1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu elemen penting dalam kemajuan suatu bangsa. Bangsa yang ingin maju haruslah memajukan pendidikannya terlebih
dahulu. Karena melalui pendidikan seseorang dapat memperoleh ilmu, pengetahuan dan keterampilan guna meningkatkan kemampuan berfikir, berusaha,
dan penguasaan teknologi. Sehingga diharapkan ia dapat memenuhi segala kebutuhan dengan segala keterampilan yang dimilikinya.
Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Rendahnya kualitas pendidikan Indonesia ditunjukkan oleh data Balitbang 2003
bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program PYP.
Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program MYP
dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program DP.
1
Secara khusus, penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia, menurut Kasim diantaranya adalah: 1 rendahnya sarana fisik, 2 rendahnya
kualitas guru, 3 rendahnya kesejahteraan guru, dan 4 rendahnya prestasi belajar siswa.
2
1
Meilani Kasim, Masalah Pendidikan Di Indonesia http:meilanikasim.wordpress.com
20090308makalah-masalah-pendidikan-di-indonesia Diakses tanggal: 2 Mei
2
2010Meilani Kasim, Masalah Pendidikan Di Indonesia ... Diakses tanggal: 2 Mei 2010
2 Rendahnya prestasi siswa merupakan akumulasi dari rendahnya sarana
fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru, sehingga pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai contoh pencapaian prestasi fisika dan
matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science Study TIMSS 2003 2004,
siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam
hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat. Dalam skala internasional, menurut Laporan Bank
Dunia Greaney,1992, studi IEA Internasional Association for the Evaluation of Educational Achievement di Asia Timur menunjukan bahwa keterampilan
membaca siswa kelas IV SD berada pada peringkat terendah. Rata-rata skor tes membaca untuk siswa SD: 75,5 Hongkong, 74,0 Singapura, 65,1 Thailand,
52,6 Filipina, dan 51,7 Indonesia. Selain itu, hasil studi The Third International Mathematic and Science Study-Repeat-TIMSS-R, 1999 IEA, 1999
memperlihatkan bahwa, diantara 38 negara peserta, prestasi siswa SLTP kelas 2 Indonesia berada pada urutan ke-32 untuk IPA, ke-34 untuk Matematika
3
. Pendidikan merupakan suatu hal yang urgent dalam kehidupan manusia
dewasa ini. Terlebih pada masa kini pendidikan merupakan sebuah kebutuhan utama bagi manusia. Dunia pendidikan dituntut untuk lebih memberikan
kontribusi yang nyata dalam upaya meningkatkan kemajuan bangsa. Untuk mewujudkannya perlu adanya suatu kerja sama antara pihak sekolah, orang tua,
dan siswa itu sendiri. Pada kenyataannya masih banyak siswa yang belum memahami makna
pendidikan, dalam hal ini arti belajar dengan segala aspek, bentuk dan manifestasinya yang mutlak diperlakukan oleh siswa agar proses belajar dapat
3
2010Meilani Kasim, Masalah Pendidikan Di Indonesia ... Diakses tanggal: 2 Mei 2010
3 berjalan sebagaimana mestinya. Persepsi yang salah ini perlu diluruskan agar
siswa dapat memaknai hakekat belajar yang sesungguhnya. Dalam hal ini guru memiliki peran yang sentral untuk mengubah kekeliruan persepsi dalam proses
belajar tersebut. Tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar dinyatakan dengan hasil
belajarnya. Hasil belajar dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan belajar yang dinyatakan dalam bentuk skor, setelah melakukan proses belajar. Hasil belajar
yang dicapai siswa memberikan gambaran tentang posisi tingkat dirinya dibandingkan siswa lain. Untuk mengetahui seseorang telah mengalami proses
belajar dan telah mengalami perubahan-perubahan, baik perubahan dalam pengetahuan, ketrampilan ataupun sikap maka dapat dilihat dari hasil belajarnya.
Banyak hal yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas belajar siswa yang pada akhirnya akan mempengaruhi hasil belajarnya. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi siswa dalam belajar adalah faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri siswa
diantaranya, lingkungan sekolah, misalnya interaksi guru dan murid. Guru yang kurang berinteraksi secara dekat dengan murid menyebabkan proses belajar
mengajar kurang lancar karena siswa merasa malu untuk bertanya pada guru. Siswa tidak dapat mengeksplorasi lebih banyak materi yang sedang dibahas
sehingga akan berdampak pada tingkat pengetahuannya. Faktor eksternal lain yang mempengaruhi hasil belajar adalah status sosial
keluarga. Secara ideal orang tua memiliki tanggung jawab yang besar terhadap pendidikan seorang anak. Pada kenyataannya pendidikan di Indonesia cukup
mahal sehingga hanya orang tua yang berada pada posisi menengah ke atas yang dapat memberikan pendidikan yang layak kepada anaknya. Padahal di Indonesia
kebanyakan anak usia sekolah yang seharusnya berada di sekolah untuk belajar
4 tetapi berada di jalanan untuk mencari uang. Hal ini disebabkan orang tua mereka
tidak mampu membiayai pendidikan mereka. Faktor lain yang berasal dari luar diri siswa yang berpengaruh pada hasil
belajar ialah peralatan belajar sebagai sarana belajar. Kelengkapan peralatan belajar di dalam proses belajar akan memberikan kontribusi kepada siswa dalam
mencapai hasil belajar. Kurang lengkapnya peralatan belajar akan mempengaruhi proses belajar mengajar. Siswa yang dirumahnya memiliki peralatan belajar yang
lengkap akan belajar dengan semangat karena semua kebutuhan belajar sudah terpenuhi.
