37
C. Analisis dan Pembahasan
1. Kebiasaan Belajar Siswa SMA Kelas XI IPA di Kota Tanjungpinang dan
Kota Metro
Tujuan pertama penelitian ini adalah mengetahui kebiasaan belajar siswa SMA kelas XI IPA yang ada di Kota Tanjungpinang dan Kota Metro. Pada bagian
ini akan dijelaskan distribusi frekuensi atau pengklasifikasian kebiasaan belajar siswa yang dibagi ke dalam lima tingkatan untuk masing-masing daerah. Selain
itu, bagian ini juga menjelaskan kebiasaan belajar siswa di masing-masing daerah untuk masing-masing aspek kebiasaan belajar yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Tabel 15. Distribusi Tingkat Kebiasaan Belajar Siswa Kelas XI-IPA di Kota Tanjungpinang
No Kategori
Interval Skor Frekuensi
Frekuensi
1 Sangat Baik
85 x ≤ 100
10 2,84
2 Baik
70 x ≤ 85
166 47,16
3 Cukup
55 x ≤ 70
166 47,16
4 Tidak Baik
40 x ≤ 55
10 2,84
5 Sangat Tidak Baik
x ≤ 40
0,00 Rata-rata Skor Kebiasaan Belajar
70,34
Tabel 15 menunjukkan distribusi frekuensi tingkat kebiasaan belajar siswa kelas XI IPA SMA di Kota Tanjungpinang. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa rata-
rata skor kebiasaan belajar siswa SMA kelas XI IPA di Kota Tanjungpinang adalah sebesar 70,34 sehingga tergolong dalam kategori memiliki kebiasaan
belajar yang „baik‟. Sebanyak 2,84 dari 352 siswa SMA kelas XI IPA yang ada
di Kota Tanjungpinang tergolong memiliki kebiasaan belajar yang „sangat baik‟, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38 sedangkan sebanyak 47,16 responden tergolong memiliki kebiasaan belajar
yang „baik‟, 47,16 responden tergolong memiliki kebiasaan belajar yang „cukup„, dan 2,84 responden tergolong memiliki kebiasaan belajar yang „tidak
baik‟. Tidak ada responden dari kota Tanjungpinang yang tergolong memiliki kebiasaan belajar yang „sangat tidak baik‟.
Tabel 16. Distribusi Tingkat Kebiasaan Belajar Siswa Kelas XI-IPA di Kota Metro
No Kategori
Interval Skor Frekuensi
Frekuensi
1 Sangat Baik
85 x ≤ 100
8 2,72
2 Baik
70 x ≤ 85
161 54,76
3 Cukup
55 x ≤ 70
121 41,16
4 Tidak Baik
40 x ≤ 55
4 1,36
5 Sangat Tidak Baik
x ≤ 40
0,00 Rata-rata Skor Kebiasaan Belajar
71,32
Distribusi frekuensi tingkat kebiasaan belajar siswa SMA kelas XI IPA di Kota Metro ditampilkan pada tabel 16. Secara keseluruhan, kebiasaan belajar
siswa SMA kelas XI IPA di Kota Metro tergolong „baik‟, dengan skor rata-rata 71,32 dari skor maksimal. Dari hasil analisis didapatkan sebanyak 2,72
responden tergolong memiliki kebiasaan belajar yang „sangat baik‟, 54,76
responden memiliki kebiasaan belajar yang „baik‟, 41,16 responden tergolong memiliki kebiasaan belajar yang „cukup‟, dan 1,36 responden tergolong
memiliki kebiasaan belajar yang „tidak baik‟. Tidak ada responden yang memiliki kebiasaan belajar yang „sangat tidak baik‟.
39 Secara keseluruhan dapat dilihat adanya beberapa perbedaan antara distribusi
kebiasaan belajar siswa SMA kelas XI IPA yang ada di Kota Tanjungpinang dan Kota Metro. Rata-rata kebiasaan belajar siswa di Kota Metro lebih tinggi dari
pada rata-rata kebiasaan belajar siswa di Kota Tanjungpinang 71,32 70,34. Untuk kategori kebiasaan belajar yang „sangat baik‟, persentase responden dari
kota Tanjungpinang lebih besar daripada persentase responden dari kota Metro. Namun untuk kategori kebiasaan belajar yang „baik‟, persentase responden dari
kota Metro lebih besar daripada persentase responden di kota Tanjungpinang. Sedangkan untuk kategori kebiasaan belajar yang „cukup‟ dan „tidak baik,
persentase responden dari kota Tanjungpinang lebih besar daripada persentase responden dari kota Metro. Secara keseluruhan tidak ada responden yang
tergolong memiliki kebiasaan belajar yang „sangat tidak baik‟.
