Potensi Isolat Bakteri Asal Laut Sibolga Dan Tanjung Balai Dalam Mendegradasi Minyak Solar

(1)

POTENSI ISOLAT BAKTERI ASAL LAUT SIBOLGA DAN

TANJUNG BALAI DALAM MENDEGRADASI MINYAK SOLAR

SKRIPSI

WIDYA LESTARI 060805039

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

POTENSI ISOLAT BAKTERI ASAL LAUT SIBOLGA DAN TANJUNG BALAI DALAM MENDEGRADASI MINYAK SOLAR

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar sarjana

WIDYA LESTARI

060805039

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(3)

PERSETUJUAN

Judul : POTENSI ISOLAT BAKTERI ASAL LAUT SIBOLGA DAN TANJUNG BALAI DALAM MENDEGRADASI MINYAK SOLAR

Kategori : SKRIPSI

Nama : WIDYA LESTARI

Nomor Induk Mahasiswa : 060805039

Program Studi : SARJANA (S1) BIOLOGI

Departemen : BIOLOGI

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di

Medan, Maret 2011

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc Dra. Nunuk Priyani, M.Sc NIP. 196511011991031002 NIP. 196404281999032002

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,

Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc. NIP.196301231990032001


(4)

PERNYATAAN

POTENSI ISOLAT BAKTERI ASAL LAUT SIBOLGA DAN TANJUNG BALAI DALAM MENDEGRADASI MINYAK SOLAR

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Maret 2011

Widya Lestari


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang atas limpahan rahmat kekuatan dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Potensi Isolat Bakteri Asal Laut Sibolga Dan Tanjung Balai Dalam Mendegradasi Minyak Solar”

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dra. Nunuk Priyani, M.Sc selaku Dosen Pembimbing I dan Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc selaku Dosen Pembimbing II atas bimbingan, arahan dan bantuannya dalam pembuatan skripsi ini. Kepada Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc dan Riyanto Sinaga, S.Si, M.Si sebagai tim Penguji penulis mengucapkan banyak terima kasih atas arahan dan saran dalam penyempurnaan penulisan skripsi ini.

Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Ibu Yurnaliza, S.Si. M.Si sebagai Pembimbing Akademik dan terimakasih kepada Ibu Dr. Nursahara Pasaribu M.Sc sebagai Ketua Departemen Biologi FMIPA USU, Drs. Kiki Nurtjahja, M.Sc sebagai Sekretaris Departemen Biologi FMIPA USU, Dra. Nunuk Priyani, M.Sc sebagai Kepala Laboratorium Mikrobiologi, Seluruh Staf Pengajar Departemen Biologi FMIPA USU. Alm. Bapak Sukirmanto, Ibu Nurhasni Muluk, Ibu Roslina Ginting dan Bang Erwin selaku staf pegawai Departemen Biologi FMIPA USU.

Ungkapan terima kasih yang tak ternilai penulis ucapkan kepada Kedua Orang Tua, Ayahanda Sigit Suharyanto dan Ibunda Sri Rita Hayati atas doa dan dorongan kepada penulis, kepada adikku tersayang Febrina Utami dan Yulia Pratiwi atas dorongan dan semangat, sehingga penulis dapat menyelesaikan skipsi ini.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman seperjuangan biologi yaitu Nikmah Rhida Batubara, Rahmiati, Lenni Maria Simamora, Nikmah Elfarida, Nur indah sari S.Si, Helen Anjelina Simanjuntak S.Si, Lya, Utari, Reni, Vitha, Ika, Yayan, Jane, Desmina, Siti, Sari, Dwi, Christine, Maslena, Kasbi, Marzuki dan teman 2006 yang lain tidak dapat disebutkan namanya satu persatu. Terima kasih juga buat Kak Dini Ramadani, Bang Mahya, Bang Yopi yang telah banyak memberi bantuan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skipsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaan bagi kita semua.


(6)

POTENSI ISOLAT BAKTERI ASAL LAUT SIBOLGA DAN TANJUNG BALAI DALAM MENDEGRADASI MINYAK SOLAR

ABSTRAK

Potensi isolat bakteri asal Laut Sibolga dan Tanjung Balai dalam mendegradasi minyak solar, telah dipelajari di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi, FMIPA USU Medan dari bulan Mei sampai dengan Desember 2010. Tiga isolat yang digunakan yaitu TJB 01, TJB 05 dan SBG 05. Kemampuan isolat bakteri dalam mendegradasi minyak solar ditentukan berdasarkan pertumbuhan dan konsentrasi penurunan komponen penyusun minyak solar, toluena, undekana, ethibenzena dan nonana. Pengamatan pertumbuhan dilakukan dengan metode SPC, dengan waktu pengamatan pada hari ke 0, 4, 8, dan 12. Konsentrasi penurunan komponen penyusun minyak solar dianalisis dengan menggunakan GC, dilakukan pada hari ke 0, 4, 8 dan 12. Isolat SBG 05 merupakan isolat yang pertumbuhannya paling baik pada hari ke-4 (323x1012CFU/ml),hari ke-8 (701x1012CFU/ml), dan hari ke-12 (278x1012CFU/ml). Isolat SBG 05 merupakan isolat yang paling berpotensi dalam mendegradasi minyak solar, yang ditunjukkan dari kemampuannya menurunkan komponen minyak solar yang terdiri dari ethilbenzena 80,23 ppm (70,46%) pada hari ke-4 dan 76,4 ppm (67,10%) pada hari ke-12. Isolat TJB 01 mampu menurunkan nonana sebesar 85,66 ppm (65,54%) pada hari ke-4. Dari hasil yang diperoleh terlihat bahwa pertumbuhan isolat bakteri dengan kemampuannya dalam mendegradasi minyak solar berbanding lurus.


(7)

THE POTENCY OF BACTERIA ISOLATED FROM SIBOLGA AND TANJUNG BALAI SEASHORE IN DEGRADING DIESEL OIL

ABSTRACT

The potency of bacteria isolated from Sibolga and Tanjung Balai seashore in degrading diesel oil has been studied in the Microbiology Laboratory Departemen of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences University of Sumatera Utara from May to December 2010. Three isolates were used: TJB 01, TJB 05 and SBG 05 . The ability of bacterial isolates in degrading diesel oil was determined based on the growth and decrease the concentration of the composition of diesel oil such as toluene, undecane, ethylbenzene and nonane. The observation of bacterial growth was done by SPC methods on day 0, 4, 8 and 12. The reduced concentration was analyzed using GC, performed on days 0, 4, 8 and 12. Among 3 isolates of bacteria showed that SBG 05 showed the better growth at day 4 (323x10 12CFU/ml), at day 8 (701x1012CFU/ml) and at day 12 (278x1012CFU/ml). The growth of bacterial isolates is line with their ability to degrade diesel oil. Isolat SBG 05 representing most isolat have potency to in diesel oil degrade, posed at from its ability degrade diesel oil component which consist of ethylbenzene 80,23 ppm (70,46%) at day 4 and 76,4 ppm (67,10%) at day 12. Isolat TJB 01 can degrade nonane equal to 85,66 ppm ( 65,54%) at day 4. Then, result shows that the growth of bacterial isolates is line with their abitity to degrade diesel oil.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

PENGHARGAAN i

ABSTRAK ii

ABSTRACT iii

DAFTAR ISI iv

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 2

1.3 Tujuan 2

1.4 Hipotesis 3

1.5 Manfaat 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komposisi Minyak Bumi 4

2.2 Komposisi Minyak Solar 4

2.3 Tabel Fraksi Fraksi Minyak Bumi 5

2.4 Pencemaran Minyak Bumi Di Lautan 5

2.5 Faktor Pembatas Biodegradasi 6

2.6 Mikroorganisme 8

2.7 Degradasi Aerob 9

2.8 Degradasi Anaerob 11

2.9 Biosurfaktan 12

2.10 Dampak Pencemaran Minyak Bumi 13

BAB 3 BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat 14

3.2 Alat dan Bahan 14

3.3 Sampel Penelitian 14

3.4 Isolat Bakteri 15

3.5 Pembuatan Media Mineral 15

3.6 Pembuatan Suspensi Isolat 15

3.7 Pengukuran Pertumbuhan Sel 16

3.8 Uji Potensi Bakteri 17

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pertumbuhan Isolat 18

4.2 Kemampuan Isolat Mendegradasi Toluena 19 4.3 Kemampuan Isolat Mendegradasi Ethylbenzene 21

4.4 Kemampuan Isolat Mendegradasi Nonane 22

4.5 Kemampuan Isolat Mendgradasi Undecane 23


(9)

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 29

5.2 Saran 29

DAFTAR PUSTAKA 30


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.3 Fraksi-fraksi Minyak Bumi 5

Tabel 2.9 Mikroba Penghasil Biosurfaktan Dan Jenis Biosurfaktan 13 Tabel 4.1.1 Pertumbuhan Sel Isolat Bakteri Penghasil Biosurfaktan Dalam

Mendegradasi Minyak Solar

18

Tabel 4.2.1 Konsentrasi Toluena 20

Tabel 4.3.1 Konsentrasi Ethylbenzene 21

Tabel 4.4.1 Konsentrasi Nonane 23


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Degradasi alkana oleh Acinetobacter sp. 10

Gambar 2 Degradasi senyawa hidrokarbon dalam kondisi anaerob 11

Gambar 4.2.1 Histogram konsentrasi toluena yang tersisa hasil degradasi 20

Gambar 4.3.1 Histogram konsentrasi ethilbenzena yang tersisa hasil degradasi 22 Gambar 4.4.1 Histogram konsentrasi nonana yang tersisa hasil degradasi 23

Gambar 4.5.1 Histogram konsentrasi undekana yang tersisa hasil degradasi 24


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran A Pembuatan Suspensi Isolat Bakteri 108 sel/ml Untuk Pengujian 34

Lampiran B Alur Kerja Pengukuran Pertumbuhan Sel Metode Standart

Plate Count

35

Lampiran C Uji Kemampuan Isolat Bakteri Dalam Mendegradasi Minyak Solar

36

Lampiran D Alur Kerja Potensi Bakteri Dalam Mendegradasi Solar 37

Lampiran E Komposisi Media Mineral 38

Lampiran F Penentuan Kurva Standart Toluena 39

Lampiran G Penentuan Kurva Standart Ethylbenzen 40

Lampiran H Penentuan Kurva Standart Nonane 41

Lampiran I Penentuan Kurva Standart Undecane 42

Lampiran J Kurva Analisis Minyak Solar Dengan Kromatografi Gas 43


(13)

