REPRESENTASI PERJUANGAN HIDUP DALAM NOVEL “SURAT KECIL UNTUK TUHAN” ( Studi Semiologi Representasi Perjuangan Hidup Dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan ).

(1)

REPRESENTASI PERJUANGAN HIDUP DALAM NOVEL

“SURAT KECIL UNTUK TUHAN”

( Studi Semiologi Representasi Perjuangan Hidup

Dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan )

SKRIPSI

Oleh :

DHIKA WIDYANINTYA

NPM. 0743010264

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

SURABAYA 2011


(2)

REPRESENTASI PERJUANGAN HIDUP DALAM NOVEL ”SURAT KECIL UNTUK TUHAN”

( Studi Semiologi Representasi Perjuangan Hidup Dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan )

Disusun Oleh : Dhika Widyanintya

NPM. 0743010264

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi.

Menyetujui, PEMBIMBING

Drs. Kusnarto, M.Si NIP. 19580801 1984022 1001

Mengetahui, DEKAN

Dra. Hj. Suparwati, M.Si NIP. 195 507 181 983 022 001


(3)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang dibuat untuk memenuhi tugas akhir dengan judul :

“ REPRESENTASI PERJUANGAN HIDUP DALAM NOVEL SURAT KECIL UNTUK TUHAN ” ( Studi Semiologi Representasi Perjuangan Hidup Dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan ).

Penelitian yang telah dilalui oleh penulis kurang lebih selama tiga bulan lalu pada akhirnya membawa hasil sebuah skripsi tentang studi semiologi representasi perjuangan hidup dalam novel yang berjudul Surat Kecil Untuk Tuhan. Dalam prosesnya tak hanya kemudahan yang penulis alami namun juga berbagai macam kesulitan, akan tetapi syukurlah bahwa skripsi ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan skripsi ini banyak terdapat kekurangan-kekurangan. Syukur alhamdulillah dalam penyusunan skripsi ini telah mendapatkan bimbingan dan saran-saran.

Pada kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih yang setinggi-tingginya kepada semua pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi penelitian ini, diantaranya :

1. Allah SWT, yang telah memberikan kemudahan dalam setiap langkah

penulis.

2. Ibu Suparwati, Ir. M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.


(4)

3. Juwito, S.Sos, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.

4. Drs. Kusnarto, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing

penulis selama menyelesaikan skripsi ini.

5. Papa, Mama, Kakak dan Saudara-saudara tercinta terima kasih atas doa dan dukungannya baik moral maupun materiil.

6. Untuk Randy Tesar Pahlevy, terimakasih banyak atas dukungan dan semangat yang membuat penulis tidak malas dan dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

7. Untuk teman seperjuanganku: Echy dan Thea terimakasih banyak atas support

dan inspirasi yang telah kalian berikan selama ini, semangat buat kalian semua.

8. Untuk semua pihak yang tidak dapat penulis cantumkan, terimakasih banyak atas dukungannya selama ini.

Penulis menyadari benar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala bentuk saran dan kritik yang membangun nilai positif sangat dinantikan oleh penulis demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat, bagi semua yang membutuhkan.

Surabaya, Juni 2011


(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

1.4.1. Manfaat Teoritis ... 9

1.4.2. Manfaat Praktis ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10

2.1. Landasan Teori... 10

2.1.1. Buku Sebagai Media Massa Cetak ... 10

2.1.2. Karya Sastra Sebagai Suatu Proses Komunikasi .... 10

2.1.3. Karya Sastra Novel Sebagai Media Komunikasi Massa 12 2.1.4. Novel ... 14

2.1.5. Representasi ... 16

2.1.6. Perjuangan Hidup ... 19


(6)

2.1.8. Metode Roland Barthes ... 23

2.2. Kerangka Berfikir ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

3.1. Metode Penelitian ... 34

3.2. Definisi Operasional ... 36

3.3. Subjek dan Objek Penelitian ... 39

3.4. Corpus ... 39

3.5. Unit Analisis ... 44

3.6. Teknik Pengumpulan Data... 45

3.7. Teknik Analisis Data... 45

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47

4.1. Gambaran Objek Penelitian ... 47

4.2. Penyajian dan Analisis Data ... 50

4.2.1. Penyajian Data ... 50

4.2.2. Pengelompokan Data ... 54

4.2.3. Analisis Data ... 58

4.3. Mitos ... 84

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

5.1. Kesimpulan ... 87

5.2. Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 ... 22 Gambar 2 ... 27 Gambar 3 ... 30


(8)

ABSTRAKSI

Dhika Widyanintya. REPRESENTASI PERJUANGAN HIDUP DALAM NOVEL SURAT KECIL UNTUK TUHAN (Studi Semiologi Representasi Perjuangan Hidup Dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah representasi perjuangan hidup dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan.

Teori-teori yang digunakan antara lain adalah buku sebagai media massa cetak, karya sastra sebagai suatu proses komunikasi, karya sastra novel sebagai media komunikasi massa, novel, representasi, perjuangan hidup, semiologi komunikasi dan metode Roland Barthes.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan pendekatan analisis semiologi Roland Barthes. Dengan subjek penelitian adalah novel Surat Kecil Untuk Tuhan dan objek penelitian adalah teks yang merepresentasikan ‘Perjuangan Hidup’ dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan. Corpusnya adalah semua teks yang merepresentasikan perjuangan hidup dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat 19 leksia yang merepresentasikan perjuangan hidup dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan. Novel ini diceritakan berdasarkan kisah nyata perjuangan seorang gadis remaja untuk tetap bertahan hidup dari penyakit kanker ganas yang di deritanya.

Novel ini di tujukan kepada masyarakat untuk selalu memperjuangkan hidupnya dan cerita dari novel ini dapat dijadikan pengalaman.

Kata Kunci : Representasi, Metode Analisis Roland Barthes, Perjuangan Hidup, Novel Surat Kecil Untuk Tuhan.


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Komunikasi adalah pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan dan menimbulkan efek. Pesan yang disampaikan tentunya melalui perantara sebuah media massa.

Komunikasi massa adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak ( surat kabar, majalah ) atau elektronik ( radio, televisi ), yang dikelola suatu lembaga atau orang yang dilembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar dibanyak tempat, anonim, dan heterogen.

Media massa adalah media yang digunakan untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat. Dalam era globalisasi ini, media informasi telah dapat dihadirkan dalam berbagai macam dan bentuk. Namun untuk dapat mencapai sasaran khalayaknya dengan baik, produsen harus mempertimbangkan dengan sangat cermat dan tepat di dalam pemilihan media apa yang akan digunakan untuk menyampaikan informasi tersebut. Dalam suatu informasi, bahasa merupakan unsur yang terpenting, bahasa tidak hanya mencerminkan ‘realitas’ tetapi juga bisa menciptakan suatu ‘realitas’. Tentu saja hal ini tidak lepas dari peran besar media massa di dalam mengikutsertakan perspektif dan cara


(10)

pandang mereka dalam menafsirkan realitas sosial. Hal tersebut memperlihatkan bahwa media ‘tidak netral’ pada saat mengkonstruksi realitas sosial yang ada.

Media menentukan aspek-aspek yang ditonjolkan maupun dihilangkan, menentukan struktur berita yang sesuai dengan kehendak mereka. Dari sisi mana peristiwa tersebut disorot, bagian mana dari peristiwa yang didahulukan atau dilupakan, serta bagian mana dari peristiwa yang ditonjolkan atau dihilangkan. Siapakah yang akan diwawancarai untuk menjadi sumber berita, dan lain sebagainya. Berita bukanlah representasi dari peristiwa semata, tetapi di dalamnya juga memuat tentang nilai-nilai lembaga media yang membuatnya ( Tuchman, 1978:10 ).

Media massa menurut Defluer dan Denis merupakan suatu alat yang digunakan untuk komunikasi dalam penyampaian pesan yang ditranmisikan dengan menggunakan suatu teknologi, dimana sasaran media tersebut merupakan khalayak yang besar dan massal yang menyimak dan merasakan terpaan pesan dengan caranya sendiri ( Winarso, 2005:171 ). Fungsi media massa menurut Jay Black dan F.C Whitey, yaitu media massa memberikan hiburan, melakukan persuasi dan sebagai transmisi budaya atau tempat berlalunya nilai-nilai budaya dan sosial diluar kita ( Winarso, 2005:28 ). Fungsi media massa secara umum dalam berbagai wacana ada empat fungsi yaitu fungsi penyalur informasi, fungsi untuk mendidik, fungsi untuk menghibur dan fungsi untuk mempengaruhi. Keempat fungsi tersebut sangat melekat erat dalam media massa secara utuh dan fungsi-fungsi tersebut saling berhubungan, mempengaruhi atau mendukung satu


(11)

dengan yang lainnya sehingga pelaksanaannya harus dilakukan secara bersama-sama, tanpa mengesampingkan salah satu diantaranya.

Novel merupakan media komunikasi, melalui media novel itulah pengarang mengkomunikasikan sebuah pesan. Sementara, kegiatan komunikasi tidak dapat dipisahkan dengan proses pembentukan makna ( Lindlof, 1995:13 ). Dalam kajian budaya, segala artifak yang dapat dimaknai disebut sebagai teks (Lindlof, 1995:5). Novel merupakan salah satu bentuk teks, novel memiliki sifat polisemi dan membuka peluang pembacanya untuk memaknai sebuah teks tersebut secara berbeda ( McQuail, 1997:19 ).

Novel modern selama ini lebih banyak diteliti sebagai karya sastra daripada sebagai media komunikasi modern ( Hoed, 1989:6 ). Sebenarnya sebagai media massa cetak berbentuk fisik, novel digemari karena mampu tampil secara individu, personal serta isi pesannya sangat spesifik dan mendalam. Isi pesan dalam novel saat ini begitu banyak menyajikan gambaran suatu realitas sosial saat ini. Ditinjau dari penjelasan diatas, maka sebuah karya sastra berbentuk buku yang dibuat oleh penulis atau pengarang yaitu novel, dapat digolongkan sebagai sebuah media massa seperti media cetak yang dapat memberikan kehidupan dan informasi bagi pembacanya. Novel juga memiliki fungsi untuk menghibur dan persuasif (mempengaruhi) pembacanya. Selain itu novel juga banyak digunakan untuk keperluan studi, pengetahuan, hobi atau media hiburan dengan penyajian mendalam yang sangat jarang ditemukan pada media lain.

Sastra ialah karya tulis yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan serta keindahan dalam isi dan ungkapannya. Dalam


(12)

dunia sastra kosakata yang digunakan seringkali tidak dapat dibedakan dari kosakata bahasa sehari-hari dalam karya ciptanya, tetapi dengan memberinya makna yang lebih luas. Dalam sastra, bahasa tidak hanya digunakan untuk mengungkapkan baik pengalaman sastrawan itu sendiri maupun pengalaman orang lain tetapi juga dipakai untuk menyatakan suatu hasil. Kata-kata atau idiom seperti yang biasa kita jumpai dalam bahasa di luar sastra ternyata mampu memberikan kenikmatan dan keharuan, di samping adanya makna yang tersirat. Makna yang tersirat itu sering berfungsi sebagai pesan utama pengarang.

Sebagai suatu karya sastra, novel adalah sebuah teks. Novel merupakan hasil dari performance individu yang berbeda satu sama lain dan muncul sebagai wujud kreatifitas. Segala sesuatu yang berasal dari pengalaman individu sebagai makhluk individual maupun sosial adalah tindakan komunikasi. Performance adalah semua yang berhubungan dengan individu sebagai bagian dari suatu interaksi dalam masyarakat. Baik bahasa verbal maupun nonverbal yang melekat pada diri individu. Performance kaya akan simbolisasi yang terdiri dari emosi, pikiran, personal bearing, style dan cerita. Sebagai salah satu media komunikasi, novel juga dipersepsi oleh khalayaknya secara berbeda. Dalam memahami dan memaknai isi media, khalayak melibatkan banyak faktor di dalamnya. Proses pemaknaan dimungkinkan dengan hadirnya banyak aspek. Aspek individu berkaitan dengan karakteristis demografis, latar belakang pendidikan dan kelas sosial melibatkan budaya yang tersosialisasi sejak dini oleh khalayak. Budaya timbul sebagai hasil interaksi dan proses komunikasi. Di mana dalam budaya


(13)

terjadi proses pemaknaan dan negoisasi makna antar individu. Individu budaya timbul sebagai hasil interaksi dan proses komunikasi.

