau Discontinuity) dan daerah dimana berlaku hukum Bernoulli disebut daerah B (Bending atau Bernoulli). Pendekatan ini biasa disebut dengan model strut-and-tie. Dalam model ini, kekuatan tekan diasumsikan akan didistribusikan melalui strut tekan tanpa perkuatan ke daerah nodal pada masing-masing titik tiang pancang dan kekuatan tarik yang terjadi di antara tiang diberikan oleh tegangan tie yang dibentuk oleh penguat (tulangan).


(23)

Model strut-and-tie dua dimensi digunakan untuk merepresentasikan struktur planar seperti balok tinggi, corbel dan sambungan. Model strut-and-tie tiga dimensi digunakan untuk struktur seperti pile cap untuk dua atau lebih baris tiang pancang.

2.2 Analogi Kerangka (Truss Analogy)

Pada balok dengan penulangan geser badan, retak dalam bentang geser dapat menghancurkan sistem struktur sebenarnya, ini bisa digantikan dengan aksi gaya kerangka (truss) atau pelengkung atau kombinasi dari keduanya. Aksi kerangka pada kegagalan geser menggunakan prinsip truss analogy (analogi kerangka).

Model penunjang dan pengikat (strut and tie model) berawal dari “model analogi kerangka (truss analogy model)” yang pertama kali diperkenalkan oleh Ritter (1899) dan Mörsch (1902). Melalui anggapan bahwa pola retak yang terjadi pada balok beton bertulang yang diakibatkan oleh beban luar P (gambar 2.1), Mörsch menggunakan model rangka batang (truss) seperti gambar 2.2, untuk menjelaskan aliran gaya (load path) untuk transfer beban P ke tumpuan yang terjadi pada struktur beton bertulang pada keadaan retak (cracked condition).

Rangka batang yang diusulkan oleh Mörsch terdiri dari batang tekan dan tarik sejajar dengan arah memanjang dari balok, batang tekan diagonal dengan sudut 450 dan batang tarik vertikal. Batang tekan dan batang tarik yang sejajar diperlukan untuk memikul momen lentur yang kita peroleh dari standar penulangan lentur. Tinggi dari rangka batang ini ditentukan oleh jarak lengan momen dalam jd, yang dihitung untuk posisi dengan momen maksimum. Batang tarik vertikal adalah


(24)

penulangan geser yang dipasang untuk memikul gaya lintang, sedangkan batang tekan diagonal akan dipikul oleh betonnya sendiri.

Gambar 2.1 Pola retak pada balok akibat beban P (momen dan gaya lintang)

jd

jd

Gambar 2.2 Analogi kerangka untuk balok beton bertulang menurut Mörsch

Perancangan yang didasarkan pada truss model belum dapat meliputi keseluruhan unsur struktur, terutama untuk struktur yang secara statika dan geometri tidak kontinu seperti daerah sekitar struktur yang mengalami beban terpusat, join pada rangka-rangka portal, struktur berlubang atau dengan bukaan, konsol pendek


(25)

tinggi (deep beam) termasuk dinding geser serta balok perangkai dinding (coupling beam), lantai-lantai sebagai diaphragma dan pondasi.

Berbagai truss model telah dikembangkan oleh Schlaich, Schafer dan Jennewein (1982 – 1993) ke dalam suatu bentuk/model truss analogy yang lebih umum dan konsisten yang kemudian dikenal sebagai “Strut and Tie Model”. Penggunaan model ini dapat diaplikasikan secara umum baik untuk keadaan batas

(limit state) maupun keadaan layan (serviceability). Pemahaman Strut and Tie Model

akan lebih baik bila didukung oleh pemahaman yang diawali dari orientasi medan tegangan utama yang meliputi trayektori tegangan utama (elastic principal stress trajectories).

Salah satu keuntungan utama menggunakan batang kerangka sekarang adalah untuk menetapkan tahanan elemen dari suatu batang yang merupakan aliran gaya-gaya dapat lebih mudah dilihat secara visual oleh perencana. Aliran tegangan tekan diidealisasikan sebagai batang-batang tekan yang dinamakan penunjang, dan tarik oleh batang-batang tarik seperti gambar 2.3 yang menunjukkan bagaimana model kerangka yang menggunakan penunjang dan pengikat dapat mengidealisasikan aliran gaya-gaya dari pada batang dengan variasi perbandingan panjang dan tinggi.

Berdasarkan penjelasan di atas, model penunjang dan pengikat (strut and tie) telah dimodifikasi untuk anggapan-anggapan yang sesuai dengan teori. Analogi dari sambungan sendi kerangka (truss) mensimulasi aksi dari balok beton bertulang akibat lentur dan geser. Komponen longitudinal geser pada daerah tarik adalah analog terhadap suatu batang tarik seperti gambar 2.3a dan 2.3b. Penulangan geser (vertikal atau miring) adalah pengikat tarik dan beton di antara retak diagonal dan aksi pada zona tekan sebagai penunjang, lihat gambar 2.3c.


(26)

(c)

Gambar 2.3 a. Model kerangka dengan sambungan sendi yang sederhana b. Analogi kerangka distribusi gaya pada balok tinggi


(27)

2.3 Strut-and-Tie Model

Komponen struktur beton bertulang yang mengalami retak, pada dasarnya gaya yang bekerja akan dipikul oleh tegangan tekan dari beton dan tegangan tarik dari baja tulangan. Penggambaran medan tegangan utama (trayektori tegangan utama) pada elemen struktur beton dapat dilakukan berdasarkan analisis elastis. Trayektori tegangan utama tersebut mempunyai tendensi untuk menjadi lurus setelah terjadi retakan yang cukup banyak sehingga dapat diidealisasikan sebagai strut. Berdasarkan perilaku inilah kemudian strut-and-tie model dikembangkan sehingga suatu daerah terganggu (D-Region) dapat diidealisasikan terdiri atas: strut dari beton, tie dari baja tulangan dan nodal zone ( daerah nodal ) yang merupakan pertemuan dari elemen strut dan elemen tie. Seperti halnya pada rangka batang, ada tiga elemen pokok dalam pembentukan keseimbangan dalam model strut-and-tie, yaitu batang tekan (penunjang atau strut), batang tarik (pengikat atau tie) dan titik simpul (joint

atau node). Nodal pada strut and tie model sering juga disebut “hydrostatic

element”. Gambaran dari ketiga tipe elemen pembentuk strut and tie model dapat


(28)

Gambar 2.4 Elemen-elemen dalam Strut-and-Tie Model

Dimensi yang proporsional dari elemen strut, tie, dan nodal zone didapat berdasarkan kondisi batas tegangan yang sudah jelas. Kondisi ini benar-benar berdasarkan atas lower bound pada analisa plastis karena pada kenyataannya semuanya diasumsikan berdasarkan atas distribusi tegangan yang pasti dan aliran gaya, yang pada akhirnya akan menyebabkan keseimbangan dan kondisi tegangan yang maksimum (Lumantarna, 2002).

Penggunaan Strut and Tie Model dalam menghitung tulangan geser merupakan salah satu langkah yang dilakukan untuk merencanakan struktur konstruksi beton bertulang. Selain cara-cara konvensional yang selama ini diketahui luas oleh para engineer maupun mahasiswa sipil di Indonesia, terdapat cara lain yang mungkin masih belum terlalu memasyarakat sampai saat ini yaitu Strut and Tie

Model.

Pada analisa struktur, biasanya digunakan hypotesa Bernoulli yaitu penampang dianggap rata dan tegak lurus dengan garis netral sebelum dan sesudah


(29)

lentur. Dalam kenyataannya, pada daerah kerja terpusat, tumpuan dan dimana terdapat konsentrasi tegangan yang besar asumsi kondisi penampang tetap datar pada saat deformasi ini umumnya tidak berlaku.

