PENGARUH PENAMBAHAN JAMUR TIRAM (Pleurotus ostreatus sp.) TERHADAP KUALITAS KIMIA DAN ORGANOLEPTIK BAKSO AYAM

(1)

commit to user

PENGARUH PENAMBAHAN JAMUR TIRAM (Pleurotus ostreatus sp.) TERHADAP KUALITAS KIMIA DAN ORGANOLEPTIK

BAKSO AYAM

Jurusan/Program Studi Peternakan

Oleh: Andik Kurniawan

H0506031

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(2)

commit to user

i

PENGARUH PENAMBAHAN JAMUR TIRAM (Pleurotus ostreatus sp.) TERHADAP KUALITAS KIMIA DAN ORGANOLEPTIK

BAKSO AYAM

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Peternakan

di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Jurusan/Program Studi Peternakan

Oleh : Andik Kurniawan

H0506031

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(3)

commit to user

ii

PENGARUH PENAMBAHAN JAMUR TIRAM (Pleurotus ostreatus sp.) TERHADAP KUALITAS KIMIA DAN ORGANOLEPTIK

BAKSO AYAM

yang dipersiapkan dan disusun oleh Andik Kurniawan

H 0506031

telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal : 25 Mei 2011

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Tim Penguji:

Ketua Anggota I Anggota II

Adi Magna P. N, S.Pt., MP NIP. 19671104 199903 1 001

Ir. Pudjomartatmo, MP NIP. 19480110 198003 1 001

_Ir.Ashry Mukhtar, MS NIP. 19470723 197903 1 003

Surakarta, Juli 2011 Mengetahui

Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian

Dekan

Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS NIP. 19560225 198601 1 001


(4)

commit to user

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul Pengaruh Penambahan Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus sp.) terhadap Kualitas Kimia dan Organoleptik Bakso

Ayam sebagai salah satu persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Peternakan di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Selama pelaksanaan penelitian hingga selesainya skripsi ini penulis telah mendapat bimbingan, pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.

2. Ketua Jurusan/Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.

3. Bapak Adi Magna P. N., S.Pt., MP sebagai Dosen Pembimbing Utama dan Bapak Ir. Pudjomartatmo, MP sebagai Dosen Pembimbing Pendamping yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan.

4. Bapak Ir. Ashry Mukhtar, MS sebagai Dosen Penguji Skripsi. 5. Bapak, ibu, kakak dan adik tercinta.

6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuannya selama ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, oleh sebab itu diharapkan kritik dan saran untuk sempurnanya skripsi ini dan semoga bermanfaat bagi kita semua.

Surakarta, Juli 2011 Penulis


(5)

commit to user

iv DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

RINGKASAN ... viii

SUMMARY ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Tujuan Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A.Bakso ... 4

B.Bahan Penyusun Bakso ... 5

1, Daging ………. 5

2. Garam ……….. 6

3. Air ……… 6

4. Bumbu ……….. 7

C.Bahan Pengisi ... 7

D.Jamur Tiram ... 8

E. Uji Kualitas Kimia ... 9

1. Kadar Karbohidrat Tidak Tecerna ………. .. 9

2. Kadar Protein ……… 10

3. Kadar Fe ………... 11

F. Karakteristik Organoleptik Bakso ... 12

1. Bau …..………. 12


(6)

commit to user

v

3. Tekstur ………... 13

4. Daya Terima ……….. 13

HIPOTESIS ... 15

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN ... 16

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 16

B. Bahan dan Alat Penelitian ... 16

C. Persiapan Penelitian ... 17

D. Cara Penelitian ... 18

E. Analisis Data ... 21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

A. Pengaruh Penambahan Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus sp.) terhadap Kualitas Kimia Bakso Ayam ... 22

1. Karbohidrat Tidak Tecerna ……… 22

2. Kadar Fe ………... 23

3. Kadar Protein ……… 25

B. Pengaruh Penambahan Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus sp.) terhadap Organoleptik Bakso Ayam secara Hedonik ... 28

1. Bau ... 28

2. Rasa ... 30

3. Tekstur ... 32

4. Daya Terima ... 35

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 38

A. Kesimpulan ... 38

B. Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39


(7)

commit to user

vi

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Persyaratan Bakso Daging ………... 11

2. Formulasi Bakso Daging Ayam dengan Penambahan Jamur Tiram ... 18 3. Skor Hedonik untuk Tingkat Kesukaan terhadap Bau, Rasa, Tekstur

dan Daya Terima pada Uji Organoleptik ... 21 4. Rerata Nilai Karbohidrat Tidak Tecerna Bakso Ayam dengan

Aras Penambahan Jamur Tiram 0, 5, 10 dan 15% dari Adonan Bakso

(persen berat basah) .. ... . 22 5. Rerata Nilai Kadar Fe Bakso Ayam dengan Aras Penambahan

Jamur Tiram 0, 5, 10 dan 15% dari Adonan Bakso (mg/100g) ... 24 6. Rerata Nilai Kadar Protein Bakso Ayam dengan Aras Penambahan

Jamur Tiram 0, 5, 10 dan 15% dari Adonan Bakso (mg/ml) ... 25 7. Rerata Nilai Kesukaan Bau Bakso Ayam dengan Aras Penambahan

Jamur Tiram 0, 5, 10 dan 15% dari Adonan Bakso ... 28 8. Rerata Nilai Kesukaan Rasa Bakso Ayam dengan Aras Penambahan

Jamur Tiram 0, 5, 10 dan 15% dari Adonan Bakso ... 31 9. Rerata Nilai Kesukaan Tekstur Bakso Ayam dengan Aras Penambahan

Jamur Tiram 0, 5, 10 dan 15% dari Adonan Bakso ... 33 10. Rerata Nilai Kesukaan Daya Terima Bakso Ayam dengan Aras


(8)

commit to user

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman 1. Syarat Mutu Bakso Berdasar SNI 01-3818-1995 ... 43 2. Prosedur Pembuatan Bakso ... 44 3. Hasil Perhitungan Statistik Nilai Karbohidrat Tidak Tecerna Bakso

Ayam dengan Aras Penambahan Jamur Tiram 0, 5, 10 dan 15% dari

Adonan Bakso (% berat basah) ... 45 4. Hasil Perhitungan Statistik Nilai Kadar Fe Bakso Ayam dengan Aras

Penambahan Jamur Tiram 0, 5, 10 dan 15% dari Adonan Bakso

(mg/100g) ... 47 5. Hasil Perhitungan Statistik Nilai Kadar Protein Bakso Ayam dengan

Aras Penambahan Jamur Tiram 0, 5, 10 dan 15% dari Adonan Bakso

(mg/ml) ... 49 6. Hasil Perhitungan Statistik Nilai Kesukaan Bau Bakso Ayam dengan

Aras Penambahan Jamur Tiram 0, 5, 10 dan 15% dari Adonan Bakso .. 51 7. Hasil Perhitungan Statistik Nilai Kesukaan Rasa Bakso Ayam dengan

Aras Penambahan Jamur Tiram 0, 5, 10 dan 15% dari Adonan Bakso .. 53 8. Hasil Perhitungan Statistik Nilai Kesukaan Tekstur Bakso Ayam

dengan Aras Penambahan Jamur Tiram 0, 5, 10 dan 15% dari

Adonan Bakso ... 56 9. Hasil Perhitungan Statistik Nilai Kesukaan Daya Terima Bakso Ayam

dengan Aras Penambahan Jamur Tiram 0, 5, 10 dan 15% dari

Adonan Bakso ... 60 10. Kuisioner Pengujian Kesukaan Bakso Ayam ... 62


(9)

commit to user

viii

PENGARUH PENAMBAHAN JAMUR TIRAM (Pleurotus ostreatus sp.) TERHADAP KUALITAS KIMIA DAN ORGANOLEPTIK

BAKSO AYAM

Andik Kurniawan H 0506031 RINGKASAN

Bakso merupakan produk pangan yang terbuat dari daging yang disukai oleh masyarakat. Modifikasi bakso dengan penambahan jamur tiram dilakukan untuk meningkatkan komponen nutrisi bakso meliputi karbohidrat tidak tecerna dan zat besi. Bakso ayam yang mengandung sebagian besar komponen bahan hewani saja sehingga perlu ditingkatkan kualitasnya dengan menambahkan komponen bahan nabati. Komponen bahan nabati yang dimaksud adalah jamur tiram. Penambahan jamur tiram pada bakso ayam diharapkan dapat meningkatkan kadar karbohidrat tidak tecerna dan kadar Fe bakso sehingga mampu menghasilkan mutu produk olahan daging yang berkualitas dan disukai oleh masyarakat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan jamur tiram (Pleurotus ostreatus sp.) terhadap kualitas kimia dan organoleptik bakso ayam serta mengetahui aras penambahan jamur tiram yang terbaik. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Industri Pengolahan Hasil Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Laboratorium Pusat bagian Sub Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian dilaksanakan selama enam bulan dari September 2010 sampai Februari 2011.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging ayam petelur afkir bagian dada dan paha dengan perbandingan berat yang digunakan 1:1 sebanyak 6 ekor. Daging berasal dari peternakan ayam petelur di Desa Ngemplak Pakis, Kecamatan Jumantono, Kabupaten Karanganyar. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus sp.) berasal dari petani jamur di Desa Kalangan, Kecamatan Polokarto, Kabupaten Sukoharjo. Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Pola Searah, dengan lima ulangan menggunakan aras penambahan jamur tiram 0, 5, 10, 15% dari berat adonan bakso. Peubah penelitian meliputi uji kadar karbohidrat tidak tecerna, kadar Fe, kadar protein dan organoleptik secara hedonik terhadap bau, rasa, tekstur dan daya terima.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata dari ke empat perlakuan (P0, P1, P2 dan P3) berturut-turut untuk kadar karbohidrat tidak tecerna adalah

0,90, 1,80, 2,56 dan 3,10%. Kadar Fe adalah 0,173, 0,344, 0,460 dan 6,18 mg/100g. Kadar protein adalah 29,17, 21,77, 19,34 dan 16,89 mg/ml. Kesukaan bau adalah 3 (cukup suka), 3,3 (cukup suka), 3,3 (cukup suka) dan 3,3 (cukup suka). Kesukaan Rasa adalah 2,8 (cukup suka), 2,85 (cukup suka), 3,15 (cukup suka) dan 3,55 (suka). Kesukaan tekstur adalah 2,75 (cukup suka), 3,20 (cukup


(10)

commit to user

ix

suka), 3,35 (cukup suka) dan 3,90 (suka). Kesukaan Daya terima adalah 2,85 (cukup suka), 2,9 (cukup suka), 2,95 (cukup suka) dan 3,8 (suka).

Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa kadar karbohidrat tidak tecerna, kadar Fe dan kadar protein berbeda sangat nyata (P<0,01). Pada kesukaan rasa, tekstur, dan daya terima berbeda nyata (P<0,05) sedangkan pada kesukaan bau berbeda tidak nyata.

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah penambahan jamur tiram (Pleurotus ostreatus sp.) pada adonan bakso ayam meningkatkan kualitas kimia dan organoleptik bakso ayam serta tingkat penambahan jamur tiram sebanyak 15% memberikan hasil yang terbaik.


(11)

commit to user

x

THE EFFECT OF OYSTER MUSHROOM (Pleurotus ostreatus sp.) ADDITION ON THE QUALITY OF CHEMICAL AND

ORGANOLEPTIC CHICKEN MEATBALLS Andik Kurniawan

H0506031 SUMMARY

Meatball is a food product made of meat which is favored by society. Modification of meatball with the addition of oyster mushrooms was done

to improve its nutrient, covering undigested carbohydrates and Fe contents. The largest component of meatball is animal ingredients, thus it needs some

addition of vegetable ingredient to improve their quality, for example oyster mushrooms. This addition is expected to increase levels of undigested carbohydrates and Fe content, and subsequently produce high quality of meatballs.