Novel ‘Surat Kecil Untuk Tuhan’ ini ditulis oleh Agnes Davonar. Yang merupakan dua bersaudara penulis online yang memulai kariernya dari sebuah blog. Agnes Davonar pernah terpilih menjadi The Most Influeantal Blogger dan

The Best Indonesia Writing Blogger pada tahun 2009. Mereka juga meraih penghargaan penulis online terbaik seasia-pasifik tahun 2010. Novel ini awalnya hanya diterbitkan secara online dan dibaca lebih dari 350.000 pengunjung. Karena banyaknya pembaca yang tertarik, maka novel tersebut di cetak secara luas. Sampai saat ini sudah cetakan ke-8 untuk penerbitan novel tersebut di Indonesia. Novel ini pun mencetak sukses di Taiwan. Novel ini juga pernah diulas dalam acara Kick Andy. Bahkan novel tersebut diangkat ke layar lebar, dan filmnya akan segera ditayangkan.

Alasan penulis memilih novel tersebut karena novel tersebut sedang menjadi perbincangan khalayak, novel tersebut merupakan best seller dan novel tersebut merupakan kisah nyata. Sehingga penulis tertarik untuk mengulas novel tersebut. Novel ‘Surat Kecil Untuk Tuhan’ ini adalah sebuah buku yang diangkat dari kisah nyata perjuangan seorang gadis remaja Indonesia bernama Gita Sesa Wanda Cantika atau biasa dipanggil Keke melawan kanker ganas yang langka. Keke yang baru berusia 13 tahun adalah seorang gadis cantik, pintar dan mantan artis penyanyi cilik yang tiba-tiba divonis mengalami kanker jaringan lunak pertama kali di Indonesia. Kanker itu menyerang wajahnya dan membuat parasnya yang cantik menjadi seperti monster. Dokter pun mengatakan kalau


(14)

hidupnya hanya tinggal beberapa bulan saja. Mendengar vonis tersebut ayah Keke tidak menyerah, ia berjuang agar Keke dapat lepas dari vonis kematian. Perjuangan sang ayah menyelamatkan putrinya begitu mengharukan. Tuhan memberikan anugerah dalam hidupnya, Keke mampu bertahan bersama kanker itu selama tiga tahun lamanya. Walau dengan dua puluh lima kali kemoterapi, yang dapat merontokkan seluruh rambutnya hanya dengan satu kali kemoterapi saja. Perjuangan Keke untuk melawan kanker membuahkan hasil, Kebesaran Tuhan membuatnya dapat bersama dengan keluarga serta sahabat yang ia cintai lebih lama. Keberhasilan Dokter Indonesia menyembuhkan kasus kanker yang baru pertama kali terjadi pada putri Indonesia ini menjadi prestasi yang membanggakan sekaligus membuat semua Dokter di Dunia bertanya-tanya. Namun kanker itu kembali setelah sebuah pesta kebahagiaan sesaat, Keke sadar nafasnya di dunia ini semakin sempit. Ia tidak marah pada Tuhan, ia bersyukur mendapatkan sebuah kesempatan untuk bernafas lebih lama. Walau pada akhirnya ia menyerah. Di nafas terakhir ia menuliskan sebuah surat kecil kepada Tuhan. Surat yang penuh dengan kebesaran hati remaja Indonesia yang berharap tidak ada air mata lagi di dunia ini terjadi padanya, terjadi pada siapapun.

Perjuangan Keke sangatlah besar. Dalam vonis kematian yang tinggal beberapa saat saja, ia mampu membuat vonis itu menjadi lebih lama. Dalam sisa hidupnya, ia menjadikan segala sesuatu lebih berarti. Tegar dengan keadaannya yang ada. Dan ia juga memberikan kekuatan dan semangat hidup kepada orang-orang terdekat yang ia cintai agar lebih kuat dan tegar. Perjuangan adalah usaha yang penuh dengan kesukaran untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik. Arti


(15)

hidup memiliki makna yang luas dan dapat diartikan ke dalam banyak hal. Masing-masing individu mempunyai cara yang berbeda dalam menjalani hidup, dan mempunyai makna yang berbeda dalam mengartikan hidup. Hidup bukan hanya sebuah rutinitas yang dilakukan setiap hari. Hidup lebih berarti saat belajar untuk memaknai hidup dengan hal-hal positif baik bagi diri sendri dan orang lain yang ada di sekitar. Hidup adalah masih bernafas dan bergerak. Hidup adalah mengalami kehidupan dengan cara tertentu. Hidup adalah mendapatkan rezeki dengan jalan sesuatu. Hidup adalah kesempatan bagi individu untuk mencurahkan kemampuan pada orang lain. Hidup adalah kesempatan untuk berbagi suka dan duka dengan orang-orang yang disayangi. Hidup adalah kesempatan untuk mengenal orang. Hidup adalah kesempatan untuk melayani orang. Hidup adalah kesempatan untuk mencintai dan menyayangi orang lain. Hidup adalah kesempatan untuk selalu bersyukur atas apa yang diberikan oleh tuhan dalam hidup ini. Hidup adalah kesempatan untuk belajar dan terus belajar tentang arti hidup itu sendiri. Dalam memperjuangkan sesuatu yang diinginkan maka tidak bisa langsung begitu saja dapat tercapai melainkan melewati berbagai macam proses. Dalam proses tersebut tidak boleh putus asa, semua masalah yang dihadapi pasti ada jalan keluarnya. Orang tua, teman-teman, sahabat, keluarga, saudara dan orang-orang di sekitar merupakan tempat untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Untuk memperjuangkan sesuatu yang dicita-citakan diperlukan keniatan dan jiwa pantang menyerah. Selalu bersyukur atas apa yang diberikan oleh Tuhan dan meyakini bahwa Tuhan akan memberikan yang terbaik untuk siapa pun.


(16)

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode Roland Barthes dalam memaknai leksia-leksia yang dapat menggambarkan objek yang diteliti. Leksia yaitu satuan bacaan dengan panjang pendek bervariasi. Roland Barthes berpendapat bahwa bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu ( Barthes, 2001:2008 dalam Alex Sobur, 2002:63 ). Menurut Barthes, dalam suatu naskah atau teks terdapat lima kode yaitu Kode Hermeneutik ( kode teka-teki ), Kode

Semik ( makna konotatif ), Kode Simbolik, Kode Proaretik ( logika tindakan ), Kode Gnomik ( kultural ) yang membangkitkan suatu badan pengetahuan tertentu. Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca ( the reader ). Konotasi, walaupun sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara panjang lebar mengulas apa yang sering disebut sebagai sistem pemaknaan tataran kedua yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Sistem kedua ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, yang di dalam Mythologies-nya secara tegas dibedakan dari denotatif atau sistem pemaknaan tataran pertama.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

Bagaimanakah representasi perjuangan hidup yang terdapat dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan?


(17)

  9

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah representasi perjuangan hidup dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan.

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis

Dapat memperkaya khasanah penelitian di bidang komunikasi, khususnya penelitian mengenai analisis pada karya sastra novel.

1.4.2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pengetahuan bagi pembaca terhadap pesan yang coba disampaikan dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan. Dan dapat menjadi masukan bagi pihak-pihak yang menggeluti dunia sastra yang juga memahami bahwa novel adalah sebagai media komunikasi massa.


(18)

10

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Buku Sebagai Media Massa Cetak

Dalam sejarahnya, buku termasuk media massa cetak yang dianggap mampu menyampaikan pesan secara mendalam. Terlebih lagi dengan banyaknya kelebihan yang dimilikinya seperti mudah dibawa kemana saja dan yang paling penting terdokumentasi permanen. Namun sayangnya hanya bisa dinikmati oleh mereka yang melek huruf ( Cangara, 2005:128 ). Buku sebagai media massa juga merupakan transmisi warisan sosial dari generasi ke generasi berikutnya. Media cetak seperti buku mampu memberikan pemahaman yang lebih kepada pembacanya. Melalui sebuah buku, penulis atau penyusunnya dapat berbagi banyak hal seperti ilmu pengetahuan, pengalaman, bahkan imajinasi kepada pembacanya sehingga buku banyak digunakan untuk keperluan studi, pengetahuan, hobi atau media hiburan dengan penyajian mendalam.

2.1.2. Karya Sastra Sebagai Suatu Proses Komunikasi

Dalam suatu karya sastra hubungan antara pengarang dan pembaca harus dipahami dengan hubungan yang bermakna, sebagai pola-pola hubungan yang terbuka dan produktif dengan implikasi sosial, bukan sebagai kualitas yang tunggal dan linier. Di satu pihak, pengarang menciptakan bentuk-bentuk yang


(19)

memungkinkan untuk mengadakan komunikasi timbal balik. Pengarang menelusuri secara terus-menerus signifikasi fungsi-fungsi sosial interaksi simbolis dalam aktifitas kehidupan manusia. Di pihak lain, sesuai dengan hakekat rekaan, pengarang menghubungkan dengan kualitas imaginatif dan kreatif yang dengan sendirinya berfungsi untuk menopang kehidupan sastra secara keseluruhan. Komunikasi sastra merupakan komunikasi tertinggi sebab melibatkan mekanisme unsur-unsur yang paling luas.

Karya sastra sebagai salah satu bentuk kreatifitas kultural sebagai representasi super struktur ideologis, dipandang sebagai gejala-gejala sosial yang terdiri dari sistem informasi yang sangat rumit. Di satu pihak karya sastra merupakan respon-respon interaksi sosial, yaitu gejala sosial sebagai akibat antara hubungan pengarang dan masyarakat. Di pihak lain karya sastra menyediakan dunia rekaan bagi pembacanya. Dalam pengertian yang terakhir inilah sesungguhnya terletak gagasan-gagasan mengenai komunikasi sastra. Analisis struktur karya sastra selalu dalam kaitannya dengan struktur sosial. Artinya semesta, tokoh dan peristiwa dipahami dalam kerangka pemahaman bersama. Pemahaman tersebut bukan untuk menemuukan makna tunggal, bukan juga untuk menemukan makna yang sesuai dengan objek kreator. Sebaliknya, pemahaman justru mengarahkan pada keragaman interpretasi yang diperoleh dengan cara mengungkapkan totalitas isi yang terkandung di dalamnya. Interaksi simbolik dalam karya sastra merupakan representasi kehidupan sehari-hari dengan cara yang sangat halus, mengacu pada kualitas transcendental, konotatif dan metaforis ( Ratna, 2003:132-133 ).


(20)

Karya sastra khususnya novel, dengan peralatan formalnya, semakin lama semakin dirasakan sebagai aktifitas yang benar-benar memiliki fungsi integral dalam struktur sosial. Dalam proses komunikasi, karya sastra dianggap sebagai gejala yang sarat dengan referensi-referensi sosial, yang pada dasarnya sangat bermanfaat dalam pengembangan hubungan-hubungan sosial. Karena itulah Duncan menyatakan bahwa kekuatan seni yang sesungguhnya terletak dalam kapasitasnya untuk menerobos tembok pemisah antar manusia (Ratna, 2003:134).

Karya sastra sebagai proses komunikasi menyediakan pemahaman yang sangat luas. Menurut Duncan, dalam karya seni terkandung bentuk-bentuk ideal komunikasi, karena karya seni menyajikan pengalaman dalam kualitas antar hubungan ( Ratna, 2003:142 ).

2.1.3. Karya Sastra Novel Sebagai Media Komunikasi Massa

Semua makhluk di dunia ini melakukan komunikasi tetapi hanya komunikasi yang menggunakan simbol. Sesuai dengan pendapat Danwey dan Duncan memandang bahwa masyarakat lahir dalam dan melalui komunikasi simbol-simbol bermakna. Mekanisme melalui hubungan-hubungan lisan dan tulisan dianggap sebagai cara-cara berkomunikasi yang paling konstan dan lazim dalam kehidupan sosial, dengan sendirinya merupakan pondasi sumber dan energi bagi semua aktifitas. Paradigma behaviorisme antara hubungan bersifat tidak terkait ruang dan waktu.

Komunikasi massa adalah proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan dengan menggunakan media cetak dan elektronik antara lain:


(21)

televisi, radio, koran, majalah, buku, film, dan bertujuan untuk mengirim sejumlah pesan kepada khalayak yang tersebar dan heterogen.

