37
C. Analisis dan Pembahasan
1. Kebiasaan Belajar Siswa SMA Kelas XI IPA di Kota Tanjungpinang dan
Kota Metro
Tujuan  pertama  penelitian  ini  adalah  mengetahui  kebiasaan  belajar  siswa SMA kelas XI IPA yang ada di Kota Tanjungpinang dan Kota Metro. Pada bagian
ini  akan  dijelaskan  distribusi  frekuensi  atau  pengklasifikasian  kebiasaan  belajar siswa  yang  dibagi  ke  dalam  lima  tingkatan  untuk  masing-masing  daerah.  Selain
itu, bagian ini juga menjelaskan kebiasaan belajar siswa di masing-masing daerah untuk masing-masing aspek kebiasaan belajar yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Tabel 15. Distribusi Tingkat Kebiasaan Belajar Siswa Kelas XI-IPA di Kota Tanjungpinang
No Kategori
Interval Skor Frekuensi
Frekuensi
1 Sangat Baik
85  x ≤ 100
10 2,84
2 Baik
70  x ≤ 85
166 47,16
3 Cukup
55  x ≤ 70
166 47,16
4 Tidak Baik
40  x ≤ 55
10 2,84
5 Sangat Tidak Baik
x ≤ 40
0,00 Rata-rata Skor Kebiasaan Belajar
70,34
Tabel  15  menunjukkan  distribusi  frekuensi  tingkat  kebiasaan  belajar  siswa  kelas XI IPA SMA di Kota Tanjungpinang. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa rata-
rata  skor  kebiasaan  belajar  siswa  SMA  kelas  XI  IPA  di  Kota  Tanjungpinang adalah  sebesar  70,34  sehingga  tergolong  dalam  kategori  memiliki  kebiasaan
belajar yang „baik‟. Sebanyak 2,84 dari 352 siswa SMA kelas XI IPA yang ada
di Kota Tanjungpinang tergolong memiliki kebiasaan belajar yang „sangat baik‟, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38 sedangkan  sebanyak  47,16  responden  tergolong  memiliki  kebiasaan  belajar
yang  „baik‟,  47,16  responden  tergolong  memiliki  kebiasaan  belajar  yang „cukup„, dan 2,84 responden tergolong memiliki kebiasaan belajar yang „tidak
baik‟.  Tidak  ada  responden  dari  kota  Tanjungpinang  yang  tergolong  memiliki kebiasaan belajar yang „sangat tidak baik‟.
Tabel 16. Distribusi Tingkat Kebiasaan Belajar Siswa Kelas XI-IPA  di Kota Metro
No Kategori
Interval Skor Frekuensi
Frekuensi
1 Sangat Baik
85  x ≤ 100
8 2,72
2 Baik
70  x ≤ 85
161 54,76
3 Cukup
55  x ≤ 70
121 41,16
4 Tidak Baik
40  x ≤ 55
4 1,36
5 Sangat Tidak Baik
x ≤ 40
0,00 Rata-rata Skor Kebiasaan Belajar
71,32
Distribusi frekuensi tingkat kebiasaan belajar siswa SMA kelas XI IPA di Kota  Metro  ditampilkan  pada  tabel  16.  Secara  keseluruhan,  kebiasaan  belajar
siswa SMA kelas XI IPA di Kota Metro tergolong „baik‟, dengan skor rata-rata 71,32  dari  skor  maksimal.    Dari  hasil  analisis  didapatkan  sebanyak  2,72
responden  tergolong memiliki  kebiasaan  belajar  yang  „sangat  baik‟,  54,76
responden  memiliki kebiasaan  belajar  yang  „baik‟, 41,16 responden tergolong memiliki  kebiasaan  belajar  yang  „cukup‟,  dan  1,36  responden  tergolong
memiliki kebiasaan belajar yang „tidak baik‟. Tidak ada responden yang memiliki kebiasaan belajar yang „sangat tidak baik‟.