The study aimed to determine the effect of oyster mushroom (Pleurotus ostreatus sp.) addition on chemical and organoleptic quality of chicken

meatball and find the best level. The experiment was conducted at the Laboratory of Animal Product Processing Industry, Department of Animal Science, Faculty of Agriculture, Sebelas Maret University of Surakarta and Central Laboratory of the Sub-Chemistry, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Sebelas Maret University of Surakarta. The study was conducted for six months from September 2010 to February 2011.

The materials used in this study is the meat of six post production laying hen the chest and thigh with ratio 1:1. The meat was taken from the farms of laying in Ngemplak Pakis, Jumantono Karanganyar. Oyster mushrooms (Pleurotus ostreatus sp.) was obtained from the mushroom farm located Kalangan, Polokarto Sukoharjo. The research design was by Completely Randomized Design (CRD) Unidirectional pattern, with the addition of oyster mushrooms levels of 0, 5, 10, 15% of the weight of the dough meatballs. It used five replications. The variables included the test of undigested carbohydrate content, Fe content, protein content and sensory in hedonic odor, taste, texture and acceptability.

The results showed that the average of the four treatments (P0, P1, P2 and P3) in succession to undigested carbohydrate content was 0.90, 1.80, 2.56 and 3.10%. Fe content is 0.173, 0.344, 0.460 and 0.618 mg/100 g. Protein content was 29.17, 21.77, 19.34 and 16.89 mg/ml. Favorite smell is 3 (just like), 3.3 (just like), 3.3 (just like) and 3.3 (just like). Blogging Sense is 2.8 (just like), 2.85 (quite like), 3.15 (just like) and 3.55 (liked). Favorite texture is 2.75 (quite like), 3.20 (quite like), 3.35 (quite like) and 3.90 (liked). Blogging Resources received was 2.85 (just like), 2.9 (just like), 2.95 (just like) and 3.8 (love).

Analysis of Variance showed that the levels of undigested carbohydrates, Fe and protein contents were significantly by different (P<0.01). The favorite


(12)

commit to user

xi

flavor, texture, and acceptance were significantly different (P<0.05), while the odor preference was not significantly different.

The conclusion was the addition of oyster mushrooms (Pleurotus ostreatus sp.) up to 15% on the dough chicken meatballs increased its chemical and organoleptic quality.

(Keywords: oyster mushroom, chicken meatballs, chemical and organoleptic quality)


(13)

commit to user

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ayam petelur afkir adalah ayam betina petelur yang produktivitas telurnya sudah menurun dan rata-rata berumur 68 sampai 72 minggu (Anonim, 2000 cit. Ariyanto, 2006), sehingga oleh peternak dijadikan sebagai sumber ayam pedaging. Daging ayam petelur afkir kurang diminati oleh masyarakat karena dagingnya liat sehingga rasanya kurang enak. Variasi pengolahan daging dilakukan untuk mengubah ketidaksukaan daging ayam petelur afkir yaitu dibuat bakso.

Bakso merupakan salah satu produk olahan daging yang berbentuk bulatan (Ngudiwaluyo dan Suharjito, 2007). Proses pembuatan bakso dengan cara menggiling daging dan kemudian ditambahkan garam, tepung tapioka dan bumbu-bumbu. Bakso banyak diminati dan digemari oleh masyarakat karena rasa yang enak dan bergizi. Bakso dapat dibuat dari daging sapi, ayam, maupun ikan. Peningkatkan kualitas kimia bakso dilakukan dengan cara penambahan jamur tiram. Jamur tiram memiliki protein yang tinggi, kaya akan zat besi dan serat, sehingga akan diperoleh produk bakso yang kaya gizi serta baik untuk kesehatan. Departemen Pertanian (2010), menyebutkan bahwa penganekaragaman pangan merupakan salah satu cara untuk memperbaiki status gizi masyarakat. Usaha penganekaragaman pangan dapat dilakukan dengan mencari bahan makanan yang baru atau bahan pangan yang sudah ada dikembangkan menjadi bahan pangan yang beranekaragam dengan harga yang relatif terjangkau

Jamur terdiri atas dua jenis yaitu jamur pangan (edible) dan jamur berbahaya (non edible). Jamur tiram merupakan salah satu contoh jamur pangan. Kandungan nutrisi yang terdapat pada jamur tiram dalam keadaan segar setiap 100 gram adalah protein 10,5 sampai 30,4%, kalori 367 kal, karbohidrat 56,6%, lemak 1,7 sampai 2,2%, thiamin (Vit. B1) 0,2 mg, Fe 4%, Na 837 mg, riboflavin (Vit.B2) 4,7 sampai 4,9 mg, niacin (Vit. B3) 77,2 mg, kalsium 3,14 mg,


(14)

commit to user

kalium 3,793 mg, fosfor 7,17 mg dan kandungan seratnya mencapai 7,4 sampai 24,6 persen. Manfaat dan khasiat jamur tiram antara lain sebagai sumber protein rendah kalori, menurunkan kolestrol, sebagai anti oksidan karena mengandung folid acid yang tinggi dan dipercaya dapat menyembuhkan anemia (Anonim, 2010b).

Bakso ayam yang mengandung sebagian besar komponen hewani sehingga perlu ditingkatkan kualitasnya dengan menambahkan komponen bahan nabati. Komponen bahan nabati yang dimaksud adalah jamur tiram. Penambahan

jamur tiram pada proses pembuatan bakso ayam yaitu dalam bentuk segar. Jamur tiram ditambahkan dengan perbandingan tertentu pada adonan bakso ayam.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kadar karbohidrat tidak tecerna, kadar Fe dan kadar protein yang ada pada pembuatan bakso dengan

perbandingan daging ayam dan jamur tiram tertentu, kemudian dilakukan uji organoleptik untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen. Sehingga akan

didapatkan formulasi bakso yang tepat antara pemakaian daging ayam dan penambahan jamur tiram untuk memperoleh makanan yang sehat dan bergizi tinggi.

B. Perumusan Masalah

Bakso merupakan produk olahan hasil ternak yang terbuat dari daging serta disukai oleh masyarakat. Daging ayam petelur afkir memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi bakso. Pada dasarnya masyarakat kurang menyukai daging ayam petelur afkir karena dagingnya liat sehingga rasanya kurang enak. Modifikasi bakso dengan penambahan jamur tiram dilakukan untuk meningkatkan kualitas kimia karena bakso hanya mengandung bahan hewani, sehingga perlu adanya penambahan bahan nabati agar daya terima masyarakat menjadi meningkat. Aras penambahan jamur tiram dilakukan dengan tetap memperhatikan rasa bakso sehingga konsumen dapat menerima sebagai bakso daging ayam dan bukan sebagai bakso jamur.


(15)

commit to user

Jamur tiram merupakan salah satu contoh jamur pangan yang memiliki kandungan nutrisi yang tinggi. Penambahan jamur tiram pada bakso ayam bertujuan untuk memperoleh bakso yang mengandung karbohidrat tidak tecerna dan Fe yang tinggi sehingga menjadi produk bakso yang berkualitas. Jamur tiram memiliki banyak manfaat bagi kesehatan diantaranya yaitu sebagai sumber serat dan zat besi. Serat digunakan oleh tubuh untuk menurunkan kolesterol karena mampu mengikat serta menyerap lemak, proses pencernaan diusus akan lebih lama dan proses penyerapan sisa-sisa makanan serta air dapat maksimal sehingga proses pengeluaran feses menjadi lebih lancar dan mudah. Zat besi berfungsi dalam pembentukan hemoglobin darah dan meningkatkan kemampuan mengikat oksigen yang dapat memperlancar peredaran darah ke seluruh jaringan tubuh sehingga tubuh menjadi sehat.

Modifikasi bakso ayam dengan penambahan jamur tiram perlu dilakukan untuk menghasilkan produk bakso yang baik untuk kesehatan dengan melihat manfaat yang dimiliki oleh jamur tiram. Penambahan jamur tiram pada bakso ayam diharapkan dapat meningkatkan kadar karbohidrat tidak tecerna dan kadar Fe bakso serta tetap memiliki kandungan protein yang cukup sehingga mampu menghasilkan produk olahan daging yang berkualitas dan tetap disukai oleh masyarakat.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Pengaruh penambahan jamur tiram (Pleurotus ostreatus sp.) terhadap kualitas kimia dan organoleptik bakso ayam.

2. Aras terbaik dari penambahan jamur tiram (Pleurotus ostreatus sp.) terhadap kualitas kimia dan organoleptik bakso ayam.


(16)

commit to user

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Bakso

Bakso merupakan salah satu cara pengolahan daging yang banyak dilakukan masyarakat. Pembuatan bakso dengan cara melumatkan daging dan mencampurkannya dengan bahan tambahan. Campuran dibentuk bulat-bulat dan

direbus dalam air panas (Astuti, 1983). Bakso adalah produk olahan daging yang sangat popular. Kualitas bakso dipengaruhi oleh komposisi bahan penyusun.

Bakso yang berkualitas dapat dihasilkan dengan menggunakan bahan

penyusun yang tepat dan daging yang digunakan harus baik dan segar (Komariah et al, 2005).

Bakso daging ayam dibuat menggunakan daging ayam tanpa tulang atau sering disebut boneless. Biasanya bagian yang sering digunakan yaitu bagian dada dan paha. Daging ayam bagian dada (boneless dada) akan menghasilkan bakso yang berwarna keputihan atau cerah dan rasanya lebih gurih. Bakso yang berasal dari daging bagian paha (boneless paha) akan menghasilkan rasa bakso yang gurih tetapi tidak lebih gurih dibandingkan boneless dada. Bakso daging ayam dapat diolah dengan menggunakan daging ayam segar maupun daging ayam beku (Rohman, 2010).

Bakso terbuat dari daging dan tepung tapioka yang berbentuk bulat tetapi pada perkembangannya, sebutan bakso merupakan seluruh adonan bulatan-bulatan daging beserta kuah, mie dan bahan lainnya (Astuti, 1983). Bakso sebagai produk olahan daging mempunyai kandungan nilai gizi yang tinggi karena kaya protein hewani yang sangat diperlukan manusia terutama pada masa pertumbuhan (Lestari, 1991), dengan kebiasaan

mengkonsumsi bakso diharapkan dapat memenuhi kebutuhan protein masyarakat (Ngudiwaluyo dan Suharjito, 2007). Bakso merupakan salah satu produk olahan

hasil ternak yang berasal dari daging dan biasanya disajikan dalam keadaan


(17)

commit to user

panas (Lestari, 1991), dan mempunyai akseptabilitas dan nilai gizi yang cukup tinggi (Naruki dan Kanoni, 1992).

B. Bahan Penyusun Bakso 1. Daging

Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Daging yang dikonsumsi berasal dari sapi, domba, kambing, babi, kuda, kerbau, unggas, ikan dan organisme lain yang hidup di air atau di air dan di darat, serta daging dari hewan-hewan liar dan aneka ternak (Soeparno, 2005).

Lawrie (2003) mendefinisikan daging sebagai bagian dari ternak potong yang digunakan manusia sebagai bahan makanan, selain mempunyai penampakan yang menarik selera, juga merupakan sumber protein hewani

berkualitas tinggi. Daging adalah makanan yang berkualitas tinggi. Daging memiliki asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh, sehingga

diharapkan selalu ada dalam makanan.

Daging yang mengandung sedikit jaringan lemak dan jaringan ikat merupakan syarat dalam pembuatan bakso. Bakso yang dihasilkan dari daging yang banyak mengandung jaringan ikat tampak kasar, tidak kompak dan mudah pecah, sedangkan kadar lemak yang tinggi menyebabkan bakso menjadi terlalu lembek. Bakso menjadi cepat busuk karena perubahan enzimatis dan kimia (Triyantini et al., 1986).