Menurut De Fleur dan Dennis Mc Quail dalam Genarsih ( 2006:33 ), menjelaskan bahwa buku atau novel termasuk dalam perkembangan media massa. Perkembangan buku dan dibangunnya perpustakaan diberbagai Negara Eropa Barat dimasa abad 15 Masehi memberikan awal baru bagi perkembangan media massa. Secara garis besar media komunikasi massa dapat digolongkan ke dalam dua hal, yaitu media cetak atau print (buku, majalah, surat kabar, dan film (khususnya film komersial)), serta media broadcasting yaitu radio dan televisi. Media cetak sebagai salah satu bentuk media komunikasi umumnya memiliki fungsi sebagai pemberi informasi, artikel majalah yang lebih bersifat mempengaruhi, dan novel yang mempunyai fungsi utama untuk menghibur. Selain itu novel juga memberi informasi dan mempersuasi pembacanya.

Selanjutnya, DR. Nyoman Kutha Ratna mengatakan bahwa komunikasi sastra merupakan komunikasi tertinggi, karena melibatkan mekanisme unsur-unsur yang paling luas. Schmidt misalnya, menjelaskan bahwa komunikasi sastra melibatkan proses total yang meliputi: a). Produksi teks, yaitu aktifitas pengarang dalam menghasilakn teks tertentu, b). Teks itu sendiri dengan berbagai problematikanya, c). Transmisi teks melalui editor, penerbit, toko-toko buku, dan pembaca nyata, dan d). Penerima teks, melalui aktivitas pembaca, khususnya pembaca implisit. Hubungan karya sastra dengan masyarakat merupan kompleksitas hubungan yang bermakna, antar hubungan yang brtujuan untuk


(22)

saling menjelaskan fungsi-fungsi perilaku sosial yang terjadi pada saat-saat tertentu ( Ratna, 2003:137 ).

2.1.4. Novel

Menurut Cecep Syamsul Hari (www.kompas.com), istilah novel berasal dari Italia, novella, yaitu prosa naratif fiksional yang panjang dan kompleks, yang secara imajinatif berjalin-kelindan dengan pengalaman manusia melalu suatu rangkaian peristiwa yang saling berhubungan satau sama lain dengan melibatkan sekelompok atau sejumlah orang (tokoh, karakter) di dalam latar (setting) yang spesifik. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua, novel diartikan sebagai karangan prosa yang panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat pelaku.

Dalam arti umum novel diartikan sebagai bentuk karya sastra, novel merupakan struktur yang bermakna. Novel tidak sekadar serangkaian tulisan yang menggairahkan ketika dibaca, tetapi merupakan struktur pikiran yang tersusun dari unsur-unsur yang terpadu.

Novel merupakan salah satu jenis buku dalam bentuk sastra, sama seperti media cetak lainnya, novel juga memberikan informasi pada pembacanya. Selain itu novel juga berfungsi menghibur dan mempersuasi pembacanya ( Keraf, 1993:187-188 ).


(23)

Novel sebagai salah satu karya sastra merupakan salah satu bahasa untuk berkomunikasi dengan bidang-bidang lainnya yang berkembang sesuai dengan perubahan masyarakat dimana ia hidup ( Sunardi, 2004:14 ).

Novel merupakan bentuk karya sastra paling populer di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak beredar, lantaran daya komunikasi yang luas pada masyarakat sebagai bahan bacaan. Novel dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu, novel serius dan novel hiburan. Novel serius adalah novel yang apabila membacanya membutuhkan suatu konsentrasi dan pemahaman yang tinggi, sedangkan novel hiburan adalah novel yang berisi tentang hiburan dan apabila membacanya tidak terlalu membutuhkan konsentrasi dan pemahaman yang tinggi. Syarat utama novel adalah karya yang menarik, menghibur dan mendatangkan rasa puas bagi pembacanya.

Untuk menyajikan material kultural, dibandingkan dengan puisi, bahkan juga drama, novel memiliki medium naratifitasyang sangat kaya. Secara kronologis, transmisi material kultural ke dalam karya meliputi pengamatan dan penelitian, penulis dan penyebaran, pembaca dan penilaian ( Ratna, 2003:44 ).

Isi pesan novel menjadi penting jika berkaitan dengan fungsi novel yang dikemukakan oleh Culler, yaitu novel merupakan wacana yang di dalamnya dan lewatnya masyarakat mengartikulasikan dunia. Di dalam novel kata-kata disusun sedemikian rupa agar melalui aktivitas pembacaan akan muncul suatu model mengenai suatu dunia sosial, model-model personalitas individual, model hubungan dengan masyarakat. Dan yang lebih penting lagi, model signifikasi dari aspek dunia tersebut ( Frauk, 2001:47 ).


(24)

Schmidt menjelaskan bahwa sastra melibatkan proses total meliputi : 1. Produksi teks, yaitu aktivitas pengarang dalam menghasilkan teks

tertentu.

2. Teks itu sendiri, yaitu berbagai problematika dalam karya sastra.

3. Transmisi teks, yaitu melalui editor, penerbit, tokoh-tokoh buku dan sampai pada pembaca.

4. Penerima teks, yaitu melalui segala aktifitas pembaca.

2.1.5. Representasi

Representasi menunjuk baik pada proses maupun produk dari pemaknaan suatu tanda. Representasi juga bisa berarti proses perubahan konsep-konsep ideologi yang abstrak dalam bentuk-bentuk yang konkret. Representasi adalah konsep yang digunakan dalam proses sosial pemaknaan melalui sistem penandaan yang tersedia seperti dialog, tulisan, video, film, fotografi dan sebagainya. Secara ringkas, representasi adalah produksi makna melalui bahasa.

Menurut Stuart Hall ( 1997 ), representasi adalah salah satu praktek penting yang memproduksi kebudayaan. Kebudayaan merupakan konsep yang sangat luas, kebudayaan menyangkut ‘pengalaman berbagi’. Seseorang dikatakan berasal dari kebudayaan yang sama jika manusia-manusia yang ada disitu membagi pengalaman yang sama, membagi kode kebudayaan-kebudayaan yang sama, berbicara dalam bahasa yang sama dan saling berbagi konsep-konsep yang sama.


(25)

Stuart Hall mengemukakan ada dua macam sistem representasi. Pertama ‘representasi mental’ yaitu konsep tentang ‘sesuatu’ yang ada di kepala kita masing-masing ( peta konseptual ). Representasi mental ini masih berbentuk sesuatu yang abstrak. Kedua ‘bahasa’ yang berperan penting dalam proses konstruksi makna. Konsep abstrak yang ada di dalam kepala kita harus diterjemahkan dalam bahasa yang lazim, supaya kita dapat menghubungkan konsep dan ide tentang sesuatu dengan tanda dan simbol tertentu.

Proses pertama memungkinkan kita untuk memaknai dunia dengan mengkonstruksi seperangkat rantai korespondensi antara sesuatu dengan sistem ‘peta konseptual’ kita. Dalam proses kedua dengan bahasa atau simbol yang berfungsi mempresentasikan konsep-konsep kita tentang sesuatu. Relasi antara ‘sesuatu’, ‘peta konseptual’ dan bahasa atau simbol adalah jantung dari produksi makna lewat bahasa. Proses yang menghubungkan ketiga elemen ini secara bersama-sama itulah yang kita namakan representasi.

Konsep representasi bisa berubah-ubah. Selalu ada pemaknaan baru dan pandangan baru dalam konsep representasi yang sudah pernah ada. Intinya adalah makna tidak inheren dalam sesuatu di dunia ini, selalu dikonstruksikan dan diproduksi lewat proses representasi. Merupakan hasil dari praktek penandaan. Praktek yang membuat sesuatu hal bermakna sesuatu.

Representasi adalah cara media menampilkan seseorang, kelompok dan gagasan atau pendapat tertentu. Ada dua hal yang berkaitan dengan representasi yaitu : pertama, apakah seseorang, kelompok dan gagasan atau pendapat tersebut


(26)

ditampilkan sebagaimana semestinya, apa adanya ataukah diburukkan. Penggambaran yang tampil bisa jadi adalah penggambaran yang buruk dan cenderung memojokkan seseorang atau kelompok tertentu. Hanya citra buruk saja yang ditampilkan sementara citra atau sisi yang baik luput dari penampilan. Kedua, bagaimana representasi tersebut ditampilkan dengan kata, kalimat, aksentuasi dan bantuan foto macam apa seseorang atau kelompok atau gagasan atau pendapat tersebut ditampilkan dalam program pemberitaan kepada khalayak. Bahwa persoalan utama dalam representasi adalah bagaimana realitas atau objek ditampilkan ( Eriyanto, 2001:113 ).

Menurut John Fiske, saat menampilkan objek, peristiwa, gagasan atau pendapat dan kelompok atau seseorang paling tidak ada tiga proses. Level pertama, peristiwa yang ditandakan ( encode ) sebagai realitas yaitu bagaimana peristiwa itu dikonstruksikan sebagai realitas. Di sini realitas selalu siap ditandakan, ketika kita menganggap dan mengkonstruksi peristiwa tersebut sebagai suatu realitas. Level kedua, ketika memandang sesuatu sebagai realitas pertanyaan berikutnya adalah bagaimana realitas itu digambarkan. Di sini menggunakan perangakt secara teknis. Dalam bahasa tulis yang disebut alat teknis adalah kata, kalimat atau proposisi, grafik dan sebagainya. Pemakaian kata, kalimat atau proposisi tertentu misalnya membawa makna tertentu ketika diterima oleh khalayak. Level ketiga, bagaimana kode-kode representasi dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam koherensi sosial seperti kelas sosial atau kepercayaan dominan yang ada dalam masyarakat. Menurut Fiske ketika kita melakukan representasi tidak bisa dihindari kemungkinan menggunakan ideologi tersebut.


(27)

2.1.6. Perjuangan Hidup

Perjuangan adalah usaha yang penuh dengan kesukaran untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik. Arti hidup memiliki makna yang luas dan dapat diartikan ke dalam banyak hal. Masing-masing individu mempunyai cara yang berbeda dalam menjalani hidup, dan mempunyai makna yang berbeda dalam mengartikan hidup. Hidup bukan hanya sebuah rutinitas yang dilakukan setiap hari. Hidup lebih berarti saat belajar untuk memaknai hidup dengan hal-hal positif baik bagi diri sendri dan orang lain yang ada di sekitar. Hidup adalah masih bernafas dan bergerak. Hidup adalah mengalami kehidupan dengan cara tertentu. Hidup adalah mendapatkan rezeki dengan jalan sesuatu. Hidup adalah kesempatan bagi individu untuk mencurahkan kemampuan pada orang lain. Hidup adalah kesempatan untuk berbagi suka dan duka dengan orang-orang yang disayangi. Hidup adalah kesempatan untuk mengenal orang. Hidup adalah kesempatan untuk melayani orang. Hidup adalah kesempatan untuk mencintai dan menyayangi orang lain. Hidup adalah kesempatan untuk selalu bersyukur atas apa yang diberikan oleh tuhan dalam hidup ini. Hidup adalah kesempatan untuk belajar dan terus belajar tentang arti hidup itu sendiri ( Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Tim Media ). Dalam memperjuangkan sesuatu yang diinginkan maka tidak bisa langsung begitu saja dapat tercapai melainkan melewati berbagai macam proses. Dalam proses tersebut tidak boleh putus asa, semua masalah yang dihadapi pasti ada jalan keluarnya. Orang tua, teman-teman, sahabat, keluarga, saudara dan orang-orang di sekitar merupakan tempat untuk menyelesaikan masalah yang


(28)

dihadapi. Untuk memperjuangkan sesuatu yang dicita-citakan diperlukan keniatan dan jiwa pantang menyerah. Selalu bersyukur atas apa yang diberikan oleh Tuhan dan meyakini bahwa Tuhan akan memberikan yang terbaik untuk siapa pun.

Menurut Danang Eko Nuryanto, perjuangan hidup adalah perjuangan hidup yang dewasa ini hendaknya tidak diartikan sebagai perjuangan individual. Akan tetapi sebagai perjuangan bersama. Perjuangan untuk mewujudkan keadilan. Perjuangan memerangi kemiskinan, kebodohan, dan eksploitasi. Perjuangan hidup adalah layaknya pohon yang berakarkan masalah tapi berbuah kesuksesan ( Anne Ahira ).

Arti hidup dalam novel tersebut adalah perjuangan seorang anak untuk tetap bertahan hidup lebih lama. Dan berusaha untuk bisa sembuh dari penyakit yang dideritanya dengan melalui cara apapun. Perjuangannya begitu gigih dan bersemangat. Begitu juga pun dengan perjuangan orang-orang disekitarnya yang tetap tegar dan tidak menyerah.

