Pengaruh Karakteristik Masyarakat Terhadap Penerapan Rumah Sehat Pada Wilayah Pesisir Di Desa Pusong Lama Kota Lhokseumawe Tahun 2010

(1)

 

PENGARUH KARAKTERISTIK MASYARAKAT TERHADAP PENERAPAN RUMAH SEHAT PADA WILAYAH PESISIR DI DESA

PUSONG LAMA KOTA LHOKSEUMAWE TAHUN 2010

T E S I S

Oleh

FAISAL 087031005/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

 

PENGARUH KARAKTERISTIK MASYARAKAT TERHADAP PENERAPAN RUMAH SEHAT PADA WILAYAH PESISIR DI DESA

PUSONG LAMA KOTA LHOKSEUMAWE TAHUN 2010

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

FAISAL 087031005/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

 

Judul Tesis : PENGARUH KARAKTERISTIK MASYARAKAT

TERHADAP PENERAPAN RUMAH SEHAT PADA WILAYAH PESISIR DI DESA PUSONG LAMA KOTA LHOKSEUMAWE TAHUN 2010

Nama Mahasiswa : Faisal Nomor Induk Mahasiwa : 087031005

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Chalida Fachruddin) Ketua

(dr. Taufik Ashar, M.K.M) Anggota

Ketua Program Studi

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

 

Telah diuji

Pada Tanggal : 11 November 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Chalida Fachruddin Anggota : 1. dr. Taufik Ashar, M.K.M

2. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S 3. Ir. Evi Naria, M.kes


(5)

 

PERNYATAAN

PENGARUH KARAKTERISTIK MASYARAKAT TERHADAP PENERAPAN RUMAH SEHAT PADA WILAYAH PESISIR DI DESA

PUSONG LAMA KOTA LHOKSEUMAWE TAHUN 2010

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Maret 2011


(6)

 

ABSTRAK

Rumah yang sehat merupakan kebutuhan penting bagi setiap masyarakat termasuk masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir yang didasarkan pada penilaian komponen rumah, sarana sanitasi dan perilaku penghuni. Survei pendahuluan di Desa Pusong Lama Kota Lhokseumawe menunjukkan bahwa penerapan rumah sehat hanya sebesar 47,2% dari 802 yang diperiksa. Indikator rumah sehat yang diharapkan adalah 80%.

Penelitian ini merupakan penelitian survai analitik dengan pendekatan cross sectional study yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh karakteristik masyarakat terhadap penerapan rumah sehat pada masyarakat pesisir di Desa Pusong Lama Kota Lhokseumawe. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga yang terdapat di Desa Pusong Lama Kota Lhoksewumawe dan sampel terpilih sebanyak 110 Kepala Keluarga. Pengumpulan data primer melalui wawancara berpedoman pada kuesioner dan observasi, dan data sekunder berdasarkan pencatatan dari dokumen. Analisis data menggunakan regresi logistik ganda pada tingkat kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan variabel pendapatan keluarga, jarak rumah dengan pantai, pengetahuan dan sikap berpengaruh terhadap penerapan rumah sehat. Berdasarkan uji regresi logistik menunjukkan variabel pengetahuan merupakan variabel paling dominan memengaruhi penerapan rumah sehat (β (exp) sebesar 6,067.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe agar merencanakan program-program penyehatan perumahan di wilayah pesisir dan melakukan monitoring secara berkala terhadap keberhasilan pelaksanaan program. Kepada Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kota Lhokseumawe agar membuat program penyediaan rumah sehat bagi masyarakat secara bertahap setiap tahunnya. Kepada Puskesmas di wilayah pesisir agar memberdayakan kader-kader kesehatan untuk melakukan sosialisasi dan pendidikan kesehatan tentang sanitasi rumah sehat dan upaya mewujudkan rumah sehat.


(7)

 

ABSTRACT

Healthy house is essentially needed by each community including those living in a coastal area. Factors which influence the application are characteristics and behavior of the community. Preliminary study conducted in Desa Pusong Lama Kota Lhokseumawe revealed that only 47.2% out of 802 houses application healthy house while according to the indictor, it was expected that 80% will have healthy house.

The purpose of this analytical study with cross-sectional approach was to analyze the influence of the characteristics of the coastal community living in the village of Pusong Lama, the city of Lhokseumawe on the application of healthy house. The population of this study were all of the heads of families living in the village of Pusong Lama, the city of Lhokseumawe and 110 of them were selected through to be the samples for this study. The primary data for this study were obtained through questionnaire-based interview and field observation and the secondary data were collected by means of the documentation study. The data obtained were analyzed using multiple logistic regression tests at the level of confidence of 95%.

Study showed the following; family income, distance from home to the shore,

knowledgeand attitude influence the application of healthy house. Result of multiple logistic regression test showed that action was the most dominant variable in influencing the application of healthy house in the coastal community with (β (exp) = 6,067.

The Lhokseumawe City Health Office is suggested to plan house sanitation programs for people living in the coastal area and to monitor the progress of the program implementation periodically. Lhokseumawe Land Use and Settlement Office is suggested to provide healthy house program for the coastal community gradually every year. To health center in coastal area is suggested to empower health cadres to socialize and provide health education on healthy house.


(8)

 

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah menciptakan langit dan bumi beserta ilmu pengetahuan di dalamnya, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, peneliti dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Karakteristik Masyarakat terhadap Penerapan Rumah Sehat pada Wilayah Pesisir di Desa Pusong Lama Kota Lhokseumawe”. Dalam penyusunan tesis ini, peneliti banyak mendapat dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk itu peneliti mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc.(CTM), Sp. A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

5. Prof. dr. Chalida Fachruddin, selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama proses penyelesaian tesis ini.

6. dr. Taufik Ashar, M.K.M, selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan masukan dan arahan dalam proses penyelesaian tesis ini.


(9)

 

7. Bapak Muhammad Geuchik Gampong Pusong Lama yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di Gampong Pusong Lama Kota Lhokseumawe.

8. Ibunda dan ayahanda tercinta yang telah mengasuh dan membesarkan peneliti, jasa-jasa ibu dan ayahanda tak dapat terbalaskan.

9. Isteri tercinta Deny Yuliyanty dan Ananda tersayang Rayyan Fadelal Mufid dan Rasqia Humaira atas segala dukungan, kesabaran dan pengertian karena kurangnya waktu kebersamaan selama mengikuti pendidikan.

10.Seluruh keluarga untuk segala dukungan moril dan materil kepada peneliti selama mengikuti pendidikan.

11.Para dosen MKLI S2 IKM FKM Universitas Sumatera Utara.

12.Para tokoh masyarakat di desa Pusong Lama Kota Lhokseumawe dan semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyelesaian tesis ini.

Hanya Allah SWT yang senantiasa dapat memberikan balasan atas kebaikan yang telah diperbuat. Selanjutnya demi kesempurnaan tesis ini, peneliti mengharapkan masukan, saran dan kritik yang bersifat membangun.

Medan, Maret 2011


(10)

 

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Faisal yang dilahirkan pada tanggal tiga puluh bulan april tahun seribu sembilan ratus tujuh puluh sembilan di Peukan Bada. Penulis adalah anak pertama dari tujuh bersaudara dan sudah menikah dengan Deny Yulianty serta telah dikaruniai dua orang anak.

Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Lhoknga Kabupaten Aceh Besar Tahun 1990, Tahun 1994 penulis menamatkan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri Bayu Kabupaten Aceh Utara, Tahun 1997 penulis menamatkan Sekolah Perawat Kesehatan di SPK Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Utara, dan Tahun 2002 menamatkan Akademi Keperawatan Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Utara, kemudian Tahun 2005 penulis menamatkan Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Banda Aceh.

Penulis memulai karir sebagai Pegawai Negeri Sipil Tahun 1999 di Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara sampai sekarang.


(11)

 

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Hipotesis ... 9

1.5 Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah ... 11

2.2 Standar Rumah Sehat ... 12

2.3 Penerapan Rumah Sehat... 31

2.4 Karakteristik Masyarakat ... 33

2.5 Perilaku Kesehatan... 36

2.6 Landasan Teori... 40

2.7 Kerangka Konsep ... 42

BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian... 43

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 43

3.3. Populasi dan Sampel ... 43

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 44

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 47

3.6. Metode Pengukuran ... 49


(12)

 

BAB 4. HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 53

4.2. Analisis Univariat ... 54

4.3. Analisis Bivariat... 63

4.4. Analisis Multivariat ... 67

BAB 5. PEMBAHASAN 5.1. Penerapan Rumah Sehat ... 69

5.2. Pengaruh Karakteristik Masyarakat terhadap Penerapan Rumah Sehat ... 70

5.3. Keterbatasan Penelitian... 77

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 78

6.2. Saran... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 80


(13)

 

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 46 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Masyarakat pada Wilayah Pesisir di

Desa Pusong Lama Kota Lhokseumawe ... 55 4.2. Distribusi Frekuensi Indikator Pengetahuan Masyarakat pada Wilayah

Pesisir di Desa Pusong Lama Kota Lhokseumawe ... 56 4.3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Masyarakat pada Wilayah Pesisir di

Desa Pusong Lama Kota Lhokseumawe ... 57 4.4. Distribusi Frekuensi Indikator Sikap Masyarakat pada Wilayah Pesisir di

Desa Pusong Lama Kota Lhokseumawe ... 58 4.5. Distribusi Frekuensi Sikap Masyarakat pada Wilayah Pesisir di Desa

Pusong Lama Kota Lhokseumawe ... 60 4.6. Hasil Penilaian Komponen Rumah Masyarakat pada Wilayah Pesisir di

Desa Pusong Lama Kota Lhokseumawe ... 61 4.7. Hasil Penilaian Sarana Sanitasi Masyarakat pada Wilayah Pesisir di Desa

Pusong Lama Kota Lhokseumawe ... 62 4.8. Hasil Penilaian Perilaku Penghuni Masyarakat pada Wilayah Pesisir di

Desa Pusong Lama Kota Lhokseumawe ... 62 4.9. Distribusi Frekuensi Penerapan Rumah Sehat Masyarakat pada Wilayah

Persisir di Desa Pusong Lama Kota Lhokseumawe ... 63 4.10. Tabulasi Silang Karakteristik Masyarakat dengan Penerapan Rumah

Sehat pada Wilayah Persisir di Wilayah Pesisir Desa Pusong Lama Kota

Lhokseumawe ... 64 4.10. Hasil Uji Regresi Logistik Pengaruh Karakteristik Masyarakat terhadap

Penerapan Rumah Sehat pada Wilayah Pesisir di Desa Pusong Lama Kota Lhokseumawe ... 68


(14)

 

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


(15)

 

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman 1. Surat Izin Penelitian dari Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat USU ... 81

2. Surat Telah Melakukan Penelitian dari Desa Pusong Lama Kota Lhokseumawe ... 83

3. Kuesioner Penelitian... 84

4. Hasil Pengolahan Data Penelitian... 88

5. Lembar Observasi Penerapan Rumah Sehat... 112  


(16)

 

ABSTRAK

Rumah yang sehat merupakan kebutuhan penting bagi setiap masyarakat termasuk masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir yang didasarkan pada penilaian komponen rumah, sarana sanitasi dan perilaku penghuni. Survei pendahuluan di Desa Pusong Lama Kota Lhokseumawe menunjukkan bahwa penerapan rumah sehat hanya sebesar 47,2% dari 802 yang diperiksa. Indikator rumah sehat yang diharapkan adalah 80%.