Skor kebiasaan belajar siswa dalam penelitian ini berdasarkan lima aspek kebiasaan belajar yaitu jadwal belajar siswa, persiapan belajar siswa, suasana saat
siswa belajar, aktivitas siswa saat belajar, dan penyelesaian tugas dan kewajiban siswa. Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan kebiasaan belajar siswa SMA
kelas XI IPA di Kota Tanjungpinang dan Kota Metro untuk masing-masing aspek kebiasaan belajar.
Tabel 17. Tabel Skor Kebiasaan Belajar Siswa untuk Setiap Aspek Kebiasaan Belajar Siswa SMA Kelas XI IPA di Kota Tanjungpinang dan Kota Metro
No Aspek
Kebiasaan Belajar
Indikator Aspek Kebiasaan Belajar
Skor Kebiasaan Belajar Siswa Tanjungpinang
Metro
1 Jadwal belajar
Siswa memiliki jadwal 68,96
73,72
40
No Aspek
Kebiasaan Belajar
Indikator Aspek Kebiasaan Belajar
Skor Kebiasaan Belajar Siswa Tanjungpinang
Metro
belajar yang baik diluar jam belajar di sekolah
Siswa mengatur jadwal belajar fisika
63,90 64,82
Rata-rata persentase
66,43 69,27
2 Persiapan
belajar Siswa mempersiapkan
kebutuhan belajarnya sebelum ke sekolah
88,88 85,33
Siswa mempersiapkan kebutuhan belajar fisika
60,05 64,20
Siswa mempersiapkan ujian tidak mendadak
68,61 71,85
Rata-rata persentase 72,51
73,80 3
Suasana belajar Siswa belajar di tempat dan
suasana yang nyaman 75,99
75,09 Siswa dapat menjaga
konsentrasi selama belajar 81,18
76,25
Rata-rata persentase
78,59 75,67
4 Aktivitas belajar Siswa memperhatikan dan
aktif menanggapi guru saat pelajaran di kelas
74,81 76,02
Siswa menunjukkan aktivitas belajar yang baik
saat pembelajaran fisika 60,21
65,29
Rata-rata persentase
67,51 70,65
5 Penyelesaian
Siswa mengerjakan tugas 72,02
73,47
41
No Aspek
Kebiasaan Belajar
Indikator Aspek Kebiasaan Belajar
Skor Kebiasaan Belajar Siswa Tanjungpinang
Metro
tugas dan kewajiban siswa
tepat waktu Siswa menyelesaikan tugas
dengan kemampuan sendiri 65,34
68,07
Rata-rata persentase
68,68 70,77
Tabel 17 menunjukkan rata-rata persentase skor kebiasaan belajar siswa untuk setiap aspeknya di Kota Tanjungpinang dan Kota Metro. Berdasarkan hasil
analisis di atas diketahui bahwa antara kedua daerah terdapat perbedaan persentase skor kebiasaan belajar untuk setiap aspeknya. Jika dirata-rata dari
seluruh aspek didapatkan bahwa rata-rata persentase skor kebiasaan belajar di Kota Metro lebih besar daripada di Kota Tanjungpinang, kecuali untuk aspek
suasana belajar. Untuk aspek kebiasaan belajar yang pertama, jadwal belajar, rata-rata
persentase skor responden dari Kota Metro lebih tinggi dibandingkan dengan responden dari Kota Tanjungpinang. Meskipun demikian, secara keseluruhan
responden memiliki jadwal belajar yang tergolong „cukup‟. Dalam penelitian ini, aspek jadwal belajar meliputi jadwal belajar siswa secara keseluruhan dan jadwal
belajar fisika siswa, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Siswa dikatakan memiliki kebiasaan belajar yang baik jika siswa mengatur jadwal belajar dan
memiliki jam belajar yang baik, tidak mengganggu jam istirahat tidur malam. Selain itu, siswa yang memiliki intensitas waktu belajar durasi belajar yang
tinggi tergolong memiliki kebiasaan belajar yang baik. Dari hasil analisis pada PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42 tabel 17 dapat diketahui bahwa responden dari kota Tanjungpinang tergolong
„cukup baik‟ dalam mengatur jadwal belajarnya. Sedangkan responden dari kota Metro memiliki jadwal belajar yang tergolong „baik‟. Selain itu juga responden di
kedua kota sudah mengatur jadwal belajar fisika dengan „cukup‟.