2.1.7. Semiologi Komunikasi

Secara estimologi, istilah semiotic adalah dari bahasa yunani semein yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain ( Sobur, 2006:16 ). Dalam Sobur, semiologi adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda itu hanya mengemban arti signifikan dalam kaitannya dengan pembacanya. Pembaca itulah yang menghubungkan tanda


(29)

dengan apa yang ditandakan. Sedangkan definisi semiologi adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda dan makna ( Sobur, 2006:17 ).

Semiologi adalah cabang ilmu yang mempelajari tentang tanda. Semiologi kualitatif interaktif adalah metode yang memfokuskan pada tanda dan teks sebagai objek kajian, bagaimana menafsirkan dan memahami kode di balik tanda dan teks tersebut.

Hingga kini kajian semiologi dibedakan ke dalam dua jenis yaitu semiologi komunikasi dan semiologi signifikasi. Semiologi komunikasi adalah menekankan pada teori produksi tanda yang diantaranya yaitu penerimaan kode ( sistem tanda ), pesan, saluran komunikasi dan acuan hal yang dibicarakan ( Sobur, 2006:15 ). Sedangkan semiologi signifikasi adalah semiologi yang mempelajari relasi elemen-elemen tanda dalam suatu sistem, berdasarkan aturan main dan konvensi tertentu ( Sobur, 2006:16 ). Pendekatan Semiologi Roland Barthes secara khusus tertuju kepada jenis tuturan ( Speech ) yang disebutnya sebagai mitos (Myth).

Menurut Barthes, bahasa membutuhkan kondisi tertentu untuk menjadi mitos yaitu secara semiologi dicirikan oleh hadirnya sebuah tataran signifikasi yang disebut sebagai sistem semiologi tingkat dua ( the second order semiological system ). Maksudnya pada tataran bahasa atau semiologi tingkat pertama ( the first order semiological system ) penanda-penanda berhubungan dengan petanda-petanda sedemikian hingga menghasilkan tanda ( Barthes, 1983 dalam Budiman, 2003:63 ).


(30)

Tataran 1 Tataran 2

Realitas Tanda Kultur

  Gambar 1 Signifikasi 2 Tahap Barthes

Roland Barthes mengembangkan dua tingkatan pertandaan ( triggered system ) yang memungkinkan untuk menghasilkan makna yang juga bertingkat-tingkat yaitu bertingkat-tingkat denotasi dan konotasi. Denotasi adalah bertingkat-tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, atau antara tanda dan rujukan pada realitas yang menghasilkan makna eksplisit, adalah makna pada apa yang tampak. Sedangkan denotatif merupakan tanda yang penandanya mempunyai tingkat konvensi atau kesepakatan tinggi.

Tataran pada awal akan dimaknai secara denotatif kemudian tanda akan dimaknai konotatif dengan menggunakan kode-kode pembacaan dan memperoleh pemaknaan konotasi tersebut secara mendalam digunakan mitos yang dibagi ke dalam dua tahap penalaran atau sistem semiologikal. Tanda akan dimaknai secara sistem mitos ( Amir, 2006:262 ).


(31)

2.1.8. Metode Roland Barthes

Menurut Saussure, elemen-elemen semiologi dijelaskan dalam suatu kesatuan yang dapat dipisahkan dari dua bidang seperti hak selembar kertas, yaitu bidang penanda ( signifier ) yang merupakan citraan atau kesan mental dari sesuatu yang bersifat verbal ataupun visual seperti tulisan, suara atau benda. Dan bidang petanda (signified ) yang merupakan konsep abstrak atau makna yang dihasilkan tanda.

Roland Barthes berpendapat bahwa bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu ( Barthes, 2001:2008 dalam Alex Sobur, 2002:63 ).

Dalam suatu naskah atau teks terdapat lima kode yang ditinjau dan dieksplisitkan oleh Barthes adalah yaitu Kode Hermeneutik ( kode teka-teki ), Kode Semik ( makna konotatif ), Kode Simbolik, Kode Proaretik ( logika tindakan ), Kode Gnomik ( kultural ) yang membangkitkan suatu badan pengetahuan tertentu. Lima kode yang ditinjau oleh Barthes, yaitu :

1. Kode Hermeneutik ( kode teka-teki ) berkisar pada harapan pembaca untuk mendapatkan ‘kebenaran’ bagi pertanyaan yang muncul dalam teks. Kode teka-teki merupakan unsur struktur yang utama dalam narasi tradisional. Di dalam narasi ada suatu kesinambungan antara pemunculan suatu peristiwa teka-teki dan penyelesaiannya di dalam cerita.


(32)

2. Kode Semik ( makna konotatif ) banyak menawarkan banyak sisi. Dalam proses pembacaan, pembaca menyusun tema suatu teks. Ia melihat bahwa konotasi kata atau frase tertentu dalam teks dapat dikelompokkan dengan konotasi kata atau frase yang mirip. Jika kita melihat suatu kumpulan satuan konotasi, kita menemukan suatu tema di dalam cerita. Jika sejumlah konotasi melekat pada suatu nama tertentu, kita dapat mengenali suatu tokoh dengan atribut tertentu. Perlu dicatat bahwa Barthes menganggap denotasi sebagai konotasi yang paling kuat dan paling ‘akhir’.

3. Kode Simbolik merupakan aspek pengkodean fiksi yang paling khas

bersifat struktural, atau tepatnya menurut konsep Barthes, pascastruktural. Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa makna berasal dari beberapa oposisi biner atau pembedaan-baik dalam taraf bunyi menjadi fonem dalam proses produksi wicara, maupun pada taraf oposisi psikoseksual yang melalui proses. Misalnya, seorang anak belajar bahwa ibunya dan ayahnya berbeda satu sama lain dan bahwa perbedaan ini juga membuat anak itu sama dengan satu diantara keduanya dan berbeda dari yang lain-atau pun pada taraf pemisahan dunia secara kultural dan primitif menjadi kekuatan dan nilai-nilai yang berlawanan yang secara mitologis dapat dikodekan. Dalam suatu teks verbal, perlawanan yang bersifat simbolik seperti ini dapat dikodekan melalui istilah-istilah retoris seperti antitesis, yang merupakan hal yang istimewa dalam sistem simbol Barthes.

4. Kode Proaretik ( logika tindakan / lakuan ) dianggapnya sebagai


(33)

yang bersifat naratif. Jika Aristoteres dan Todorov hanya mencari adegan-adegan utama atau alur utama, secara teoretis Barthes melihat semua lakuan dapat dikodifikasi, dari terbukanya pintu sampai petualangan yang romantis. Pada praktiknya, ia menerapkan beberapa prinsip seleksi. Kita mengenal kode lakuan atau peristiwa karena kita dapat memahaminya. Pada kebanyakan fiksi, kita selalu mengharap lakuan di-‘isi’ sampai lakuan utama menjadi perlengkapan utama suatu teks ( seperti pemilahan ala Todorov ).

5. Kode Gnomik ( kultural ) banyak jumlahnya. Kode ini merupakan acuan teks ke benda-benda yang sudah diketahui dan dikodifikasi oleh budaya. Menurut Barthes, realisme tradisional didefinisi oleh acuan ke apa yang telah diketahui. Rumusan suatu budaya atau subbudaya adalah hal-hal kecil yang telah dikodifikasi yang di atasnya para penulis bertumpu.

Tujuan analisis Barthes ini, menurut Lechte ( 2001:196 ), bukan hanya untuk membangun suatu sistem klasifikasi unsur-unsur narasi yang sangat formal, namun lebih banyak untuk menunjukkan bahwa tindakan yang paling masuk akal, rincian yang paling meyakinkan atau teka-teki yang paling menarik merupakan produk buatan dan bukan tiruan dari yang nyata.

Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca ( the reader ). Konotasi, walaupun sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara panjang lebar mengulas apa yang sering disebut sebagai sistem pemaknaan tataran kedua


(34)

yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Sastra merupakan contoh paling jelas sistem pemaknaan tataran kedua yang dibangun di atas bahasa sebagai sistem yang pertama. Sistem kedua ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, yang di dalam Mythologies-nya secara tegas dibedakan dari denotatif atau sistem pemaknaan tataran pertama. Melanjutkan studi Hjelmslev, Barthes menciptakan peta tentang bagaimana tanda bekerja ( Cobley & Jansz, 1999 ) :

1. Signifier

( penanda )

2. Signified

( petanda )

4. CONNOTATIVE SIGNIFIER

( PENANDA KONOTATIF )

5. CONNOTATIVE SIGNIFIED

( PETANDA KONOTATIF )

6. CONNOTATIVE SIGN ( TANDA KONOTATIF )

3. Denotative Sign ( tanda denotatif )

Gambar 2 Peta Tanda Roland Barthes

Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain, hal tersebut merupakan unsur


(35)

material : hanya jika anda mengenal tanda ‘singa’, barulah konotasi seperti harga diri, kegarangan dan keberanian menjadi mungkin ( Cobley & Jansz, 1995:51 ).

Jadi, dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Sesungguhnya, inilah sumbangan Barthes yang sangat berarti bagi penyempurnaan semiologi Saussure, yang berhenti pada penandaan dalam tataran denotatif ( Sobur, 2004:69 ).

Secara lebih rinci, linguistik pada dasarnya membedakan tingkat ekspresi dan tingkat isi yang keduanya dihubungkan oleh sebuah relasi. Kesatuan dari tingkat-tingkat dan relasinya ini membentuk sebuah sistem. Sistem demikian ini dapat di dalam dirinya sendiri menjadi unsur sederhana dari sebuah sistem kedua yang akibatnya memperluasnya. Mengacu pada Hjelmslev, Barthes sependapat bahwa bahasa dapat dipilih menjadi dua sudut artikulasi demikian ( Barthes, 1983 dalam Kurniawan, 2001:67 ).

Barthes mengatakan suatu karya atau teks merupakan sebuah bentuk konstruksi belaka, maka seseorang harus melakukan rekonstruksi dan bahan-bahan yang tersedia, yang tak lain adalah teks itu sendiri apabila ingin menemukan makna di dalamnya. Yang dilakukan Barthes dalam proyek rekonstruksi, paling awal adalah teks atau wacana naratif yang terdiri dari atas penanda-penanda tersebut dipilah-pilah terlebih dahulu menjadi serangkaian fragmen ringkas dan beruntun yang disebut dengan Leksia, yaitu satuan bacaan


(36)

dengan panjang pendek bervariasi. Sebuah leksia dapat berupa satu-dua kata, kelompok kata, beberapa kalimat atau beberapa paragraf ( Kurniawan, 2001:93 )

Mitos adalah kepercayaan atau keyakinan pada jaman dahulu dan masih dianggap atau dipercaya oleh masyarakat sampai saat ini. Sistem mitos pada novel “Surat Kecil Untuk Tuhan” adalah bahwa orang-orang yang akan meninggal memiliki tanda-tanda atau keanehan dalam tingkah laku. Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar ra, terdapat tanda-tanda orang yang akan meninggal, yaitu :

1. Tanda 100 Hari Sebelum Hari Mati

Ini adalah tanda pertama dari Allah SWT kepada hambanya dan hanya akan disadari oleh mereka-mereka yang dikehendaki-Nya. Walau bagaimanapun semua orang Islam akan mendapat tanda ini tergantung pada mereka, sadar atau tidak. Tanda ini akan terjadi biasanya sesudah waktu Ashar. Seluruh tubuh dari ujung rambut sampai ujung kaki akan mengalami getaran atau seakan-akan menggigil. Contoh : Seperti sapi yang baru disembelih, jika diperhatikan dengan teliti, kita akan mendapati seakan-akan daging itu bergetar. Bagi mereka yang sadar dan berdetik di hati mungkin ini adalah tanda kematian, maka getaran ini akan berhenti dan hilang setelah kita sadar akan kehadiran tanda ini. Bagi mereka yang tidak diberi kesadaran atau mereka yang hanyut dengan kenikmatan dunia tanpa memikirkan kematian, tanda ini akan lenyap begitu saja tanpa ada manfaat. Bagi yang sadar akan tanda ini, maka ini adalah peluang terbaik untuk memanfaatkan masa yang ada untuk mempersiapkan diri dengan amalan dan urusan yang akan ditinggalkan sesudah mati.