Penelitian ini merupakan penelitian survai analitik dengan pendekatan cross sectional study yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh karakteristik masyarakat terhadap penerapan rumah sehat pada masyarakat pesisir di Desa Pusong Lama Kota Lhokseumawe. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga yang terdapat di Desa Pusong Lama Kota Lhoksewumawe dan sampel terpilih sebanyak 110 Kepala Keluarga. Pengumpulan data primer melalui wawancara berpedoman pada kuesioner dan observasi, dan data sekunder berdasarkan pencatatan dari dokumen. Analisis data menggunakan regresi logistik ganda pada tingkat kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan variabel pendapatan keluarga, jarak rumah dengan pantai, pengetahuan dan sikap berpengaruh terhadap penerapan rumah sehat. Berdasarkan uji regresi logistik menunjukkan variabel pengetahuan merupakan variabel paling dominan memengaruhi penerapan rumah sehat (β (exp) sebesar 6,067.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe agar merencanakan program-program penyehatan perumahan di wilayah pesisir dan melakukan monitoring secara berkala terhadap keberhasilan pelaksanaan program. Kepada Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kota Lhokseumawe agar membuat program penyediaan rumah sehat bagi masyarakat secara bertahap setiap tahunnya. Kepada Puskesmas di wilayah pesisir agar memberdayakan kader-kader kesehatan untuk melakukan sosialisasi dan pendidikan kesehatan tentang sanitasi rumah sehat dan upaya mewujudkan rumah sehat.


(17)

 

ABSTRACT

Healthy house is essentially needed by each community including those living in a coastal area. Factors which influence the application are characteristics and behavior of the community. Preliminary study conducted in Desa Pusong Lama Kota Lhokseumawe revealed that only 47.2% out of 802 houses application healthy house while according to the indictor, it was expected that 80% will have healthy house.

The purpose of this analytical study with cross-sectional approach was to analyze the influence of the characteristics of the coastal community living in the village of Pusong Lama, the city of Lhokseumawe on the application of healthy house. The population of this study were all of the heads of families living in the village of Pusong Lama, the city of Lhokseumawe and 110 of them were selected through to be the samples for this study. The primary data for this study were obtained through questionnaire-based interview and field observation and the secondary data were collected by means of the documentation study. The data obtained were analyzed using multiple logistic regression tests at the level of confidence of 95%.

Study showed the following; family income, distance from home to the shore,

knowledgeand attitude influence the application of healthy house. Result of multiple logistic regression test showed that action was the most dominant variable in influencing the application of healthy house in the coastal community with (β (exp) = 6,067.

The Lhokseumawe City Health Office is suggested to plan house sanitation programs for people living in the coastal area and to monitor the progress of the program implementation periodically. Lhokseumawe Land Use and Settlement Office is suggested to provide healthy house program for the coastal community gradually every year. To health center in coastal area is suggested to empower health cadres to socialize and provide health education on healthy house.


(18)

 

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Wilayah pesisir merupakan satu areal dalam lingkungan hidup yang sangat penting diperhatikan baik pengelolaan secara administrasi, pengelolaan habitat hidup, maupun pengelolaan sanitasi lingkungan hidup. Sanitasi lingkungan merupakan salah satu program prioritas dalam agenda internasional Millennium Development Goals(MDGs) yang ditujukan dalam rangka memperkuat pembudayaan hidup bersih dan sehat, mencegah penyebaran penyakit berbasis lingkungan, meningkatkan kemampuan masyarakat serta mengimplementasikan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan akses air minum dan sanitasi dasar secara berkesinambungan dalam pencapaian MDGs tahun 2015 (WHO, 2004)

Bentuk nyata dari implementasi kebijakan tersebut Departemen Kesehatan Republik Indonesia mengeluarkan kebijakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) melalui keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 852/MENKES/SK/IX/2008 tentang strategis nasional STBM dengan target utama menurunkan angka kesakitan penyakit berbasis lingkungan termasuk pada daerah pesisir (Depkes RI, 2008).

Berdasarkan Undang-undang Kesehatan No 36 tahun 2009 pemerintah memfokuskan masalah sanitasi lingkungan pada Bab XI kesehatan lingkungan telah tercantum bahwa Upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas


(19)

 

lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Lingkungan sehat mencakup lingkungan permukiman, tempat kerja, tempat rekreasi, serta tempat dan fasilitas umum yang terbebas dari limbah cair, padat, sampah, zat kimia berbahaya, air dan udara yang tercemar.

Berdasarkan hasil Profil Kesehatan Indonesia (2008) diketahui bahwa cakupan perumahan sehat di Indonesia masih rendah yaitu hanya 47,9% dibandingkan dengan target secara nasional yaitu 80%. Indikator rumah sehat dapat dilihat dari akses terhadap air bersih, penggunaan jamban keluarga, jenis lantai rumah, jenis dinding. Cakupan rumah tangga di Indonesia yang memiliki air bersih terlindung sebesar 81,5%, terdapat 52,72% rumah tangga memiliki jarak sumber air minum dari pompa/sumur/mata air terhadap tempat penampungan kotoran akhir/tinja sebesar > 10 meter, dan 22% rumah tangga di Indonesia masih mempunyai kebiasaan buruk dalam hal membuang sampah. Rumah tangga yang sudah membuang sampahnya dengan baik hanya 21%, dan 57% rumah tangga cara membuang sampahnya tergolong cukup baik, dan ruma tangga persentase rumah tangga yang memiliki sendiri fasilitas tempat buang air besar sebesar 59,86%, rumah tangga yang memiliki bersama 12,95%, umum sebesar 4,33% dan tidak ada sebesar 22,85%, sedangkan rumah tangga yang mempunyai jenis lantai yang memenuhi syarat kesehatan hanya 47,2%. Keadaan ini memberikan gambaran bahwa secara keseluruhan cakupan rumah sehat di Indonesia masih rendah, sehingga berdampak terhadap kesehatan masyarakat.


(20)

 

Menurut Soemirat (2002), bahwa kesehatan lingkungan sangat berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat. Oleh karenanya, untuk dapat mengelola kualitas lingkungan ataupun kesehatan masyarakat perlu dihayati hubungan dengan manusia, yaitu ekologi manusia. Konsekuensi dari pengelolaan sanitasi lingkungan yang tidak baik adalah terjadinya berbagai masalah kesehatan seperti meningkatkanya angka kesakitan penyakit berbasis lingkungan seperti diare, terjadinya masalah sosial dan masalah kenyamanan dan keindahan daerah.

Salah satu bentuk upaya peningkatan sanitasi lingkungan adalah penerapan rumah sehat yang mencakup sanitasi dasar seperti penyediaan air bersih, penggunaan jamban, pembuangan air limbah dan sampah. Menurut WHO (2001), perumahan sehat merupakan konsep dari perumahan sebagai faktor yang dapat meningkatkan standar kesehatan penghuninya. Konsep tersebut melibatkan pendekatan sosiologis dan teknis pengelolaan faktor risiko dan berorientasi pada lokasi bangunan, kualifikasi, adaptasi, manajemen, penggunaan dan pemeliharaan rumah dan lingkungan di sekitarnya, serta mencakup unsur apakah rumah tersebut memiliki penyediaan air minum dan sarana yang memadai untuk memasak, mencuci, menyimpan makanan, serta pembuangan kotoran manusia maupun limbah lainnya.

Pada prinsipnya lingkungan merupakan salah satu determinan terhadap terjadinya masalah kesehatan. Menurut Hendrik L. Blum yang dikutip Notoadmodjo (2002) masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat komplek, yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Demikian pula pemecahan masalah kesehatannya sendiri, tetapi harus dilihat dari seluruh segi yang


(21)

 

ada pengaruhnya terhadap masalah “sehat-sakit” atau kesehatan tersebut. Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi, baik individu, kelompok, maupun masyarakat, dikelompokkan menjadi empat berdasarkan urutan besarnya atau pengaruh terhadap kesehatan yaitu sebagai berikut: lingkungan yang mencakup lingkungan (fisik, sosial, budaya, politik, ekonomi,dan sebagainya), perilaku, pelayanan kesehatan, dan keturunan. Keempat faktor tersebut selain berpengaruh langsung kepada kesehatan, juga saling berpengaruh satu sama lainnya. Status kesehatan akan tercapai secara optimal, bila mana keempat faktor tersebut bersama-sama mempunyai kondisi yang optimal.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan masyarakat, untuk hal ini Hendrik L. Blum (1974) menjelaskan secara ringkas sebagai berikut: (1) lingkungan yaitu karakter fisik alamiah dari lingkungan seperti iklim, keadaan tanah, dan topografi berhubungan langsung dengan kesehatan sebagaimana halnya interaksi ekonomi, budaya, dan kekuatan-kekuatan lain yang mempunyai andil dalam keadaan sehat, (2) perilaku yaitu perilaku perorangan dan kebiasaan yang mengabaikan hygiene perorangan, (3) keturunan atau pengaruh faktor genetik adalah sifat alami didalam diri seseorang yang dianggap mepunyai pengaruh primer dan juga sebagai penyebab penyakit, dan (4) pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kesehatan masyarakat dilaksanakan oleh unit pelayanan kesehatan dan pembinaan kesehatan lingkungan.