39 Secara keseluruhan dapat dilihat adanya beberapa perbedaan antara distribusi
kebiasaan belajar siswa SMA kelas XI IPA yang ada di Kota Tanjungpinang dan Kota  Metro.  Rata-rata  kebiasaan  belajar  siswa  di  Kota  Metro  lebih  tinggi  dari
pada rata-rata kebiasaan belajar siswa di Kota Tanjungpinang 71,32  70,34. Untuk  kategori  kebiasaan  belajar  yang  „sangat  baik‟,  persentase  responden  dari
kota  Tanjungpinang  lebih  besar  daripada  persentase  responden  dari  kota  Metro. Namun untuk kategori kebiasaan  belajar  yang „baik‟, persentase responden dari
kota  Metro  lebih  besar  daripada  persentase  responden  di  kota  Tanjungpinang. Sedangkan  untuk  kategori  kebiasaan  belajar  yang  „cukup‟  dan  „tidak  baik,
persentase  responden  dari  kota  Tanjungpinang  lebih  besar  daripada  persentase responden  dari  kota  Metro.  Secara  keseluruhan  tidak  ada  responden  yang
tergolong memiliki kebiasaan belajar yang „sangat tidak baik‟.
Skor  kebiasaan  belajar  siswa  dalam  penelitian  ini  berdasarkan  lima  aspek kebiasaan belajar yaitu jadwal belajar siswa, persiapan belajar siswa, suasana saat
siswa  belajar, aktivitas siswa  saat  belajar, dan penyelesaian tugas dan kewajiban siswa.  Berikut  ini  adalah  tabel  yang  menunjukkan  kebiasaan  belajar  siswa  SMA
kelas XI IPA di Kota Tanjungpinang dan Kota Metro untuk masing-masing aspek kebiasaan belajar.
Tabel 17. Tabel Skor Kebiasaan Belajar Siswa untuk Setiap Aspek Kebiasaan Belajar Siswa SMA Kelas XI IPA di Kota Tanjungpinang dan Kota Metro
No Aspek
Kebiasaan Belajar
Indikator Aspek Kebiasaan Belajar
Skor Kebiasaan Belajar Siswa Tanjungpinang
Metro
1 Jadwal belajar
Siswa memiliki jadwal 68,96
73,72
40
No Aspek
Kebiasaan Belajar
Indikator Aspek Kebiasaan Belajar
Skor Kebiasaan Belajar Siswa Tanjungpinang
Metro
belajar yang baik diluar jam belajar di sekolah
Siswa mengatur jadwal belajar fisika
63,90 64,82
Rata-rata persentase
66,43 69,27
2 Persiapan
belajar Siswa mempersiapkan
kebutuhan belajarnya sebelum ke sekolah
88,88 85,33
Siswa mempersiapkan kebutuhan belajar fisika
60,05 64,20
Siswa mempersiapkan ujian tidak mendadak
68,61 71,85
Rata-rata persentase 72,51
73,80 3
Suasana belajar Siswa belajar di tempat dan
suasana yang nyaman 75,99
75,09 Siswa dapat menjaga
konsentrasi selama belajar 81,18
76,25
Rata-rata persentase
78,59 75,67
4 Aktivitas belajar  Siswa memperhatikan dan
aktif menanggapi guru saat pelajaran di kelas
74,81 76,02
Siswa menunjukkan aktivitas belajar yang baik
saat pembelajaran fisika 60,21
65,29
Rata-rata persentase
67,51 70,65
5 Penyelesaian
Siswa mengerjakan tugas 72,02
73,47
41
No Aspek
Kebiasaan Belajar
Indikator Aspek Kebiasaan Belajar
Skor Kebiasaan Belajar Siswa Tanjungpinang
Metro
tugas dan kewajiban siswa
tepat waktu Siswa menyelesaikan tugas
dengan kemampuan sendiri 65,34
68,07
Rata-rata persentase
68,68 70,77
Tabel  17  menunjukkan  rata-rata  persentase  skor  kebiasaan  belajar  siswa untuk setiap aspeknya di Kota Tanjungpinang dan Kota Metro. Berdasarkan hasil
analisis  di  atas  diketahui  bahwa  antara  kedua  daerah  terdapat  perbedaan persentase  skor  kebiasaan  belajar  untuk  setiap  aspeknya.  Jika  dirata-rata  dari
seluruh  aspek  didapatkan  bahwa  rata-rata  persentase  skor  kebiasaan  belajar  di Kota  Metro  lebih  besar  daripada  di  Kota  Tanjungpinang,  kecuali  untuk  aspek
suasana belajar. Untuk  aspek  kebiasaan  belajar  yang  pertama,  jadwal  belajar,  rata-rata
persentase  skor  responden  dari  Kota  Metro  lebih  tinggi  dibandingkan  dengan responden  dari  Kota  Tanjungpinang.  Meskipun  demikian,  secara  keseluruhan