Aspek kebiasaan belajar yang kedua adalah persiapan belajar siswa. Aspek ini meliputi 3 indikator seperti yang tertera pada tabel 17. Dari tabel dapat dilihat
bahwa rata-rata persentase skor responden dari Kota Metro lebih tinggi daripada responden dari Kota Tanjungpinang. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa siswa
SMA kelas XI IPA di Kota Tanjungpinang dan Kota Metro memiliki persiapan belajar yang tergolong „baik‟. Dari tabel dapat dilihat bahwa indikator yang
pertama, tentang persiapan kebutuhan belajar siswa, menunjukkan persentase skor yang tertinggi dibandingkan dengan indikator lainnya. Persentase skor responden
dari kota Tanjungpinang lebih tinggi daripada persentase skor responden dari kota Metro. Responden baik dari kota Tanjungpinang maupun dari kota Metro dapat
dikatakan tergolong memiliki persiapan kebutuhan belajar yang „baik‟. Untuk indikator yang kedua dan ketiga, persentase skor responden dari kota Metro lebih
tinggi dibandingkan responden dari kota Tanjungpinang. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, responden dari kedua daerah memiliki persiapan kebutuhan
belajar fisi ka yang tergolong „cukup‟. Untuk indikator terakhir, responden dari
kota Tanjungpinang tergolong „cukup‟ dalam persiapan ujian, sedangkan responden dari kota Metro tergolong „baik‟ dalam mempersiapkan ujian.
Aspek belajar yang ketiga, yaitu suasana belajar, meliputi 2 indikator seperti yang tertera pada tabel 17. Dari tabel dapat dilihat bahwa rata-rata persentase skor
43 responden dari Kota Tanjungpinang lebih tinggi daripada responden dari Kota
Metro. Dalam kuesioner yang digunakan, aspek suasana kebiasaan belajar siswa meliputi suasana, tempat, dan kondisi belajar siswa dan konsentrasi siswa selamat
belajar. Seorang siswa dikatakan memiliki kebiasaan belajar yang baik jika siswa belajar pada tempat dan kondisi yang nyaman. Selain itu, kebiasaan belajar yang
baik juga ditunjukkan dengan tingkat konsentrasi siswa selama belajar. Siswa yang bermain, bercerita, bersenda gurau, atau mengganggu temannya
menunjukkan bahwa ia memiliki kebiasaan belajar yang tidak baik. Berdasarkan hasil analisis dapat dilihat bahwa baik siswa di kota Tanjungpinang maupun di
kota Metro memiliki tempat belajar dan suasana belajar yang tergolong „baik‟. Begitu pula untuk indikator yang kedua. Konsentrasi selama belajar, yang
dimiliki responden dari kota Tanjungpinang dan kota Metro terg olong „baik‟.