POTENSI ISOLAT BAKTERI ASAL LAUT SIBOLGA DAN TANJUNG BALAI DALAM MENDEGRADASI MINYAK SOLAR

ABSTRAK

Potensi isolat bakteri asal Laut Sibolga dan Tanjung Balai dalam mendegradasi minyak solar, telah dipelajari di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi, FMIPA USU Medan dari bulan Mei sampai dengan Desember 2010. Tiga isolat yang digunakan yaitu TJB 01, TJB 05 dan SBG 05. Kemampuan isolat bakteri dalam mendegradasi minyak solar ditentukan berdasarkan pertumbuhan dan konsentrasi penurunan komponen penyusun minyak solar, toluena, undekana, ethibenzena dan nonana. Pengamatan pertumbuhan dilakukan dengan metode SPC, dengan waktu pengamatan pada hari ke 0, 4, 8, dan 12. Konsentrasi penurunan komponen penyusun minyak solar dianalisis dengan menggunakan GC, dilakukan pada hari ke 0, 4, 8 dan 12. Isolat SBG 05 merupakan isolat yang pertumbuhannya paling baik pada hari ke-4 (323x1012CFU/ml),hari ke-8 (701x1012CFU/ml), dan hari ke-12 (278x1012CFU/ml). Isolat SBG 05 merupakan isolat yang paling berpotensi dalam mendegradasi minyak solar, yang ditunjukkan dari kemampuannya menurunkan komponen minyak solar yang terdiri dari ethilbenzena 80,23 ppm (70,46%) pada hari ke-4 dan 76,4 ppm (67,10%) pada hari ke-12. Isolat TJB 01 mampu menurunkan nonana sebesar 85,66 ppm (65,54%) pada hari ke-4. Dari hasil yang diperoleh terlihat bahwa pertumbuhan isolat bakteri dengan kemampuannya dalam mendegradasi minyak solar berbanding lurus.


(14)

THE POTENCY OF BACTERIA ISOLATED FROM SIBOLGA AND TANJUNG BALAI SEASHORE IN DEGRADING DIESEL OIL

ABSTRACT

The potency of bacteria isolated from Sibolga and Tanjung Balai seashore in degrading diesel oil has been studied in the Microbiology Laboratory Departemen of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences University of Sumatera Utara from May to December 2010. Three isolates were used: TJB 01, TJB 05 and SBG 05 . The ability of bacterial isolates in degrading diesel oil was determined based on the growth and decrease the concentration of the composition of diesel oil such as toluene, undecane, ethylbenzene and nonane. The observation of bacterial growth was done by SPC methods on day 0, 4, 8 and 12. The reduced concentration was analyzed using GC, performed on days 0, 4, 8 and 12. Among 3 isolates of bacteria showed that SBG 05 showed the better growth at day 4 (323x10 12CFU/ml), at day 8 (701x1012CFU/ml) and at day 12 (278x1012CFU/ml). The growth of bacterial isolates is line with their ability to degrade diesel oil. Isolat SBG 05 representing most isolat have potency to in diesel oil degrade, posed at from its ability degrade diesel oil component which consist of ethylbenzene 80,23 ppm (70,46%) at day 4 and 76,4 ppm (67,10%) at day 12. Isolat TJB 01 can degrade nonane equal to 85,66 ppm ( 65,54%) at day 4. Then, result shows that the growth of bacterial isolates is line with their abitity to degrade diesel oil.


(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pengilangan minyak bumi merupakan pemisahan senyawa organik seperti yang ada di alam dan pengolahan beberapa diantaranya menjadi senyawa organik lain melalui pemisahan minyak kasar dengan penyulingan bertingkat menjadi kelompok-kelompok dengan interval titik didih yang berbeda (Keenan et al., 1993). Minyak solar merupakan salah satu fraksi dari minyak bumi yang diperoleh dengan cara destilasi yang dipisahkan berdasarkan titik didih dengan atom karbon per molekulnya C15-C18 dan titik didihnya 300-400°C (Pertamina, 2009). Umumnya minyak solar

digunakan sebagai bahan bakar mesin bagi mesin diesel kendaraan bermotor, pada industri dapur kecil, dan juga pada bahan bakar mesin diesel kapal.

Sekitar 5 juta ton dari minyak mentah dan dari hasil penyulingan masuk ke lingkungan ekosistem dalam bentuk tumpahan minyak (Hinchee et al., 1995). Bila hal ini tidak segera ditanggulangi dalam waktu singkat laju pencemaran laut semakin tidak terkendali (Fahruddin, 2004). Pembersihan tumpahan minyak bumi di laut dapat dilakukan secara fisik, kimia dan biologi (Paustian, 1998). Metode fisika memiliki beberapa kelemahan seperti banyaknya tenaga manusia yang dibutuhkan untuk membuang minyak secara manual (Hozumi et al., 2000).

Hal serupa juga terjadi pada metode kimia. Zat -zat kimia yang digunakan untuk menanggulangi tumpahan minyak seringkali jauh lebih beracun daripada minyak itu sendiri. Penguraian minyak bumi di laut secara biologi lebih aman karena tidak menghasilkan senyawa toksik ke lingkungan (Kittel et al., 1994) yang dapat dilakukan oleh sejumlah besar mikroorganisme. Bakteri merupakan organisme yang mampu menghasilkan biosurfaktan yang dapat membantu dalam proses degradasi minyak bumi dilaut. Biosurfaktan merupakan senyawa amfifilik yang dihasilkan oleh


(16)

mikroorganisme yang merupakan senyawa kompleks dengan struktur yang bermacam macam. Biosurfaktan dapat dihasilkan oleh mikroorganisme prokariot maupun eukariot. Bakteri penghasil biosurfaktan antara lain Pseudomonas aeroginosa, P.

flouroscens. Bacillus sereus, B. thuringiensis, B. sphaericus. Biosurfaktan ini

dihasilkan pada permukaan sel mikroba atau dieksresikan ke lingkungan yang dapat membantu melepaskan senyawa hidrokarbon dalam senyawa organik dan meningkatkan konsentrasi senyawa hidrokarbon dalam air melalui pelarutan ataupun emulsifikasi. Biosurfaktan mengandung gugus hidrofobik dan hidrofilik yang berfungsi menurunkan tegangan permukaan molekul (Banat, 1995). Produksi biosurfaktan oleh bakteri sering dikaitkan dengan kemampuan bakteri dalam menggunakan senyawa hidrokarbon sebagai substratnya. Mikroorganisme dengan produksi biosurfaktan yang besar pada umumnya mempunyai kemampuan yang besar juga dalam menguraikan senyawa hidrokarbon, mikroorganisme yang demikian sangat berpotensi dalam mengurangi pencemaran minyak yang terdapat di laut (Fiecher, 1992).

1.2 Permasalahan

Pencemaran di laut terus meningkat, maka perlu upaya penanggulangannya yang lebih ramah lingkungan. Hal ini dapat dilakukan secara biologi yaitu melalui proses biodegradasi. Bakteri yang telah diisolasi dari laut terbukti menghasilkan biosurfaktan dan mampu menguraikan senyawa hidrokarbon nafthalen yaitu penelitian dari saudara Warsito (2009). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana potensi bakteri penghasil biosurfaktan dalam mendegradasi minyak solar.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui kemampuan isolat bakteri penghasil biosurfaktan dalam mendegradasi minyak solar.


(17)

1.4. Hipotesis

Isolat bakteri penghasil biosurfaktan memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam mendegradasi minyak solar.

1.5. Manfaat Penelitian

Sebagai bahan informasi mengenai potensi bakteri isolat lokal pendegradasi minyak solar, agar dapat dilakukan penelitian lanjutan yang menitikberatkan pada aplikasi secara langsung ke lingkungan yang tercemar oleh minyak.


(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komposisi Minyak Bumi

Minyak bumi mengandung 50-98% komponen hidrokarbon dan non hidrokarbon. Kandungannya bervariasi tergantung pada sumber minyak. Minyak bumi mengandung senyawa karbon 83,9-86,8%, hidrogen 11,4-14%, belerang 0,06-8,0%, nitrogen 0,11-1,7% dan oksigen 0,5% dan logam (Fe, Cu, Ni), 0,03%. Terdapat empat seri hidrokarbon minimal yang terkandung di dalam minyak bumi, yaitu seri n-paraffin (n-alkana) yang terdiri atas metana (CH4), aspal yang memiliki atom karbon

(C) lebih dari 25 pada rantainya, seri iso-paraffin (isoalkana) yang terdapat hanya sedikit dalam minyak bumi, seri neptena (sikloalkana) yang merupakan komponen kedua terbanyak setelah n-alkana, dan seri aromatik. Komposisi senyawa hidrokarbon pada minyak bumi berbeda bergantung pada sumber penghasil minyak bumi tersebut (Pertamina, 2009).

2.2 Komposisi Kimia Minyak Solar

Minyak solar merupakan salah satu fraksi dari minyak bumi yang diperoleh dengan cara destilasi, berwarna kuning kecoklatan yang jernih, berupa cairan dalam suhu rendah, biasa disebut Gas Oil, Automotive Diesel Oil atau High Speed Diesel (Pertamina, 2009). Minyak solar mengandung 38% n-alkana, 38% alkana rantai cabang dan sikloalkana, 3% isoprenoid, 20% senyawa aromatik dan 1% senyawa polar (Gaylarde et al., 1999). Jumlah atom permolekulnya 15-18 dan selang titik didihnya 300-400oC. Kegunaan minyak solar pada umumnya adalah sebagai bahan bakar bagi mesin diesel dengan rotasi medium atau rendah (300-1000 rpm) dan juga digunakan untuk pembakaran secara langsung pada dapur kecil (Pertamina, 2009).