Secara umum elemen struktur beton dapat dibagi menjadi dua daerah umum yaitu daerah lentur (Bernoulli atau B-region) dan daerah dekat diskontinuitas (terganggu atau D-region). Daerah yang tidak lagi datar setelah pembebanan disebut daerah D (Disturbed atau Discontinuity), yaitu pada daerah D dapat ditentukan dengan Saint Venant Principle yang menyatakan bahwa gaya-gaya yang bekerja pada bidang dan dalam keseimbangan akan mempengaruhi daerah sekitarnya sejauh h dengan tegangan f akan mengecil menjadi nol menjauhi pusat gaya-gaya tersebut. Asas Saint Venant dari penyebaran tegangan yang terlokasikan menyatakan bahwa pengaruh gaya atau tegangan yang bekerja pada suatu luasan yang kecil boleh diperlakukan sebagai suatu sistem yang secara statis pada jarak selebar atau setebal benda yang dibebani hingga menyebabkan distribusi tegangan dapat mengikuti hukum yang sederhana yaitu f = N/A. Daerah dimana berlaku hukum Bernoulli, disebut daerah B (Bending atau Bernoulli). Pada daerah Bernoulli (B-region), penampang tetap dianggap rata setelah pembebanan, dan pada bagian ini asumsi dari teori lentur dapat diterapkan. Perencanaannya dapat menggunakan model rangka batang atau juga Modified Compression Field (MCF). Secara umum, setiap bagian dari anggota struktural di luar daerah B adalah daerah D.

Model strut and tie umumnya digunakan terutama untuk merancang daerah dekat diskontinuitas atau daerah D. Model strut and tie global (model yang digunakan untuk merancang seluruh anggota struktural) dapat digunakan, namun yang terbaik adalah fokus pada model strut and tie lokal (model yang digunakan


(30)

untuk merancang daerah D). Hal ini dikarenakan daerah B lebih mudah dirancang dengan metode konvensional. Diskontinuitas dalam distribusi tegangan terjadi pada perubahan dalam geometri suatu elemen struktur (diskontinuitas geometrik), pada beban terkonsentrasi atau reaksi (diskontinuitas statik), atau pada kombinasi dari keduanya. Prinsip St. Venant mengindikasikan bahwa tegangan akibat beban aksial dan lentur mendekati distribusi linear pada jarak kira-kira sama dengan dimensi penampang maksimum h yang berada jauh dari daerah D. Gambar 2.5 menunjukkan ilustrasi dari prinsip St. Venant'.

Gambar 2.5 Prinsip St. Venant (Brown et al. 2006)

2.3.1 Penentuan Daerah D dan B Strut and Tie Model

Perancangan struktur beton sebagaimana diungkapkan di depan pada umumnya terdiri dari dua daerah, yaitu daerah D dan daerah B. Slaich et.al (1982-1983) telah membangun suatu dasar filosofi perancangan yang konsisten pada


(31)

struktur yang terdiri dari daerah D dan B, yaitu perancangan dengan Strut and Tie

model. Dengan demikian keseluruhan struktur dapat dirancang berdasarkan Strut and

Tie model. Tetapi dalam prakteknya Strut and Tie model lebih banyak diterapkan

pada daerah D, sedangkan pada daerah B lebih dikhususkan pada perancangan terhadap pengaruh geser dan torsi. Penerapan Strut and Tie Model dalam perancangan struktur beton diawali dengan penentuan daerah D dan B.

Setiap bagian dari suatu struktur adalah berbeda satu sama lain. Hal itu tergantung pada pembebanan dan sifat fisik dari struktur tersebut. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, struktur beton bertulang akibat lentur dan geser biasanya mengalami perilaku yang kompleks sebelum gagal. Perilaku yang diamati diambil sebagai anggapan dalam perumusan analisa penunjang dan pengikat. Dalam memilih pendekatan perencanaan sedemikian untuk struktur beton, perlu untuk mengelompokkan bagian dari struktur baik sebagai daerah B, dimana teori lentur digunakan meliputi analisa regangan linier dan bagian lain yang dinamakan daerah diskontiniu atau daerah D. Kedua daerah ini dibedakan satu dengan yang lainnya mengikuti sifat sebagai berikut :

1. Daerah B (B berarti Bending atau Bernoulli), dimana berdasarkan hipotesa Bernoulli distribusi regangan berupa garis lurus dari lentur terjadi di sini. Suatu regangan dalam dapat dengan mudah diturunkan dari gaya-gaya penampang (lentur dan torsi, momen, geser dan gaya aksial). Daerah B direncanakan sebagai basis dari model kerangka.

2. Daerah D (D berarti diskontiniu) daerah yang berdekatan akan berubah pada daerah pembebanan pada beban terpusat dan pada reaksi tumpuan; atau akan


(32)

berubah pada suatu perubahan geometri seperti lubang atau perubahan penampang dan daerah diskontiniu lainnya. Pada daerah ini distribusi regangan secara signifikan menjadi nonlinier.

Penentuan daerah D dan daerah B akan lebih mudah dipahami melalui gambar-gambar di bawah ini. Gambar 2.6 menunjukkan daerah D dari berbagai komponen struktur yang umumnya dijumpai. Pada gambar tersebut, daerah D ditandai dengan yang diberi warna lebih gelap, dan dimensi dari daerah D pada umumnya ditentukan oleh dimensi dari struktur yang berbatasan yang mengalami diskontinuitas baik oleh geometri, statika dengan atau tanpa diskontinuitas geometri. Gambar 2.6(a) memperlihatkan daerah D yang disebabkan oleh diskontinuitas geometri dan gambar 2.6(b) oleh diskontinuitas statika dengan atau tanpa diskontinuitas geometri.


(33)

(b)

Gambar 2.6 Daerah D dimana distribusi regangan nonlinear disebabkan oleh diskontinuitas geometri, statika dengan atau tanpa diskontinuitas geometri.

(Sumber : ACI318-02 Building Code)

Prosedur penentuan daerah D dan B dapat dijelaskan melalui gambar 2.7, 2.8, dan 2.9 sebagai berikut :

a) Ganti struktur riil pada gambar (a) dengan struktur fiktif pada gambar (b) yang dibebani sedemikian rupa sehingga hukum Bernouli berlaku dan keseimbangan dari semua gaya-gaya terpenuhi.

b) Tentukan suatu sistem keseimbangan pada suatu sistem struktur (gambar (c)) yang bila disuperposisikan dengan sistem keseimbangan pada gambar (b) akan memenuhi syarat-syarat batas dari struktur riil (gambar (a)) tersebut.


(34)

c) Terapkan asas Saint-Venant pada sistem struktur gambar (c) sejarak d=h dari titik keseimbangan gaya-gaya.

d) Dari gabungan gambar (b) dan (c) akan dihasilkan gambar (d) yang menggambarkan daerah D dan B. Pada daerah B, tegangan sudah tidak dipengaruhi lagi oleh unsur diskontinuitas.

(a) (b) (c) (d)

Gambar 2.7 Gambar menunjukkan prosedur penentuan penentuan daerah D dan B pada kolom dengan beban terpusat.


(35)

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 2.8 Gambar menunjukkan prosedur penentuan penentuan daerah D dan B pada balok yang mengalami diskontinuitas geometri.


(36)

(a)

(b) (c)

+

(d)

Gambar 2.9 Gambar menunjukkan prosedur penentuan penentuan daerah D dan B pada balok yang ditumpu langsung pada dua tumpuan terpusat.