Aspek keempat dari kebiasaan belajar dalam penelitian ini adalah aktivitas belajar siswa. Dalam penelitian ini, aspek aktivitas belajar siswa meliputi 2
indikator, seperti yang tertera pada tabel 20. Kebiasaan belajar yang baik ditunjukkan dengan keaktifan siswa dalam menanggapi pembelajaran yang sedang
berlangsung, misalnya bertanya, menjawab pertanyaan, dan memperhatikan penjelasan guru. Selain itu, kebiasaan belajar yang baik ditunjukkan dengan
aktivitas-aktivitas seperti, berdiskusi tentang pelajaran, berlatih soal, mengakses informasi yang berkaitan dengan pelajaran di berbagai sumber belajar, atau
membuat rangkuman dari suatu materi pelajaran. Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa aktivitas belajar siswa baik di Kota Tanjungpinang maupun Kota
Metro tergolong „cukup‟. Dari seluruh aspek kebiasaan belajar yang ada, aspek PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44 keempat ini merupakan aspek yang rata-rata persentase skornya paling rendah
dibandingkan dengan aspek lainnya. Tabel 17 menunjukkan bahwa responden dari kedua daerah t
ergolong „baik‟ untuk indikator perhatian dan keaktifan menanggapi guru selama pembelajaran. Sedangkan untuk indikator aktivitas
belajar saat pembelajaran fisika, responden dari kedua daerah tergolong „cukup‟. Persentase skor dari kedua indikator menunjukkan aktivitas belajar siswa di kota
Metro lebih baik daripada siswa di kota Tanjungpinang. Aspek yang terakhir dari kebiasaan belajar dalam penelitian ini adalah
penyelesaian tugas dan tanggung jawab oleh siswa. Aspek ini meliputi 2 indikator yang membahas tentang kebiasaan siswa dalam mengerjakan dan menyelesaikan
tugas atau kewajibannya sebagai seorang siswa. Seorang siswa dikatakan memiliki kebiasaan belajar yang baik jika ia mengerjakan tugas-tugasnya dengan
tepat waktu. Jika harus dikerjakan di rumah maka siswa tersebut harus mengerjakannya di rumah, atau dikumpul sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan. Selain itu, kebiasaan belajar yang baik juga ditunjukkan dengan cara siswa meyelesaikan tugas-tugasnya. Siswa yang menyalin menyontek pekerjaan
temannya menunjukkan bahwa kebiasaan belajar yang ia miliki tidak baik. Berdasarkan hasil analisis di atas, diketahui bahwa responden dari kota
Tanjungpinang dan kota Metro sudah menyelesaikan tugas dan tanggungjawabnya dengan „baik‟ tepat pada waktunya. Diketahui pula bahwa rata-rata persentase
skor siswa di Kota Metro lebih tinggi daripada siswa di Kota Tanjungpinang. Responden dari kedua daerah diketahui dapat menyelesaikan tugasnya dengan
tepat waktu. Melalui penelitian ini dapat diketahui pula bahwa kebiasaan siswa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45 SMA kelas XI IPA di Kota Tanjungpinang tergolong „cukup‟ dalam
menyelesaikan tugasnya. Sedangkan siswa SMA kelas XI IPA di kota Metro dalam menyelesaikan tugasnya tergolong „baik‟.
Pembahasan terakhir dari poin ini adalah profil kebiasaan belajar siswa SMA kelas XI IPA dilihat dari aspek aktivitas belajar siswa yang menunjukkan
kebiasaan belajarnya. Profil kebiasaan belajar ini didapatkan melalui pernyataan nomor 15, 16, 19, 21 dan 24 pada kuesioner kebiasaan belajar yang diberikan
kepada responden. Berikut ini adalah tabel distribusinya: Tabel 18. Distribusi Jawaban Responden dari Kota Tanjungpinang untuk
Pernyataan Profil Kebiasaan Belajar Siswa
No Pernyataan
Jumlah Responden SS
S TS
STS
1 Saya lebih nyaman belajar sambil
mendengarkan musik 28,98
25,00 34,38
11,65 2
Saya lebih mudah memahami pelajaran dengan melihatnya
melalui video daripada mendengarkan penjelasan guru
19,60 29,26
42,33 8,81
3 Saya lebih mudah mempelajari
fisika apabila dilakukan melalui percobaan daripada hanya
dijelaskan 38,07
44,32 16,19
1,42
4 Saya memahami fisika melalui
latihan-latihan soal 17,33
60,51 19,32
2,84 5
Saya lebih mudah belajar fisika melalui belajar kelompok daripada
belajar sendiri 25,57
40,63 27,27