(19)

2.3 Fraksi-Fraksi Minyak Bumi

Minyak bumi dipisahkan menjadi fraksi-fraksi dengan cara destilasi yang dipisahkan berdasarkan titik didih. Fraksi dengan titik didih lebih rendah akan naik lebih cepat dan lebih tinggi. Sedangkan fraksi dengan titik didih lebih tinggi akan naik lebih lama dan lebih rendah (Hart, 1991). Fraksi-fraksi umum minyak bumi yang dipisahkan berdasarkan titik didih diterangkan pada Tabel 2.3 sebagai berikut:

Tabel 2.3 Fraksi-Fraksi Minyak Bumi

Selang titik didih°C Nama Selang atom

carbon Per molekul

Penggunaan

Di bawah 20 Gas, nafta C1-C4 Pemanasan, masak,

dan bahan baku kimia

20-200 Bensin C4-C12 Bahan bakar,

fraksi-fraksi ringan seperti eter, Pelarut di laboratorium

200-300 Minyak tanah C12-C15 Bahan bakar

300-400 Minyak bakar C15-C18 Pemanasan di

perumahan minyak diesel

Di atas 400 Di atas C18 Minyak,pelumas,

oli,lilin, parafin dan aspal

2.4. Pencemaran Minyak Bumi Di Lautan

Pencemaran minyak di laut bukan hanya akibat dari kecelakaan kapal, tetapi juga bersumber dari transportasi minyak di laut oleh kapal-kapal, pencucian dan juga kegiatan-kegiatan pemuatan dan pembongkaran di pelabuhan. Di laut terdapat mikroorganisme yang mampu mendegradasi tumpahan minyak (Fahruddin, 2004). Pencemaran minyak bumi yang terjadi pada ekosistem perairan selain dapat merusak lingkungan biota air di bawahnya, dapat juga mengganggu kesehatan manusia. Bahan


(20)

pencemar tersebut sangat sulit untuk diatasi, apabila sudah menempel pada partikel padat seperti tanah, pasir, sedimen dan tumbuh-tumbuhan. Beberapa cara telah dilakukan untuk menanggulangi pencemaran ini, diantaranya dengan fotooksidasi, penguapan, dan penggunaan surfaktan kimia (Van Dyke et al., 1991). Pemakaian beberapa surfaktan kimia juga dapat menyebabkan masalah bagi lingkungan, karena sifatnya yang resisten untuk dapat dipecah secara biologi dan sangat toksik saat terakumulasi dalam suatu ekosistem alam (Fiechter, 1992). Salah satu cara penanggulangan pencemaran minyak bumi yang aman adalah dengan menggunakan biosurfaktan yang dihasilkan oleh mikroba pendegradasi minyak bumi. Selain dapat membantu peningkatan degradasi minyak bumi juga tidak toksik terhadap lingkungan, sehingga keberadaan biosurfaktan dapat menjadi alternatif pengganti senyawa-senyawa surfaktan kimia pengaktif permukaan. Pada dasarnya laut secara alamiah mempunyai kemampuan untuk menetralisir zat pencemar yang masuk ke dalamnya, akan tetapi jika zat pencemar tersebut berlebihan sehingga melampaui batas kemampuan air laut untuk menetralisir zat tersebut dan melampaui batas ambang cemas, maka kondisi ini mengakibatkan pencemaran lingkungan laut (Van Dyke et

al., 1991).

2.5. Faktor Pembatas Biodegradasi

Pertumbuhan bakteri dipengaruhi oleh faktor sehingga proses biodegradasi juga dipengaruhi oleh faktor yang sama. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses biodegradasi antara lain suhu, pH, keadaan nutrisi, ketersediaan O2 (Plohl et al.,

2001). Kondisi lingkungan yang terutama adalah:

a) Suhu

Pada temperatur rendah maka viskositas minyak meningkat dan volatilitas senyawa toksik menurun sehingga akan menghambat proses bioremediasi (Atlas, 1995). Hidrokarbon rantai pendek alkana lebih mudah larut pada temperature rendah. Pada temperatur tinggi, aromatik lebih mudah larut (Foght and Westlake, 1987). Laju tinggi


(21)

biodegradasi minyak di laut dapat dicapai pada temperatur 15-20°C (Bossert and Bartha, 1984).

b) pH

Berbagai studi menghasilkan fakta bahwa biodegradasi minyak akan lebih cepat dengan peningkatan pH dan kecepatan optimum pada pH alkalin (Foght and Westlake, 1987). Perubahan salinitas dapat mempengaruhi biodegradasi melalui perubahan populasi mikroba dan laju metabolisme hidrokarbon akan menurun 3.3-28.4% dengan peningkatan salinitas.

c) Nutrisi

Bila terjadi tumpahan minyak ke laut, maka suplai karbon ke dalam air laut akan meningkat. Pada saat ini komposisi nutrient dalam air laut menjadi tidak seimbang (C meningkat sehingga C/N/P menjadi meningkat melebihi komposisi normal bagi kebutuhan mikroba). Untuk meningkatkan jumlah mikroba maka diperlukan penambahan nutrient N dan P pada tingkat proporsi C/N/P sebelum tertumpah minyak. Petroleum dapat didegradasi oleh sejumlah mikroba dengan penambahan jumlah nutrisi organik seperti nitrogen, karbon dan fosfor (Odu, 1978). Saat minyak tumpah ke laut, suplai karbon ke dalam air laut meningkat. Pada saat itu air laut terdapat ketimpangan komposisi nutrient (C meningkat tajam sehingga C/N/P menjadi membesar melebihi komposisi normal bagi kebutuhan mikroba).

d) Oksigen

Ketersediaan oksigen sangat penting dalam proses biodegrasi hidrokarbon jenuh dan aromatic (Cerniglia, 1992). Benzena, toluena, etilbenzena dan xylena dapat didegradasi tanpa O2 di air tanah yang terkontaminasi (Johnson et al., 2003).

Metabolisme hidrokarbon secara anaerobik dapat berhasil baik untuk hidrokarbon aromatic (BTEX). PAH dan alkana dapat didegradasi dalam kondisi anaerobik (Caldwell et al., 1998). Biodegradasi hidrokarbon minyak bumi membutuhkan oksigen sebagai akseptor elektron karena dasar proses biodegradasi adalah oksidasi (Cooney, 1984).


(22)

2.6 Mikroorganisme

Penggunaan mikroba baik dalam (Microbial Enhanced Oil Recovery) MEOR maupun bioremediasi minyak bumi, melibatkan pengetahuan yang mendasar tentang perubahan minyak bumi yang diperankan oleh mikroba. Mikroba yang telah dikenal memiliki kemampuan yang tinggi dalam mendegradasi minyak bumi adalah dari jenis bakteri. Bakteri pendegradasi minyak bumi diisolasi dari lingkungan yang terkontaminasi minyak bumi, misalnya tanah dan laut yang tercemar (Fedorak et al., 1983, Harayama et al., 1995).

Bakteri pendegradasi fraksi minyak yang lebih sulit didegradasi, akan tumbuh lebih lambat dan jumlahnya lebih sedikit karena kalah bersaing dengan bakteri pendegradasi substrat alkana yang merupakan fraksi dalam jumlah yang lebih besar, sehingga bakteri ini sulit terisolasi. Peran bakteri ini sebenarnya penting dalam melaksanakan degradasi fraksi minyak lain yang sulit didegradasi (Horowitz et al., 2005).

Dalam ekosistem terdapat mikroba yang mampu melakukan biodegradasi sehingga kondisi lingkungan akan lebih baik (Capelli et al., 2001). Hidrokarbon petroleum dapat didegradasikan oleh mikroba seperti bakteri, jamur, yeast, dan alga mikro (Bundy et al., 2004). Mikroorganisme tersebut diisolasi berdasarkan kemampuan mereka untuk memetabolisme berbagai sumber karbon, seperti komponen alifatik dan aromatik. Dari sejumlah besar penelitian dilaporkan bahwa alkana dengan berat molekul rendah lebih cepat didegradasi oleh kultur campuran lebih cepat melakukan degradasi daripada biakan murni (Ghazali et al., 2004).

Beberapa jenis bakteri yang merupakan pendegradasi hidrokarbon yang efektif di lingkungan alami telah diisolasi antara lain Psedomonas aeruginose, P. putida,

Bacillus subtilis, B. cereus, B. laterospor (Cybulkski et al., 2003). Ada beberapa

keuntungan yang didapat dari mikroorganisme pendegradasi minyak, antara lain populasi alami sudah beradaptasi dan berkembang dengan baik di lingkungannya dan kemampuan untuk menggunakan hidrokarbon telah disebarkan dalam populasi mikroba, populasi ini terbentuk secara alamiah dan di daerah tercemar yang jumlah mikroorganisme cukup tidak perlu lagi ditambahkan mikroorganisme untuk mendegradasi (Ghazali et al., 2004). Genus Pseudomonas telah dikenal luas sebagai


(23)

salah satu kelompok mikroba yang memiliki kemampuan yang tinggi dalam mendegradasi minyak bumi. Bakteri ini memiliki kemampuan mendegradasi fraksi alifatik, aromatik dan resin (Harayama et al., 1995). Pertumbuhan P. aeruginosa pada temperatur tinggi ini disebabkan bakteri ini memiliki kisaran toleransi temperatur yang luas, selain itu pertumbuhan P. aeruginosa yang baik pada minyak bumi dalam lingkungan bertemperatur tinggi menunjukkan bahwa bakteri ini telah sangat lama teradaptasi dalam lingkungan tersebut. Hal ini juga membuktikan bahwa P.

aeruginosa yang biasanya tumbuh pada temperatur sedang benar-benar terisolasi dari

minyak mentah.

2.7 Degradasi Aerob

Mikroorganisme yang menggunakan petroleum sebagai sumber karbon dan energi ada yang bersifat aerob dan ada yang bersifat anaerob. Mikroorganisme aerob cepat dan paling efisien dalam mendegradasi karena reaksi aerob memerlukan lebih sedikit energi bebas untuk inisiasi dan menghasilkan lebih banyak energi. Hidrokarbon akan didegradasi secara beruntun oleh sejumlah enzim, oksigen bertindak sebagai akseptor eksternal. Adapun tahap degradasi alkana melibatkan pembentukan alkohol, aldehid dan asam lemak. Asam lemak dipecah, CO2 dilepaskan dan membentuk asam lemak

baru yang merupakan 2 unit karbon yang lebih pendek dari molekul induk, proses ini dikenal sebagai beta oksidasi (Hamme et al., 2003).


(24)

Degradasi aerob alkana oleh Acinetobacter menggunakan alkana monooksigenase untuk merubah hidrkarbon menjadi alkohol (Gambar 1)

Gambar 1. Degradasi alkana oleh Acinetobacter sp. (Hamme et al., 2003).

Strain Pseudomonas mampu mendegradasikan hidrokarbon secara aerob antara lain:

Pseudomonas putida ATCC 17484, P. boreopolis, P. denitrificans, P. mira. P. resinovorans CA 10, Pseudomonas sp. Strain PP2 (Pieper et al., 2004). Dari hasil

penelitian dapat diketahui bahwa degradasi petroleum lebih cepat dalam kondisi aerob, penggunaan mikroorganisme ini membutuhkan biaya yang ekonomis.


(25)

2.8 Degradasi Anaerob

Ditemukan mikroorganisme yang mampu mendegradasikan hidrokarbon pada kondisi anaerob (Gambar 2) pada tahun 1980, yang mekanisme biokimianya berbeda dari metabolisme hidrokarbon aerob (Riser-Robert, 1992).

