30
Untuk kelengkapan data dalam penelitian ini, maka dilakukan juga wawancara dengan narasumberinforman lainnya sebagai tambahan data yaitu :
1. Satu orang Camat Kecamatan Meurah Mulia 2. Satu orang Kepala Mukim Pengetua Adat
3. Tiga orang Kepala Desa yaitu Kepala Desa Paya Kumbuk, Desa Paya Itek dan Desa Menasah Nga Kecamatan Meurah Mulia.
5. Metode Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang akurat dan relevan, baik berupa pengetahuan ilmiah, maupun tentang suatu fakta atau gagasan, maka pengumpulan data dilakukan
dengan cara sebagai berikut : a. Studi Kepustakaan library research yaitu menghimpun data dengan
melakukan penelahaan bahan kepustakaan baik berupa dokumen-dokumen, maupun peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan Gala gadai
tanah menurut hukum adat. b. Study lapangan Field Research yaitu untuk melakukan wawancara dengan
masyarakat yang telah pernah melakukan transaksi Gala gadai tanah, pemerintah desa dan tokoh masyarakat yang ada dalam Kecamatan Meurah
Mulia Kabupaten Aceh Utara.
6. Alat Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggungjawabkan hasilnya, maka data dalam penelitian ini
Universitas Sumatera Utara
31
dipeorleh melalui alat pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan cara sebagai berikut :
a. Studi dokumen, digunakan untuk memperoleh data sekunder dengan membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisis data
sekunder yang berkaitan dengan materi penelitian. Sehingga untuk mengumpulkan data skunder guna dipelajari kaitannya dengan permasalahan
yang diajukan. Data ini diperoleh dengan mempelari buku-buku, hasil penelitian dan dokumen-dokumen perundang-undangan yang ada kaitannya
dengan perjanjian Gala gadai menurut hukum adat. b. Wawancara, dilakukan dengan pedoman wawancara kepada informan dan
responden yang telah ditetapkan dengan memilih model wawancara langsung tatap muka, yang terlebih dahulu dibuat pedoman wawancara
dengan sistematis, tujuannya agar mendapatkan data yang mendalam dan lebih lengkap dan punya kebenaran yang konkrit baik secara hukum maupun
kenyataan yang ada di lapangan.
7. Analisis Data
Semua data yang diperoleh dari bahan pustaka serta data yang diperoleh dilapangan dianalisa secara kualitatif. Metode analisa yang dipakai adalah metode
deduktif dan induktif. Melalui metode deduktif, data sekunder yang telah diperoleh akan dijadikan pedoman secara komparatif dan dilihat pelaksanaannya dalam praktek
Gala gadai tanah dalam masyarakat Aceh di Kecamatan Meurah Mulia Kabupaten
Universitas Sumatera Utara
32
Aceh Utara. Dengan metode induktif, data primer yang diperoleh dilapangan setelah dihubungkan dengan aturan-aturan hukum yang berkaitan dengan gadai tanah, baik
berdasarkan kebiasaan masyarakat adat Aceh maupun hukum agraria nasional akan diperoleh asas-asas hukum yang hidup dalam pelaksanaan gadai tanah pada
masyarakat Aceh di Kecamatan Meurah Mulia Kabupaten Aceh Utara.
Universitas Sumatera Utara
33
BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MELATAR BELAKANGI KEBERADAAN
PERJANJIAN GALA GADAI TANAH PADA MASYARAKAT ACEH DI KECAMATAN MEURAH MULIA KABUPATEN ACEH UTARA
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian
Kecamatan Meurah Mulia adalah salah satu kecamatan yang secara
administratif termasuk dalam wilayah kabupaten Aceh Utara, provinsi Aceh. Kecamatan Meurah Mulia letaknya berbatasan dengan :
1. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Syamtanira Bayu; 2. Sebelah Timur berbatas dengan Kecamatan Samudera dan kecamatan Nibong,
sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Semudera; 3. Sebelah Selatan berbatas dengan Kabupaten Bener Meriah dan Kecamatan
Geuredong Pase. Kecamatan Meurah Mulia di pimpin oleh seorang Camat yang diangkat dan
diberhentikan oleh dan atas kewenangan Bupati Kepala Daerah Kabupaten Aceh Utara,
dengan masa
jabatannya sangat
tergantung kepada
Bupati yang
mengangkatnya. Kecamatan Meurah Mulia terdiri dari 50 limapuluh Gampoeng desa, yang
masing-masing Gampong desa dipimpin oleh seorang kepala desa yang disebut “Kechik”, Kechik dipilih langsung oleh warga masyarakat Gampong desa secara
demokratis melalui suatu pemilihan umum Gampong untuk masa jabatan 5 lima tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu periode jabatan ke depan.
33
Universitas Sumatera Utara
34
Kecamatan Meurah Mulia mempunyai luas wilayahnya 29.217 km
2
. Terdiri dari tiga kemukiman yaitu kemukiman Baroh dengan jumlah 15 limabelas
Gampong desa, kemukiman Teungoh dengan jumlah 12 duabelas Gampong Desa dan kemukiman Teungoh dengan jumlah 23 dua puluh tiga Gampong
Desa. Dengan jumlah kepala keluarga KK 4410 dan jumlah penduduk: 17.812 jiwa, yang terdiri dari laki-laki : 8677 jiwa dan perempuan: 9162 jiwa dengan mata
pencaharian masyarakat sebagai berikut : 1.
Petani 95
2. Pedagang
1 3.
Industri Rumah Tangga 1
4. PNS
2 5.
Buruh dan Pegawai Swasta 1
Sumber : Profil Umum Kecamatan Meurah Mulia Kabupaten Aceh Utara Propinsi Aceh tahun 2013 pada Kantor Camat Kecamatan Meurah Mulia
Kabupaten Aceh Utara. Keadaan geografis Kecamatan Meurah Mulia Kabupaten Aceh Utara memiliki
bentangan alam yang pada umumnya rata datar dan sebagian kecil yang keadaannya berbukit. Pada bagian yang datar terhampar areal persawahan yang dipasilitasi
dengan irigasi teknis serta permukiman penduduk dalam bentuk perkampungan yang disebut “gampong”, sedangkan sebagian kecil daerah perbukitan difungsikan sebagai
perkebunan rakyat, dimana masyarakat yang setelah menanam padi di sawah mereka pada setiap musim tanam, lalu sebagian diantara mereka mulai bekerja membersikan
Universitas Sumatera Utara
35
areal perbukitan untuk menanam tanam-tanaman muda seperti jagung, kedelai, kacang hijau dan sayur-sayuran. Disamping itu ada pula yang menanam tanaman
keras seperti durian, mangga dan karet. Ketika musim tanam tiba, setiap hari ketika matahari mulai menampakkan
sinarnya kira-kira jam 07.00 WIB para penduduk disetiap kampung baik laki-laki maupun
perempuan yang
telah dewasa
berbondong-bondong keluar
dari perkampungan menuju sawah mereka masing-masing dalam rangka mengolah sawah
atau mempersiapkan keadaan sawah supaya dapat ditanami padi. Setelah sawah mereka ditanami padi, maka tibalah waktu rehat atau waktu
menunggu masa panen. Kalau masa panen tiba maka warga masyarakat berbondong- bondong turun lagi ke sawah untuk melakukan panenan padi mereka.