2.3.2 Asumsi Perancangan Strut and Tie Model

Dasar teori dari strut and tie model adalah teori plastis. Model ini akan memberikan “lower bound solution”. Teori lower bound plasticity menyatakan bahwa suatu struktur tidak akan berada diambang keruntuhan bila terjadi keseimbangan antara beban dan distribusi tegangan dimana di setiap titik pada struktur tersebut mengalami tegangan lelehnya. Dengan demikian perencana perlu meninjau beberapa alternatif model dan paling sedikit ada satu model dari load-path


(37)

yang memadai dan memastikan bahwa tidak ada bagian dari load path yang mengalami tegangan yang berlebihan (overstressed). Dengan kata lain model dengan

load-path yang dipilih memberikan kapasitas struktur yang terendah (model dengan

load-path yang lain akan memberikan kapasitas struktur yang lebih besar

dibandingkan dengan model load-path yang dipilih sebelumnya), dengan demikian penggunaan metode ini dianggap konservatif. Pemilihan bentuk arah load-path atau pola distribusi tegangan tidak boleh berbeda jauh antara sebelum dan sesudah beton mengalami peretakan sehingga keruntuhan lebih awal (gagal prematur) dapat dihindari. Struktur yang ditinjau diidealisasikan sebagai suatu sistem rangka batang plastis (plastic truss analogy) yang berada dalam keseimbangan.

Keseimbangan rangka batang akan terpenuhi jika :

a) Beban luar dan reaksi-reaksi tumpuan serta semua titik simpul berada dalam keadaan keseimbangan.

b) Semua gaya tarik dipikul oleh baja tulangan dengan atau tanpa tendon prategang.

c) Titik simpul merupakan titik tangkap dari sumbu-sumbu batang dengan atau tanpa garis-garis gaya luar termasuk reaksi perletakan. Semua garis-garis gaya tersebut bertemu pada satu titik sehingga pada titik simpul tersebut tidak timbul momen.

d) Kehilangan keseimbangan rangka batang terjadi bila beton yang mengalami tekan mengalami kehancuran atau sejumlah batang tarik mengalami pelelehan yang mengakibatkan rangka batang berada dalam mekanisme labil.


(38)

2.4 Analisis Penyebaran Tegangan

Konsep tekan dan tarik didasarkan atas pendekatan plastisitas untuk aliran gaya di zona angker dengan menggunakan sejumlah batang-batang lurus tarik dan tekan yang bertemu di titik-titik diskret yang disebut nodal. Sehingga membentuk rangka batang. Gaya tekan dipikul oleh batang tekan (strut) dan gaya tarik dipikul oleh penulangan (tie) non prategang dari baja yang berfungsi sebagai tulangan tarik pengekang atau oleh baja prategang. Kuat leleh tulangan pengekang angker digunakan untuk menentukan luas penulangan total yang dibutuhkan di dalam blok angker sesudah retak signifikan terjadi. Trayektori tegangan-tegangan tekan beton cenderung memusat menjadi garis lurus yang dapat diidealisasikan menjadi batang lurus yang mengalami tekan uniaksial. Batang tekan ini dapat dipandang sebagai bagian dari unit rangka batang dimana tegangan tarik utama diidealisasikan sebagai batang tarik pada unit rangka batang dengan lokasi nodal yang ditentukan oleh arah batang tekan. Suatu benda elastis yang dibebani sebelum retak akan menghasilkan medan tekan (compression field) dan medan tarik (tension field). Garis trayektori tegangan utama adalah garis tempat kedudukan titik-titik dari suatu tegangan utama

(principal stress) yang memiliki nilai (aljabar) yang sama yang terdiri dari garis

trayektori tekan dan trayektori tarik. Garis-garis trayektori menunjukkan arah dari tegangan utama pada setiap titik yang ditinjau. Jadi trayektori tegangan merupakan suatu kumpulan garis-garis kedudukan dari titik-titik yang mempunyai tegangan utama yang mempunyai nilai tertentu.

Telah diungkapkan di depan bahwa penggunaan Strut and Tie model perlu didukung oleh pengertian medan tegangan utama yang kemudian diterapkan pada perancangan model struktur berdasarkan teori plastisitas. Dari ungkapan tersebut


(39)

terlihat bahwa adanya hal yang kurang konsisten, yaitu dimana awalnya berorientasi pada distribusi dan trayektori tegangan berdasarkan teori elastis yang kemudian diterapkan pada perancangan model struktur berdasarkan teori plastisitas. Selanjutnya diketahui bahwa struktur beton bukan merupakan bahan yang elastis linear sempurna dan homogen karena struktur beton terdiri dari beton dan berbagai baja tulangan. Pada keadaan retak terjadi redistribusi tegangan dimana tegangan induk tarik pada beton bervariasi dari nol pada lokasi retak dan mencapai nilai maksimum pada lokasi antar retakan, sehingga pada struktur beton akan mengalami perubahan kekakuan struktur. Walaupun demikian hasil dari percobaan dan penelitian menunjukkan bahwa perancangan model struktur beton bertulang berdasarkan teori plastisitas yang berorientasikan trayektori tegangan utama masih cukup konservatif, ini juga dikarenakan kuat tarik beton sangat rendah dibandingkan dengan kuat tekannya. Untuk memperoleh distribusi dan trayektori tegangan yang akurat, Cook dan Mitchell (1988) menyarankan penggunaan metode finite-element (elemen hingga) nonlinear. Kotsovos dan Pavlovic (1995) cukup banyak membahas analisis finite-element (elemen hingga) untuk perencanan struktur beton dalam keadaan batas (limit-state design), tetapi dalam penggunaan praktis masih banyak berorientasi pada distribusi dan trayektori tegangan utama karena dianggap lebih praktis dan cukup konservatif disamping perangkat lunak komputer. Untuk struktur beton yang nonlinear masih sangat terbatas untuk penggunaan praktis. Oleh karenanya, pembahasan selanjutnya masih didasarkan pada distribusi dan trayektori tegangan yang berorientasi pada struktur beton elastis dan diikuti dengan perancangan pada teori plastisitas.


(40)

Beberapa karakteristik penting dari trayektori tegangan adalah :

a) Di tiap-tiap titik ada trayektori tekan dan trayektori tarik yang saling tegak lurus. b) Dalam komponen struktur yang dibebani terdapat suatu kelompok trayektori tekan dan kelompok trayektori tarik, dan kedua kelompok trayektori tersebut adalah orthogonal. Ini disebabkan karena tegangan utama tekan dan tegangan utama tarik di dalam suatu titik yang arahnya saling tegak lurus sehingga kelompok trayektori tekan dan kelompok trayektori tarik menyatakan suatu sistem yang orthogonal.

c) Trayektori tekan dan trayektori tarik berakhir pada sisi tepi dengan sudut 900 d) Di dalam titik-titik di garis netral arah trayektori-trayektori adalah 45

.

0

e) Lebih dekat jarak antara trayektori-trayektori, lebih besar nilai tegangan utamanya.

.

f) Trayektori tegangan pada daerah B jauh lebih teratur (smooth) dibandingkan pada daerah D.


(41)

Gambar 2.11 Distribusi tegangan utama dan strut and tie model.

Gambar 2.12 Distribusi tegangan elastis akibat beban terpusat dengan lokasi beban dan landasan yang besarnya berbeda.


(42)

Gambar 2.13 Trayektori tegangan utama tiga dimensi.

2.5 Metode Perambahan Beban (Load-Path Method)

Trayektori tegangan utama adalah salah satu alat bantu dalam membentuk

Strut and Tie model. Di samping pemanfaatan trayektori tegangan utama, Sclaich

(1987) memberikan alternatif lain, yaitu penggunaan metode perambahan beban

(load-path method). Metode ini dapat dijelaskan seperti pada gambar 2.14 dan 2.15.

Pada awalnya harus ditentukan terlebih dahulu keseimbangan luar sehingga beban kerja dan reaksi-reaksi pada D-region tersebut berada dalam keseimbangan. Kemudian diasumsikan tegangan P berlangsung linear. Pada gambar 2.14, diagram tegangan P yang semuanya dalam keadaan tekan dibagi dalam dua bagian sedemikian rupa, sehingga masing-masing bagian mempunyai resultante sebesar A dan B (bekerja pada titik berat masing-masing) yang nilainya masing-masing sama besarnya dengan reaksi-reaksi tumpuan yang diperoleh sebelumnya. Selanjutnya


(43)

diasumsikan bahwa load-path rekanan A-A tidak berpotongan dengan load-path rekanan B-B. Load-path dari masing-masing pasangan bermuara dari titik berat masing diagram tegangan dan berakhir pada titik berat tumpuan masing-masing. Karena masing-masing pasangan melengkung dan selanjutnya load-path A-A harus berkolerasi dengan load-path B-B, ini dimungkinkan dengan menambah batang-batang horizontal berupa strut dan tie sehingga tercapai keseimbangan horizontal. Dengan mengidealisasikan load-path A-A berupa poligon yang digabungkan dengan batang tarik dan batang tekan, maka terbentuklah strut and tie model.