6,53
46 Dari tabel 18 dapat diketahui bahwa 53,98 responden dari kota
Tanjungpinang menyetujui jika belajar lebih terasa nyaman jika sambil mendengarkan musik, sedangkan sisanya merasakan sebaliknya. Namun,
sepertiga dari responden memilih pilihan „tidak setuju‟ atas pernyataan bahwa belajar terasa lebih nyaman jika sambil mendengarkan musik. Hasil ini
menunjukkan bahwa rasa atau suasana nyaman setiap orang dapat berbeda-beda. Ada siswa yang lebih nyaman belajar dalam keheningan tanpa alunan musik,
adapula siswa yang merasakan sebaliknya. Tabel 18 juga menunjukkan bahwa sebagian siswa tidak menyetujui bahwa
penggunaan video lebih memudahkan siswa memahami pelajaran, dan sebagian lainnya merasa video memudahkan mereka memahami pelajaran. Saat peneliti
melakukan observasi di setiap sekolah yang menjadi sampel penelitian, terlihat tidak ada alat multimedia pembelajaran yang terpasang permanen di setiap ruang
kelas. Menurut pengakuan para siswa, media seperti proyektor dapat dipinjam ke ruang kepala sekolah saat akan digunakan saja. Para siswa juga menjelaskan
bahwa penggunaan multimedia tersebut lebih dominan digunakan untuk menampilkan materi guru dalam bentuk powerpoint. Guru-guru di sebagian besar
sekolah jarang sekali menggunakan multimedia untuk menampilkan video pembelajaran. Melalui penelitian ini dapat diketahui bahwa pemanfaatan sarana
multimedia di SMA yang ada di kota Tanjungpinang masih kurang karena rendahnya ketersediaan sarana multimedia di setiap sekolah. Hasil penelitian ini
dapat dijadikan para guru sebagai bahan pertimbangan dalam penggunaan sarana multimedia untuk pembelajaran. Sebaiknya sarana multimedia dapat digunakan
47 untuk menampilkan simulasi atau video pembelajaran yang diharapkan mampu
meningkatkan pemahaman siswa. Pihak pemerintah juga diharapkan dapat meningkatkan pengadaan sarana multimedia guna menunjang aktivitas
pembelajaran di kelas. Selanjutnya adalah pendapat siswa tentang kelebihan pembelajaran melalui
percobaan. Dari tabel 18 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden dari kota Tanjungpinang menyetujui bahwa pelajaran fisika lebih mudah dipelajari melalui
percobaan. Hampir setengah dari jumlah responden memilih „setuju‟ untuk pernyataan yang menjelaskan bahwa pelajaran fisika lebih mudah dipelajari
melalui percobaan. Namun, berdasarkan penjelasan siswa saat peneliti melakukan wawancara terbuka di kelas, sebagian siswa menjelaskan lebih suka belajar
dengan melakukan percobaan karena percobaan dilakukan di luar kelas sehingga tidak jenuh, dan adapula yang menjelaskan lebih senang melakukan percobaan
karena bisa melihat langsung penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa metode pembelajaran melalui percobaan
dirasa memudahkan responden dari kota Tanjungpinang untuk memahami pelajaran fisika. Dengan demikian, para guru diharapkan dapat merancang metode
percobaan dengan sebaik mungkin agar siswa benar-benar dapat memahami pelajaran fisika melalui percobaan.
Untuk pernyataan yang keempat dapat dilihat bahwa sebagian besar responden dari kota Tanjungpinang setuju bahwa pelajaran fisika lebih mudah
dipelajari melalui latihan soal. Lebih dari separuh responden memilih „setuju‟ untuk pernyataan yang menjelaskan bahwa pelajaran fisika lebih mudah dipahami
48 melalui latihan-latihan soal. Berdasarkan hasil wawancara para responden dari
beberapa kelas di sekolah yang menjadi tempat penelitian menyatakan tidak mengerti pelajaran fisika tanpa diajari cara menyelesaikan soal-soal. Namun
beberapa responden menyatakan bahwa pelajaran fisika menjadi susah karena terlalu banyak rumus yang digunakan ketika mengerjakan latihan soal.
Berdasarkan hasil penelitian ini, para guru diharapkan dapat mendorong siswa untuk giat mengerjakan latihan-latihan soal agar siswa dapat lebih memahami
pelajaran fisika. Pernyataan yang terakhir menjelaskan profil siswa tentang cara belajar siswa.