responden memiliki jadwal belajar yang tergolong „cukup‟. Dalam penelitian ini, aspek jadwal belajar meliputi jadwal belajar siswa secara keseluruhan dan jadwal
belajar  fisika  siswa,  baik  di  sekolah  maupun  di  luar  sekolah.  Siswa  dikatakan memiliki  kebiasaan  belajar  yang  baik  jika  siswa  mengatur  jadwal  belajar  dan
memiliki  jam  belajar  yang  baik,  tidak  mengganggu  jam  istirahat  tidur  malam. Selain  itu,  siswa  yang  memiliki  intensitas  waktu  belajar  durasi  belajar  yang
tinggi  tergolong  memiliki  kebiasaan  belajar  yang  baik.  Dari  hasil  analisis  pada PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42 tabel  17  dapat  diketahui  bahwa  responden  dari  kota  Tanjungpinang  tergolong
„cukup baik‟ dalam mengatur jadwal belajarnya. Sedangkan responden dari kota Metro memiliki jadwal belajar yang tergolong „baik‟. Selain itu juga responden di
kedua kota sudah mengatur jadwal belajar fisika dengan „cukup‟.
Aspek kebiasaan belajar yang kedua adalah persiapan belajar siswa. Aspek ini meliputi  3  indikator  seperti  yang  tertera  pada  tabel  17.  Dari  tabel  dapat  dilihat
bahwa rata-rata persentase skor responden dari  Kota Metro lebih tinggi daripada responden dari Kota Tanjungpinang. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa siswa
SMA  kelas  XI  IPA  di  Kota  Tanjungpinang  dan  Kota  Metro  memiliki  persiapan belajar  yang  tergolong  „baik‟.  Dari  tabel  dapat  dilihat  bahwa  indikator  yang
pertama, tentang persiapan kebutuhan belajar siswa, menunjukkan persentase skor yang tertinggi dibandingkan dengan indikator lainnya. Persentase skor responden
dari kota Tanjungpinang lebih tinggi daripada persentase skor responden dari kota Metro.  Responden  baik  dari  kota  Tanjungpinang  maupun  dari  kota  Metro  dapat
dikatakan  tergolong  memiliki  persiapan  kebutuhan  belajar  yang  „baik‟.  Untuk indikator yang kedua dan ketiga, persentase skor responden dari kota Metro lebih
tinggi  dibandingkan  responden  dari  kota  Tanjungpinang.  Berdasarkan  analisis yang telah dilakukan, responden dari kedua daerah memiliki persiapan kebutuhan
belajar  fisi ka  yang  tergolong  „cukup‟.  Untuk  indikator  terakhir,  responden  dari
kota  Tanjungpinang  tergolong  „cukup‟  dalam  persiapan  ujian,  sedangkan responden dari kota Metro tergolong „baik‟ dalam mempersiapkan ujian.
Aspek belajar yang ketiga, yaitu suasana belajar, meliputi 2 indikator seperti yang tertera pada tabel 17. Dari tabel dapat dilihat bahwa rata-rata persentase skor
43 responden  dari  Kota  Tanjungpinang  lebih  tinggi  daripada  responden  dari  Kota
Metro.  Dalam  kuesioner  yang  digunakan,  aspek  suasana  kebiasaan  belajar  siswa meliputi suasana, tempat, dan kondisi belajar siswa dan konsentrasi siswa selamat
belajar. Seorang siswa dikatakan memiliki kebiasaan belajar yang baik jika siswa belajar pada tempat dan kondisi yang nyaman. Selain itu, kebiasaan belajar yang
baik  juga  ditunjukkan  dengan  tingkat  konsentrasi  siswa  selama  belajar.  Siswa yang  bermain,  bercerita,  bersenda  gurau,  atau  mengganggu  temannya
menunjukkan  bahwa  ia  memiliki kebiasaan  belajar  yang tidak  baik. Berdasarkan hasil  analisis  dapat  dilihat  bahwa  baik  siswa  di  kota  Tanjungpinang  maupun  di
kota  Metro  memiliki  tempat  belajar  dan  suasana  belajar  yang  tergolong  „baik‟. Begitu  pula  untuk  indikator  yang  kedua.  Konsentrasi    selama  belajar,  yang
dimiliki responden dari kota Tanjungpinang dan kota Metro terg olong „baik‟.