Antara waktu selesai masa tanam dengan tibanya masa panen masa rehat, waktu inilah yang digunakan sebagian penduduk desa untuk mengerjakan kebun
lahan mereka yang berada di daerah perbukitan guna menambah penghasilan keluarga dengan menanam berbagai tanaman palawija dan tanaman sayur-sayuran.
Kehidupan masyarakat desa dalam wilayah Kecamatan Meurah Mulia pada umumnya sama, yaitu setiap desa ditandai dengan adanya sebuah bangunan Menasah
yang bentuknya adalah sama persis dengan bangunan rumah adat Aceh, hal ini merupakan salah satu cara untuk melestarikan bangunan rumah adat Aceh yang
semakin lama semakin menghilang keberadaannya. Fungsi Menasah adalah sangat banyak, diantaranya :
1. Sebagai tempat shalat berjamaah, kecuali hari Jumat
Universitas Sumatera Utara
36
2. Sebagai tempat musyawarah desa 3. Sebagai tempat pertemuan, bila ada acara-acara pertemuan yang
diprakarsai oleh pihak kecamatan atau oleh pemerintah kabupaten 4. Sebagai tempat belajar para orangtua yang biasanya diadakan setiap hari
Jumat Fungsi menasah sebagaimana disebut di atas semakin lama semakin
berkurang seiring dengan perkembangan masyarakat itu sendiri. Kalau tempo dulu fungsi menasah sangat strategis dimana para pemuda desa senantiasa
menggunakan menasah sebagai tempat berkumpul pada siang hari sekedar untuk beristirahat setelah bekerja di sawah dan pada malam hari berfungsi
untuk tempat istirahat tidur bersama dengan para pemuda sekampung, karena pada waktu tempo dulu sangat jarang para pemuda tidur di rumah pada malam
hari.
45
Pada waktu sekarang ini menurut penelitian, bahwa menasah tidak lagi mempunyai fungsi strategis, dimana para pemuda sangat jarang berkumpul di
Menasah, kecuali sudah ditentukan secara khusus, misalnya pada acara rapat pemuda sekampung yang secara kebetulan mengambil tempat di menasah. Selebihnya para
pemuda lebih suka berkeliaran kemana mereka suka, seperti pada warung-warung yang ada, baik di desa yang bersangkutan maupun di luar desa dengan berbagai
macam kegiatan seperti menonton televisi sambil menikmati secangkir kopi atau sebagian hanya dengan nongkrong sambil ngobrol bersama di teras warung.
Pada waktu malam ada yang pulang kerumah masing-masing, ada yang tidur di warung-warung tempat mereka bekerja pada siang hari. Keadaan seperti ini adalah
45
Wawancara dengan Bapak H. Syafari, selaku responden, pada tanggal 11 Februari 2013.
Universitas Sumatera Utara
37
merupakan delemma tersendiri yang tengah terjadi di Kecamatan Meurah Mulia Kabupaten Aceh Utara.
Ketidak konsistenan para pemuda dalam memiliki tempat istirahat pada malam hari membuat orang tua akan sangat sulit untuk mengontrol keadan dan keberadaan
anaknya pada malam hari, keadaan seperti ini membuat pusing orang tua dalam mengawasi anak-anak mereka.
Berkaitan dengan pendidikan di kalangan para pemuda dan pemudi desa sangat beragam. Ada yang masih sekolah ditingkat SLTA bahkan ada juga sebagian kecil
yang sedang mengikuti pendidikan tinggi kuliah. Namun disamping itu banyak juga para pemuda yang tidak lagi dalam pendidikan, atau pengangguran setelah tamat
sekolah tingkat SMP, para pemuda yang
tergabung dalam kelompok ini
keberadaannya sangat rentan terhadap pengaruh negatif khususnya narkoba, hal ini memang terbukti dilapangan memang sangat memperhatinkan, bahkan pengaruh
narkoba ini tidak hanya dikalangan pemuda yang menganggur akan tetapi sudah merambah sampai ke pematang persawahan, dimana para bapak-bapak muda sudah
kecanduan sabu-sabu yang tidak segan-segan menghisapnya di pematang persawahan ketika istirahat sejenak dari mengerjakan sawahnya.
Keadaan seperti ini sudah sangat memprihatinkan masyarakat disana, khususnya di Kecamatan Meurah Mulia Kabupaten Aceh Utara yang merupakan
bagian dari keprihatinan secara nasional dari bangsa kita republik Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
38
B. Gadai Tanah Menurut Hukum Adat
Di lingkungan masyarakat adat istilah gadai sudah sangat popular dipergunakan untuk melakukan suatu transaksi yang berhubungan dengan tanah. Pada dasarnya
alasan yang paling mendasar seseorang melakukan transaksi gadai adalah keadaan kebutuhan akan uang.
Pada mulanya istilah gadai tanah ini grondverpanding diperkenalkan oleh Van Vollenhoven. Pemberian nama untuk gadai ini dalam masyarakat hukum adat di
Indonesia terdapat beraneka ragam, misalnya di daerah Minangkabau dikenal dengan nama “Manggadai” di Jawa dikenal dengan “Odol Sende” di sunda dikenal dengan
“Jual Sende”, di Pariangan, Bogor, Purwokerto Selatan dan Kuningan memakai istilah “Akad”, “Gade”, “jual akad”, “Jual Gade” atau “Tandon”, di Jakarta, Cirebon
dikenal dengan istilah “gade” di Riau dan Jambi dikenal istilah “menjual gade” di Medan dikenal dengan istilah “menggadai”, di beberapa daerah Nusa Tenggara
Timur seperti daerah KupangDesa Teubaun disebut “Tarun”, di daerah Ermera disebut “Pinor”.
Sebagaimana yang telah disebutkan di atas di daerah Istimewa Aceh gadai tanah ini juga diberi nama beraneka ragam, misalnya di Kuala Simpang
dipergunakan istilah
“Agun”, Kecamatan
Babussalam dipakai
istilah “Cinderan”, daerah Lawe Alas menyebut istilah “Cinder”, Kecamatan
Peugasing dan Bebesan menyebutnya dengan nama “Garal” Kecamatan Kluet Selatan, Kecamatan Meukiek, Kecamatan Pidie, Kecamatan Meureudu dan
Kecamatan Indrapuri
menyebut dengan “Gala”, Kecamatan
Montasik, Kecamatan Darussalam ada juga menyebut dengan istilah “Geumala” atau
“Gala-Geumala”.
46
46
T.I. EL. Hakimy, Beberapa Segi Hukum Adat Tanah Pedesaan Aceh, Banda Aceh: Sinar Darussalam, 1981, hal. 152.
Universitas Sumatera Utara
39
Di samping itu ada yang menyebut dengan istilah “Publo-Gala” atau “Publo Akad”.
47
Khusus Kecamatan Meurah Mulia Kabupaten Aceh Utara disebut dengan istilah “Gala” gadai. Istilah-istilah gadai tersebut di atas pada prinsipnya di daerah
masyarakat hukum adat Aceh, diperuntukan terutama tanah-tanah pertanian. Di dalam hukum tanah adat istilah menjual gadai ini tidak sama pengertian
dengan istilah menjual lepas, menjual tahunan, walaupun ketiga jenis ini merupakan transaksi tanah yang bersifat riil di dalam hukum harta kekayaan. Pada prinsipnya
pemilik tanah yang melakukan transaksi gadai tidak menginginkan pelepasan tanahnya itu kepada pihak lain, melainkan pada suatu saat tertentu si pemilik tanah
dapat menebus hak atas tanah tersebut dengan syarat membayar kembali uang tebusan yang diterimanya dahulu, adanya penebusan kembali ini merupakan salah
satu ciri jual gadai yang artinya sebelum ditebus tanah yang bersangkutan berada dalam penguasaan pemegang gadai.