Permasalahan perumahan sehat juga terjadi pada masyarakat di wilayah pesisir. Penerapan rumah sehat dinilai sulit diperoleh oleh masyarakat yang berada di


(22)

 

wilayah pesisir jika dilihat dari keseluruhan aspek indikator rumah sehat, seperti pembuangan sampah, lantai rumah yang permanen, serta kepemilikan jamban keluarga, sehingga pemerintah menekankan upaya yang lebih komprehensif untuk meningkatkan sanitasi lingkungan wilayah pesisir melalui kebijakan sanitasi total berbasis masyarakat.

Masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir mempunyai karakteristik tersendiri. Menurut Kusnadi (2003) masyarakat di pesisir pantai secara umum merupakan nelayan tradisional dengan penghasilan pas-pasan, dan tergolong keluarga miskin yang disebabkan oleh faktor alamiah, yaitu semata-mata bergantung pada hasil tangkapan dan bersifat musiman, serta faktor non alamiah berupa keterbatasan tehnologi alat penangkap ikan, sehingga berpengaruh terhadap pendapatan keluarga. Rendahya pendapatan keluarga berdampak terhadap ketersediaan pangan keluarga, dan ketersediaan rumah yang layak dan sehat. Dilihat dari aspek pekerjaan, perbedaan pekerjaan berbeda sikap terhadap perilaku kesehatan, seperti sikap terhadap tempat tinggal (rumah). Rumah bagi nelayan sebagian besar hanya merupakan tempat persinggahan, dan hampir separuh hidupnya berada di laut, sehingga kepedulian terhadap rumah yang sehat dinilai relatif rendah, demikian juga dengan perilaku kesehatan seperti kebiasaan buang air besar, sebagian besar membuang air besar di pinggir pantai.

Menurut Natoatmodjo (2006), bahwa faktor sosial yang berpengaruh pada perilaku kesehatan, yaitu self concept, yaitu kepuasan atau ketidak puasan yang dirasakan oleh seorang individu, dan image kelompok, yaitu persepsi kelompok


(23)

 

dalam suatu masyarakat terhadap perilaku kesehatan akan dicontoh atau akan diikuti oleh anggota masyarakat lainnya.

Fenomena masalah kesehatan lingkungan pesisir ini terjadi hampir di seluruh wilayah pesisir di Indonesia termasuk di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Secara umum upaya pengelolaan wilayah pesisir termasuk sanitasi lingkungan pesisir masih belum dilakukan secara maksimal, sehingga berdampak terhadap kelestarian lingkungan hidup. Permasalahan yang paling banyak terjadi adalah masalah pengelolaan sampah, khususnya pada pesisir yang menjadi objek wisata, selain itu masalah penyediaan air bersih dan keadaan perumahaan penduduk. Permasalahan ini secara factual dipengaruhi oleh manajemen pengelolaan sanitasi lingkungan yang tidak baik, dan perilaku kesehatan masyarakat pesisir atau pengunjung yang masih rendah. Penyebabnya multifactor salah satunya pengetahuan yang rendah, perbedaan persepsi maupun dari aspek karakteristik masyarakat pesisir (Profil Kesehatan Propinsi NAD,2008).

Berdasarkan profil Kesehatan Provinsi NAD, cakupan rumah sehat juga masih rendah yaitu 58,3%, dan secara keseluruhan indikator rumah sehat juga masih rendah yaitu cakupan rumah tangga yang mempunyai akses air bersih sebesar 46,8%, rumah tangga yang memiliki jamban sehat sebesar 37,5%, rumah tangga yang mempunyai saluran pembuangan air limbah sebesar 44,7%. Sedangkan cakupan perumahan sehat di wilayah pedesaan sebesar 42,1%.


(24)

 

Fenomena masalah penerapan rumah sehat juga terdapat di Kota Lhokseumawe. Secara geografis kota Lhokseumawe merupakan daerah yang terletak di pesisir, dan termasuk daerah industri. Salah satu wilayah pesisir yang ada di Kota Lhokseumawe yang berpotensi terhadap masalah kesehatan dan sanitasi lingkungan adalah daerah Pusong Lama. Secara umum masyarakat desa Pusong Lama merupakan masyarakat yang heterogen, karena pasca terjadinya Tsunami tahun 2004 komposisi penduduk dari segi etnis sudah berbaur dengan pendatang dari daerah lain baik dalam propinsi NAD maupun luar NAD.

Berdasarkan Profil Kesehatan Kota Lhokseumawe (2009), desa Pusong Lama merupakan daerah yang pernah tertimpa Tsunami dengan jumlah KK sebanyak 1.885 KK yang terdiri dari 1.105 KK yang bukan keluarga miskin dan 780 KK termasuk keluarga miskin, dan cakupan perumahan sehat hanya 47,2% dari 802 rumah yang diperiksa. Angka ini masih rendah dibandingkan dengan indikator rumah sehat yang diharapkan yaitu 80%.

Berdasarkan hasil survai awal di Desa Pusong Lama Kecamatan Banda Sakti, hampir 86% masyarakatnya berprofesi sebagai nelayan. Keadaan sanitasi perumahaannya masih belum memenuhi syarat kesehatan, jamban keluarga belum terdistribusi ke seluruh KK, sehingga masih ada masyarakat yang buang air besar ke laut, dan adanya kebiasaan masyarakat membuang sampah sembarangan. Dilihat dari kontruksi rumah sebagian besar masih beratap rumbia dan seng, dan berlantai tanah serta tidak mempunyai ventilasi yang cukup. Keadaan tersebut mencerminkan bahwa upaya perilaku hidup bersih dan sehat masih sangat kurang.


(25)

 

Adapun faktor-faktor yang berperan dalam penerapan rumah sehat tidak terlepas dari faktor individu itu sendiri seperti pengetahuan atau persepsi, kesadarannya untuk hidup sehat, faktor lingkungannya seperti ketersediaan jamban keluarga, tempat pembuangan sampah dan saluran pembuangan air limbah serta faktor kebijakan dan pengelolaan sanitasi lingkungan dari pemerintah daerah.

Menurut Green (1980) dalam Natoadmodjo (2004) bahwa perilaku manusia dalam hal ini penerapan rumah sehat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yaitu faktor perilaku (behaviour causes) dan faktor diluar perilaku (non behaviour cause), kemudian dijabarkan menjadi tiga faktor yaitu: (a) Faktor Predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan dan nilai-nilai, (b) faktor-faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia tidaknya fasilitras-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, (c) faktor-faktor pendorong (reinforching factor), yang terwujud dalam sikap dan Perilaku patugas kesehatan atau petugas lainnya yang merupakan kelompok referensi dari Perilaku masyarakat.

Hasil penelitian Wilujeng dan Martiana (2006), di Kabupaten Lombok Timur bahwa masih ada 9% rumah beratap rumbia, 52% menggunakan air sumur tidak terlindung, hanya 2% yang mempunyai jamban, sisanya 98% tidak memiliki jamban, dan dari 98% tersebut 6% buang air besar di jamban umum, 6% di kebun dan 86% buang air besar di pinggir pantai.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh karakteristik masyarakat terhadap penerapan rumah sehat


(26)

 

pada wilayah pesisir di Desa Pusong Lama Kota Lhokseumawe, sehingga dapat dirumuskan kebijakan dan manajemen kesehatan lingkungan serta pengelolaan lingkungan di daerah pesisir dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal serta pelestarian lingkungan hidup secara maksimal.

1.2. Permasalahan

Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh karakteristik masyarakat (umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, besar keluarga, jarak rumah dari pantai, pengetahuan dan sikap) terhadap penerapan rumah sehat pada wilayah pesisir di Desa Pusong Lama Kota Lhokseumawe Tahun 2010.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh karakteristik masyarakat (umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, besar keluarga, jarak rumah dari pantai, pengetahuan dan sikap) terhadap penerapan rumah sehat pada wilayah pesisir di Desa Pusong Lama Kota Lhokseumawe.

1.4. Hipotesis

Karakteristik masyarakat (umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, besar keluarga, jarak rumah dari pantai, pengetahuan dan sikap) terhadap penerapan rumah sehat pada wilayah pesisir di Desa Pusong Lama Kota Lhokseumawe.


(27)

 

1.5. Manfaat Penelitian

1. Menjadi masukan bagi Pemerintah Kota Lhokseumawe dalam peningkatan pengelolaan daerah pesisir dalam peningkatan kebersihan dan pengelolaan lingkungan hidup.

2. Menjadi masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe dalam merumuskan program dan kegiatan berbasis lingkungan dalam peningkatan upaya kesehatan lingkungan pada masyarakat pesisir di Kota Lhokseumawe. 3. Dapat menjadi kontribusi bagi ilmu pengetahuan dalam memberikan

sumbangan kajian tentang penerapan rumah sehat bagi masyarakat, agar masyarakat mempunyai rasa tanggung jawab terhadap pengelolaan sanitasi berbasis lingkungan.

4. Menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya.

                               


(28)

 

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rumah

2.1.1. Pengertian Rumah

Setiap manusia dimanapun berada membutuhkan tempat untuk tinggal yang disebut rumah. Rumah berfungsi sebagai tempat untuk melepaskan lelah, tempat bergaul dan membina rasa kekeluargaan diantara anggota keluarga, tempat berlindung dan menyimpan barang berharga, dan rumah juga merupakan status lambang sosial (Mukono, 2000).

Perumahan merupakan kebutuhan dasar manusia dan juga merupakan determinan kesehatan masyarakat. Karena itu pengadaan perumahan merupakan tujuan fundamental yang kompleks dan tersedianya standar perumahan merupakan isu penting dari kesehatan masyarakat. Perumahan yang layak untuk tempat tinggal harus memenuhi syarat kesehatan sehingga penghuninya tetap sehat. Perumahan yang sehat tidak lepas dari ketersediaan prasarana dan sarana yang terkait, seperti penyediaan air bersih, sanitasi pembuangan sampah, transportasi, dan tersedianya pelayanan sosial (Krieger and Higgins, 2002).

Menurut Undang-undang RI Nomor 4 Tahun 1992 menjelaskan bahwa rumah adalah struktur fisik terdiri dari ruangan, halaman dan area sekitarnya yang dipakai sebagai tempa ttinggal dan sarana pembinaan keluarga. Menurut WHO (2004), rumah adalah struktur fisik atau bangunan untuk tempat berlindung, dimana lingkungan berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosialnya baik untuk kesehatan keluarga dan individu.