Ayam petelur afkir adalah ayam petelur yang telah melewati masa produksi kurang lebih 52 minggu, atau rata-rata berumur 68 sampai dengan 72 minggu (Anonim, 2000 cit. Ariyanto, 2006). Ayam petelur afkir mengandung air 56%, protein 25,4% sampai 31,5% dan lemak 1,3 sampai 7,3%. Kandungan lemak pada ternak tua lebih banyak daripada ternak yang


(18)

commit to user

muda, sedangkan perlemakan sangat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin dan spesies dari unggas. Protein pada unggas lebih mudah dicerna dan mengandung semua asam amino esensial yang dibutuhkan dalam makanan manusia (Mountney dan Parkhurst, 1995 cit. Ariyanto, 2006).

2. Garam

Penambahan garam pada bahan makanan akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Kadar garam 8% menyebabkan kuman tidak dapat hidup lagi (Marpaung, 1971). Garam pada konsentrasi yang cukup berfungsi sebagai: (1) pengawet atau penghambat pertumbuhan mikrobia dan (2) penambahan aroma dan cita rasa dan flavour. Garam meningkatkan tekanan osmotik medium atau bahan makanan yang juga direfleksikan dengan rendahnya aktivitas air (Soeparno, 2005).

3. Air

Air merupakan komponen penting dalam proses pembuatan bakso. Jumlah air dalam bakso sangat bervariasi tergantung pada jumlah air yang ditambahkan saat menyiapkan adonan. Penambahan air dalam bentuk es batu berfungsi untuk menstabilkan suhu selama proses chopping dan membantu proses pembentukan emulsi. Proses chopping menghasilkan panas. Suhu yang terlalu panas mengganggu stabilitas emulsi yang mengakibatkan emulsi pecah (Astuti, 1983). Air mampu meningkatkan keempukan daging dan sensasi jus daging, melarutkan protein yang mudah larut dalam air menggantikan sebagian air yang hilang selama pengolahan, membentuk larutan garam yang dibutuhkan

untuk melarutkan protein yang larut dalam garam, memelihara suhu

produk dan membantu pembentukan emulsi yang baik pada adonan (Judge et al., 1989 cit. Soeparno, 2005).

Penambahan es batu bertujuan untuk memberikan kejutan temperatur yang akan menyebabkan kontraksi mendadak dari serabut otot daging yang menyebabkan kekenyalan khusus bagi bakso (Soeparno, 2005).


(19)

commit to user

4. Bumbu

Bumbu seperti bawang putih dan pala dapat meningkatkan dan memodifikasi flavour. Formulasi bumbu yang berbeda akan menghasilkan

produk daging olahan dengan flavour yang berbeda (Soeparno, 2005). Bumbu biasanya dalam bentuk giling atau di ekstraksi. Bumbu giling lebih

dapat terdispersi dibandingkan dalam bentuk utuh (Judge et al., 1989 cit. Soeparno, 2005).

Bumbu-bumbu adalah bahan yang sengaja ditambahkan gunanya untuk

meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan kebasaan, serta untuk memantapkan bentuk dan rupa produk (Winarno et al., 1980). Rempah-rempah bermanfaat untuk meningkatkan cita

rasa bakso. Rempah-rempah juga berfungsi sebagai antioksidan yang dapat mengurangi ketengikan dan sebagai anti mikroba yang dapat memperpanjang umur simpan bakso.

C. Bahan pengisi (filler)

Bahan pengisi didefinisikan sebagai bahan yang ditambahkan kedalam suatu produk pangan selain garam, air dan bumbu-bumbu. Bahan pengisi berfungsi memperbaiki atau menstabilkan emulsi, meningkatkan daya ikat air, memperkecil

penyusutan, menambah berat produk dan dapat menekan biaya produksi. Bahan pengisi yang umum digunakan adalah tepung tapioka. Tepung tapioka

mengandung karbohidrat 86,55%, air 13,12%, protein 0,13%, lemak 0,04% dan abu 0,16%. Kandungan pati yang tinggi pada tepung membuat bahan pengisi mampu mengikat air tetapi tidak dapat mengemulsi lemak (Anonim, 2009).

Bahan pengisi merupakan bahan yang ditambahkan dalam adonan daging yang kemudian dibentuk menjadi adonan bakso. Bahan pengisi yang memiliki kandungan pati tinggi antara lain tepung terigu dan tapioka. Selain itu juga tepung maizena, sagu, pati garut, ganyongan dan bahan lain yang banyak mengandung hidrat arang (Marpaung, 1971).


(20)

commit to user

Bahan pengisi dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas air, memperbaiki tekstur dan meningkatkan nilai ekonomi serta sebagai bahan pengisi karena sifatnya dapat membentuk gel bila dipanaskan. Pada saat pemanasan protein daging mengalami pengerutan dan molekul-molekul pati mengisi rongga-rongga diantara benang-benang protein dan granula pati apabila dimasukkan ke dalam air dingin akan menyerap air dan membengkak (Naruki dan Kanoni, 1992).

D. Jamur Tiram

Budidaya Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus sp.) dimulai pada tahun 1900 (Gunawan, 2000), untuk memproduksi jamur tiram sebagai bahan makanan manusia, salah satu faktor yang perlu diperhatikan yaitu tersedianya substrat sederhana dan murah (Parlindungan, 2003).

Kandungan gizi jamur tiram menurut Direktorat Jenderal Hortikultura Departemen Pertanian adalah protein rata-rata 3,5 sampai 4 % dari berat basah. Jamur tiram juga mengandung 9 macam asam amino yaitu lisin, metionin, triptofan, threonin, valin, leusin, isoleusin, histidin dan fenil alanin. Jamur tiram mengandung 72% asam lemak tidak jenuh, sehingga aman dikonsumsi serta baik untuk yang menderita kelebihan kolesterol (hiperkolesterol) maupun gangguan metabolisme lipid lainnya. Jamur tiram memiliki asam lemak jenuh sebesar 28% serta polisakarida kitin yang diduga menimbulkan rasa enak (Sumarmi, 2006).

Jamur tiram termasuk tumbuhan hasil pertanian organik yang tidak mengandung koleserol. Jamur memiliki kandungan protein yaitu 20 sampai 30% protein kasar (persen berat kering jamur). Kandungan protein jamur yang tinggi sangat ideal sebagai sumber makanan karena mengandung semua asam amino esensial yang diperlukan tubuh. Jamur merupakan makanan penting sebagai sumber asam amino, namun demikian disarankan tidak hanya mengkonsumsi protein jamur karena nutrisinya tidak mencukupi. Kandungan mineral utama


(21)

commit to user

tertinggi dalam jamur tiram adalah kalium, fosfor, natrium dan magnesium (Sumarmi, 2006).

E. Uji Kualitas Kimia

1. Kadar Karbohidrat Tidak Tecerna

Karbohidrat tidak tercerna adalah serat pangan yang tidak larut dalam air panas atau dingin yang merupakan penyusun dinding tanaman yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin, yang merupakan serat yang tidak dapat dicerna(Tensiska, 2008).

Serat pangan menurut Winarno (1997), merupakan bagian dari karbohidrat yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan. Serat pangan meliputi selulosa, hemiselulosa, pektin, gum, dan lignin. Serat dalam ilmu pangan sering dibedakan atas kelarutannya dalam air. Serat pangan total (Total Diaetary Fiber) terdiri atas kompenen serat pangan larut air. Serat pangan total terdiri atas komponen serat pangan larut air (Soluble Diatery Fiber atau SDF) dan serat pangan tidak larut air (Insoluble Diatery Fiber atau IDF). Serat yang tidak larut dalam air adalah komponen struktural tanaman, sedangkan yang larut air adalah komponen non struktural. Serat yang tidak larut dalam air banyak terdapat pada kulit gandum, biji-bijian, sayur-sayuran, dan kacang-kacangan.

Peran utama dari serat dalam makanan adalah pada kemampuannya mengikat air, selulosa dan pektin. Serat membantu mempercepat sisa-sisa makanan melalui saluran pencernaan untuk disekresikan keluar. Tanpa bantuan serat, feses dengan kandungan air rendah akan lebih lama tinggal dalam saluran usus dan mengalami kesukaran melalui usus untuk dapat diekskresikan keluar karena gerakan-gerakan peristaltik usus besar menjadi lebih lamban (Anonim, 2010c).

Kandungan serat makanan dikenal sebagai serat kasar dan didefinisikan sebagai sisa yang tinggal setelah digesti asam dan basa.


(22)

commit to user

Komponen karbohidrat mempunyai pengaruh yang menguntungkan terhadap kesehatan. Muchtadi (2001) menjelaskan bahwa fungsi serat makanan berhubungan dengan sifat serat makanan yang dapat meningkatkan jumlah kotoran dalam usus besar, mengurangi waktu transit dan mengikat air yang terdapat dalam usus besar. Selain itu juga dapat mengubah pola pengosongan lambung dan mengubah metabolisme mikroflora.

Serat kasar sangat penting dalam penilaian kualitas bahan makanan karena menentukan nilai nutrisi suatu bahan pangan. Serat kasar adalah senyawa yang tidak tercerna dalam organ pencernaan manusia maupun hewan. Serat kasar tidak larut dalam asam (H2SO4) dan basa (NaOH). Komponen utamanya serat kasar disusun oleh selulosa gum, hemiselulosa, pektin dan lignin (Muchtadi dan Sugiyono,1992).

Serat bukanlah zat yang dapat diserap oleh usus namun peranannya dalam proses pencernaan sangat penting bahkan dapat mencegah atau mengurangi resiko penyakit degradatif seperti jantung koroner, diabetes dan kanker kolon (Baliwati et al., 2004).

2. Kadar Protein

Protein merupakan bahan pangan yang penting sebagai penyusun kombinasi-kombinasi sel terutama dalam proses pertumbuhan dan perkembangan makluk hidup. Kurang lebih 13% dari kalori yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari protein. Beberapa fungsi protein meliputi membentuk sel-sel jaringan tubuh (pada masa pertumbuhan), mengganti sel-sel tubuh yang telah rusak, memberi energi jika jumlah karbohidrat dan lemak tidak mencukupi kebutuhan tubuh (Kuntaraf dan Kuntaraf, 2003).

Badan Standarisasi Nasional pada SNI 01‐3818 (BSN, 1995) mendefinisikan bakso daging sebagai produk makanan berbentuk bulatan atau lain, yang diperoleh dari campuran daging ternak (kadar daging tidak kurang


(23)

commit to user

dari 50%) dan pati atau serealia dengan atau tanpa penambahan makanan yang diizinkan.

Komponen daging yang terpenting dalam pembuatan bakso adalah protein. Protein daging berperan dalam pengikatan hancuran daging selama proses pemasakan dan pengemulsi lemak sehingga produk menjadi empuk, kompak dan kenyal. Ekstraksi protein atau kemampuan protein otot mengikat lemak dan air merupakan faktor penting yang menentukan stabilitas emulsi (Soeparno, 2005).

Tabel 1. Persyaratan Bakso Daging

Kriteria Uji Satuan Persyaratan

Air % b/b Maks. 70

Abu % b/b Maks. 3

Protein % b/b Min. 9

Lemak % b/b Maks. 2

Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1995) 3. Kadar Fe

Kandungan Fe pada jamur tiram menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1996) adalah 3,4 mg sampai 18,2 mg yang terdapat dalam 100 gram jamur tiram. Sedangkan menurut Anonim (2010b) bahwa kandungan zat besi pada jamur tiram per 100 gram adalah 4%.

Kandungan zat besi dalam tubuh sekitar 4 gram dan bersifat esensial. Zat besi tersimpan pada sel-sel darah merah dan sel-sel otot. Masa hidup sel darah merah adalah 123 hari. Setiap hari, sel-sel darah merah tersebut mengalami perombakan dan pembentukan kembali. Zat besi yang telah dilepas

dapat digunakan kembali dan hanya 1 mg yang dibuang melalui keringat, air seni dan feses. Konsumsi zat besi hendaknya sebesar 10 mg untuk pria

berumur 7 sampai 9 tahun dan 15 mg untuk wanita berumur 10 sampai 12 tahun per hari (Alfian, 2008).