Aspek  keempat  dari  kebiasaan  belajar  dalam  penelitian  ini  adalah  aktivitas belajar  siswa.  Dalam  penelitian  ini,  aspek  aktivitas  belajar  siswa  meliputi  2
indikator,  seperti  yang  tertera  pada  tabel  20.  Kebiasaan  belajar  yang  baik ditunjukkan dengan keaktifan siswa dalam menanggapi pembelajaran yang sedang
berlangsung,  misalnya  bertanya,  menjawab  pertanyaan,  dan  memperhatikan penjelasan  guru.  Selain  itu,  kebiasaan  belajar  yang  baik  ditunjukkan  dengan
aktivitas-aktivitas  seperti,  berdiskusi  tentang  pelajaran,  berlatih  soal,  mengakses informasi  yang  berkaitan  dengan  pelajaran  di  berbagai  sumber  belajar,  atau
membuat  rangkuman  dari  suatu  materi  pelajaran.    Dari  penelitian  ini  dapat diketahui bahwa aktivitas belajar siswa baik di Kota Tanjungpinang maupun Kota
Metro tergolong  „cukup‟.  Dari  seluruh  aspek  kebiasaan  belajar  yang  ada,  aspek PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44 keempat  ini  merupakan  aspek  yang  rata-rata  persentase  skornya  paling  rendah
dibandingkan dengan aspek lainnya. Tabel 17 menunjukkan bahwa responden dari kedua  daerah  t
ergolong  „baik‟  untuk  indikator  perhatian  dan  keaktifan menanggapi  guru  selama  pembelajaran.  Sedangkan  untuk  indikator  aktivitas
belajar saat pembelajaran fisika, responden dari kedua daerah tergolong „cukup‟. Persentase skor dari kedua  indikator menunjukkan aktivitas belajar siswa di kota
Metro lebih baik daripada siswa di kota Tanjungpinang. Aspek  yang  terakhir  dari  kebiasaan  belajar  dalam  penelitian  ini  adalah
penyelesaian tugas dan tanggung jawab oleh siswa. Aspek ini meliputi 2 indikator yang  membahas  tentang kebiasaan siswa dalam  mengerjakan dan  menyelesaikan
tugas  atau  kewajibannya  sebagai  seorang  siswa.  Seorang  siswa  dikatakan memiliki kebiasaan belajar yang baik jika ia mengerjakan tugas-tugasnya dengan
tepat  waktu.  Jika  harus  dikerjakan  di  rumah  maka  siswa  tersebut  harus mengerjakannya  di  rumah,  atau  dikumpul  sesuai  dengan  waktu  yang  telah
ditentukan. Selain  itu, kebiasaan  belajar  yang  baik  juga ditunjukkan dengan cara siswa  meyelesaikan  tugas-tugasnya.  Siswa  yang  menyalin  menyontek  pekerjaan
temannya  menunjukkan  bahwa  kebiasaan  belajar  yang  ia  miliki  tidak  baik. Berdasarkan  hasil  analisis  di  atas,  diketahui  bahwa  responden  dari  kota
Tanjungpinang dan kota Metro sudah menyelesaikan tugas dan tanggungjawabnya dengan  „baik‟  tepat  pada  waktunya.  Diketahui  pula  bahwa  rata-rata  persentase
skor  siswa  di  Kota  Metro  lebih  tinggi  daripada  siswa  di  Kota  Tanjungpinang. Responden  dari  kedua  daerah  diketahui  dapat  menyelesaikan  tugasnya  dengan
tepat  waktu.  Melalui  penelitian  ini  dapat  diketahui  pula  bahwa  kebiasaan  siswa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45 SMA  kelas  XI  IPA  di  Kota  Tanjungpinang  tergolong  „cukup‟  dalam
menyelesaikan  tugasnya.  Sedangkan  siswa  SMA  kelas  XI  IPA  di  kota  Metro dalam menyelesaikan tugasnya tergolong „baik‟.