(29)

 

Menurut Dinas Perumahan dan Pemukiman RI (2008), rumah adalah rumah sebagai tempat tinggal yang memenuhi ketetapan atau ketentuan teknis kesehatan yang wajib dipenuhi dalam rangka melindungi penghuni rumah dari bahaya atau gangguan kesehatan, sehingga memungkinkan penghuni memperoleh derajat kesehatan yang optimal.

Menurut WHO (2004), rumah sehat dapat diartikan rumah berlindung, bernaung, dan tempat untuk beristirahat, sehingga menimbulkan kehidupan yang sempurna baik fisik, rohani, sosial.

2.2. Standar Rumah Sehat

Menurut Depkes RI (2002), ada beberapa prinsip standar rumah sehat. Prinsip ini dapat dibedakan atas dua bagian :

1. Yang berkaitan dengan kebutuhan kesehatan, terdiri atas :

a. Perlindungan terhadap penyakit menular, melalui pengadaan air minum, sistem sanitasi, pembuangan sampah, saluran air, kebersihan personal dan domestik, penyiapan makanan yang aman dengan struktur rumah yang aman dengan memberi perlindungan.

b. Perlindungan terhadap trauma/benturan, keracunan dan penyakit kronis dengan memberikan perhatian pada struktur rumah, polusi udara rumah, polusi udara dalam rumah, keamanan dari bahaya kimia dan perhatian pada pnggunaan rumah sebagai tempat bekerja.


(30)

 

c. Stress psikologi dan sosial melalui ruang yang adekuat, mengurangi privasi, nyaman, memberi rasa aman pada individu, keluarga dan akses pada rekreasi dan sarana komunitas pada perlindungan terhadap bunyi.

2. Berkaitan dengan kegiatan melindungi dan meningkatkan kesehatan terdiri atas : a. Informasi dan nasehat tentang rumah sehat dilakukan oleh petugas kesehatan

umumnya dan kelompok masyarakat melalui berbagai saluran media dan kampanye.

b. Kebijakan sosial ekonomi yang berkaitan dengan perumahan harus mendukung penggunaan tanah dan sumber daya perumahan untuk memaksimalkan aspek fisik, mental dan sosial.

c. Pembangunan sosial ekonomi yang berkaitan dengan perumahan dan hunian harus didasarkan pada proses perencanaan, formulasi dan pelaksanaan kebijakan publik dan pemberian pelayanan dengan kerjasama intersektoral dalam manajemn dan perencanaan pembangunan, perencanaan perkotaan dan penggunaan tanah, standar rumah, disain, dan konstruksi rumah, pengadaan pelayanan bagi masyarakat dan monitoring serta analisis situasi secara terus menerus.

d. Pendidikan pada masyarakat profesional, petugas kesehatan, perencanaan dan penentuan kebijakan akan pengadaan dan penggunaan rumah sebagai sarana peningkatan kesehatan.

e. Keikutsertaan masyarakat dalam berbagai tingkat melalui kgiatan mandiri diantara keluarga dan perkampungan.


(31)

 

Menurut Depkes RI (2002), indikator rumah yang dinilai adalah komponen rumah yang terdiri dari : langit-langit, dinding, lantai, jendela kamar tidur, jendela ruang keluarga dan ruang tamu, ventilasi, dapur dan pencahayaan dan aspek perilaku. Aspek perilaku penghuni adalah pembukaan jendela kamar tidur, pembukaan jendela ruang keluarga, pembersihan rumah dan halaman.

2.2.1. Komponen Rumah 1. Lantai

Lantai harus cukup kuat untuk manahan beban di atasnya. Bahan untuk lantai biasanya digunakan ubin,kayu plesteran, atau bambu dengan syarat-syarat tidak licin, stabil tidak lentur waktu diinjak, tidak mudah aus, permukaan lantai harus rata dan mudah dibersihkan, yang terdiri dari:

1. Lantai anah stabilitas

Lantai tanah stabilitas terdiri dari tanah,pasir, semen, dan kapur, seperti tanah tercampur kapur dan semen, dan untuk mencegah masuknya air kedalam rumah sebaiknya lantai dinaikkan 20 cm dari permukaan tanah.

2. Lantai papan

Pada umumnya lantai papan dipakai di daerah basah/rawa. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemasanan lantai adalah :

a. Sekurang-kurangnya 60 cm diatas tanah dan ruang bawah tanah harus ada aliran air yang baik.


(32)

 

b. Lantai harus disusun dengan rapi dan rapat satu sama lain,sehingga tidak ada lubang-lubang ataupun lekukan dimana debu bisa bertepuk. Lebih baik jika lantai seperti ini dilapisi dengan perlak atau kampal plastik ini juga berfungsi sebagai penahan kelembaban yang naik dari dikolong rumah.

c. Untuk kayu-kayu yang tertanam dalam air harus yang tahan air dan rayap serta untuk konstruksi diatasnya agar digunakan lantai kayu yang telah dikeringkan dan diawetkan.

3. Lantai ubin

Lantai ubin adalah lantai yang terbanyak digunakan pada bangunan perumahan karena : Lantai ubin murah/tahan lama,dapat mudah dibersihkan dan tidak dapat mudah dirusak rayap.

2. Dinding

Adapun syarat-syarat untuk dinding antara lain:

1. Dinding harus tegak lurus agar dapat memikul berat sendiri, beban tekanan angin, dan bila sebagai dinding pemikul harus pula dapat memikul beban diatasnya.

2. Dinding harus terpisah dari pondasi oleh suatu lapisan air rapat air sekurang-kurangnya 15 cm di bawah permukaan tanah sampai 20 cm di atas lantai bangunan, agar air tanah tidak dapat meresap naik keatas, sehingga dinding tembok terhindar dari basah dan lembab dan tampak bersih tidak berlumut.


(33)

 

3. Lubang jendela dan pintu pada dinding, bila lebarnya kurang dari 1 m dapat diberi susunan batu tersusun tegak diatas batu,batu tersusun tegak diatas lubang harus dipasang balok lantai dari beton bertulang atau kayu awet.

4. Untuk memperkuat berdirinya tembok ½ bata digunakan rangka pengkaku yang terdiri dari plester-plester atau balok beton bertulang setiap luas 12 meter. 3. Langit – langit

Dibawah kerangka atap/ kuda-kuda biasanya dipasang penutup yang disebut langit-langit yang tujuannya antara lain:

1. Untuk menutup seluruh konstruksi atap dan kuda-kuda penyangga agar tidak terlihat dari bawah, sehingga ruangan terlihat rapi dan bersih.

2. Untuk menahan debu yang jatuh dan kotoran yang lain juga menahan tetesan air hujan yang menembus melalui celah-celah atap.

3. Untuk membuat ruangan antara yang berguna sebagai penyekat sehingga panas atas tidak mudah menjalar kedalam ruangan dibawahnya.

Adapun persyaratan untuk langit-langit yang baik adalah:

a. Langit-langit harus dapat menahan debu dan kotoran lain yang jatuh dari atap. b. Langit-langit harus menutup rata kerangka atap kuda-kuda penyangga dengan

konstruksi bebas tikus.

c. Tinggi langit-langit sekurang-kurangnya 2,40 dari permukaan lantai

d. Langit-langit kasaunya miring sekurang-kurangnya mempunyai tinggi rumah 2,40 m,dan tinggi ruang selebihnya pada titik terendah titik kurang dari 1,75m


(34)

 

e. Ruang cuci dan ruang kamar mandi diperbolehkan sekurang kurangnya sampai 2,40 m.

4. Atap

Secara umum konstruksi atap harus didasarkan kepada perhitungan yang teliti dan dapat dipertanggung jawabkan kecuali untuk atap yang sederhana tidak disyaratkan adanya perhitungan-perhitungan. Maksud utama dari pemasangan atap adalah untuk melindungi bagian-bagian dalam bangunan serta penghuninya terhadap panas dan hujan, oleh karena itu harus dipilih penutup atap yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Rapat air serta padat dan Letaknya tidak mudah bergeser 2. Tidak mudah terbakar dan bobotnya ringan dan tahan lama

Bentuk atap yang biasa digunakan ialah bentuk atap datar dari konstruksi beton bertulang dan bidang atap miring dari genteng, sirap, seng gelombang atau asbes semen gelombang. Pada bidang atap miring mendaki paling banyak digunakan penutup/atap genteng karena harga rumah dan cukup awet.

5. Pembagian Ruangan

Telah dikemukakan dalam persyaratan rumah sehat, bahwa rumah sehat harus mmpunyai cukup banyak ruangan-ruangan seperti : ruang duduk/ruang makan, kamar tidur, kamar mandi, jamban, dapur, tempat cuci pakaian, tempat berekreasi dan tempat beristirahat, dengan tujuan agar setiap penghuninya merasa nikmat dan merasa betah tinggal di rumah tersebut. Adapun syarat-syarat pembagian ruangan yang baik adalah sebagai berikut :


(35)

 

1. Adanya pemisah yang baik antara ruangan kamar tidur kepala keluarga (suami istri) dengan kamar tidur anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan, terutama anak-anak yang sudah dewasa.

2. Memilih tata ruangan yang baik, agar memudahkan komunikasi dan perhubungan antara ruangan didalam rumah dan juga menjamin kebebasan dan kerahasiaan pribadi masing-masing terpenuhi.

3. Tersedianya jumlah kamar/ruangan kediaman yang cukup dengan luas lantai sekurang-kurangnya 6 m2 agar dapat memenuhi kebutuhan penghuninya untuk melakukan kgiatan kehidupan.

4. Bila ruang duduk digabung dengan ruang tidur, maka luas lantai tidak boleh kurang dari 11 m2 untuk 1 orang, 14 m2 bila digunakan 2 orang, dalam hal ini harus dipisah.

5. Dapur (a) Luas dapur minimal 14 m2 dan lebar minimal 1,5 m2, (b) Bila penghuni tersebut lebih dari 2 orang, luas dapur tidak boleh kurang dari 3 m2, (c) Di dapur harus tersedia alat-alat pengolahan makanan, alat-alat masak, tempat cuci peralatan dan air bersih, (d) Didapur harus tersedia tempat penyimpanan bahan makanan. Atau makanan yang siap disajikan yang dapat mencegah pengotoran makanan oleh lalat, debu dan lain-lain dan mencegah sinar matahari langsung.