Salah satu unsur penting dalam proses pembentukan sel darah merah adalah zat besi. Secara alamiah zat besi diperoleh dari makanan. Kekurangan


(24)

commit to user

zat besi dalam menu makanan sehari-hari dapat menimbulkan penyakit anemia, gizi atau yang dikenal masyarakat sebagai penyakit kurang darah. Fe terdapat pada bahan makanan hewani, kacang-kacangan dan sayuran berwarna hijau tua. Pemenuhan Fe pada tubuh memang sering dialami sebab rendahnya tingkat penyerapan Fe didalam tubuh, terutama dari sumber Fe nabati yang hanya diserap 1 sampai 2%. Penyerapan Fe asal bahan hewani dapat mencapai 10% sampai 20% (Anonim, 2008).

F. Karakteristik Organoleptik Bakso

Uji kesukaan pada dasarnya merupakan penggujian yang panelisnya mengemukakan respon berupa senang tidaknya terhadap sifat bahan yang diuji. Panelis diminta untuk mengemukakan pendapatnya secara spontan tanpa membandingkan dengan sampel standar atau sampel yang diuji sebelumnya. Penyajian pada panelis secara berurutan, tidak bersamaan. Pengujian digunakan

untuk mengkaji reaksi konsumen terhadap suatu bahan yang diujikan (Kartika et al., 1988).

1. Bau

Flavour dan aroma daging adalah sensasi yang kompleks dan saling

terkait. Flavour melibatkan bau, rasa, tekstur, temperatur dan pH (Lawrie, 2003). Sensasi rasa yang dominan adalah pahit, manis, asam dan asin.

Evaluasi rasa dan bau sangat tergantung pada panel cita rasa. Ternak yang lebih tua memiliki kandungan lemak yang lebih banyak dibanding ternak yang umurnya lebih muda, sehingga daging dari ternak yang lebih tua mempunyai bau yang lebih kuat dari pada daging ternak yang lebih muda (Soeparno, 2005). 2. Rasa

Naruki dan Kanoni (1992), menyatakan bahwa sensasi rasa bervariasi tergantung pada (1) spesies ternak, (2) umur ternak, (3) cara pemasakan (dengan perebusan, penggorengan atau pemanggangan) dan penambahan senyawa curing serta bumbu-bumbu lainnya, (4) jumlah dan jenis lemak baik


(25)

commit to user

pada daging mentah maupun daging masak. Rasa yang terdapat pada daging

mentah dipengaruhi oleh berbagai faktor genetik, lingkungan dan pengolahan. Faktor genetik dan lingkungan merupakan faktor intrinsik

sedangkan pengolahan merupakan faktor ekstrinsik (Naruki dan Kanoni, 1992). Proses pemasakan akan menyebabkan rasa dan bau daging meningkat

(Tranggono, 1991).

Rasa bakso yang dihasilkan terutama disebabkan oleh bumbu-bumbu yang digunakan selama prosesing yaitu garam, lada, bawang putih dan flavour daging selama pemasakan, sehingga menimbulkan rasa yang utuh (Kartika et al., 1988).

3. Tekstur

Tekstur merupakan sifat yang penting dalam mutu pangan (Guritno, 1992). Tekstur bakso dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas daging yang digunakan, metode pengolahan dan bahan-bahan yang ditambahkan.

Adonan yang stabil emulsinya, biasanya akan menghasilkan tekstur yang baik setelah bakso dimasak, tapi bila emulsi tidak stabil maka sering dijumpai rongga, lemak dan gelatin terperangkap dalam bakso tersebut (Triatmojo, 1992). Daging yang mengandung jaringan ikat cukup banyak maka

tekstur bakso yang dihasilkan tidak kompak dan kasar (Triyantini et al., 1986). Tekstur makanan ditentukan oleh komponen fisik makanan yang dirasakan oleh organ perasa dalam rongga mulut. Parameter yang umum digunakan dalam menilai tekstur makanan adalah kehalusan atau kekasaran makanan ketika dikunyah dalam mulut (Bourne, 2002).

4. Daya terima

Rasa, bau dan kekenyalan merupakan faktor -foktor yang perlu mendapat perhatian dalam pembuatan bakso. Konsumen pada umumnya menyukai bakso yang kompak, elastis, kenyal tapi tidak keras dan tidak lembek. Rasa merupakan kriteria penting dalam menilai suatu produk


(26)

commit to user

pangan yang banyak melibatkan indra pengecap yaitu lidah. Menurut Winarno (1997), bahwa rasa sangat dipengaruhi oleh senyawa kimia, suhu, konsistensi dan interaksi dengan komponen penyusun makanan seperti protein, lemak, vitamin dan banyak komponen lainnya. Hermanianto dan Andayani (2002) menyebutkan bahwa rasa bakso dipengaruhi oleh bau dan tekstur namun pada umumnya ada tiga macam yang sangat menentukan penerimaan konsumen yaitu tingkat kegurihan, keasinan dan rasa daging. Andayani (1999) bahwa aroma bakso disukai panelis karena adanya aroma daging rebus yang kuat, sedangkan Soeparno (2005) menyebutkan bahwa flavour serta aroma daging dipengaruhi oleh umur ternak, tipe pakan, spesies, jenis kelamin dan kondisi penyimpanan daging setelah pemotongan dan temperatur pemasakan.

Palatabilitas atau kelezatan suatu produk dipengaruhi oleh kadar lemak dalam produk. Menurut Guritno (1992) beberapa hal yang dianjurkan dalam penyajian sampel meliputi ukuran sampel, pengkodean, sarana dan perintah kerja atau penilaian. Pada uji kesukaan, sampel disajikan pada suhu yang mendekati seperti umumnya penggunaan bahan tersebut, dengan mengingat tidak terlalu ekstrim.


(27)

commit to user

HIPOTESIS

Penambahan jamur tiram (Pleurotus ostreatus sp.) akan berpengaruh terhadap kualitas kimia dan organoleptik bakso ayam serta mempunyai hasil terbaik pada aras tertentu.


(28)

commit to user

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Industri Penggolahan Hasil Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta untuk uji kualitas kimia (kadar protein, kadar karbohidrat tidak tecerna) dan uji organoleptik. Pengujian kadar Fe dilakukan di laboratorium pusat Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Pelaksanaan

Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan yaitu pada bulan September 2010 sampai Februari 2011.

B. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan utama dan bahan pendukung. Bahan utama adalah daging ayam petelur afkir bagian dada dan paha dengan perbandingan berat yang digunakan 1:1. Daging berasal dari peternakan ayam petelur milik Bapak Samino beralamat di Desa Ngemplak Pakis, Kecamatan Jumantono, Kabupaten Karanganyar. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus sp.) berasal dari petani jamur milik Beny Setiawan beralamat di Desa Kalangan, Kecamatan Polokarto, Kabupaten Sukoharjo. Bahan pendukung adalah tepung tapioka, bawang putih,

merica, garam dan es. Bahan lain untuk analisis kimia antara lain NaCl 50 mM, K2SO4, HNO3, HCl, NaOH 0,1 N, H2SO4, Alkohol, CuSO4, Na-K-tartarat, KI dan aquades.

2. Alat Penelitian

Peralatan yang digunakan untuk penggolahan bakso adalah alat penggiling daging, timbangan, kompor, panci, alat penggiling bumbu, sendok, pisau serta


(29)

commit to user

berbagai jenis wadah. Alat yang diperlukan untuk analisis kimia adalah Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) merk shimadzu AA 6300, UV Visible Spectrophotometer, tabung reaksi, erlenmeyer, kertas saring,

timbangan analitik merk AND dengan kepekaan 0,001 gram, oven, gelas beker, kuvet, mikro pipet, cawan porselin, vorteks dan tanur.

C. Persiapan Penelitian 1. Cara Membuat Bakso

Daging ayam dicincang halus dengan menggunakan pisau kemudian diblender. Daging yang sudah halus di campur dengan tepung tapioka, bumbu dan es batu sampai menjadi adonan yang homogen dan mudah dibentuk. Jamur tiram dicincang hingga halus dengan menggunakan pisau kemudian dicampur hingga homogen dengan adonan bakso ayam. Penambahan jamur tiram dalam empat aras perlakuan yaitu 0%, 5%, 10% dan 15% dari berat adonan bakso.

Penambahan tepung tapioka secara sedikit demi sedikit agar adonan lebih mengikat. Penambahan tepung tapioka cukup 15 sampai 20 % dari berat daging, agar cita rasa daging tetap menonjol. Variasi pengolahan dapat dilakukan dengan mencampur atau menambahkan bahan lain kedalam adonan bakso untuk mendapatkan tekstur atau cita rasa yang lain (Anonim, 2010a). Bahan lain yang ditambahkan adalah jamur tiram.

2. Membentuk Adonan

Pembentukan adonan menggunakan tangan yaitu dengan mengambil segenggam adonan, remas dan tekan kearah ibu jari. Ukuran bakso yang dibentuk bulatan berdiameter dua sampai tiga sentimeter. Adonan yang sudah dibentuk langsung direbus atau dimasukkan ke dalam air mendidih hingga matang. Menurut Anonim (2010a) menjelaskan bahwa proses perebusan bakso biasanya berlangsung 10 sampai 15 menit. Bakso akan mengapung dipermukaan air, diangkat, ditiriskan dan didinginkan pada suhu ruang.


(30)

commit to user

Tabel 2. Formulasi Bakso Daging Ayam dengan Penambahan Jamur Tiram Bahan-bahan Aras Penambahan jamur tiram(%)

0 5 10 15

Daging Ayam (g) 200 200 200 200

Jamur Tiram (g) 0 14,3 28,6 42,9

Tepung Tapioka (g) 40 40 40 40

Garam (g) 10 10 10 10

Merica (g) 0,8 0,8 0,8 0,8

Bawang putih (g) 8,2 8,2 8,2 8,2

Penyedap (g) 5 5 5 5

Es (g) 22 22 22 22

D. Cara Penelitian 1. Metode Penelitian

Penelitian mengenai pengaruh penambahan jamur tiram (Pleurotus ostreatus sp.) terhadap kualitas kimia dan organoleptik bakso ayam,

merupakan penelitian secara eksperimental. 2. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah dengan 5 kali ulangan untuk kualitas kimia secara duplo dan 20 kali ulangan untuk kualitas organoleptik secara hedonik. Perlakuan berupa penambahan jamur tiram pada bakso daging ayam terdiri atas empat aras

perlakuan yaitu P0: Adonan bakso daging ayam afkir + 0% jamur tiram, P1: Adonan bakso daging ayam afkir + 5% jamur tiram, P2: Adonan bakso daging

ayam afkir + 10% jamur tiram dan P3: Adonan bakso daging ayam afkir + 15% jamur tiram.

3. Peubah Penelitian a. Uji Kualitas Kimia

1. Kadar Karbohidrat tidak tecerna

Kadar karbohidrat tidak tecerna dianalisis berdasarkan kandungan serat kasar dengan menggunakan metode AOAC (1995). Sampel dihaluskan lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer, selanjutnya


(31)

commit to user

ditambahkan 200 ml H2SO4 lalu direbus sampai mendidih selama 30 menit kemudian disaring. Hasil sampel yang disaring kemudian

ditambahkan NaOH lalu direbus kembali sampai mendidih kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring yang telah diketahui bobotnya. Endapan dicuci dengan K2SO4 sebanyak 10 ml dan alkohol sebanyak 15 ml, lalu kertas saring dan endapan dikeringkan dalam oven selama 30 menit dan ditimbang. Kemudian ditanur dengan suhu 600oC selama 4 jam lalu diperoleh bobot abu kemudian ditimbang.