(44)

Gambar 2.15 Strut-and-tie model dengan beban terpusat.

2.6 Elemen dari Strut and Tie Model

Strut and Tie Model adalah suatu bentuk dan model truss (rangka batang)

yang mereduksi suatu struktur kompleks menjadi suatu model truss sederhana yang mudah dimengerti. Model strut and tie terdiri dari bagian strut untuk tekan beton, batang tulangan sebagai bagian tie untuk tarik dan sambungan atau daerah-daerah nodal. Dalam model strut and tie hanya gaya axial (tarik/tekan) yang bekerja.

Adapun komponen dalam Strut and Tie model adalah sebagai berikut: 1) Elemen tekan (strut)

2) Elemen tarik (tie) 3) Elemen Nodal


(45)

2.6.1 Elemen Tekan (Strut)

Dalam model strut and tie, strut mewakili bidang tegangan tekan beton yang memiliki arah sesuai dengan arah tegangan yang dominan. Strut merupakan batang uniaxial tekan dan tegangannya adalah tegangan tekan efektif beton pada saat beban mencapai batasnya. Strut tersebut memiliki lebar dan tebal tertentu yang besarannya tergantung pada gaya batang serta tingkat tegangan yang diijinkan. Sebagian besar penelitian dan spesifikasi desain menentukan batas tegangan tekan strut sebagai produk dari kuat tekan beton (fc

Penyaluran gaya tekan dipengaruhi oleh beton yang dibebani, oleh karena itu dimensi strut dan kuat tekan beton merupakan unsur yang sangat penting dalam menganalisis strut yang bersangkutan. Kekuatan batang tekan dapat ditentukan berdasarkan keruntuhan (failure) batang tekan. Keruntuhan yang pertama dapat terjadi akibat retak memanjang yang disebabkan oleh tidak tersedianya tulangan transversal yang cukup untuk menahan gaya tarik transversal. Bila tulangan transversal telah cukup tersedia maka keruntuhan dapat terjadi terjadi akibat kehancuran beton.

), dan faktor reduksi. Faktor reduksi merupakan fungsi dari bentuk geometris (jenis) dari strut. Bentuk strut sangat tergantung pada aliran gaya dari strut dan detail dari setiap perkuatan yang terhubung ke tie.

Ada beberapa jenis strut yang paling umum digunakan dalam desain, yaitu : • Strut Prismatis

Strut prismatis adalah jenis yang paling dasar dari strut. Strut prismatis memiliki

penampang seragam. Biasanya strut prismatis digunakan untuk model blok tegangan tekan elemen balok seperti ditunjukkan pada gambar 2.16(a).


(46)

Strut Berbentuk Botol

Yaitu strut yang terletak di bagian dimana lebar beton tekan pada pertengahan panjang strut dapat menyebar secara lateral. Strut berbentuk botol terbentuk ketika kondisi geometrik pada ujung strut ditentukan dengan baik, tetapi sisa

strut tidak terbatas pada bagian tertentu dari elemen struktural. Kondisi

geometrik di ujung strut berbentuk botol biasanya ditentukan oleh detail bantalan dan / atau detail dari setiap perkuatan baja yang disatukan. Cara terbaik untuk memvisualisasikan sebuah strut berbentuk botol adalah dengan membayangkan gaya yang menyebar ketika mereka bergerak jauh dari ujung

strut seperti ditunjukkan pada gambar 2.16(b). Trayektori tegangan yang

menyebar menyebabkan tegangan tarik transversal dalam strut dapat menyebabkan retak longitudinal pada strut. Oleh karena itu penulangan kontrol retak yang tepat harus ditempatkan di seluruh strut berbentuk botol untuk menghindari kegagalan prematur.

Untuk menyederhanakan dalam desain, strut berbentuk botol diidealisasikan sebagai strut prismatik atau sebagai strut runcing.

Jenis terakhir dari strut adalah strut berbentuk kipas. Strut ini terbentuk ketika tekanan mengalir dari area yang luas ke daerah yang jauh lebih kecil. Strut kipas mengabaikan kurvatur, oleh karena itu strut kipas tidak memperhitungkan tegangan transversal yang terjadi. Contoh paling sederhana dari strut kipas adalah beban merata yang didistribusikan ke tumpuan pada balok tinggi seperti ditunjukkan pada gambar 2.16(c).


(47)

Gambar 2.16 Variasi bentuk geometris strut, a) Strut prismatis,

b) Strut berbentuk botol, c) Strut berbentuk kipas

2.6.2 Elemen Tarik (Tie)

Komponen terpenting kedua dari model strut-and-tie adalah komponen tarik (tie). Pada struktur beton batang tarik dapat berupa satu atau kumpulan baja tulangan biasa atau dapat juga berupa satu atau kumpulan tendon prategang yang dijangkar dengan baik. Karena keruntuhan tarik dari baja tulangan lebih daktail dibandingkan


(48)

dengan keruntuhan tekan dari strut atau keruntuhan dari node element, maka dalam perancangan struktur, keadaan batasnya lebih ditentukan oleh lelehnya tulangan/batang tarik (tie). Penempatan batang tarik juga harus diperhatikan karena dapat mengakibatkan perubahan dimensi dari node element yang membahayakan seperti ditunjukkan pada gambar 2.17 dimana akan meningkatkan tegangan pada

strut tekan dan node element. Karena Strut And Tie Model diberlakukan pada

struktur beton dalam keadaan batas, maka pada kondisi layan (serviceability limit

state) lebar retak pada batang tarik perlu diperiksa, yaitu melalui pembatasan lebar

retak atau melalui pembatasan tegangan baja yang lebih rendah. Gaya tarik dari tie dapat mengakibatkan keruntuhan pada daerah penjangkaran (nodal zone). Oleh karena itu, pengangkeran tie di daerah nodal merupakan hal sangat penting untuk meyakinkan tie mencapai kekuatan lelehnya.

Pengikat tarik mungkin gagal akibat kekurangan pengangkuran atau pengait ujung. Suatu anggapan kritis dalam pendetailan adalah dengan menyediakan pengangkuran yang cukup mampu untuk penulangan. Jika angkur tidak cukup memadai disediakan, suatu kegagalan angkur yang getas akan mungkin terjadi pada beban di bawah kapasitas ultimit. Mungkin dalam gaya-gaya tarik pada titik nodal kerangka harus terjadi pada lebar dari daerah nodal. Pengangkuran dari pengikat harus memenuhi syarat kapasitas lekat dan panjang rata-rata yang cukup yang memenuhi pengangkuran dari gaya-gaya pengikat yang dicapai pada waktu pusat geometri dari batang tarik yang meninggalkan daerah perluasan nodal. Persyaratan lain untuk angkur pengikat pada daerah nodal pada balok seperti struktur dimana penunjang diagonal diangkur oleh sengkang.