Pembahasan terakhir dari poin ini adalah profil kebiasaan belajar siswa SMA kelas  XI  IPA  dilihat  dari  aspek  aktivitas  belajar  siswa  yang  menunjukkan
kebiasaan  belajarnya.  Profil  kebiasaan  belajar  ini  didapatkan  melalui  pernyataan nomor  15,  16,  19,  21  dan  24  pada  kuesioner  kebiasaan  belajar  yang  diberikan
kepada responden. Berikut ini adalah tabel distribusinya: Tabel 18. Distribusi Jawaban Responden dari Kota Tanjungpinang untuk
Pernyataan Profil Kebiasaan Belajar Siswa
No Pernyataan
Jumlah Responden SS
S TS
STS
1 Saya lebih nyaman belajar sambil
mendengarkan musik 28,98
25,00 34,38
11,65 2
Saya lebih mudah memahami pelajaran dengan melihatnya
melalui video daripada mendengarkan penjelasan guru
19,60 29,26
42,33 8,81
3 Saya lebih mudah mempelajari
fisika apabila dilakukan melalui percobaan daripada hanya
dijelaskan 38,07
44,32 16,19
1,42
4 Saya memahami fisika melalui
latihan-latihan soal 17,33
60,51 19,32
2,84 5
Saya lebih mudah belajar fisika melalui belajar kelompok daripada
belajar sendiri 25,57
40,63 27,27
6,53
46 Dari  tabel  18  dapat  diketahui  bahwa  53,98  responden  dari  kota
Tanjungpinang  menyetujui  jika  belajar  lebih  terasa  nyaman  jika  sambil mendengarkan  musik,  sedangkan  sisanya  merasakan  sebaliknya.  Namun,
sepertiga  dari  responden  memilih  pilihan  „tidak  setuju‟  atas  pernyataan  bahwa belajar  terasa  lebih  nyaman  jika  sambil  mendengarkan  musik.  Hasil  ini
menunjukkan  bahwa rasa atau suasana  nyaman setiap orang dapat berbeda-beda. Ada  siswa  yang  lebih  nyaman  belajar  dalam  keheningan  tanpa  alunan  musik,
adapula siswa yang merasakan sebaliknya. Tabel  18  juga  menunjukkan  bahwa  sebagian  siswa  tidak  menyetujui  bahwa
penggunaan  video  lebih  memudahkan  siswa  memahami  pelajaran,  dan  sebagian lainnya  merasa  video  memudahkan  mereka  memahami  pelajaran.  Saat  peneliti
melakukan  observasi  di  setiap  sekolah  yang  menjadi  sampel  penelitian,  terlihat tidak ada alat multimedia pembelajaran yang terpasang permanen di setiap ruang
kelas. Menurut pengakuan para siswa, media seperti proyektor dapat dipinjam ke ruang  kepala  sekolah  saat  akan  digunakan  saja.  Para  siswa  juga  menjelaskan
bahwa  penggunaan  multimedia  tersebut  lebih  dominan  digunakan  untuk menampilkan materi guru dalam bentuk powerpoint. Guru-guru di sebagian besar
sekolah  jarang  sekali  menggunakan  multimedia  untuk  menampilkan  video pembelajaran.  Melalui  penelitian  ini  dapat  diketahui  bahwa  pemanfaatan  sarana
multimedia  di  SMA  yang  ada  di  kota  Tanjungpinang  masih  kurang  karena rendahnya  ketersediaan  sarana  multimedia  di  setiap  sekolah.  Hasil  penelitian  ini
dapat dijadikan para guru sebagai bahan pertimbangan dalam penggunaan sarana multimedia  untuk  pembelajaran.  Sebaiknya  sarana  multimedia  dapat  digunakan
47 untuk  menampilkan  simulasi  atau  video  pembelajaran  yang  diharapkan  mampu
meningkatkan  pemahaman  siswa.  Pihak  pemerintah  juga  diharapkan  dapat meningkatkan  pengadaan  sarana  multimedia  guna  menunjang  aktivitas
pembelajaran di kelas. Selanjutnya  adalah  pendapat  siswa  tentang  kelebihan  pembelajaran  melalui
