BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Pada umumnya ada tiga permasalahan yang biasa dihadapi pemerintah daerah yaitu ketidakefektifan, inefesiensi dan private inurement penggunaan dana untuk
kepentingan individu. Hal ini disebabkan karena tidak terdapat mekanisme dasar pertanggungjawaban yang baku seperti organisasi bisnis. Organisasi pemerintahan
tidak mengenal kepemilikan self interest yang dapat memaksakan pencapaian tujuan. Pemerintah daerah juga tidak mementingkan faktor persaingan yang
seringkali digunakan sebagai alat untuk meningkatkan efesiensi, disamping itu, pemerintah daerah tidak memilki barometer keberhasilan seperti pada organisasi
bisnis sehingga sulit untuk menentukan tingkat keberhasilan dari pemerinta daerah. Ada beberapa faktor yang diduga penyebab kinerja pemerintah daerah rendah
diantaranya karena sistem pengelolaan keuangan daerah yang masih lemah dimulai dalam proses perencanaan dan penganggaran APBD, pelaksanaanpenatausahaan
APBD, pertanggungjawaban yang berupa pelaporan hasil pelaksaaan APBD dan pengawasan. Dalam proses penganggaran, pemerintah daerah selalu mengalami
keterlambatan di dalam pengesahan perda APBD. Keterlambatan ini menyebabkan banyak program dan kegiatan yang tidak dapat dilaksanakan untuk tahun anggaran
berjalan sehingga terjadi keterlambatan pembangunan daerah tersebut.
Andarias Bangun : Pengaruh Partisipasi Dalam Penyusunan Anggaran, K e j e l a s a n S a s a r a n A n g g a r a n D a n S t r u k t u r Desentralisasi Terhadap Kinerja Manajerial Skpd Dengan Pengawasan Internal Sebagai Variabel
Pemoderasi Studi Kasus Pada Pemerintah Kabupaten Deli Serdang, 2009
Dalam pelaksanaan dan penatausahaan APBD satuan kerja perangkat daerah masih mengalami kendala, misalkan dalam pemahaman mereka dalam pembuatan
dokumen-dokumen yang diperlukan untuk pelaksanaan APBD. Misalkan dokumen Surat Permintaan Pembayaran SPP, Surat Perintah Membayar SPM, surat
pertanggungjawaban SPJ dan dokumen pelangkap lainnya. Kendala ini disebabkan tingkat pemahaman staf yang terlibat atas peraturan tentang pengelolaaan keuangan
daerah masih rendah. Hampir di semua aspek pengelolaaan keuangan daerah, satuan kerja perangkat
daerah memiliki kelemahan sehingga dapat dikatakan kinerja satuan kerja perangkat daerah masih rendah. Di satu sisi, semakin meningkat tekanan dari masyarakat agar
pemerintah daerah meningkatkan kinerja dan akuntabilitas demi terwujudnya good governance menyebabkan pemerintah daerah harus membenahi diri untuk merespon
perubahan yang diinginkan oleh masyarakat sebagai stakeholder. Satuan kerja perangkat daerah diharapkan memiliki kinerja yang baik yaitu dengan memperbaiki
kualitas pelayanan kepada masyarakat. Pemberian otonomi daerah menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan telah ditetapkan menjadi Undang- undang, ditekankan pada prinsip demokrasi, keadilan, pemerataan keistimewaan,
kekhususan, memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah, serta partisipasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
1
Andarias Bangun : Pengaruh Partisipasi Dalam Penyusunan Anggaran, K e j e l a s a n S a s a r a n A n g g a r a n D a n S t r u k t u r Desentralisasi Terhadap Kinerja Manajerial Skpd Dengan Pengawasan Internal Sebagai Variabel
Pemoderasi Studi Kasus Pada Pemerintah Kabupaten Deli Serdang, 2009
Prinsip-prinsip tersebut, telah membuka peluang dan kesempatan yang luas kepada daerah otonomi untuk melaksanakan kewenangannya secara mandiri, luas,
nyata dan bertanggung jawab dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat dapat dilakukan melalui peningkatan mutu pelayanan,
pemberdayaan dan peran serta masyarakat serta daya saing daerah. Dalam penyelenggraan pemerintahan daerah melalui fungsi-fungsi manajemen yang meliputi
perencanaan, organisasi, pelaksanaan dan pengawasan, merupakan sarana yang harus ada dan dilaksanakan oleh manajemen secara profesional dan dalam rangka
pencapaian sasaran tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Dalam otonomi daerah struktur organisasi tidak sentralistik melainkan dekosentrasi, yang pada saat
ini Indonesia sedang dalam proses implementasi desentralisasi dengan intensitas yang tinggi.