(49)

(a) Selimut beton besar (b) Selimut beton kecil Gambar 2.17 (a) Menunjukkan titik pertemuan antara strut dan tie, (b) Tie digeser

ke bawah (selimut beton menipis) yang mengakibatkan perubahan dimensi pada elemen titik simpul (truss node element)

2.6.3 Elemen Nodal

Pertemuan dari strut and tie model adalah nodal zones. Tiga atau lebih gaya ini bertemu dalam sebuah node dan harus dalam keadaan seimbang. Titik simpul

(joint) atau nodes membentuk suatu elemen yang dinamakan node-element atau

hydrostatic-element. Daerah ini merupakan titik tangkap gaya-gaya yang bertemu

pada satu titik sehingga tegangan yang terjadi cukup rumit karena daerah ini mengalami tegangan biaxial dan triaxial. Pada daerah node-element yang dibebani oleh tegangan tekan biaxial memiliki tegangan induk pada kedua sisinya yang sama besarnya sehingga disebut sebagai hydrostatic element. Walaupun demikian kondisi ini tidak selalu terpenuhi sehingga daerah ini lebih umum disebut dengan truss node,


(50)

Secara konsep dalam rangka batang, titik ini diidealisasikan sebagai sendi. Beton yang berada pada titik pertemuan dan sekelilingnya disebut nodal zone. Gaya-gaya yang bekerja pada daerah nodal harus memenuhi kesetimbangan:

∑ �� = 0 ; ∑ ��= 0 ; ∑ � = 0

Kondisi ∑ � = 0 menunjukkan bahwa garis aksi dari semua gaya yang bekerja harus melalui titik umum (common point).

Nodal dikelompokkan oleh jenis gaya yang bertemu pada titik tersebut. Jadi suatu nodal dengan tanda C-C-C adalah nodal angkur dengan tiga penunjang, nodal dengan tanda C-C-T adalah nodal angkur dengan dua penunjang dan satu pengikat, nodal dengan tanda C-T-T adalah nodal angkur dengan satu penunjang dan dua pengikat, dan nodal dengan tanda T-T-T adalah nodal angkur dengan tiga pengikat seperti pada gambar 2.18. C digunakan untuk menunjukkan tekan dan T digunakan untuk menunjukkan tarik sesuai dengan ACI 318-02 yang mengasumsikan muka dari daerah nodal yang dibebani tekan mempunyai lebar yang sama seperti pada ujung dari penunjang.

Sebagaimana diungkapkan sebelumnya, bahwa tegangan pada node-element akan menjadi kritis bila dimensi node-element yang terbentuk tidak memadai. Dalam perancangan, node-element harus mendapat perhatian yang baik, khususnya pada pertemuan dengan batang-batang tarik yang harus dijangkar. Penjangkaran batang tarik yang tidak baik akan mengakibatkan keruntuhan lebih awal. Penjangkaran dapat dilakukan dengan memberikan panjang penjangkaran, panjang penyaluran dan kait yang cukup. Kadangkala penjangkaran juga dilakukan dengan menggunakan jangkar pelat baja berupa ”end-plates”.


(51)

Gambar 2.18 Jenis-jenis node pada strut and tie model

2.6.4 Kriteria Keruntuhan Pada Beton

Kekuatan beton dalam suatu medan tekan atau dalam suatu node-element sangat bergantung pada keadaan tegangan multiaxial yang terjadi serta berbagai gangguan dari peretakan dan tulangan.

a. Tegangan transversal menguntungkan bila transversal tekan bekerja dalam dua arah dan dikekang (confine concrete). Pengekangan dapat dilakukan dengan memberi tulangan kekang transversal tertentu sekeliling daerah medan tekan. b. Tegangan tarik transversal dan retakan yang ditimbulkan akan sangat merusak

dan perlu mendapat perhatian khusus, karena beton akan mengalami keruntuhan pada tegangan yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan kuat tekannya fc’,


(52)

dan penurunan kuat tekan dapat direduksi bila tegangan tarik dapat dipikulkan pada tulangan.

c. Dalam analisis keseimbangan rangka batang dari strut and tie model, strut tekan dari nodal zones diasumsikan mengalami tegangan fc ≤ fce

f

. ce = v fc

dimana : f

... (2.1) ce

v = faktor efisiensi yang nilainya < 1 = kuat tekan efektif dari beton

fc’ = kuat tekan beton

2.7 Pembuatan Model Strut and Tie

Dalam pembuatan model strut and tie, semua gaya-gaya yang terjadi harus

dipertimbangkan dalam pemilihan model. Pada suatu struktur, umumnya hanya

terdapat beberapa bentuk standar karena itu dapat dibuat analisis yang mendetail untuk menentukan model standar yang dapat diterapkan pada bentuk yang sama dengan ukuran yang berbeda. Standarisasi ini dapat memudahkan pekerjaan seorang perencana dan menghindari variasi penggunaan model oleh perencana yang berbeda. Pembuatan model Strut and Tie pada dasarnya merupakan prosedur grafis yang bersifat iteratif. Tidak ada prosedur yang pasti dalam menentukan model Strut and Tie. Konsep dasar dalam pembuatan model Strut and Tie adalah :

1. Model harus dalam keadaan seimbang. 2. Batang tarik harus tetap lurus.

3. Tulangan geser dapat dimodelkan satu-persatu atau ekivalennya.

4. Jarak antara batang atas dan batang bawah ditentukan oleh momen ultimate. 5. Kemiringan maksimum batang tekan adalah 25° - 65° dimana idealnya 45°.


(53)

2.8 Prosedur Untuk Pemodelan Strut and

Untuk mempermudah dalam perhitungan Strut and Tie Model dibutuhkan pengertian yang mendasar dan informasi mengenai “engineering judgement” dan ilmu ini sesungguhnya adalah suatu seni yang layak dipergunakan untuk perencanaan. Desain dan analisis dengan metode strut and tie merupakan analisis iterasi yang meliputi :

Tie

• Pemilihan asumsi model strut-and-tie.

• Penentuan dimensi elemen strut, tie, dan nodal.

• Periksa dimensi elemen strut, tie, dan nodal untuk meyakinkan asumsi model strut dan tie adalah valid.


(54)

BAB III

METODE ANALISA

3.1 Umum

Beton merupakan suatu material yang menyerupai batu yang diperoleh dengan membuat suatu campuran yang mempunyai proporsi tertentu dari semen, pasir dan koral atau agregat lainnya, dan air untuk membuat campuran tersebut menjadi keras dalam cetakan sesuai dengan bentuk dan dimensi struktur yang diinginkan. Kumpulan material tersebut terdiri dari agregat yang halus dan kasar. Semen dan air berinteraksi secara kimiawi untuk mengikat partikel-partikel agregat tersebut menjadi suatu massa yang padat. Tambahan air yang melampaui jumlah yang dibutuhkan untuk reaksi kimia ini, diperlukan untuk memberikan campuran tersebut sifat mudah diolah yang memungkinkannya mengisi cetakan-cetakan dan membungkus baja penguat sebelum mengeras. Beton dalam berbagai variasi sifat kekuatan dapat diperoleh dengan pengaturan yang sesuai dari perbandingan jumlah material pembentuknya.

Faktor-faktor yang membuat beton sebagai material bangunan yang umum tampak nyata sekali sehingga beton telah dipakai dengan cara dan jenis yang lebih primitif daripada keadaan sekarang ini yang mungkin telah dimulai sejak zaman Mesir kuno. Salah satu dari faktor-faktor tersebut adalah kemudaan pengolahannya, yaitu dalam keadaan plastis, beton dapat diendapkan dan diisi ke dalam cetakan atau bekisting yang hampir mempunyai semua bentuk yang praktis. Daya tahannya yang tinggi terhadap api dan cuaca merupakan bukti dari kelebihannya. Sebagian besar dari material-material pembentuknya kecuali semen, biasanya tersedia di lokasi


(55)

dengan harga yang murah atau pada tempat yang tidak terlalu jauh dari lokasi konstruksi. Kekuatan tekannya tinggi, seperti juga kekuatan tekan pada batu alam, yang membuat beton cocok untuk dipakai sebagai elemen yang terutama memikul gaya tekan, seperti kolom dan konstruksi busur. Sebaliknya, seperti juga batu alam, beton relatif merupakan material yang mudah retak yang tegangan tariknya kecil bila dibandingkan dengan tegangan tekannya. Hal ini mencegah penggunaan ekonomis beton sebagai elemen struktur yang mengalami gaya tarik baik secara keseluruhan (seperti pada elemen struktur tarik) maupun pada sebagian dari penampangnya (seperti pada gelagar atau batang-batang lentur lainnya).