6. Kamar Mandi dan jamban keluarga

a. Setiap kamar mandi dan jamban paling sedikit salah satu dari dindingnya yang berlubang ventilasi berhubungan dengan udara luar. Bila tidak


(36)

 

harus dilengkapi dengan ventilasi mekanis untuk mengeluarkan udara dari kamar mandi dan jamban tersebut, sehingga tidak mengotori ruangan lain.

b. Pada setiap kamar mandi harus bersih untuk mandi yang cukup jumlahnya.

c. Jamban harus berleher angsa dan 1 jamban tidak boleh dari 7 orang bila jamban tersebut terpisah dari kamar mandi.

6. Ventilasi

Ventilasi adalah proses penyediaan udara segar kedalam suatu ruangan dan pengeluaran udara kotoran suatu ruangan tertutup baik alamiah maupun secara buatan. Ventilasi harus lancar diperlukan untuk menghindari pengaruh buruk yang dapat merugikan kesehatan manusia pada suatu ruangan kediaman yang tertutup atau kurang ventilasi. Pengaruh-pengaruh buruk itu ialah (Sanropie, dkk, 1989) :

1. Berkurangnya kadar oksigen diudara dalam ruangan kediaman. 2. Bertambahnya kadar asam karbon (CO2) dari pernafasan manusia. 3. Bau pengap yang dikeluarkan oleh kulit, pakaian dan mulut manusia.

4. Suhu udara dalam ruangan naik karena panas yang dikeluarkan oleh badan manusia.

5. kelembaban udara dalam ruang kediaman bertambah karena penguapan air dan kulit pernafasan manusia.

Dengan adanya ventilasi silang (cross ventilation) akan terjamin adanya gerak udara yang lancar dalam ruang kediaman. Caranya ialah dengan memasukkan


(37)

 

kedalam ruangan udara yang bersih dan segar melalaui jendela atau lubang angin di dinding, sedangkan udara kotor dikeluarkan melalui jendela/lubang angin di dinding yang berhadapan.

Tetapi gerak udara ini harus dijaga jangan sampai terlalu besar dan keras, karena gerak angin atau udara angin yang berlebihan meniup badan seseorang, akan mengakibatkan penurunan suhu badan secara mendadak dan menyebabkan jaringan selaput lendir akan berkurang sehingga mengurangi daya tahan pada jaringan dan memberikan kesempatan kepada bakteri-bakteri penyakit berkembang biak, dan selanjutnya menyebabkan gangguan kesehatan, yang antara lain : masuk angin, pilek atau kompilasi radang saluran pernafasan. Gejala ini terutama terjai pada orang yang peka terhadap udara dingin. Untuk menghindari akibat buruk ini , maka jendela atau lubang ventilasi jangan terlalu besar/banyak, tetapi jangan pula terlalu sedikit.

Agar dalam ruang kediaman, sekurang-kurangnya terdapat satu atau lebih banyak jendela/lubang yang langsung berhubungan dengan udara dan bebas dari rintangan-rintangan, jumlah luas bersih jendela/lubang itu harus sekurang-kurangnya sama 1/10 dari luas lantai ruangan, dan setengah dari jumlah luas jendela/lubang itu harus dapat dibuka. Jendela/lubang angin itu harus meluas kearah atas sampai setinggi minimal 1,95 diatas permukaan lantai. Diberi lubang hawa atau saluran angin pada ban atau dekat permukaan langit-langit (ceiling) yang luas bersihnya sekurang-kurangnya 5% dari luas lantai yang bersangkutan. Pemberian lubang hawa/saluran angin dekat dengan langit-langit bergua sekali untuk mengluarkan udara panas dibagian atas dalam ruangan tersebut.


(38)

 

Ketentuan luas jendela/lubang angin tersebut hanya sebagai pedoman yang umum dan untuk daerah tertentu, harus disesuaikan dengan keadaan iklim daerah tersebut. Untuk daerah pengunungan yang berhawa dingin dan banyak angin, maka luas jendela/lubang angin dapat dikurangi sampai dengan 1/20 dari luas ruangan. Sedangkan untuk daerah pantai laut dan daerah rendah yang berhawa panas dan basah, maka jumlah luas bersih jendela, lubang angin harus diperbesar dan dapat mncapai 1/5 dari luas lantai ruangan.

Jika ventilasi alamiah untuk pertukaran udara dalam ruangan kurang memenuhi syarat, sehingga udara dalam ruangan akan berbau pengap, maka diperlukan suatu sistem pembaharuan udara mekanis. Untuk memperbaiki keadaan udara dalam ruangan, sistem mekanis ini harus bekerja terus menerus selama ruangan yang dimaksud digunakan. Alat mekanis yang biasa digunakan/dipakai untuk sistem pembaharuan udara mekanis adalah kipas angin (ventilating, fan atau

exhauster), atau air conditioning.

7. Pencahayaan

Menurut Sanropie, dkk (1989) dalam Mukono (2000) bahwa cahaya yang cukup kuat untuk penerangan didalam rumah merupakan kebutuhan manusia. Penerangan ini dapat diperoleh dengan pengaturan cahaya buatan dan cahaya alam.

1. Pencahayaan alam

Pencahayaan alam diperoleh dengan masuknya sinar matahari ke dalam ruangan melalaui jendela, celah-celah atau bagian ruangan yang terbuka. Sinar sebaiknya tidak terhalang oleh bangunan, pohon-pohon maupun tembok pagar yang


(39)

 

tinggi. Kebutuhan standar cahaya alam yang memenuhi syarat kesehatan untuk kamar keluarga dan kamar tidur mnurut WHO 60-120 Lux. Suatu cara untuk menilai baik atau tidaknya penerangan alam yang terdapat dalam rumah, adalah sebagai berikut :

a. Baik, bila jelas membaca koran dengan huruf kecil. b. Cukup, bila samar-samar membaca huruf kecil. c. Kurang, bila hanya huruf besar yang terbaca. d. Buruk, bila sukar membaca huruf besar.

Pemenuhan kebutuhan cahaya untuk penerangan alamiah sangat ditentukan oleh letak dan lebar jendela. Untuk memperoleh jumlah cahaya matahari pada pagi hari secara optimal sebaiknya jendela kamar tidur menghadap ke timur. Luas jendela yang baik paling sedikit mempunyai luas 10-20 % dari luas lantai. Apabila luas jendela melebihi 20 % dapat menimbulkan kesilauan dan panas, sedangkan sebaliknya kalau terlalu kecil dapat menimbulkan suasana gelap dan pengap.

2. Pencahayaan buatan

Penerangan pada rumah tinggal dapat diatur dengan memilih sistem penerangan dengan suatu pertimbangan hendaknya penerangan tersebut dapat menumbuhkan suasana rumah yang lebih menyenangkan. Lampu Flouresen (neon) sebagai sumber cahaya dapat memenuhi kebutuhan penerangan karena pada penerangan yang relatif rendah mampu menghasilkan cahaya yang baik bila dibandingkan dengan penggunaan lampu pijar. Bila ingin menggunakan lampu pijar sebaiknya dipilih yang warna putih dengan dikombinasikan beberapa lampu neon.


(40)

 

Untuk penerangan malam hari alam ruangan terutama untuk ruang baca dan ruang kerja, penerangan minimum adalah 150 lux sama dengan 10 watt lampu TL, atau 40 watt dengan lampu pijar.

2.2.2. Sarana Sanitasi A. Penyediaan Air Bersih

Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Air minum adalah air yang syaratnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum yang berasal dari penyediaan air minum (Dep Kes RI,2002).

Sarana air bersih adalah semua sarana yang dipakai sebagai sumber air bagi penghuni rumah untuk digunakan bagi penghuni rumah yang digunakan untuk kehidupan sehari-hari.

Yang perlu diperhatikan antara lain:

a. Jarak antara sumber air dengan sumber pengotoran (seperti septik tank, tempat pembuangan sampah, air limbah) minimal 10 meter.

b. Pada sumur gali sedalam 3 meter dari permukaan tanah dibuat kedap air,yaitu dilengkapi dengan cincin dan bibir sumur

c. Penampungan air hujan pelindung air, sumur artesis atau terminal air atau perpipaan/kran atau sumur gali terjaga kebersihannya dan dipelihara rutin.

Jumlah air untuk keperluan rumah tangga per hari per kapita tidaklah sama pada tiap negara. Pada umumnya dapat dikatakan dinegara-negara yang sudah maju,


(41)

 

jumlah pemakaian air per hari per kapita lebih besar dari pada negara-negara yang sedang berkembang.

Menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990, Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum setelah dimasak. Air bersih didapat dari sumber mata air yaitu air tanah, sumur, air tanah dangkal, sumur artetis atau air tanah dalam. Air bersih ini termasuk golongan B yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum.

Kualitas air bersih apabila ditinjau berdasarkan kandungan bakterinya menurut SK. Dirjen PPM dan PLP No. 1/PO.03.04.PA.91 dan SK JUKLAK Pedoman Kualitas Air Tahun 2000/2001, dapat dibedakan ke dalam 5 kategori sebagai berikut:

1. Air bersih kelas A ketegori baik mengandung total koliform kurang dari 50 2. Air bersih kelas B kategori kurang baik mengandung koliform 51-100 3. Air bersih kelas C kategori jelek mengandung koliform 101-1000 4. Air bersih kelas D kategori amat jelek mengandung koliform 1001-2400 5. Air bersih kelas E kategori sangat amat jelek mengandung koliform lebih 2400

B. Penggunaan Jamban

Pembuangan tinja manusia yang terinfeksi yang dilaksanakan secara tidak layak tanpa memenuhi persyaratan sanitasi dapat menyebabkan terjadinya pencemaran tanah dan sumber-sumber penyediaan air. Disamping itu, juga akan


(42)

 

dapat memberi kesempatan bagi lalat-lalat dari species tertentu untuk bertelur, bersarang, makan bahan tersebut, serta membawa infeksi, menarik hewan ternak, tikus serta serangga lain yang dapat menyebarkan tinja dan kadang-kadang menimbulkan bau yang tidak dapat ditolerir.

Atas dasar hal tersebut, maka perlu dilakukan penanganan pembungan tinja yang memenuhi persyaratan sanitasi. Tujuan dilakukannya pembuangan tinja secara saniter adalah untuk menampung serta mengisolir tinja sedemikian rupa sehingga dapat tercegah terjadinya hubungan langsung maupun tidak langsung antara tinja dengan manusia, dan dapat dicegah terjadinya penularan faecal borne diseases dari penderita kepada orang yang sehat, maupun pencemaran lingkungan pada umumnya.