Terdapat perbedaan yang mendasar dalam penetapan APBD antara sebelum dan sesudah otonomi daerah yaitu dalam struktur sentralisasi, penetapan APBD
didasarkan pada Keputusan pihak-pihak tertentu Kepala Daerah dan Sekretaris Daerah, masing-masing satuan kerja perangkat daerah SKPD kurang berperan
dalam proses penyusunan anggaran. Anggaran sangat diperlukan dalam pengelolaan sumber daya dengan baik untuk mencapai kinerja yang diharapkan, sedangkan dalam
struktur desentralisasi Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD harus berdasarkan partisipasi, kejelasan sasaran anggaran dan struktur yang
terdesentralisasi yang berlandaskan pada: 1
Andarias Bangun : Pengaruh Partisipasi Dalam Penyusunan Anggaran, K e j e l a s a n S a s a r a n A n g g a r a n D a n S t r u k t u r Desentralisasi Terhadap Kinerja Manajerial Skpd Dengan Pengawasan Internal Sebagai Variabel
Pemoderasi Studi Kasus Pada Pemerintah Kabupaten Deli Serdang, 2009
1. UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Cq. UU No. 12 tahun 2008
tentang Perubahan kedua atas UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
2. UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
3. UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
4. UU No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara. 5.
UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. 6.
UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
7. PP No. 20 tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah.
8. PP No. 58 tahun 2005 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah.
9. PP No. 79 tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. 10.
PP No. 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.
11. PP No. 3 tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada masyarakat. 12.
PP No. 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. 13.
Permendagri No. 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah cq. Permendagri No. 59 tahun 2007 tentang Perubahan atas Permendagri No. 13
tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Anggaran menjadi sangat penting dan relevan di Pemerintahan daerah, karena
anggaran berdampak terhadap kinerja pemerintah yang dikaitkan dengan fungsi
Andarias Bangun : Pengaruh Partisipasi Dalam Penyusunan Anggaran, K e j e l a s a n S a s a r a n A n g g a r a n D a n S t r u k t u r Desentralisasi Terhadap Kinerja Manajerial Skpd Dengan Pengawasan Internal Sebagai Variabel
Pemoderasi Studi Kasus Pada Pemerintah Kabupaten Deli Serdang, 2009
pemerintah dalam memberi pelayanan kepada masyarakat. Anggaran merupakan alat untuk mencegah informasi asimetri dan perilaku disfungsional dari pemerintah daerah
Yuhertiana, 2003 serta merupakan proses akuntabilitas publik Bastian, 2001. Disamping itu, anggaran merupakan dokumenkontrak politik antara pemerintah dan
DPRD untuk masa yang akan datang Mardiasmo, 2002. Selanjutnya DPRD akan mengawasi kinerja pemerintah melalui anggaran. Bentuk pengawasan ini sesuai
dengan agency theory, dimana pemerintah sebagai agent dan DPRD sebagai principal. Fungsi pengawasan DPRD terhadap Pemerintah Daerah bersifat
pengawasan kebijakan dan bukan pengawasan teknis. Pengawasan atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah oleh Pemerintah,
Gubernur dan BupatiWalikota adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk manjamin agar penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan pemerintahan desa
berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk dalam hal penyusunan anggaran dan pelaksanaan anggaran yang telah
ditetapkan. Pengawasan ini dilakukan oleh aparat pengawas intern pemerintah sesuai dengan bidang kewenangannya masing-masing. Disamping pengawasan tersebut
pengawasan oleh masyarakat sosial kontrol diperlukan dalam mewujudkan peran serta masyarakat guna menciptakan penyelenggaraan pemerintahan yang efektif,
efisien, bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN. Kenis 1979 mengatakan terdapat 2 dua karakteristik sistem penganggaran
yaitu partisipasi dalam penyusunan anggaran dan kejelasan sasaran anggaran. Dalam penyusunan APBD, pemerintah daerah telah menerapkan partisipasi setiap satuan
Andarias Bangun : Pengaruh Partisipasi Dalam Penyusunan Anggaran, K e j e l a s a n S a s a r a n A n g g a r a n D a n S t r u k t u r Desentralisasi Terhadap Kinerja Manajerial Skpd Dengan Pengawasan Internal Sebagai Variabel
Pemoderasi Studi Kasus Pada Pemerintah Kabupaten Deli Serdang, 2009
kerja dalam penyusunan anggaran. Masing-masing SKPD memuat Rencana Kerja Anggaran RKA yang biasa disebut RKA SKPD. Dalam RKA SKPD, masing-
masing SKPD telah memuat indikator kinerja yang akan dicapai untuk setiap program dan kegiatan yang akan dilaksanakan. Dalam RKA telah memuat input, output dan
outcome dari masing-masing program dan kegiatan, jadi dalam RKA telah memuat sasaran anggaran.
Berdasarkan fenomena di atas dan peneliti termotivasi untuk meneliti lebih lanjut tentang hubungan partisipasi anggaran, kejelasan sasaran anggaran dan struktur
organisasi yang terdesentralisasi dengan kinerja manajerial pemerintah daerah dengan menambahkan pengawasan internal pemerintah Inspektorat sebagai variabel
pemoderasi.
1.2 Rumusan Masalah Penelitian