percobaan. Dari tabel 18 dapat dilihat bahwa sebagian  besar responden dari kota Tanjungpinang menyetujui bahwa pelajaran fisika lebih mudah dipelajari melalui
percobaan.  Hampir  setengah  dari  jumlah  responden  memilih  „setuju‟  untuk pernyataan  yang  menjelaskan  bahwa  pelajaran  fisika  lebih  mudah  dipelajari
melalui percobaan. Namun, berdasarkan penjelasan siswa saat peneliti melakukan wawancara  terbuka  di  kelas,  sebagian  siswa  menjelaskan  lebih  suka  belajar
dengan  melakukan percobaan karena percobaan dilakukan di  luar kelas sehingga tidak  jenuh,  dan  adapula  yang  menjelaskan  lebih  senang  melakukan  percobaan
karena  bisa  melihat  langsung  penerapannya  dalam  kehidupan  sehari-hari.  Hasil penelitian  ini  menggambarkan  bahwa  metode  pembelajaran  melalui  percobaan
dirasa  memudahkan  responden  dari  kota  Tanjungpinang  untuk  memahami pelajaran fisika. Dengan demikian, para guru diharapkan dapat merancang metode
percobaan  dengan  sebaik  mungkin  agar  siswa  benar-benar  dapat  memahami pelajaran fisika melalui percobaan.
Untuk  pernyataan  yang  keempat  dapat  dilihat  bahwa  sebagian  besar responden  dari  kota  Tanjungpinang  setuju  bahwa  pelajaran  fisika  lebih  mudah
dipelajari  melalui  latihan  soal.  Lebih  dari  separuh  responden  memilih  „setuju‟ untuk pernyataan yang menjelaskan bahwa pelajaran fisika lebih mudah dipahami
48 melalui  latihan-latihan  soal.  Berdasarkan  hasil  wawancara  para  responden  dari
beberapa  kelas  di  sekolah  yang  menjadi  tempat  penelitian  menyatakan  tidak mengerti  pelajaran  fisika  tanpa  diajari  cara  menyelesaikan  soal-soal.  Namun
beberapa  responden  menyatakan  bahwa  pelajaran  fisika  menjadi  susah  karena terlalu  banyak  rumus  yang  digunakan  ketika  mengerjakan  latihan  soal.
Berdasarkan  hasil  penelitian  ini,  para  guru  diharapkan  dapat  mendorong  siswa untuk  giat  mengerjakan  latihan-latihan  soal  agar  siswa  dapat  lebih  memahami
pelajaran fisika. Pernyataan yang terakhir menjelaskan profil siswa tentang cara belajar siswa.
Berdasarkan  hasil  analisis  pada  tabel  18  dapat  diketahui  bahwa  sebagian  besar siswa  merasa  belajar  fisika  lebih  mudah  jika  dilakukan  secara  berkelompok
daripada  belajar  sendiri.  Lebih  dari  40  respond en  memilih  „setuju‟  untuk
pernyataan  yang  menjelaskan  bahwa  belajar  fisika  lebih  mudah  dipelajari  secara berkelompok  dari  pada  belajar  sendiri.  Berdasarkan  wawancara  yang  sempat
dilakukan,  beberapa  siswa  menjelaskan  bahwa  diskusi  kelompok  membuat mereka  lebih  bersemangat  dan  memahami  pelajaran  fisika.  Meskipun  ada  pula
responden  yang  menyatakan  bahwa  belajar  sambil  diskusi  rentan  memecah konsentrasi saat satu atau dua rekan yang mendiskusikan hal-hal di luar pelajaran
topik  diskusi.  Dengan  demikian,  para  guru  diharapkan  dapat  meningkatkan pembelajaran  dalam  kelompok-kelompok  diskusi  namun  tetap  dirancang  sebaik
mungkin agar siswa tetap fokus mendiskusikan tema diskusi. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49 Tabel 19. Distribusi Jawaban Responden dari Kota Metro untuk Pernyataan Profil
Kebiasaan Belajar Siswa
No Pernyataan
Jumlah Responden SS
S TS
STS