Adapun persyaratan sarana pembuangan tinja yang baik dan memenuhi syarat kesehatan adalah:

1. Tidak terjadi kontaminasi pada tanah permukaan.

2. Tidak terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin masuk ke mata air atau sumur.

3. Tidak terjadi kontaminasi pada air permukaan. 4. Excreta tidak dapat dijangkau oleh lalat atau kuman.

5. Tidak terjadi penanganan Excreta segar. Apabila tidak dapat dihindarkan, harus ditekan seminimal mungkin.

6. Harus bebas dari bau serta kondisi yang tidak sedap.

7. Metode yang digunakan harus sederhana serta murah dalam pembangunan dan penyelenggaraannya.


(43)

 

Cara pembuangan tinja yang dianjurkan dari aspek kesehatan lingkungan, antara lain:

a. Kakus Cubluk (pit privy) b. Kakus cair (agua privy)

c. Kakus leher angsa atau angsa trine

Menurut Notoatmodjo (2003), yang dimaksud dengan jamban adalah suatu bangunan yang diperlukan untuk membuang tinja atau kotoran manusia. Ada tiga kelompok teknik pembuangan tinja dengan sistem jamban, yaitu: (Suparmin, 2002). 1. Tehnik yang menggunakan jamban tipe utama

a. Jamban cubluk (pit privy) ialah jamban yang terdiri dari lubang tanah yang digali dengan tangan, dilengkapi dengan lantai tempat jongkok, dan dibuat rumah jamban di atasnya. Lubang berfungsi untuk mengisolasi dan menyimpan tinja manusia sedemikian rupa sehingga bakteri yang berbahaya tidak dapat berpindah ke inang yang baru.

b. Jamban air (agua privy) ialah jamban yang terdiri dari sebuah tangki berisi air, di dalamnya terdapat pipa pemasukan tinja yang tergantung pada lantai jamban. Tinja dan air seni jatuh melalui pipa pemasukan ke dalam tangki dan mengalami dekomposisi anaerobik.

c. Jamban leher angsa (angsa trine) atau jamban tuang siram yang menggunakan sekat air ialah Jamban yang terdiri dari lantai beton yang dilengkapi leher angsa, dan dapat langsung dipasang diatas lubang galian, lubang hasil pengeboran, atau tangki pembusukan. Dengan adanya sekat air pada leher


(44)

 

angsa, lalat tidak dapat mencapai bahan yang terdapat pada lubang jamban, dan bau tidak dapat keluar dari lubang itu.

2. Tehnik yang menggunakan jamban tipe yang kurang dianjurkan

a. Jamban bor (bored-hole latrin) merupakan variasi dari jamban cubluk yang lubangnya dibuat dengan cara dibor. Lubangnya mempunyai penampang melintang yang lebih kecil, dengan diameter sama dengan diameter mata bor yang digunakan dan lebih dalam.

b. Jamban keranjang (bucket latrine), atau jamban kotak, atau kaleng yaitu tinja ditampung sementara kemudian dibuang ketempat pembuangan. Penggunaan jamban keranjang memungkinkan penanganan tinja segar, akibatnya menarik lalat dalam jumlah besar, selalu ada bahaya terjadinya pencemaran tanah, air permukaan, air tanah, menimbulkan bau dan pemandangan yang tidak sedap. c. Jamban parit (trench latrine) yaitu Jamban dengan lubang diatas tanah,

biasanya berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 30 x 30 cm dan kedalaman 40 cm. Tanah galian ditumpuk disekitar lubang dan dimanfaatkan untuk menutup tinja yang telah dibuang.

d. Jamban gantung (overhung privy) ialah jamban yang dipasang diatas kedalam air sedemikian rupa sehingga dasarnya tidak akan pernah kelihatan pada musim kering atau pasang surut.

3. Tehnik yang menggunakan jamban untuk situasi khusus.

a. Jamban kompos (compost privy) yaitu jamban tempat penampunggan tinja yang memiliki dua atau lebih lubang penampungan, dan dicampur dengan


(45)

 

sampah organik (jerami, limbah dapur, potongan rumput dan sebagainya), yang produk akhirnya dapat digunakan untuk pupuk.

b. Jamban kimia (chemical toilet) yaitu jamban yang terdiri dari sebuah tangki logam yang berisi larutan soda kaustik. Tempat duduk atau tempat jongkok dengan penutupnya ditempatkan langsung diatas tangki. Tangki dilengkapi dengan pipa ventilasi yang ujungnya menjorok sampai ke atas atap rumah. c. Jamban kolam yaitu bentuk jamban dengan memanfaatkan tinja yang dibuang

secara langsung ke air untuk makanan ikan yang dipelihara.

d. Jamban gas bio yaitu jamban yang terdiri dari rumah jamban, tangki pencerna, penampung gas dan sistem perpipaan untuk menyalurkan gas bio dari tangki pencernaan ke penampungan gas dan dari penampungan gas ke tempat pemakaian gas (kompor, alat penerangan, dan sebagainya). Jamban gas bio ini selain dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar juga menghasilkan kompos untuk menyuburkan tanaman

Jamban keluarga sehat adalah jamban yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : (Depkes RI, 2002).

1. Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampungan berjarak 10 – 15 meter dari sumber air minum

2. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamak oleh serangga maupun tikus.

3. Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok agar tidak mencemari tanah disekitarnya.


(46)

 

5. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna terang. 6. Cukup penerangan.

7. Lantai kedap air. 8. Ventilasi cukup baik

9. Tersedia air dan alat pembersih

C. Sarana Pembuangan Sampah

Pembuangan sampah adalah kegiatan menyingkirkan sampah dengan metode tertentu dengan tujuan agar sampah tidak lagi mengganggu kesehatan lingkungan atau kesehatan masyarakat. Ada dua istilah yang harus dibedakan dalam lingkup pembuangan sampah solid waste (pembuangan sampah saja) dan final disposal

(pembuangan akhir). (Sarudji. D,2006)

Pembuangan sampah yang berada di tingkat pemukiman yang perlu diperhatikan adalah:

a. Penyimpanan setempat (onsite storage)

Penyimpanan sampah setempat harus menjamin tidak bersarangnya tikus, lalat dan binatang pengganggu lainnya serta tidak menimbulkan bau. Oleh karena itu persyaratan kontainer sampah harus mendapatkan perhatian.

b. Pengumpulan sampah

Terjaminnya kebersihan lingkungan pemukiman dari sampah juga tergantung pada pengumpulan sampah yang diselenggarakan oleh pihak pemerintah atau oleh pengurus kampung atau pihak pengelola apabila dikelola oleh suatu real estate


(47)

 

misalnya. Keberlanjutan dan keteraturan pengambilan sampah ke tempat pengumpulan merupakan jaminan bagi kebersihan lingkungan pemukiman.

Sampah terutama yang mudah membusuk (garbage) merupakan sumber makanan lalat dan tikus. Lalat merupakan salah satu vektor penyakit terutama penyakit saluran pencernaan seperti Thypus abdominalis, Cholera. Diare dan

Dysentri (Sarudji, 2006)

D. Pembuangan Air Limbah

Air limbah adalah air yang tidak bersih mengandung berbagai zat yang bersifat membahayakan kehidupan manusia ataupun hewan, dan lazimnya karena hasil perbuatan manusia. sumber air limbah yang lazim dikenal adalah :

1. Berasal dari rumah tangga misalnya air, dari kamar mandi, dapur. 2. Berasal dari perusahaan misalnya dari hotel, restoran, kolam renang 3. Berasal dari industri seperti dari pabrik baja, pabrik tinta dan pabrik cat

4. berasal dari sumber lainnya seperti air tinja yang tercampur air comberan, dan lain sebagainya.

2.3. Penerapan Rumah Sehat

Penerapan rumah sehat merupakan konsep dari perumahan sebagai faktor yang dapat meningkatkan standar kesehatan penghuninya. Konsep tersebut melibatkan pendekatan sosiologis dan teknis pengelolaan faktor risiko dan berorientasi pada lokasi, bangunan, kualifikasi, adaptasi, manajemen, penggunaan


(48)

 

dan pemeliharaan rumah dan lingkungan di sekitarnya, serta mencakup unsur apakah rumah tersebut memiliki penyediaan air minum dan sarana yang memadai untuk memasak, mencuci, menyimpan makanan, serta pembuangan kotoran manusia maupun limbah lainnya (Soedjajadi, 2002).

Bertitik tolak dengan teori di atas, maka penerapan rumah sehat dapat dilihat dari keadaan rumah tersebut. Menurut American Public Health Association (APHA) Rumah yang sehat menurut harus memenuhi empat persyaratan yang dianggap pokok. Empat syarat tersebut adalah (Depkes RI,2002)

(1) Memenuhi kebutuhan fisiologis

a. Memepertahankan temperatur lingkungan untuk menjaga keseimbangan pengeluaran panas tubuh dan kelembaban ruangan.

b. Membuat ketentuan tentang kadar pengotoran udara yang diperkenankan oleh bahan-bahan kimia.

c. Tentang illuminasi cahaya siang yang cukup.

d. Ketentuan tentang direct sunlight yang diperkenankan. e. Ketentuan tentang cahaya buatan yang cukup baik.

f. Perlindungan terhadap gangguan suara/keributan yang berlebihan.

g. Adapun lapangan terbuka untuk olah raga, rekreasi dan tempat anak-anak bermain.

(2) Memenuhi Kebutuhan Pisikologis

a. Ketentuan-ketentuan tentang privacy yang cukup bagi setiap individu. b. Kebebasan dan kesempatan bagi setiap keluarga yang normal.