Untuk mengatasi keterbatasan ini, pada pertengahan abad kesembilan belas, telah ditemukan kemungkinan untuk memakai baja dengan kekuatan tariknya yang tinggi untuk memperkuat beton, terutama pada tempat-tempat dimana kekuatan tarik pada beton yang kecil akan membatasai kapasitas penyangga dari batang. Perkuatan tersebut biasanya berupa batang baja bundar dengan bentuk permuakaan yang sesuai untuk memungkinkan terjadinya proses saling mengikat antar beton dan baja yang ditempatkan dalam cetakan sebelum beton diisi ke dalamnya. Apabila telah terbungkus sama sekali dengan massa beton yang mengeras, maka perkuatan tersebut merupakan bagian yang terpadu dari batang tersebut. Hasil kombinasi dari kedua material tersebut biasa disebut dengan beton bertulang.

Beton bertulang mengkombinasikan banyak keuntungan dari masing-masing materialnya seperti harga yang relatif murah, daya tahan yang baik terhadap api dan cuaca, kekuatan tekan yang tinggi serta daktilitas yang jauh lebih besar daripada baja. Kombinasi inilah yang memungkinkan penggunaan beton bertulang yang hampir tak terbatas dalam pembangunan gedung-gedung, jembatan-jembatan,


(56)

bendungan-bendungan, tangki-tangki, reservoir dan sejumlah besar bangunan-bangunan struktur lainnya.

3.2 Material Penyusun Beton

Beton adalah suatu komposit dari beberapa bahan batu-batuan yang direkatkan oleh bahan pengiikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan kasar) dan ditambah dengan pasta semen. Pada prinsipnya pasta semen mengikat pasir dan bahan-bahan agregat lain (batu kerikil, basalt dan sebagainya). Rongga di antara bahan-bahan kasar diisi oleh bahan-bahan halus. Hal ini memberi gambaran bahwa harus ada perbandingan optimal antara agregat campuran yang bentuknya berbeda-beda agar pembentukan beton dapat dimanfaatkan oleh seluruh material.

Material penyusun beton secara umum dibedakan atas: 1. Semen

Material semen adalah material yang mempunyai sifat-sifat adhesif dan kohesif yang diperlukan untuk mengikat agregat-agregat menjadi suatu massa yang padat yang mempunyai kekuatan yang cukup. Oleh karena itu, dalam campuran beton semen berfungsi sebagai bahan pengikat hidrolik.

2. Agregat

Agregat merupakan bahan batu-batuan yang netral (tidak bereaksi) dan merupakan bentuk sebagian besar beton (misalnya: pasir, kerikil, batu-pecah, basalt). Dalam struktur beton biasanya agregat menempati lebih kurang 70% - 75% dari volume massa yang telah mengeras. Sisanya terdiri dari adukan semen yang telah mengeras, air yang belum bereaksi (air yang tidak ikut dalam proses hidrasi dari semen), dan rongga-rongga udara.


(57)

3. Bahan tambahan (admixtures) bahan kimia yang ditambahkan ke dalam spesi-beton dan / atau beton untuk mengubah sifat beton yang dihasilkan (misalnya; 'accelerator', 'retarder' dan sebagainya).

4. Air.

Sedangkan produk dari campuran tersebut dapat dibedakan atas:

a. Batuan-semen : campuran antara semen dan air (pasta semen yang mengeras). b. Spesi-mortar : campuran antara semen, agregat halus dan air yang belum

mengeras.

c. Mortar : campuran antara semen, agregat halus dan air yang telah mengeras. d. Spesi-beton : campuran antara semen, agregat campuran (halus dan kasar)

dan air yang belum mengeras.

e. Beton : campuran antara semen, agregat campuran dan air yang telah mengeras.

3.3 Tulangan

Dibandingkan dengan beton, tulangan merupakan material yang berkekuatan tinggi. Baja penguat atau baja tulangan memikul tarik maupun tekan, kekuatan lelehnya kurang lebih sepuluh kali dari kekuatan tekan struktur beton yang umum, atau seratus kali dari kekuatan tariknya. Oleh karena itu, agar beton dapat bekerja dengan baik dalam sistem struktur, beton perlu dibantu dengan memberinya perkuatan berupa penulangan yang berfungsi menahan gaya tarik. Penulangan beton dapat menggunakan bahan baja yang memiliki sifat teknis yang kuat menahan gaya tarik. Baja beton yang digunakan dapat berupa batang baja lonjoran atau kawat


(58)

rangkai las (wire mesh) yang berupa batang-batang baja yang dianyam dengan teknik pengelasan.

3.4 Pile Cap

Pile cap pada dasarnya merupakan suatu slab beton tebal yang memikul beban terpusat dengan reaksi titik. Pile cap digunakan untuk mendistribusikan beban dari satu atau lebih kolom ke grup tiang pancang. Meskipun menjadi unsur yang sangat umum dan penting dalam suatu konstruksi, tidak ada prosedur yang berlaku secara umum untuk mendesain sebuah pile cap. Banyak aturan yang merinci secara empiris yang diikuti dalam praktek, namun pendekatan ini bervariasi secara signifikan. Alasan utama untuk perbedaan ini adalah bahwa kode desain paling tidak memberikan sebuah metodologi desain yang memberikan pemahaman yang jelas tentang kekuatan dan perilaku elemen struktur yang penting ini.

Ada dua pendekatan umum dalam mendesain sebuah pile cap. Pada pendekatan pertama, pile cap dianggap sebagai balok tinggi dan dirancang untuk geser pada bagian kritis. Pendekatan kedua yaitu dengan membagi struktur dalam dua daerah yakni, daerah D dan B. Dimana, daerah yang tidak lagi datar dan tegak lurus garis netral sebelum dan sesudah ada tambahan lentur yang dirincikan oleh regangan nonlinear, disebut daerah D (Distrubed atau Discontinuity) dan daerah dimana berlaku hukum Bernoulli disebut daerah B (Bending atau Bernoulli). Pendekatan ini biasa disebut dengan model strut-and-tie. Dalam model ini, kekuatan tekan diasumsikan akan didistribusikan melalui strut tekan tanpa perkuatan ke daerah nodal pada masing-masing titik tiang pancang dan kekuatan tarik yang terjadi di antara tiang diberikan oleh tegangan tie yang dibentuk oleh penguat (tulangan).


(59)

Pada balok tinggi, dinding dan struktur diskontiniu, metode desain berdasarkan model strut and tie sering digunakan untuk menjelaskan efek beban dan perlawanan. Hal ini bergantung pada asumsi bahwa desain mengharapkan aliran gaya yang cocok untuk dibentuk dalam elemen struktur beton yang dianggap membentuk strut dan tie atau berbagai jenis model truss.

Gambar 3.1 menggambarkan alur beban (stress) dalam pile cap di mana garis padat dan garis putus-putus merupakan strut (tekan) dan tie (tarik). Sisi kanan Gambar 3.1 menjelaskan bahwa reaksi tumpukan didukung dengan membentuk "segitiga kekuatan" yang terdiri dari C3 (tekan) dan T2 (tarik).