Gambar 2. Degradasi senyawa hidrokarbon dalam kondisi anaerob (Townsend et al., 2004).


(26)

Biodegradasi anaerob lebih mudah didapatkan, karena mikroorganisme ini bersifat insitu yang dapat digunakan untuk dekontaminasi tanah, sedimen dan air tanah yang terkontaminasi hidrokarbon petroleum. Proses pemecahan senyawa hidrokarbon secara aerob belum sepenuhnya diteliti. Diketahui bahwa benzena, toluene, etil benzena, dan xylen (BTEX) dapat didegradasi tanpa O2 di air tanah yang

terkontaminasi (Johnson et al., 2003). Senyawa ini bersifat karsinogenik dan mutagenik pada manusia sehingga dapat berbahaya bagi kesehatan. Senyawa hidrokarbon ini juga dapat menganggu fungsi organ organ tubuh manusia seperti otak, sistem saraf, hati dan jantung. Senyawa ini juga bersifat rekalsitran, artinya sulit untuk mengalami perombakan di alam, baik di darat maupun di air, sehingga dapat membahayakan biota laut (Fahruddin, 2004).

2.9. Biosurfaktan

Bakteri perombak senyawa hidrokarbon merupakan bakteri yang mampu

menghasilkan biosurfaktan dan menggunakan hidrokarbon petroleum sebagai

satu-satunya sumber karbon dan energi (Cerniglia, 1992). Biosurfaktan dapat dipergunakan

untuk mempercepat remediasi lingkungan yang tercemar oleh tumpahan minyak bumi,

yaitu dengan meningkatkan daya kelarutan minyak bumi. Selanjutnya minyak bumi

dedegradasi oleh sel-sel mikroorganisme, melalui pembentukan butiran-butiran

minyak bumi (misel) yang terdispersi dalam air (Duvnjak et al., 1983).

Selain untuk remediasi, biosurfaktan juga dapat dimanfaatkan dalam teknologi MEOR untuk meningkatkan perolehan minyak bumi. Beberapa surfaktan kimia sintetik yang sering digunakan seperti sulfonat atau lignosulfonat memiliki beberapa kelemahan seperti harganya mahal dan tidak mempunyai kemampuan degradasi (Fiechter, 1992) Peningkatan produksi biosurfaktan memerlukan nutrisi yang optimum. Menurut Cooper (1984), bahwa substrat hidrokarbon sangat diperlukan untuk meningkatkan produksi biosurfaktan ekstraseluler, dibandingkan dengan substrat yang lainnya seperti glukosa. Selain itu jumlah biosurfaktan yang dibentuk dipengaruhi pula oleh jenis sumber karbon, temperatur, pH dan aerasi. Menurut


(27)

Rahman et al.,(1989), sumber karbon dan nitrogen merupakan komponen yang utama salam suatu media kultur, karena sel-sel mikroba dan berbagai produk fermentasi sebagian besar terdiri dari unsur karbon dan nitrogen.

Tabel 2.9 Mikroba penghasil biosurfaktan dan jenis biosurfaktan yang dihasilkan.

No Spesies mikroba Jenis Biosurfaktan 1. Pseudomonas aeroginosa Glikolipid (rhamnosa lipid) 2. Pseudomonas sp. DSM 2874 Glikolipid (rhamnosa lipid) 3. Arthrobacter paraffineus Sukrosa dan fruktosa glikolipid 4. Pseudomonas flourescens Rhamnosa lipid

5. Pseudomonas sp. MUB Rhamnolipid

6. Acinetobacter sp. HO1-N Asam lemak, mono dan gliserida

7. Bacillus subtilis Lipoprotein

8. Nocardia erythropolis Lemak netral 2.10 Dampak Pencemaran Minyak Bumi

Pencemaran minyak bumi yang terjadi pada ekosistem perairan selain dapat merusak lingkungan biota air di bawahnya, dapat juga mengganggu kesehatan manusia. Bahan pencemar tersebut sangat sulit untuk diatasi, apabila sudah menempel pada partikel padat seperti tanah, pasir, sedimen dan tumbuh-tumbuhan. Beberapa cara telah dilakukan untuk menanggulangi pencemaran ini, diantaranya dengan fotooksidasi, penguapan, dan penggunaan surfaktan kimia (Van Dyke et al., 1991). Pemakaian beberapa surfaktan kimia dapat menyebabkan masalah bagi lingkungan, karena sifatnya yang resisten untuk dapat dipecah secara biologi dan sangat toksik saat terakumulasi dalam suatu ekosistem alam (Fiechter, 1992). Salah satu cara penanggulangan pencemaran minyak bumi yang aman dan ramah lingkungan adalah dengan menggunakan biosurfaktan yang dihasilkan oleh mikroba pendegradasi minyak bumi. Selain dapat membantu peningkatan degradasi minyak bumi juga tidak toksik terhadap lingkungan, sehingga keberadaan biosurfaktan dapat menjadi alternatif pengganti senyawa senyawa surfaktan kimia yang berfungsi pengaktif permukaan air (Van Dyke et al., 1991).


(28)

BAB 3

BAHAN DAN METODA

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian potensi bakteri penghasil biosurfaktan asal laut Sibolga dan Tanjung Balai dalam mendegradasi minyak solar dilakukan dari bulan Mei sampai Desember 2010 di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan-bahan utama yang diperlukan pada penelitian ini adalah minyak solar, media TSA (Tripton Soya Agar), NaCl¸ K2HPO4, NH4H2PO4, KNO3, (NH4)2SO4, N-hexan,

Zat standart toluene (n-C7), etilbenzena (n-C8), nonana (n-C9), undekana (n-C11),

aquades, air laut, alkohol 70%, desinfektan, kapas. Adapun alat yang digunakan adalah tabung reaksi, corong pisah, petri, jarum ose, bunsen, gelas beaker, erlenmeyer, kertas saring, hotplate, vorteks, magnetic stirer, autoclave, oven, shaker, inkubator, kulkas, Counter timbangan analitik.

3.3. Sampel Penelitian

Minyak solar untuk pengujian diperoleh dari Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Pertamina Jln. Dr Mansur, Medan, Sumatera Utara.


(29)

3.4. Isolat Bakteri

Isolat bakteri yang digunakan adalah isolat yang diperoleh dari penelitian sebelumnya yaitu isolat bakteri dari jenis Pseudomonas aeroginosa dan Acinetobacter dari Saudara Kabul Warsito S.si, yang berasal dari laut Sibolga dan laut Tanjung Balai. Isolat yang diujikan berjumlah 3 isolat bakteri yaitu: TJB 01 (Pseudomonas

aeroginosa), TJB 05 (Pseudomonas sp.) dan SBG 05 (Acinetobacter sp.) diremajakan

pada media (Tripton Soya Agar) TSA. Sebanyak 8g media TSA dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer 250 ml ditambahkan air laut sebanyak 200 ml diaduk hingga merata. Media dimasak di atas hoteplate hingga mendidih, dituang ke dalam tabung reaksi sebanyak 10 ml, ditutup dengan menggunakan kapas dan disterilkan menggunakan autoclave dengan suhu 121oC dengan tekanan 2 bar selama 15 menit.

3.5. Pembuatan Media Mineral

Ditimbang zat masing masing sebanyak 1 g NaCL, 1 g K2HPO4, 1 g NH4H2PO4, 3 g

KNO3, 1 g (NH4)2HPO4, 0,2 g MgSO4. Sebanyak 1000 ml air laut dimasukkan ke

dalam erlenmeyer 1000 ml, kemudian diaduk setelah rata kemudian pH media diukur dengan menggunakan pH meter, pH media disesuaikan dengan NaOH, dipanaskan di atas hoteplate hingga mendidih. Media yang telah dimasak kemudian disterilisasi dengan autoclave dengan suhu 121oC dengan tekanan 2 bar selama 15 menit.

3.6. Pembuatan Suspensi Isolat Bakteri 108 sel/ml Untuk Pengujian

Bakteri yang digunakan dalam pengujian dibuat dalam bentuk suspensi. Dengan menggunakan jarum ose diambil 1-2 ose biakan lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi steril yang telah berisi larutan NaCl fisiologis 0,85%. Campuran kemudian dihomogenkan dengan vortex, kekeruhan campuran dibandingkan dengan kekeruhan


(30)

3.7. Pengukuran Pertumbuhan Sel

Untuk mengetahui pertumbuhan dan kepadatan sel selama masa inkubasi bakteri ditumbuhkan pada media mineral yang mengandung 2% minyak solar pada media. 1 ml inokulum cair isolat bakteri yang setara dengan kekeruhan larutan Mc-Farland, diinokulasikan ke dalam media secara aseptis, diinkubasi pada waterbath shaker pada kondisi gelap dengan kecepatan 160 rpm pada suhu 30oC selama 12 hari. Pertumbuhan sel diamati setiap 4 hari sekali yaitu pada hari ke-0, ke-4, ke-8 dan hari ke-12 masa inkubasi. Pengukuran pertumbuhan sel dilakukan dengan metode Standart

Plate Count (Fardiaz, 1992). Sebanyak 1 ml media biakan diencerkan hingga

konsentrasi 10-12, kemudian diinokulasikan ke media Plate Count Agar dengan metode cawan tuang dan diinkubasi selam 24 jam. Jumlah koloni yang tumbuh dihitung dengan menggunakan Colony counter . Perhitungan estimasi jumlah sel dapat dihitung dengan rumus:

(Fardiaz, 1992).