(37)

2. Tanda 40 Hari Sebelum Hari Mati

Tanda ini juga berlaku sesudah waktu Ashar. Bagian pusat tubuh kita akan berdenyut-denyut. Pada saat ini, daun yang bertuliskan nama kita akan gugur dari pohon yang letaknya di atas Arasy Allah SWT. Maka malaikat maut akan mengambil daun tersebut dan mulai mempersiapkan segala sesuatunya atas kita, diantaranya ia akan mulai mengikuti kita sepanjang hari. Akan tiba saatnya malaikat maut ini akan memperlihatkan wajahnya sekilas. Jika ini terjadi, mereka yang terpilih akan merasakan seakan-akan bingung seketika. Adapun malaikat maut ini wujudnya hanya seseorang tapi kemampuannya untuk mencabut nyawa adalah bersamaan dengan jumlah nyawa yang akan dicabut.

3. Tanda 7 Hari Sebelum Hari Mati

Adapun tanda ini akan diberikan hanya kepada mereka yang diuji dengan penyakit atau sakit, di mana orang sakit yang jarang mau makan tiba-tiba berselera makan.

4. Tanda 3 Hari Sebelum Hari Mati

Pada waktu ini akan terasa denyutan di bagian tengah dahi kita. Jika tanda ini bisa dirasakan, maka berpuasalah kita supaya perut kita tidak mengandung banyak najis dan ini akan memudahkan orang yang akan memandikan kita. Saat ini, bola mata kita tidak akan bersinar lagi dan bagi orang yang sakit, bagian hidungnya akan perlahan-lahan jatuh, ini dapat dilihat jika kita melihatnya dari samping. Telinganya akan layu, di bagian ujung-ujungnya akan berangsur-angsur


(38)

masuk ke dalam. Telapak kakinya yang terjulur akan perlahan-lahan jatuh ke depan dan sukar di tegakkan.

5. Tanda 1 Hari Sebelum Hari Mati

Akan datang setelah waktu Ashar. Kita akan merasakan satu denyutan di bagian belakang, yaitu di bagian ubun-ubun, yang menandakan kita tidak akan sempat menemui waktu Ashar hari berikutnya.

6. Tanda Akhir

Kita akan merasakan satu keadaan sejuk di bagian pusat dan hanya akan turun ke pinggang dan seterusnya akan naik ke bagian tenggorokan. Pada waktu ini hendaklah kita terus mengucap kalimat Syahadat dan berdiam diri menantikan kedatangan malaikat maut. Sebaiknya bila sudah merasa tanda yang akhir sekali, mengucap dalam diam dan jangan lagi bercakap-cakap.

2.2. Kerangka Berfikir

Hubungan karya sastra dengan masyarakat merupakan kompleksitas hubungan yang bermakna, antar hubungan yang bertujuan saling menjelaskan fungsi sosial yang terjadi pada saat tertentu.

Novel merupakan bentuk karya sastra paling populer di dunia, novel mampu membuat pembaca atau individu ikut larut dalam isi dari cerita novel tersebut. Setiap individu mempunyai latar belakang yang berbeda-beda terhadap


(39)

novel tersebut tentang peristiwa atau objek. Seorang penulis novel menyampaikan pesan komunikasinya melalui sebuah teks dari novel itu sendiri.

Dalam penelitian ini, melalui novel masyarakat dapat membangun model mengenai suatu dunia sosial, model personalitas individual dan model hubungan masyarakat. Selain itu novel juga dijabarkan dan digali maknanya dengan menggunakan pendekatan semiotik, tanda yang berupa indeks yang paling banyak dicari, yaitu tanda-tanda yang menunjukkan hubungan sebab-akibat. Peneliti harus menemukan konfensi-konfensi apa yang memungkinkan karya sastra mempunyai suatu makna.

Dalam hubungannya dengan penggambaran perjuangan hidup pada Gita Sesa Wanda Cantika atau Keke dalam novel dengan menggunakan leksia dan lima kode pembacaan. Penggambaran perjuangan hidup dalam novel “Surat Kecil Untuk Tuhan” akan diinterpretasikan melalui dua tahap yaitu, pertama peneliti akan memilih penanda-penandanya ke dalam serangkaian fragmen ringkas yang disebut dengan leksia, yaitu satuan pembaca ( units of reading ) dengan menggunakan kode-kode pembacaan yang terdiri dari lima kode yang meliputi Kode Hermeneutik ( kode teka-teki ), Kode Semik ( makna konotatif ), Kode

Simbolik, Kode Proaretik ( logika tindakan ), Kode Gnomik ( kultural ).

Pada tahap kedua novel sebagai sebuah bahasa pada tataran signifikasi akan dianalisis secara metologi pada tataran bahasa atau sistem semiologi tingkat pertama sebagai landasannya. Dengan cara sebagai berikut :


(40)

 

32 1. Dalam tataran Linguistik, yaitu sistem semiologi tingkat pertama

penanda-penanda sedemikian sehingga menghasilkan tanda.

2. Dalam tataran mitos, yaitu semiologi lapis dua, tanda-tanda pada tataran pertama ini pada gilirannya hanya akan menjadi penanda-penanda yang berhubungan pula pada petanda-petanda pada tataran kedua.

Dengan demikian pada akhirnya peneliti akan menghasilkan interpretasi yang mendalam dan tidak dangkal. Disertai dengan bukti dari pendekatan-pendekatan yang dilakukan secara ilmiah. Seperti yang tertera dalam gambar berikut ini :

Novel “Surat Kecil Untuk Tuhan”

Analisis menggunakan Metode Roland Barthes

Hasil interpretasi data

Gambar 3 Kerangka Berfikir Representasi Perjuangan Hidup Dalam Novel “Surat Kecil Untuk Tuhan”


(41)

34

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti kondisi suatu obyek yang alamiah dimana peneliti merupakan instrumen kunci. Selain itu, metode kualitatif juga berusaha untuk

memahami tingkah laku manusia yang tidak cukup hanya dengan surface

behavior semata, tetapi juga melihat perspektif dalam diri manusia untuk mempunyai gambaran yang utuh tentang manusia dan dunianya (Mulyana, 2001:32). Realitas dilihat sebagai sesuatu yang kompleks, antara satu sama lain berhubungan sehingga merupakan satu kesatuanyang bulat dan bersifat holistik.

Penelitian ini menggunakan pendekatan semiologi Roland Barthes. Barthes adalah salah satu tokoh semiotik komunikasi yang menganut aliran semiologi komunikasi strukturalisme Ferdiand de Saussure. Semiologi strukturalis Saussure lebih menekankan pada linguistik. Menurut Kirk dan Miller, penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan terhadap manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan peristilahannya (Meleong, 2002:3).


(42)

Barthes bersama dengan Levi-Strauss adalah tokoh awal yang mencetuskan paham struktural dan yang meneliti sistem tanda dalam budaya (Putranto, 2005:117). Sastra adalah salah satu bentuk budaya yang ada dalam masyarakat yang dapat diteliti. Selain itu Barthes juga berpendapat bahwa bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu ( Sobur, 2004:63 ). Bahasa merupakan suatu sistem tanda yang memuat penanda. Sistem kedua terbangun dengan menjadikan penanda dan petanda tingkat pertama sebagai petanda baru yang kemudian memiliki penanda baru sendiri dalam suatu sistem tanda baru pada taraf yang lebih tinggi. Sistem tanda pertama kadang disebut dengan istilah denotasi atau sistem retoris atau mitologi ( Kurniawan, 2001:115 ).

Untuk memberikan ruang atensi yang lebih lapang bagi diseminasi makna dan pruralitas teks, Barthes mencoba memilah-milah penanda-penanda pada wacana naratif ke dalam serangkaian fragmen ringkas dan beruntun yang disebutnya sebagai leksia, yaitu unit pembacaan ( unit of reading ) dengan panjang pendek bervariasi.

Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan sebuah studi semiologi untuk menggambarkan representasi perjuangan hidup yang dialami Gita Sesa Wanda Cantika atau Keke dalam novel “Surat Kecil Untuk Tuhan” karya Agnes Davonar.


(43)

Perjuangan hidup yang terdapat dalam novel “Surat kecil Untuk Tuhan” adalah sebuah perjuangan seorang gadis remaja yang bernama Gita Sesa Wanda Cantika atau Keke untuk melawan penyakit kanker jaringan lunak yang di deritanya. Keke berjuang agar ia tetap dapat mempertahankan hidupnya. Tidak hanya Keke yang berjuang, tetapi orang-orang disekitarnya. Terutama ayah Keke yang berjuang tiada henti untuk mencari dan mendapatkan pengobatan terbaik dan dapat menyembuhkan Keke. Keke dan ayahnya tidak berhenti untuk berusaha dan menyerah, tetapi mereka justru lebih bersemangat untuk memperjuangkan hidupnya.

Mitos adalah kepercayaan atau keyakinan pada jaman dahulu dan masih dianggap atau dipercaya oleh masyarakat sampai saat ini. Sistem mitos pada novel “Surat Kecil Untuk Tuhan” adalah bahwa orang-orang yang akan meninggal memiliki tanda-tanda atau keanehan dalam tingkah laku. Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar ra, terdapat tanda-tanda orang yang akan meninggal, yaitu :

1. Tanda 100 Hari Sebelum Hari Mati

Ini adalah tanda pertama dari Allah SWT kepada hambanya dan hanya akan disadari oleh mereka-mereka yang dikehendaki-Nya. Walau bagaimanapun semua orang Islam akan mendapat tanda ini tergantung pada mereka, sadar atau tidak. Tanda ini akan terjadi biasanya sesudah waktu Ashar. Seluruh tubuh dari ujung rambut sampai ujung kaki akan mengalami getaran atau seakan-akan menggigil. Contoh : Seperti sapi yang baru disembelih, jika diperhatikan dengan teliti, kita akan mendapati seakan-akan daging itu bergetar. Bagi mereka yang


(44)

sadar dan berdetik di hati mungkin ini adalah tanda kematian, maka getaran ini akan berhenti dan hilang setelah kita sadar akan kehadiran tanda ini. Bagi mereka yang tidak diberi kesadaran atau mereka yang hanyut dengan kenikmatan dunia tanpa memikirkan kematian, tanda ini akan lenyap begitu saja tanpa ada manfaat. Bagi yang sadar akan tanda ini, maka ini adalah peluang terbaik untuk memanfaatkan masa yang ada untuk mempersiapkan diri dengan amalan dan urusan yang akan ditinggalkan sesudah mati.

2. Tanda 40 Hari Sebelum Hari Mati

Tanda ini juga berlaku sesudah waktu Ashar. Bagian pusat tubuh kita akan berdenyut-denyut. Pada saat ini, daun yang bertuliskan nama kita akan gugur dari pohon yang letaknya di atas Arasy Allah SWT. Maka malaikat maut akan mengambil daun tersebut dan mulai mempersiapkan segala sesuatunya atas kita, diantaranya ia akan mulai mengikuti kita sepanjang hari. Akan tiba saatnya malaikat maut ini akan memperlihatkan wajahnya sekilas. Jika ini terjadi, mereka yang terpilih akan merasakan seakan-akan bingung seketika. Adapun malaikat maut ini wujudnya hanya seseorang tapi kemampuannya untuk mencabut nyawa adalah bersamaan dengan jumlah nyawa yang akan dicabut.


(45)

Adapun tanda ini akan diberikan hanya kepada mereka yang diuji dengan penyakit atau sakit, di mana orang sakit yang jarang mau makan tiba-tiba berselera makan.

4. Tanda 3 Hari Sebelum Hari Mati

Pada waktu ini akan terasa denyutan di bagian tengah dahi kita. Jika tanda ini bisa dirasakan, maka berpuasalah kita supaya perut kita tidak mengandung banyak najis dan ini akan memudahkan orang yang akan memandikan kita. Saat ini, bola mata kita tidak akan bersinar lagi dan bagi orang yang sakit, bagian hidungnya akan perlahan-lahan jatuh, ini dapat dilihat jika kita melihatnya dari samping. Telinganya akan layu, di bagian ujung-ujungnya akan berangsur-angsur masuk ke dalam. Telapak kakinya yang terjulur akan perlahan-lahan jatuh ke depan dan sukar di tegakkan.

5. Tanda 1 Hari Sebelum Hari Mati

Akan datang setelah waktu Ashar. Kita akan merasakan satu denyutan di bagian belakang, yaitu di bagian ubun-ubun, yang menandakan kita tidak akan sempat menemui waktu Ashar hari berikutnya.