Gambar 3.1 Strut and tie model pada pile cap

(Sumber : “Ultimate Shear Strength Of Pile Caps” oleh Masahiro Shirato, Jiro Fukui, Naoki Masui, Kenji Kosa)


(60)

Analisa Pile Cap dengan Metode Strut and Tie Model

Pengaruh beban terkonsentrasi pada jarak d dari muka tumpuan dari suatu anggota yang mengalami geser satu arah dapat dilihat dalam gambar 3.2. Gaya geser penampang anggota sangat berbeda tergantung pada sisi mana beban terpusat pada bagian kritis ini berada (lihat gambar 3.2(b)). Model rangka yang ditunjukkan pada gambar 3.2 (d) menunjukkan bahwa beban terpusat ditransmisikan langsung ke tumpuan dengan melalui strut tekan. Tidak ada pelat penumpu yang diperlukan untuk melawan geser yang dihasilkan oleh beban terpusat (lihat gambar 3.2 (f)). Bagaimanapun, beban terpusat tersebut akan meningkatkan tegangan tekan diagonal pada beton di atas tumpuan (lihat gambar 3.2 (e)), serta tegangan yang dibutuhkan dalam tulangan longitudinal pada permukaan dari tumpuan (lihat gambar 3.2 (g)). Gambar 3.3 menunjukkan model strut and tie sederhana tiga dimensi untuk pile cap dengan empat tiang pancang. Beban kolom terpusat ditransmisikan langsung ke tumpuan melalui strut tekan miring. Tegangan horizontal tie (tulangan longitudinal) diperlukan untuk mencegah agar tumpukan tiang tidak terpisah.


(61)

Gambar 3.2 Model truss untuk balok dengan tumpuan sederhana dengan beban terpusat dekat tumpuan : (a) geometri dan pembebanan, (b) bidang geser, (c) bidang

momen, (d) model truss, (e) medan tegangan diskontiniu, (f) ketahanan pelat penumpu yang dibutuhkan per satuan panjang balok, (g) tulangan longitudinal yang

diperlukan

(Sumber : “Design of Deep Pile Caps by Strut-and-Tie Models” oleh Perry Adebar and Luke (Zongyu) Zhou)


(62)

Gambar 3.3

Dalam mendesain geser pile cap dengan menggunakan model strut and tie melibatkan tegangan batas beton dalam strut tekan dan nodal zones untuk memastikan bahwa tegangan tie (tulangan longitudinal) mengalami leleh sebelum terjadi retak diagonal pada strut beton. Schlaich et al. menunjukkan bahwa tegangan beton dalam suatu daerah terganggu dapat dianggap aman jika tegangan bantalan maksimum pada semua zona nodal di bawah batas tertentu. Berdasarkan kajian analitis dan eksperimental strut tekan yang dibatasi oleh kuat efektif beton, diusulkan bahwa tegangan bantalan maksimum di zona nodal dari pile cap dibatasi oleh :

Model truss sederhana tiga dimensi dengan empat tiang pancang

fb ≤ 0,6 fc+ ��72 fc ... (3.1)

α = 1


(63)

�= 1 3 (

hs

s

1) ≤ 1,0 ……….. (3.3)

dimana fc' dan fb dalam unit psi. Jika digunakan unit MPa dalam persamaan (3.1), maka nilai koefisien 72 dalam persamaan tersebut harus diganti dengan nilai 6.

Parameter α dihitung untuk kekangan dari strut tekan. Rasio A2/A1 pada persamaan (3.2) identik dengan yang digunakan dalam kode ACI untuk menghitung kekuatan

bantalan. Parameter β dihitung untuk geometri dari strut tekan, di mana rasio hs/bs adalah rasio (tinggi terhadap lebar) dari strut. Untuk menghitung tegangan maksimum bantalan untuk zona nodal di bawah kolom, dimana dua atau lebih strut bertemu, rasio (tinggi terhadap lebar) dari strut dapat didekati sebagai berikut :

(hs

s

2d

c )……… (3.4)

dimana d adalah kedalaman efektif dari pile cap dan c adalah dimensi kolom persegi. Untuk kolom bulat, maka koefisien c diganti dengan diameter kolom. Untuk menghitung tegangan bantalan maksimum untuk zona nodal di atas tiang pancang, dimana hanya satu strut berlabuh, maka rasio (tinggi terhadap lebar) dari strut dapat didekati

dimana d

sebagai berikut :

(hs

s

d dp

)……… (3.5)

p

Catatan bahwa rasio h

adalah diameter dari tiang bulat. s/bs

Tegangan batas bawah bantalan 0,6f

tidak boleh diambil kurang dari 1 (yaitu, β ≥ 0).

c’ pada persamaan (3.1) sesuai jika tidak ada pengekangan (A2/A1 ≈ 1), dan terlepas dari tinggi strut, serta ketika strut pendek (hs/bs ≈ 1).


(64)

Pendekatan yang diusulkan strut and tie model dimaksudkan untuk desain

pile cap yang dalam. Karena tidak selalu jelas apakah pile cap langsing atau dalam,

maka prosedur desain geser umum untuk pile cap dapat dicapai dengan mengikuti langkah sebagai berikut : Pertama, pilih kedalaman pile cap awal menggunakan prosedur desain geser satu arah dan geser dua arah. Dalam kasus geser satu arah, bagian kritis harus diambil pada d dari muka kolom. Kedua, tegangan bantalan zona nodal harus diperiksa dengan menggunakan persamaan (3.1 – 3.3). Jika perlu, kedalaman pile capdapat ditingkatkan (sehingga β meningkat), atau dimensi pile cap

dapat ditingkatkan untuk meningkatkan kekangan pada zona nodal (α meningkat),

atau tegangan bantalan mungkin perlu dikurangi dengan meningkatkan dimensi kolom atau dimensi tiang. Dengan demikian, kekuatan geser pile cap langsing akan dibatasi oleh prosedur desain geser, sedangkan kekuatan geser pile cap dalam akan dibatasi oleh batas-batas tegangan bantalan zona nodal.

3.5Metode Penunjang dan Pengikat (Strut and Tie Model)

3.5.1 B-Regions and D-Regions

Struktur beton dapat dibagi dalam beberapa daerah dimana asumsi dari distribusi regangan garis lurus teori lentur berlaku dan daerah terganggu yang berdekatan dengan perubahan mendadak pada titik pembebanan pada beban terpusat dan reaksi, atau berdekatan dengan perubahan mendadak dalam geometri seperti lubang atau perubahan pada potongan melintang. Masing-masing daerah ini disebut


(65)

Diskontinuitas dari distribusi tegangan terjadi pada daerah dimana terjadi perubahan geometri elemen struktur atau pada letak beban terpusat ataupun pada tumpuan. Prinsip St. Venant mengindikasikan bahwa tegangan akibat beban aksial dan momen lentur mendekati distribusi linear pada jarak kira-kira sama dengan tinggi keseluruhan h dari daerah diskontinuitas. Oleh karena itu, diskontinuitas diasumsikan untuk memperpanjang jarak h dari bagian dimana terjadi pembebanan atau perubahan geometri. Daerah di antara D-region dapat diperlakukan sebagai

B-region. Pada B-region tersebut mekanisme beban diidealisasikan sebagai rangka

yang terdiri dari strut beton dan tie baja. Kehancuran dari strut beton adalah salah satu model kegagalan utama pada D-region dan beban ultimitnya sangat tergantung pada kekuatan tekan beton.

Dalam mendesain D-region, mencakup empat langkah sebagai berikut: 1. Mendefinisikan dan mengisolasi masing-masing D-region.

2. Hitung resultan gaya pada masing-masing D-region.

3. Pilih model truss untuk mentransfer resultan gaya-gaya pada D-region. Sumbu dari strut dan tie masing-masing dipilih sehingga bertepatan dengan sumbu bidang tekan dan tarik. Lalu hitung gaya pada strut dan tie.

4. Lebar efektif strut dan nodal zone ditentukan dengan mempertimbangkan gaya pada langkah 3 dan kuat efektif beton serta tulangan yang disediakan pada tie dengan mempertimbangkan kekuatan baja

Teori lentur tradisional untuk beton bertulang dan pendekatan desain tradisional (V

.

c + Vs) untuk geser berlaku dalam B-Region. Sedangkan pada

D-Region, sebagian besar beban tersebut dipindahkan langsung ke tumpuan pada


(66)

menggunakan analogi rangka yang terdiri dari strut beton melakukan tekan, bagian baja melakukan tarik, kemudian keduanya bergabung di daerah titik pertemuan yang disebut node. Kerangka ini disebut sebagai model strut-and-tie. (Lihat gambar 3.4). Node berada di dalam daerah nodal (nodal zone) yang mengalirkan tekanan dari strut ke bagian tie dan reaksi. Model strut-and-tie dianggap gagal apabila terjadi leleh pada bagian tie, rusaknya bagian strut, keruntuhan pada bagian nodal yang menghubungkan bagian strut dan tie, atau kerusakan yang terjadi pada bagian tie. Bagian strut dan nodal zones diasumsikan mencapai kapasitas mereka ketika tekanan yang diberikan bekerja pada ujung strut atau pada permukaan nodal zones, mencapai kuat tekan efektif (effective compressive strength).