(49)

 

c. Kebebasan dan kesempurnaan hidup bermasyarakat.

d. Fasilitas yang memungkinkan pelaksanaan pekerjaan tanpa menyebabkan kelelahan fisik dan mental

e. Fasilitas-fasilitas untuk mempertahankan kebersihan rumah dan lingkungan. f. Ketentuan tentang kenyamanan dirumah dan sekitarnya.

g. Membuata indeks standar standar sosial dari masyarakat yang secara lokal. (3) Perlindungan terhadap penularan penyakit

a. Penyediaan air sehat bagi setiap penduduk

b. Ketentuan tentang perlindungan air minum dari pencemaran c. Ketentuan tentang fasilitas pembuangan kotoran ( Jamban) d. Melindungi interior rumah terhadap sewage contamination

e. Menghindarkan insanitary condition sekitar rumah f. Ketentuan tentang “Space” dikamar tidur

g. Menghindarkan adanya sarangan tikus dan kutu busuk dalam rumah (4) Terhindar dari kecelakaan

a. Membuat kontruksi rumah yang kokoh untuk menghindarkan ambruk. b. Menghindarkan bahaya kebakaran

c. Mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan jatuh dan kecelakaan lainnya d. Perlindungan terhadap Electrical shock

e. Perlindungan terhadap bahaya keracunan oleh gas f. Menghindarkan bahaya-bahaya lalulintas kendaraan


(50)

 

1. Memenuhi kebutuhan fisiologis antara lain pencahayaan, penghawaan dan ruang gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu.

2. Memenuhi kebutuhan psikologis antara lain privacy yang cukup, komunikasi yang sehat antar anggota dan penghuni rumah.

3. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni rumah dengan penyediaan air bersih, penglolaan tinja dan limbah rumah tangga, bebas dari tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindunginya makanan dan minuman dari pencemaran, disamping pencahayaan dan penghawaan yang cukup.

4. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul karena keadaan luar maupun dalam rumah antara lain persyaratan jalan, komponen yang tidak roboh, tidak mudah terbakar, dan tidak cenderung membuat penghuninya jatuh tergelincir.

2.4. Karakteristik Masyarakat

Karakteristik individu adalah keseluruhan dari ciri-ciri yang terdapat pada masyarakat baik cirri individu seperti umur, dan jenis kelamin maupun ciri sosial seperti pendidikan, pekerjaan, besar keluarga. Karakteristik masyarakat mempunyai kaitan dengan kepemilikan rumah sehat.

a. Pendidikan

Menurut Azwar (2007), mengemukakan bahwa pendidikan sebagai suatu proses atau kegiatan untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan individu


(51)

 

atau masyarakat. Ini berarti bahwa pendidikan adalah suatu pembentukan watak yaitu sikap disertai kemampuan dalam bentuk kecerdasan, pengetahuan, dan keterampilan. Seperti diketahui bahwa pendidikan formal yang ada di Indonesia adalah tingkat sekolah dasar, sekolah lanjutan tingkat pertama, sekolah lanjutan tingkat atas, dan tingkat akademik/perguruan tinggi. Tingkat pendidikan sangat menentukan daya nalar seseorang yang lebih baik, sehingga memungkinkan menyerap informasi-informasi juga dapat berpikir secara rasional dalam menanggapi informasi-informasi atau setiap masalah yang dihadapi.

Pendidikan adalah segala usaha untuk membina kepribadian dan mengembangkan kemampuan manusia Indonesia jasmani dan rohani yang berlangsung seumur hidup, baik di dalam maupun di luat sekolah dalam rangka pembangunan persatuan Indonesia dan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila (Hasibuan, 2005).

Menurut Koentjoroningrat (1997), mengatakan pendidikan adalah kemahiran menyerap pengetahuan atau meningkatkan sesuai dengan pendidikan seseorang dan kemampuan ini berhubungan erat dengan sikap sesorang terhadap pengetahuan sesoerang yang diserapnya, semakin tinggi tingkat pendidikan semakin mudah untuk dapat menyerap pengetahuan.

b. Pekerjaan

Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan atau pencaharian yang dijadikan pokok penghidupan seseorang yang dilakukan untuk mendapatkan hasil (Depdikbud,1998). Pekerjaan lebih banyak dilihat dari kemungkinan keterpaparan


(52)

 

khusus dan derajat keterpaparan tersebut serta besarnya risiko menurut sifat pekerjaan juga akan berpengaruh pada lingkungan kerja dan sifat sosial ekonomi karyawan pada pekerjaan tertentu (Notoatmodjo, 2003).

c. Pendapatan

Pendapatan adalah tingkat penghasilan penduduk, semakin tinggi penghasilan semakin tinggi pula persentase pengeluaran yang dibelanjakan untuk barang, makanan, juga semakin tinggi penghasilan keluarga semakin baik pula status gizi masyarakat (BPS, 2006).

Tingkat pendapatan yang baik memungkinkan anggota keluarga untuk memperoleh yang lebih baik, misalnya di bidang pendidikan, kesehatan, pengembangan karir dan sebagainya. Demikian pula sebaliknya jika pendapatan lemah akan maka hambatan dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut.

Keadaan ekonomi atau penghasilan memegang peranan penting dalam meningkatkan status kesehatan keluarga. Jenis pekerjaan orangtua erat kaitannya dengan tingkat penghasilan dan lingkungan kerja, dimana bila penghasilan tinggi maka pemanfaatan pelayanan kesehatan dan pencegahan penyakit juga meningkat, dibandingkan dengan penghasilan rendah akan berdampak pada kurangnya pemanfaatan pelayanan kesehatan dalam hal pemeliharaan kesehatan karena daya beli obat maupun biaya transportasi dalam mengunjungi pusat pelayanan kesehatan (Notoatmodjo,2004).


(53)

 

2.5. Perilaku Kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku dipandang dari segi biologis adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari pada manusia itu sendiri. Menurut Sarwono (2004), perilaku manusia merupakan hasil dari pada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon atau reaksi individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan) maupun aktif (disertai tindakan).

Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respon organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek. Respon ini berbentuk dua macam yaitu : (Notoatmodjo, 2003)

(1) Bentuk pasif

Adalah respon internal, yaitu yang terjadi dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan. Misalnya seorang ibu tahu bahwa imunisasi itu dapat mencegah suatu penyakit tertentu. Contoh lain seseorang yang menganjurkan orang lain untuk mengikuti keluarga berencana (KB) meskipun ia tidak ikut KB. Dari kedua contoh tersebut terlihat bahwa si ibu telah mempunyai sikap yang pasif untuk mendukung KB, meskipun dia sendiri belum melakukan secara


(54)

 

konkrit terhadap kedua hal tersebut, oleh karena itu perilaku mereka ini masih terselubung (Cover Behavior).

(2) Bentuk aktif

Yaitu apabila perilaku tersebut jelas dapat di observasi secara langsung, misalnya pada contoh kedua tersebut diatas si ibu suadah membawa anaknya ke puskesmas atau fasilitas kesehatan lain untuk imunisasi dan orang pada kasus kedua sudah menjadi aksptor KB. Oleh karena itu perilaku mereka ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata ( Overt Behavior).

Berikut ini adalah beberapa domain perilaku yaitu: 1. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, yakni dengan indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003). Ada enam tingkatan pengetahuan yaitu :

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tinkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari dengan menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.


(55)

 

b. Memahami (Comprehansion)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan dan meramalkan terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis yaitu menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu tiori atau rumusan-rumusan yang telah ada.


(56)

 

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi yaitu berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu cerita yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya dapat menanggapi terjadinya diare di suatu tempat dan sebagainya (Notoatmojdo, 2003).

2. Sikap (Attitude)

Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikaap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari adalah merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Allport (1954), menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yaitu : (1) kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek, (2) kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek, dan (3) kecendrungan untuk bertindak (trend to behave).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo, 2004).

3. Tindakan atau Praktek (Practice).

Notoatmodjo (2004), mengatakan bahwa Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tidakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi


(57)

 

suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain.

2.6. Landasan Teori

Menurut H.L Blum (1974) dalam Sarwono (2004), menjelaskan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan masyarakat. Faktor lingkungan yaitu karakter fisik alamiah dari lingkungan dan faktor individu berupa perilaku, yaitu perilaku perorangan dan kebiasaan yang mengabaikan hygiene perorangan.

Faktor keturunan atau faktor genetik adalah sifat alami didalam diri seseorang yang dianggap mempunyai pengaruh primer dan juga sebagai penyebab penyakit, dan faktor pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kesehatan masyarakat dilaksanakan oleh unit pelayanan kesehatan dan pembinaan kesehatan lingkungan.

Menurut Depkes RI (1999), rumah yang sehat adalah rumah yang memenuhi (1) kebutuhan fisiologis seperti pencahayaan, sirkulasi udara, dan tidak bising, (2) memenuhi kebutuhan psikologis yaitu terjaga privacy, (3) memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antara penghuni rumah dengan penyediaan air bersih, pembuangan tinja dan limbah rumah tangga, dan bebas dari vektor penyakit, dan (4) memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik ditimbulkan karena keadaan luar maupun dalam rumah seperti kontruksi yang tidak mudah roboh, tidak mudah terbakar, dan tidak mudah tergelincir.


(58)

 

Salah satu faktor yang bersumber dari individu yang memengaruhi sanitasi perumahan yaitu karakteristik individu meliputti umur, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, serta persepsi masyarakat. Menurut Rachmat (1998), persepsi adalah suatu proses tentang petunjuk-petunjuk inderawi (sensory) dan pengalaman masa lampau yang relevan diorganisasikan untuk memberikan kepada kita gambaran yang terstruktur dan bermakna pada suatu situasi tertentu.

Menurut Natoadmodjo (2004), perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan yang dimaksud adalah penerapan rumah sehat yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Perilaku pemeliharaaan kesehatan (health maintenance), yaitu perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara/menerapkan atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bila sakit.

b. Perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior), yaitu upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita sakit atau kecelakaan. Perilaku ini mulai dari mengobati sendiri sampai mencari pengobatan ke pelayanan kesehatan tradisional maupun modern.

c. Perilaku kesehatan lingkungan, yaitu bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik fisik, sosial budaya, sehingga lingkungan tidak memengaruhi kesehatan individu, keluarga dan masyarakat.


(59)

 

2.7. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Bebas Variabel Terikat

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan Gambar 2.1 di atas, diketahui bahwa variabel bebas dalam penelitian ini adalah variabel karaktersitik masyarakat yang terdiri dari umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, besar keluarga jarak rumah dengan pantai, pengetahuan, dan sikap. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah variabel penerapan rumah sehat yang dilihat dari dari indikator rumah sehat, komponen rumah, sarana sanitasi dan tindakan penghuni rumah. 