Sesuai dengan aneka ragam istilah menjual gadai dalam masyarakat hukum adat di daerah masing-masing, maka mengenai pengertian gadai ini juga terdapat berbagai
bentuk pengertian yang diungkapkan oleh para sarjana, namun tujuan dan artinya tetap sama.
47
Syahbuddin Mahyuddin, Pelaksana Gadai di Lampuuk Darussalam Aceh Besar dan Tinjauannya Menurut Hukum Islam, Banda Aceh: Sinar Darussalam, 1980, hal. 256.
Universitas Sumatera Utara
40
Adapun pengertian gadai menurut para sarjana adalah sebagai berikut : 1.
R. Supomo, pengertian gadai tanah adalah penyerahan hak atas tanah dengan syarat bahwa tanah itu tidak dapat pulang kembali pada yang menjual, kecuali
uang pembayaran dari pembeli itu dikembalikan ditebus.
48
2. Iman Sudiyat, pengertian menjual gadai yaitu menyerahkan tanah untuk
menerima pembayaran sejumlah uang secara tunai dengan ketentuan si penjual tetap berhak atas pengambilan atas tanahnya dengan jalan menebusnya
kembali.
49
3. Soerojo Wignjodipuro, gadai adalah penyerahan kontan disertai ketentuan,
bahwa yang menyerahkan tanah mempunyai hak mengambil kembali tanah itu dengan pembayaran uang yang sama jumlahnya.
50
4. A. Fauzi Ridwan, pengertian gadai adalah suatu transaksi penyerahan tanah
kepada pihak lain pemegang gadai dengan menerima sejumlah uang pembayaran dengan tunai, dengan perjanjian bahwa pemberi gadai yang
menyerahkan tanah berhak menarik kembali tanah itu dengan jalan menebus pembayaran di atas.
51
5. Van Dijk, gadai tanah adalah perpindahan tanah dengan pembayaran dengan
sejumlah uang, yang dibayar dengan tunai dan yang memindahkan hak tanah itu si pemberi gadai atau yang menggadaikan dapat memperoleh kembali tanah itu
48
R. Supomo, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Jakarta: Pradnya Paramita, 1960, hal. 28.
49
Iman Sudiyat, Op.Cit, hal. 28.
50
Soerojo Wignjodipuro, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, Jakarta: Gunung Agung, 1982, hal. 207.
51
A. Fauzi Ridwan, Op.Cit, hal. 37.
Universitas Sumatera Utara
41
jika ia membayar kembali kepada yang mendapatkan tanah itu, uang sejumlah yang diterimanya dahulu.
52
6. S.A. Hakim, jual gadai adalah penyerahan tanah dengan pembayaran sejumlah
uang secara kontan, demikian rupa sehingga yang menyerahkan tanah itu masih mempunyai hak untuk mengembalikan tanah itu kepadanya dengan pembayaran
kembali sejumlah yang tersebut.
53
7. Wirjono Prodjodikoro, merumuskan gadai tanah adalah seseorang menyerahkan
tanah kepada orang lain dengan menerima sejumlah uang tunai dengan perjanjian dikemudian hari ia berhak menebus kembali tanah itu dengan membayar
sejumlah uang tunai yang sama dengan uang yang ia terima semula.
54
8. Soerjono Soekanto dan Soeleman B. Taneko, jual gadai adalah merupaan suatu
perbuatan pemindahan hak atas tanah kepada pihak lain yakni pribadi kodrati yang dilakukan secara terang dan tunai sedemikian rupa, sehingga pihak yang
melakukan pemindahan hak, mempunyai hak untuk menebus kembali tanah tersebut. Dengan demikian maka pemindahan hak atas tanah pada jual gadai
bersifat sementara, walaupun kadang-kadang tidak ada patokan tegas mengenai sifat sementara waktu tersebut.
55
52
Van Dijk, Op.Cit, hal. 56.
53
S.A. Hakim, Op.Cit, hal. 19.
54
Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit, hal. 57.
55
Soerjono Soekanto, Op.Cit, hal. 214.
Universitas Sumatera Utara
42
9. Soerjono Soekanto mengatakan gadai tanah adalah penyerahan tanah dengan
pembayaran kontan, akan tetapi yang menyerahkan mempunyai hak mengambil kembali tanah itu dengan pembayaran uang yang sama jumlahnya.
56
Kalau diperhatikan beberapa konsep uraian yang dikemukakan oleh para sarjana sebagaimana tersebut di atas, dapatlah disimpulkan bahwa ada beberapa unsur
penting yang dapat ditarik dari transaksi gadai tanah, yaitu : a.
Yang menjadi subjek gadai adalah penjual dan pembeli gadai. b.
Yang menjadi objek gadai adalah tanah. c.
Transaksi gadai ini mempunyai sifat berdiri sendiri. d.
Transaksi gadai terjadi apabila objek gadai telah diserahkan oleh penjual gadai kepada pembeli gadai.
e. Sifat penyerahan tanah dilakukan bersama dengan penerimaan sejumlah uang
secara tunai. f.
Hak untuk menebus kembali objek gadai terletak pada penjual gadai dengan cara mengembalikan harga gadai yang diterima semula.
g. Transaksi gadai tidak mengenal dengan istilah bunga.
Berdasarkan konsepsi gadai tanah tersebut dan berdasarkan unsur-unsur, dapat dirumuskan “Gala” gadai adalah sebagai suatu perbuatan hukum rechthandeling
berupa penyerahan tanah pertaniankebun atau benda-benda lainnya yang berharga oleh pemberi gadai ureung peugala dengan menerima sejumlah uang secara tunai
56
Soerjono Soekanto, Meninjau Hukum Adat Indonesia, Suatu Pengantar untuk Mempelajari Hukum Adat, Jakarta: Rajawali, 1981, hal. 85.
Universitas Sumatera Utara
43
dari penerima gadai ureung Gala dan pada waktu pemberi gadai hendak menguasai kembali atas tanahbenda gadai dapat dilakukan dengan cara menebus kembali
sebesar sejumlah uang seperti semula. Pemegang gadai mendapat hak untuk menarik manfaat yang timbul dari
hukum hak-hak milik. Tetapi ada perkecualiannya, Pertama, pemegang gadai tidak boleh menjual tanah itu dalam arti jual lepas, juga tidak boleh
mempersewakannya lebih dari satu musim jual tahunan. Kedua, dia harus membiarkan tanah itu kosong agar sewaktu-waktu tanah itu dapat ditebus
kembali oleh pemberi gadai.
57
Disamping apa yang telah diuraikan di atas, ada bentukcara lain dalam transaksi gadai yaitu perjanjian penglunasan delgings-overeenkomst yakni
penyerahan sebidang tanah guna penglunasan sejumah hutang uang artinya dengan pemebrian sebidang tanah oleh debitur kepada kreditur untuk
dipergunakan oleh kreditur, maka debitur memberikan kepada kreditus sebagai suatu jalan untuk melunasi hutangnya dengan memperhitungkan harga hasil
tanah tersebut dengan jumlah hutang itu.