3.8. Uji Potensi Bakteri Penghasil Biosurfaktan Dalam Mendegradasi Minyak Solar

3.8.1. Penentuan Kurva Standart Solar

Untuk membuat kurva zat standart penyusun solar, maka dibuat terlebih dahulu pengenceran untuk zat standar Toluena dengan konsentrasi 40, 80, 100, 120 ppm, untuk zat standart Nonana 20, 40 ,50, 60 ppm, untuk zat standart Etilbenzena 20, 40, 60, 80 ppm. Untuk zat standart Undecan 100, 200, 300, 400 ppm. Masing-masing larutan zat standart tersebut masing masing diinjeksikan sebanyak 1 ul ke dalam kromatografi gas Hawlet Pacard 6890. Hasil analisis zat standart penyusun solar diperoleh dalam satuan luas area. Setelah diperoleh luas area dari masing-masing zat


(31)

standart penyusun solar, maka dibuat kurva standart zat penyusun solar dengan memplot konsentrasi versus luas area. Dari kurva dibuat persamaan garis lurus metode

Least square (Glover and Mitchell, 2002) sehingga diperoleh persamaan :

Y= a + bX

Dimana: Y : Luas area

X : Konsentrasi zat standart penyusun solar (ppm) A : intersep

b : slope

3.8.2. Uji Potensi Bakteri Penghasil Biosurfaktan Dalam Mendegradasi Solar

1 ml inokulum cair isolat bakteri yang setara dengan kekeruhan larutan standart

Mc-Farland (=108 Sel/ml), dinokulasikan ke dalam media mineral yang mengandung 2%

minyak solar secara aseptis dan diinkubasi pada waterbath shaker dengan kondisi gelap, dengan kecepatan 160 rpm pada suhu 30oC selama 12 hari. Media mineral yang mengandung 2% minyak solar dibuat tanpa ada pemberian inokulum sebagai kontrol. Media yang telah diinkubasi selama 0, 4, 8 dan 12 hari diektraksi. Media dimasukkan ke dalam corong pisah dan ditambahkan 10 ml N-hexan, diekstraksi selama 15 menit, diulangi ekstraksi ini sampai 3 kali dan setelah itu didiamkan hingga beberapa saat hingga terbentuk 2 lapisan. Lapisan bawah adalah lapisan yang mengandung air, sedangkan lapisan atas adalah lapisan N-hexan. Lapisan yang bawah dibuang sedangkan lapisan atas diambil untuk dianalisa jumlah minyak solar sisa degradasi dengan kromatografi gas. Sebanyak 1 ul sampel N-hexan diinjeksikan ke dalam kromatografi gas Hawlet Packard 6890 sehingga diperoleh luas area dari masing- masing sampel. Nilai luas area dari masing- masing sampel disubstitusikan ke persamaan kurva standar zat penyusun solar sehingga diperoleh nilai konsentrasi minyak solar tersisa dari masing- masing sampel.


(32)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian Potensi Isolat Bakteri Pendegradasi Minyak Solar Asal Laut Sibolga dan Tanjung Balai dengan Kemampuan Menghasilkan Biosurfaktan menghasilkan pertumbuhan isolat bakteri dan penurunan konsentrasi komponen penyusun minyak solar yaitu, toluena, etilbenzena, nonana dan undekana.

4.1 Pertumbuhan Isolat

Dari hasil pengamatan terhadap pertumbuhan isolat bakteri TJB 01, TJB 05, SBG 05 dan isolat campuran dapat tumbuh dan mampu menggunakan minyak solar yang terdapat pada media, sebagai sumber karbon untuk proses metabolismenya. Perhitungan pertumbuhan selama 12 hari inkubasi menunjukkan pola pertumbuhan yang bervariasi diantara isolat, seperti terlihat pada Tabel 4.1.1 di bawah ini.

Tabel 4.1.1 Pertumbuhan Sel Isolat Bakteri Penghasil Biosurfaktan Dalam Mendegradasi Solar (CFU/ml).

Isolat

Jumlah Sel (CFU/ml)

Hari ke-0 Hari ke-4 Hari ke-8 Hari Ke-12 TJB 01 2 x 107 282 x 1012 785 x 1012 40 x 1012

TJB 05 2 x 107 878 x 1012 50 x 1012 123 x 1012

SBG 05 2 x 107 323 x 1012 701 x 1012 278 x 1012 Campuran 2 x 107 446 x 1012 1263 x 1012 43 x 1012


(33)

Pada hari ke-4 isolat TJB 05 memiliki pertumbuhan paling tinggi (878x1012CFU/ml) dan yang paling rendah isolat TJB 01 (282x1012CFU/ml). Pada hari ke-8 isolat campuran memiliki pertumbuhan lebih tinggi (1263x1012CFU/ml) dan yang paling rendah isolat TJB 05 (50x1012CFU/ml). Pada hari ke-12 isolat SBG 05 memiliki pertumbuhan lebih tinggi (278x1012CFU/ml) dan yang paling rendah isolat TJB 01(40x 1012 CFU/ml). Dari Tabel 4.1.1 dapat dilihat bahwa pertumbuhan masing isolat menunjukkan pola yang berbeda, hal ini mungkin terjadi karena masing-masing isolat memiliki fase pertumbuhan yang berbeda-beda. Tingginya populasi SBG 05 sampai hari ke-12 kemungkinan disebabkan kemampuan produksi biosurfaktannya yang tinggi serta sistem degradasi yang lebih kompleks sehingga isolat tersebut lebih mampu bertahan sampai akhir pengkulturan. Selain itu isolat bakteri SBG 05 merupakan isolat bakteri dari jenis Acinetobacter yang memiliki kemempuan yang tinggi menguraikan komponen minyak yaitu kelompok senyawa alkana. Menurut Pikoli et al., (2000) senyawa alkana adalah senyawa yang paling dominan dalam minyak solar yang mudah larut dalam air dan mudah terdifusi ke dalam membran sel mikroba. Oleh karena itu senyawa alkana mudah dimanfaatkan oleh bakteri sebagai sumber nutrien bagi pertumbuhannya. Perbedaan laju pertumbuhan disebabkan oleh beberapa faktor yang diantaranya adalah jenis dan tipe bakteri itu sendiri maupun dari kemampuan bakteri dalam menggunakan nutrisi yang ada dalam media untuk proses dalam pertumbuhan dan metabolismenya.

Menurut Jutono (1975), minyak bumi solar, bensin maupun kerosin yang ditambahkan ke dalam medium pertumbuhan bakteri sebagai satu-satunya sumber karbon dapat meningkatkan jumlah sel isolat Pseudomonas. Peningkatan jumlah sel dalam medium solar dan kerosin lebih tinggi dibandingkan dengan medium yang lainnya contohnya seperti bensin. Hidrokarbon penyusun solar dan kerosin lebih mudah digunakan sebagai substrat pertumbuhan isolat bakteri daripada bensin. Hal tersebut dikarenakan solar merupakan senyawa alkana yang mudah diuraikan oleh bakteri sehingga lebih mudah untuk dimanfaatkan oleh bakteri sebagai sumber nutrisi untuk pertumbuhan bakteri tersebut.


(34)

4.2 Kemampuan Isolat Dalam Mendegradasi Toluena

Dari pengujian kemapuan isolat bakteri dalam mendegradasi komponen penyusun minyak solar diperoleh penurunan konsentrasi yang bervariasi dari setiap isolat bakteri. Penurunan konsentrasi toluena dapat dilihat pada Tabel 4.2.1.

Tabel 4.2.1 Konsentrasi Toluena (ppm) yang tersisa hasil penguraian minyak solar

Perlakuan

Konsentrasi Toluena (ppm)

Hari ke-0 Hari ke-4 Hari ke-8 Hari Ke-12

Kontrol 173.1 147.58 146.7 113.43

TJB 01 173.1 70.17 128.87 86.29

TJB 05 173.1 92.27 144.91 127.32

SBG 05 173.1 151.47 133.15 90.18

Campuran 173.1 104.13 135.08 128.31

Dari 2% minyak solar yang digunakan untuk pengujian, diketahui bahwa kemampuan isolat bakteri dalam mendegradasi minyak solar bervariasi. Hal ini mungkin disebabkan oleh kemampuan isolat untuk menghasilkan biosurfaktan enzim dan juga enzim yang dihasilkan oleh isolat bakteri. Berikut ini adalah histogram dari konsentrasi komponen penyusun minyak solar yaitu toluena dianalisis dengan menggunakan chromatografi gas setelah perlakuan selama 12 hari dengan waktu pengamatan hari ke-0, hari ke-4, hari ke-8 dan hari ke- 12.

Konsentrasi Toluena yang tersisa hasil penguraian minyak solar selama 12 hari dapat dilihat pada Gambar 4.2.1 di bawah ini.


(35)

Gambar 4.2.1 Konsentrasi Toluena (ppm) yang tersisa hasil penguraian minyak solar pada hari ke-0, ke-4, ke-8 dan hari ke 12

Dari tabel 4.2.1 di atas terlihat bahwa isolat TJB 01 mampu menurunkan konsentrasi toluena sebesar 86,81 ppm, isolat SBG 05 sebesar 82,92 ppm, isolat TJB 05 sebesar 45,78 ppm dan yang paling rendah adalah isolat campuran sebesar 44,79 ppm. Hal ini menunjukkan kemampuan yang berbeda dari setiap isolat bakteri dalam menguraikan minyak solar. Terjadi fluktuasi konsentrasi toluena hasil dari degradasi minyak solar hal ini disebabkan adanya perbedaan kemampuan setiap jenis bakteri dalam menguraikan senyawa karbon. Toluena merupakan hidrokarbon dengan panjang rantai karbon 7 yang merupakan rantai yang pendek sehingga mudah untuk diuraikan sehingga pada hari ke-8 konsentrasi toluena meningkat terhadap masing-masing perlakuan untuk isolat bakteri TJB 01, TJB 05 dan Campuran. Tetapi untuk Isolat SBG 05 memiliki penurunan yang begitu baik karena pada hari ke-8 tidak ada peningkatan konsentrasi toluena, hal ini mungkin dikarenakan isolat SBG 05 merupakan bakteri dari jenis Acinetobacter yang memiliki kemampuan tinggi dalam menguraikan komponen minyak solar yaitu toluena. Spesies Acinetobacter adalah isolat bakteri yang paling berpotensi dalam mendegradasi senyawa karbon (Rusansky

et al., 1987; Kiyohara et al., 1992). Acinetobacter spp. tersebar luas di alam dan

mendegradasi serta menurunkan berbagai senyawa organik dan anorganik (Auling et

al., 1991; Wagner et al., 1994).

0 50 100 150 200

Kontrol TJB 01 TJB 05 SBG 05 Campuran

K o nse nt r as i T o lu e na (ppm ) Isolat Hari ke-0 Hari ke-4 Hari ke-8 Hari ke-12


(36)

4.3. Kemampuan Isolat Dalam Mendegradasi Etilbenzena

Dari pengujian kemampuan isolat bakteri dalam mendegradasi komponen penyusun minyak solar diperoleh konsentrasi penurunan yang bervariasi dari setiap isolat bakteri. Konsentrasi penurunan ethyl benzene dapat dilihat pada Tabel 4.3.1.

Tabel 4.3.1 Konsentrasi Ethilbenzene (ppm) yang tersisa hasil penguraian minyak Solar

Perlakuan

Konsentrasi Etilbenzena (ppm)

Hari ke-0 Hari ke-4 Hari ke-8 Hari ke-12

Kontrol 113.85 58.83 59.79 41.65

TJB 01 113.85 33.62 60.04 43.2

TJB 05 113.85 48.97 79.4 66.37

SBG 05 113.85 71.83 57.38 37.45

Campuran 113.85 52.04 69.69 43.56

Konsentrasi etilbenzena yang tersisa hasil penguraian minyak solar selama 12 hari dapat dilihat pada Gambar 4.3.1 di bawah ini.