Sedangkan faktor-faktor yang berasal dari dalam diri siswa antara lain adalah motivasi, sikap, minat dan perhatian, dan kemandirian belajar siswa.
Motivasi merupakan salah satu aspek penting dan sangat menentukan berhasil tidaknya studi seseorang. Motivasi adalah suatu dorongan seseorang untuk
melakukan sesuatu, baik itu yang datang dari dalam diri maupun dari luar diri. Motivasi membuat seseorang melakukan sebaik mungkin semua pekerjaan yang
dilakukan, jika seorang siswa belajar dengan motivasi yang baik maka hasil belajarnya pun akan baik sebaliknya apabila motivasi kurang maka hasil belajar
pun kurang memuaskan. Motivasi ini dapat diberikan oleh orang tua sebagai pendidik di rumah, guru sebagai pendidik yang berada di sekolah, dan teman yang
ada di lingkungan sekitarnya dimana biasanya ia berinteraksi. Sikap belajar siswa juga menjadi salah satu faktor internal yang dianggap
dapat mempengaruhi hasil belajar. Hal ini berhubungan dengan keteladanan seorang guru, karena akan mempengaruhi bagaimana siswa itu akan bersikap.
Perhatian pada aspek afektif dalam jiwa pendidik sering kurang diperhatikan sehingga akan berdampak pada sikap siswa yang bersangkutan dalam kegiatan
belajar mengajar. Sikap belajar siswa yang kurang baik akan membuat psikologis siswa yang bersangkutan merasa tidak nyaman dalam kegiatan belajar mengajar
5 akibatnya konsentrasi siswa terhadap materi pembelajaran tidak akan optimal.
Maka guru pun harus dapat memahami bahwa perasaan dan sikap siswa akan berdampak dan berpengaruh kuat pada proses dan hasil belajar.
Minat dan perhatian juga menjadi salah satu faktor internal yang dianggap dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Minat dan perhatian dalam belajar
mempunyai hubungan erat sekali. Kalau seorang siswa mempunyai minat dalam mata pelajaran tertentu maka ia akan memperhatikannya. Namun sebaliknya bila
siswa memiliki minat yang rendah terhadap suatu mata pelajaran biasanya ia malas untuk mempelajarinya. Demikian juga dengan siswa yang tidak memiliki
perhatian yang serius pada mata pelajaran yang sedang diajarkan, maka siswa tersebut akan sulit menyerap materi pelajaran tersebut. Hal ini tentu
mempengaruhi hasil belajarnya. Kemandirian siswa dalam belajar salah satu faktor penting yang harus
diperhatikan untuk mencapai hasil belajar yang baik. Kemandirian merupakan salah satu segi dari sifat seseorang. Pembentukan kemandirian dibentuk secara
bertahap dari diri sendiri, orang tua dan guru. Pola pendidikan orang tua sangat berperan dalam pembinaan kemandirian pada anak. Orang tua hendaknya tidak
bersikap otoriter dalam mendidik anak. Anak diberikan kebebasan yang bertanggung jawab dalam bertindak agar kemandirian terbentuk dalam diri anak.
Guru di sekolah berperan dalam pembentukan kemandirian dengan menciptakan situasi demokratis. Demokratis maksudnya adalah suasana pelajaran yang
memberikan keleluasan bagi siswa dalam mengeluarkan pendapat, berpikir secara mandiri, dan guru tidak memaksakan secara mutlak.
Hendaklah anak belajar atas dasar keinginan sendiri bukan paksaan dari orang lain. Dalam hal ini orang tua, guru, bahkan lingkungan sekitar. Orang tua
yang bersikap otoriter terhadap pendidikan anak akan membuat anak tidak sungguh-sungguh dalam belajar. Seperti yang dikatakan Ruswan 2004 “apabila
6 seorang pelajar mengalami tekanan dalam hidupnya kecerdasan mereka sedikit
demi sedikit menjadi berkurang”
4
. Pendapat lain juga diungkapkan oleh Condro 2003 “Seorang anak yang dibesarkan dengan tekanan akan tumbuh menjadi
murung dan tertutup Introvert”
5
. Kemandirian siswa dalam belajar merupakan suatu hal yang sangat
penting dan perlu ditumbuhkembangkan pada siswa sebagai individu yang diposisikan sebagai peserta didik. Dengan ditumbuhkembangkannya kemandirian
pada siswa, membuat siswa dapat mengerjakan segala sesuatu sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Siswa yang memiliki kemandirian belajar yang
tinggi akan berusaha menyelesaikan latihan atau tugas yang diberikan oleh guru dengan kemampuan yang dimilikinya, sebaliknya siswa yang memiliki
kemandirian belajar yang rendah akan tergantung pada orang lain. “Mendorong anak untuk belajar harus dimulai sejak dini. Bukan dengan
cara menyuruh tetapi lebih efektif dan produktif dengan contoh atau respon positif yang tepat guna atas perilaku anak. Hal ini akan membentuk internalisasi
budaya belajar”
6
. Namun terbentuknya internasilasi budaya belajar tersebut diperlukan kemampuan responsif setiap rangsangan belajar pada diri anak.