6. Tanda Akhir

Kita akan merasakan satu keadaan sejuk di bagian pusat dan hanya akan turun ke pinggang dan seterusnya akan naik ke bagian tenggorokan. Pada waktu ini hendaklah kita terus mengucap kalimat Syahadat dan berdiam diri menantikan


(46)

kedatangan malaikat maut. Sebaiknya bila sudah merasa tanda yang akhir sekali, mengucap dalam diam dan jangan lagi bercakap-cakap.

3.3. Subjek dan Objek Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah novel “Surat Kecil Untuk Tuhan”. Dengan mempertimbangkan bahwa novel ini menarik untuk direprentasikan. Karena menceritakan perjuangan hidup seorang gadis remaja yang merupakan kisah nyata. Sedangkan yang menjadi objek penelitian adalah teks yang merepresentasikan ‘Perjuangan Hidup’ yang ditampilkan dalam novel “Surat Kecil Untuk Tuhan” karya Agnes Davonar. Novel ini diterbitkan oleh Inandra Published pertama kali pada tahun 2008.

3.4. Corpus

Corpus merupakan sekumpulan bahan yang terbatas dan ditentukan pada perkembangannya oleh analisis. Corpus haruslah cukup luas untuk memberikan harapan yang beralasan bahwa unsur-unsurnya akan memelihara sebuah sistem kemiripan dan perbedaan yang lengkap. Corpus juga bersifat sehomogen mungkin ( Kurniawan, 2001:70 ). Sifat yang homogen ini diperlukan untuk memberi harapan yang beralasan bahwa unsur-unsurnya dapat dianalisis secara keseluruhan. Tetapi sebagai analisis, corpus itu bersifat terbuka pada konteks yang beraneka ragam sehingga memungkinkan untuk memahami banyak aspek dari sebuah teks yang tidak dapat ditangkap atas dasar suatu analisis yang bertolak dari


(47)

unsur tertentu yang terpisah berdiri sendiri dari teks yang bersangkutan ( Arkoun, 2001:53 ). Kelebihannya adalah bahwa akan mendekati teks kita tidak didahului oleh para anggapan atau interpretasi tertentu sebelumnya. Corpus adalah kata lain dari sample atau contoh yang bertujuan tetapi khusus digunakan untuk semiotik dan analisis wacana.

Dalam penelitian ini, corpusnya adalah semua teks yang merepresentasikan perjuangan hidup. Dalam teks novel “Surat Kecil Untuk Tuhan” terdapat 19 leksia yang menunjukkan adanya unsur perjuangan hidup, yaitu :

1. Rasa sakit pada hidungku mulai terasa lebih menyakitkan, disertai ngilu di bagian rahang yang menghambat pernafasanku. Aku hanya bisa bertahan untuk tidak membuat diriku seolah sakit. (halaman 46)

2. “ Keke nggak sakit parah, itu kan yang ayah bilang. Kalau Keke cuma sakit flu, Keke masih bisa sekolah.. Keke mau sekolah!! “. (halaman 51)

3. Sobat, sebenarnya aku sangat malu pergi ke sekolah dalam keadaan seperti itu tapi aku tidak punya pilihan. (halaman 51)

4. Aku pun hanya bisa tersenyum padahal hatiku ingin menangis ketika melihat ayah berpura-pura menikmati pahitnya bawang itu. Aku sadar semangat ayah telah membuat keinginan sembuhku pun bangkit kembali. Aku pun kembali memakan tumbuhan itu dengan sedikit air


(48)

mata berjatuhan tapi sekali lagi ayah menunjukkan tekad kepadaku agar terus berusaha. (halaman 61)

5. Hatiku mulai tenang dan kini aku berserah pada ayah. Karena rasa takut itulah aku kini lebih sering menghabiskan waktuku untuk selalu berkeliling dengan ayah dari satu kota ke kota lain mencari pengobatan alternatif untuk menghindari operasi. Aku pun lebih bisa menerima keadaanku, walau aku tahu hanya sebuah mukjizat dari Tuhan yang akan membuatku sembuh tanpa operasi. (halaman 65)

6. Hampir semua informasi keberadaan orang pintar atau pengobatan

tradisional kutemui. Namun entah apa yang terjadi ketika aku sampai di tempat itu. Mereka hanya menyuruhku duduk kemudian kembali ke mobil dan kami pulang tanpa hasil. Seluruh pulau Jawa, Sumatra dan Bali telah kami lalui hanya untuk mencari pengobatan yang terbaik. Tidak ada hasil apa pun dari pencarian itu dan hanya membuat wajahku mulai semakin tak beraturan. (halaman 66)

7. Aku nyaris tidak bisa melihat secara normal bahkan kacamata minus yang biasa aku pakai untuk membantu penglihatanku sudah tidak bisa digunakan lagi. Sebab benjolan di mukaku membuat ukuran wajahku bertambah besar sehingga frame kacamataku tidak cukup. Ayah tidak kehilangan akal, ia membelikan aku kacamata baru yang disesuaikan dengan ukuran wajahku walau ia tahu setiap hari ia harus menggantinya bila sudah tidak muat. (halaman 66)


(49)

8. Setelah dua jam menunggu akhirnya ayah mendapat giliran di akhir antrian. Ketika ia hendak masuk, seorang petugas memberitahukan bahwa mereka sudah tutup, ayah langsung terkejut dan memang melihat jam praktek tertulis tutup pada saat itu. Tapi ayah tidak menyerah ia langsung memohon untuk bertemu dengan pak haji itu. Melihat ayah begitu teguh dan memaksa akhirnya petugas membiarkan ayah masuk. (halaman 68)

9. Dan tanpa menyerah ia mencari pengobatan terbaik yang bisa

menyelamatkan hidupku. Bagiku ia adalah ayah yang sungguh luar biasa. Tidak ada kata pantang menyerah darinya untuk menyelamatkan hidupku dari kanker ini. (halaman 77)

10.Dengan sekuat tenaga aku harus bertahan untuk beberapa hari dari rasa sakit itu. Sobat, rasa sakit itu sesungguhnya membuat aku terasa lemah dan ingin menangis. Belum lagi rasa dingin yang terus menusuk seluruh tubuhku. (halaman 85)

11.Disaat-saat seperti inilah aku tahu rasanya sulit dalam berpikir, tapi aku tidak ingin kehilangan semangat belajar, aku ingin sekali berprestasi dan membanggakan ayah, walaupun di sela-sela aku menghafalkan pelajaran kepalaku terasa berat. (halaman 119)

12.Prof. Mukhlis seperti tidak ingin menyerah. Sebagai seorang dokter ia meyakini dirinya bisa untuk membunuh sel kanker itu. (halaman 142)


(50)

13.Aku sungguh tidak bisa melukiskan keadaanku saat itu selain hanya tersenyum.. Walau itu hanya sebuah senyuman.. Senyuman kecil diantara rasa takut dan pasrah. (halaman 145)

14.Walaupun Prof. sudah menyerah tapi ayah tidak begitu saja putus asa. Ayah tetap ingin mencari jalan keluar. Ayah sadar bila seorang Prof. terbaik di Indonesia sudah menyerah maka ia harus mencari dari luar. Beliau pun memilih mencari pengobatan di Singapura. (halaman 149)

15.Semua ini adalah cobaan terberat dalam hidupku. Mungkin kelak

ketika aku akan pergi dari dunia ini, aku tidak akan merasakan suatu kehilangan karena nafasku terhenti untuk mengingat semuanya. Tapi bila kita tetap bersama itu tidak akan terjadi padamu. Rasa kehilangan itu akan menjadi abadi di sepanjang nafasmu, selalu terbawa dalam kesedihan abadi.. Aku tidak ingin semua itu terjadi padamu, Andi. Selamat tinggal kekasihku. Inilah malam terakhir kita. (halaman 159)

16.Sobat, terkadang aku merasa tidak kuat untuk memandang dan

menulis. Hal itu sangat menyulitkan untukku. Tapi aku tidak akan pernah melewatkan satu detik pun pendidikan yang bisa aku dapatkan selama aku masih bisa. Aku ingin terus bisa menulis, membaca dan menggambar selama aku masih bisa bernafas. (halaman 177)

17.Sobat, kini wajahku kembali membesar dan terus membesar. Aku

mulai merasakan kesakitan yang tidak bisa kujelaskan. Nafasku terasa berat, dan setiap tarikan nafas untuk mengambil udara dari paru-paru


(51)

menusuk hatiku dan membuat aku harus menahan dengan sekuat tenaga. Tapi aku tidak lagi merasa ingin menangis karena aku sudah berjanji pada hatiku untuk selalu kuat. (halaman 185)

18.“ Bu.. Boleh nggak kertas ini dijawab oleh saya, tapi dituliskan oleh pak Iyus? Sebab tangan saya sudah tak kuat untuk bergerak! “ Ujarku memohon. (halaman 192)

19.Dengan sekuat tenaga aku menggunakan jariku untuk menulis. Tuhan maha besar membiarkan tanganku yang lumpuh dapat bergerak. Walau banyak yang ingin aku tulis, tapi tanganku mulai tak kuat bergerak. (halaman 211)

3.5. Unit Analisis

Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teks yang merepresentasikan ‘Perjuangan Hidup’ dalam novel “Surat Kecil Untuk Tuhan” karya Agnes Davonar.

Peneliti menggunakan leksia dari Barthes sebagai unit analisis. Leksia merupakan satuan bacaan tertentu dengan panjang pendek bervariasi ( Kurniawan, 2001:93 ). Leksia ini dapat berupa satu dua kata, kelompok kata, beberapa kalimat atau beberapa paragraf dari teks novel “Surat Kecil Untuk Tuhan” karya Agnes Davonar yang menunjukkan adanya unsur perjuangan hidup.


(52)

Data dalam penelitian ini diperoleh dari keseluruhan teks dalam novel “Surat Kecil Untuk Tuhan” karya Agnes Davonar .

3.7. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisis data secara kualitatif dengan menggunakan sebuah leksia yang dapat berupa satu dua kata, kelompok kata, beberapa kalimat atau beberapa paragraf. Untuk menganalisis seluruh temuan data yang ada dalam novel “Surat Kecil Untuk Tuhan” karya Agnes Davonar, peneliti membaginya dalam beberapa langkah teknis dengan tujuan untuk mempermudah peneliti dalam menganalisis secara semiologi. Langkah-langkah teknis ini merupakan pengembangan dari model semiologi Roland Barthes dalam membaca semiologi teks tertulis.

Langkah-langkah yang akan ditempuh oleh peneliti untuk menjelaskan novel “Surat Kecil Untuk Tuhan” karya Agnes Davonar, antara lain :

1. Menggunakan semiologi Barthes, dengan mengumpulkan seluruh unit

analisis yang berupa leksia-leksia, yaitu satuan bacaan tertentu berdasarkan pemilihan atas teks novel “Surat Kecil Untuk Tuhan” yang sesuai untuk dijadikan subyek penelitian.

2. Peneliti kemudian membagi semua leksia yang terkumpul tersebut ke

dalam aspek semiologi, yaitu aspek material dan aspek konseptual. Leksia-leksia tersebut dalam semiologi Barthes dianggap sebagai tanda ( sign ). Yang dimaksud aspek material adalah teks tertulis dalam novel “Surat Kecil Untuk Tuhan” karya Agnes Davonar, sedangkan aspek konseptual


(53)

 

46 adalah gambaran yang muncul pada peneliti ketika membaca aspek material pada leksia tersebut.

3. Setelah itu peneliti menganalisa secara semiologi teks Roland Barthes

dengan menemukan kode-kode pokok, yaitu Kode Hermeneutik ( kode

teka-teki ), Kode Semik ( makna konotatif ), Kode Simbolik, Kode

Proaretik ( logika tindakan ), Kode Gnomik ( kultural ) di dalam leksia tersebut. Melalui kode-kode pembacaan ini kita akan menemukan tanda-tanda dan kode-kode yang menghasilkan makna.

Langkah-langkah di atas telah menunjukkan representasi perjuangan hidup yang dialami oleh Gita Sesa Wanda Cantika atau Keke dalam novel “Surat Kecil Untuk Tuhan” karya Agnes Davonar ( Studi semiologi tentang representasi perjuangan hidup pada novel “Surat Kecil Untuk Tuhan” karya Agnes Davonar ).


(54)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Objek Penelitian

Gita Sesa Wanda Cantika atau yang biasa dipanggil Keke adalah sosok gadis remaja yang periang dan tangguh. Selain itu, keke yang berusia 13 tahun adalah seorang gadis cantik, pintar dan mantan artis penyanyi cilik. Keke merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara. Kedua kakaknya laki-laki, yaitu kak Chika dan kak Kiki. Saat keke kelas 6 SD, orang tuanya bercerai. Keke dan kedua kakaknya memilih untuk tetep tinggal dengan ayah mereka.