Gambar 4.3.1 Konsentrasi Etilbenzena (ppm) yang tersisa hasil penguraian minyak solar pada hari ke-0, ke-4, ke-8 dan hari ke-12.

0 20 40 60 80 100 120 140

Kontrol TJB 01 TJB 05 SBG 05 Campuran

K o nse nt r as i E thyl be nz e ne ( ppm ) Isolat Hari ke-0 Hari ke-4 Hari ke-8 Hari ke-12


(37)

Dari Tabel 4.2. terlihat bahwa isolat SBG 05 mampu menurunkan konsentrasi Ethlybenzene sebesar 76,4 ppm, isolat TJB 01 70,65 ppm, kontrol sebesar 72,2 ppm, isolat campuran sebesar 70,29 ppm dan isolat yang memiliki penurunan konsentrasi paling rendah adalah isolat TJB 05 sebesar 47,48 ppm. Kemampuan tertinggi dari isolat bakteri SBG 05 dalam menurunkan konsentrasi etilbenzena disebabkan karena isolat ini merupakan jenis dari bakteri Acinetobacter sp. Dimana isolat ini mampu menguraikan senyawa alkana dengan kemampuan yang tinggi dibandingkan dengan isolat yang lain yang merupakan isolat bakteri dari jenis Pseudomonas aeroginosa dan

Pseudomonas Sp.

4.4. Kemampuan Isolat Dalam Mendegradasi Nonana

Dari pengujian kemapuan isolat bakteri dalam mendegradasi komponen penyusun minyak solar diperoleh konsentrasi penurunan yang bervariasi dari setiap isolat bakteri. Konsentrasi penurunani nonana dapat dilihat pada Tabel 4.4.1.

Tabel 4.4.1 Konsentrasi Nonana (ppm) yang tersisa hasil penguraian minyak solar

Perlakuan

Konsentrasi Nonana (ppm)

Hari ke-0 Hari ke-4 Hari ke-8 Hari ke-12

Kontrol 130.68 86.04 76.92 54.16

TJB 01 130.68 45.02 100.14 49.9

TJB 05 130.68 56.88 111.22 96.22

SBG 05 130.68 86.04 93.07 60.67

Campuran 130.68 65.95 104.4 79.78

Konsentrasi Nonana yang tersisa hasil penguraian minyak solar selama 12 hari dapat dilihat pada Gambar 4.4.1 di bawah ini.


(38)

Gambar 4.4.1 Konsentrasi Nonana (ppm) yang tersisa hasil penguraian minyak solar pada hari ke-0, ke-4 , ke-8 dan hari ke-12.

Dari Tabel 4.4.2. terlihat bahwa isolat TJB 01 memiliki konsentrasi tertinggi dalam menguraikan Nonana sebesar 80,78 ppm, isolat SBG 05 sebesar 70,01 ppm, kontrol sebesar 76,52 ppm, isolat campuran sebesar 50,9 ppm dan isolat paling rendah adalah TJB 05 sebesar 34,46 ppm.

4.5. Kemampuan Isolat Dalam Mendegradasi Undekana

Dari pengujian kemapuan isolat bakteri dalam mendegradasi komponen penyusun minyak solar diperoleh konsentrasi penurunan yang bervariasi dari setiap isolat bakteri. Konsentrasi penurunan undekana dapat dilihat pada Tabel 4.5.1.

0 20 40 60 80 100 120 140 160

Kontrol TJB 01 TJB 05 SBG 05 Campuran

K o nse nt r as i No nan e ( ppm ) Isolat Hari ke-0 Hari ke-4 Hari ke-8 Hari ke-12


(39)

Tabel 4.5.1 Konsentrasi Undekana (ppm) yang tersisa hasil penguraian minyak solar

Perlakuan

Konsentrasi Undekana (ppm)

Hari ke-0 Hari ke-4 Hari ke-8 Hari ke-12

Kontrol 265.19 239.45 221.59 161.88

TJB 01 265.19 146.55 313.82 141.59

TJB 05 265.19 204.75 298.97 282.96

SBG 05 265.19 239.25 317.32 231.12

Campuran 265.19 180 296.01 211.56

Konsentrasi Undekana yang tersisa hasil penguraian minyak solar selama 12 hari dapat dilihat pada Gambar 4.5.1 di bawah ini.

Gambar 4.5.1 Konsentrasi Undekana (ppm) yang tersisa hasil penguraian minyak solar pada hari ke-0, ke-4, ke-8 dan hari ke-12.

Dari Tabel 4.5.1 terlihat bahwa isolat TJB 01 memiliki konsentrasi paling tinggi dalam menguraikan undekana sebesar 123,60 ppm, isolat campuran sebesar 73,89 ppm dan isolat SBG 05 34,07 ppm. Dari hasil yang didapatkan terlihat bahwa setiap bakteri memiliki kemampuan yang berbeda dalam mendegradasi minyak solar. Setiap komponen penyusun minyak solar yaitu toluena, etilbenzena, nonana dan undekana memiliki pola penurunan yang fluktuasi oleh masing-masing perlakuan

0 50 100 150 200 250 300 350

Kontrol TJB 01 TJB 05 SBG 05 Campuran

K o nse nt r as i Unde c an e ( ppm ) Isolat Hari ke-0 Hari ke-4 Hari ke-8 Hari ke-12


(40)

isolat bakteri, hal ini disebabkan adanya suatu reaksi-reaksi yang terjadi di dalam penguraian minyak solar tersebut. Reaksi yang terjadi menyebabkan adanya suatu penguraian senyawa yang kompleks menjadi senyawa yang sederhana, sehingga senyawa yang telah terurai tersebut terakumulasi terhadap senyawa yang lain sehingga menyebabkan adanya peningkatan konsentrasi terhadap senyawa yang lain.

Menurut Udiharto (1996), kemampuan bakteri mendegradasi hidrokarbon minyak bumi berbeda-beda. Panjang rantai optimum untuk didegradasi antara 10-20 rantai karbon. Hidrokarbon dengan panjang rantai kurang dari 9 sulit didegradasi karena senyawa ini bersifat toksik. Beberapa hasil percobaan menunjukkan bahwa: (i) hidrokarbon alifatik umumnya mudah didegradasi daripada aromatik, (ii) hidrokarbon alifatik rantai lurus umumnya lebih mudah terdegradasi daripada rantai cabang. Introduksi cabang ke molekul hidrokarbon menghambat proses biodegradasi, (iii) hidrokarbon jenuh lebih mudah terdegradasi daripada yang tidak jenuh. Adanya ikatan dobel atau tripel antar karbon menghambat proses biodegradasi dan (iv) hidrokarbon alifatik rantai panjang lebih mudah didegradasi daripada rantai pendek. Tingkat kemudahan hidrokarbon minyak bumi didegradasi oleh bakteri tergantung kepada struktur dan bobot molekulnya (Atlas 1981). Selama proses biodegradasi terjadi perombakan fraksi parafinik, naftenik dan aromatik. Parafinik merupakan fraksi yang paling mudah didegradasi sedangkan naftenik dan aromatik lebih sulit (Leahly and Colwell, 1990).

Dari hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa isolat campuran memiliki kemampuan yang rendah dibandingkan dengan isolat tunggal dalam menguraikan minyak solar, padahal seharusnya hasil yang diharapkan dari perlakuan isolat campuran tersebut adalah penurunan konsentrasi yang tinggi. Populasi mikroba yang terdiri dari strain yang berbeda memiliki kemampuan yang berbeda dalam menguraikan senyawa karbon. Hal ini menunjukkan bahwa setiap strain atau genus memiliki proses transformasi hidrokarbon yang bebeda-beda. Isolat campuran biasanya memiliki kemampuan mendegradasi senyawa karbon dan memetabolisme berbagai substrat hidrokarbon secara kompleks. Namun, dalam penelitian ini, inokulasi dengan konsorsium tidak menunjukkan hasil degradasi yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan adanya suatu kompetisi untuk mendapatkan sumber karbon yang


(41)

ada di dalam minyak solar sebagai sumber nutrisi bagi isolat tersebut sehingga kemampuan dan efesiensi isolat bakteri dalam mendegradasi minyak solar tersebut tidak tercapai (Ghazali et al., 2004).

Dari hasil dapat terlihat bahwa perlakuan tanpa inokulasi bakteri (kontrol) mengalami penurunan konsentrasi komponen penyusun minyak solar. Menurut Jutono (1975), menyatakan bahwa perombakan hidrokarbon tidak hanya dilakukan oleh mikroba tetapi juga dapat terurai oleh proses nonbiologis. Misalnya pengaruh suhu (penguapan) ataupun oleh karena adanya bahan kimia tertentu dalam minyak bumi khususnya solar yang dapat berfungsi sebagai katalisator dalam proses oksidasi-reduksi minyak bumi.

Perombakan minyak bumi oleh Pseudomonas dipengaruhi oleh jenis hidrokarbon maupun perbandingan jumlah/berat fraksi hidrokarbon penyusun minyak bumi. Dalam minyak bumi solar Pseudomonas lebih mudah merombak fraksi aromatik daripada fraksi farafin maupun aspaltik. Di dalam kerosin perombakan aspaltik lebih besar daripada fraksi yang lainnya. Pada umumnya hidrokarbon fraksi aromatik secara nisbi tidak stabil terhadap reaksi-reaksi kimia (non biologis) dibandingkan dengan fraksi parafin dan naftena. Tetapi secara mikrobiologis, senyawa-senyawa alifatik hidrokarbon tak jenuh dan hidrokarbon berantai panjang dan bercabang lebih tersedia untuk dirombak daripada senyawa aromatik, hidrokarbon jenuh maupun hidrokarbon dengan rantai pendek serta berantai lurus (Jutono, 1975).

Dari Tabel di atas dapat dilihat bahwa kadar minyak semakin berkurang tetapi konsentrasi laju degradasinya rendah. Hal ini mungkin disebabkan tingginya konsentrasi awal minyak solar, kurangnya jumlah mikroba yang digunakan dalam kultur selain itu kurangnya nutrisi seperti fosfor dan nitrogen pada media serta suhu pada waktu penginkubasian sehingga bakteri tidak mampu menguraikan minyak solar secara efektif.