58
Dalam hubungan
yang tersebut
di atas,
Hilman Hadikusuma,
menguraikan dengan contoh mengenai delgings-overeenkomst ini gadai pelunasan atau disebut juga dengan nama persetujuan pelunasan misalnya,
apabila si berhutang A mempunyai hutang pada B, maka untuk dapat melunasi hutangnya itu A menyerahkan menggadaikan tanahnya kepada B dan dengan
demikian maka tanah lalu diusahakan oleh B, dari hasil tanah itu diperhitungkan sebagai pembayaran hutang sampai lunas, tentu saja dengan
menarik keuntungan dari hasil tanah tersebut.
59
Dari uraian tersebut di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa dalam lapangan hukum adat, tanah sebagai objek hukum khusus mengenai jual gadai dapat
dialihkan untuk sementara waktu adalah melalui 2 dua cara yaitu jual gadai dan perjanjian pelunasan hutang delgingsovereenkomst.
57
Nico Ngani, Perkembangan Hukum Adat Indonesia, Penerbit Pustaka Yutisia, Yogyakarta, 2012, hal. 62.
58
S.A. Hakim, Op.Cit, hal. 19.
59
Hilman Hadikusuma, Op.Cit, hal. 130.
Universitas Sumatera Utara
44
Sehubungan dengan uraian tersebut di atas, maka dalam praktek masyarakat hukum adat, diperoleh ciri-ciri hak gadai adalah sebagai berikut :
1 Hak gadai jangka waktu terbatas, artinya pada suatu waktu akan dihapus apabila
sipemberi gadai menebusnya. 2
Hak gadai tidak berakhir dengan sendirinya, bila si pemberi gadai meninggal dunia, akan tetapi hak gadai tersebut beralih kepada ahli warisnya.
3 Hak gadai dapat dibebani dengan hak-hak tanah lainnya, seperti menyewakan
atau sewa bagi hasil kepada pihak lain. 4
Hak gadai dengan persetujuan pemberi gadai dapat dialihkan kepada pihak ketiga apabila sipemegang gadai sangat memerlukan uang.
5 Hak gadai tidak menjadi hapus walaupun hak atas tanah dialihkan kepada pihak
lain. 6
Selama hak gadai berlangsung, maka atas persetujuan kedua belah pihak, uang gadainya dapat ditambah mendalami gadai.
7 Gadai sebagai lembaga, karena ketentuan Pasal 53 UUPA, bersifat sementara
maka pada waktunya akan dihapus. Di samping ciri-ciri yang telah disebutkan di atas, maka berikut ini akan
diuraikan perbedaan jual gadai tanah dalam hukum adat dengan pinjaman uang dengan jaminan. Transaksi gadai tanah dalam hukum adat, tanah bukanlah jaminan
hutang akan tetapi perjanjian yang berdiri sendiri, sedangkan pand dalam KUHPerdata objeknya tidak menyangkut tanah atau benda tidak bergerak, melainkan
Universitas Sumatera Utara
45
benda-benda bergerak dan perjanjian tersebut merupakan perjanjian pinjam meminjam uang dengan benda bergerak sebagai jaminannya.
Untuk lebih jelas perbedaan antara 2 dua lembaga tersebut, dapat diuraikan berikut ini :
a Jual gadai merupakan perjanjian yang berdiri sendiri, sedangkan pinjaman
dengan jaminan
adalah perjanjian
tambahan accessoire
overeenkomst disamping hutang uang.
b Jual gadai mengakibatkan penyerahan barang objek gadai kepada si pemegang
gadai, sedangkan pinjaman dengan jaminan barang tidak diserahkan untuk dinikmati kepada yang memberi hutang.
c Jual gadai dilakukan dalam tempojangka waktu tertentu atau tidak ditentukan,
sedangkan pinjaman dengan jaminan dilakukan hanya untuk jangka waktu yang pendek.
d Apabila tidak ditentukan jangka waktu dalam perjanjian maka jual gadai berakhir
jika pemberi gadai menebusnya, sedang dalam pinjaman dengan jaminan ditentukan waktu.
e Apabila dalam jual gadai ditentukan jangka waktu, maka si pemegang gadai
dapat meminta agar perjanjian diakhiri, jika si pemberi gadai tidak mampu untuk menebusnya, maka si pemegang gadai memintakan penetapan hukum lain
dengan si pemegang gadai untuk memperoleh hak milik atas benda gadai tersebut, sedangkan pinjaman dengan jaminan apabila jangka waktu yang telah
Universitas Sumatera Utara
46
ditentukan berakhir maka yang menerima jaminan berhak untuk meminta pembayaran hutang.
f Dalam jual gadai memebri hak kepada si pemegang gadai untuk memindahkan
atau mengalihkan gadai kepada pihak lain, sedangkan jaminan dengan pinjam tidak memberikan hak untuk memberikan barang jaminan kepada pihak lain.
g Dalam jual gadai apabila barang yang telah digadaikan itu musnah maka dengan
sendirinya hubungan berakhir dan si penerima gadai tidak berhak meminta kembali uang gadai tersebut dari pemberi gadai, sedangkan pinjaman dengan
jaminan apabila barang jaminan tersebut musnah maka si penerima jaminan tetap berhak meminta pembayaran hutang.
h Dalam jual gadai apabila pihak-pihak meninggal dunia maka perjanjian tersebut
beralih kepada ahli warisnya masing-masing sedangkan pinjaman dengan jaminan apabila yang berhutang meninggal dunia maka hutang dapat ditagih.
C. Faktor Telah Melembaga Perjanjian Gala Gadai Tanah pada Masyarakat Aceh Di Kecamatan Meurah Mulia Kabupaten Aceh Utara
Undang-Undang Pokok Agraria UUPA Nomor 5 Tahun 1960 menyangkut gadai tanah diatur pada Pasal 16 ayat 1 huruf h junto Pasal 53 ayat 1, Pasal 53 ayat
1 berbunyi sebagai berikut : Hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 16 ayat
1 huruf h, ialah hak gadai, hal usaha bagi hasil, hak menumpang dan hak sewa tanah
Universitas Sumatera Utara
47
pertanian diatur untuk membatasi sifat-sifatnya yang bertentangan dengan undang- undang ini dan hak-hak tersebut diusahakan hapusnya di dalam waktu yang singkat”.
Dalam penjelasan Pasal 16 UUPA, antara lain dijelaskan bahwa : “Dalam pada itu hak-hak adat yang sifatnya bertentangan dengan ketentuan-ketentuan undang-
undang ini, tetapi berhubung dengan keadaan masyarakat sekarang ini belum dapat dihapuskan, diberi sifat sementara dan akan diatur”.