Kadar serat kasar = x 100%

Keterangan: a= bobot contoh ; b = bobot endapan c = bobot abu

2. Uji Kadar Fe i). Destruksi Basah

- Satu gram sampel dimasukkan ke erlenmeyer 250 ml, ditambahkan HNO3 : HCl 1:3 sebanyak 12 ml. Dipanaskan hingga mendidih selama 30 menit, didinginkan lalu disaring. Filtrat diencerkan dengan aquades dalam labu takar 50 ml dengan pH 4. Kemudian diukur absorbansinya dengan AAS pada panjang gelombang 248,3 nm.

ii). Pembuatan kurva standar

- Larutan standar Fe 1000 ppm dimasukkan dalam labu takar 100 ml, diperoleh larutan standar Fe 100 ppm. Dari larutan 100 ppm dipipet sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Diperoleh larutan standar Fe 10 ppm. Larutan 10 ppm dipipet 5;10;15;20; 25 ml lalu dimasukkan dalam labu takar 50 ml. Larutan seri standar Fe diukur nilai absorbansinya dengan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) pada panjang gelombang 248,3 nm (Aprianto et al., 1989)


(32)

commit to user

Kadar Fe = X . V x 106 mg/kg Berat sampel

Ket : X = konsentrasi Fe dalam sampel (mg/l) V= Volume larutan sampel

3. Uji Kadar Protein

Metode yang digunakan pada penentuan protein daging adalah metode Biuret (AOAC, 1995). Sampel bakso yang dibuat dengan konsentrasi 1 mg/ml sebanyak 10 ml. Cara pembuatan sampel bakso dengan cara bakso dilumat kemudian ditambahkan aquades lalu disaring lalu disentrifus dengan kecepatan 3000 ppm selama 5 menit kemudian diambil filtratnya sebagai sampel yang akan dianalisis. Masukkan 1 ml larutan sampel ke dalam tabung reaksi kemudian menambahkan aquades 4 ml, pereaksi biuret 6 ml lalu ditutup kemudian divorteks selama 5 menit. Simpan tabung reaksi pada suhu kamar selama 30 menit hingga terbentuk warna ungu. Mengukur absorbansinya pada panjang gelombang 520 nm. Hasil absorbansi standar Bovine Serum Albumin (BSA) dan konsentrasi standar BSA dibuat grafik untuk menentukan persamaan garis linier standar BSA.

b. Uji Organoleptik

Pengujian organoleptik yang dilakukan yaitu uji hedonik terhadap kesukaan bau, rasa, tekstur dan daya terima bakso. Panelis adalah mahasiswa Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta sebanyak 20 orang yang terdiri dari panelis tidak terlatih.

Uji Kesukaan digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen. Kegunaan uji ini diantaranya untuk pengembangan produk baru. Menurut Winarno (1997), bahwa pengujian bahan pangan tidak hanya dilihat dari aspek kimiawinya saja, tetapi juga ditilik dari cita rasa dan aroma.


(33)

commit to user

Tabel 3. Skor Hedonik untuk Tingkat Kesukaan terhadap Bau, Rasa, Tekstur dan Daya Terima pada Uji Organoleptik

Skor Hedonik Skor Sangat suka

Suka Cukup suka Kurang suka

Tidak suka 1

5 4 3 2 1 Keterangan jangkauan nilai:

Tidak suka : 0,00 - 1,49 Kurang suka : 1,50 - 2,49 Cukup Suka : 2,50 - 3,49

Suka : 3,50 - 4,49

Sangat suka : 4,50 - 5,49 E. Analisis Data

Analisis data menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Pola Searah adalah sebagai berikut :

Yij =  + Ti +  ij Keterangan:

Yij = Nilai pengamatan perlakukan ke – i dan ulangan ke- j µ = Nilai tengah umum

Ti = Pengaruh pelakuan ke-i

 ij = Kesalahan (galat) percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke- j

Data sifat kimia dan organoleptik dianalisis dengan menggunakan Analisis Sidik Ragam atau Analysis of Variance (ANOVA). Bila analisis sidik ragam menunjukkan perbedaan yang nyata pada perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji Duncan’s New Multiple Range Test (Steel and Torrie, 1995).


(34)

commit to user

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengaruh Penambahan Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus sp.) terhadap Kualitas Kimia Bakso Ayam

1. Karbohidrat Tidak Tecerna

Hasil analisis statistik dari karbohidrat tidak tecerna bakso ayam dengan aras penambahan jamur tiram (Pleurotus ostreatus sp.) 0, 5, 10 dan 15% dari adonan bakso ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rerata Nilai Karbohidrat Tidak Tecerna Bakso Ayam dengan Aras Penambahan Jamur Tiram 0, 5, 10 dan 15% dari Adonan Bakso (Persen berat basah)

Ulangan Perlakuan

P0 P1 P2 P3

R1 1,15 1,83 2,43 2,86

R2 0,96 1,55 2,61 3,29

R3 0,84 2,01 2,75 2,98

R4 0,82 1,61 2,67 3,24

R5 0,73 2,02 2,37 3,14

Rerata 0,90A 1,80B 2,56C 3,10D

Keterangan: A, B, C, D Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

Rerata nilai karbohidrat tidak tecerna pada bakso ayam dengan aras penambahan jamur tiram 0%, 5%, 10% dan 15% dari adonan bakso secara berturut-turut adalah 0,90%, 1,80%, 2,56% dan 3,10%. Hasil analisis statistik menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) dengan adanya penambahan jamur tiram baik pada perlakuan P0, P1, P2 dan P3. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlakuan P1, P2 dan P3 berpengaruh terhadap peningkatan nilai karbohidrat tidak tecerna yang ditimbulkan akibat penambahan jamur tiram pada adonan bakso.

Peningkatan nilai karbohidrat tidak tecerna disebabkan karena jamur

tiram memiliki kadar karbohidrat tidak tecerna yang cukup tinggi. Menurut Winarno (1997), serat pangan merupakan bagian dari karbohidrat


(35)

commit to user

yang tidak dapat dicerna. Kandungan karbohidrat tidak tecerna jamur tiram adalah 7,4 sampai 24,6 persen (Anonim, 2010b). Penambahan jamur tiram memberikan kontribusi terhadap total adonan bakso ayam yang bertambah sehingga kadar karbohidrat tidak tecerna ikut naik juga seiring dengan aras jamur tiram yang ditambahkan.

Pada perlakuan P0 terhadap P3 terlihat kenaikan kadar karbohidrat tidak tecerna dalam jumlah yang cukup besar yaitu 2,20% dari 0,90% menjadi 3,10%. Kadar karbohidrat tidak tecerna mempunyai korelasi dengan kadar air. Menurut Astawan et al. (2005), bahwa penurunan kadar air akan diikuti kenaikkan kadar serat pangan. Proses pemasakan bakso menggunakan tepung tapioka dan jamur tiram yang mengandung serat, pemasakan menyebabkan air keluar sehingga terjadi penurunan kadar air akibat adanya interaksi antara pati dengan protein sehingga air tidak dapat diikat secara sempurna. Hal ini sesuai pendapat Maharaja (2008) bahwa penurunan kadar air akibat mekanisme interaksi pati dan protein.

Kadar karbohidrat tidak tecerna bakso yang dihasilkan dari semua perlakuan berkisar antara 0,90% sampai 3,10% terhadap berat basah. Penambahan jamur tiram pada adonan bakso ayam dengan aras 5%, 10% dan 15% menunjukkan hasil peningkatan kadar karbohidrat tidak tecerna dibandingkan dengan level kontrol. Kadar karbohidrat tidak tecerna yang dihasilkan pada penelitian ini lebih rendah dari bakso sapi hasil penelitian Musfiroh (2009) yang memiliki nilai 3,25%. Hal ini disebabkan karena adanya subtitusi tepung tapioka dengan tepung ubi jalar ungu hingga 40% yang menyebabkan kadar karbohidrat tidak tecerna semakin tinggi.

2. Kadar Fe

Hasil analisis statistik dari kadar Fe bakso ayam dengan aras penambahan jamur tiram (Pleurotus ostreatus sp.) 0, 5, 10 dan 15% dari adonan bakso ditunjukkan pada Tabel 5.


(36)

commit to user

Rerata nilai kadar Fe pada bakso ayam dengan aras penambahan jamur tiram 0%, 5%, 10% dan 15% dari adonan bakso secara berturut-turut adalah

0,173 mg/100 g, 0,344 mg/100 g, 0,460 mg/100 g dan 0,618 mg/100 g. Hasil analisis statistik menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

dengan adanya penambahan jamur tiram. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlakuan P1, P2 dan P3 berpengaruh terhadap peningkatan kadar Fe akibat penambahan jamur tiram pada adonan bakso.

Tabel 5. Rerata Nilai Kadar Fe Bakso Ayam dengan Aras Penambahan Jamur Tiram 0, 5, 10 dan 15% dari Adonan Bakso (mg/100 g)

Ulangan Perlakuan

P0 P1 P2 P3

R1 0,148 0,354 0,396 0,541

R2 0,222 0,322 0,444 0,593

R3 0,197 0,379 0,538 0,715

R4 0,198 0,288 0,453 0,541

R5 0,102 0,378 0,471 0,702

Rerata 0,173A 0,344B 0,460C 0,618D

Keterangan: A, B, C, D Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

Peningkatan kadar Fe bakso disebabkan karena jamur tiram memiliki kandungan Fe yang lebih tinggi dibandingkan dengan daging ayam. Kadar Fe daging ayam per 100 gram adalah 1,5 mg (Departemen Kesehatan R.I, 1996). Jamur tiram memiliki kadar Fe sebesar 3,4 mg sampai 18,2 mg per 100 gram (Departemen Kesehatan R.I, 1996). Kandungan Fe yang ada pada jamur tiram memberikan kontribusi terhadap peningkatan kadar Fe yang ada pada bakso. Kandungan Fe jamur tiram yang tinggi memberikan pengaruh terhadap kadar Fe pada bakso ayam.

Kadar Fe akan meningkat seiring dengan meningkatnya kadar karbohidrat tidak tecerna. Peningkatan karbohidrat tidak tecerna pada penelitian ini yaitu P0 terhadap P3 sebesar 2,20% (Tabel 4). Pada perlakuan

P0 terhadap P3 menunjukkan adanya peningkatan kadar Fe sebesar 0,445 mg/100 g. Pada penambahan jamur tiram dengan aras 5%, 10% dan


(37)

commit to user

15% menunjukkan adanya peningkatan dari kadar Fe dibandingkan dengan kontrol. Hal ini sesuai pendapat Tensiska (2008) yang menjelaskan bahwa serat makanan memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap penyerapan mineral seperti zat besi. Berdasarkan hal tersebut semakin banyak kadar karbohidrat tidak tecerna yang dimiliki bakso menyebabkan semakin banyak pula kadar Fe yang terdapat pada bakso seiring dengan aras penambahan jamur tiram.

Kadar Fe bakso ayam yang dihasilkan dari penelitian berkisar antara 0,173 mg/100 g sampai 0,618 mg/100 g terhadap berat basah. Berbeda dengan penelitian Hayuningsih (2009) yang menyebutkan bahwa kadar Fe bakso sapi adalah 1,519 mg/100 g yang menunjukkan nilai yang lebih tinggi, hal ini disebabkan karena perbedaan bahan daging yang digunakan. Kadar Fe per 100 gram pada daging sapi adalah 2,80 mg (Departemen Kesehatan R.I, 1996), yang menunjukkan nilai lebih tinggi dibandingkan pada daging ayam yaitu sebesar 1,5 mg.