Hasil analisis terhadap potensi masing masing isolat bakteri dalam menguraikan minyak solar dapat dilihat dari penurunan konsentrasi dari komponen penyusun solar yang telah dianalisis dengan menggunakan kromatografi gas. Hal ini menujukkan kemampuan isolat tersebut menghasilkan enzim yang dapat mempercepat proses penguraian senyawa minyak solar tersebut. Mikroba mendegradasi minyak


(42)

dengan cara mengeluarkan enzim yang mampu memecah senyawa organik kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana. Hidrokarbon minyak bumi teroksidasi oleh enzim monooksidase mikroba yang akan mengoksidasi n-alkana menjadi alkohol primer dan oksigenase akan mengoksidasi sikloheksana. Bakteri menggunakan hidrokarbon minyak bumi yaitu solar sebagai sumber karbon dan energi. Proses biodegradasi hidrokarbon minyak bumi akan menghasilkan CO2, H2O dan biomassa

sel (Bossert and Bartha, 1984).

Selama aktivitas berlangsung bakteri mengeluarkan metabolit-metabolit ke dalam media berupa asam, surfaktan dan gas yang dapat mempengaruhi lingkungannya diantaranya asam yang dapat menurunkan pH dan surfaktan menurunkan tegangan antar muka media (Udiharto et al.,1995). Penurunan tegangan antar permukaan media menyebabkan minyak terdispersi dan memperbesar kontak permukaan antara bakteri dan minyak sehingga akan terjadi peningkatan biodegradasi hidrokarbon minyak bumi. Selain itu, biomassa yang dihasilkan merupakan akumulasi massa sel yang sebagian besar tersusun oleh protein. Sebelum biodegradasi berlangsung, hidrokarbon minyak bumi akan masuk ke dalam sitoplasma bakteri. Ada dua teori mekanisme masuknya hidrokarbon ke dalam sitoplasma. Pertama, hidrokarbon menjadi mudah larut dan yang kedua terjadi adhesi antara butiran hidrokarbon dengan cairan dalam sel (Higgins and Gillbert 1977). Proses selanjutnya, bakteri memproduksi enzim yang dapat mendegradasi hidrokarbon minyak bumi. Enzim mendegradasi senyawa tersebut dengan cara mengeksploitasi kebutuhan bakteri akan energi (Wisjnuprapto, 1996).

Menurut Kadarwati et al., (1994) dalam pertumbuhannya bakteri akan mengeluarkan enzim yang akan bergabung dengan substansi membentuk senyawa kompleks enzim-substansi, kemudian terurai menjadi produk lain. Enzim tidak habis dalam reaksi tersebut tetapi dilepaskan kembali untuk reaksi selanjutnya dengan substansi lainnya. Proses ini terjadi berulang-ulang sampai semua substansi yang tersedia terpakai. Produksi biosurfaktan yang tinggi umumnya mempunyai hubungan dengan kemampuan yang tinggi juga dalam menguraikan senyawa hidrokarbon. Penambahan jumlah inokulum bakteri penghasil biosurfaktan dapat menaikkan tingkat degradasi dan menyebabkan terdegradasinya senyawa alifatik, senyawa aromatik dan sikloalkana yang diketahui sulit terdegradasi.


(43)

Atlas (1981), menjelaskan bahwa hanya sebagian kecil dari jenis bakteri yang dapat mendegradasi hidrokarbon yang memiliki percabangan atau struktur cincin, karena hidrokarbon tersebut sulit untuk masuk ke dalam sel. Menurut Harayama (1995), senyawa hidrokarbon dengan berat molekul tinggi sukar didegradasi karena memiliki kelarutan yang rendah sehingga tidak mudah memasuki membran sel. Biosurfaktan yang dihasilkan masing-masing mikroba berbeda bergantung pada jenis mikroba dan nutrien yang dikonsumsinya. Demikian pula untuk jenis mikroba yang sama, jumlah surfaktan yang dihasilkan berbeda berdasarkan nutrien yang dikonsumsinya (Duvnjak et al., 1983). Nutrien sangat penting bagi pertumbuhan mikroba terutama bakteri penghasil biosurfaktan. Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa elemen makro yang memegang peranan penting dalam menunjang pertumbuhan bakteri penghasil biosurfaktan adalah elemen karbon dan nitrogen (Horowitz et al., 2005). Biosurfaktan merupakan surfaktan yang dihasilkan dari proses metabolisme mikroba. Mikroba yang ada di lingkungan yang telah tecemar minyak bumi mampu mendegradasi hidrokarbon dan menghasilkan metabolit berupa biosurfaktan, biopolimer, asam, biomassa, dan gas (Baker and Herson, 1994).


(44)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian tentang potensi isolat bakteri pendegradasi minyak solar asal laut Sibolga dan Tanjung Balai dengan kemampuan menghasilkan biosurfaktan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

a. Isolat yang paling berpotensi dalam mendegradasi minyak solar adalah isolat TJB 01 yang mampu menurunkan komponen penyusun minyak solar yaitu etilbenzena sebesar 80,23 ppm (70,46%) pada hari ke-4, isolat SBG 05 mampu menurunkan etilbenzena sebesar 76,4 ppm (67,10%) pada hari ke-12 dan isolat TJB 01 mampu menurunkan nonana sebesar 85,66 ppm (65,54%) pada hari ke-4.

b. Isolat bakteri SBG 05 adalah isolat yang pertumbuhan baik, pada hari ke-4 sejumlah (323x1012 CFU/ml), pada hari ke-8 sejumlah (701x1012CFU/ml) kemudian pada hari ke-12 sejumlah (278x1012CFU/ml) dan berbanding lurus dengan kemampuannya dalam mendegradasi minyak solar.

c. Semua isolat bakteri dan isolat campuran yang digunakan secara umum mampu mendegradasi minyak solar.

5.2 Saran

Sebaiknya ada penelitian lebih lanjut mengenai bakteri penghasil biosurfaktan dari laut Sibolga dan Tanjung Balai dengan menggunakan komponen zat standart yang lebih banyak lagi dan memiliki rantai karbon yang lebih panjang, ketelitian prosedur kerja dan ketelitian alat perlu diperhatikan karena sangat penting untuk keakuratan hasil yang didapatkan.


(45)

DAFTAR PUSTAKA

Atlas, R. M. dan Bartha. R. 1981. Microbilogy Ecology: Fundamentals and Applications. London: Addison Wesley Publishing Company. Inc.

Atlas, R. M. 1995. Microbiology: Fundamentals and Applications. New York: Macmillan Publishing Co.

Auling, G., Pliz, F., Busse, H. J., Karrasch, S., Streichan, M., dan Schon, G. 1991. Analysis Pf The Polyphosphate Accumulating Microflora in Phosphorus Eliminating, Anaerobic Aerobic Activated Sludge Systems by Using Diaminopropane As a Biomarker for Rapid Estimation of Acinetobacter spp. Appl Environ Microbial. 57: 3585-3592.

Baker, C dan Herson, D. 1994. Bioremediation. New York: Mc Graw-Hill. Inc.

Banat, I. M. 1995. Biosurfactants production and Possible Uses in Microbial Enchanced Oil Recovery and Oil Pollution Remediation: A Review.

Bioresource Technology. 51: 1-12.

Bossert, I. dan Bartha, R. 1984. The Fate of Petroleum Soil Ecosystems Petroleum Microbiology. New York: Macmillan. 435-476.

Bundy, J. G., Paton, G. I, dan Cambeil, C. 2004. Combined Microbial Community Level and Single Spesies Biosensor Responses to Monotori Recovery of Oil Polluted Soil. Soil Biologi and Biochemistry. 36: 1147-1149.

Caldwell, M. E., Garrett, R. M., Prince, R. C., dan Sulflita, J. M. 1998. Anaerob Biodegradatiiton of Long Charm N Alkana Under Sulfate Reducing

Condition. Environment Technology. 32: 2191-2195.

Capelli, S. M., Busalmen, dan De Sanchez, R. S. 2001. Hydrocarbon Bioremediation of A Mineral Base Waste From Crude Oil Extraction by Indegenious Bacteria. International Biodeterioration and Biodegradation. 47: 233-238.

Cerniglia, C. E. 1992. Biodegradation of Polysiclic Aromatik Hydrocarbons.

Biodegradation. 3: 351-359.

Cooney, J. J. 1984. The Fate of Petroleum Pollutans in Fresh Water Ecosystem. Di dalam: Atlas RM, editor. Petroleum Microbiology. New York: Macmillan Publishing Co. 400-433.


(46)

Cylbulski, Z., Dziurla, E., Kaczorek, E., dan Olszanowski, A. 2003. The Influence of Emulcifiers On Hydrokarbon Biodegradation By Pseudomonadacea and Bacillacea Strains. Spill Science and Technology Bulletin. 8: 503-509.

Dibble, J. T., dan Bartha, R. 1979. Effect of Environmental Parameters On The Biodegradation of Oil Sludge. Appl Environ Microbiol . 37(4): 729-739. Duvnjak, Z., Cooper, D. G., dan Kosaric, N. 1983. Effect on N Sources on Surfactant

Production by Arthrobacter Parafineus ATCC 19558 In: Microbial Enhanced Oil Recovery. In: Zajic, J. E., Cooper, D. G., Jack, T., dan Kosaric, N. (eds). Microbially Enhanced Oil Recovery. Tulsa, Okla. Pennovell. 66-72.

Fahruddin. 2004. Dampak Tumpahan Minyak Pada Biota Laut.<http://cdc.eng.ui.ac. Id/article/articleview/1078/1/25>. (20 Mei 2009).

Fedorak, P. M., Foght, J. M., dan Westlake, D. W. S. 1983. Comparative Studies on Microbial Degradation of Aromatics and Saturates in Crude Oil. J. Mol.

Microbiol. Biotechnol 3: 103-105

Fiechter, A. 1992. Biosurfactant Moving Towards Industrial Application. Tibtech. 10:208.

Foght, J. M., Gutnick, D. L., dan Lake, W. 1987. Effect of Emulsan on Biodegradation of Crude Oil By Pure and Mixed Bacterial Cultures. Appl

Environ Microbiol. 55 (1): 36-42.

Gaylarde, C. C., Bento, F. M., dan Kelley, J. 1999. Microbial Contamination of Stored Hydrocarbon Fuels and its Control. Revista de Microbiologia. 30: 01-10.

Ghazali, M. F., Zaliha, N. R., Abdul, R. N., Salleh, A. B., dan Basri, M. 2004. Biodegradation of Hydrocarbons in Soil by Microbial Consortium.

International Biodeterioration and Biodegradation. 54: 61-67.

Hamme, D. J., Singh, A., dan Ward, P. O. 2003. Recent advancesin Petroleum Microbiology. Microbiology and Moleculer Biology Reviews. 67: 503-548.