60
Dari aturan yang telah disebutkan di atas, menginsyaratkan bahwa : pemerintah republik Indonesia tidak menginginkan praktek gadai tanah pertanian terus
berlangsung di kalangan masyarakat warga negara Indonesia khususnya di pedesaan, karena pemerintah telah terlanjur mengasumsikan bahwa gadai tanah pertanian telah
mengandung unsur pemerasan. Hal itu diperkirakan banyak masyarakat yang mengadaikan tanahnya akan tetapi tidak mampu menembus sampai dalam waktu
yang lama bahkan bisa mencapai puluhan tahun hingga meninggalnya pemberi gadai. Disisi lain sipenerima gadai telah mendapat hasil atau keuntungan yang
diperoleh dari pengolahan tanah tersebut, hingga melebihi bunga yang wajar dari besarnya uang gadai yang dikeluarkannya. Hal ini menjadi tidak sebanding, dan pihak
pemberi gadai dianggab sebagai pihak yang sangat merugi. Mengenai asumsi yang telah menjiwai UUPA tersebut ternyata berbanding
terbalik dengan apa yang sesungguhnya terjadi dan dialami oleh masyarakat Aceh di Kecamatan Meurah Mulia kabupaten Aceh Utara. Dari 10 sepuluh orang responden,
60
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah, Cetakan Keduabelas, Jakarta: Djambatan, 2008, hal. 42.
Universitas Sumatera Utara
48
3 tiga orang Keucik kepala desa, 1 satu orang kepala Mukim pengetua adat dan 1 satu orang Camat kepala wilayah Kecamatan Meurah Mulia yang telah saya
wawancarai sebagai responden semuanya memberi jawaban yang sama, yaitu Gala geumala gadai mengadai tersebut tidak dapat dipisahkan lagi dengan masyarakat,
hal itu disebabkan perjanjian Gala gadai tanah sudah begitu membudaya dan sangat berarti bagi masyarakat di Kecamatan Meurah Mulia.
Mengenai hal-hal yang telah
diasumsikan oleh UUPA hampir tidak diketemukan di kalangan masyarakat Aceh khususnya di kecamatan Meurah Mulia,
seperti dijelaskan oleh Bapak H. Abdul Rasyid, seorang pengetua adat di Kecamatan Meurah Mulia.
Masalah Gala gadai tanah di Kecamatan Meurah Mulia ini sudah mendarah daging bagi masyarakat, karena hampir tidak ada suatu cara lain yang dapat
digunakan oleh masyarakat disini untuk memenuhi kebutuhannya akan uang yang datangnya terkadang sangat tiba-tiba.
61
Bahkan masyarakat sangat bersyukur dengan adanya suatu perjanjian Gala gadai tanah ini masyarakat sangat tertolong atau terbantu dan kami tidak sanggup
membayangkan jika perjanjian Gala ini tidak dikenal dalam masyarakat disini, siapa yang akan membantu jika kami memerlukan uang dalam jumlah yang besar dalam
waktu yang sangat tiba-tiba.
62
61
Wawancara Dengan Bapak H. Abdur Rasyid, selaku Kepala Mukim Teungoh Pengetua Adat Di Kecamatan Meurah Mulia, pada tanggal 14 Februari 2013.
62
Wawancara Dengan Bapak Abdullah, selaku Sekretaris Desa Paya Kambuek, pada tanggal 13 Februari 2013.
Universitas Sumatera Utara
49
Berdasarkan fakta-fakta yang telah dikemukakan di atas, maka telah menjadi bukti bahwa perjanjian Gala gadai tanah telah melembaga dikalangan masyarakat di
Kecamatan Meurah Mulia Kabupaten Aceh Utara.
D. Faktor Kemudahan dan Efesiensi
Faktor kemudahan dan efisiensi merupakan alasan yang paling utama di pertahankan lembaga Gala gadai tanah oleh masyarakat di Kecamatan Meurah
Mulia Kabupaten Aceh Utara, ketika ada diantara anggota masyarakat yang secara tak terduga sangat memerlukan uang yang relatif besar hanya dengan cara
menggalakan menggadaikan tanahnya tersebut sebagai jalan satu-satunya dan hampir tidak ada cara lain.
Sebagaimana dikatakan Bapak Abdul Hamid Sabil, kepala desa Paya Kambuek: “Pernah suatu ketika di desa ini, seseorang Bapak ingin membawa
anaknya berobat ke rumah sakit di kota Medan, waktu itu ia membutuhkan dana Rp. 20.000.000,- dua puluh juta rupiah. Untuk mendapatkan dana sebesar itu
hanya membutuhkan waktu setengah hari atau setara dengan + 6 jam saja, yaitu untuk mencari orang yang bersedia menerima Gala atas tanah sawahnya seluas
6 enam gupang upah”.
63
Hal yang senada di kemukakan oleh Sdr. Amirullah salah seorang warga desa Paya Kumbuek, beliau menjelaskan bahwa masalah Gala gadai tanah
sudah sangat mengakar di kalangan masyarakat desa, karena betul-betul sangat mudah urusannya, hampir tidak membutuhkan apapun persyaratannya,
sehingga begitu seseorang membutuhkan uang, maka disitupula sudah menunggu orang yang bersedia membantu uang yang diperlukan dengan aturan
perjanjian Gala gemala.
64
63
Wawancara dengan Bapak Abdul Hamid Sabil, selaku Kesyik Kepala Desa Paya Kambuek, pada tanggal 11 Februari 2013.
64
Wawancara dengan Amirullah, selaku responden Paya Kambuek, pada tanggal 11 Februari 2013.
Universitas Sumatera Utara
50
Dengan merujuk kepada kedua penjelasan diatas, maka dapatlah dipahami bahwa betapa stategisnya pranata perjanjian Gala gadai tanah yang keberadaanya
semakin kuat ditengah-tengah masyarakat tersebut khususnya di kecamatan Meurah Mulia kabupaten Aceh Utara.
Pada dasarnya setiap transaksi yang dilakukan oleh para pihak terutama yang objeknya berupa benda tidak bergerak harus didasari dengan adanya alas hak yang
jelas. Alas hak sangat menentukan dalam suatu transaksi benda tidak bergerak, karena berhubungan dengan keabsahan suatu transaksi.
Pemilikan hak atas tanah oleh seseorang harus dibuktikan. Pembuktian kepemilikan hak atas tanah dilakukan atau ditunjukkan dengan berbagai macam alat
bukti. Namun pembuktian yang terkuat adalah melalui sertifikat tanah yang merupakan tanda bukti hak yang kuat bagi kepemilikan hak atas tanah.
65
Berdasarkan kepemilikan
hak atas
tanah, seseorang
mempunyai kewenanganberhak untuk melakukan suatu tindakan hukum atas tanah miliknya.
Menurut Soedikno Mertokusomo, wewenang yang dipunyai oleh pemegang hak atas tanah terhadap tanahnya dibagi menjadi dua yaitu:
66
1. Kewenangan Umum Wewenang yang bersifat umum, yaitu pemegang hak atas tanah
mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya, termasuk juga tubuh
65
J. Andy Hartanto, Problematika Hukum Jual Beli Tanah Belum Bersertifikat, Lasbang Mediantama, Yogyakarta, 2009, hal.16.
66
Sudikno Mertokusomo, Hukum dan Politik Agraria, Karunika, Universitas Terbuka, Jakarta, 1988, hal. 45.
Universitas Sumatera Utara
51
bumi, air, dan ruang yang ada diatasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu
dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.