Saat itu keke mengikuti ayahnya pindah ke Jakarta karena ayahnya mendapatkan tawaran pekerjaan di sebuah yayasan pendidikan. Di sekolah itulah keke meneruskan pendidikan sekolah menengah pertamanya, SMP Al- Kamal. Disekolah itu keke mendapatkan banyak teman dan menemukan sahabat-sahabat terbaiknya. Termasuk cinta sejatinya. Keke tidak hanya mengenal teman-teman seangkatannya saja, tetapi keke juga mengenal kakak kelas dari kalangan SMP dan SMA-nya juga. Kebetulan sekolah Al-Kamal juga memiliki sekolah SMA, SD, dan TK.

Keke memiliki orang-orang terdekat yang perhatian dan sangat sayang padanya. Ayah yang selalu ada untuknya dan yang dapat menggantikan peran ibu sekaligus untuknya. Kak Chika dan kak Kiki yang selalu dapat diandalkan dan selalu menemaninya. Sahabat-sahabat terbaiknya, Fahda yang berbadan gemuk dan memiliki percaya diri yang tinggi, juga agak tomboy. Shifa, si hitam manis


(55)

yang aktif. Maya, yang pemalu tapi malu-maluin. Idha, yang manis. Andini, yang jenius dan Adhinda, yang ceriwis dan manja. Andi, cinta monyetnya yang tampan dan hobi main basket. Dan pak Yus, karyawan ayahnya yang lucu, bersahabat dan loyal.

Tiba-tiba saja Keke mengalami sakit dan divonis menderita kanker jaringan lunak. Penyakit Keke tersebut merupakan pertama kali di Indonesia. Kanker itu menyerang wajahnya dan membuat parasnya yang cantik berubah menjadi monster. Dokter pun memvonis hidup Keke hanya tinggal beberapa bulan saja. Mendengar vonis dokter untuk Keke, ayahnya tidak menyerah begitu saja. Ia berjuang agar Keke dapat lepas dari vonis kematian. Menurut dokter, jalan satu-satunya untuk menyelamatkan Keke adalah dengan jalan operasi kecil pada bagian wajah Keke untuk mengangkat kanker tersebut. Tetapi ayahnya tidak menginginkan hal itu, karena operasi kecil tersebut dapat merusak separuh dari wajah Keke. Ayahnya tidak ingin merusak masa remaja Keke. Akhirnya ayah Keke mencari penyembuhan dengan cara lain, yaitu pengobatan alternatif. Ayah dan Keke menghabiskan waktu dengan berkeliling dari satu kota ke kota lain, seluruh pulau Jawa, Sumatra dan Bali untuk mencari pengobatan alternatif yang terbaik dan dapat menyembuhkan penyakit Keke. Bahkan sampai ke luar negeri, Singapura. Perjuangan ayah untuk menyelamatkan Keke begitu mengharukan.

Tuhan memberikan anugerah dalam hidupnya, Keke mampu bertahan

selama dua tahun lamanya sebelum dinyatakan sembuh. Untuk penyembuhannya itu Keke berjuang sekuat tenaga yang dia punya. Dia harus menjalani kemoterapi selama enam kali, yang setiap kemoterapinya dapat merontokan seluruh rambut di


(56)

bagian tubuhnya. Dan menjalani radioterapi selama dua puluh lima kali, yang setiap radioterapinya Keke merasakan panas dan hampir terbakar. Keke akhirnya dinyatakan sembuh dari kanker yang dideritanya. Bahkan kasus Keke dijadikan sebuah seminar yang dihadiri oleh dokter-dokter dari Amerika, Kanada dan Jepang serta beberapa negara maju untuk belajar dari kasus Keke. Karena kasus Keke merupakan keberhasilan luar biasa dalam ilmu kedokteran Indonesia.

Beberapa bulan kemudian, setelah kesembuhan Keke. Kanker itu datang kembali dan menyerang bagian lain dari wajah Keke. Kanker itu semakin ganas dan kebal dari obat-obatan. Kemoterapi dan radioterapi yang dulu dijalani Keke sudah tidak dapat membunuh kanker itu lagi. Kanker itu semakin membesar dan membuat Keke kesulitan untuk melihat. Dan pada akhirnya kanker menyebar ke seluruh tubuh Keke, termasuk otaknya. Keke menjadi lumpuh dan kesulitan dalam berpikir. Meskipun Keke dalam keadaan sakit yang parah seperti itu, tetapi ia tetap tidak menyerah untuk mendapatkan pendidikan. Keke tetap masuk sekolah dan mengikuti Ujian Akhir Nasional meskipun dalam kondisi yang terbatas.

Keke hanya bisa berserah diri pada Tuhan. Orang-orang terdekat Keke pun hanya bisa berdoa dan mendukung Keke. Dunia kedokteran pun sudah tidak sanggup dan kehilangan cara untuk menyembuhkan Keke. Dalam sisa hidupnya, ia menjadikan segala sesuatu lebih berarti. Tegar dengan keadaannya yang ada. Dan ia juga memberikan kekuatan dan semangat hidup kepada orang-orang terdekat yang ia cintai agar lebih kuat dan tegar. Di nafas terakhir ia menuliskan sebuah surat kecil untuk Tuhan. Surat yang penuh dengan kebesaran hati yang


(57)

berharap tidak ada air mata lagi di dunia ini terjadi padanya, terjadi pada siapapun. Pada akhirnya Keke menyerah dan meninggalkan dunia ini.

4.2. Penyajian dan Analisis Data 4.2.1. Penyajian Data

Leksia-leksia yang terdapat dalam teks novel “ Surat Kecil Untuk Tuhan “ yang menggambarkan perjuangan hidup adalah sebagai berikut :

1. Rasa sakit pada hidungku mulai terasa lebih menyakitkan, disertai ngilu di bagian rahang yang menghambat pernafasanku. Aku hanya bisa bertahan untuk tidak membuat diriku seolah sakit. (halaman 46)

2. “ Keke nggak sakit parah, itu kan yang ayah bilang. Kalau Keke cuma sakit flu, Keke masih bisa sekolah.. Keke mau sekolah!! “. (halaman 51)

3. Sobat, sebenarnya aku sangat malu pergi ke sekolah dalam keadaan seperti itu tapi aku tidak punya pilihan. (halaman 51)

4. Aku pun hanya bisa tersenyum padahal hatiku ingin menangis ketika melihat ayah berpura-pura menikmati pahitnya bawang itu. Aku sadar semangat ayah telah membuat keinginan sembuhku pun bangkit kembali. Aku pun kembali memakan tumbuhan itu dengan sedikit air mata berjatuhan tapi sekali lagi ayah menunjukkan tekad kepadaku agar terus berusaha. (halaman 61)


(58)

5. Hatiku mulai tenang dan kini aku berserah pada ayah. Karena rasa takut itulah aku kini lebih sering menghabiskan waktuku untuk selalu berkeliling dengan ayah dari satu kota ke kota lain mencari pengobatan alternatif untuk menghindari operasi. Aku pun lebih bisa menerima keadaanku, walau aku tahu hanya sebuah mukjizat dari Tuhan yang akan membuatku sembuh tanpa operasi. (halaman 65)

6. Hampir semua informasi keberadaan orang pintar atau pengobatan

tradisional kutemui. Namun entah apa yang terjadi ketika aku sampai di tempat itu. Mereka hanya menyuruhku duduk kemudian kembali ke mobil dan kami pulang tanpa hasil. Seluruh pulau Jawa, Sumatra dan Bali telah kami lalui hanya untuk mencari pengobatan yang terbaik. Tidak ada hasil apa pun dari pencarian itu dan hanya membuat wajahku mulai semakin tak beraturan. (halaman 66)

7. Aku nyaris tidak bisa melihat secara normal bahkan kacamata minus yang biasa aku pakai untuk membantu penglihatanku sudah tidak bisa digunakan lagi. Sebab benjolan di mukaku membuat ukuran wajahku bertambah besar sehingga frame kacamataku tidak cukup. Ayah tidak kehilangan akal, ia membelikan aku kacamata baru yang disesuaikan dengan ukuran wajahku walau ia tahu setiap hari ia harus menggantinya bila sudah tidak muat. (halaman 66)

8. Setelah dua jam menunggu akhirnya ayah mendapat giliran di akhir antrian. Ketika ia hendak masuk, seorang petugas memberitahukan


(59)

bahwa mereka sudah tutup, ayah langsung terkejut dan memang melihat jam praktek tertulis tutup pada saat itu. Tapi ayah tidak menyerah ia langsung memohon untuk bertemu dengan pak haji itu. Melihat ayah begitu teguh dan memaksa akhirnya petugas membiarkan ayah masuk. (halaman 68)

9. Dan tanpa menyerah ia mencari pengobatan terbaik yang bisa

menyelamatkan hidupku. Bagiku ia adalah ayah yang sungguh luar biasa. Tidak ada kata pantang menyerah darinya untuk menyelamatkan hidupku dari kanker ini. (halaman 77)

10.Dengan sekuat tenaga aku harus bertahan untuk beberapa hari dari rasa sakit itu. Sobat, rasa sakit itu sesungguhnya membuat aku terasa lemah dan ingin menangis. Belum lagi rasa dingin yang terus menusuk seluruh tubuhku. (halaman 85)

11.Disaat-saat seperti inilah aku tahu rasanya sulit dalam berpikir, tapi aku tidak ingin kehilangan semangat belajar, aku ingin sekali berprestasi dan membanggakan ayah, walaupun di sela-sela aku menghafalkan pelajaran kepalaku terasa berat. (halaman 119)

12.Prof. Mukhlis seperti tidak ingin menyerah. Sebagai seorang dokter ia meyakini dirinya bisa untuk membunuh sel kanker itu. (halaman 142)

13.Aku sungguh tidak bisa melukiskan keadaanku saat itu selain hanya tersenyum.. Walau itu hanya sebuah senyuman.. Senyuman kecil diantara rasa takut dan pasrah. (halaman 145)


(60)

14.Walaupun Prof. sudah menyerah tapi ayah tidak begitu saja putus asa. Ayah tetap ingin mencari jalan keluar. Ayah sadar bila seorang Prof. terbaik di Indonesia sudah menyerah maka ia harus mencari dari luar. Beliau pun memilih mencari pengobatan di Singapura. (halaman 149)

15.Semua ini adalah cobaan terberat dalam hidupku. Mungkin kelak

ketika aku akan pergi dari dunia ini, aku tidak akan merasakan suatu kehilangan karena nafasku terhenti untuk mengingat semuanya. Tapi bila kita tetap bersama itu tidak akan terjadi padamu. Rasa kehilangan itu akan menjadi abadi di sepanjang nafasmu, selalu terbawa dalam kesedihan abadi.. Aku tidak ingin semua itu terjadi padamu, Andi. Selamat tinggal kekasihku. Inilah malam terakhir kita. (halaman 159)

16.Sobat, terkadang aku merasa tidak kuat untuk memandang dan

menulis. Hal itu sangat menyulitkan untukku. Tapi aku tidak akan pernah melewatkan satu detik pun pendidikan yang bisa aku dapatkan selama aku masih bisa. Aku ingin terus bisa menulis, membaca dan menggambar selama aku masih bisa bernafas. (halaman 177)

17.Sobat, kini wajahku kembali membesar dan terus membesar. Aku

mulai merasakan kesakitan yang tidak bisa kujelaskan. Nafasku terasa berat, dan setiap tarikan nafas untuk mengambil udara dari paru-paru menusuk hatiku dan membuat aku harus menahan dengan sekuat tenaga. Tapi aku tidak lagi merasa ingin menangis karena aku sudah berjanji pada hatiku untuk selalu kuat. (halaman 185)


(61)

18.“ Bu.. Boleh nggak kertas ini dijawab oleh saya, tapi dituliskan oleh pak Iyus? Sebab tangan saya sudah tak kuat untuk bergerak! “ Ujarku memohon. (halaman 192)

19.Dengan sekuat tenaga aku menggunakan jariku untuk menulis. Tuhan maha besar membiarkan tanganku yang lumpuh dapat bergerak. Walau banyak yang ingin aku tulis, tapi tanganku mulai tak kuat bergerak. (halaman 211)

4.2.2. Pengelompokan Data

Berikut ini adalah kolom yang menjelaskan penggolongan leksia dalam kode pembacaan menurut Roland Barthes beserta kalimat mana dalam leksia tersebut yang menunjukkan salah satu kode pembacaan, yaitu :

Kode

Pembacaan Leksia

Kalimat Yang Menunjukkan Kode Pembacaan Pada Leksia

Hermeneutik Leksia 1

Leksia 3

Leksia 6

Rasa sakit pada hidungku mulai terasa lebih menyakitkan, disertai ngilu di bagian rahang yang menghambat pernafasanku. Aku hanya bisa bertahan untuk tidak membuat diriku seolah sakit.