Prinsip De St. Venant dan analisis tegangan elastis menunjukkan bahwa efek lokal dari beban terpusat atau diskontinuitas geometri akan hilang sekitar satu bagian kedalaman dari beban atau diskontinuitas. Oleh karena itu, D-Region diasumsikan untuk memperpanjang satu bagian kedalaman dari beban atau diskontinuitas.

Gambar 3.4 Deskripsi dari strut and tie model (Sumber : ACI318-02 Building Code)


(67)

3.5.2 Komponen dari Strut and Tie Model

Elemen strut and tie yang mengalami tegangan tarik disebut tie yaitu yang mewakili lokasi dimana tulangan harus ditempatkan. Sedangkan elemen strut and tie dikenakan tekan disebut strut. Titik potong dari strut dan tie disebut node.

Pada gambar 3.4 di atas, beban terpusat (P) dilawan oleh dua strut utama. Komponen horisontal dari gaya dalam tumpuan diseimbangkan oleh kekuatan tarik tie (T). Tiga bidang yang diarsir lebih gelap merupakan truss node. Titik ini adalah perpotongan antara beton yang dibebani pada semua titik kecuali sisi permukaan balok dengan tegangan tekan sama. Beban, reaksi, strut, dan tie pada gambar 3.4 semua ditata sedemikian rupa sehingga centroid masing-masing elemen truss dan garis aksi dari semua beban eksternal diterapkan bertepatan pada setiap titik.

Ada tiga faktor yang dapat mengakibatkan kegagalan pada strut and tie seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.4, yaitu :

 Elemen tie mengalami leleh.

 Salah satu strut hancur ketika gaya tekan pada elemen strut melebihi kuat tekan efektif beton.

 Kegagalan pada daerah truss node akibat gaya tekan lebih besar daripada kuat tekan efektif beton.

Karena keruntuhan tarik baja lebih daktail daripada kegagalan strut maupun kegagalan node, maka suatu balok tinggi harus proporsional sehingga kekuatan baja dapat diperhitungkan.


(68)

Pada Strut-and-Tie Model yang ditunjukkan pada gambar 3.4, kekuatan geser dapat dihitung sebagai berikut :

Q = Astrut fcu

Dimana :

sin θ ...(3.6)

Astrut f

= luas penampang dari strut, cu

θ = sudut kemiringan dari strut. = kuat tekan efektif beton,

Validitas untuk anggota Strut-and-Tie model yang diberikan tergantung pada apakah model tersebut mewakili situasi yang sebenarnya. Balok beton dapat mengalami jumlah redistribusi kekuatan internal yang terbatas. Jika yang dipilih adalah Strut-and-Tie model maka dibutuhkan deformasi yang berlebihan untuk mencapai keadaan plastis.

3.5.3 Keputusan Penting dalam Mengembangkan Model Strut-and-Tie

Untuk membuat model strut-and-tie dalam desain, ACI 318-02 menetapkan beberapa item utama yang harus diperhatikan, antara lain sebagai berikut :

(a) Tata letak geometris model strut-and-tie,

(b) Kekuatan efektif beton dan faktor Φ yang harus digunakan, (c) Bentuk dan kekuatan strut,

(d) Penataan dan kekuatan zona nodal,

(e) Tata letak, kekuatan, dan pengangkuran pada bagian pengikat (tie), dan (f) Rincian persyaratan.


(1)

94

16 D 22

16 D 22

3750 mm 3750 mm 750 mm

750 mm 16 D 22

D 12 - 250 mm

1000 mm 750 mm

625 1250 1250 625

16 D 22


(2)

95 Gambar sketsa penulangan dengan metode konvensional

3750 mm

3750 mm 16 D 22

1

6

D


(3)

(4)

97 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil analisa dan perhitungan yang telah dilakukan, terdapat perbedaan hasil yang cukup signifikan dari kedua metode ini. Dimana hasil perencanaan dengan metode strut and tie memberikan luas tulangan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan metode konvensional seperti ditunjukkan pada tabel berikut :

Metode

Tulangan yang digunakan Luas Total

Tulangan Selisih

Metode Strut and Tie

Pada bagian tie digunakan 14 D 29 yang ditempatkan di atas pile (tiang pancang), sedangkan pada daerah di antara tiang pancang (di luar daripada tie) digunakan 9 D 19.

Arah x = Arah y :

23598 mm

94 %

2

Metode Konvensional

Jumlah total tulangan yang digunakan adalah 16 D 22 yang ditempatkan/ didistribusikan merata di sepanjang pile cap.

Arah x = Arah y :

12164,2 mm2

Keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan metode strut and tie adalah kemudahan dalam perhitungan gaya dan dapat menganalisa aliran gaya yang terjadi sehingga letak tulangan benar-benar tepat di tempat yang membutuhkan sehingga fungsi kerja tulangan menjadi lebih efektif.


(5)

98 5.2 Saran

1. Dalam melakukan perencanaan dengan metode strut and tie, diharapkan menguasai truss analogi atau analisa rangka batang dengan benar.

2. Karena tidak adanya aturan yang pasti dalam memilih karena banyaknya alternatif pilihan model rangka penyusun strut and tie model, maka dibutuhkan kesabaran dalam memilih model rangka. Perencana sebaiknya memilih pola aliran gaya yang realistis dalam struktur yang dimodelkan.

3. Untuk pembebanan dengan gaya gempa diharapkan ada penelitian untuk tugas akhir selanjutnya.


(6)

99

DAFTAR PUSTAKA

Reineck, Karl-Heinz “Examples for the Design of Structural Concrete with Strut-and-Tie Models”, American Concrete Institute, Farmington Hills, Michigan, 2002. Souza, R., Kuchma, D., Park, J., and Bittencourt, T., “Adaptable Strut-and-Tie Model for Design and Verification of Four-Pile Caps”, ACI Structural Journal, No. 106-S15.

Adebar, Perry and Zhou, Luke (Zongyu), “Design of Deep Pile Caps by Strut-and-Tie Models”, ACI Structural Journal, No. 93-S41.

Winter, G.; Nilson, A. H.; Tim Editor dan Penerjemah ITB, “Perencanaan Struktur Beton Bertulang”, Jakarta : PT. Pradnya Paramita, 1993.

Mashhour Ghoneim, Prof., and Mahmoud El-Mihilmy, Dr., “Design Of Reinforced Concrete Structures”, Vol. 3, First Edition, 2008.

Mashhour Ghoneim, Prof., and Mahmoud El-Mihilmy, Dr., “Design Of Reinforced Concrete Structures”, Vol. 1, Second Edition, 2008.

Harianto Hardjasaputra, Dr. –Ing., dan Steffie Tumilar, Ir., M.Eng., MBA., “Model Penunjang dan Pengikat (Strut and Tie Model) Pada Perancangan Struktur Beton”, Universitas Pelita Harapan – Press, 2002.

ACI Committee 318, “Building Code Requirements for Structural Concrete (ACI 318-02) and Commentary (318R-02)”, American Concrete Institute, Farmington Hills, Mich., 2005, 430 pp.

Pakpahan, Ridwan H., Analisis Perencanaan Dinding Geser Dengan Metode Strut

and Tie Model, Tugas Akhir, 2010.

Berbagai tulisan mengenai analisis dan perencanaan Strut and Tie yang didownload dari website http://www.cee.uiuc.edu/kuchma/strut_and_tie