3. Kadar Protein

Hasil analisis statistik dari kadar protein bakso ayam dengan aras penambahan jamur tiram (Pleurotus ostreatus sp.) 0, 5, 10 dan 15% dari adonan bakso ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Rerata Nilai Kadar Protein Bakso Ayam dengan Aras Penambahan Jamur Tiram 0, 5, 10 dan 15% dari Adonan Bakso (mg/ml)

Ulangan Perlakuan

P0 P1 P2 P3

R1 28,16 22,82 18,54 17,38

R2 29,22 20,97 18,93 17,48

R3 29,51 20,97 18,45 16,60

R4 28,45 21,55 20,29 16,21

R5 30,49 22,52 20,49 16,80

Rerata 29,17A 21,77B 19,34C 16,89D Keterangan: A, B, C, D Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan


(38)

commit to user

Rerata nilai kadar protein bakso ayam dengan aras penambahan jamur

tiram 0%, 5%, 10% dan 15% dari adonan bakso secara berturut-turut adalah 29,17 mg/ml, 21,77 mg/ml, 19,34 mg/ml dan 16,89 mg/ml. Hasil analisis statistik menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

dengan adanya penambahan jamur tiram baik pada perlakuan P0, P1, P2 dan P3. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlakuan P1, P2 dan P3 berpengaruh terhadap penurunan kadar protein yang ditimbulkan akibat penambahan jamur tiram pada adonan bakso.

Penurunan kadar protein bakso ayam disebabkan karena kadar protein jamur tiram lebih rendah yaitu 3,5 sampai 4 % (Sumarmi, 2006)

dibandingkan kadar protein daging ayam afkir 25,4% sampai 31,5% (Mountney dan Parkhurst, 1995 cit. Ariyanto, 2006). Penurunan kadar protein

yang diperoleh pada penelitian ini berbeda dengan kadar protein bakso sapi hasil penelitian Hayuningsih (2009) yang menunjukkan adanya penurunan

pada tiap perlakuan yaitu 13,57 mg/ml, 7,21 mg/ml, 6,14 mg/ml dan 8,31 mg/ml yang disebabkan semakin meningkatnya aras jamur tiram yang

ditambahkan pada bakso sapi. Pada penelitian Hayuningsih (2009) bahwa perbandingan jamur tiram dan daging sapi yang digunakan antara lain 0:1, 1:1, 2:3 dan 3:2. Berdasarkan hal tersebut menunjukkan perbedaan pada hasil kadar protein seiring dengan kadar karbohidrat tidak tecerna yang semakin banyak mengalami kenaikan.

Pada perlakuan dengan aras 5% sudah menunjukkan adanya penurunan kadar protein sebesar 7,40 mg/ml jika dibandingkan dengan kontrol. Pada perlakuan dengan aras 10% terhadap kontrol, kadar protein turun sebesar 9,83 mg/ml dan terus mengalami penurunan dengan semakin

bertambahnya aras jamur tiram yang ditambahkan pada adonan bakso ayam. Menurut Puspitasari (2008) menyebutkan bahwa kandungan

karbohidrat tidak tecerna dapat mempengaruhi korelasi antara protein dan pati. Naruki dan Kanoni (1992) menjelaskan bahwa proses pemanasan


(39)

commit to user

menyebabkan protein daging mengalami pengerutan sehingga molekul-molekul pati mengisi rongga-rongga diantara protein yang mengalami pengerutan. Berdasarkan hal tersebut pada proses pemasakan bakso menyebabkan karbohidrat tidak tecerna yang ada pada jamur tiram mengisi rongga-rongga diantara protein yang mengalami pengerutan. Muchtadi (2001) menjelaskan bahwa serat dapat mengikat air. Proses pemasakan bakso dengan penambahan jamur tiram menyebabkan serat yang ada pada jamur tiram berikatan dengan air sehingga membentuk gel yang menyelimuti bakso. Menurut Judge et al. (1989) cit. Soeparno (2005) menjelaskan bahwa air mampu melarutkan protein. Adanya serat pada bakso akibat penambahan jamur tiram menyebabkan air tidak mampu mengikat protein secara sempurna karena air berikatan dengan serat, protein banyak yang larut pada proses pemasakan bakso sehingga kadar protein yang ada bakso menjadi turun.

Kadar protein bakso yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 16,89 mg/ml sampai 29,17 mg/ml terhadap berat basah. Pada penelitian Hayuningsih (2009), kadar protein pada bakso sapi dengan penambahan jamur tiram berkisar antara 8,31 mg/ml sampai 13,57 mg/ml yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian ini. Perbedaan kadar protein diduga

disebabkan karena bahan daging yang digunakan dalam pembuatan bakso berbeda. Kadar protein daging ayam menurut Mountney dan Parkhurst (1995) cit. Ariyanto (2006), menyebutkan bahwa protein ayam petelur afkir adalah 25,4% sampai 31,5%, sedangkan menurut Departemen

Kesehatan R.I (1996) bahwa kadar protein daging sapi adalah 18,8%. Berdasarkan hal tersebut menunjukkan bahwa kadar protein yang dimiliki daging ayam jauh lebih tinggi dibandingkan kadar protein daging sapi sehingga kadar protein yang diperoleh pada penelitian ini jauh lebih tinggi. Kadar protein yang dihasilkan pada penelitian ini meskipun menunjukkan penurunan tetapi masih dalam batas minimal kadar protein bakso menurut BSN (1995) yaitu 9% berat basah.


(40)

commit to user

B. Pengaruh Penambahan Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus sp.) terhadap Organoleptik Bakso Ayam secara Hedonik.

1. Bau

Hasil analisis statistik dari nilai kesukaan bau bakso ayam dengan aras penambahan jamur tiram (Pleurotus ostreatus sp.) 0, 5, 10 dan 15% dari adonan bakso ditunjukkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Rerata Nilai Kesukaan Bau Bakso Ayam dengan Aras Penambahan Jamur Tiram 0, 5, 10 dan 15% dari Adonan Bakso

Ulangan Perlakuan

P0 P1 P2 P3

R1 4 3 3 4

R2 3 2 3 4

R3 3 3 3 3

R4 4 4 3 3

R5 2 2 2 4

R6 3 3 3 3

R7 2 4 2 2

R8 2 3 4 3

R9 4 4 4 4

R10 3 3 3 2

R11 3 4 3 3

R12 2 3 4 3

R13 2 3 3 3

R14 3 4 3 4

R15 2 3 3 3

R16 3 2 3 4

R17 4 5 4 3

R18 4 3 4 4

R19 4 4 4 3

R20 3 4 5 4

Rerata 3,0 3,3 3,3 3,3

Keterangan:

Nilai 1: Tidak suka 2: Kurang suka 3: Cukup suka 4: Suka 5: Sangat suka Jangkauan nilai: Tidak suka : 0,00 - 1,49

Kurang suka : 1,50 - 2,49 Cukup Suka : 2,50 - 3,49

Suka : 3,50 - 4,49


(41)

commit to user

Rerata nilai kesukaan bau bakso ayam dengan aras penambahan jamur

tiram 0%, 5%, 10% dan 15% dari adonan bakso secara berturut-turut adalah 3,0 (cukup suka), 3,3 (cukup suka), 3,3 (cukup suka) dan 3,3 (cukup

suka). Hasil analisis statistik menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) dengan adanya penambahan jamur tiram baik pada perlakuan P0, P1, P2 dan P3. Hal ini berarti bahwa perlakuan P1, P2 dan P3 tidak mempengaruhi kesukaan terhadap bau yang ditimbulkan akibat penambahan jamur tiram pada adonan bakso.

Hasil penelitian terhadap nilai kesukaan bau bakso yang berada pada taraf cukup suka berarti bahwa penambahan jamur tiram tidak meningkatkan kesukaan bau bakso oleh panelis. Abustam (2009), menyebutkan bahwa dalam penilaian flavour melibatkan organ pencicipan dan penciuman. Menurut Zuhra (2006), indera penciuman yaitu hidung memiliki kemampuan yang terbatas.

Bumbu juga dapat meningkatkan dan memodifikasi flavour. Formulasi bumbu menghasilkan produk olahan daging dengan flavour yang berbeda, hal ini disebabkan pengaruh bumbu yang digunakan dalam bakso ayam yang terdiri dari merica, bawang putih dan garam (Soeparno, 2005), sehingga bau yang ditimbulkan oleh jamur tiram tertutup. Flavour melibatkan bau dan rasa (Lawrie, 2003). Penambahan jamur tiram dalam jumlah yang sedikit tidak mempengaruhi bau dari bakso ayam, sehingga bau jamur tidak tercium dan tetap mempertahankan bau khas bakso daging ayam.

Penambahan jamur tiram hingga 15% tidak mempengaruhi terhadap kesukaan bau bakso ayam yang masih berada pada taraf cukup suka, hal ini

menunjukkan bahwa penambahan jamur tiram tidak mempengaruhi kesukaan panelis yang masih berada pada taraf cukup suka. Evaluasi bau

dan rasa sangat tergantung pada panel cita rasa (Soeparno, 2005). Menurut Winarno et al. (1980), bau menentukan kelezatan bahan makanan.


(42)

commit to user

cukup suka dengan bau bakso ayam yang dihasilkan akibat penambahan jamur tiram. BSN (1995), menyebutkan bahwa bau bakso sesuai SNI adalah bau normal bakso.

2. Rasa

Hasil analisis statistik dari nilai kesukaan rasa bakso ayam dengan aras penambahan jamur tiram (Pleurotus ostreatus sp.) 0, 5, 10 dan 15% dari adonan bakso ditunjukkan pada Tabel 8.

Rerata nilai kesukaan rasa bakso ayam dengan aras penambahan jamur tiram 0%, 5%, 10% dan 15% dari adonan bakso secara berturut-turut adalah 2,80 (cukup suka), 2,85 (cukup suka), 3,15 (cukup suka) dan 3,55 (suka). Hasil analisis statistik menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) dengan adanya penambahan jamur tiram baik pada perlakuan P2 dan P3. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlakuan P2 dan P3 mempengaruhi kesukaan terhadap rasa yang ditimbulkan akibat penambahan jamur tiram pada adonan bakso. Pada hasil analisis statistik uji kesukaan terhadap rasa terdapat hasil yang tidak berbeda nyata antara perlakuan P0 dan P1 dengan nilai yaitu 2,80, 2,85 sedangkan pada perlakuan P2 dan P3 menunjukkan perbedaan yang nyata dengan nilai 3,15, 3,55. Hasil uji kesukaan rasa bakso bertaraf pada cukup suka hingga suka berarti bahwa penambahan jamur tiram meningkatkan kesukaan rasa bakso oleh panelis. Pada perlakuan P3 menunjukkan adanya peningkatan nilai kesukaan rasa bakso dari cukup suka menjadi suka dibandingkan terhadap kontrol.

Menurut Dirjen Hortikultura (2006), jamur tiram mempunyai rasa yang lezat serta kandungan gizi yang cukup tinggi. Sehingga berdasarkan hal tersebut rasa yang dimiliki jamur tiram mengakibatkan rasa dari bakso pada penelitian ini menjadi lebih enak dan meningkatkan rangsangan kesukaan oleh panelis sehingga tingkat kesukaan panelis menjadi meningkat dari cukup suka menjadi suka, hal ini didukung dengan pendapat Winarno (1997) yang


(43)

commit to user

menjelaskan bahwa cita rasa bahan pangan sebenarnya terdiri dari tiga komponen pokok yaitu bau, rasa dan rangsangan mulut. Rasa melibatkan panca indera lidah sebagai pengecap rasa pahit, manis, asin, dan asam, sedangkan mulut menimbulkan sensasi perasaan pada seseorang setelah menelan suatu bahan makanan.