2. Wewenang Khusus Wewenang yang bersifat khusus, yaitu pemegang hak atas tanah
mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya sesuai dengan macam hak atas tanahnya, misalnya wewenang pada Tanah Hak Milik adalah dapat
digunakan untuk kepentingan pertanian dan atau mendirikan bangunan. Transaksi Gala gadai yang dilakukan antara pemilik tanah dengan
penerima Gala gadai pada umumnya tidak menggunakan alas hak apapun dalam bentuk tertulis. Hal ini bukan berarti setiap orang bebas sesuka
hatinya untuk melakukan transaksi Gala atas tanah yang bukan miliknya. Setiap orang yang menggalakan tanahnya pasti ia adalah pemiliknya, karena
di pedesaan sangat tidak mungkin seseorang bertindak atas tanah yang bukan miliknya.
Keberadaan tanah baik tanah sawah, maupun tanah kebun di Kecamatan Meurah Mulia Kabupaten Aceh Utara sangatlah terang bagi
masyarakat. Dalam arti setiap petak tanah sudah diketahui oleh umum siapa pemiliknya.
Oleh karenanya
dalam transaksi
Gala gadai
tidak memerlukan alas hak dalam bentuk tulis, karena perjanjian Gala gadai
Universitas Sumatera Utara
52
bukanlah tindakan perpindahan hak milik, akan tetapi hanya perpindahan hak sementara untuk menguasai dan menikmati hasil selama belum ditebus.
Menurut hasil penelitian yang telah di lakukan pada umumnya kebutuhan anggota masyarakat akan uang yang jumlahnya relatif banyak, selalu terpenuhi
melalui perjanjian Gala dan hampir tidak pernah saya ketemukan dalam bentuk lain, termasuk secara utang piutang secara biasa. Hal ini telah membuktikan betapa tidak
mungkinnya lembaga Gala dipisahkan dari kehidupan masyarakat Meurah Mulia sebagaimana dicita-citakan oleh UUPA dan Undang-undang Nomor 56 Prp Tahun
1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian. Bushar Muhammad, dalam bukunya pokok-pokok hukum adat menjelaskan
sebagai berikut : Dalam penjelasan umum Perpu tersebut Pasal 9 diuraikan, bahwa
transaksi jual gadai itu diadakan oleh pemilik tanah, hanya bila ia berada dalam keadaan yang sangat mendesak dan kalau tidak terdesak oleh kebutuhan-
kebutuhan yang mendesak sekali, biasanya orang lebih suka menyewakan tanahnya. Oleh karena itu dalam transaksi jual gadai terdapat imbangan yang
sangat merugikan penjual-gadai serta sangat menguntungkan pihak pelepas uang. Dengan demikian jelas sekali, bahwa transaksi ini mudah menimbulkan
praktek-praktek
pemerasan, hal
mana bertentangan
dengan asas-asas
Pancasila.
67
Di Kecamatan Meurah Mulia Kabupaten Aceh Utara perjanjian Gala Gadai tanah tidak hanya dilakukan jika terdesak, di waktu keadaan tidak terdesak pun wagra
melakukan transaksi Gala. Misalnya ketika seseorang membutuhkan dana yang relatif besar untuk menyelesaikan pembangunan rumahnya yang belum begitu
rampung, maka ia menggalakan tanahnya, padahal perampungkan pembangunan
67
Bushar Muhammad, Pokok-Pokok Hukum Adat, Cetakan Kesepuluh, Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2006, hal. 116.
Universitas Sumatera Utara
53
rumahnya yang belum selesai betul bukanlah kebutuhan yang mendesak karena masih dapat menunggu beberapa kali panen ke depan. Oleh karena itu dapatlah dikatakan
bahwa banyak hal yang berbeda antara perjanjian Gala gadai tanah dalam masyarakat Aceh di Kecamatan Meurah Mulia dengan perjanjian gadai tanah
pertanian secara umum yang berlangsung di lingkungan masyarakat adat diseluruh Indonesia.
Pada bagian lain faktor efisiensi juga sangat berpengaruh dan menentukan dalam rangka dipertahankannya perjanjian Gala Gadai tanah di Kecamatan
Meurah Mulia Kabupaten Aceh Utara, hal ini dikemukakan oleh seluruh responden yang diwawancarai, antara lain sebagai berikut : “Perjanjian Gala
keberadaanya sangat praktis dan efisien karena keadaanya sangat bebas dan terbuka bagi siapa saja tidak terkecuali, dan pada dasarnya tidak ada
persyaratan apapun termasuk surat keterangan Gala gadai dan kwitansi”.
68
Namun dengan semakin berkembangnya cara berpikir masyarakat, maka tata cara perjanjian Gala Gadai tanah ini juga berkembang, kalau dulu belum dikenal
surat keterangan atau surat perjanjian Gala, sekarang sudah banyak yang membuatnya, kalau dulu belum dikenal kwitansi sebagai tanda terima pembayaran
sejumlah uang, maka sekarang sudah mulai diperbuat oleh yang melakukan transaksi Gala Gadai tanah.
E. Faktor Belum Terbukanya Akses Perbankan dan Pengaruh Unsur Riba
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, ternyata di Kecamatan Meurah Mulia belum ada tersedia kantor perbankan, belum ada satupun kantor unit BRI yang
68
Kesimpulan hasil wawancara dengan beberapa orang masyarakat desa Paya Kambuek pada tanggal 13 Februari 2013.
Universitas Sumatera Utara
54
membuka aktifitasnya di sana, namun di daerah lain yang berdekatan dengan Kecamatan Meurah Mulia sudah tersedia fasilitas perbankan yaitu disamping BRI
unit juga ada kantor perwakilan BNI dan Bank Pembangunan Daerah Aceh. Jarak antara ibukota kecamatan Meurah Mulia dengan fasilitas perbankan
tersebut tidaklah terlalu jauh dan menurut keterangan yang diperoleh dilapangan bahwa perbankan yang ada di daerah yang berdekatan tersebut juga melayani
kepentingan masyarakat yang ada di Kecamatan Meurah Mulia. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa responden diperoleh keterangan
sebagai berikut : “Sebenarnya ada juga keinginan masyarakat untuk mempergunakan
fasilitas perbankan dalam rangka mendapatkan dana segar guna digunakan untuk berbagai keperluan, baik keperluan yang datangnya secara mendadak,
maupun keperluan lain, terutama sekali untuk modal usaha produktif, namun keinginan masyarakat tersebut sangat jauh panggang dari api, artinya sangat
tidak mungkin dijangkau oleh masyarakat di kecamatan Meurah Mulia, di karenakan persyaratan yang diminta oleh pihak bank sangat tidak mungkin di
penuhi oleh masyarakat”.
69
“Apabila pihak bank mau menerima surat keterangan hak milik tanah dari kepala desa atau akta jual beli yang dibuat oleh camat, mungkin banyak juga orang
yang bersedia mengambil kredit, tetapi yang seperti itu tidak mau diterima oleh bank, mereka meminta sertifikat, padahal warga masyarakat disini sangat jarang yang telah
memsertifikatkan tanahnya”.
70
69
Wawancara dengan Bapak H. Abdur Rasyid, selaku Kepala Mukim Teungoh Pengetua Adat Di Kecamatan Meurah Mulia, pada tanggal 14 Februari 2013.
70
Wawancara dengan Bapak A. Hamid, selaku Kesyik Kepala Desa Menasah Nga Kecamatan Meurah Mulia, pada tanggal 12 Februari 2013.