Berdasarkan hasil analisis pada tabel 18 dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa merasa belajar fisika lebih mudah jika dilakukan secara berkelompok
daripada belajar sendiri. Lebih dari 40 respond en memilih „setuju‟ untuk
pernyataan yang menjelaskan bahwa belajar fisika lebih mudah dipelajari secara berkelompok dari pada belajar sendiri. Berdasarkan wawancara yang sempat
dilakukan, beberapa siswa menjelaskan bahwa diskusi kelompok membuat mereka lebih bersemangat dan memahami pelajaran fisika. Meskipun ada pula
responden yang menyatakan bahwa belajar sambil diskusi rentan memecah konsentrasi saat satu atau dua rekan yang mendiskusikan hal-hal di luar pelajaran
topik diskusi. Dengan demikian, para guru diharapkan dapat meningkatkan pembelajaran dalam kelompok-kelompok diskusi namun tetap dirancang sebaik
mungkin agar siswa tetap fokus mendiskusikan tema diskusi. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49 Tabel 19. Distribusi Jawaban Responden dari Kota Metro untuk Pernyataan Profil
Kebiasaan Belajar Siswa
No Pernyataan
Jumlah Responden SS
S TS
STS
1 Saya lebih nyaman belajar sambil
mendengarkan musik 15,31
43,54 34,01
7,14 2
Saya lebih mudah memahami pelajaran dengan melihatnya melalui
video daripada mendengarkan penjelasan guru
10,88 22,45
58,16 8,50
3 Saya lebih mudah mempelajari fisika
apabila dilakukan melalui percobaan daripada hanya dijelaskan
39,80 47,28
11,90 1,02
4 Saya memahami fisika melalui
latihan-latihan soal 17,69
56,12 23,13
3,06 5
Saya lebih mudah belajar fisika melalui belajar kelompok daripada
belajar sendiri 19,05
50,34 26,87
3,74
Tabel 19 menjelaskan profil kebiasaan belajar siswa SMA kelas XI IPA di kota Metro. Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden di
kota Metro menyetujui merasa lebih nyaman belajar sambil mendengarkan musik. Lebih dari 40 responden memilih „setuju‟ untuk pernyataan yang menjelaskan
bahwa belajar terasa lebih nyaman jika dilakukan sambil mendengarkan musik. Penelitian ini dapat menjelaskan bahwa setiap orang memiliki cara sendiri untuk
menghasilkan suasana belajar yang nyaman. Dengan demikian, para orang tua maupun guru diharapkan untuk mengerti kebutuhan setiap siswa selama belajar
50 selama tidak berdampak positif bagi siswa dan tidak mengganggu pihak atau
siswa lainnya. Selanjutnya adalah kelebihan pembelajaran menggunakan video. Dari tabel
19 dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa tidak menyetujui bahwa pembelajaran dengan melihat video lebih memudahkan siswa memahami
pelajaran ketimbang mendengar penjelasan guru. Lebih dari separuh responden memilih „tidak setuju‟ untuk pernyataan yang menjelaskan bahwaa pembelajaran
melalui video membuat siswa lebih memahami pelajaran fisika. Tidak dapat diketahui secara pasti alasan mengapa lebih dari separuh responden memilih
„tidak setuju‟ karena tidak didapatkan data melalui wawancara. Namun para guru diharapkan dapat lebih mengoptimalkan penggunaan sarana multimedia untuk
menampilkan simulasi atau video pembelajaran yang dapat memudahkan siswa memahami pelajaran fisika.
Dari tabel 19 dapat diketahui pula bahwa sebagian besar siswa menyetujui bahwa pelajaran fisika dapat dipahami melalui latihan-latihan soal. Lebih dari
separuh responden memilih „setuju‟ untuk pernyataan yang menjelaskan bahwa pelajaran fisika dipahami melalui latihan-latihan soal. Hasil penelitian ini dapat
dijadikan pertimbangan bagi para guru agar dapat mendorong siswa lebih giat lagi mengerjakan latihan-latihan soal agar lebih memahami pelajaran fisika.
Pernyataan terakhir menjelaskan bahwa belajar secara berkelompok membuat siswa lebih mudah belajar fisika. Dari tabel 19 dapat diketahui bahwa responden
dari kota Metro akan lebih mudah belajar fisika dengan belajar sacara PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51 berkelompok daripada belajar sendiri. Lebih dari separuh responden memilih
„setuju‟ untuk pernyataan ini. Dengan demikian, para guru diharapkan dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran secara berkelompok dengan tetap menjaga
konsentrasi belajar masing-masing peserta didik.
2. Pretasi Belajar Fisika Kinematika Siswa SMA Kelas XI IPA di Kota