Apabila perilaku belajar mandiri yang pernah dilakukan oleh lingkungan termasuk orang tua dan guru tidak dapat dikembangkan oleh anak, maka anak
tidak dapat mengembangkan dorongan belajar secara mandiri dan pada akhirnya tidak akan menghasilkan output belajar seperti yang diharapkan. Sebab, semua
aktivitas anak dilakukan karena disuruh atau diperintah orang lain. Anak hanya akan belajar jika disuruh dan diawasi.
4
Ahmad Muchlis Amrin, Cara Belajar Cerdas Dan Efektif, Bukan Keras Dan Melelahkan, Jogjakarta: Garailmu, 2009. h. 88.
5
Ahmad Muchlis Amrin, Cara Belajar…, h.88
6
George Prasetya Tembang, Smart Parenting, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2006. h.93
7 “Semua orang tua mengharapkan anaknya bisa belajar secara mandiri,
artinya tidak usah disuruh anak akan belajar sendiri secara bertanggung jawab”
7
. Pada kenyataannya, seperti fenomena yang terjadi pada siswa MTsN Parung-
Bogor kecenderungan memiliki tingkat kemandirian belajar yang rendah. Hal ini diketahui berdasarkan survei awal terhadap beberapa kelas yang menunjukkan
bahwa tingkat kemandirian siswa dalam belajar pada saat ini masih tergolong rendah. Hal ini terlihat pada masih tingginya fenomena mencontek tugas dan
ulangan, belajar sistem kebut semalam, rendahnya minat baca, rendahnya usaha menambah wawasan dari berbagai sumber, rendahya penggunaan sumber
perpustakaan dan masih tingginya ketergantungan belajar pada kehadiran guru di kelas serta ketidaksiapan menghadapi ulangan.
Salah satu mata pelajaran yang penting dikembangkan adalah matematika. Dalam setiap jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar sampai perguruan
tinggi matematika dipelajari karena dianggap mata pelajaran penting yang diharapkan sekolah agar peserta didik memiliki kemampuan dan cara-cara berfikir
secara matematis. “Matematika dipandang sebagi ilmu pengetahuan dengan pola berpikir yang sistematis, kritis, logis, cermat, dan konsisten, serta menuntut daya
kreatif dan inovatif”
8
. Matematika memiliki peranan besar dalam kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi karena memiliki keunggulan dan kemampuannya dalam memecahkan berbagai masalah yang terdapat dalam bidang ilmu lain. “Tetapi
disisi lain fakta menunjukkan bahwa pembelajaran matematika senantiasa menjadi masalah pada setiap jenjang pendidikan”
9
. Sebagai contoh, pada pembelajaran matematika di kelas VIII MTsN Parung-Bogor, siswa kurang menunjukkan
7
George Prasetya Tembang, Smart Parenting…, h.92
8
Koko Martono dan R. Eryanto, Firmansyah Noor, Matematika Dan Kecakapan Hidup, Bandung: Ganesa Exsaet, 2007, h. vii
9
Koko Martono dan R. Eryanto, Noor, Matematika…, h. viii
8 adanya kesungguhan dan kegembiraan belajar sehingga penyerapan materi ajar
kurang efisien dan efektif. Pada era teknologi informasi ini guru bukan lagi merupakan satu-satunya
sumber informasi bagi siswa. Guru dan siswa juga diharapkan dapat mengelola informasi secara bersama-sama dengan tingkat kemandirian yang tinggi. Proses
belajar yang baik akan menanam informasi dalam benak siswa. Seorang pakar fisika Jerman, George Christoph Litschenberg 1742-1799 menganjurkan untuk
belajar dengan menemukannya sendiri atau dengan cara merekonstruksi suatu penemuan. Pentingnya kemandirian belajar dinyatakan oleh Litschenberg dalam
ungkapan “when you have been obliged to discover by yourself, leaves a path in your mind wich you can use again when need arises”
10
. Jika siswa belajar dengan menemukan sendiri, maka akan tertinggal suatu lorong di benak siswa yang dapat
dimasuki lagi bilama diperlukan. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian tentang hubungan antara
kemandirian belajar dengan hasil belajar Matematika siswa MTsN Parung-Bogor menjadi penting untuk dilaksanakan.
B. Identifikasi Masalah