Tabel 8. Rerata Nilai Kesukaan Rasa Bakso Ayam dengan Aras Penambahan Jamur Tiram 0, 5, 10 dan 15% dari Adonan bakso

Ulangan Perlakuan

P0 P1 P2 P3

R1 3 3 2 4

R2 3 2 3 4

R3 2 2 3 3

R4 3 4 4 4

R5 3 4 5 5

R6 1 2 3 4

R7 3 3 3 4

R8 4 3 5 3

R9 4 3 3 4

R10 2 3 2 3

R11 2 4 2 2

R12 4 3 4 4

R13 3 2 3 2

R14 2 2 2 3

R15 2 3 2 3

R16 2 1 3 4

R17 4 5 3 3

R18 4 2 4 4

R19 2 3 3 3

R20 3 3 4 5

Rerata 2,80a 2,85a 3,15b 3,55c

Keterangan: a, b, c Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Nilai 1: Tidak suka 2: Kurang suka 3: Cukup suka 4: Suka 5: Sangat suka Jangkauan nilai: Tidak suka : 0,00 - 1,49

Kurang suka : 1,50 - 2,49 Cukup Suka : 2,50 - 3,49

Suka : 3,50 - 4,49


(44)

commit to user

Peningkatan kesukaan rasa disebabkan karena penambahan jamur tiram telah mempengaruhi rasa bakso ayam. Jamur tiram memiliki rasa yang khas jamur (Anonim, 2010b) sehingga dengan adanya penambahan jamur tiram menyebabkan rasa bakso menjadi berbeda. Nilai kesukaan rasa bakso ayam pada aras penambahan jamur 0% hingga 10% berkisar antara 2,80 sampai 3,15 dan berada taraf cukup suka sedangkan pada aras 15% adalah 3,55 yang bertaraf pada suka. Penambahan jamur tiram hingga 15% meningkatkan kesukaan rasa bakso ayam dari cukup suka menjadi suka. Aras terbaik dari penambahan jamur tiram pada penelitian ini adalah 15% karena nilai kesukaan panelis adalah suka. Hasil penelitian Suradi (2009), menunjukan bahwa rasa, bau bakso dari daging sapi dan domba lebih disukai dibandingkan dengan bakso dari daging ayam dan kelinci. Ada dugaan yang kuat bahwa adanya faktor kebiasaan panelis dalam mengkonsumsi bakso menyebabkan bakso sapi lebih disukai. BSN (1995), menyebutkan bahwa rasa bakso adalah gurih.

3. Tekstur

Hasil analisis statistik dari nilai kesukaan tekstur bakso ayam dengan aras penambahan jamur tiram (Pleurotus ostreatus sp.) 0, 5, 10 dan 15% dari adonan bakso ditunjukkan padaTabel 9.

Rerata nilai kesukaan tekstur bakso ayam dengan aras penambahan jamur tiram 0%, 5%, 10% dan 15% dari adonan bakso secara berturut-turut adalah 2,75 (cukup suka), 3,20 (cukup suka), 3,35 (cukup suka) dan 3,90 (suka). Hasil analisis statistik menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) pada perlakuan P0 terhadap P1, P2 maupun P3. Pada perlakuan P1 terhadap P2 nilai kesukaan adalah 3,20 dan 3,35 yang menunjukkan perbedaan tidak nyata sehingga penambahan jamur tiram hingga aras 10% belum merubah kesukaan tekstur oleh panelis. Pada perlakuan P3 menyebabkan kesukaan tekstur oleh panelis menjadi meningkat dari cukup suka menjadi suka yang


(45)

commit to user

ditimbulkan akibat penambahan jamur tiram yang menyebabkan bakso menjadi lebih kompak dan kenyal.

Tabel 9. Rerata Nilai Kesukaan Tekstur Bakso Ayam dengan Aras Penambahan Jamur Tiram 0, 5, 10 dan 15% dari Adonan Bakso

Ulangan Perlakuan

P0 P1 P2 P3

R1 3 3 4 5

R2 2 4 3 5

R3 2 2 3 3

R4 3 3 3 4

R5 3 4 5 5

R6 2 2 3 4

R7 2 2 3 5

R8 3 3 2 4

R9 4 3 4 4

R10 3 3 3 3

R11 4 3 4 2

R12 2 4 3 4

R13 2 3 3 3

R14 2 3 3 3

R15 2 3 2 3

R16 2 3 3 5

R17 4 4 4 3

R18 4 4 4 4

R19 3 3 4 4

R20 3 5 4 5

Rerata 2,75a 3,20b 3,35b 3,90c

Keterangan: a, b, c Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan Perbedaan yang nyata (P<0,05)

Nilai 1: Tidak suka 2: Kurang suka 3: Cukup suka 4: Suka 5: Sangat suka Jangkauan nilai: Tidak suka : 0,00 - 1,49

Kurang suka : 1,50 - 2,49 Cukup Suka : 2,50 - 3,49

Suka : 3,50 - 4,49

Sangat suka : 4,50 - 5,49

Peningkatan nilai kesukaan tekstur bakso ayam disebabkan karena jamur tiram memiliki kandungan karbohidrat tidak tecerna yang menyebabkan tekstur bakso menjadi lebih kenyal dan kompak. Pada P0 tekstur bakso lebih liat dan kurang kompak, tetapi setelah adanya penambahan jamur tiram


(46)

commit to user

hingga P3 menyebabkan bakso menjadi kenyal dan disukai oleh panelis.

Jamur tiram memiliki tekstur yang hampir mirip dengan daging ayam yaitu kenyal dan lembut. Menurut Dahrani (2010) bahwa jamur tiram

bertekstur lembut karena lembutnya, sering disebut daging ayam. Menurut Laununa (2010), warna jamur tiram yang putih kekuningan dan

tekstur yang lembut kenyal, tak ubahnya seperti potongan daging dada ayam. Menurut Rohman (2010) menyebutkan bahwa tekstur daging ayam lebih lembut dan halus dibandingkan daging sapi. Warna bakso ayam juga lebih cerah dibanding bakso daging sapi.Anonim (2009) menjelaskan tekstur merupakan salah satu parameter mutu yang cukup penting pada saat daging ayam dikonsumsi. Jamur tiram memiliki tekstur yang lembut sehingga mudah untuk dipadukan pada berbagai masakan.

Menurut Bourne (2002), tekstur makanan ditentukan oleh komponen fisik makanan yang dirasakan oleh organ perasa dalam rongga mulut. Parameter yang umum digunakan dalam menilai tekstur makanan adalah

kehalusan atau kekasaran makanan ketika dikunyah dalam mulut. Tekstur bakso menurut Triatmojo (1992), dipengaruhi oleh kualitas dan

kuantitas daging yang digunakan, metode pengolahan dan bahan-bahan yang ditambahkan. Adonan yang stabil emulsinya, biasanya akan menghasilkan tekstur yang baik setelah bakso dimasak, tapi bila emulsi tidak stabil maka sering dijumpai rongga, lemak dan gelatin terperangkap dalam bakso tersebut. Nilai kesukaan tekstur bakso ayam pada aras penambahan jamur 0% hingga 15% berkisar antara 2,75 sampai 3,90 dan berada taraf cukup suka hingga suka. Penambahan jamur tiram hingga aras 15% mempengaruhi terhadap kesukaan tekstur bakso ayam yang meningkat dari cukup suka menjadi suka, hal ini menunjukkan bahwa tekstur khas jamur tiram mempengaruhi kesukaan panelis terhadap bakso ayam. Kesukaan terhadap tekstur dipengaruhi oleh keempukan. Kesan keempukan secara keseluruhan meliputi tekstur dan melibatkan tiga aspek yaitu kemudahan awal penetrasi


(47)

commit to user

gigi ke dalam daging, mudahnya daging dikunyah menjadi potongan-potongan yang lebih kecil dan jumlah residu yang tertinggal setelah pengunyahan (Bratzler, 1971 cit. Soeparno, 2005). Aras terbaik dari penambahan jamur tiram pada penelitian ini adalah adalah 15% karena nilai

kesukaan panelis adalah meningkat dari cukup suka menjadi suka. BSN (1995), tekstur dari bakso daging adalah halus kenyal.

4. Daya Terima

Hasil analisis statistik dari nilai daya terima bakso ayam dengan aras penambahan jamur tiram (Pleurotus ostreatus sp.) 0, 5, 10 dan 15% dari adonan bakso ditunjukkan pada Tabel 10.

Rerata nilai daya terima bakso ayam dengan aras penambahan jamur tiram 0%, 5%, 10% dan 15% dari adonan bakso secara berturut-turut adalah

2,85 (cukup suka), 2,90 (cukup suka), 2,95 (cukup suka) dan 3,80 (suka). Hasil analisis statistik menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) dengan

adanya penambahan jamur tiram pada perlakuan P0 dan P3 akan tetapi pada perlakuan P0 dengan P1 dan P2 menunjukkan perbedaan yang tidak nyata. Hal ini berarti bahwa penambahan jamur tiram pada perlakuan P1 dan P2 belum mengubah daya terima bakso yang masih berada pada taraf cukup suka. Pada perlakuan P3 telah meningkatkan daya terima bakso yaitu dari cukup suka menjadi suka.

Hasil penelitian nilai daya terima bakso ayam menunjukkan adanya peningkatan kesukaan disebabkan karena penambahan jamur tiram mempengaruhi daya terima bakso ayam meliputi kesukan terhadap bau, rasa dan tekstur. Menurut Laununa (2010), jamur tiram memiliki tekstur yang hampir mirip dengan daging ayam yaitu kenyal dan lembut, sedangkan Anonim (2010b) menyebutkan bahwa jamur memiliki bau yang khas dan rasa yang lezat. Menurut Judge et al. (1989) cit. Soeparno (2005), bahwa daya terima produk daging tergantung pada kualitas flavour serta tekstur.


(48)

commit to user

Tabel 10. Rerata Nilai Daya Terima Bakso Ayam dengan Aras Penambahan Jamur Tiram 0, 5, 10 dan 15% dari Adonan Bakso

Ulangan Perlakuan

P0 P1 P2 P3

R1 3 4 3 5

R2 2 3 3 5

R3 2 2 3 3

R4 3 3 3 4

R5 3 4 4 5

R6 2 2 3 4

R7 3 3 3 4

R8 3 3 3 3

R9 3 4 3 4

R10 3 2 2 3

R11 4 3 2 2

R12 3 3 4 4

R13 3 3 2 4

R14 3 2 2 3

R15 3 2 2 3

R16 1 2 3 5

R17 4 4 4 3

R18 3 4 4 4

R19 3 2 3 3

R20 3 3 3 5

Rerata 2,85a 2,90a 2,95a 3,80b

Keterangan: a, b Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Nilai 1: Tidak suka 2: Kurang suka 3: Cukup suka 4: Suka 5: Sangat suka Jangkauan nilai: Tidak suka : 0,00 - 1,49

Kurang suka : 1,50 - 2,49 Cukup Suka : 2,50 - 3,49

Suka : 3,50 - 4,49

Sangat suka : 4,50 - 5,49

Hasil nilai kesukaan pada penelitian ini terhadap bau, rasa dan tekstur secara berturut-turut adalah cukup suka, suka dan suka. Puspitasari (2008) mengemukakan bahwa kesukaan bakso dipengaruhi oleh berbagai macam faktor antara lain rasa dan tekstur, faktor tersebut menimbulkan penerimaan yang utuh. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya penambahan jamur tiram menyebabkan daya terima bakso ayam meningkat terhadap rasa


(49)

commit to user

maupun tekstur yaitu dari cukup suka menjadi suka, meskipun pada hasil nilai kesukaan terhadap bau tidak mengalami peningkatan karena hanya berada pada taraf cukup suka. Hasil nilai daya terima secara menyeluruh terhadap kesukaan rasa dan tekstur adalah meningkat, artinya bahwa penambahan jamur tiram hingga aras 15% masih disukai oleh panelis.


(50)

commit to user

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah penambahan jamur tiram (Pleurotus ostreatus sp.) pada adonan bakso meningkatkan kualitas kimia dan organoleptik bakso ayam serta aras penambahan jamur tiram terbaik yaitu 15%.