Universitas Sumatera Utara
55
Berdasarkan hal tersebut dapatlah dipahami, bahwa ketiadaan bukti formal sebagai bukti hak milik atas tanah alas hak bagi masyarakat merupakan faktor yang
paling utama, sehingga mereka tidak dapat memohon kredit kepada pihak bank karena pihak bank meminta sertifikat tanah sebagai jaminannya.
Berdasarkan wawancara dengan beberapa responden diperoleh keterangan bahwa sangat jarang bagi masyarakat di Kecamatan Meurah Mulia Kabupaten Aceh
Utara yang telah memiliki sertifikat tanah sebagai tanda bukti hak milik, baik tanah pertanian,
maupun tanah
perumahan sekalipun.
Disisi lain
bank sangat
membutuhkannya. Jaminan ini merupakan hak mutlak atas suatu benda tertentu, berupa bagian dari
harta kekayaan debitur atau penjamin, sehingga memberikan kedudukan preference diutamakan kepada kreditor dari pada kreditor lainnya atas benda tersebut. Jadi, jika
debitur wanprestasi kredit macet, ada benda yang secara khusus untuk dijual oleh kreditor agar dapat melunasi hutan debitur tersebut.
71
Kemudian ada lagi persyaratan yang sangat berat untuk kami penuhi, yaitu pembayaran cicilan pada setiap bulannya. Seharusnya pihak bank mau mengerti
bahwa kemampuan kami untuk mencicil utang adalah pada waktu selesai panen padi di sawah. Kendala-kendala seperti inilah yang membuat masyarakat disini tidak
begitu teringat dengan lembaga perbankan.
72
71
Irma Devita Purnamasari, Kiat-kiat Cerdas, Mudah dan Bijak Memahami Masalah Hukum Jaminan Perbankan, Mizan Pustaka, Bandung, 2011, hal. 4.
72
Wawancara dengan Bapak T. Ismail, selaku responden Desa Paya Itek Kecamatan Meurah Muliah, pada tanggal 13 Februari 2013.
Universitas Sumatera Utara
56
Dari beberapa keterangan yang diberikan oleh anggota masyarakat dapat di mengerti bahwa antara kedua pihak tersebut, masih diperlukan komunikasi yang
intensif kalau memang benar ada keinginan atau komitmen dari kedua belah pihak untuk saling membutuhkan. Kalau selama ini masing-masing pihak masih berpegang
pada kepentingan sendiri-sendiri dalam arti belum bersedia melihat dan berpegang kepada realitas yang ada, terutama sekali realitas masyarakat petani yang ada di
lapangan. Kemudian ada suatu hal lagi yang tidak kalah pentingnya yang diyakini oleh
masyarakat di Kecamatan Meurah Mulia sehingga sangat jarang mereka memutuskan untuk mengambil kredit di bank, yaitu apa yang disebut dengan “riba”. Riba adalah
berupa bunga bank yang dalam hukum Islam adalah haram hukumnya, oleh karena masyarakat Aceh di Kecamatan Meurah Mulia masih sangat kental dan begitu
fanatiknya terhadap agama yang dianutnya, maka sangat berpengaruh kepada mereka terhadap tindakan apa saja yang dilakukan termasuk tindakan permohonan kredit
pada lembaga perbankan.
Universitas Sumatera Utara
57
BAB III BENTUK KONSTRUKSI PERJANJIAN GALA GADAI TANAH
PADA MASYARAKAT ACEH DI KECAMATAN MEURAH MULIA KABUPATEN ACEH UTARA
A. Objek Gala Gadai Tanah
Pada dasarnya yang menjadi objek dalam transaksi gadai pada masyarakat adat adalah pada umumnya tanah dan ada juga benda-benda lain yang bukan tanah.
“Tanah adalah objek yang paling digemari dalam transaksi gadai sehingga aturan hukum mengenai gadai dalam hukum adat selalu merupakan aturan tentang gadai
tanah. Hal ini adalah karena tanah merupakan harta yang bernilai ekonomis tinggi serta pelaksanaannya akan membawa keuntungan bagi pemegang gadai dengan
mengusahakan dan menikmati hasil panennya”.
73
Bagi masyarakat agraris seperti di Kecamatan Meurah Mulia Kabupaten Aceh Utara tanah dipandang sangat penting, artinya tanah merupakan martabat hidup
mereka, tanah bukan hanya memiliki nilai ekonomis, tetapi sesuatu yang memiliki nilai magis religius, baik bagi dirinya maupun bagi keluarga dan kerabatnya.
Soerojo Wignjodipuro mengatakan bahwa objek gadai pada umumnya tanah tetapi dapat dipersamakan pula dengan tanah adalah kolam ikan, rumah beserta
perkarangan, pohon-pohon buah-buahan beserta kebunnya.
74
73
Suhardi, Pengaruh Peraturan Gadai Tanah Pertanian Pasal 7 Undang-Undang Nomor 56Prp1960 Terhadap Pelaksanaan Gadai Tanah dalam Hukum Adat Minangkabau di Nagari Lurah
Ampalu Tesis, Medan: PS MK USU, 2004, hal. 38.
74
Soerojo Wignjodipuro, Op.Cit, hal. 208.
57
Universitas Sumatera Utara
58
Soekanto, mengatakan bahwa dalam hukum tanah adat yang menjadi objek dalam transaksi adalah tanah, selain tanah yang dijadikan objek adalah kolam-kolam,
pohon-pohon rumah yang dijual dengan pekarangannya, barang-barang yang religio- magis, misalnya jimat-jimat, keris-keris dapat diserahkan dengan transaksi ini.
75
Berdasarkan kedua pendapat sarjana di atas, dapat disimpulkan bahwa gadai tanah dapat mempunyai objek tanah dan benda-benda bukan tanah.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Kecamatan Meurah Mulia Kabupaten Aceh Utara yang menjadi objek perjanjian Gala gadai disana adalah
pada umumnya tanah, yang didominasi oleh tanah sawah dan ada juga tanah kebun, seperti kebun kelapa dan kebun durian.
Bagi penerima Gala gadai, objek tanah sawah lebih disukai ketimbang kebun kelapa dan kebun durian, hal ini dikarenakan penghasilan yang diperoleh dari tanah
sawah lebih terjamin dan lebih menguntungkan. Menyangkut dengan objek lain yang dipersamakan dengan tanah, seperti kolam
ikan, rumah beserta perkarangan, sepanjang penelitian tidak dijumpai lagi. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang menjadi objek
perjanjian Gala gadai khususnya di daerah penelitian adalah tanah sawah dan tanah kebun yang menghasilkan. Namun tidak tertutup kemungkinan adanya objek lain
yang dipersamakan dengan tanah sebagai objek Gala gadai. Sebagaimana dikemukakan Imam Sudiyat : masyarakat hukum adat di daerah Aceh pada umumnya
75
Soerjono Soekanto, Op.Cit, hal. 85.
Universitas Sumatera Utara
59
objek Gala gadai tersebut berkaitan dengan tanah pertanian, namun tidak tertutup kemungkinan benda-benda yang dapat dipersamakan dengan tanah.
76
B. Syarat-Syarat dan Tata Cara Pengikatan Perjanjian Gala Gadai Tanah
Untuk dapat melakukan teransaksi Gala gadai tanah, para pihak haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
77
1. Tanah objek Gala gadai harus milik si pemberi Gala gadai.
2. Dalam hal objeknya masih milik bersama atau berupa warisan yang belum
terbagi, maka harus ada persetujuan semua ahli waris. 3.