1 Saya lebih nyaman belajar sambil
mendengarkan musik 15,31
43,54 34,01
7,14 2
Saya lebih mudah memahami pelajaran dengan melihatnya melalui
video daripada mendengarkan penjelasan guru
10,88 22,45
58,16 8,50
3 Saya lebih mudah mempelajari fisika
apabila dilakukan melalui percobaan daripada hanya dijelaskan
39,80 47,28
11,90 1,02
4 Saya memahami fisika melalui
latihan-latihan soal 17,69
56,12 23,13
3,06 5
Saya lebih mudah belajar fisika melalui belajar kelompok daripada
belajar sendiri 19,05
50,34 26,87
3,74
Tabel  19  menjelaskan  profil  kebiasaan  belajar  siswa  SMA  kelas  XI  IPA  di kota Metro. Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden di
kota Metro menyetujui merasa lebih nyaman belajar sambil mendengarkan musik. Lebih dari 40 responden memilih „setuju‟ untuk pernyataan yang menjelaskan
bahwa  belajar  terasa  lebih  nyaman  jika  dilakukan  sambil  mendengarkan  musik. Penelitian  ini dapat menjelaskan  bahwa  setiap orang  memiliki cara  sendiri untuk
menghasilkan  suasana  belajar  yang  nyaman.  Dengan  demikian,  para  orang  tua maupun  guru  diharapkan  untuk  mengerti  kebutuhan  setiap  siswa  selama  belajar
50 selama  tidak  berdampak  positif  bagi  siswa  dan  tidak  mengganggu  pihak  atau
siswa lainnya. Selanjutnya  adalah  kelebihan  pembelajaran  menggunakan  video.  Dari  tabel
19  dapat  diketahui  bahwa  sebagian  besar  siswa  tidak  menyetujui  bahwa pembelajaran  dengan  melihat  video  lebih  memudahkan  siswa  memahami
pelajaran  ketimbang  mendengar  penjelasan  guru.  Lebih  dari  separuh  responden memilih „tidak setuju‟ untuk pernyataan yang menjelaskan bahwaa pembelajaran
melalui  video  membuat  siswa  lebih  memahami  pelajaran  fisika.  Tidak  dapat diketahui  secara  pasti  alasan  mengapa  lebih  dari  separuh  responden  memilih
„tidak setuju‟ karena tidak didapatkan data melalui wawancara. Namun para guru diharapkan  dapat  lebih  mengoptimalkan  penggunaan  sarana  multimedia  untuk
menampilkan  simulasi  atau  video  pembelajaran  yang  dapat  memudahkan  siswa memahami pelajaran fisika.
Dari  tabel  19  dapat  diketahui  pula  bahwa  sebagian  besar  siswa  menyetujui bahwa  pelajaran  fisika  dapat  dipahami  melalui  latihan-latihan  soal.  Lebih  dari
separuh  responden  memilih  „setuju‟  untuk  pernyataan  yang  menjelaskan  bahwa pelajaran  fisika  dipahami  melalui  latihan-latihan  soal.  Hasil  penelitian  ini  dapat
dijadikan pertimbangan bagi para guru agar dapat mendorong siswa lebih giat lagi mengerjakan latihan-latihan soal agar lebih memahami pelajaran fisika.
Pernyataan terakhir menjelaskan bahwa belajar secara berkelompok membuat siswa lebih  mudah belajar fisika. Dari tabel 19 dapat diketahui bahwa responden
dari  kota  Metro  akan  lebih  mudah  belajar  fisika  dengan  belajar  sacara PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51 berkelompok  daripada  belajar  sendiri.  Lebih  dari  separuh  responden  memilih
„setuju‟  untuk  pernyataan  ini.  Dengan  demikian,  para  guru  diharapkan  dapat meningkatkan  aktivitas  pembelajaran  secara  berkelompok  dengan  tetap  menjaga
konsentrasi belajar masing-masing peserta didik.
2. Pretasi Belajar Fisika Kinematika Siswa SMA Kelas XI IPA di Kota