Sobat, sebenarnya aku sangat malu pergi ke sekolah dalam keadaan seperti itu tapi aku tidak punya pilihan.

Hampir semua informasi keberadaan orang pintar atau pengobatan tradisional kutemui. Namun entah apa yang terjadi ketika aku sampai di tempat itu. Mereka hanya menyuruhku duduk kemudian kembali ke mobil dan kami pulang tanpa hasil. Seluruh pulau Jawa, Sumatra dan Bali telah kami lalui hanya untuk mencari pengobatan yang terbaik.


(62)

Semik Leksia 14 Leksia 16 Leksia 9 Leksia 10 Leksia 12 Leksia 13

Tidak ada hasil apa pun dari pencarian itu dan hanya membuat wajahku mulai semakin tak beraturan. Walaupun Prof. sudah menyerah tapi ayah tidak begitu saja putus asa. Ayah tetap ingin mencari jalan keluar. Ayah sadar bila seorang Prof. terbaik di Indonesia sudah menyerah maka ia harus mencari dari luar. Beliau pun memilih mencari pengobatan di Singapura.

Sobat, terkadang aku merasa tidak kuat untuk memandang dan menulis. Hal itu sangat menyulitkan untukku. Tapi aku tidak akan pernah melewatkan satu detik pun pendidikan yang bisa aku dapatkan selama aku masih bisa. Aku ingin terus bisa menulis, membaca dan menggambar selama aku masih bisa bernafas.

Dan tanpa menyerah ia mencari pengobatan terbaik yang bisa menyelamatkan hidupku. Bagiku ia adalah ayah yang sungguh luar biasa. Tidak ada kata pantang menyerah darinya untuk menyelamatkan hidupku dari kanker ini.

Dengan sekuat tenaga aku harus bertahan untuk beberapa hari dari rasa sakit itu. Sobat, rasa sakit itu sesungguhnya membuat aku terasa lemah dan ingin menangis. Belum lagi rasa dingin yang terus menusuk seluruh tubuhku.

Prof. Mukhlis seperti tidak ingin menyerah. Sebagai seorang dokter ia meyakini dirinya bisa untuk membunuh sel kanker itu.

Aku sungguh tidak bisa melukiskan keadaanku saat itu selain hanya tersenyum.. Walau itu hanya sebuah senyuman.. Senyuman kecil diantara rasa takut dan pasrah.


(1)

Dari penjabaran diatas dapat dianalisa bahwa Keke berusaha sekuat tenaga untuk dapat menulis. Tuhan maha besar membiarkan tangan Keke yang lumpuh dapat menulis kembali. Meskipun tidak banyak yang dapat Keke tulis.

Leksia diatas digolongkan dalam kode pembacaan pembacaan proaretik. Karena terdapat tindakan yang membuahkan dampak. Pada kalimat dengan sekuat tenaga aku menggunakan jariku untuk menulis. Tuhan maha besar membiarkan tanganku yang lumpuh dapat bergerak. Walau banyak yang ingin aku tulis, tapi tanganku mulai tak kuat bergerak. Yang berarti tangan Keke yang semula lumpuh, dapat menulis kembali meskipun tidak banyak yang Keke tulis. Semua karena usaha keras Keke yang diberi mukjizat oleh Tuhan. Dari leksia di atas menunjukkan perjuangan Keke untuk terus berusaha meskipun keadaannya sudah parah atau lumpuh.

4.3. Mitos

Untuk menghasilkan mitos, sistem semiologi tingkat kedua (second order of semiological system) mengambil seluruh sistem tanda pada tingkat pertama sebagai penanda (signifier) dan diberikan petanda (signified) berdasarkan pemahaman denotatifnya (denotative sign). Bertahap kepada sistem tanda tingkat kedua sebagai penanda konotatif (connotative signifier) dan petanda konotatif (connotative signified) hingga timbul makna baru. Dan makna baru ini dinamai sebuah interpretasi data berupa makna konotatif (connotative meaning).


(2)

1. Tatanan Linguistik, yaitu sistem semiologi tingkat pertama penanda-penanda berhubungan dengan petanda-petanda sedemikian sehingga menghasilkan tanda.

2. Selanjutnya di dalam tatanan mitos, yaitu semiologi lapis kedua, tanda-tanda pada tatanan pertama ini pada gilirannya hanya akan menjadi penanda-penanda yang berhubungan pula pada petanda-petanda pada tatanan kedua.

Penanda

Teks novel “Surat Kecil Untuk Tuhan” yang memuat adanya perjuangan hidup.

Petanda

Wujud konkrit pemaknaan tindakan-tindakan perjuangan hidup.

Tanda Denotatif

Pemaknaan konsep tindakan-tindakan perjuangan hidup dalam novel “Surat Kecil Untuk Tuhan” yang ditonjolkan pada bentuk non verbal yang berupa perilaku dan tindakan. Pada bentuk verbal yang berupa bahasa-bahasa secara langsung maupun tidak langsung. Dan dapat berupa tindakan pembedaan yang langsung maupun tidak langsung.

Penanda Konotatif

Dalam novel “Surat Kecil Untuk Tuhan” terdapat berbagai bentuk tindakan perjuangan hidup. Perjuangan hidup yang dialami oleh Gita Sesa Wanda Cantika atau Keke untuk melawan kanker ganas yang dideritanya dan untuk tetep bertahan hidup. Juga perjuangan ayah Keke yang tidak menyerah untuk mencari pengobatan yang terbaik dan dapat menyembuhkan Keke.

Petanda Konotatif

Banyak kejadian yang dialami oleh Keke menimpa masyarakat. Tetapi setiap orang berbeda dalam menyikapi dan memperjuangkan hidupnya agar sembuh dari penyakit yang diderita.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(3)

86

Tanda Konotatif

Dalam novel “Surat Kecil Untuk Tuhan” terdapat konsep makna perjuangan hidup. Perjuangan hidup yang dialami Gita Sesa Wanda Cantika atau Keke dalam memperjuangkan hidupnya untuk melawan penyakit kanker ganas yang di deritanya. Juga perjuangan orang-orang di sekitarnya yang selalu menginginkan Keke untuk sembuh. Termasuk ayah Keke yang tidak menyerah untuk dapat menyelamatkan hidup Keke.

Sebelum meninggal, Keke menunjukkan tanda akhir dan keanehan (mitos) (menurut Hadits Ibnu Umar ra). Ia menulis sebuah surat kecil untuk Tuhan, yang berisikan keinginan Keke untuk kembali hidup dan memiliki kehidupan yang normal layaknya gadis remaja seumurnya. Dan apabila Tuhan tetap menginginkan Keke disampingnya, ia berharap apa yang terjadi padanya tidak terjadi pada orang lain.


(4)

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian diatas, peneliti dapat merepresentasikan bahwa adanya perjuangan hidup yang dialami Gita Sesa Wanda Cantika atau Keke. Keke tidak sendiri untuk berjuang melawan kankernya. Tetapi ada orang-orang di sekitarnya yang selalu menemani, mendukung dan memberikan semangat pada Keke. Karena semangat dari orang-orang sekitarnya itulah, Keke menjadi kuat dan tegar terhadap penyakit yang di deritanya. Keke bertahan dan berusaha untuk dapat sembuh dari kanker yang di deritanya. Keke berjuang untuk orang-orang yang disayanginya.

Dari data yang diperoleh dan diteliti penulis, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa novel Surat Kecil Untuk Tuhan mengandung representasi perjuangan hidup yang dialami oleh Gita Sesa Wanda Cantika atau Keke dari penyakit kanker yang di deritanya. Sebelum Keke meninggal, Keke menunjukkan tanda akhir dan keanehan (mitos) (menurut Hadits Ibnu Umar ra) . Dia menulis sebuah surat kecil untuk Tuhan. Surat yang berisikan keinginan Keke untuk kembali hidup dan memiliki kehidupan yang normal layaknya gadis remaja seumurnya. Dan apabila Tuhan tetap menginginkan Keke disampingnya, ia berharap apa yang terjadi padanya tidak terjadi pada orang lain.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(5)

88

5.2. Saran

Novel bukan hanya sebuah media hiburan bagi para pembacanya, namun juga sebagai media penyalur informasi dan edukasi yang efektif. Dalam membangun serta memajukan pengetahuan dalam masyarakat. Maka peneliti menyarankan kepada pengarang novel khususnya di Indonesia untuk menghasilkan karya sastra yang lebih bermanfaat.


(6)

Cangara, Havied. 1988. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta. Raja Grafindo Persada. Junaedi, Fajar. 2007. Komunikasi Massa Pengantar Teoritis. Jogyakarta. Santusa. Kurniawan. 2001. Semiologi Roland Barthes. Magelang, Indonesia.

Liliweri, Alo. 2003. Komunikasi Antarbudaya. Jogyakarta. Pustaka Pelajar. Media, Tim. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia.

Moleong, Lexy. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy. 2009. Komunikasi Antarbudaya. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.

Ohoiwutun. 1997. Memahami Bahasa Dalam Konteks Masyarakat Dan Kebudayaan. Jakarta. Visipro.

Putranto, Hendar. 2005. Teori-Teori Kebudayaan. Jogyakarta. Kanisius.

Ratna, Nyoman Kutha. 2005. Paradigma Sosiologi Sastra. Jogyakarta. Pustaka Pelajar.

Sobur, Alex. 2004. Analisis Teks Media. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. Sobur, Alex. 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. Winarso, Heru Puji. Sosiologi Komunikasi massa. Jakarta. Prestasi Pustaka.

Non Buku:

www.google.com

www.kompas.com (15 Maret 2009)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dokumen yang terkait

NILAI EDUKATIF DALAM NOVEL SURAT KECIL UNTUK TUHAN KARYA AGNES DAVONAR: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN Nilai Edukatif Dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya Agnes Davonar: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implikasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

0 2 12

NILAI EDUKATIF DALAM NOVEL SURAT KECIL UNTUK TUHAN KARYA AGNES DAVONAR: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN Nilai Edukatif Dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya Agnes Davonar: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implikasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

4 16 17

ASPEK RELIGIUS DALAM NOVEL SURAT KECIL UNTUK TUHAN KARYA AGNES DAVONAR: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN Aspek Religius dalam Novel Surat Kecil untuk Tuhan Karya Agnes Davonar: Tinjauan Sosiologi Sastra dan Implikasinya sebagai Bahan Ajar Sastra di SMA.

0 1 12

ASPEK RELIGIUS DALAM NOVEL SURAT KECIL UNTUK TUHAN KARYA AGNES DAVONAR: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN Aspek Religius dalam Novel Surat Kecil untuk Tuhan Karya Agnes Davonar: Tinjauan Sosiologi Sastra dan Implikasinya sebagai Bahan Ajar Sastra di SMA.

0 1 17

TINDAK TUTUR LOKUSI DAN PERLOKUSI DALAM NOVEL Tindak Tutur Lokusi Dan Perlokusi Dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya Agnes Davonar.

0 0 11

PENDAHULUAN Tindak Tutur Lokusi Dan Perlokusi Dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya Agnes Davonar.

0 2 7

KONFLIK BATIN DALAM NOVEL SURAT KECIL UNTUK TUHAN KARYA AGNES DAVONAR: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA Konflik Batin Dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya Agnes Davonar: Tinjauan Psikologi Sastra.

0 4 11

BAB 1 Konflik Batin Dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya Agnes Davonar: Tinjauan Psikologi Sastra.

7 82 36

KONFLIK BATIN DALAM NOVEL SURAT KECIL UNTUK TUHAN KARYA AGNES DAVONAR: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA Konflik Batin Dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya Agnes Davonar: Tinjauan Psikologi Sastra.

0 5 16

REPRESENTASI PERJUANGAN HIDUP DALAM NOVEL “SURAT KECIL UNTUK TUHAN” ( Studi Semiologi Representasi Perjuangan Hidup Dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan ) SKRIPSI

0 0 17