Jangka waktu berlangsungnya Gala gadai sekurang-kurangnya 1 satu kali panen.
4. Penerima Gala gadai tidak boleh menggalakan objek tersebut kepada pihak lain
tanpa persetujuan pemberi Gala gadai. Sebaliknya pemilik tanah harus menyetujui pengoperan Gala gadai kepada pihak ke tiga, dalam hal penerima
Gala gadai sangat membutuhkan uangnya dan pada saat yang sama pemilik tanah belum mampu menebusnya. Pada keadaan seperti ini, pemeilik tanah dapat
menebus objek Gala gadai langsung kepada pihak ketiga. 5.
Pemberi Gala gadai dapat meminta pendalaman Gala gadai tambahan harga Gala gadai kepada si penerima Gala gadai selama masa Gala gadai masih
berlangsung.
76
Imam Sudiyat, Op.Cit, hal. 28.
77
Wawancara Dengan Bapak H. Abdur Rasyid, selaku Kepala Mukim Teungoh Pengetua Adat di Kecamatan Meurah Mulia, pada tanggal 02 Mei 2013.
Universitas Sumatera Utara
60
6. Pemberi Gala gadai tidak dapat menebus objek Gala gadai dengan cara
mencicil. 7.
Dalam hal salah satu pihak yang melakukan transaksi Gala gadai atau kedua belah pihak meninggal dunia, maka hak sebagai pemegang penerima Gala
gadai dan hak menebus diwariskan kepada ahli waris masing-masing. 8.
Apabila dalam jangka berlangsungnya perjanjian Gala gadai telah terjadi kerusakan atas objek Gala gadai, misalnya karena bencana alam, maka kedua
belah pihak tidak berhak atau tidak terikat dengan ganti rugi. Penerima Gala gadai
berhak untuk
memperbaiki kerusakan
yang terjadi
dan terus
mengusahakan objek Gala gadai sebagaimana biasa. Dalam hal si penerima Gala gadai tidak memperbaikinya, maka objek Gala gadai tersebut kembali
kepada pemberi Gala gadai sebagai pemiliknya dengan tanpa penebusan. 9.
Jika yang menjadi objek Gala gadai adalah tanah kebun yang diatasnya ada pokok kelapa atau durian, penerima Gala gadai berhak memetikmengambil
hasilnya dan dilarang menebang pohonnya.
C. Bentuk-Bentuk Perjanjian Gala gadai Tanah 1.
Bentuk Perjanjian Gala Gadai yang Objeknya Berpindah ke Dalam Penguasaan Penerima Gala Gadai
Seseorang anggota masyarakat yang membutuhkan uang dalam jumlah tertentu dapat menggadaikan tanah sawahnya kepada siapa saja yang bersedia
atau memiliki uang untuk itu, dalam hal ini sipemilik tanah menyerahkan
Universitas Sumatera Utara
61
tanahnya kepada si penerima Gala Gadai dan sipenerima Gala Gadai menyerahkan sejumlah uang yang telah disepakati kepada pemilik tanah.
Dalam bentuk seperti ini, tanah objek Gala Gadai tersebut berada dan dikuasai serta diusahakan oleh sipenerima Gala Gadai dengan tidak
membicarakan kapan si pemilik dapat atau harus menebusnya. Pada mulanya tempo dulu, perjanjian Gala Gadai tanah memang tidak
mengenal batas waktu dan itulah bentuk yang sebenarnya dari perjanjian Gala Gadai, akan tetapi suatu perjanjian Gala Gadai mengenal jangka waktu
menimal untuk menembus, yaitu 1 satu kali panen, hal ini untuk memberikan kesempatan kepada penerima Gala Gadai guna mengambil manfaat atas
besarnya uang Gala Gadai yang telah dikeluarkannya, atau dengan istilah lain saling menerima manfaat atas perjanjian Gala Gadai tersebut.
Pada prinsipnya perjanjian Gala Gemala gadai menggadai tidak mengenal jangka waktu, karena tidak mengenal jangka waktu tersebut adalah
merupakan ciri khas dari perjanjian Gala itu sendiri. Dalam hal ada perjanjian gadai tanah pertanian di daerah lain yang
menggunakan batas waktu untuk menembus, itu tidak termasuk dalam kajian yang dimasudkan dalam tesis ini. Karena menurut konsep Gala Gadai, apabila
sudah dikaitkan dengan batas waktu, maka perjanjiannya menjadi perjanjian utang dengan jaminan, dalam arti apabila siberutang setelah tiba waktunya
ternyata tidak mampu membayar, maka tanah yang dijadikan jaminan tersebut akan diperhitungkan.
Universitas Sumatera Utara
62
Urip Santoso dalam bukunya hukum agraria dan hak-hak atas tanah menjelaskan bahwa :
a. Hak Gadai Gadai Tanah yang lamanya tidak ditentukan Dalam hal Hak Gadai Gadai Tanah tidak ditentukan lamanya,
maka pemilik tanah pertanian tidak boleh melakukan penebusan sewaktu-waktu, misalnya sekarang digadai, 1 atau 2 bulan kemudian
ditebus. Penebusan baru dapat dilakukan apabila pemegang gadai minimal telah melakukan satu kali masa panen. Hal ini disebabkan
karena Hak Gadai Gadai Tanah merupakan perjanjian penggarapan tanah bukan perjanjian pinjam-meminjam uang.
b. Gadai Tanah yang lamanya ditentukan Dalam Hak Gadai Gadai Tanah ini, pemilik tanah baru dapat
menebus tanahnya kalau jangka waktu yang diperjanjikan dalam Hak Gadai Gadai Tanah berakhir. Kalau jangka waktu tersebut sudah
berakhir dan pemilik tanah tidak dapat menebus tanahnya, maka tidak dapat dikatakan bahwa ia melakukan wanprestasi sehingga pemegang
gadai bisa menjual lelang tanah yang digadaikan tersebut. Apabila dalam batas waktu yang telah ditentukan pemilik tanah tidak dapat
menebusnya, maka pemegang gadai tidak dapat memaksa pemilik tanah untuk menebus tanahnya, dan kalau pemegang gadai tetap memaksa
menjual lelang tanah yang digadaikan tersebut, maka pemilik tanah dapat menggugat pemegang gadai kecuali pemilik tanah dapat
mengizinkan menjual tanah yang digadaikan.
78
Dari uraian diatas dapatlah dipahami bahwa pada dasarnya perjanjian
gadai tanah tidak dapat dikaitkan dengan pembatasan karena bertentangan dengan ciri khas gadai itu sendiri, hal ini telah terbukti sebagaimana
dikemukakan oleh Urip Santoso, bahwa walaupun dikaitkan dengan batas waktu, maka tetap saja objek gadai tidak dapat dilelang bila pemberi gadai tidak mampu
menembus ketika batas waktu berakhir. Apabila penerima gadai bersikeras
78
Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, Jakarta: Predana Media Group, 2008, hal. 132.
Universitas Sumatera Utara
63
melelang objek gadai yang tidak ditebus berdasarkan perjanjian, maka pemilik tanah dapat mengugat dipengadilan.
2. Bentuk Perjanjian Gala Gadai yang Objeknya Tidak Berpindah ke Dalam