Hart, H. 1991. Organic Chemistry a Short Course. 6 th Edition. Michigan State University. East Lansing. Michigan. USA.

Harayama, S., Kishira, H. Kasai, dan Shutsobo. K. 1995. Petroleum in Marine Environments. J. Mol. Microbiol. Biotechnol. 1(1) : 63-70.

Higgins, I. J., dan Gilbert, P. D. 1977. The Biodegradation of Hydrocarbon The Oil Industry and Microbial Ecosystem. In: Proceedings of Meeting Organized By The Institute of Petroleum and Held. England, September. The University of Warwick.


(47)

Hinchee, E. R., Kittel, A. J., dan Harayama, J. 1995. Applied Bioremediation of

Petroleum Hydrocarbons. Columbus (OH): Battelle Press.

Horowitz, A., Gutnick, D., dan Rosenberg, E. 2005. Sequential Growth of Bacteria Crude Oil. Applied Microbiology. 30(1): 10-19.

Hozumi, T., Tsunami, H., dan Kono, M. 2000. Bioremediation on The Shore After an Oil Spill from Nakhodka in The Sea of Japan. Chemistry and Characteristic of Heavy Oil loaded on the Nakhodka and Biodegradation Test By a Bioremediation Agent with Microbiological Cultures in The Laboratory.

Marine Pollution Buletin. 40: 308-314.

Johnson, J. S., Woolhouse, J. K., Prommer, H., Barry, A. D., dan Christofi, N. 2003. Contribution of Anaerobic Microbial Activity to Natural Attenuation Of Benzene in Groundwater. Engineering Geology.70 :342-350.

Jutono dan Erni, M. 1975. Biodegradasi Senyawa-Senyawa Hidrokarbon Dalam Minyak Bumi Oleh Isolat-Isolat Pseudomonas spp. Dari Lingkungan Tercemar. Departemen Mikrobiologi Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta.

Kadarwati, S., Noegroho, H., dan Udiharto, M. 1996. Bioproses untuk penanganan limbah kilang migas. Di dalam: Proceedings Temu Karya Pengolahan 1996; Jakarta. 1-13.

Keenan, H., Kleinfelter, J., dan Wood, S. 1993. Kimia untuk Universitas. Pudjaatmaka AH, penerjemah. Jilid ke-2. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: General College Chemistry.

Kittel, J. A., Honchee, R. E., dan Hoepel, R. E. 1994. Bioslurping Vacum Enchanched Free Product Recovery Coupled with Bioventing. A Case Study Proceeding of The Join NWWA/API. Petroleum Hidrocarbon

Conference. 2: 1-15.

Kiyohara, H., Takizawa, N., Nagao, K. 1992. Natural Distribution of Bacteria Metabolizing Many Kinds of Polyaromatic Hydrocarbons. J. Ferment.

Bioeng. 74: 49-51.

Leahly, J. G., dan Colwell, R. R. 1990. Microbial Degradation of Hydrocarbons In The Environment. The Effects of Oil Spill and Clean-Up On Dominant US Gulft Coast Marsh. Microbial Reviews. 53(3): 305-315.

Odu, C. T. I. 1978. The effects of Nutrient Application and Aeration on Oil Degradation in Soil. Environ Pollut. 15: 235-245.

Paustian, T. 1998. Bioremediation of Marine Spill. Science education Article. New York: Publishing Co.


(48)

Pertamina, 2009. Industrial Diesel Oil (Minyak Diesel).>http:www.Pertamina.Com/ Indonesia/head-office/hilir-ppdn/product/prd-solar.html.(6 Desember 2009).

Pieper, H. D., Dos Santos, M. V., dan Golyshin, N. P. 2004. Genomic and Mechanistic Insight into the Biodegradation of Organic Pollutans. Current

Opinion in Biotecnology.15:215-227.

Plohl, K., Leskovsek, H., dan Bricelj, M. 2001. Biological Degradation of Motor Oil In Water. Acta chim. 44:279-280.

Pikoli, M. R. P., Aditiawati, dan Astuti, D. I. 2000. Isolasi Bertahap dan Identifikasi Isolat Bakteri Termofilik Pendegradasi Minyak Bumi dari Sumur Bangko. Laporan Penelitian Jurusan Biologi. ITB, Bandung. 2010).

Rahman, K. S., Rahman, T. J., Kourkoutas, Y., Petsas, I., Marchant, R., dan Banat, I. M. 1989. Enchanced Bioremediation of n-alkane in Petroleum Sludge Using Bacterial Consortium Amended with Rhamnolipid and Micronutrients.

Bioresourse Technology. 90(2): 159-168.

Riser-Roberts, E. 1992. Bioremediation of Petroleum Contaminated Sites. Bocaraton (FL):CRC Press, Inc.

Rusansky, S., Avigad, R., Michaeli, S., dan Gutnick, D. L. 1987. Involvement of a Plasmid in Growth on and Dispersion of Crude Oil By Acinetobacter

calcoaceticus RA57. Appl. Environ. Microbiol. 53: 1918-1923.

Townsend, G. T., Prince, C. R., dan Suflita, M. J. 2004. Anaerobic Biodegradation of Alicyclic Constituents of Gasoline and Natural Gas Condensate by Bacteria from an Anoxic Aquifer . FEMS Microbiology Ecology. 49: 129-135.

Udiharto, M., Rahayu, S. A., Haris, A., dan Zulkifliani. 1995. Peran Bakteri Dalam Degradasi Minyak dan Pemanfaatannya Dalam Penanggulangan Minyak Buangan. Di dalam: Prosiding Diskusi Ilmiah VIII PPPTMGB; Jakarta, 13-14 Juni 1995.

Udiharto, M. 1996. Bioremediasi minyak bumi. Di dalam: Prosiding Pelatihan dan Lokakarya Peranan Bioremediasi dalam Pengelolaan Lingkungan, Cibinong, 24-28 Juni 1996.

Van Dyke, M. I., Lee, H., dan Jack, T. T. 1991. Application of Microbial Surfactans. Biotechnology Environmental. 9: 241-252.


(49)

Wagner, M., Erhart, R., Manz, W., Amann, R., Lemmer, H., Werdi, D., dan Schleifer, K. H. 1994. Development of a rRNA Targeted Oligonucleatide Probe Specific for Genus Acinetobacter and Its Application for in Situ Monitoring in Activated Sludge. Appl Environ Microbial. 56: 3125-3129.

Warsito, K. 2009. Potensi Bakteri Penghasil Biosurfaktan dari Laut Sibolga Dan Tanjung Balai Dalam Mendegradasi Nafthalen. Skripsi Departemen Biologi FMIPA USU.Medan.

Wisjnuprapto, A. 1996. Bioremediasi Manfaat dan Pengembangannya. In: Prosiding Pelatihan dan Lokakarya Peranan Bioremediasi dalam Pengelolaan Lingkungan; Cibinong, 24-28 Juni 1996. 173-185.


(50)

(51)

(52)

(53)

Lampiran E. Komposisi Media Mineral

a. Komposisi Media Mineral per liter 1. NaCl : 1 g

2. KH2PO4 : 1 g

3. KNO3 : 3 g

4. (NH4)2SO4 : 1 g

5. NH4H2SO4 : 1 g

6.. MgSO4 : 0,2 g

Kemudian semua komposisi ini dilarutkan dengan air laut yang bersih sebanyak 1 liter dan disterilkan dengan autoclave Yamato SN 210 (pada suhu 121C dengan tekanan 2 atm selam 20 menit.

b. Komposisi Larutan Mc. Farland (Lorian, 1980)

Sebanyak 0,5 ml BaCl2 0,048 M ditambahkan ke dalam 99,5 ml H2SO4

kemudian divortexs hingga homogen.


(54)

Lampiran F. Penentuan Kurva Standart Toluena NO Konsentrasi Toluena (ppm) Luas Area

1. 40 72.96783

2. 80 141.2678

3 100 165.7373

4. 120 228.2665

Untuk menentukan persamaan garis regresi kurva standart Toluena digunakan metode

Least Square, masukkan nilai konsentrasi Toluena sebagai nilai X dan nilai luas area

sebagai nilai Y.

y = 1,853x - 5,453 R² = 0,971

0 50 100 150 200 250

0 20 40 60 80 100 120 140

Lu

a

s

A

re

a


(55)

Lampiran G. Penentuan Kurva Standart Etilbenzena NO Konsentrasi Etilbenzena (ppm) Luas Area

1. 20 34.18573

2. 40 64.8407

3 60 92.5577

4. 80 141.7487

y = 1,752x - 4,27 R² = 0,981

0 20 40 60 80 100 120 140 160

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Lu

a

s

A

re

a


(56)

Lampiran H. Penentuan Kurva Standart Nonana

NO Konsentrasi Nonana (ppm) Luas Area

1. 20 30.27607

2. 40 54.41963

3 50 64.1167

4. 60 86.89447

y = 1,353x + 1,396 R² = 0,971

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0 10 20 30 40 50 60 70

Lu

a

s

A

re

a


(57)

Lampiran I. Penentuan Kurva Standart Undekana NO Konsentrasi Undekana (ppm) Luas Area

1. 100 142.444

2. 200 276.9997

3 300 393.655

4. 400 594.4639

y = 1,472x - 16,29 R² = 0,985

0 100 200 300 400 500 600 700

0 100 200 300 400 500

Lu

a

s

A

re

a


(58)

(59)

(60)

(61)

Lampiran H. Dokumentasi Penelitian

a.Media mineral ditambahkan dengan 2% minyak solar diinokulasikan 1 ml isolat bakteri


(62)

d. Proses ekstraksi


(63)

f. Zat standart undekana, etilbenzena, nonana dan toluena

g.Kromatografi Gas Hawlet Pacard 6890 KROMATOGRAFI GAS HAWLET PACARD 6890

- Carrier : Helium - Flow :1 ul/menit

- Phase diam :Methyl Polisilotan - Suhu :260°C

- Kolom :DB 1 (Jonson & Walter)


(1)

(2)

(3)

(4)

Lampiran H. Dokumentasi Penelitian

a.Media mineral ditambahkan dengan 2% minyak solar diinokulasikan 1 ml

isolat bakteri


(5)

d. Proses ekstraksi


(6)

f. Zat standart undekana, etilbenzena, nonana dan toluena

g.Kromatografi Gas Hawlet Pacard 6890 KROMATOGRAFI GAS HAWLET PACARD 6890

- Carrier : Helium - Flow :1 ul/menit

- Phase diam :Methyl Polisilotan - Suhu :260°C

- Kolom :DB 1 (Jonson & Walter)