Karakteristik Masyarakat (1) Umur

(2) Pendidikan (3) Pekerjaan (4) Pendapatan (5) Besar Keluarga (6) Jarak Rumah (7) Pengetahuan (8) Sikap

Penerapan Rumah Sehat


(60)

 

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survai dengan disain cross sectional study

untuk menganalisis pengaruh karakteristik masyarakat terhadap penerapan rumah sehat pada wilayah pesisir di Desa Pusong Lama Kota Lhokseumawe.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di desa Pusong Lama Kota Lhokseumawe dengan pertimbangan merupakan salah satu daerah pesisir yang mempunyai sanitasi buruk yang dilihat dari perumahaan, pembuangan sampah, pembuangan air limbah dan penggunaan jamban keluarga. Penelitian ini membutuhkan waktu selama 6 (enam) bulan terhitung Februari sampai Agustus 2010.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga yang terdapat di Desa Pusong Lama Kota Lhokseumawe yang berjumlah sebanyak 1.105 KK.

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari kepala keluarga terdapat di Desa Pusong Lama Kota Lhokseumawe. Besar sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan rumus (Sudigdo,1995):


(61)

  2 2 . 2 / 1 d pxq Z

n = −α

Keterangan:

n = Jumlah sampel yang dibutuhkan

Z = Nilai baku distribusi normal pada tingkat kepercayaan 95% (1,96)

p = Proporsi tingkat sanitasi perumahan yang buruk (data sekunder) tahun 2009 (47,2%)

q = 1 - p (1-0,47=0,53)

d = Derajat akurasi (presisi) yang diinginkan (0,1) maka hasil perhitungannya adalah:

6 , 95 1 , 0 53 , 0 47 , 0 96 , 1 2 2 =

= x x

n

n = 96 Kepala Keluarga → 110 Kepala Keluarga (pembulatan)

Sampel dalam penelitian ini sebanyak 110 Kepala Keluarga di Desa Pusong Lama Kota Lhokseumawe yang diambil dengan menggunakan tehnik multi stage random sampling dengan memilih sampel rumah berdasarkan lorong yang ada di Desa Pusong, sampai memenuhi jumlah sampel yang diinginkan.

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Jenis Data

1. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden tentang karakteristik masyarakat meliputi umur, pendidikan, pendapatan, besar keluarga, jarak rumah dengan pantai, pengetahuan dan sikap. Variabel penerapan rumah sehat didasarkan melalui pengamatan menggunakan lembar observasi.


(62)

 

2. Data sekunder diambil berdasarkan catatan atau dokumen di Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe berupa data demografi dan geografis serta data-data jumlah sarana dan tenaga kesehatan.

3.4.2 Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dan reliabilitas dilakukan pada 20 kepala keluarga di lokasi penelitian dengan karakteristik yang hampir sama dengan karakteristik responden di tempat penelitian, dan responden yang telah ikut dalam uji validitas dan reliabilitas, tidak termasuk lagi menjadi sampel. Uji validitas dan reliabilitas dilakukan untuk pertanyaan pengetahuan dan sikap.

A. Uji Validitas

Uji validitas bertujuan untuk mengetahui sejauhmana suatu ukuran atau nilai yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara mengukur korelasi antara variabel atau item dengan skor total variabel pada analisis

reability dengan melihat nilai correlation corrected item, dengan ketentuan jika nilai rhitung > rtabel, maka dinyatakan valid dan sebaliknya.

B. Uji Reliabilitas

Reliabilitas data merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat menunjukkan ketepatan dan dapat dipercaya dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran. Pertanyaan dikatakan reliabel, jika jawaban responden terhadap pertanyaan (kuesioner) adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Reliabilitas


(63)

 

menunjukkan pada suatu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik dengan ketentuan, jika nilai r Alpha > rtabel, maka dinyatakan reliabel (Arikunto, 2005).

Nilai ttabel dan rtabel dalam penelitian ini menggunakan taraf signifikan 95%, maka untuk sampel 20 orang yang diuji nilai rhitung nya adalah sebesar 0,530, dan nilai rtabel sebesar 0,60. Hasil uji validitas dan reliabilitas seperti Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

No Variabel Nilai thitung Keputusan

Pengetahuan

1 Pertanyaan 1 0,732 Valid 

2 Pertanyaan 2  0,881  Valid 

3 Pertanyaan 3  0,713  Valid 

4 Pertanyaan 4  0,807  Valid 

5 Pertanyaan 5  0,629  Valid 

6 Pertanyaan 6  0,925  Valid 

7 Pertanyaan 7  0,807  Valid 

8 Pertanyaan 8  0,925  Valid 

9 Pertanyaan 9  0,933  Valid 

10 Pertanyaan 10  0,828  Valid 

11 Pertanyaan 11  0,829  Valid 

12 Pertanyaan 12  0,567  Valid 

13 Pertanyaan 13  0,933  Valid 

14 Pertanyaan 14  0,829  Valid 

15 Pertanyaan 15  0,858  Valid 

16 Pertanyaan 16  0,915  Valid 

17 Pertanyaan 17  0,967  Valid 

18 Pertanyaan 18  0,723  Valid 

19 Pertanyaan 19  0,967  Valid 

20 Pertanyaan 20  0,861  Valid 

21 Pertanyaan 21  0,967  Valid 

22 Pertanyaan 22  0,861  Valid 

23 Pertanyaan 23  0,967  Valid 

24 Pertanyaan 24  0,861  Valid

Nilai Alpha Crobach's rhitung = 0,985 Reliabel

     


(64)

 

Tabel 3.1. Lanjutan  

No Variabel Nilai thitung Keputusan

Sikap

1 Sikap 1 0,901 Valid 

2 Sikap 2  0,956  Valid 

3 Sikap 3  0,956  Valid 

4 Sikap 4  0,888  Valid 

5 Sikap 5  0,938  Valid 

6 Sikap 6  0,854  Valid 

7 Sikap 7  0,986  Valid 

8 Sikap 8  0,986  Valid 

9 Sikap 9  0,708  Valid 

10 Sikap 10  0,900  Valid 

11 Sikap 11  0,934  Valid 

12 Sikap 12  0,866  Valid 

13 Sikap 13  0,986  Valid 

14 Sikap 14  0,900  Valid 

15 Sikap 15  0,986  Valid 

16 Sikap 16  0,900  Valid 

17 Sikap 17  0,796  Valid 

18 Sikap 18  0,986  Valid 

19 Sikap 19  0,923  Valid 

20 Sikap 20  0,948  Valid 

21 Sikap 21  0,945  Valid 

22 Sikap 22  0,923  Valid 

23 Sikap 23  0,838  Valid 

24 Sikap 24  0,986  Valid

Nilai Alpha Crobach's rhitung = 0,993 Reliabel

Berdasarkan Tabel 3.1. di atas, diketahui secara keseluruhan variabel dinyatakan valid karena nilai thitung>ttabel dan dinyatakan reliabel karena nilai rhitung>rtabel.


(65)

 

3.5. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini terdiri dari karakteristik masyarakat dan variabel dependen adalah penerapan rumah sehat.

3.5.2. Definisi Operasional

a. Karakteristik Masyarakat adalah ciri-ciri biologis dan sosial yang terdapat pada masyarakat yang berkaitan dengan penerapan rumah sehat, yang terdiri dari: 1) Umur adalah lama hidup responden berdasarkan tahun

2) Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh responden dan memperoleh ijazah yang sah.

3) Pekerjaan adalah kegiatan rutin yang dilakukan oleh responden yang menghasilkan uang dari hasil kerjanya.

4) Pendapatan adalah jumlah uang yang diperoleh responden per bulan berdasarkan rupiah.

5) Besar keluarga adalah jumlah anggota yang terdapat di dalam rumah.

6) Jarak rumah dengan pantai adalah jarak rumah responden dengan pinggir laut yang didasarkan pada meter (m).

7) Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh responden tentang penerapan rumah yang sehat.

8) Sikap adalah respon atau tanggapan responden tentang penerapan rumah sehat dan upaya memenuhi kebutuhan rumah sehat


(1)

 

Classification Tablea

89 0

 

100,0

21 0

 

,0

80,9

85 4

 

95,5

13 8

 

38,1

84,5

87 2

 

97,8

18 3

 

14,3

81,8

83 6

 

93,3

9 12

 

57,1

86,4 Observed

 

Buruk Baik Penerapan Rumah

 

Sehat

 

Overall Percentage

 

Buruk Baik Penerapan Rumah

 

Sehat

 

Overall Percentage

 

Buruk Baik Penerapan Rumah

 

Sehat

 

Overall Percentage

 

Buruk Baik Penerapan Rumah

 

Sehat

 

Overall Percentage

 

Step 1

 

Step 2

 

Step 3

 

Step 4

 

Buruk Baik

 

Penerapan Rumah Sehat

 

Percentage Correct Predicted

 

The cut value is ,500

 

a.

 


(2)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Variables in the Equation

1,890 ,560 11,391 1 ,001

 

6,621

-4,375 ,982 19,864 1 ,000

 

,013

1,471 ,586 6,300 1 ,012

 

4,355

1,759 ,577 9,296 1 ,002

 

5,805

-6,017 1,257 22,919 1 ,000

 

,002

1,291 ,570 5,126 1 ,024

 

3,636

1,531 ,608 6,334 1 ,012

 

4,622

1,835 ,599 9,370 1 ,002

 

6,263

-8,132 1,720 22,345 1 ,000

 

,000

1,280 ,590 4,713 1 ,030

 

3,597

1,357 ,668 4,122 1 ,042

 

3,884

1,640 ,644 6,493 1 ,011

 

5,154

1,803 ,616 8,568 1 ,003

 

6,067

-10,480 2,243 21,838 1 ,000

 

,000

Pengetahuan

 

Constant

 

Step

 

1

 

a

 

Sikap

 

Pengetahuan

 

 

Constant

 

Step

 

2

 

b

 

Jarak_rumah

 

Sikap

 

Pengetahuan

 

 

Constant

 

Step

 

3c

 

 

Pendapatan

 

Jarak_rumah

 

Sikap

 

Pengetahuan

 

 

Constant

 

Step

 

4d

 

 

B

 

S.E. Wald df Sig.

 

Exp(B)

Variable(s) entered on step 1: Pengetahuan

 

a.

 

Variable(s) entered on step 2: Sikap. b.

 

Variable(s) entered on step 3: Jarak_rumah c.

 

Variable(s) entered on step 4: Pendapatan. d.

 


(3)

 

Foto-Foto Penelitian :


(4)

 

Foto-Foto Penelitian :


(5)

 

Foto-Foto Penelitian :


(6)

 

Foto-Foto Penelitian :