B. Saran

1. Berdasarkan hasil penelitian penambahan jamur tiram (Pleurotus ostreatus sp.) sebanyak 15% pada adonan bakso dapat diaplikasikan untuk meningkatkan kualitas kimia dan organoleptik bakso ayam.

2. Perlu diadakan penelitian yang lebih lanjut mengenai penambahan jamur tiram dalam bentuk segar maupun tepung pada produk olahan daging lainnya.


(1)

commit to user

ditimbulkan akibat penambahan jamur tiram yang menyebabkan bakso menjadi lebih kompak dan kenyal.

Tabel 9. Rerata Nilai Kesukaan Tekstur Bakso Ayam dengan Aras Penambahan Jamur Tiram 0, 5, 10 dan 15% dari Adonan Bakso

Ulangan Perlakuan

P0 P1 P2 P3

R1 3 3 4 5

R2 2 4 3 5

R3 2 2 3 3

R4 3 3 3 4

R5 3 4 5 5

R6 2 2 3 4

R7 2 2 3 5

R8 3 3 2 4

R9 4 3 4 4

R10 3 3 3 3

R11 4 3 4 2

R12 2 4 3 4

R13 2 3 3 3

R14 2 3 3 3

R15 2 3 2 3

R16 2 3 3 5

R17 4 4 4 3

R18 4 4 4 4

R19 3 3 4 4

R20 3 5 4 5

Rerata 2,75a 3,20b 3,35b 3,90c

Keterangan: a, b, c Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan

Perbedaan yang nyata (P<0,05)

Nilai 1: Tidak suka 2: Kurang suka 3: Cukup suka 4: Suka 5: Sangat suka

Jangkauan nilai: Tidak suka : 0,00 - 1,49

Kurang suka : 1,50 - 2,49

Cukup Suka : 2,50 - 3,49

Suka : 3,50 - 4,49

Sangat suka : 4,50 - 5,49

Peningkatan nilai kesukaan tekstur bakso ayam disebabkan karena jamur tiram memiliki kandungan karbohidrat tidak tecerna yang menyebabkan tekstur bakso menjadi lebih kenyal dan kompak. Pada P0 tekstur bakso lebih liat dan kurang kompak, tetapi setelah adanya penambahan jamur tiram


(2)

hingga P3 menyebabkan bakso menjadi kenyal dan disukai oleh panelis.

Jamur tiram memiliki tekstur yang hampir mirip dengan daging ayam yaitu kenyal dan lembut. Menurut Dahrani (2010) bahwa jamur tiram

bertekstur lembut karena lembutnya, sering disebut daging ayam. Menurut Laununa (2010), warna jamur tiram yang putih kekuningan dan

tekstur yang lembut kenyal, tak ubahnya seperti potongan daging dada ayam. Menurut Rohman (2010) menyebutkan bahwa tekstur daging ayam lebih lembut dan halus dibandingkan daging sapi. Warna bakso ayam juga lebih cerah dibanding bakso daging sapi.Anonim (2009) menjelaskan tekstur merupakan salah satu parameter mutu yang cukup penting pada saat daging ayam dikonsumsi. Jamur tiram memiliki tekstur yang lembut sehingga mudah untuk dipadukan pada berbagai masakan.

Menurut Bourne (2002), tekstur makanan ditentukan oleh komponen fisik makanan yang dirasakan oleh organ perasa dalam rongga mulut. Parameter yang umum digunakan dalam menilai tekstur makanan adalah

kehalusan atau kekasaran makanan ketika dikunyah dalam mulut. Tekstur bakso menurut Triatmojo (1992), dipengaruhi oleh kualitas dan

kuantitas daging yang digunakan, metode pengolahan dan bahan-bahan yang ditambahkan. Adonan yang stabil emulsinya, biasanya akan menghasilkan tekstur yang baik setelah bakso dimasak, tapi bila emulsi tidak stabil maka sering dijumpai rongga, lemak dan gelatin terperangkap dalam bakso tersebut. Nilai kesukaan tekstur bakso ayam pada aras penambahan jamur 0% hingga 15% berkisar antara 2,75 sampai 3,90 dan berada taraf cukup suka hingga suka. Penambahan jamur tiram hingga aras 15% mempengaruhi terhadap kesukaan tekstur bakso ayam yang meningkat dari cukup suka menjadi suka, hal ini menunjukkan bahwa tekstur khas jamur tiram mempengaruhi kesukaan panelis terhadap bakso ayam. Kesukaan terhadap tekstur dipengaruhi oleh keempukan. Kesan keempukan secara keseluruhan meliputi tekstur dan melibatkan tiga aspek yaitu kemudahan awal penetrasi


(3)

commit to user

gigi ke dalam daging, mudahnya daging dikunyah menjadi potongan-potongan yang lebih kecil dan jumlah residu yang tertinggal setelah pengunyahan (Bratzler, 1971 cit. Soeparno, 2005). Aras terbaik dari penambahan jamur tiram pada penelitian ini adalah adalah 15% karena nilai

kesukaan panelis adalah meningkat dari cukup suka menjadi suka. BSN (1995), tekstur dari bakso daging adalah halus kenyal.

4. Daya Terima

Hasil analisis statistik dari nilai daya terima bakso ayam dengan aras penambahan jamur tiram (Pleurotus ostreatus sp.) 0, 5, 10 dan 15% dari adonan bakso ditunjukkan pada Tabel 10.

Rerata nilai daya terima bakso ayam dengan aras penambahan jamur tiram 0%, 5%, 10% dan 15% dari adonan bakso secara berturut-turut adalah

2,85 (cukup suka), 2,90 (cukup suka), 2,95 (cukup suka) dan 3,80 (suka). Hasil analisis statistik menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) dengan

adanya penambahan jamur tiram pada perlakuan P0 dan P3 akan tetapi pada perlakuan P0 dengan P1 dan P2 menunjukkan perbedaan yang tidak nyata. Hal ini berarti bahwa penambahan jamur tiram pada perlakuan P1 dan P2 belum mengubah daya terima bakso yang masih berada pada taraf cukup suka. Pada perlakuan P3 telah meningkatkan daya terima bakso yaitu dari cukup suka menjadi suka.

Hasil penelitian nilai daya terima bakso ayam menunjukkan adanya peningkatan kesukaan disebabkan karena penambahan jamur tiram mempengaruhi daya terima bakso ayam meliputi kesukan terhadap bau, rasa dan tekstur. Menurut Laununa (2010), jamur tiram memiliki tekstur yang hampir mirip dengan daging ayam yaitu kenyal dan lembut, sedangkan Anonim (2010b) menyebutkan bahwa jamur memiliki bau yang khas dan rasa yang lezat. Menurut Judge et al. (1989) cit. Soeparno (2005), bahwa daya terima produk daging tergantung pada kualitas flavour serta tekstur.


(4)

Tabel 10. Rerata Nilai Daya Terima Bakso Ayam dengan Aras Penambahan Jamur Tiram 0, 5, 10 dan 15% dari Adonan Bakso

Ulangan Perlakuan

P0 P1 P2 P3

R1 3 4 3 5

R2 2 3 3 5

R3 2 2 3 3

R4 3 3 3 4

R5 3 4 4 5

R6 2 2 3 4

R7 3 3 3 4

R8 3 3 3 3

R9 3 4 3 4

R10 3 2 2 3

R11 4 3 2 2

R12 3 3 4 4

R13 3 3 2 4

R14 3 2 2 3

R15 3 2 2 3

R16 1 2 3 5

R17 4 4 4 3

R18 3 4 4 4

R19 3 2 3 3

R20 3 3 3 5

Rerata 2,85a 2,90a 2,95a 3,80b

Keterangan: a, b Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan

perbedaan yang nyata (P<0,05)

Nilai 1: Tidak suka 2: Kurang suka 3: Cukup suka 4: Suka 5: Sangat suka

Jangkauan nilai: Tidak suka : 0,00 - 1,49

Kurang suka : 1,50 - 2,49

Cukup Suka : 2,50 - 3,49

Suka : 3,50 - 4,49

Sangat suka : 4,50 - 5,49

Hasil nilai kesukaan pada penelitian ini terhadap bau, rasa dan tekstur secara berturut-turut adalah cukup suka, suka dan suka. Puspitasari (2008) mengemukakan bahwa kesukaan bakso dipengaruhi oleh berbagai macam faktor antara lain rasa dan tekstur, faktor tersebut menimbulkan penerimaan yang utuh. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya penambahan jamur tiram menyebabkan daya terima bakso ayam meningkat terhadap rasa


(5)

commit to user

maupun tekstur yaitu dari cukup suka menjadi suka, meskipun pada hasil nilai kesukaan terhadap bau tidak mengalami peningkatan karena hanya berada pada taraf cukup suka. Hasil nilai daya terima secara menyeluruh terhadap kesukaan rasa dan tekstur adalah meningkat, artinya bahwa penambahan jamur tiram hingga aras 15% masih disukai oleh panelis.


(6)

commit to user

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah penambahan jamur tiram (Pleurotus ostreatus sp.) pada adonan bakso meningkatkan kualitas kimia dan organoleptik bakso ayam serta aras penambahan jamur tiram terbaik yaitu 15%.

B. Saran

1. Berdasarkan hasil penelitian penambahan jamur tiram (Pleurotus ostreatus sp.) sebanyak 15% pada adonan bakso dapat diaplikasikan untuk meningkatkan kualitas kimia dan organoleptik bakso ayam.

2. Perlu diadakan penelitian yang lebih lanjut mengenai penambahan jamur tiram dalam bentuk segar maupun tepung pada produk olahan daging lainnya.


Dokumen yang terkait

Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) Terhadap Berbagai Media Serbuk Kayu Dan Pemberian Pupuk NPK

5 81 121

PENGARUH PERLAKUAN AWAL TERHADAP KARAKTERISTIK KIMIA DAN ORGANOLEPTIK TEPUNG JAMUR TIRAM (PLEUROTUS OSTREATUS)

8 33 60

PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI BAHAN PENGIKAT TERHADAP SIFAT KIMIA DAN ORGANOLEPTIK NUGGET JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)

2 15 58

PENGARUH SUBSTITUSI JAMUR TIRAM (Pleurotus ostreatus) TERHADAP KEKERASAN DAN DAYA TERIMA BAKSO IKAN LELE Pengaruh Substitusi Jamur Tiram (Pleurotus Ostreatus) Terhadap Kekerasan Dan Daya Terima Bakso Ikan Lele.

0 4 19

PENDAHULUAN Pengaruh Substitusi Jamur Tiram (Pleurotus Ostreatus) Terhadap Kekerasan Dan Daya Terima Bakso Ikan Lele.

0 3 6

NASKAH PUBLIKASI PENGARUH SUBSTITUSI JAMUR TIRAM (Pleurotus ostreatus) TERHADAP Pengaruh Substitusi Jamur Tiram (Pleurotus Ostreatus) Terhadap Kekerasan Dan Daya Terima Bakso Ikan Lele.

0 3 12

KANDUNGAN KALSIUM DAN KARBOHIDRAT BAKSO DAGING SAPI DENGAN PENAMBAHAN JAMUR TIRAM (Pleurotus sp) Kandungan Kalsium Dan Karbohidrat Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Jamur Tiram (Pleurotus sp).

0 1 14

KANDUNGAN KALSIUM DAN KARBOHIDRAT BAKSO DAGING SAPI DENGAN PENAMBAHAN JAMUR TIRAM (Pleurotus sp) Kandungan Kalsium Dan Karbohidrat Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Jamur Tiram (Pleurotus sp).

0 1 15

PENGARUH PENAMBAHAN PUPUK NPK TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PENGARUH PENAMBAHAN PUPUK NPK TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus PADA MEDIA SERBUK KAYU.

0 1 14

PENGARUH PENAMBAHAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) TERHADAP KUALITAS DAN NILAI ORGANOLEPTIK ABON DAGING BURUNG PUYUH AFKIR (Coturnix coturnix Japonica).

0 0 5